Oleh:
PUSKESMAS SITUJUH
KECAMATAN SITUJUH LIMO NAGARI
KABUPATEN LIMA PULUH KOTA
2022
PEMERINTAH KABUPATEN LIMA PULUH KOTA
DINAS KESEHATAN
Jln. Sudirman No. 1 Kota Payakumbuh Kode Pos 26211
Telp. (0752) 92418 Fax. (0752) 92172
email: dinaskesehatankablimapuluhkota@yahoo.co.id
SURAT PENGESAHAN
KARYA TULIS/KARYA ILMIAH JABATAN FUNGSIONAL
DOKTER MADYA
Telah dibuat sesuai pedoman yang diatur dalam Keputusan Kepala Dinas
Kesehatan Nomor: 440/ 616a.5/Diskes/2020 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan
Penilaian Angka Kredit Jabatan Fungsional Kesehatan di Lingkungan Dinas
Kesehatan Kabupaten Lima Puluh Kota.
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada ALLAH SWT atas nikmatnya yang telah diberikan
kepada kita semua sehingga dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Faktor-
Faktor yang Mempengaruhi Rendahnya Capaian Imunisasi Dasar Lengkap di
Wilayah Kerja Puskesmas Situjuh” yang merupakan salah syarat untuk kenaikan
pangkat.
Saya ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan
bimbingannya dan teman-teman yang memberikan dukungan dan masukannya
kepada saya dalam menyelesaikan makalah ini, sehingga tugas ini dapat
terselesaikan oleh saya sebagaimana mestinya.
Namun sebagai manusia biasa, saya tentunya tak luput dari kesalahan. Oleh
karena itu, saran serta kritik yang membangun senantiasa saya terima sebagai acuan
untuk tugas-tugas saya selanjutnya.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
iii
5. Kader Posyandu .............................................................................................. 50
BAB IV PENUTUP .......................................................................................................... 54
A. Kesimpulan ........................................................................................................... 54
B. Saran ..................................................................................................................... 54
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 55
iv
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Imunisasi yang merupakan salah satu upaya pelayanan kesehatan dasar
dari segi preventif yang bertujuan untuk menurunkan angka kematian bayi.
Immunisasi yang juga merupakan salah satu investasi kesehatan yang paling
Cost-Effective untuk mencegah seseorang terkena penyakit menular yang
diberikan secara rutin kepada masyarakat sejak bayi.
Upaya pelayanan imunisasi dilakukan melalui kegiatan imunisasi rutin
yang terdiri dari HB 0¬7 hari 1 kali, BCG 1 kali, DPT-HB¬Hib 3 kali, Polio 4
kali, dan campak 1 kali dan imunisasi tambahan dengan tujuan agar dapat
mengurangi angka kesakitan dan kematian akibat penyakit yang bisa dicegah
melalui imunisasi (PD3I).1
Menurut United Nations Children's Fund (UNICEF) diantara 2.400 anak
di Indonesia meninggal setiap hari adalah termasuk yang meninggal akibat dari
penyakit menular yang seharusnya dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I).2
Program imunisasi merupakan program penyelenggaraan pelayanan
kesehatan prioritas di Indonesia yang diimplementasikan dari pemerintah pusat
hingga daerah. Setiap penyelenggaraan program pelayanan kesehatan, penyedia
pelayanan kesehatan harus memperhatikan aspek kualitas, termasuk dalam hal
ini kualitas pelayanan imunisasi. Untuk menilai kualitas dan pelayanan
kesehatan, maka perlu dilakukan pengukuran kualitas yang dilakukan dengan
membandingkan kenyataan dilapangan dengan standar layanan kesehatan.
Salah satu cara menghindari penyakit pada bayi yang efektif adalah
meningkatkan
polio, cacar, tetanus, difteri, batuk rejan dan TBC (Irianto & Waluyo,
2004). Beberapa faktor yang berhubungan dengan kelengkapan lima imunisasi
dasar yang wajib meliputi BCG, hepatitis B, DPT, polio dan campak. Menurut
penelitian Suminar di Desa Patra Sengon Kecamatan Patrang Kabupaten
Jember tahun 2008, didapatkan bahwa faktor tingkat pendidikan dan motivasi
1
ibu, dukungan keluarga serta konseling dari petugas kesehatan merupakan
faktor yang berpengaruh terhadap pemberian imunisasi, sehingga menambah
cakupan imunisasi.
Standar cakupan imunisasi untuk Indonesia yang telah ditetapkan dan
wajib dipenuhi oleh instansi kesehatan termasuk Puskesmas untuk lima
imunusiasi dasar yaitu 80,5% dari jumlah bayi yang menjadi sasaran. Standar
yang telah ditetapkan tersebut ditargetkan dapat dicapai pada tahun 2009.
Namun kenyataannya secara umum, standar ini belum mampu dipenuhi oleh
sebagian besar daerah di Indonesia (DepKes RI, 2007).
Rendahnya cakupan imunisasi dasar tersebut umumnya disebabkan oleh
kurangnya pengetahuan mengenai Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI).
KIPI yamg dialami bayi setelah imunisasi dapat berupa kesakitan sampai
dengan kematian meskipun untuk hal yang disebutkan terakhir sangat jarang
terjadi. KIPI yang sering ditemukan setelah pemberian imunisasi meliputi
bengkak dan abses pada daerah suntikan karena jarum suntik tidak steril, nyeri
dan pembengkakan kelenjar limfe (di daerah ketiak atau lipat paha), serta
demam. Hal ini menimbulkan kekhawatiran dan ketakutan pada sebagian besar
ibu sehingga menunda pemberian imunisasi (Achmadi, 2006).
Dampak dari keengganan ibu membawa bayinya ke posyandu untuk
diimunisasi, adalah peningkatan kerentanan bayi terhadap berbagai penyakit
infeksi. Bayi akan mudah terserang penyakit hepatitis B yang berpotensi
menimbulkan kanker dan pengerasan hati (sirosis), penyakit polio yang
mengakibatkan terjadinya kelumpuhan pada anggota gerak, sistem kekebalan
tubuh dengan memberikan obat khusus yang disebut vaksin melalui imunisasi.
Imunisasi dapat menghindari berbagai penyakit seperti hepatitis, campak,
tuberkulosis (TBC) yang dapat menimbulkan komplikasi berupa
meningitis (radang selaput otak), diphtheria (penyakit akut saluran nafas bagian
atas) yang dapat merusak jantung, ginjal dan sistem saraf, pertusis (whooping
cough) atau lebih dikenal dengan istilah batuk rejan, tetanus, dan campak
(measles) yang dapat menimbulkan komplikasi radang telinga tengah,
pneumonia, diare serta radang otak (Achmadi, 2006).
2
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, rumusan masalah makalah ini adalah
apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi rendahnya capaian imunisasi dasar
lengkap di wilayah kerja Puskesmas Situjuh.
C. Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui faktor-
faktor yang mempengaruhi rendahnya capaian imunisasi dasar lengkap di
wilayah kerja Puskesmas Situjuh.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Imunisasi
1. Pengertian Imunisasi
Imunisasi adalah suatu upaya untuk menimbulkan/meningkatkan
kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu penyakit sehingga bila
suatu saat terpajan dengan penyakit tersebut tidak akan sakit atau hanya
mengalami sakit ringan (Permenkes RI 12, 2017).
2. Tujuan Imunisasi
Tujuan imunisasi terutama untuk memberikan perlindungan
terhadap penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi. Menurut
Permenkes RI (2017), program imunisasi di Indonesia memiliki tujuan
umum untuk menurunkan angka kesakitan, kecacatan, dan kematian akibat
Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I). Sedangkan, tujuan
khusus dari imunisasi ini diantaranya, tercapainya cakupan imunisasi dasar
lengkap (IDL) pada bayi sesuai target RPJMN (target tahun 2019 yaitu
93%), tercapainya Universal Child Immunization/UCI (prosentase minimal
80% bayi yang mendapat IDL disuatu desa/kelurahan) di seluruh
desa/kelurahan, dan tercapainya reduksi, eliminasi, dan eradikasi penyakit
yang dapat dicegah dengan imunisasi.
3. Manfaat Imunisasi
Manfaat imunisasi tidak hanya dirasakan oleh pemerintah dengan
menurunkan angka kesakitan dan kematian penyakit yang dapat dicegah
dengan imunisasi, tetapi dapat dirasakan oleh:
a. Anak, yaitu mencegah penderitaan yang disebabkan oleh penyakit dan
kemungkinan cacat atau kematian.
b. Keluarga, yaitu menghilangkan kecemasan dan biaya pengobatan bila
anak sakit, mendorong pembentukan keluarga apabila orangtua yakin
bahwa anaknya akan menjalani masa kanak-kanak yang nyaman.
4
c. Negara, yaitu memperbaiki tingkat kesehatan, menciptakan bangsa yang
kuat dan berakal untuk melanjutkan pembangunan negara (Proverawati,
2010: 5-6).
5
lanjutan ini hanya didapatkan apabila anak tersebut telah
mendapatkan imunisasi dasar secara Iengkap (Kemenkes RI,
2018).
b) Imunisasi Anak Sekolah
Imunisasi lanjutan yang diberikan pada anak usia SD
diberikan pada kegiatan Bulan Imunisasi Anak Sekolah (BIAS)
yang diintegrasikan dengan kegiatan UKS. Imunisasi yang
diberikan adalah imunisasi campak, tetanus, dan difteri.
Imunisasi ini diberikan pada kelas 1 (campak dan DT), kelas 2
(Td), dan kelas 5 (Td) (Kemenkes RI, 2018).
c) Imunisasi Pada Wanita Usia Subur
Imunisasi yang diberikan pada wanita usia subur adalah
imunisasi tetanus toksoid difteri (Td) yang berada pada
kelompok usia 15-39 tahun balk itu WUS hamil (ibu hamil) dan
tidak hamil (Kemenkes RI, 2018).
b. Imunisasi Tambahan
Imunisasi tambahan merupakan jenis Imunisasi tertentu yang
diberikan pada kelompok umur tertentu yang paling berisiko terkena
penyakit sesuai dengan kajian epidemiologis pada periode waktu
tertentu (Kemenkes RI. 2018).
c. Imunisasi Khusus
Imunisasi khusus dilaksanakan untuk melindungi seseorang dan
masyarakat terhadap penyakit tertentu pada situasi tertentu seperti
persiapan keberangkatan calon jemaah haji/umroh, persiapan perjalanan
menuju atau dari negara endemis penyakit tertentu, dan kondisi kejadian
luar biasa/wabah penyakit tertentu (Kemenkes RI, 2018).
6
Penyakit TBC merupakan penyakit yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosa disebut juga batuk darah yang ditularkan
melalui pernafasan dan melalui bersin atau batuk. Gejala awal penyakit
ini adalah lemah badan, penurunan berat badan, demam, dan keluar
keringat pada malam hari, gejala selanjutnya yaitu batuk terus menerus,
nyeri dada dan mungkin batuk darah, sedangkan gejala lain timbul
tergantung pada organ yang diserang. Komplikasi yang dapat
diakibatkan dari penyakit TBC adalah kelemahan dan kematian.
b. Difteri
Difteri merupakan penyakit yang disebabkan oleh bakteri
Corynebacterium diphtheriae yang ditularkan melalui kontak fisik dan
pernafasan. Gejala yang timbul berupa radang tenggorokan, hilang
nafsu makan, demam ringan,dalam 2-3 hari timbul selaput putih kebiru-
biruan pada tenggorokan dan tonsil. Komplikasi yang dapat diakibatkan
dari penyakit difteri adalah gangguan pernafasan yang berakibat
kematian.
c. Pertusis
Pertusis merupakan penyakit pada saluran pernafasan yang
disebabkan oleh bakteri Bordetella pertusis yang ditularkan melalui
percikan ludah (droplet infection) dari batuk atau bersin. Gejala yang timbul
berupa pilek, mata merah, bersin, demam, batuk ringan yang lama kelamaan
menjadi parah dan menimbulkan batuk yang cepat dan keras. Komplikasi
yang dapat diakibatkan dari penyakit pertusis adalah Pneumonia bacterialis
yang dapat menyebabkan kematian.
d. Tetanus
Tetanus merupakan penyakit yang disebabkan oleh Clostridium tetani
yang menghasilkan neurotoksin dan ditularkan melalui kotoran yang masuk
ke dalam luka yang dalam. Gejala awal yang timbul berupa kaku otot pada
rahang, disertai kaku pada leher, kesulitan menelan, kaku otot perut,
berkeringat dan demam. Pada bayi terdapat gejala berhenti menetek antara
3-28 hari setelah lahir dan gejala berikutnya berupa kejang yang hebat dan
tumbuh menjadi kaku. Komplikasi yang dapat diakibatkan dari penyakit
7
tetanus adalah patah tulang akibat kejang, Pneumonia, infeksi lain yang
dapat menimbulkan kematian.
e. Hepatitis B
Hepatitis B merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus
hepatitis B yang merusak hati (penyakit kuning). Ditularkan secara
horizontal dari produknya, suntikan yang tidak aman, transfusi darah,
melalui hubungan seksual dan secara vertikal dari ibu ke bayi selama proses
persalinan. Gejala yang ditimbul berupa merasa lemah, gangguan perut, flu,
urin menjadi kuning, kotoran menjadi pucat, dan warna kuning bisa terlihat
pada mata ataupun kulit. Komplikasi yang diakibatkan dari penyakit
hepatitis B adalah penyakit bisa menjadi kronis yang menimbulkan
pengerasan hati (Cirhosis Hepatitis), kanker hati (Hepato Cellular
Carsinoma) dan menimbulkan kematian.
f. Campak
Campak merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus myxovirus
viridae measles dan ditularkan melalui udara (percikan ludah) dari bersin
atau batuk penderita. Gejala awal yang timbul berupa demam, bercak
kemerahan, batuk, pilek, konjungtivitis (mata merah) dan koplik spots,
selanjutnya timbul ruam pada muka dan leher, kemudian menyebar ke tubuh
dan tangan serta kaki. Komplikasi yang diakibatkan dari penyakit campak
adalah diare hebat, peradangan pada telinga, infeksi saluran nafas
(Pneumonia).
g. Rubella
Rubella atau campak jerman merupakan penyakit yang disebabkan
oleh virus rubella, sebuah togavirus yang menyelimuti dan memiliki RNA
genom untai tunggal. Virus ini ditularkan melalui jalur pernafasan dan
bereplikasi dalam nasofaring dan kelenjar getah bening serta ditemukan
dalam darah 5-7 hari setelah infeksi dan menyebar ke seluruh tubuh. Rubella
ditularkan melalui oral droplet, dari nasofaring atau rute pernafasan. Gejala
rubella pada anak biasanya berlangsung dua hari yang ditandai dengan warn
awal pada wajah yang menyebar ke seluruh tubuh, demam rendah kurang
dari 38.3C, dan posterior limfadenopati servikal. Sedangkan gejala pada
8
anak yang lebih tua dan orang dewasa gejala tambahan berupa
pembengkakan kelenjar, dingin seperti gejala, dan sakit sendi terutama pada
wanita muda. Masalah serius dapat terjadi berupa infeksi otak dan
perdarahan (Ankas, 2015).
h. Poliomielitis
Poliomielitis merupakan penyakit pada susunan saraf pusat yang
disebabkan oleh virus polio tipe 1, 2, atau 3 dan secara klinis menyerang
anak di bawah usia 15 tahun dan menderita lumpuh layu akut dengan
ditularkan melalui kotoran manusia (tinja) yang terkontaminasi. Gejala yang
timbul berupa demam, nyeri otot dan kelumpuhan terjadi pada minggu
pertama. Komplikasi yang diakibatkan dari penyakit poliomielitis adalah
bisa menyebabkan kematian jika otot pernafasan terinfeksi dan tidak segera
ditangani.
i. Radang Selaput Otak
Radang selaput otak (meningitis) adalah penyakit yang disebabkan
oleh virus, bakteri, riketsia. jamur, cacing, dan protozoa. Penyebab paling
sering adalah virus dan bakteri. Meningitis yang disebabkan oleh bakteri
berakibat lebih fatal dibandingkan meningitis penyebab lain karena
mekanisme kerusakan dan gangguan otak yang disebabkan oleh bakteri
maupun produk bakteri lebih berat. Penularan kuman dapat terjadi secara
kontak langsung dengan penderita dan droplet (tetesan) infection yaitu
terkena percikan ludah, dahak, ingus, cairan bersin, dan cairan tenggorokan
penderita (Ariya, 2012).
Meningitis ditandai dengan adanya gejala-gejala seperti panas
mendadak, letargi, muntah, dan kejang. Diagnosis pasti ditegakkan dengan
pemeriksaan cairan serebrospinal (CSS) melalui fungsi lumbal. Pada
stadium I selama 2-3 minggu ditandai dengan gejala ringan dan nampak
seperti gejala infeksi biasa, stadium II berlangsung selama 1-3 minggu
ditandai dengan gejala penyakit lebih berat dimana penderita mengalami
nyeri kepala yang hebat dan sangat gelisah, sedangkan stadium III ditandai
dengan kelumpuhan dan gangguan kesadaran sampai koma. Pada stadium
9
ini penderita dapat meninggal dunia dalam waktu tiga minggu bila tidak
mendapat pengobatan sebagaimana mestinya (Ariya, 2012).
j. Radang Paru-Paru
Radang paru-paru (pneumonia) adalah sebuah penyakit pada paru-
paru dimana (alveoli) yang bertanggungjawab menyerap oksigen dari
atmosfer meradang dan terisi oleh cairan. Radang paru-paru dapat
disebabkan oleh beberapa penyebab, termasuk infeksi oleh bakteri, virus,
jamur, atau parasit. Radang paru-paru dapat juga disebabkan oleh penyakit
lainnya, seperti kanker paru-paru atau terlalu berlebihan minum alkohol.
Gejala yang berhubungan dengan radang paru-paru termasuk batuk,
demam. Radang paru-paru terjadi di seluruh kelompok umur dan
merupakan penyebab kematian peringkat atas di antara orangtua dan orang
yang sakit menahun (Sahroni, 2012).
10
c. Pemberian BOG optimal diberikan sampai usia 2 bulan, dapat diberikan
sampai usia <1 tahun tanpa perlu melakukan tes mantoux.
d. Pada kondisi tertentu, semua jenis vaksin kecuali HB 0 dapat diberikan
sebelum bayi berusia 1 tahun.
11
bantuan dari tenaga profesional kesehatan dan dukungan sektor
terkait termasuk swasta dalam kerangka desa siaga demi
terwujudnya desa sehat. Kesehatan yang dilaksanakan adalah
pelayanan kesehatan dasar, mulai dari upaya promotif, preventif,
kuratif dan rehabilitatif yang dipadukan dengan upaya kesehatan
lain yang berwawasan kesehatan dan berbasis masyarakat setempat.
Kegiatan tersebut dalam pelaksanaannya didukung oleh unsur-unsur
tenaga, sarana, prasarana dan biaya yang d himpun dari masyarakat,
swasta, pemerintah (Kemenkes RI, 2016).
2) Pos Felayanan Terpadu (Posyandu)
Posyandu adalah salah satu wadah peran serta masyarakat
yang dikelola dan diselenggarakan dari, oleh, untuk, dan bersama
masyarakat guna memperoleh pelayanan kesehatan dasar dan
memantau pertumbuhan balita dalam rangka meningkatkan kualitas
sumber daya manusia secara dini. Kegiatan posyandu terdiri dari
kegiatan utama dan kegiatan pengembangan atau pilihan. Kegiatan
utama ini diantaranya Kesehatan Ibu dan Anak (KIA), Keluarga
Berencana (KB), imunisasi, gizi, serta pencegahaan dan
penanggulangan diare (Kemenkes RI. 2016).
3) Pondok Bersalin Desa (Polindes)
Polindes (Pos Bersalin Desa) adalah bangunan yang dibangun
dengan bantuan dana pemerintah dan partisipasi masyarakat desa
untuk tempat pertolongan persalinan dan pemondokan ibu bersalin,
sekaligus tempat tinggal Bidan di desa. Di samping pertolongan
persalinan juga dilakukan pelayanan antenatal dan pelayanan
kesehatan lain sesuai kebutuhan masyarakat dan kompetensi teknis
bidan tersebut (Kemenkes RI, 2016).
b. Non Upaya Kesehatan Bersumberdaya Masyarakat (Non UKBM)
1) Rumah Sakit
Menurut PMK RI no 56 tahun 2014, rumah sakit adalah
institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan
kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan
12
pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat. Tugas dan
fungsi rumah sakit yaitu melaksanakan pelayanan medis, pelayanan
penunjang medis, medis tambahan, penunjang medis tambahan,
kedokteran kehakiman, medis khusus, rujukan kesehatan,
kedokteran gigi, kedokteran sosial, penyuluhan kesehatan, rawat
jalan atau rawat darurat dan rawat tinggal (observasi). rawat inap,
administratif, melaksanakan pendidikan paramedis, membantu
pendidikan tenaga medis umum tenaga medis spesialis, penelitian
dan pengembangan kesehatan, dan kegiatan penyelidikan
epidemiologi (Mardiah, 2010).
2) Puskesmas
Menurut PMK RI no 75 tahun 2014, puskesmas adalah
fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan upaya
kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan perseorangan tingkat
pertama, dengan lebih mengutamakan upaya promotif dan preventif
untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-
tingginya di wilayah kerjanya. Upaya kesehatan di puskesmas
dilaksanakan secara terintegrasi dan berkesinambungan yang
meliputi upaya kesehatan masyarakat esensial dan upaya kesehatan
masyarakat pengembangan. Upaya kesehatan masyarakat esensial
yaitu meliputi:
a. Pelayanan promosi kesehatan
b. Pelayanan kesehatan lingkungan
c. Pelayanan kesehatan ibu, anak dan keluarga berencana
d. Pelayanan gizi
e. Pelayanan pencegahan dan pengendalian penyakit
Upaya kesehatan masyarakat pengembangan merupakan
upaya kesehatan masyarakat yang kegiatannya memerlukan upaya
yang sifatnya invatif dan/atau bersifat ekstensifikasi dan
intensifikasi pelayanan, disesuaikan dengan prioritas masalah
kesehatan, kekhususan wilayah kerja dan potensi sumber daya yang
tersedia di masing-masing puskesmas.
13
3) Pustu
Puskesmas Pembantu (Pustu) adalah unit pelayanan
kesehatan yang sederhana dan berfungsi menunjang dan membantu
memperluas jangkauan puskesmas dengan melaksanakan kegiatan-
kegiatan yang dilakukan puskesmas dalam ruang lingkup wilayah
yang lebih kecil serta jenis dan kompetensi pelayanan yang
disesuaikan dengan kemampuan tenaga dan sarana yang tersedia
(Kemenkes RI, 2016).
4) Dokter Praktek
Dokter yang berprofesi khusus sebagai dokter praktek umum
yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan strata pertama
(pelayanan kesehatan primer) dengan menerapkan prinsip-prinsip
kedokteran keluarga, terkadang dapat berfungsi di rumah sakit
sebagai koordinator, pembela hak pasien dan teman (advokasi) dari
tindakan-tindakan medis yang mungkin tidak optimal (Mardiah,
2010).
5) Bidan Praktek
Bidan praktek merupakan petugas kesehatan yang
memberikan pelayanan yang berkualitas, ramah-tamah, aman
nyaman. terjangkau dalam bidang kesehatan reproduksi, keluarga
berencana dan kesehatan umum dasar (Mardiah. 2010).
14
ldealnya seorang anak mendapatkan seluruh imunisasi dasar sesuai
umurnya sehingga kekebalan tubuh terhadap penyakit-penyakit yang dapat
dicegah dengan imunisasi dapat optimal (Depkes dalam Mulyati, 2013).
Adapun jenis-jenis imunisasi dasar lengkap yang diberikan pada bayi
sebelum berusia satu tahun, yaitu:
a. Imunisasi Hepatitis B
Imunisasi hepatitis B adalah imunisasi yang diberikan untuk
menimbulkan kekebalan aktif terhadap penyakit hepatitis B yaitu
penyakit infeksi yang dapat merusak hati. Efek samping imunisasi
umumnya tidak ada, jika pun terjadi yaitu berupa keluhan nyeri pada
tempat suntikan yang disusul demam dan pembengkakan, reaksi ini
akan menghilang dalam waktu dua hari. Kontra-indikasi immunisasi
hepatitis B yaitu tidak dapat diberikan pada anak yang menderita sakit
berat (Maryunani. 2010: 221-222).
b. Imunisasi BCG
Imunisasi BCG adalah imunisasi yang diberikan untuk
menimbulkan kekebalan • aktif terhadap penyakit tuberculosis (TBC),
yaitu penyakit paru-paru yang sangat menular. Efek samping urnumnya
tidak ada, namun pada beberapa anak timbul pembengkakan kelenjar
getah bening di ketiak atau leher bagian bawah dan biasanya akan
sembuh sendiri. Kontra-indikasi imunisasi BCG yaitu tidak dapat
diberikan pada anak yang berpenyakit TB atau menunjukan uji mantoux
positif atau pada anak yang mempunyai penyakit kulit yang
berat/menahun (Maryunani, 2010: 215-217).
c. Imunisasi DPT-HB-Hib
Imunisasi DPT-HB-Hib merupakan imunisasi yang diberikan
untuk mencegah terjadinya penyakit difteri, pertusis, tetanus,
pneumonia (radang paru), dan meningitis (radang selaput otak). Efek
samping biasanya berupa bengkak, nyeri dan kemerahan pada lokasi
suntikan disertai demam dapat timbul. Kontra-indikasi imunisasi yaitu
tidak dapat diberikan pada anak yang mempunyai penyakit atau kelainan
saraf baik bersifat keturunan atau bukan. seperti epilepsy, menderita
15
kelainan saraf. anak yang sedang demam/sakit keras dan yang mudah
mendapatkan kejang dan mempunyai s fat alergi, seperti eksim atau
asma (Maryunani, 2010: 217-218).
d. Imunisasi Polio
Imunisasi polio adalah imunisasi yang diberikan untuk
menimbulkan kekebalan terhadap penyakit poliomyelitis, yaitu penyakit
radang yang menyerang saraf dan dapat mengakibatkan lumpuh.
Kontra-indikasi imunisasi polio yaitu ditangguhkan pada anak dengan
diare berat atau sedang sakit parah seperti demam tinggi (di atas 38C)
dan tidak diberikan pada anak yang menderita penyakit gangguan
kekebalan, HIV/AIDS, penyakit kanker atau keganasan, serta pada anak
yang sedang menjalani pengobatan steroid dan pengobatan radiasi
umum (Maryunani, 2010: 218-219).
e. Imunisasi Campak
Imunisasi campak adalah imunisasi yang diberikan untuk
menimbulkan kekebalan aktif terhadap penyakit campak. Efek samping
mungkin terjadi demam ringan dan terdapat efek kemerahan/bercak
merah pada pipi di bawah telinga pada ban ke 7-8 setelah penyuntikan,
kemungkinan terdapat pembengkakan pada tempat penyuntikan.
Kontra-indikasi imunisasi campak yaitu pada anak dengan penyakit
infeksi akut yang disertai demam, gangguan kekebalan, TBC tanpa
pengobatan, kekurangan gizi berat, penyakit keganasan, serta pada anak
dengan kerentanan tinggi terhadap protein telur, kanamisin, dan
eritromisin (antibiotik) (Maryunani, 2010: 219-220).
16
pelaksanaan immunisasi dasar (karena kurangnya pengetahuan
ibu tentang vaksin, persepsi kehalalan vaksin, kesibukan orang
tua dalam bekerja, persepsi tidak adanya manfaat imunisasi,
kekhawatiran serta takut tertular Covid 19.
1. Faktor Manusia
a. Petugas kesehatan adalah orang yang langsung memberikan pelayanan
kesehatan kepada individu, keluarga dan masyarakat. Kecukupan tenaga
merupakan penunjang utama dalam pelaksanaan immunisasi dasar
lengkap.
b. Tenaga pengelola immunisasi menurut Permenkes No. 17 Tahun 2017
terdiri dari pengelola program dan pengelola logistik. Tenaga pengelola
program immunisasi, survailans dan pengelola logistik harus memenuhi
syarat kualifikasi dan kompetensi (skill) tertentu yang diperoleh dari
pendidikan dan pelatihan yang dibuktikan dengan sertifikat kompetensi
yang diatur dan ditetapkan oleh pemerintah.
c. Sasaran immunisasi dasar lengkap
Pemberian immunisasi disesuaikan dengan usia anak. Bayi
berusia kurang 24 jam diberikan immunisasi Hepatitis B (HB-O). usia 1
bulan diberikan BCG dan Polio, usia 2 bulan diberikan DPT – HB – Hib
1 dan Poko 2, untuk usia 3 bulan diberikan DPT – HB – Hib 2 dan Poko
3, usia 4 bulan diberikan DPT – HB – Hib 3, Polio 4 dan IPV tau Polio
suntik dan usia 9 bulan diberikan Campak atau MR.
d. Defenisi immunisasi
Immunisasi adalah suatu upaya untuk menimbulkan/
meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu penyakit
sehingga bila suatu saat terpapar dengan penyakit tersebut tidak akan
sakit atau hanya mengalami sakit ringan.
17
2. Faktor Material
Setiap fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan
pelayanan immunisasi program, wajib menggunakan vaksin yang
disediakan oleh pemerintah pusat.
18
3) Alat pemantau suhu, meliputi thermometer, termograf, alat
pemantau suhu beku, alat pemantau/mencatat suhu secara terus
menerus dan alarm.
Peralatan pendukung cold chain meliputi Automatic Voltage Stabilizer
(AVS), Stand by Generator dan suku cadang peralatan Cold Chain.
e. Peralatan Anafilaktik, adalah alat kesehatan dan obat untuk penanganan
syok analifilaktik.
f. Dokumen pencatatan pelayanan imuninasi, adalah formulir pencatatan
dan pelaporan yang berisikan cakupan immunisasi, laporan KIPI dan
logistik immunisasi.
3. Faktor Money
Pemerintah pusat bertanggung jawab terhadap penyediaan dan
pendistribusian logistik immunisasi berupa vaksin, ADS, safery box, dan
peralatan cold chain yang dibutuhkan dalam penyelenggaraan immunisasi
rutin dasar lengkap.
Pendistribusian:
a. Vaksin, ADS dan safety box dilaksanakan sampai ke provinsi.
b. Peralatan cold chain dilaksanakan sampai ke lokasi tujuan.
19
Biaya operasional tersebut meliputi: a) Transportasi dan akomodasi
petugas; b) Bahan habis pakai; c) Pergerakan masyarakat; d) Perbaikan serta
pemeliharaan cold chain dan kendaraan immunisasi; e) Distribusi logistik
dari daerah kabupaten/kota sampai ke fasilitas pelayanan kesehatan; f)
Pemusnahan limbah medis immunisasi.
4. Faktor Metode
Pelaksanaan immunisasi:
a. Alur Persiapan Imunisasi
Petugas immunisasi per posyandu mengajukan permohonan
vaksin kepada pengelola program obat/formasi di puskesmas. Bahan
atau peralatan yang diajukan sesuai kebutuhan atau jumlah sasaran: 1)
vaksi; 2) ADS; 3) safety box; 4) peralatan anafilaktik; 5) dokumen
pencatatan pelayanan immunisasi; 6) dokumen suhu penyimpanan
vaksin.
Vaksin dan semua peralatannya dibawa ke posyandu. Selesai
posyandu sisa vaksin, limbah vaksin dan pencatatan immunisasi
dilaporkan ke puskesmas.
b. Dalam pelaksanaan pelayanan immunisasi dasar lengkap ada beberapa
faktor yang mempengaruhi
1) Proses
a) Pelaksanaan pelayanan program immunisasi dasar lengkap di
Puskesmas Situjuh belum efektif. Hal ini ditemukan kendala
20
berupa masih ada keraguan ibu bayi terhadap manfaat
immunisasi dasar lengkap (IDL)
b) Adanya kekhawatiran ibu, bayinya tertular covid 19.
c) Kurang maksimalnya sosialisasi petugas tentang penyuluhan
manfaat immunisasi dan tumbuh kembang bayi.
2) Strategi Komunikasi
Strategi komunikasi pelaksanaan immunisasi dasar lengkap
sudah mengikuti SOP juknis IDL (immunisasi dasar lengkap)
dengan pemanfaatan media informasi dan komunikasi, melakukan
koordinasi kader dan vaksinator sebelum pelaksanaan immunisasi.
Kendala terkait strategi komunikasi tidak bagusnya sinyal
dibeberapa jorong wilayah Puskesmas Situjuh, sehingga dilakukan
penyampaian informasi secara tradisional.
3) Kemitraan
Kemitraan pelaksanaan immunisasi dasar lengkap meliputi
kerjasama lintas sektor sudah berjalan. Pelaksanaan koordinator
langsung dengan vaksinator bidan desa sudah berjalan. Kendalanya
belum adanya nota kesepahaman dengan lintas sektor yang
melibatkan Dinas Pendidikan, Kementerian Agama dan tokoh
masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Situijuh tentang penting dan
wajibnya immunisasi dasar lengkap yang merupakan tanggung
jawab bersama.
4) Kebijakan
Kebijakan pelaksanaan immunisasi Permenkes No. 17 Tahun
2017 tentang Immunisasi adalah panduan teknis pelaksanaan
immunisasi dasar lengkap, immunisasi tambahan, immunisasi
khusus. Kendalanya kebijakan ini belum mampu menangkal isu
strategis berupa keraguan tentang keamanan immunisasi terkait
manfaat vaksin, kekekalan vaksin dan belum adanya kebijakan lintas
sektor terkait mengajak ibu bayi, memberi respon positif terhadap
pelayanan immunisasi.
21
c. Pencatatan dan Pelaporan
Setiap fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan
pelayanan imuniasi harus melakukan pencatatan dan pelaporan secara
rutin dan berkala serta berjenjang ke Dinas Kesehatan kabupaten/kota,
Dinas Kesehatan Provinsi dan Menteri Kesehatan.
Pencatatan; dan pelaporan meliputi: 1) cakupan immunisasi; 2)
stok dan pemakaian vaksin; 3) ADS; 4) safety box; 5) monitoring suhu;
6) kondisi peralatan cold chain; 7) kasus KIPI atau diduga KIPI.
Pelaksanaan pelayanan immunisasi harus melakukan pencatatan
terhadap pelayanan immunisasi yang dilakukan. Pencatatan pelayanan
immunisasi rutin/dasar lengkap dilakukan di: 1) buku kesehatan ibu dan
anak; 2) buku kohor ibu/bayi; 3) buku rapor kesehatan atau buku rekam
medis.
Pencatatan pelayanan immunisasi rutin/dasar lengkap yang
dilakukan difasilitas pelayanan kesehatan swasta wajib dilaporkan
setiap bulan ke puskesmas wilahanya dengan menggunakan format yang
berlaku.
5. Faktor Lingkungan
Immunisasi dasar lengkap menjadi salah satu cara meningkatkan
kualitas kesehatan anak sebagai aset negara, sayangnya di Indonesia masih
dihalangi oleh hoak immunisasi yang membuat orang tua enggan
memberikan vaksin kepada anaknya.
Di masyarakat kita dibuukkan dengan halal haramnya vaksin,
sehingga immunisasi bisa menurun, ditambah lagi suami tidak memberikan
izin istri untuk immunisasi anak.
22
Pemantauan dan evaluasi dilakukan untuk mengukur kinerja
penyelenggaraan immunisasi. Pemantauan dan evaluasi dilaksanakan
dengan menggunakan instrument:
23
BAB III
TINJAUAN KASUS
“FAKTOR-FAKTOR YANG MEMEPENGARUHI RENDAHNYA
CAPAIAN IMUNISASI DASAR LENGKAP DI WILAYAH KERJA
PUSKESMAS SITUJUH”
A. Wawancara
Dalam hal membahas topik “Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi
Rendahnya Capaian Imunisasi Dasar Lengkap Di Wilayah Kerja Puskesmas
Situjuh”, peneliti mewawancarai 5 orang, yaitu: 1) Kepala Puskesmas Situjuh
(Kapus); 2) Koordinator Imunisasi (Korim); 3) Pemegang Program Anak; 4)
Bidan (Pemegang Wilayah); 5) Kader Posyandu.
24
program immunisasi beserta timnya dan pengelola logistik harus
memenuhi syarat kualifikasi dan kompetensi tertentu yang diperoleh
dari pendidikan dan pelatihan yang dibuktikan dengan sertifikat
kompetensi.
Menurut Kapus pemberian immunisasi dasar lengkap disesuaikan
dengan usia anak. Bayi berusia kurang 24 jam diberikan immunisasi
Hepatitis B (HB-O). Usia 1 bulan diberikan BCG dan Polio 1, usia 2
bulan diberikan DPT-Hb-Hib1 dan Polio 2, usia 3 bulan diberikan DPT-
HB-Hib2 dan Polio 3, usia 4 bulan diberikan DPT-HB-Hib 3, Polio 4
dan IPV atau Polio suntik dan untuk usia 9 bulan diberikan campak atau
MR.
Menurut Kapus tugas pengelola program immunisasi adalah
sebagai berikut: 1) membuat rencana kerja program dalam satu tahun;
2) melakukan pemantauan suhu vaksin; 3) mencatat hasil di grafik
pemantauan suhu refrigerator; 4) menghitung kebutuhan vaksin per
nagari; 5) menyiapkan vaksin per nagari; 6) membuat pencatatan di
buku stok vaksin; 7) membuat perencanaan pengambilan vaksin ke
gudang formasi.
Menurut Kapus, setelah melaksanakan immunisasi, pemegang
program: 1) merekam, melaporkan dan mengelola data immunisasi
dengan tahapan mengumpulkan data; merekap data, dan mengelola data;
2) melaksanakan kegiatan immunisasi dasar lengkap; 3) melakukan
studi kasus KIPI dengan tahapan melakukan survei lapangan,
menganalisis kasus, mengkonsultasikan kepada atasan h asil Analisa
kasus untuk dikoreksi; memperbaiki hasil analisis untuk disetujui oleh
atasan.
Pada saat ini banyak kader baru yang diganti aparat nagari.
Mereka kurang sekali pengetahuan tentang immunisasi, sehingga
kurang peran aktifnya di posyandu. Petugas kesehatan di nagari, jorong
memang sudah ada tapi petugas kesehatan yang menetap di lapangan
sangat kurang.
25
b. Faktor Material
Menurut Kapus jenis vaksin yang disediakan pemerintah adalah
sebagai berikut:
Hepatitis B 2 – 24 jam
Campak 9 bulan
26
Biaya operasional tersebut meliputi:
Pelaksanaan immunisasi:
1) Alur Persiapan Imunisasi
Menurut Kapus, petugas immunisasi per posyandu
mengajukan permohonan vaksin kepada pengelola program
27
obat/formasi di puskesmas. Bahan atau peralatan yang diajukan
sesuai kebutuhan atau jumlah sasaran: 1) vaksi; 2) ADS; 3) safety
box; 4) peralatan anafilaktik; 5) dokumen pencatatan pelayanan
immunisasi; 6) dokumen suhu penyimpanan vaksin.
Vaksin dan semua peralatannya dibawa ke posyandu. Selesai
posyandu sisa vaksin, limbah vaksin dan pencatatan immunisasi
dilaporkan ke puskesmas.
2) Menurut Kapus, dalam pelaksanaan pelayanan immunisasi dasar
lengkap ada beberapa faktor yang mempengaruhi, yaitu:
a) Proses
- Pelaksanaan pelayanan program immunisasi dasar lengkap
di Puskesmas Situjuh belum efektif. Hal ini ditemukan
kendala berupa masih ada keraguan ibu bayi terhadap
manfaat immunisasi dasar lengkap (IDL)
- Adanya kekhawatiran ibu, bayinya tertular covid 19.
- Kurang maksimalnya sosialisasi petugas tentang penyuluhan
manfaat immunisasi dan tumbuh kembang bayi.
b) Strategi Komunikasi
Strategi komunikasi pelaksanaan immunisasi dasar
lengkap sudah mengikuti SOP juknis IDL (immunisasi dasar
lengkap) dengan pemanfaatan media informasi dan komunikasi,
melakukan koordinasi kader dan vaksinator sebelum
pelaksanaan immunisasi. Kendala terkait strategi komunikasi
tidak bagusnya sinyal dibeberapa jorong wilayah Puskesmas
Situjuh, sehingga dilakukan penyampaian informasi secara
tradisional.
c) Kemitraan
Kemitraan pelaksanaan immunisasi dasar lengkap
meliputi kerjasama lintas sektor sudah berjalan. Pelaksanaan
koordinator langsung dengan vaksinator bidan desa sudah
berjalan. Kendalanya belum adanya nota kesepahaman dengan
lintas sektor yang melibatkan Dinas Pendidikan, Kementerian
28
Agama dan tokoh masyarakat di wilayah kerja Puskesmas
Situijuh tentang penting dan wajibnya immunisasi dasar lengkap
yang merupakan tanggung jawab bersama.
d) Kebijakan
Menurut Kapus, kebijakan pelaksanaan immunisasi
Permenkes No. 17 Tahun 2017 tentang Immunisasi adalah
panduan teknis pelaksanaan immunisasi dasar lengkap,
immunisasi tambahan, immunisasi khusus. Kendalanya
kebijakan ini belum mampu menangkal isu strategis berupa
keraguan tentang keamanan immunisasi terkait manfaat vaksin,
kekekalan vaksin dan belum adanya kebijakan lintas sektor
terkait mengajak ibu bayi, memberi respon positif terhadap
pelayanan immunisasi.
3) Pencatatan dan Pelaporan
Menurut Kapus, setiap fasilitas pelayanan kesehatan yang
menyelenggarakan pelayanan imuniasi harus melakukan pencatatan
dan pelaporan secara rutin dan berkala serta berjenjang ke Dinas
Kesehatan kabupaten/kota, Dinas Kesehatan Provinsi dan Menteri
Kesehatan.
Pencatatan; dan pelaporan meliputi: 1) cakupan immunisasi;
2) stok dan pemakaian vaksin; 3) ADS; 4) safety box; 5) monitoring
suhu; 6) kondisi peralatan cold chain; 7) kasus KIPI atau diduga
KIPI.
Menurut Kapus, pelaksanaan pelayanan immunisasi harus
melakukan pencatatan terhadap pelayanan immunisasi yang
dilakukan. Pencatatan pelayanan immunisasi rutin/dasar lengkap
dilakukan di: 1) buku kesehatan ibu dan anak; 2) buku kohor
ibu/bayi; 3) buku rapor kesehatan atau buku rekam medis.
Pencatatan pelayanan immunisasi rutin/dasar lengkap yang
dilakukan difasilitas pelayanan kesehatan swasta wajib dilaporkan
setiap bulan ke puskesmas wilayahnya dengan menggunakan format
yang berlaku.
29
4) Faktor Lingkungan
30
Survei cakupan immunisasi untuk menilai respon antibody hasil
pelayanan immunisasi.
31
Menurut Korim, setelah melaksanakan immunisasi, pemegang
program: 1) merekam, melaporkan dan mengelola data immunisasi
dengan tahapan mengumpulkan data; merekap data, dan mengelola data;
2) melaksanakan kegiatan immunisasi dasar lengkap; 3) melakukan
studi kasus KIPI dengan tahapan melakukan survei lapangan,
menganalisis kasus, mengkonsultasikan kepada atasan h asil Analisa
kasus untuk dikoreksi; memperbaiki hasil analisis untuk disetujui oleh
atasan.
Pada saat ini banyak kader baru yang diganti aparat nagari.
Mereka kurang sekali pengetahuan tentang immunisasi, sehingga
kurang peran aktifnya di posyandu. Petugas kesehatan di nagari, jorong
memang sudah ada tapi petugas kesehatan yang menetap di lapangan
sangat kurang.
b. Faktor Material
Menurut Korim jenis vaksin yang disediakan pemerintah adalah
sebagai berikut:
Hepatitis B 2 – 24 jam
Campak 9 bulan
32
ADS, safety box dan peralatan cold chain yang dibutuhkan dalam
penyelenggaraan immunisasi dasar lengkap. Penyediaan dan
pendistribusian peralatan cold chain diperuntukkan bagi fasilitas
kesehatan milik pemerintah pusat dan pemerintah daerah.
33
Pemerintah kabupaten/kota bertanggung jawab terhadap
pendistribusian keseluruh puskesmas dan fasilitas pelayanan kesehatan
lainnya, berupa: vaksin, ADS, safety box, peralatan anafilaktik,
dokumen pencatatan pelayanan immunisasi, dokumen suhu
penyimpanan vaksin.
Sarana dan prasarana untuk immunisasi sudah disediakan
pemerintah, Cuma saja pagu dana untuk sosialisasi immunisasi masih
kurang.
d. Faktor Metode
Pelaksanaan immunisasi:
1) Alur Persiapan Imunisasi
Menurut Korim, petugas immunisasi per posyandu
mengajukan permohonan vaksin kepada pengelola program
obat/formasi di puskesmas. Bahan atau peralatan yang diajukan
sesuai kebutuhan atau jumlah sasaran: 1) vaksi; 2) ADS; 3) safety
box; 4) peralatan anafilaktik; 5) dokumen pencatatan pelayanan
immunisasi; 6) dokumen suhu penyimpanan vaksin.
Vaksin dan semua peralatannya dibawa ke posyandu. Selesai
posyandu sisa vaksin, limbah vaksin dan pencatatan immunisasi
dilaporkan ke puskesmas.
2) Menurut Korim, dalam pelaksanaan pelayanan immunisasi dasar
lengkap ada beberapa faktor yang mempengaruhi, yaitu:
a) Proses
- Pelaksanaan pelayanan program immunisasi dasar lengkap
di Puskesmas Situjuh belum efektif. Hal ini ditemukan
kendala berupa masih ada keraguan ibu bayi terhadap
manfaat immunisasi dasar lengkap (IDL)
- Adanya kekhawatiran ibu, bayinya tertular covid 19.
- Kurang maksimalnya sosialisasi petugas tentang penyuluhan
manfaat immunisasi dan tumbuh kembang bayi.
b) Strategi Komunikasi
34
Strategi komunikasi pelaksanaan immunisasi dasar
lengkap sudah mengikuti SOP juknis IDL (immunisasi dasar
lengkap) dengan pemanfaatan media informasi dan komunikasi,
melakukan koordinasi kader dan vaksinator sebelum
pelaksanaan immunisasi. Kendala terkait strategi komunikasi
tidak bagusnya sinyal dibeberapa jorong wilayah Puskesmas
Situjuh, sehingga dilakukan penyampaian informasi secara
tradisional.
c) Kemitraan
Kemitraan pelaksanaan immunisasi dasar lengkap
meliputi kerjasama lintas sektor sudah berjalan. Pelaksanaan
koordinator langsung dengan vaksinator bidan desa sudah
berjalan. Kendalanya belum adanya nota kesepahaman dengan
lintas sektor yang melibatkan Dinas Pendidikan, Kementerian
Agama dan tokoh masyarakat di wilayah kerja Puskesmas
Situijuh tentang penting dan wajibnya immunisasi dasar lengkap
yang merupakan tanggung jawab bersama.
d) Kebijakan
Menurut Korim, kebijakan pelaksanaan immunisasi
Permenkes No. 17 Tahun 2017 tentang Immunisasi adalah
panduan teknis pelaksanaan immunisasi dasar lengkap,
immunisasi tambahan, immunisasi khusus. Kendalanya
kebijakan ini belum mampu menangkal isu strategis berupa
keraguan tentang keamanan immunisasi terkait manfaat vaksin,
kekekalan vaksin dan belum adanya kebijakan lintas sektor
terkait mengajak ibu bayi, memberi respon positif terhadap
pelayanan immunisasi.
3) Pencatatan dan Pelaporan
Menurut Korim, setiap fasilitas pelayanan kesehatan yang
menyelenggarakan pelayanan imuniasi harus melakukan pencatatan
dan pelaporan secara rutin dan berkala serta berjenjang ke Dinas
35
Kesehatan kabupaten/kota, Dinas Kesehatan Provinsi dan Menteri
Kesehatan.
Pencatatan; dan pelaporan meliputi: 1) cakupan immunisasi;
2) stok dan pemakaian vaksin; 3) ADS; 4) safety box; 5) monitoring
suhu; 6) kondisi peralatan cold chain; 7) kasus KIPI atau diduga
KIPI.
Menurut Korim, pelaksanaan pelayanan immunisasi harus
melakukan pencatatan terhadap pelayanan immunisasi yang
dilakukan. Pencatatan pelayanan immunisasi rutin/dasar lengkap
dilakukan di: 1) buku kesehatan ibu dan anak; 2) buku kohor
ibu/bayi; 3) buku rapor kesehatan atau buku rekam medis.
Pencatatan pelayanan immunisasi rutin/dasar lengkap yang
dilakukan difasilitas pelayanan kesehatan swasta wajib dilaporkan
setiap bulan ke puskesmas wilayahnya dengan menggunakan format
yang berlaku.
4) Faktor Lingkungan
36
penyelenggaraan immunisasi program secara berkala,
berkesimbaungan dan berjenjang.
37
Menurut Kornak, pemberian immunisasi dasar lengkap
disesuaikan dengan usia anak. Bayi berusia kurang 24 jam diberikan
immunisasi Hepatitis B (HB-O). Usia 1 bulan diberikan BCG dan Polio
1, usia 2 bulan diberikan DPT-Hb-Hib1 dan Polio 2, usia 3 bulan
diberikan DPT-HB-Hib2 dan Polio 3, usia 4 bulan diberikan DPT-HB-
Hib 3, Polio 4 dan IPV atau Polio suntik dan untuk usia 9 bulan
diberikan campak atau MR.
Menurut Kornak, tugas pengelola program immunisasi adalah
sebagai berikut: 1) membuat rencana kerja program dalam satu tahun;
2) melakukan pemantauan suhu vaksin; 3) mencatat hasil di grafik
pemantauan suhu refrigerator; 4) menghitung kebutuhan vaksin per
nagari; 5) menyiapkan vaksin per nagari; 6) membuat pencatatan di
buku stok vaksin; 7) membuat perencanaan pengambilan vaksin ke
gudang formasi.
Menurut Kornak, setelah melaksanakan immunisasi, pemegang
program: 1) merekam, melaporkan dan mengelola data immunisasi
dengan tahapan mengumpulkan data; merekap data, dan mengelola data;
2) melaksanakan kegiatan immunisasi dasar lengkap; 3) melakukan
studi kasus KIPI dengan tahapan melakukan survei lapangan,
menganalisis kasus, mengkonsultasikan kepada atasan h asil Analisa
kasus untuk dikoreksi; memperbaiki hasil analisis untuk disetujui oleh
atasan.
Pada saat ini banyak kader baru yang diganti aparat nagari.
Mereka kurang sekali pengetahuan tentang immunisasi, sehingga
kurang peran aktifnya di posyandu. Petugas kesehatan di nagari, jorong
memang sudah ada tapi petugas kesehatan yang menetap di lapangan
sangat kurang.
b. Faktor Material
Menurut Kornak jenis vaksin yang disediakan pemerintah
adalah sebagai berikut:
38
Jenis Vaksin Umur
Hepatitis B 2 – 24 jam
Campak 9 bulan
39
3) Pergerakan peran aktif masyarakat: a) pemberian informasi melalui
media cetak, media sosial, media elektronik; b) advokasi dan
sosialisasi; c) pembinaan kader; d) pembinaan kepada kelompok ibu
bayi; e) pembinaan organisasi atau lembaga swadaya masyarakat.
4) Perbaikan serta pemeliharaan cold chain dan kendaraan immunisasi;
5) Distribusi logistik dari daerah kabupaten/kota sampai ke fasilitas
pelayanan kesehatan
6) Pemeriksaan limbah medis imunisasi
Menurut Kornak, pemerintah pusat bertanggung jawab terhadap
penyediaan dan pendistribusian logistik immunisasi berupa vaksin
ADS, safety box dan peralatan cold chain yang dibutuhkan dalam
penyelenggaraan immunisasi dasar lengkap. Penyediaan dan
pendistribusian peralatan cold chain diperuntukkan bagi fasilitas
kesehatan milik pemerintah pusat dan pemerintah daerah.
Pendistribusian vaksin, ADS dan safety box dilaksanakan sampai ke
provinsi, peralatan cold chain dilaksanakan sampai ke lokasi tujuan.
Pemerintah kabupaten/kota bertanggung jawab terhadap
pendistribusian keseluruh puskesmas dan fasilitas pelayanan kesehatan
lainnya, berupa: vaksin, ADS, safety box, peralatan anafilaktik,
dokumen pencatatan pelayanan immunisasi, dokumen suhu
penyimpanan vaksin.
Sarana dan prasarana untuk immunisasi sudah disediakan
pemerintah, Cuma saja pagu dana untuk sosialisasi immunisasi masih
kurang.
d. Faktor Metode
Pelaksanaan immunisasi:
1) Alur Persiapan Imunisasi
Menurut Kornak, petugas immunisasi per posyandu
mengajukan permohonan vaksin kepada pengelola program
obat/formasi di puskesmas. Bahan atau peralatan yang diajukan
sesuai kebutuhan atau jumlah sasaran: 1) vaksi; 2) ADS; 3) safety
40
box; 4) peralatan anafilaktik; 5) dokumen pencatatan pelayanan
immunisasi; 6) dokumen suhu penyimpanan vaksin.
Vaksin dan semua peralatannya dibawa ke posyandu. Selesai
posyandu sisa vaksin, limbah vaksin dan pencatatan immunisasi
dilaporkan ke puskesmas.
2) Menurut Kornak, dalam pelaksanaan pelayanan immunisasi dasar
lengkap ada beberapa faktor yang mempengaruhi, yaitu:
a) Proses
- Pelaksanaan pelayanan program immunisasi dasar lengkap
di Puskesmas Situjuh belum efektif. Hal ini ditemukan
kendala berupa masih ada keraguan ibu bayi terhadap
manfaat immunisasi dasar lengkap (IDL)
- Adanya kekhawatiran ibu, bayinya tertular covid 19.
- Kurang maksimalnya sosialisasi petugas tentang penyuluhan
manfaat immunisasi dan tumbuh kembang bayi.
b) Strategi Komunikasi
Strategi komunikasi pelaksanaan immunisasi dasar
lengkap sudah mengikuti SOP juknis IDL (immunisasi dasar
lengkap) dengan pemanfaatan media informasi dan komunikasi,
melakukan koordinasi kader dan vaksinator sebelum
pelaksanaan immunisasi. Kendala terkait strategi komunikasi
tidak bagusnya sinyal dibeberapa jorong wilayah Puskesmas
Situjuh, sehingga dilakukan penyampaian informasi secara
tradisional.
c) Kemitraan
Kemitraan pelaksanaan immunisasi dasar lengkap
meliputi kerjasama lintas sektor sudah berjalan. Pelaksanaan
koordinator langsung dengan vaksinator bidan desa sudah
berjalan. Kendalanya belum adanya nota kesepahaman dengan
lintas sektor yang melibatkan Dinas Pendidikan, Kementerian
Agama dan tokoh masyarakat di wilayah kerja Puskesmas
41
Situijuh tentang penting dan wajibnya immunisasi dasar lengkap
yang merupakan tanggung jawab bersama.
d) Kebijakan
Menurut Kornak, kebijakan pelaksanaan immunisasi
Permenkes No. 17 Tahun 2017 tentang Immunisasi adalah
panduan teknis pelaksanaan immunisasi dasar lengkap,
immunisasi tambahan, immunisasi khusus. Kendalanya
kebijakan ini belum mampu menangkal isu strategis berupa
keraguan tentang keamanan immunisasi terkait manfaat vaksin,
kekekalan vaksin dan belum adanya kebijakan lintas sektor
terkait mengajak ibu bayi, memberi respon positif terhadap
pelayanan immunisasi.
3) Pencatatan dan Pelaporan
Menurut Kornak, setiap fasilitas pelayanan kesehatan yang
menyelenggarakan pelayanan imuniasi harus melakukan pencatatan
dan pelaporan secara rutin dan berkala serta berjenjang ke Dinas
Kesehatan kabupaten/kota, Dinas Kesehatan Provinsi dan Menteri
Kesehatan.
Pencatatan; dan pelaporan meliputi: 1) cakupan immunisasi;
2) stok dan pemakaian vaksin; 3) ADS; 4) safety box; 5) monitoring
suhu; 6) kondisi peralatan cold chain; 7) kasus KIPI atau diduga
KIPI.
Menurut Kornak, pelaksanaan pelayanan immunisasi harus
melakukan pencatatan terhadap pelayanan immunisasi yang
dilakukan. Pencatatan pelayanan immunisasi rutin/dasar lengkap
dilakukan di: 1) buku kesehatan ibu dan anak; 2) buku kohor
ibu/bayi; 3) buku rapor kesehatan atau buku rekam medis.
Pencatatan pelayanan immunisasi rutin/dasar lengkap yang
dilakukan difasilitas pelayanan kesehatan swasta wajib dilaporkan
setiap bulan ke puskesmas wilayahnya dengan menggunakan format
yang berlaku.
42
4) Faktor Lingkungan
43
Survei cakupan immunisasi untuk menilai respon antibody hasil
pelayanan immunisasi.
44
dengan tahapan mengumpulkan data; merekap data, dan mengelola data;
2) melaksanakan kegiatan immunisasi dasar lengkap; 3) melakukan
studi kasus KIPI dengan tahapan melakukan survei lapangan,
menganalisis kasus, mengkonsultasikan kepada atasan h asil Analisa
kasus untuk dikoreksi; memperbaiki hasil analisis untuk disetujui oleh
atasan.
Pada saat ini banyak kader baru yang diganti aparat nagari.
Mereka kurang sekali pengetahuan tentang immunisasi, sehingga
kurang peran aktifnya di posyandu. Petugas kesehatan di nagari, jorong
memang sudah ada tapi petugas kesehatan yang menetap di lapangan
sangat kurang.
b. Faktor Material
Menurut Bidan, jenis vaksin yang disediakan pemerintah adalah
sebagai berikut:
Hepatitis B 2 – 24 jam
Campak 9 bulan
45
pendistribusian peralatan cold chain diperuntukkan bagi fasilitas
kesehatan milik pemerintah pusat dan pemerintah daerah.
46
lainnya, berupa: vaksin, ADS, safety box, peralatan anafilaktik,
dokumen pencatatan pelayanan immunisasi, dokumen suhu
penyimpanan vaksin.
Sarana dan prasarana untuk immunisasi sudah disediakan
pemerintah, Cuma saja pagu dana untuk sosialisasi immunisasi masih
kurang.
d. Faktor Metode
Pelaksanaan immunisasi:
1) Alur Persiapan Imunisasi
Menurut Bidan, petugas immunisasi per posyandu
mengajukan permohonan vaksin kepada pengelola program
obat/formasi di puskesmas. Bahan atau peralatan yang diajukan
sesuai kebutuhan atau jumlah sasaran: 1) vaksi; 2) ADS; 3) safety
box; 4) peralatan anafilaktik; 5) dokumen pencatatan pelayanan
immunisasi; 6) dokumen suhu penyimpanan vaksin.
Vaksin dan semua peralatannya dibawa ke posyandu. Selesai
posyandu sisa vaksin, limbah vaksin dan pencatatan immunisasi
dilaporkan ke puskesmas.
2) Menurut Bidan, dalam pelaksanaan pelayanan immunisasi dasar
lengkap ada beberapa faktor yang mempengaruhi, yaitu:
a) Proses
- Pelaksanaan pelayanan program immunisasi dasar lengkap
di Puskesmas Situjuh belum efektif. Hal ini ditemukan
kendala berupa masih ada keraguan ibu bayi terhadap
manfaat immunisasi dasar lengkap (IDL)
- Adanya kekhawatiran ibu, bayinya tertular covid 19.
- Kurang maksimalnya sosialisasi petugas tentang penyuluhan
manfaat immunisasi dan tumbuh kembang bayi.
b) Strategi Komunikasi
Strategi komunikasi pelaksanaan immunisasi dasar
lengkap sudah mengikuti SOP juknis IDL (immunisasi dasar
lengkap) dengan pemanfaatan media informasi dan komunikasi,
47
melakukan koordinasi kader dan vaksinator sebelum
pelaksanaan immunisasi. Kendala terkait strategi komunikasi
tidak bagusnya sinyal dibeberapa jorong wilayah Puskesmas
Situjuh, sehingga dilakukan penyampaian informasi secara
tradisional.
c) Kemitraan
Kemitraan pelaksanaan immunisasi dasar lengkap
meliputi kerjasama lintas sektor sudah berjalan. Pelaksanaan
koordinator langsung dengan vaksinator bidan desa sudah
berjalan. Kendalanya belum adanya nota kesepahaman dengan
lintas sektor yang melibatkan Dinas Pendidikan, Kementerian
Agama dan tokoh masyarakat di wilayah kerja Puskesmas
Situijuh tentang penting dan wajibnya immunisasi dasar lengkap
yang merupakan tanggung jawab bersama.
d) Kebijakan
Menurut Bidan, kebijakan pelaksanaan immunisasi
Permenkes No. 17 Tahun 2017 tentang Immunisasi adalah
panduan teknis pelaksanaan immunisasi dasar lengkap,
immunisasi tambahan, immunisasi khusus. Kendalanya
kebijakan ini belum mampu menangkal isu strategis berupa
keraguan tentang keamanan immunisasi terkait manfaat vaksin,
kekekalan vaksin dan belum adanya kebijakan lintas sektor
terkait mengajak ibu bayi, memberi respon positif terhadap
pelayanan immunisasi.
3) Pencatatan dan Pelaporan
Menurut Bidan, setiap fasilitas pelayanan kesehatan yang
menyelenggarakan pelayanan imuniasi harus melakukan pencatatan
dan pelaporan secara rutin dan berkala serta berjenjang ke Dinas
Kesehatan kabupaten/kota, Dinas Kesehatan Provinsi dan Menteri
Kesehatan.
Pencatatan; dan pelaporan meliputi: 1) cakupan immunisasi;
2) stok dan pemakaian vaksin; 3) ADS; 4) safety box; 5) monitoring
48
suhu; 6) kondisi peralatan cold chain; 7) kasus KIPI atau diduga
KIPI.
Menurut Bidan, pelaksanaan pelayanan immunisasi harus
melakukan pencatatan terhadap pelayanan immunisasi yang
dilakukan. Pencatatan pelayanan immunisasi rutin/dasar lengkap
dilakukan di: 1) buku kesehatan ibu dan anak; 2) buku kohor
ibu/bayi; 3) buku rapor kesehatan atau buku rekam medis.
Pencatatan pelayanan immunisasi rutin/dasar lengkap yang
dilakukan difasilitas pelayanan kesehatan swasta wajib dilaporkan
setiap bulan ke puskesmas wilayahnya dengan menggunakan format
yang berlaku.
4) Faktor Lingkungan
49
Wilayah Setempat (PWS) untuk pemenatauan dan analisis
cakupanData Quality Self Assessment (DQS) untuk mengukur
kualitas data; 2) Effective Vacant Management (EVM) untuk
mengukur kualitas pengelolaan vaksin dan alat logistik lainnya; 3)
Supervisi suportif untuk memantau kualitas pelaksanaan program;
4) Supervisi KIPI untuk memantau kualitas pelaksanaan vaksin; 5)
Recording and Reporting (RR) untuk memantau hasil pelaksanaan
immunisasi; 6) Stock Management Sistem (SMS) untuk memantau
ketersediaan vaksin dan logistik; 7) Ravid Convenience Assessment
(RCA) untuk menilai secara cepat kualitas pelayanan immunisasi 8)
Survei cakupan immunisasi untuk menilai respon antibody hasil
pelayanan immunisasi.
5. Kader Posyandu
a. Faktor Manusia
Menurut Kader Posyandu, pemberian immunisasi dasar lengkap
disesuaikan dengan usia anak. Bayi berusia kurang 24 jam diberikan
immunisasi Hepatitis B (HB-O). Usia 1 bulan diberikan BCG dan Polio
1, usia 2 bulan diberikan DPT-Hb-Hib1 dan Polio 2, usia 3 bulan
diberikan DPT-HB-Hib2 dan Polio 3, usia 4 bulan diberikan DPT-HB-
Hib 3, Polio 4 dan IPV atau Polio suntik dan untuk usia 9 bulan
diberikan campak atau MR.
Menurut Kader Posyandu, tugas pengelola program immunisasi
adalah sebagai berikut: 1) membuat rencana kerja program dalam satu
tahun; 2) melakukan pemantauan suhu vaksin; 3) mencatat hasil di
grafik pemantauan suhu refrigerator; 4) menghitung kebutuhan vaksin
per nagari; 5) menyiapkan vaksin per nagari; 6) membuat pencatatan di
buku stok vaksin; 7) membuat perencanaan pengambilan vaksin ke
gudang formasi.
Menurut Kader Posyandu, setelah melaksanakan immunisasi,
pemegang program: 1) merekam, melaporkan dan mengelola data
immunisasi dengan tahapan mengumpulkan data; merekap data, dan
mengelola data; 2) melaksanakan kegiatan immunisasi dasar lengkap.
50
b. Faktor Material
Menurut Kader Posyandu, jenis vaksin yang disediakan
pemerintah adalah sebagai berikut:
Hepatitis B 2 – 24 jam
Campak 9 bulan
51
1) Menurut Posyandu, dalam pelaksanaan pelayanan immunisasi dasar
lengkap ada beberapa faktor yang mempengaruhi, yaitu:
a) Proses
- Pelaksanaan pelayanan program immunisasi dasar lengkap
di Puskesmas Situjuh belum efektif. Hal ini ditemukan
kendala berupa masih ada keraguan ibu bayi terhadap
manfaat immunisasi dasar lengkap (IDL)
- Adanya kekhawatiran ibu, bayinya tertular covid 19.
- Kurang maksimalnya sosialisasi petugas tentang penyuluhan
manfaat immunisasi dan tumbuh kembang bayi.
b) Strategi Komunikasi
Strategi komunikasi pelaksanaan immunisasi dasar
lengkap sudah mengikuti SOP juknis IDL (immunisasi dasar
lengkap) dengan pemanfaatan media informasi dan komunikasi,
melakukan koordinasi kader dan vaksinator sebelum
pelaksanaan immunisasi. Kendala terkait strategi komunikasi
tidak bagusnya sinyal dibeberapa jorong wilayah Puskesmas
Situjuh, sehingga dilakukan penyampaian informasi secara
tradisional.
c) Kemitraan
Kemitraan pelaksanaan immunisasi dasar lengkap
meliputi kerjasama lintas sektor sudah berjalan. Pelaksanaan
koordinator langsung dengan vaksinator bidan desa sudah
berjalan. Kendalanya belum adanya nota kesepahaman dengan
lintas sektor yang melibatkan Dinas Pendidikan, Kementerian
Agama dan tokoh masyarakat di wilayah kerja Puskesmas
Situijuh tentang penting dan wajibnya immunisasi dasar lengkap
yang merupakan tanggung jawab bersama.
d) Kebijakan
Menurut Posyandu, kebijakan pelaksanaan immunisasi
Permenkes No. 17 Tahun 2017 tentang Immunisasi adalah
panduan teknis pelaksanaan immunisasi dasar lengkap,
52
immunisasi tambahan, immunisasi khusus. Kendalanya
kebijakan ini belum mampu menangkal isu strategis berupa
keraguan tentang keamanan immunisasi terkait manfaat vaksin,
kekekalan vaksin dan belum adanya kebijakan lintas sektor
terkait mengajak ibu bayi, memberi respon positif terhadap
pelayanan immunisasi.
Menurut Posyandu, pelaksanaan pelayanan immunisasi
harus melakukan pencatatan terhadap pelayanan immunisasi
yang dilakukan. Pencatatan pelayanan immunisasi rutin/dasar
lengkap dilakukan di: 1) buku kesehatan ibu dan anak; 2) buku
kohor ibu/bayi; 3) buku rapor kesehatan atau buku rekam medis.
2) Faktor Lingkungan
53
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
Dari makalah tentang PPOK, telah diketahui bagaiamana manifestasi
klinis dan penyebab dari PPOK, diharapkan kepada masyarakat agar
menghindari atau mencegah dari factor-faktor yang dapat menyebabkan PPOK.
54
DAFTAR PUSTAKA
Balbir Singh, II. K. et al. Assessment of Knowledge and Attitude Among Postnatal
Mothers towards Childhood Vaccination in Malaysia. Human Vaccines
& Immunotherapeutics 15, 2544-2551 (2019).
Dompas, R. (2014). Gambaran Pemberian Imunisasi Dasar Pada Bayi Usia 0-12
Bulan . Jurnal Ihniah Bidan Volume 2 Nomor 2, 71-76.
55
Facciola, A. et al. Vaccine Hesitancy: An Overview on Parents' Opinions about
Vaccination and Possibl Reasons of Vaccine Refusal. J Public Health Res
8, 1436 (2019).
Hidayah, N., Sihotang, H. M. & Lestari W 2018. Faktor yang Berhubungan dengan
Pemberian Imunisasi Dasar Lengkap pada Bayi. Jurnal Endurance, 3.
HU, Y., LI, Q., CHEN, E. & YAPING, C. 2013. Determinants of Childhood
Immunization Uptake among Socio-Economically Disadvantaged
Migrants in East China. lot J Environ Res Public Health, 10.
56
Kementerian Kesehatan Indonesia 2019. Profil Kesehatan Indonesia tentang
Pedoman Penyelenggaraan Imunisasi. Jakarta. KEMENTERIAN
KESEHATAN RI 2019. Profil Kesehatan Indonesia 2018: Tentang
Pedoman Penyelenggaraan Imunisasi. Jakarta.
Lefrin, H., Woodfoord, J. & Nova, K. 2013. Hubungan antara pengetahuan dan
sikap ibu tentang imunisasi dengan status imunisasi anak balita di
Kampung Farusi Distrik Swandiwe Kabupaten Biak Numfor Provinsi
Papua. Universitas Sam Ratulangi Manado.
Lisnawati L. Generasi Sehat Melalui Imunisasi. 2nd ed. Jakarta Timur; 2013.
Maina, L., Karanja, S. & Kombich, J. 2013. Immunization coverage and its
determinants among children aged 12 - 23 months in a pen- urban area
of Kenya. Pan Africa Medical Journal, 14.
Makamban & Yuliana. 2014. Faktor yang berhubungan dengan cakupan imunisasi
dasar lengkap pada bayi di wilayah kerja Puskesmas Antara Kota
Makassar. Universitas Hasanuddin.
57
Negussie, A., Kassahun, W., Asseg1d & Hagan 2015. Factors associated with
incomplete childhood immunization in Arbegona district southern
Ethiopia. BMC Public Health Journal.
Noh, J. W., Kim, Y. M., Akram, N. & Yoo, K. B. 2018. Factors affecting complete
and timely childhood immunization coverage in Sindh, Pakistan. Journal
Pone.
58
Pratiwi, D., Rumini, R. & Hajar, S. Faktor yang Memengaruhi Keikutsertaan Ibu
yang Memiliki Anak Umur >9 Bulan-5 Tabun untuk Imunisasi MR
(Measles Rubella) di Lingkungan 1 Kelurahan Bingai Kabupaten.
Langkat. Jurnal Aldan .Konninitas 4, 71-81 (2021).
Proverawati A Andini citra SD. Imunisasi dan vaksinasi. kedua. Yogyakarta; 2017.
Proverawati, Atikah & Andhini, C. S. D. 2017. Imunisasi dan vaksinasi edisi kedua,
Yogyakarta.
Puji, I. A., Damayanti, F. N. & Mustika, D. Hubungan Persepsi dan Perilaku Ibu
terhadap Imunisasi Tambahan pada Bayi (Usia 2 Bulan-12 Bulan). Jurria/
Kebidanan 2, 51-59 (2014).
Riyanto, B. &. Kapita Selekta Kuisioner Pengetahuan dan Sikap dalam Penelitian
Kesehatan. (Salemba Medika, 2013).
Safitri, F., Rahmi, N., Anwar, C., Andika, F. & Husna, A. Pengaruh Pengetahuan
dan Sikap Ibu terhadap Pemenuhan Imunisasi Campak Lanjutan di Masa
Pandemi Covid-19 pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Cot Ba'u
Kota Sabang. Journal of Healthcare Technology and Medicine 7, 782-
793 (2022).
59
Sagita, Y. D., Sary. N. & Maesaroh, S. Pendidikan dan Pengetahuan dengan
Kepatuhan Imunisasi MR Ibu Memiliki Balita Usia 9-59 Bulan. ,firrnal
Maternitas i.syah, 1, 92-100 (2020).
60
Yuliana & Sitorus, S. 2018. Faktor Yang Berhubungan Dengan Pemberian
Imunisasi Dasar Lengkap di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Area.
Jurnal Kesehatan Global, 1.
Yundri. (2017). Faktor-Faktor Risiko Status Imunisasi Dasar Tidak I.engkap pada
Anak . Antal Epidemiologi Kesehatan Komunitas, Vol. 2 (2), 78-88.
Yuni NE, Oktami RS. Panduan Lengkap Posyandu Untuk Bidan Dan Kader. Kedua.
Yogyakarta: Nuha Medika; 2016.
61
ALTERNATIF PEMECAHAN MASALAH IMUNISASI 2023
Pemecahan Masalah
No. Prioritas Masalah Penyebab Masalah Alternatif Pemecahan Masalah
Terpilih
1. % anak usia 0-12 bulan 1. Kurang optimalnya kinerja 1. Melakukan evaluasi kinerja Sweeping immunisasi
mendapat immunisasi petugas petugas langsung ke rumah bayui
dasar lengkap
2. Kurang aktifnya peran serta kader 2. Melakukan penyegaran kader
tentang immunisasi
3. Hoak imuniasi 3. Melakukan penyuluhan kepada
a. Kurang yakinnya masyarakat masyarakat tentang manfaat
dengan manfaat vaksin vaksin dan fatwa MUI tentang
b. Keraguan masyarakat tentang kehalalan vaksin
kehalalan vaksin
c. Tidak adanya izin dari suami
kepada istri untuk
mengimunisasi anak
FIST BONE KEGIATAN IMUNISASI 2021
MANUSIA METODE
MANUSIA METODE