Anda di halaman 1dari 25

RESUME PBL

Skenario 3
“Keluar Darah Merah Kehitaman”

Nama : Zabella Silviana Dwi Cahyani


Npm : 118170198
Kel : 4B
Blok : 6.1 (Safe Motherhood & Infancy)
Tutor : dr. Erma Permata Sari
Angkatan : 2018

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS GUNUNG JATI
CIREBON
2021
SKENARIO 3
Keluar Darah Merah Kehitaman
Seorang perempuan berusia 32 tahun P3A0 diantar bidan Puskesmas ke
IGD RS karena keluar darah dari jalan lahir hingga harus mengganti pembalut
setiap 2 jam. Keluhan disertai keluar bekuan darah, lemas, pandangan berkunang-
kunang. Pasien baru melahirkan 2 hari yang lalu pervaginam. Pada pemeriksaan
tanda vital didapatkan TD 100/70, Nadi 98 x/menit, RR 20 x/menit, suhu 37,6 C.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan konjungtiva anemis, lochia tidak berbau, darah
merah kehitaman (+). Dokter melakukan penatalaksanaan untuk mengatasi
perdarahan.

KLARIFIKASI ISTILAH (STEP 1)

1. Pervaginam : proses melahirkan secara alamiah melalui jalan lahir bayi.


2. Lochia : keluarnya sekret (discharge) dari vagina setelah melahirkan yang
mengandung darah, lendir, dan jaringan (desidua basalis pars superficialis dan
sel-sel epitel) saat masa nifas. Biasanya sekret berasal dari kavum uteri.
3. Konjungtiva anemis : suatu kondisi dimana konjungtiva (selaput lendiri yang
melapisi permukaan dalam kelopak mata dan permukaan luar bola mata)
berwarna putih dan kelihatan pucat.

RUMUSAN DAFTAR MASALAH (STEP 2)

1. Bagaimana terjadinya nifas dan fisiologinya?


2. Mengapa keluhan disertai keluar bekuan darah, lemas, pandangan berkunang-
kunang?
3. Apakah penyebab-penyebab keluar darah dari jalan lahir?
4. Mengapa pada PF didapatkan konjungtiva anemis, lochia tidak berbau, darah
merah kehitaman (+)?
5. Bagaimana penatalaksanaan untuk mengatasi perdarahan tersebut?
ANALISIS MASALAH (STEP 3)
1. Bagaimana terjadinya nifas dan fisiologinya?
 Nifas dimulai setelah kelahiran plasenta sampai alat kandungan kembali
seperti sebelum kehamilan. Masa nifas atau puerperium dimulai sejak 2
jam setelah lahirnya plasenta sampai dengan 6 minggu (42 hari) setelah
itu.
 Masa nifas dibagi menjadi 3: 1) Periode immediate postpartum, 2)
Periode early postpartum (24 jam – 1 minggu) 3) Periode late postpartum
(1 minggu – 5 minggu)

2. Mengapa keluhan disertai keluar bekuan darah, lemas, pandangan berkunang-


kunang?
 Uterus setelah melahirkan > lapisan superficial desidua akan nekrotik >
akan luruh > lochia > terbentuk endometrium baru
 Bekuan darah: terjadi karena proses koagulasi karena pembuluh darah
yang robek setelah plasenta dilahirkan
 Lemas dan berkunang-kunang: pembuluh darah yang robek setelah
plasenta dilahirkan akan mengeluarkan sekitar 500 ml

3. Apakah penyebab-penyebab keluar darah dari jalan lahir?


 Antepartum: lebih dari 20 minggu
 Postpartum: perdarahan postpartum primer dan sekunder. Primer: karena
adanya atonia uteri, luka robek pada rahim, retensio plasenta, gangguan
pembekuan darah. Sekunder: robekan jalan lahir dan sisa placenta
 Normalnya perdarahan mengeluarkan <500 ml darah.

4. Mengapa pada PF didapatkan konjungtiva anemis, lochia tidak berbau, darah


merah kehitaman (+)?
 Lochia tidak berbau: normalnya memiliki bau seperti cairan menstruasi,
tidak berbau mengindikasikan adanya infeksi dari clamidia.
 Lochia terjadi 2 hari setelah melahirkan dengan darah yang berwarna
kehitaman adalah normal.
 Jenis-jenis lochia:
Lochia rubra (1-3 hari): berwarna merah (darah)
Lochia sanguino lenta: berwarna merah kekuningan, sisa darah
bercampur lendir
Lochia Serosa (8-14 hari): kekuningan–kecoklatan
Lochia parulenta: keluar cairan berbau busuk
 Konjungtiva anemis: karena adanya perdarahan > penurunan cairan
intravaskular > Hb turun > suplasi oksigen menurun > metabolisme
jaringan menurun > konjungtiva anemis, lemas
 Kompensasi: vasokontriksi > penurunan aliran darah > konjungtiva
anemis
 Terjadi sistem koagulasi yang menyebabkan , darah merah kehitaman (+)

5. Bagaimana penatalaksanaan untuk mengatasi perdarahan tersebut?


 Rekomendasi WHO: pijatan uterus, balon intrauterin, kompresi aorta
eksternal, dll
 Pilihan merujuk ke RS sudah tepat karena dalam keadaan emergensi >
lakukan penilaian > resusitasi cairan > observasi perdarahan, diukur
jumlah darah > TTV > pemeriksaan penunjang darah lengkap (Hb)
Hb jika <8 bisa indikasi tranfusi darah
Jika plasenta belum lahir utuh > dilakukan manual plasenta

SISTEMATIKA MASALAH (STEP 4)


1. Bagaimana terjadinya nifas dan fisiologinya?
 Perubahan pasca persalinan:
TTV → suhu dapat naik akibat kelelahan dan kehilangan cairan. Nadi
lebih cepat, TD tidak berubah, TD kurang karena perdarahan, TD tinggi
karena preeklamsia
Uterus → terjadi perubahan pada ukuran uterus seperti pragestasi
Serviks → lubang serviks yang melebar akan mulai berkurang ukuran
lubangnya
Perineum → terjadi robekan perineum
Vagina → pintu luarnya tidak berubah ke dimensi sebelumnya
Dinding abdomen → tetap lentur
Berat Badan → terjadi penurunan BB sekitar 5-6 kg
Endokrin → terjadi penurunan estrogen dan progesteron. Peningkatan
prolaktin.
Hematologi → terjadi penurunan plasma
 Masa nifas dibagi menjadi 3:
1) Periode immediate postpartum: terjadi setelah plasenta lahir, terjadi
masalah perdarahan postpartum > periksa adanya lochia, ttv
2) Periode early postpartum (24 jam–1 minggu): harus memastikan
involusi uterus normal
3) Periode late postpartum (1 minggu–5 minggu): pada periode ini
bidan tetap melakukan perawatan dan pemeriksaan sehari-hari serta
konseling KB.
 Masa nifas: yang harus dilakukan tenaga kesehatan yaitu pencegahan
infeksi, mencegah komplikasi, asuhan menyusui ibu, dll.

2. Mengapa keluhan disertai keluar bekuan darah, lemas, pandangan berkunang-


kunang?
 Involusi uterus: proses kembalinya uterus seperti sebelum kehamilan.
Akibat kontraksi uterus yang terus menerus > uterus akan anemi >
atrofi (akibat penghentian eskresi hormon estrogen) > autolisis >
fagositosis
 Kontraksi uterus yang terus menerus akan menekan pembuluh darah
yang robek > normalnya darah yang keluar <500 ml. Jika darah yang
keluar >500 ml akan menyebabkan anemia (keluhan: lemas, berkunang-
kunang, konjungtiva anemis) akibat terjadinya penurunan Hb dan
suplasi oksigen berkurang.
 Pasien pada kasus mengalami derajat syok yang sedang.
3. Apakah penyebab-penyebab keluar darah dari jalan lahir?
 Antepartum:
 Perdarahan postpartum primer dan sekunder:
PPP Primer: karena adanya atonia uteri, luka robek pada jalan lahir,
retensio plasenta, gangguan pembekuan darah.
PPP Sekunder (terjadi pana masa nifas): robekan jalan lahir, sisa
placenta, endometritis, multiparitas, pre-eklamsia dan eklamsia, dll
 Usia 30-35 tahun bisa menjadi faktor risiko terjadinya perdarahan
postpartum. Ibu dengan multigravida lebih berisiko dari pada
primigravida. Paritas yang 2-3 masi dalam batas aman, sedangkan
paritas lebih dari 3 akan lebih berisiko.
 4T (Tone: atonia uteri, Tissue: retensio plasenta, Trauma: luka robek
pada jalan lahir, Thrombin: gangguan pembekuan darah)

4. Mengapa pada PF didapatkan konjungtiva anemis, lochia tidak berbau, darah


merah kehitaman (+)?
 Infeksi postpartum yang ditemukan pada PF:
Suhu tubuh 37,5 lebih akibat adanya infeksi Streptococcus anaerob
(yang masuk secara eksogen, autogen, dan endogen) biasanya dari
urinary tract. Infeksi terjadi akibat partus yang lama atau macet,
persalinan traumatik, kurang baiknya proses pencegahan infeksi.
Gejala: lemah, skait berat, KU buruk, kesadaran menurun, suhu tubuh
naik, nadi naik, sesak napas, lochia berbau dan bernanah, involusi uteri
buruk, PP leukositosis dan ditemukan patogen penyebab.
Infeksi di mammae: mastitis (akibat perubahan hormon)
Infeksi genital: vaginitis, servisitis, ovaritis

5. Bagaimana penatalaksanaan untuk mengatasi perdarahan tersebut?


 Harus mencari penyebab perdarahan
 Rujuk karena keadaan emergensi > dinilai perdarahan > resusitasi
cairan > observasi perdarahan > TTV > PP (terutama Hb) > beri cairan
IV > beri oksitosin > jika demam, beri seftriakson > jika Hb kurang
dari 8, lakukan transfusi darah > observasi secara berkala

MIND MAP

Komplikasi Post-
Partum

Penegakan
Etiologi Faktor Resiko Klasifikasi Tatalaksana Pencegahan
Diagnosis

Primer Sekunder

Gambar 1. Mind Map.

SASARAN BELAJAR (STEP 5)

1. Perubahan yang terjadi pada masa nifas secara fisiologi (hormon, organ)
2. Komplikasi postpartum
a. Macam-macam komplikasi (Patofisiologi terjadinya komplikasi
postpartum dihubungkan dengan etiologi dan faktor resiko serta
Penatalaksanaan komplikasi postpartum)

REFLEKSI DIRI

Alhamdulillah PBL skenario 3 dengan judul “Keluar Darah Merah Kehitaman” di


pertemuan pertama kali ini berjalan cukup baik dan lancar. Selain itu, semua
anggota diskusi berpartisipasi cukup aktif selama diskusi berlangsung. Semoga
pada pertemuan selanjutnya semakin lebih baik lagi, Aamiin

BELAJAR MANDIRI (STEP 6)


PENJELASAN (STEP 7)
1. Perubahan yang terjadi pada masa nifas secara fisiologi (hormon, organ)

Sistem Perubahan

Reproduksi Uterus a. Terjadi proses involusi seperti berikut:


1) Saat bayi lahir, TFU setinggi pusat (1000 gram)
2) Saat uri lahir, TFU 3 jari di bawah pusat (750
gram)
3) 1 minggu PP,TFU pertengahan pusat simfisis (500
gram)
4) 2 minggu PP, TFU sudah tidak teraba (350 gram)
5) 6 minggu, TFU bertambah kecil (50 gram)
6) 8 minggu, sebesar normal (30 gram)
Pembuluh darah : Terdapatnya peningkatan aliran
darah uterus massif yang penting untuk
mempertahankan kehamilan, dimungkinkan oleh
adanya hipertrofi dan remodeling signifikan yang
telah terjadi pada pembuluh darah pelvis. Setelah
pelahiran, diameternya berkurang kira-kira ke ukuran
sebelum kehamilan. Pada uterus puerperal, pembuluh
darah yang membesar menjadi tertutup oleh
perubahan hialin, secara perlahan terabsorbsi
kembali, kemudian digantikan oleh yang lebih kecil.
Akan tetapi sedikit sisa-sisa dari pembuluh darah
yang lebih besar tersebut tetap bertahan selama
beberapa tahun.
b. Pengeluaran lochea (terjadinya peluruhan jaringan
desidua sehingga ada duh vagina yang terdiri dari
eritrosit, potongan jaringan desidua, sel epitel, dan
bakteri), mulai dari lochea rubra : duh tersebut
berwarna merah karena adanya darah dalam jumlah
cukup banyak (1-4 hari PP), lochea sanguinolenta :
berwarna merah kekuningan berisi darah dan lendir
(4-7 hari PP), lochea serosa : lokia menjadi semakin
pucat (7-14 hari PP) hingga lochea alba : karena
campuran leukosit dan penurunan kandungan cairan,
lokia berwarna putih atau putih kekuningan (2-6
minggu PP), lokia ini dapat bertahan selama 4-8
mingggu setelah persalinan
kelainan dari lochea  lochea purulenta (apabila
terjadi infeksi akan ada cairan seperti nanah dan
berbau busuk), dan lochiostatis (lochea tidak lancar
keluar)

Setelah bayi lahir tangan masih bisa masuk rongga


Serviks rahim, setelah 2 jam PP dapat dimasuki 2-3 jari, pada
minggu ke 6 serviks menutup.

Penurunan estrogen menyebabkan penipisan mukosa


vagina, dan hilangnya rugae. Rugae akan terlihat
kembali sekitar minggu ke-4 PP
Pada awal masa nifas, vagina dan ostiumnya
membentuk saluran yang berdinding halus dan lebar
yang ukurannya berkurang secara perlahan namun
Vulva,
jarang kembali ke ukuran semula saat nulipara.
Vagina, dan
Rugae mulai muncul kembali pada minggu ke 3-4,
Ostium
namun tidak semenonjol sebelumnya. Hymen tinggal
Uretra
berupa potongan-potongan kecil sisa jaringan, yang
membentuk jaringan parut disekitar carunculae
myniformes. Epitel vagina mulai berproliferasi pada
minggu ke-4 sampai minggu ke-6, biasanya
bersamaan dengan dengan kembalinya produksi
estrogen ovarium.

Payudara ASI dalam stadium laktasi dibedakan menjadi:


1) Kolostrum : dikeluarkan pada hari ke-1 sampai ke-
3 postpartum, berwarna kekuning-kuningan (kuning
lemon tua) dari papilla mammae, mengandung lebih
banyak mineral dan asam amino dibandingkan air
susu biasa. Kolostrum juga mengandung lebih
banyak protein, sebagian besarnya adalah globulin,
namun sedikit gula dan lemak.
2) ASI masa peralihan : dikeluarkan dari hari ke-4
sampai hari ke-10
3) ASI matur : dikeluarkan pada hari ke-10 dan
seterusnya, berwarna putih kekuningan, ASI
merupakan suspensi lemak dan protein dalam larutan
karbohidrat mineral

Tingginya kadar progesteron pada kehamilan


melambatkan kontraksi otot-otot polos sehingga
menyebabkan konstipasi. Walaupun pada masa nifas
kadar progesteron menurun, faal usus masih
memerlukan waktu 3-4 hari untuk kembali normal
sehingga nafsu makan ibu menurun dan dalam waktu
2-3 hari postpartum ibu sudah harus buang air besar.
Pencernaan (termasuk
Ligamentum rotundum dan latum memerlukan waktu
peritoneum dan abdomen)
yang cukup lama untuk pulih dari peregangan dan
pelonggaran yang terjadi selama kehamilan. Sebagai
akibat dari rupture serat elastic pada kulitdan distensi
lama Karena uterus hamil, maka dinding abdomen
tetap lunak dan flaksid. Beberapa minggu dibutuhkan
oleh struktur-struktur tersebut untuk kembali menjadi
normal.

Perkemihan Penekanan sfingter uretra oleh kepala janin pada saat


persalinan menyebabkan oedem kandung kemih dan
menimbulkan obstruksi dari uretra sehingga sering
terjadi retensio urin. Pada puerperium kandung
kemih harus segera dikosongkan 6 jam postpartum
karena sisa urin memudahkan terjadinya infeksi.
Pascapartum, kandung kemih mengalami
peningkatan kapasitas dan relative tidak sensitive
terhadap tekanan intravesika. Jadi, overdistensi,
pengosongan yang tidak sempurna, dan residu urin
yang berlebihan biasa terjadi.

Dinding abdominal lembek setelah proses persalinan


Muskuloskeletal
karena peregangan selama kehamilan

Terjadi penurunan kadar HPL (Human Plasental


Lactogen), estrogen dan kortisol serta plasenta
enzyme insulinase sehingga kadar gula darah
menurun pada masa puerperium. Kadar estrogen dan
progesteron menurun setelah plasenta keluar. Kadar
Endokrin
terendahnya dicapai kira-kira 1 minggu post partum.
Pada wanita yang tidak menyusui estrogen
meningkat pada minggu kedua setelah melahirkan
dan lebih tinggi dari pada wanita yang menyusui
pada post partum hari ke- 17.

Tanda-Tanda Vital 1) Suhu: 24 jam PP akan naik sedikit sebagai akibat


kerja keras sewaktu melahirkan, kehilangan cairan
dan kelelahan Pada hari ke-3 suhu akan naik lagi
karena ada pembentukan ASI
2) Tekanan darah: biasanya tidak berubah,
kemungkinan akan lebih rendah setelah melahirkan
karena ada perdarahan
3) Nadi: sehabis melahirkan biasanya denyut nadi
akan lebih cepat
4) Pernafasan: keadaan pernafasan selalu
berhubungan dengan keadaan suhu dan denyut nadi.
Apabila suhu dan denyut nadi tidak normal,
pernafasan juga akan mengikutinya kecuali ada
gangguan khusus pada saluran pernafasan

Tiga perubahan kardiovaskuler pasca partum:


1) Hilangnya sirkulasi uteroplasenta yang
mengurangi ukuran pembuluh darah maternal 10-
15%
Kardiovaskuler
2) Hilangnya fungsi endokrin plasenta yang
menghilangkan stimulus vasodilatasi
3) Terjadinya mobilisasi air ekstravaskular yang
disimpan selama wanita hamil

Pada hari pertama postpartum, kadar fibrinogen dan


plasma akan sedikit menurun tetapi darah lebih
Hematologi
mengental dengan peningkatan viskositas sehingga
meningkatkan factor pembekuan darah

Tabel 1.1. Perubahan Fisiologis pada Masa Nifas

2. Komplikasi postpartum (Macam-macam komplikasi : Patofisiologi


terjadinya komplikasi postpartum dihubungkan dengan etiologi dan
faktor resiko serta Penatalaksanaan komplikasi postpartum)
Dibawah ini beberapa komplikasi yang dapat terjadi selama postpasrtum yaitu
antara lain sebagai berikut :
a. Perdarahan Postpartum
a) Patofisiologi terjadinya komplikasi postpartum dihubungkan
dengan etiologi dan faktor resiko
Diklasifikasikan menjadi 2 macam yaitu sebagai berikut :
1) Perdarahan Pospartum Primer
Perdarahan pascapersalinan yang terjadi dalam 24 jam pertama
kelahiran. Penyebab utama perdarahan postpartum primer adalah
atonia uteri, retensio plasenta, sisa plasenta, robekan jalan lahir,
dan inversio uteri
2) Perdarahan Pospartum Sekunder
Perdarahan pasca persalinan yang terjadi setelah 24 jam pertama
kelahiran. Perdarahan postpartum sekunder disebebkan oleh
infeksi, penyusutan rahim yang tidak baik, atau sisa plasenta yang
tertinggal.

Volume Tekanan
Gejala dan
Kehilangan Darah Derajat Syok
Tanda
Darah (Sistolik)

500 – 1000 ml Normal Palpitasi, Terkompensasi


(10 – 15%) takikardia,
pusing

1000 – 1500 ml Penurunan Lemah, Ringan


(15 – 25%) ringan (80- 100 takikardia,
mmHg) berkeringat

1500 – 2000 ml Penurunan Gelisah, pucat, Sedang


(25 – 35%) Sedang (70 – oliguria
80 mmHg)

2000 – 3000 ml Penurunan Pingsan, Berat


(35 – 50%) Tajam (50 – 70 hipoksia,
mmHg) anuria

Tabel 2.1. Penilaian Klinis untuk Menentukan Derajat Syok


b) Penatalaksanaan komplikasi postpartum
Diberikan penanganan awal dengan :
Melakukan masasse uterus agar terjadi kontraksi dan mengeluarkan
bekuan darah

Mengkaji kondisi ibu (kesadaran, TTV, warna kulit, kontraksi uterus,
kandung kemih dalam keadaan kosong) dan observasi banyaknya
darah yang keluar. Jika ada syok, pastikan jalan nafas terbuka

Berikan oksitoksin 10 IU IV dan Ergometrin 0,5 mikrogram IV. Bisa
diberikan IM, apabila tidak bisa melalui IV

Menyiapkan donor untuk transfusi, mengambil sampel darah untuk di
periksa, berikan NaCl (apabila ada syok)

Mengawasi agar uterus terus berkontraksi dengan baik, tambahkan
oksitoksin 40 IU dalam 1 liter cairan infus dengan tetesan 40 tpm

Jika perdarahan persisten dan uterus relaksasi, lakukan kompresi
bimanual

Tetapi jika uterus terus berkontraksi, pastikan ada tidaknya laserasi
jalan lahir

Jika ada indikasi infeksi, berikan antibiotik
Tujuan utama pertrolongan pada pasien dengan perdarahan postpartum
adalah menemukan dan menghentikan penyebab dari perdarahan
secepat mungkin. Terapi pada pasien dengan hemorraghe postpartum
mempunyai 2 bagian pokok yaitu sebagai berikut :
(1) Resusitasi dan manajemen yang baik terhadap perdarahan Pasien
dengan hemorraghe postpartum memerlukan penggantian cairan
dan pemeliharaan volume sirkulasi darah ke organ – organ penting.
Pantau terus perdarahan, kesadaran dan tanda-tanda vital pasien.
Pastikan dua kateler intravena ukuran besar untuk memudahkan
pemberian cairan dan darah secara bersamaan apabila diperlukan
resusitasi cairan cepat.
(a) Pemberian cairan : berikan normal saline atau ringer lactate
(b) Transfusi darah : bisa berupa whole blood ataupun packed red
cell
(c) Evaluasi pemberian cairan dengan memantau produksi urine
(dikatakan perfusi cairan ke ginjal adekuat bila produksi urin
dalam 1jam 30 cc atau lebih).
(2) Manajemen penyebab
(a) Atonia uteri
Lakukan kompres bimanual apabila perdarahan masih
berlanjut, letakkan satu tangan di belakang fundus uteri dan
tangan yang satunya dimasukkan lewat jalan lahir dan
ditekankan pada fornix anterior.
(b) Sisa plasenta
Apabila kontraksi uterus jelek atau kembali lembek setelah
kompresi bimanual ataupun massase dihentikan, bersamaan
pemberian uterotonica (ergonovin 0,2 mg setiap 3-4 jam
selama 24-48 jam) dan lakukan eksplorasi. Beberapa ahli
menganjurkan eksplorasi secepatnya, akan tetapi hal ini sulit
dilakukan tanpa general anestesi kecuali pasien jatuh dalam
syok. Jangan hentikan pemberian uterotonica selama dilakukan
eksplorasi.

b. Breast Engorgement (Pembengkakan Payudara)


a) Patofisiologi terjadinya komplikasi postpartum dihubungkan
dengan etiologi dan faktor resiko
Pembengkakan payudara adalah pembendungan air susu karena
penyempitan duktus lakteferi atau oleh kelenjar-kelenjar yang tidak
dikosongkan dengan sempurna atau karena kelainan pada puting susu.
Gejala yang terjadi yaitu pada payudara akan terasa penuh dengan
ASI, terasa berat, panas, dan keras. Bila diperiksa ASI keluar, dan
tidak demam. Pada payudara bengkak, payudara oedem dan sakit,
puting kencang, kulit mengkilat walau tidak merah, dan bila diperiksa
atau dihisap ASI tidak keluar. Badan bisa demam setelah 24 jam.
b) Penatalaksanaan komplikasi postpartum
(1) Farmakologi
Terapi farmakologis yang digunakan adalah obat anti inflamasi
serrapeptase (danzen) yang merupakan agen enzim anti inflamasi
10 mg tiga kali sehari atau Bromelain 2500 unit dan tablet yang
mengandum enzim protease 20.000 unit. Terapi pembengkakan
payudara diberikan secara simtomatis yaitu mengurangi rasa
sakitnya (analgetik) seperti paracetamol atau ibuprofen
(2) Non-farmakologi
Menganjurkan kepada ibu untuk melakukan :
(a) Masase payudara dan ASI diperas dengan tangan sebelum
menyusui.
(b) Kompres dingin untuk mengurangi statis pembuluh darah vena
dan rasa nyeri. Dapat dilakukan secara bergantian dengan
kompres hangat untuk melancarkan pembuluh darah pada
payudara.
(c) Menyusui lebih sering dan lebih lama untuk melancarkan
aliran ASI dan menurunkan tegangan payudara

c. Infeksi Masa Nifas


1) Infeksi Perineum, Vulva (Vulvinitis), dan Vagina
a) Patofisiologi terjadinya komplikasi postpartum dihubungkan
dengan etiologi dan faktor resiko
Vulvitis adalah suatu peradangan pada vulva (organ kelamin luar
wanita),sedangkan vulvovaginitis adalah peradangan pada vulva
dan vagina. Gejala yang paling sering ditemukan adalah
keluarnya cairan abnormal dari vagina, dikatakan abnormal jika
jumlahnya sangat banyak serta baunya menyengat atau disertai
gatal-gatal dan nyeri. Bisa menyebabkan gejala lain selain rasa
nyeri akan disertai rasa panas pada tempat infeksi dan kadang-
kadang ada keluhan perih ketika BAK, suhu > 38C, dan nadi <
100 kali/menit.
b) Penatalaksanaan komplikasi postpartum
Menghindari penggunaan bahan yang dapat menimbulkan iritasi
di sekitar daerah genital

Menggunakan salep kortison, untuk mengurangi peradangan

Jika vulvitis disebabkan infeksi vagina, dapat dipertimbangkan
pemberian antibiotik sesuai penatalaksanaan vaginitis atau
vulvovaginitis.

2) Servisitis atau Endoservisitis


a) Patofisiologi terjadinya komplikasi postpartum dihubungkan
dengan etiologi dan faktor resiko
Servisitis / Endoservisitis adalah inflamasi mukosa dan kelenjar
serviks yang dapat terjadi ketika organisme mencapai akses ke
kelenjar servikal setelah berhubungan seksual, aborsi, manipulasi
intrauterine, atau persalinan. Manifestasi klinis yang dapat
dirasakan antara lain :
(1) Keluarnya bercak darah/ perdarahan, perdarahan pascakoitus.
(2) Leukorea (keputihan)
(3) Sakit pinggang bagian sacral
(4) Nyeri abdomen bawah
(5) Gatal pada area kemaluan
(6) Sering terjadi pada usia muda dan seseorang yang aktif dalam
berhubungan seksual
(7) Gangguan perkemihan (disuria) dan gangguan menstruasi
(8) Pada servisitis kronik biasanya akan terjadi erosi, suatu
keadaan yang ditandai oleh hilangnya lapisan superficial
epitel skuamosa dan pertumbuhan berlebihan jaringan
endoserviks.
b) Penatalaksanaan komplikasi postpartum
Pemberian antibiotik terutama bila ditemukan gonococcus dalam
sekret

Jika servisitis tidak segera sembuh dilakukan tindakan operatif
dengan melakukan konisasi

Pada servisitis kronik pengobatannya lebih baik dilakukan dengan
jalan kauterisasi-radial dengan termokauter atau dengan krioterapi

3) Endometritis
a) Patofisiologi terjadinya komplikasi postpartum dihubungkan
dengan etiologi dan faktor resiko
Uterus pada ibu dengan endometritis akan menunjukkan ukuran
yang agak membesar, serta nyeri pada perabaan dan lembek. Pada
hari ketiga setelah postpartum suhu akan meningkat, nadi cepat,
tetapi beberapa hari kemudian suhu akan menurun dan dalam
kurang lebih 1 minggu kemudian keadaan suhu normal kembali.
Gejala klinis yang biasanya ditemukan seperti demam, sakit perut
bagian bawah, lochia berbau busuk, perdarahan abnormal vagina,
dyspareunia, dysuria, dan malaise.
b) Penatalaksanaan komplikasi postpartum
Terapi pilihan untuk endometritis adalah diberikan antibiotik
seperti doksisiklin 100 mg per oral 2x sehari selama 10 hari.
Dapat pula dipertimbangkan cakupan yang lebih luas untuk
organisme anaerobik terutama kalau ada vaginosis bacterial

Jika terkait dengan PID (pelvic inflamantory disease) akut terapi
harus fokus pada organisme penyebab utama termasuk
N.gonorrhoeaedan dan C.trachomatis. Demikian pula cakupan
polimikrobial yang lebih luas.

4) Peritonitis
a) Patofisiologi terjadinya komplikasi postpartum dihubungkan
dengan etiologi dan faktor resiko
Peritonitis nifas biasanya terjadi karena adanya perluasan dari
endometritis, tetapi dapat juga ditemukan bersama dengan
salpongo-ooforitis dan sellulitis pelvika. Hal ini dapat terjadi
karena abses pada sellulotis pelvika mengeluarkan nanahnya
kerongga peritoneum dan menyebabkan peritonitis umum, dan
terbatas pada daerah pelvik. Gejala yang dapat timbul tidak
seberapa beratnya seperti pada peritonitis umum, dimana
penderita akan mengeluhkan demam, perut bawah nyeri, tetapi
keadaan umumnya akan tetap baik.

5) Sellulitis Pelvika (Parametritis)


a) Patofisiologi terjadinya komplikasi postpartum dihubungkan
dengan etiologi dan faktor resiko
Sellulitis pelvika ringan dapat menyebabkan suhu menjadi tinggi
dalam masa nifas. Apabila suhu tinggi ini terus menetap lebih dari
1 minggu dan disertai dengan rasa nyeri di kiri atau kanan dan
nyeri pada pemeriksaan dalam.

6) Mastitis (peradangan pada payudara)


a) Patofisiologi terjadinya komplikasi postpartum dihubungkan
dengan etiologi dan faktor resiko
Bisa terjadi sepanjang periode menyusui, paling sering terjadi
antara hari ke 10 dan hari ke 28 setelah persalinan

Apabila ASI menetap di bagian tertentu atau pada satu atau lebih
segmen payudara, karena saluran tersumbat atau karena payudara
bengkak, maka ini disebut stasis ASI

Bila ASI tidak juga dikeluarkan, akan terjadi peradangan jaringan
payudara yang disebut mastitis tanpa infeksi, dan bila telah
terinfeksi bakteri disebut mastitis terinfeksi

Gejala yang ditimbulkan demam dengan suhu lebih dari 38,5oC,
menggigil, nyeri atau ngilu seluruh tubuh, payudara menjadi
kemerahan, tegang, panas, bengkak, dan terasa sangat nyeri,
peningkatan kadar natrium dalam ASI yang membuat bayi
menolak menyusui karena ASI terasa asin, timbul garis-garis
merah ke arah ketiak.
b) Penatalaksanaan komplikasi postpartum
Dapat diberikan penanganan dengan melakukan :
Pengompresan dengan air hangat pada payudara

Untuk mengurangi rasa sakit yang timbul, bisa diberikan obat
analgesik

Untuk mengatasi infeksi diberikan antibiotik

Bayi mulai menyusui dari payudara yang mengalami peradangan

Menganjurkan kepada ibu untuk mengkonsumsi makanan dan
bergizi dan istirahat yang cukup

7) Abses Payudara
a) Patofisiologi terjadinya komplikasi postpartum dihubungkan
dengan etiologi dan faktor resiko
Merupakan komplikasi yang dapat terjadi apabila mastitis tidak
ditangani dengan baik, sehingga memperberat terjadinya infeksi.
Abses payudara adalah akumulasi nanah pada jaringan payudara.
Hal ini biasanya disebabkan oleh infeksi pada payudara. Cedera
dan infeksi pada payudara dapat menghasilkan gejala yang sama
dengan di bagian tubuh lainnya, kecuali pada payudara, infeksi
cenderung memusat dan menghasilkan abses kecil. Hal ini dapat
menyerupai kista. Gejala yang terjadi, nyeri pada payudara,
kemerahan, pembengkakan dan sensasi rasa panas pada area yang
terkena, demam dan kedinginan, rasa sakit secara keseluruhan,
bengkak dengan getah bening di bawah ketiak.
b) Penatalaksanaan komplikasi postpartum
Penanganan yang dapat dilakukan yaitu :
Memperhatikan teknik menyusui yang benar, dan harus sering
menyusui bayinya walaupun dalam keadaan mastitis. Mulai
menyusui dari payudara yang sehat

Kompres payudara dengan air hangat dan air dingin secara
bergantian

Menghentikan menyusui saat sudah mengalami abses, tetapi ASI
harus tetap dikeluarkan

Apabila bertambah parah sampai mengeluarkan nanah, diberikan
antibiotik, dan untuk mengurangi nyeri bisa diberikan analgesik
(seperti acetaminophen atau ibuprofen)

Rujuk apabila keadaan bertambah berat

8) Infeksi Saluran Kemih saat Nifas (ISK)


a) Patofisiologi terjadinya komplikasi postpartum dihubungkan
dengan etiologi dan faktor resiko
Kejadian infeksi saluran kemih pada masa nifas relatif tinggi dan
hal ini dihubungkan dengan hipotoni kandung kemih akibat
trauma kandung kemih waktu persalinan, pemeriksaan dalam
yang sering, kontaminasi kuman dari perineum, atau kateterisasi
yang sering. Gejala yang terjadi nyeri dibawah perut, susah
kencing atau keluar hanya sedikit , sering berkemih dan tak dapat
ditahan, retensi urin, demam, menggigil, perasaan mual dan
muntah, lemah, nyeri pinggang.
b) Penatalaksanaan komplikasi postpartum
Prinsip manajemen ISK meliputi intake cairan yang banyak,
antibiotika yang adekuat dan jika perlu terapi simsptomatik untuk
alkanisasi urin :
(1) Hampir 80% pasien akan memberikan respon setelah 48 jam
dengan antibiotika tunggal seperti : ampisilin 3 gram,
trimetropim 200 mg
(2) Bila insfeksi menetap disertai kelainan urinalisis (leukosuria)
diperlukan terapi konvensional selama 5-10 hari.
Reinfeksi berulang
(1) Disertai dengan faktor predisposisi, terapi antimikroba yang
intensif diikuti koreksi faktor resiko
(2) Tanpa faktor predisposisi
 Asupan cairan yang banyak
 Cuci setelah melakukan senggama diikuti terapi
antimikroba takaran tunggal (misalnya trimetoprim 200
mg)
(3) Terapi antimikroba jangka lama sampai 6 bulan.

d. Abrasi dan atau Cracked Nipple


a) Patofisiologi terjadinya komplikasi postpartum dihubungkan
dengan etiologi dan faktor resiko
Dapat terjadi karena adanya trauma puting pada saat menyusui, selain
itu dapat terjadi karena adanya retak dan pembentukan celah-celah.
b) Penatalaksanaan komplikasi postpartum
Biasanya dapat sembuh sendiri dalam waktu 48 jam

e. Preeklampsia dan Eklampsia


1) Preeklampsia
a) Patofisiologi terjadinya komplikasi postpartum dihubungkan
dengan etiologi dan faktor resiko
Preeklampsia ini diklasifikasikan menjadi :
(1) Tekanan Darah  140/90 mmHg setelah gestasi 20 minggu
(2) Proteinuria  300 mg/24 jam atau  dipstick 1+
Penegakan diagnosis preeklampsia :
(1) Tekanan darah  160/110 mmg
(2) Proteinuria 2,0 g/24 jam atau ≥ 2+
(3) Kreatin serum > 1,2 mg/dl kecuali jika diketahui sebelumnya
sudah meningkat
(4) Trombosit < 1.000.000/mm3
(5) Hemolisis mikroangiopati (peningkatan LDH)
(6) Peningkatan ALT atau AST
(7) Nyeri kepala menetap atau gangguan otak atau penglihatan
lainnya
(8) Nyeri epigastrum menetap

2) Eklampsia
a) Patofisiologi terjadinya komplikasi postpartum dihubungkan
dengan etiologi dan faktor resiko
Merupakan kasus akut pada ibu dengan preeklampsia yang
disertai dengan kejang menyeluruh dan koma. Ekslampsia
postpartum pada umumnya hanya terjadi dalam waktu 24 jam
pertama setelah persalinan
b) Penatalaksanaan komplikasi postpartum
Berikut adalah prinsip penatalaksanaan eklampsia berdasarkan
Konsensus Himpunan Kedokteran Fetomaternal Indonesia (2010),
yaitu:
(1) Terapi suportif untuk stabiisasi
(2) Airway, Breathing, Circulation (ABC)
(3) Mengatasi dan mencegah kejang
(4) Koreksi hipoksemia dan asedemia
(5) Mengatasi dan mencegah penyulit, khususnya krisis
hipertensi

f. Emboli Masa Nifas


a) Patofisiologi terjadinya komplikasi postpartum dihubungkan
dengan etiologi dan faktor resiko
Emboli merupakan penyumbatan mendadak pada pembuluh darah
arteri oleh bekuan atau benda asing yang terbawa oleh aliran darah ke
tempat tersangkutnya. Faktor resiko tromboemboli vena selama
kehamilan dan nifas meliputi riwayat pribadi atau keluarga mengalami
hal tersebut, obesitas, diabetes melitus, atau gangguan hiperkoagulasi.
Terdapat peningkatan resiko trombosis vena sebanyak 60 kali lipat
dalam periode postpartum. Resiko ini tinggi terutama selama 6
minggu pertama setelah melahirkan
b) Penatalaksanaan komplikasi postpartum
Penatalaksanaan emboli masa nifas adalah apabila terjadi trombosis
ringan, khususnya dari vena permukaan, di tangani melalui istirahat
dan pemberian obat seperti asidum asetilsalisikum (asam asetilasilat)

Jika terdapat peradangan, di berikan antibiotik

Segera setelah nyeri hilang, anjurkan untuk mulai berjalan

g. Komplikasi terhadap Psikologis


Selama masa nifas dapat terjadi juga komplikasi pada psikologis ibu
setelah melahirkan, diantaranya yaitu :
1) Kehilangan nafsu makan dalam waktu yang lama
2) Merasa sedih atau tidak mampu mengasuh diri dan bayinya
3) Kemurungan nifas yang meliputi postpartum blues, depresi
postpartum, dan psikosis postpartum

DAFTAR PUSTAKA
1. Tortora G. J, Derrickson B. Dasar Anatomi & Fisiologi : Pemeliharaan &
Kontinuitas Tubuh Manusia. Edisi 13, Volume 2. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC ; 2017
2. Prawirohardjo, S. Ilmu Kebidanan. Jakarta: PT. Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo; 2014.
3. Anwar, M. Ilmu Kandungan. Edisi 3. Jakarta: PT. Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo; 2017.
4. Cunningham, et.al. Obstetri Williams. Edisi 23 Vol.1. Jakarta: EGC; 2018.
5. Smith R. Netter’s Obstetrics & Gynecology. 2 nd edition. Philaadelphia :
Elsevier ; 2008
6. Setiati S. Alwi I. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edii 2. Jilid 2. Jakarta ;
EGC ; 2015
7. Sjamsuhidayat R. Buku Ajar Ilmu Bedah De Jong. Edisi 3. Jakarta : EGC ;
2011

Anda mungkin juga menyukai