Anda di halaman 1dari 20

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Perdarahan Post Partum


1. Pengertian
Sejak lama perdarahan postpartum diartikan sebagai kehilangan darah
500 ml atau lebih setelah janin dan plasenta lahir (akhir kala III) pada
persalinan pervaginam atau 100 ml atau lebih pada persalinan seksio
sesarea. Definisi ini dirasakan terlalu sederhana apabila dikaitkan
dengan adanya pertambahan volume plasma darah yang normal pada
kehamilan yaitu rata-rata sebesar 30-60% atau 1500-2000 ml selama
kehamilan. Oleh karna itu pengukuran kadar hematokrit sangat penting
menilai jumlah perdarahan yang terjadi selain pengukuran secara
kwantitatif. Secara umum diterima apabila kadar hematokrit turun
sebesar 3% itu berarti sudah terjadi kehilangan darah sebanyak
pertambahan volume darah kehamilan normal (30-60%) ditambah
dengan 500 ml. (Leo Simanjuntak,2020).

Perdarahan postpartum adalah perdarahan kala IV yang lebih dari


500600 ml dalam masa 24 jam setelah anak dan plasenta lahir. Menurut
waktu terjadinya dibagi atas dua bagian : (Amru sofian)
1. Perdarahan post partum primer (early postpartum hemorrhage) yang
terjadi dalam 24 jam setelah anak lahir.
2. Perdarahan post partum sekunder (late postpartum hemorrhage) yang
terjadi setelah 24 jam, biasanya antara hari ke 5 sampai 15
postpartum.

2. Etiologi
Menurut (Astikawati & Dewi , 2017) secara etiologi perdarahan post
partum lebih diingat oleh 4T, yaitu :
a. Tone
Diagnosis antonio uteri ditegakkan setelah bayi lahir dan plasenta
8

lahir dan ternyata perdarahan masih aktif dan banyak, bergumpul


serta pada palpasi didapatkan fundus uteri masih setinggi pusat atau
lebih, kontraksi uterus lembek. Antonio uteri disebabkan akibat
partus cepat, persalinan karena induksi oksitosin pada kelahiran
sebelumnya.

b. Tissue
Bila plasenta tertinggal dalam uterus setengah jam setelah anak
lahir disebabkan retensio plasenta. Sisa plasenta disebabkan karena
kotiledon atau selaput ketuban tersisa.

c. Trauma
Trauma persalinan menyebabkan laserasi atau hematoma sehingga
dapat menyebabkan perdarahan post partum. Trauma dapat
disebabkan karena episiotomi yang melebar, ruptur uteri, robekan
pada perineum vagina serviks.

d. Thrombin
Thrombin karena gangguan pembekuan darah. Pada pembekuan
darah akan terjadi perdarahan setiap dilakukan penjahitan,
perdarahan merembes atau timbul hematoma pada bekas jahitan.

3. Patofisiologi
Setelah bayi lahir ibu akan mengalami ansietas yang dimana terdapat
anggota baru, pada saat post partum ibu akan involusi uteri yaitu
kembalinya rahim kesemula yang mengakibatkan kontraksi uterus
lambat sehingga terjadi atonia uteri setelah bayi dan plasenta lagir akan
mengalami robekan pada jalan lahir yang dapat menyebabkan
perdarahan dan nyeri yang timbul akan menyebabkan volume cairan
turun sehingga ketidakefektifan perfusi perifer. Volume cairan turun
menyebabkan anemia yang dimana oksigen dan hb menurun yang
dapat timbul hipoksia dimana keadaan kelemahan umum yang dapat
menyebabkan defisit perawatan diri yang berhubungan dengan
9

intoleransi aktifitas. Hiposia yang mengakibatkan penurunan nadi dan


tekanan darah menyebabkan kekurangan volume cairan dan risiko
syok yang diakibatkan hipovolemia. Pada masa post partum ibu akan
mengalami perdarahan, jika serciks dan vagina tidak mendapatkan
perawatan maka post de entry kuman dimana kuman dapat masuk
sehingga timbul risiko infeksi maka perlu perawatan perinium secara
teratur.
10

Gambar 2.1
Pathway perdarahan post partum

Post partum/masa nifas Kehadiran anggota baru Ansietas

Involusi uterus Kontraksi uterus Laserasi jalan lahir

Pelepasana jaringan
Kontraksi uterus lambat
endometrium Serviks dan vagina

Atonia uteri Lokhea keluar


Port de entry kuman

Kurang perawatan Risiko infeksi


Robekan jalan lahir

Invasi bakteri

Perdarahan Nyeri

Volume cairan turun Ketidakefektifan


perfusi jaringan
perifer
Anemia akut

Daya tahan tubuh Kuman mudah


Hb, O2 turun
menurun masuk

Hipoksia Risiko infeksi

Kelemahan umum Penurunan nadi, Risiko syok


tekanan darah hipovolemi

Defisit perawatan diri


Intoleransi aktivitas
Kekurangan volume cairan

( nuraini & kusuma 2015)


4. Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala yang terdapat pada patofisiologi dan pathway yaitu
11

kontraksi uterus yang melambat dan lembek setelah bayi lahir yang
mengakibatkan perdarahan. Bayi lahir mengakibatkan robekan pada
jalan lahir sehingga dapat mengakibatkan perdarahan segera, plasenta
baik, kadang timbul pucat, lemah, menggigil. Pada retensio plasenta,
plasenta belum lahir 30 menit perdarahan segera, tali pusat putus
akibat tarikan. Tertinggalnya plasenta mengakibatkan perdarahan
segera, uterus berkontraksi dan tinggi fundus tidak berkurang. Inversio
uterus tidak teraba, perdarahan segera, pucat dan nyeri sedikit atau
berat (Nurarif & Kusuma, 2015).

B. Konsep Kebutuhan Dasar Manusia


Abraham maslow mengemukakan teori Hierarki kebutuhan yang
menyatakan bahwa setiap manusia memiliki lima kebutuhan dasar, yaitu
kebutuhan fisiologi : kebutuhan rasa aman dan perlindungan, kebutuhan
rasa cinta, memiliki dan dimiliki, kebutuhan harga diri, serta kebutuhan
aktualisasi diri (Uliyah & Hidayat, 2011).

Gambar 2.2
Hierarki Kebutuhan Dasar Manusia Maslow

Berdasarkan teori Abraham Maslow diatas, pada pasien dengan kasus


Perdarahan Post Partum mengalami gangguan kebutuan dasar yaitu
kebutuhan fisiologis atau gangguan sirkulasi yaitu :
1. Kebutuhan fisiologis (physiologic needs). Kebutuhan fisiologis
memiliki prioritas tertinggi dalam hierarki maslow. Umumnya,
seseorang yang memiliki beberapa kebutuhan yang belum terpenuhi
akan lebih dulu memenuhi kebutuhan fisiologisnya dibandingkan
12

kebutuhan yang lain. Sebagai contoh, seseorang yang kekurangan


makanan, keselamatan, dan cinta biasanya akan berusaha memenuhi
kebutuhan akan cinta. Kebutuhan fisiologis merupakan hal yang mutlak
dipenuhi manusia untuk bertahan hidup. Manusia memiliki delapan
macam kebutuhan, yaitu :
a. kebutuhan oksigen dan pertukaran gas
b. kebutuhan cairan dan elektrolit
c. kebutuhan makanan
d. kebutuhan eliminasi urine dan alvi
e. kebutuhan istirahat dan tidur
f. kebutuhan kesehatan temperature
g. kebutuhan seksual
kebutuhan seksual tidak diperlukan untuk menjaga kelangsungan hidup
seseorang, tetapi penting untuk mempertahankan kelangsungan umat
manusia.

Pada pasien dengan kasus perdarahan post partum kebutuhan dasar yang
terganggu yaitu kebutuhan cairan dan elektrolit, pada pasien dengan kasus
perdarahan post partum membutuhkan cairan dalam jumlah proporsi yang
tepat di berbagai jaringan tubuh. Gangguan keseimbangan cairan dan
elektrolit dapat mempengaruhi fungsi fisiologis tubuh. Sebab, cairan tubuh
terdiri atas air yang mengandung partikel-partikel bahan organik dan
anorganik. Kebutuhan cairan sangat diperlukan tubuh dalam mengangkat
zat makanan kedalam sel, sisa metabolisme sebagai pelarut elektrolit dan
non elektrolit, memelihara suhu tubuh dan mempermudah eliminasi dan
membantu pencernaan
.
C. Asuhan Keperawatan Perdarahan Post Partum
Proses keperawatan adalah pendekatan sistematik dan terorganisir melalui
6 langkah dalam mengenali masalah-masalah klien, namun merupakan
suatu metode pemecahan masalah baik secara episodik maupun linier.
Kemudian dapat dirumuskan diagnosa keperawatannya, dan cara
pemecahan masalah. Proses keperawatan merupakan lima tahapan
penyelesaian masalah yang dilaksanakan secara berurutan dan
berkesinambungan: pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan,
13

implementasi dan evaluasi (Suarni & Apriyani, 2017).


1. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal proses keperawatan dan merupakan
suatu proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai
sumber data untuk mengevaluasi status kesehatan klien. Pengkajian
terdiri dari (wawancara, observasi, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
diagnostik). Dan berfokus pada pemenuhan kebutuhan dasar (Suarni &
Apriyani, 2017).

Menurut (Mitayani, 2009) dalam pengkajian pada kasus perdarahan post


partum terdapat hasil pengkajian tentang :
Pengkajian sirkulasi TD/Nadi berubah, akral dingin, pucat. Pengkajian
nyeri, mengeluh nyeri pada pervaginaan, pengkajian ego, pasien cemas,
khawatir, dan perasaan takut. Pengkajian kebersihan diri pasien sulit
melakukan kebersihan diri dan merawat diri.

2. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan merupakan penilaian klinis terhadap pengalaman
atau respon individu, keluarga, atau komunitas pada masalah kesehatan,
pada risiko masalah kesehatan atau pada proses kehidupan. (PPNI,
2016).

Tabel 2.1
Diagnosa Keperawatan Pada Kasus perdarahan post partum
Menurut Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia (2016)

No Data Diagnosa SDKI


1. Pengisian kapiler >3 detik, akral dingin, Perfusi perifer tidak efektif
pucat
2. Perdarahan, Pernapasan cepat >30x/menit), Risiko syok
Hipotensi (sistolik <90
mmHg)
3. Perdarahan, kelemahan Kekurangan volume cairan
4. Mengeluh nyeri pervaginam Nyeri akut
5. Gelisah, tampak bingung Ansietas
6. Luka episiotomi Risiko infeksi
7. Kurang mampu merawat diri Defisit perawatan diri

3. Rencana Keperawatan
14

Rencana keperawatan adalah semua penanganan yang didasarkan pada


penilaian dan keilmuan pada tatanan klinik, dimana perawat melakukan
tindakan untuk meningkatkan hasil/outcome klien (Bulechek, 2013).

Rencana keperawatan pada kasus perdarahan post partum menurut standar


intervensi keperawatan indonesia (SIKI) dengan luaran menurut standar
luaran keperawatan indonesia (SLKI) terdapat pada tabel 2.2
Tabel 2.2
Rencana keperawatan Perdarahan Post Partum

Diagnosa Keperawatan SLKI SIKI


1 2 3
Perfusi Perifer Tidak Efektif Status sirkulasi : Manajemen Cairan
- Tekanan darah sistolik Observasi
- Tekanan darah diastolik - Monitor status hidrasi (mis. Frekuensi nadi, kekuatan nadi,
akral, pengisian kapiler,
- Tekanan nadi kelembapan mukosa, turgor kulit, tekanan darah)
- Tekanan arteri rata-rata - Monitor berat badan harian
- Pengisian kapiler - Monitor berat badan sebelum dan sesudah dialisis
- Hipotensiortostatik - Monitor hasil pemeriksaan laboratorium (mis.
Hematokrit, Na, K, Cl, berat jenis urine, BUN)
- Monitor status hemodinamik (mis. MAP, CVP, PAP,
PCWP jika tersedia)
Teraupetik
- Catat intake-output dan hitung balans cairan 24 jam
- Berikan asupan cairan, sesuai kebutuhan

1 2 3
- Berikan cairan intravena, jika perlu
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian diuretik, jika perlu
Risiko Syok Tingkat Syok Manajemen Hipovolemia
- Tidak ada penurunan tekanan nadi Observasi
- Tidak ada penurunan tekanan darah sistolik - Periksa tanda dan gejala hipovolemia (mis. Frekuensi nadi
meningkat, nadi teraba lemah, tekanan darah menurun,
- Tidak ada penurunan tekanan darah diastolik tekanan nadi menyempit, turgor kulit menurun, membran
- Akral tidak dingin mukosa kering, volume urin menurun, hematokrit
- Akral tidak pucat meningkat, haus lemah)
- Monitor intake dan output cairan
Terapeutik
- Hitung kebutuhan cairan
- Berikan posisi modified Trendelenburg
- Berikan asupan cairan oral
Edukasi
- Anjurkan memperbanyak asupan cairan oral

1 2 3

- Anjurkan menghindari perubahan posisi mendadak


Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian cairan IV isotonis (mis. NaCl,
RL)
- Kolaborasi pemberian cairan IV hipotonis (mis.
Glukosa 2,5%, NaCl 0,4%)
- Kolaborasi pemberian cairan koloid (mis. Albumin,
Plasmanate)
- Kolaborasi pemberian produk darah
Kekurangan volume cairan Keseimbangan Cairan Manajemen Cairan
- Tekanan darah normal Observasi
- Frekuensi nadi normal - Monitor status hidrasi (mis. Frekuensi nadi, kekuatan
nadi, akral, pengisian kapiler, kelembapan mukosa,
- Turgor kulit elastis turgor kulit, tekanan darah)
- Membran mukosa lembab - Monitor berat badan harian
- Monitor berat badan sebelum dan sesudah dialisis

1 2 3

- Monitor hasil pemeriksaan laboratorium


(mis.Hematokrit, Na, K, Cl, berat jenis urine,
BUN)
- Monitor status hemodinamik (mis. MAP, CVP, PAP,
PCWP jika tersedia)
Teraupetik
- Catat intake-output dan hitung balans cairan 24 jam
- Berikan asupan cairan, sesuai kebutuhan
- Berikan cairan intravena, jika perlu
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian diuretik, jika perlu

Nyeri akut Kontrol Nyeri Manajemen Nyeri


- Melaporkan nyeri terkontrol Observasi
- Mengatasi nyeri tanpa analgetik - Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
kualitas, intensitas nyeri
- Tidak mengeluh nyeri
- Identifikasi skala nyeri
- Kemampuan mengenali penyebab nyeri
- Identifikasi respons nyeri non verbal
- Kemampuan menggunakan teknik
nonfarmakologis
- Identifikasi faktor yang memperberat dan
1 2 3

Memperingan nyeri
- Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri
- Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri
- Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
- Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah
diberikan
- Monitor efek samping penggunaan analgetik Teraupetik
- Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa
nyeri (mis. TENS, hipnosis, akupresur, terapi musik,
biofeedback, terapi pijat, aromaterapi, teknik imajinasi
terbimbing, kompres hangat/dingin, terapi bermain)
- Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis.
Suhu ruangan, pencahayaan, kebisingan)

1 2 3
- Fasilitasi istirahat dan tidur
- Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan
strategi meredakan nyeri
Edukasi
- Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
- Jelaskan strategi meredakan nyeri
- Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
- Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
- Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa
nyeri
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu
Ansietas Tingkat ansietas Reduksi Ansietas
- Perilaku gelisah berkurang Observasi
- Frekuensi pernafasan normal - Identifikasi saat tingkat ansietas berubah (mis. Kondisi,
waktu, stresor)
- Frekuensi nadi normal
- Identifikasi kemampuan mengambil keputusan
- Wajah tidak tegang lagi

1 2 3
- Monitor tanda-tanda ansietas (verbal dan nonverbal)
Teraupetik
- Ciptakan suasana terapeutik untuk menumbuhkan
kepercayaan
- Temani pasien untuk mengurangi kecemasan, jika
memungkinkan
- Pahami situasi yang membuat ansietas
- Dengarkan dengan penuh perhatian
- Gunakan pendekatan yang tenang dan meyakinkan
- Tempatkan barang pribadi yang memberikan
kenyamanan
- Motivasi mengidentifikasi situasi yang memicu
kecemasan
- Diskusikan perencanaan realistis tentang peristiwa yang
akan datang

1 2 3
Edukasi
- Jelaskan prosedur, termasuk sensasi yang mungkin
dialami
- Informasikan secara faktual mengenai diagnosis,
pengobatan, dan prognosis
- Anjurkan keluarga untuk tetap bersama pasien, jika
perlu
- Anjurkan melakukan kegiatan yang tidak kompetitif,
sesuai kebutuhan
- Anjurkan mengungkapkan perasaan dan persepsi
Latih kegiatan pengalihan untuk mengurangi ketegangan
- Latih penggunaan mekanisme pertahanan diri yang tepat
- Latih teknik relaksasi
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu

1 2 3
Risiko Infeksi Tingkat Infeksi Pencegahan Infeksi
- Tidak ada kemerahan Observasi
- Nyeri berkurang - Monitor tanda dan gejala infeksi lokal dan sistematik
Teraupetik
- Tidak ada demam
- Batasi jumlah pengunjung
- Tidak ada luka yang berbau busuk
- Berikan perawatan kulit pada area edema
- Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien
dan lingkungan pasien
- Pertahankan teknik aseptik pada pasien berisiko tinggi
Edukasi
- Jelaskan tanda dan gejala infeksi
- Ajarkan cara mencuci tangan dengan benar
- Ajarkan etika batuk
- Ajarkan cara memeriksa kondisi luka atau luka operasi

1 2 3

- Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi


- Anjurkan meningkatkan asupan cairan
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu
Defisit Perawatan Diri Perawatan diri Dukungan Perawatan Diri
- Kemampuan mandi secara madiri Observasi
- Kemampuan mengenakan pakaian - Identifikasi kebiasaan aktivitas perawatan diri sesuai
asia
- Kemampuan makan secara mandiri
- Monitor tingkat kemandirian
- Kemampuan ke toilet (BAB/BAK) secara
mandiri - Identifikasi kebutuhan alat bantu kebersihan diri,
berpakaian, berhias, dan makan
-Verbalisasi keinginan melakukan perawatan diri
Teraupetik
- Minat melakukan perawatan diri - Sediakan lingkungan yang terapeutik (mis. Suasana
- Mempertahankan kebersihan diri hangat, rileks, privasi)
- Mempertahankan kebersihan mulut - Siapkan keperluan pribadi (mis. Parfum, sikat gigi, dan
sabun mandi)
- Dampingi dalam melakukan perawatan diri sampai
mandiri

1 2 3

- Fasilitasi untuk menerima keadaan ketergantungan


- Fasilitasi kemandirian, bantu jika tidak mampu
melakukan perawatan diri
- Jadwalkan rutinitas perawatan diri
Edukasi
- Anjurkan melakukan perawatan diri secara konsisten
sesuai kemampuan
26

4. Implementasi keperawatan
Implementasi merupakan tahap pelaksanaan terhadap rencana tindakan keperawatan
yang telah ditetapkan untuk perawat bersama pasien. Implementasi dilaksanakan
sesuai dengan rencana setelah dilakukan validasi, disamping itu juga dibutuhkan
keterampilan interpersonal, intelektual, teknik yang dilakukan dengan cermat dan
efisien pada situasi yang tepat dengan selalu memperhatikan keamanan fisik dan
psikologis. Setelah selesai implementasi, dilakukan dokumentasi yang meliputi
intervensi yang sudah dilakukan dan bagaimana respon pasien, pada tahap
pelaksanaan penulis tidak menemukan hambatan karena hampir semua pelaksanaan
dilakukan oleh penulis, yang bekerja sama dengan keluarga maupun perawat (Bararah
& Jauhar, 2013).

5.Evaluasi Keperawatan
Evaluasi didefinisikan sebagai keputusan dari efektifitas asuhan keperawatan antara
dasar tujuan keperawatan klien yang telah ditetapkan dengan respon perilaku yag
tampil. Evaluasi dalam keperawatan merupakan kegiatan dalam menilai tindakan
keperawatan yang telah ditentukan, untuk mengetahui pemenuhan kebutuhan klien
secara optimal dan mengukur hasil dari proses keperawatan. Tahap evaluasi
merupakan perbandingan yang sistematik dan terencana tentang kesehatan klien
dengan tujuan yang telah ditetapkan dilakukan berkesinambungan dengan melibatkan
klien dan tenaga kesehatan lainnya (Suarni & Apriyani, 2017).

Anda mungkin juga menyukai