Anda di halaman 1dari 6

MATHEMATICAL MODELLING

D. S. Priyarsono, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor

Bahan Kuliah (2017)

Bila ingin mempelajari sebuah kota, kita akan sangat terbantu kalau tersedia sebuah
peta kota itu. Sekali pandang peta itu biasanya kita sudah bisa membayangkan garis besar
lokasi-lokasi penting dalam kota itu berikut jarak-jarak antarlokasi yang tergambar di
dalamnya. Peta adalah contoh yang sangat bagus untuk menjelaskan arti model. Peta pada
dasarnya adalah sebuah model.

Model adalah tiruan atau representasi (wakil) dari sesuatu. Sesuatu itu bisa berupa
barang, fenomena, proses, sistem, konsep, gagasan, dan sebagainya. Sebuah peta disebut
model karena ia mewakili sesuatu, yakni sebuah kota. Tentu saja sebuah model, seperti
layaknya sebuah tiruan, tidak perlu sepenuhnya sama dengan sesuatu yang diwakilinya.
Bahkan sebaiknya model dibuat sesederhana mungkin agar lebih mudah dipahami. Sebuah
peta lazimnya hanya memuat titik-titik lokasi yang penting. Lokasi yang dianggap tidak
penting tidak dimuatkan dalam peta, karena jangan-jangan keberadaannya dalam peta justru
hanya mengganggu konsentrasi pembacanya. Tidak pernah ada peta berskala 1:1. Oleh
karena itu peta harus lebih sederhana daripada kota asli yang diwakilinya. Penyederhanaan-
penyederhanaan perlu dilakukan dalam penyusunan model, sesuai dengan tujuan penyusunan
model itu.

Tujuan penyusunan model antara lain untuk kepentingan pedagogis (pendidikan), yakni
membantu mahasiswa memahami suatu konsep. Bisa juga model disusun untuk maksud
eksplanatoris (penjelasan). Kemungkinan lain, model disusun untuk keperluan forecasting
(peramalan). Kualitas model ditentukan berdasarkan sejauh mana tujuan penyusunannya
tercapai. Misalnya, bila tujuannya sekadar membantu mahasiswa untuk memahami konsep
“pasar”, maka cukuplah diperkenalkan model pasar dengan bantuan kurva permintaan dan
kurva penawaran, walaupun kita tahu bahwa konsep “pasar” sejatinya lebih rumit daripada
sekadar interaksi antara kurva permintaan dan kurva penawaran. Dalam kasus lain, bila
model dimaksudkan untuk menjelaskan sesuatu secara utuh dan menyeluruh, tentulah perlu
diterapkan kriteria-kriteria lain seperti konsistensi di antara unsur-unsurnya, validasi dalam
menarik kesimpulan, dan seterusnya. Sebaliknya, bila tujuan pemodelan adalah peramalan,

1
maka kriteria yang terpenting untuk menilai kualitasnya adalah kemampuannya meramal
sesuatu secara tepat.

Contoh-contoh model lainnya adalah replika pesawat terbang, miniatur rumah, bagan
organisasi (organogram), diagram rangkaian listrik, dan sebagainya. Namun, model yang
sering digunakan dalam belajar Ilmu Ekonomi adalah model matematis, yakni model yang
disusun dengan bahasa matematika. Proses atau hal ihwal tentang penyusunan model
matematis disebut pemodelan matematis (mathematical modeling).

Mengapa Ilmu Ekonomi banyak menggunakan pemodelan matematis untuk


menjelaskan konsep-konsepnya? Jawabannya, karena konsep-konsep dalam Ilmu Ekonomi
kebanyakan berupa dalil-dalil yang berpola “jika …, maka …” Contoh sederhananya: “jika
harga naik, maka permintaan turun”. Kemudian dalil-dalil yang berpola seperti itu
dirangkaikan dengan dalil-dalil lainnya sehingga terbentuklah dalil-dalil yang lebih luas
cakupannya. Perangkaian atau sintesis atas dalil-dalil yang demikian banyak terbantu oleh
penerapan matematika.

Menurut Chiang dan Wainwright (2005:3), ada empat keuntungan yang dapat diperoleh
dari penggunaan matematika dalam studi Ilmu Ekonomi.
1. Matematika adalah bahasa yang ringkas (concise) dan tepat (precise).
Misalnya, penamaan variabel cukup menggunakan notasi x, y, atau z. Ada
korespondensi (hubungan) satu lawan satu antara sebuah variabel dengan notasi
yang mewakili variabel itu. Hubungan di antara variabel dirumuskan secara
ringkas dalam bentuk persamaan matematika, misalnya z = x + y. Kalimat
matematika demikian tidak akan menimbulkan salah tafsir. Apa yang
dimaksudkan oleh si penulis kalimat matematika itu dipahami sepenuhnya oleh
pembacanya.
2. Telah tersedia dalil-dalil matematika yang sudah teruji kebenarannya dan
tinggal kita pakai untuk diterapkan dalam pengkajian Ilmu Ekonomi. Dalil-dalil
matematika dibangun oleh para matematikawan yang sehari-harinya memang
bekerja untuk mengembangkan studi matematika dengan prosedur kerja yang
sudah mapan sejak beratus-ratus tahun yang lalu.
3. Dengan menggunakan matematika kita dipaksa untuk secara eksplisit
menyebutkan semua asumsi yang kita gunakan dalam pembahasan dalil-dalil,

2
sehingga kita terhindar dari penyesatan akibat penggunaan asumsi secara
implisit. Misalnya dalam model sederhana tentang pasar, bila di dalamnya tidak
dilibatkan variabel pendapatan konsumen, maka model itu tidak dapat
menyimpulkan apa pun yang berkaitan dengan variabel pendapatan konsumen.
4. Keempat, dengan matematika kita bisa membahas model dengan berapa pun
jumlah variabelnya. Alasan yang terakhir ini memperluas kemampuan model
yang menggunakan gambar atau diagram sebagai alat analisis yang maksimum
hanya bisa membahas model dengan dua variabel. Gambar atau diagram yang
menggunakan tiga dimensi lazimnya agak sulit dipahami, sedangkan gambar
yang berdimensi lebih dari tiga mustahil dipahami oleh daya penglihatan mata
kita.

Mengikuti pendapat McKenna dan Rees (1992:1-6), proses penyusunan model


matematis terdiri atas langkah-langkah sebagai berikut:
1. Pendefinisian variabel-variabel;
2. Perincian fungsi, identitas, dan persamaan yang menunjukkan keterkaitan
antarvariabel;
3. Pemilihan prinsip solusi;
4. Pemecahan model (solving the model);
5. Penafsiran solusi;
6. Analisis perturbasi solusi.
Dalam diskusi ekonomi proses pemodelan dengan enam langkah tersebut di atas lazim
dilakukan walaupun barangkali tidak secara eksplisit disebutkan judul-judulnya. Namun bila
mau, kita bisa secara eksplisit menyebutkan keenam langkah tersebut sewaktu kita membahas
suatu konsep dengan bantuan model matematis.

Langkah pertama, yakni pendefinisian variabel-variabel, adalah pembuatan daftar


variabel yang akan dilibatkan dalam model yang tengah disusun pembatasan masing-masing
maknanya. Variabel adalah sesuatu yang nilainya dapat diubah-ubah, misalnya harga barang,
kuantitas permintaan, pendapatan rumah tangga, jumlah jam kerja, volume ekspor, jumlah
penduduk miskin, jarak antara dua kota, luas kabupaten, dan sebagainya. Variabel-variabel
itu bersifat kuantitas numerik, artinya terukur dalam angka-angka atau bilangan-bilangan
nyata. Supaya ringkas, variabel-variabel itu diwakili oleh notasi huruf, misalnya p adalah
harga, q adalah kuantitas, e adalah volume ekspor, d adalah jarak, dan sebagainya.

3
Variabel-variabel dapat dibedakan menjadi bersifat endogenus (endo = dalam) atau
bersifat eksogenus (ekso = luar). Bila kita tengah membahas model pasar es krim, dengan
diketahui hubungan antara harga, kuantitas permintaan, dan kuantitas penawaran, maka harga
dalam kondisi kesetimbangan dapat ditentukan. Dalam hal ini, harga bersifat endogenus
karena nilainya ditentukan dari dalam model. Adapun suhu udara, yang juga memengaruhi
kuantitas perrmintaan (lazimnya pada hari-hari panas terik dengan suhu udara tinggi
permintaan akan es krim meningkat), dalam model ini bersifat eksogen. Nilai variabel
eksogen memengaruhi nilai variabel endogen. Sebaliknya, nilai variabel endogen (misalnya,
dalam model ini variabel harga) tidak bisa memengaruhi nilai variabel eksogen (misalnya,
dalam model ini adalah variabel suhu).

Tentu saja untuk model yang lain variabel suhu udara dapat juga menjadi bersifat
endogen. Misalnya kita susun model pasar kayu gelondongan (hasil dari penebangan pohon-
pohon di hutan) yang melibatkan juga variabel suhu udara. Dalam model pasar yang seperti
ini mungkin saja suhu udara diperlakukan sebagai variabel endogen, yakni dianggap bahwa
nilai variabel suhu udara ditentukan dari dalam model. Untuk kasus itu perlu dirumuskan
bentuk hubungan antara banyaknya laju penebangan pohon di hutan dengan suhu udara di
hutan itu.

Kalau dipikirkan secara lebih mendalam barangkali tiap hal mempunyai keterkaitan
dengan hal lain; dengan perkataan lain tiap variabel berhubungan dengan tiap variabel
lainnya dan bersifat saling memengaruhi. Namun untuk kepentingan pemodelan kita perlu
membatasi cakupan bahasan dengan mengutamakan hubungan-hubungan antara variabel-
variabel tertentu sambil mengabaikan hubungan-hubungan yang selainnya.

Perumusan hubungan antarvariabel dapat bersifat sederhana dan spesifik, dapat juga
bersifat canggih dan umum. Tingkat keumuman (level of generality, aras kerampatan) adalah
kemampuan hasil pemodelan itu untuk diterapkan secara luas pada berbagai fenomena.
Berikut ini adalah contoh-contoh fungsi permintaan dalam model pasar, dengan level of
generality mulai dari yang rendah hingga yang paling tinggi:
1. qD = f (p) = 10 – 0,25 p
2. qD = f (p) = a – bp, dengan a > 0 dan b > 0
3. qD = f (p), dengan f’(p) = df/dp < 0

4
Contoh nomor 1 sangat spesifik. Contoh nomor 2 lebih luas, karena a dan b dapat bernilai
berapa pun asalkan positif (dalam contoh nomor 1, nilai a dan b sangat spesifik, yakni a = 10
dan b = 0,25). Sedangkan contoh nomor 3 sangat luas, karena fungsinya dapat berbentuk apa
saja (bisa fungsi kuadratik, fungsi logaritma, atau fungsi lainnya) asalkan turunan pertamanya
terhadap harga bernilai negatif.

Langkah kedua pada dasarnya perumusan bentuk hubungan antara satu variabel
dengan variabel lainnya. Contohnya, dalam model pasar dapat dirumuskan bahwa variabel
kuantitas permintaan (quantity demanded) merupakan fungsi dari harga (p) barang: qD = f (p)
= a – bp, dalam hal ini a dan b disebut sebagai konstanta. Contoh identitas yang terkenal
adalah Y ≡ C + I, yakni output (Y) dari sebuah perekonomian adalah penjumlahan dari
konsumsi (C) dan investasi (I). Identitas adalah persamaan yang selalu berlaku untuk berapa
pun nilai variabel-variabel di kedua ruasnya. Sebaliknya, persamaan seperti 5x = 35 – 2x,
hanya benar khusus untuk nilai x tertentu saja, yakni x = 5. Perhatikan bahwa dalam hal
identitas, turunan pada ruas kiri selalu sama dengan turunan di ruas kanan, misalnya dY/dt =
dC/dt + dI/dt. Adapun dalam sebuah persamaan hal tersebut tidak berlaku; misalnya, dalam
contoh tadi, walaupun 5x = 35 – 2x, namun d(5x)/dx ≠ d(35 – 2x)/dx.

Langkah ketiga adalah pemilihan prinsip solusi. Solusi dalam konteks ini dapat
diartikan sebagai kesudahan pemodelan. Seperti halnya sebuah permainan, sebuah pemodelan
juga memerlukan kriteria tentang kesudahannya. Kriteria untuk mengakhiri permainan sepak
bola adalah durasi permainannya 2 x 45 menit. Lain lagi kriteria untuk mengakhiri permainan
bulu tangkis, tenis, atau catur. Adapun prinsip solusi dalam pemodelan matematis ada dua
macam, yakni prinsip pengoptimuman dan prinsip kesetimbangan (ekuilibrium). Artinya,
pemodelan dapat dikatakan berakhir sewaktu situasi optimum (maksimum atau minimum)
atau situasi ekuilibrium tercapai. Dalam contoh pemodelan pasar, situasi ekuilibrium tercapai
sewaktu permintaan sama dengan penawaran. Dalam model perusahaan, situasi optimum
tercapai sewaktu laba mencapai tingkat maksimum atau biaya mencapai tingkat minimum.

Langkah keempat adalah pemecahan model (solving the model), yakni dengan
menerapkan prinsip solusi untuk menentukan nilai-nilai variabel. Misalnya, sewaktu pasar
telah mencapai ekuilibrium, maka nilai variabel harga dan nilai variabel kuantitas yang

5
diperjualbelikan dapat ditentukan. Pasangan nilai itu disebut equilibrium price (harga
kesetimbangan) dan equilibrium quantity exchanged (kuantitas yang diperjualbeilkan pada
siatuasi kesetimbangan). Langkah pemecahan model umumnya dianggap langkah termudah
dari sudut pandang Ilmu Ekonomi, karena pada dasarnya hanya menerapkan suatu metode
matematika untuk menentukan solusi model.

Langkah kelima adalah penafsiran solusi. Di sinilah berbagai teori Ilmu Ekonomi
diterapkan untuk memberikan makna dari solusi yang diperoleh dalam langkah keempat. Di
sinilah intisari pemodelan dari sudut pandang Ilmu Ekonomi, yakni menunjukkan sejauh
mana model yang tengah dikaji memberikan pencerahan, inti pesan, dan pemahaman baru
atas suatu fenomena. Perlu dipastikan bahwa penafsiran solusi ini menjawab pertanyaan awal
yang melandasi pemodelan matematis ini.

Langkah terakhir, yakni langkah analisis perturbasi solusi, sering juga disebut dengan
analisis sensitivitas (kepekaan). Maksudnya, solusi yang diperoleh dari langkah keempat,
baik yang berupa solusi optimum maupun ekuilibrium, perlu dikaji seberapa besar nilainya
berubah apabila nilai variabel yang memengaruhinya (atau nilai variabel eksogennya)
berubah. Perturbasi adalah terjemahan dari kata dalam Bahasa Inggris perturbation yang
berarti gangguan, kegelisahan, kekacauan. Jadi, nilai variabel dalam situasi optimum atau
ekuilibrium “diganggu” atau “digoyang” dengan cara mengubah nilai variabel-variabel
penyusunnya (variabel eksogennya). Contohnya, dalam model pasar sederhana langkah
keempat sudah memberikan solusi nilai harga ekuilibrium (p*) dan kuantitas jual beli
ekuilibrium (q*). Terhadap nilai-nilai ekuilibrium itu diterapkan analisis perturbasi, artinya
nilai-nilai ekuilibrium itu digoyang dengan cara, misalnya, mengubah nilai variabel
pendapatan (diwakili oleh nilai a dalam fungsi permintaan). Secara matematis, dicari nilai
dp*/da dan dq*/da. Cara lain untuk menganalisis sensitivitas adalah menghitung besaran
yang disebut elastisitas. Misalnya dalam contoh tadi dapat ditanyakan, apabila variabel
eksogen pendapatan rumah tangga meningkat sebesar satu persen, berapa persenkah
perubahan nilai harga dan kuantitas yang diperjualbelikan dalam situasi ekuilibrium.
Jawabannya disebut elastisitas.

Anda mungkin juga menyukai