Anda di halaman 1dari 15

KEWARGANEGARAAN

DOSEN PENGAMPUH: MUHAMMAD AMIN, S.H,


M.H ANGGOTA KELOMPOK 4:
FRENDY ASMARA (B1A122118)
ALFINA NUR FEBRIANTI (B1A122119)
IYAD RIZQUL HADIAN (B1A122120)
AHMAD RIDHO FAHLEVI
(B1A122121)
MUHAMMAD REZKY KURNIAWAN (B1A122122)
RAHUL RAJANA LUBIS (B1A122123)
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami haturkan kehadirat Allah Swt. yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami bisa menyelesaikan makalah kami
tentang "kewarganegaraan (sejarah, regulasi, dan asas-asas
kewarganegaraan".
Tidak lupa juga kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
telah turut memberikan kontribusi dalam penyusunan makalah ini.
Sebagai penyusun, kami menyadari bahwa masih terdapat kekurangan. Oleh
karena itu, kami dengan rendah hati menerima saran dan kritik dari
pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah kami.
Kami berharap semoga makalah yang kami susun ini memberikan manfaat
untuk pembaca.
DAFTAR ISI

1. PENGERTIAN KEWARGANEGARAAN
2. SEJARAH KEWARGANEGANEGARAAN
3. REGULASI KEWARGANEGARAAN
4. ASAS KEWARGANEGARAAN
1. PENGERTIAN KEWARGANEGARAAN
Pengertian Kewarganegaraan adalah keanggotaan seseorang dalam satuan
politik tertentu (secara khusus: negara) yang dengannya membawa hak
untuk berpartisipasi dalam kegiatan politik. Seseorang dengan keanggotaan
yang demikian disebut warga negara. Seorang warga negara berhak
memiliki paspor dari negara yang dianggotainya.
Kewarganegaraan memiliki kemiripan dengan kebangsaan yang
membedakana adalah hak-hak untuk aktif dalam perpolitikan. Ada
kemungkinan untuk memiliki kebangsaan tanpa menjadi seorang warga
negara (contoh secara hokum berpartisispasi dalam politik). Juga
dimungkinkan untuk memiliki hak politik tanpa menjadi anggota bangsa dari
suatu negara.
Kewarganegaraan merupakan bagian dari konsep kewargaan (bahasa
Inggris: citizenship). Di dalam pengertian ini, warga suatu kota atau
kabupaten disebut sebagai warga kota atau warga kabupaten, karena
keduanya juga merupakan satuan politik. Dalam otonomi daerah,
kewargaan ini menjadi penting, karena masing-masing satuan politik akan
memberikan hak (biasanya sosial) yang berbeda-beda bagi warganya.
Nationality (kebangsaan) sebagai suatu pertalian hukum harus dibedakan
dari citizenship (kewarganegaraan). Citizenship adalah suatu status menurut
hukum dari suatu negara yang memberi keuntungan-keuntungan hukum
tertentu dan membebankan kewajiban-kewajiban tertentu kepada individu.
Nationality sebagai istilah hukum internasional menunjuk kepada ikatan,
yaitu ikatan seorang individu terhadap suatu negara yang memberi kepada
suatu negara hak untuk mengatur dan melindungi nationals-nya, meskipun
di luar negeri. Walaupun pada umumnya nationality itu dirimbag (derived,
derivasi) dari citizenship, tetapi baik nationality maupun citizenship berasal
dari hukum suatu negara, sedangkan international law memberi
pembatasan-pembatasan tertentu terhadap hak dari suatu negara untuk
memberikan nationality dan perjanjian-perjanjian (treaties) mungkin
mengadakan pembatasan-pembatasan tertentu pula.
Istilah kewarganegaraan memiliki arti keanggotaan yang menunjukkan
hubungan atau ikatan antara negara dan warga negara. Kewarganegaraan
diartikan segala jenis hubungan dengan suatu negara yang
mengakibatkan adanya kewajiban negara itu untuk melindungi orang
yang bersangkutan,
Adapun menurut Undang-Undang Kewarganegaraan Republik Indonesia,
kewarganegaraan adalah segala ikhwal yang berhubungan dengan negara.
Pengertian kewarganegaraan dibedakan menjadi dua, yaitu sebagai berikut:
Kewarganegaraan dalam arti yuridis dan sosiologis. Kewarganegaraan dalam
arti yuridis ditandai dengan adanya ikatan hukum antara orang-orang
dengan negara. Kewarganegaraan dalam arti sosiologis tidak ditandai
dengan ikatan hukum, tetapi ikatan emosional, seperti ikatan perasaan,
ikatan keturunan, ikatan nasib, ikatan sejarah, dan ikatan tanah air.
Kewarganegaraan dalam arti formil dan materil. Kewarganegaraan dalam
arti formil menunjukkan pada tempat kewarganegaraan. Dalam sistematika
hukum, masalah kewarganegaraan berada pada hukum publik.
Kewarganegaraan dalam arti materil menunjukkan pada akibat hukum dari
status kewarganegaraan, yaitu adanya hak dan kewajiban warga negara.

2. SEJARAH KEWARGANEGARAAN
Konsep kewarganegaraan pertama kali muncul di kota-kota Yunani
Kuno. Ini sebagai reaksi ketakutan soal berbudakan.
Di Yunani mengembangkan konsep demokrasi langsung. Setiap warga
negara berperan secara aktif dalam menentukan nasibnya maupun
kehidupan masyarakatnya. Setiap warga negara di Kota Yunani berhak
dalam kehidupan demokratis dengan memilih wakil-wakil rakyat secara
resmi. Selain itu dalam kegiatan rutin sehari-hari dalam persoalaan
administrasi dan hukum.
Bangsa Romawi pertama kali menggunakan kewarganegaraan sebagai alat
untuk membedakaan penduduk Kota Roma dari orang-orang yang
wilayahnya telah ditaklukan dan disatukan oleh Roma. Ketika kekaisaran
terus tumbuh, orang-orang Romawi memberikan kewarnegaraan kepada
sekutu di seluruh Italia dan di provinsi Romawi lainnya. Kewarganegaraan di
Romawi memberikan hak hukum penting di dalam kekaisaran.
Di Eropa konsep kewarganegaraan nasional hampir hilang selama
pertengahan abad. Itu diganti oleh sistem hak dan kewajiban feodal. Pada
akhir Abad Pertengahan, kepemilikan kewarganegaraan di berbagai kota di
Italia dan Jerman berubah menjadi jaminan kekuatan bagi pedagang dan
orang-orang istimewa. Konsep kewarganegaraan modern terjadi
perubahan pada abad ke-18 selama Revolusi Amerika dan Perancis. Konsep
warga
negara datang untuk menyarankan kepemilikan kebebasan tertentu dalam
menghadapi kekuatan paksaan dari raja-raja absolut.
Di Inggris, konsep warga negara merujuk pada keanggotaan kerajaan di
daerah atau kota setempat. Ini digunakan untuk menekan posisi warga
negara kepada raja atau negara. Konsep ini didahulukan untuk warga
negara yang memakai undang-undang kebangsaan.
Dikutip dari situs resmi kementerian luar negeri (kemenlu), di Indonesia
tentang kewarganegaraan sudah tercantum dalam Undang-Undang (UU)
Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan. UU tersebut adalah
pengganti UU Kewarganegaraan yang lama, yaitu UU Nomor 63 tahun 1958.
Karena sudah tidak sesuai dengan perkembangan masyarakat dan
ketatanegaraan Republik Indonesia. Warga negara di Indionesia akan
diberikan Kartu Tanda Penduduk (KTP). Ini berdasarkan kabupaten, provinsi,
tempat terdaftar sebagai penduduk. Mereka juga akan diberikan nomor
identitas, yakni Nomor Induk Kependudukan (NIK).

3. REGULASI KEWARGANEGARAAN
Secara umum, regulasi kewarganegaraan mengatur tentang siapa yang
dianggap sebagai warga negara suatu negara, hak dan kewajiban warga
negara, serta prosedur untuk memperoleh atau kehilangan status
kewarganegaraan.
Kewarganegaraan Republik Indonesia diatur dalam Pasal 26 dan UU Nomor
12 Tahun 2006. Menurut UUD 1945 Pasal 26, warga negara adalah orang-
orang bangsa Indonesia asli dan orang-orang bangsa lain yang disahkan
dengan undang-undang sebagai warga negara.
Undang-undang yang Mengatur Setiap warga negara Indonesia memiliki
hak dan kewajiban kepada negara. Hal ini termaktub dalam undang-undang
yang mengatur kewarganegaraan. Aturan mengenai kewarganegaraan ini
tercantum dalam UUD 1945 serta dalam Undang-undang tentang
Kewarganegaraan. Tercantum secara hukum, peran negara terhadap warga
serta hak dan kewajiban yang harus dipenuhi sebagai warga negara
Indonesia.

Undang-undang yang Mengatur Kewarganegaraan


1. UUD 1945 Pasal 26
(1) Yang menjadi warga negara ialah orang-orang bangsa Indonesia asli
dan orang-orang bangsa lain yang disahkan dengan undang-undang
sebagai warga negara
(2) Penduduk ialah warga negara Indonesia dan orang asing yang
bertempat tinggal di Indonesia.
(3) Hal-hal mengenai warga negara dan penduduk diatur dengan
undang- undang.
2. UU Nomor 12 Tahun 2006
Dalam UU Nomor 12 Tahun 2006 disebutkan bahwa warga negara sebagai
salah satu unsur hakiki dan pokok dari suatu negara memiliki hak dan
kewajiban yang perlu dilindungi dan dijamin dalam pelaksanaannya. Atas
hal tersebut, maka dibentuklah UU Nomor 12 Tahun 2006 tentang
Kewarganegaraan Republik Indonesia.
Kewarganegaraan Republik Indonesia hanya dapat diperoleh berdasarkan
persyaratan yang telah ditentukan dalam undang-undang. Dalam Pasal 8
disebutkan bahwa kewarganegaraan juga dapat diperoleh melalui
pewarganegaraan.
Berdasarkan undang-undang yang mengatur kewarganegaraan atau UU
Nomor 12 Tahun 2006 Pasal 9, berikut syarat untuk memperoleh
kewarganegaraan Indonesia melalui pewarganegaraan:
1. Telah berusia 18 (delapan belas) tahun atau sudah kawin
2. Ada waktu mengajukan permohonan sudah bertempat tinggal di
wilayah negara Republik Indonesia paling singkat 5 (lima) tahun berturut-
turut atau paling singkat 10 (sepuluh) tahun tidak berturut-turut
3. Sehat jasmani dan rohani
4. Dapat berbahasa Indonesia serta mengakui dasar negara Pancasila
dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
5. Tidak pernah dijatuhi pidana karena melakukan tindak pidana
yang diancam dengan pidana penjara 1 (satu) tahun atau lebih
6. Jika dengan memperoleh Kewarganegaraan Republik Indonesia,
tidak menjadi berkewarganegaraan ganda
7. Mempunyai pekerjaan dan/atau berpenghasilan tetap
8. Membayar uang pewarganegaraan ke Kas Negara.

Undang-undang No. 12 Tahun 2006 tidak mengenal kewarganegaraan


ganda karena menganut asas kewarganegaraan tunggal. Namun dalam UU
No. 12 Tahun 2006 juga menganut asas kewarganegaraan ganda terbatas
sebagai pengecualian. Hal ini ditujukan dalam rangka perlindungan
terhadap anak bagi anak-anak sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam
undang-undang ini. Pengecualian ini diantaranya berlaku bagi anak-anak
yang lahir dari orang tua dengan status kewarganegaraan berbeda dan
salah satunya adalah WNI.
Setelah berusia 18 (delapan belas) tahun atau sudah kawin, anak
tersebut harus menyatakan memilih salah satu kewarganegaraannya.
Sehingga nantinya hanya ada satu kewarganegaraan yang dimiliki
sebagaimana undang-undang yang mengatur.

4. ASAS-ASAS KEWARGANEGARAAN
Asas kewarganegaraan adalah dasar hukum bagi kewarganegaraan bagi
penduduk atau warga yang berada di sebuah negara. Orang yang telah
memiliki kewarganegaraan tidak akan jatuh pada kekuasaan maupun
wewenang dari negara lain. Selain itu, negara lain tidak berhak untuk
memberlakukan kaidah hukum pada orang yang bukan warga negaranya.
Asas kewarganegaraan diperlukan dan penting agar seseorang
mendapatkan perlindungan hukum dari negara sekaligus dapat
menerima hak dan kewajibannya sebagai warga negara.
Ketentuan tentang status kewarganegaraan ini diatur dalam peraturan
perundangan suatu negara. Setiap negara bebas untuk menentukan asas
kewarganegaraannya yang akan dicantumkan dalam peraturan
perundangan yang berlaku di negaranya. Hal ini dikarenakan setiap negara
memiliki nilai budaya, tradisi maupun sejarah yang berbeda-beda antara
satu dengan yang lainnya. Akan tetapi, secara umum ada dua asas yang
diterapkan oleh suatu negara yaitu, ius sanguinis serta ius soli. Di Indonesia
sendiri, asas
kewarganegaraan diatur dalam UU NO 12 Tahun 2006 dan dikenal
dengan dua pedoman, yaitu 1) asas kewarganegaraan umum dan 2) asas
kewarganegaraan khusus.
A. ASAS KEWARGANEGARAAN DI INDONESIA
Seperti yang telah dijelaskan, bahwa setiap negara memiliki asas
kewarganegaraannya masing-masing dan yang paling dikenal adalah ius soli
dan ius sanguinis. Di Indonesia, asas kewarganegaraan telah diatur secara
jelas dalam UU No 12 Tahun 2006 dan mencakup dua pedoman yaitu asas
kewarganegaraan umum dan khusus yang memiliki empat asas di
dalamnya. Berikut penjelasan dari asas kewarganegaraan di Indonesia
berdasarkan UU No 12 Tahun 2006.
1. Asas Kewarganegaraan Umum
Asas kewarganegaraan umum terdiri atas empat asas, yaitu ius soli, ius
sanguinis, asas kewarganegaraan tunggal dan asas kewarganegaraan ganda
terbatas. Berikut penjelasannya.
Asas Kelahiran (Ius Soli)
Asas ius soli atau law of the soil adalah asas yang menentukan
kewarganegaraan seseorang berdasarkan tempat kelahirannya. Asas ius soli
lebih sesuai dengan kondisi global sekarang, ketika kewarganegaraan serta
kebangsaan seseorang tidak ditentukan oleh dasar agama, ras, dan etnis.
Asas ius soli memungkinkan terciptanya UU kewarganegaraan yang
bersifat lebih terbuka serta multikultural. Beberapa negara yang
menggunakan asas ius soli di antaranya adalah Argentina, Amerika, Peru,
Brazil, dan Meksiko.
Australia sebetulnya juga menggunakan asas ius soli, tetapi dengan
menerapkan beberapa persyaratan. Seorang anak yang lahir di wilayah
Australia, tidak akan serta merta mendapatkan kewarganegaraan Australia,
kecuali apabila salah satu dari kedua orang tuanya adalah warga negara
Australia. Akan tetapi, jika anak tersebut menetap serta tinggal di Australia
hingga berumur 10 tahun, maka anak tersebut secara otomatis akan
memperoleh kewarganegaraan Australia, terlepas dari status
kewarganegaraan dari kedua orang tuanya.
Asas Keturunan (Ius Sanguinis)
Asas sanguinis atau law of the blood merupakan asas yang menentukan
kewarganegaraan seseorang sesuai dengan keturunan atau darahnya dan
bukan berdasarkan tempat Ia dilahirkan. Negara yang menganut asas
sanguinis akan mengakui kewarganegaraan seseorang apabila salah satu
dari kedua orang tua anak tersebut memiliki status kewarganegaraan dari
negara tersebut. Asas sanguinis dianut oleh sebagian besar negara di Asia
dan Eropa.
Asas Kewarganegaraan Tunggal
Asas kewarganegaraan tunggal merupakan asas yang menentukan satu
kewarganegaraan untuk setiap orang. Menurut asas satu ini, seseorang
tidak diperbolehkan memiliki kewarganegaraan lebih dari satu.
Asas Kewarganegaraan Ganda Terbatas
Asas yang keempat ini merupakan asas yang dimana menentukan status
dari kewarganegaraan bagi anak-anak sesuai dengan ketentuan yang
telah diatur dalam undang-undang. Ketika anak tersebut mencapai umur
18 tahun, maka anak tersebut harus menentukan salah satu
kewarganegaraannya.
2. Asas Kewarganegaraan Khusus
Menurut Jazim Hamidi dan Mustafa Lutfi, asas-asas kewarganegaraan
khusus tersebut adalah sebagai berikut.
Asas Persamaan dalam Hukum dan Pemerintah
Asas persamaan dalam hukum dan pemerintah adalah asas yang dapat
menentukan bahwa setiap warga negara Indonesia akan mendapatkan
perlakukan yang sama dalam hukum sekaligus pemerintahan.
Asas Kebenaran Substantif
Asas kebenaran substantif merupakan asas yang menerangkan bahwa
prosedur dari kewarganegaraan seseorang tidak hanya bersifat administratif
saja, tetapi juga disertai dengan substansi dan syarat permohonan yang
dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.
Asas Non-Diskriminatif
Asas non diskriminatif adalah asas yang tidak membeda-bedakan
perlakuan dalam segala hal ihwal yang memiliki hubungan dengan warga
negara atas dasar ras, suku, agama, jenis kelamin, gender, dan golongan.
Asas Pengakuan dan Penghormatan pada Hak Asasi Manusia
Asas pengakuan dan penghormatan pada hak asasi manusia merupakan
asas yang dalam segala hal berhubungan dengan warga negara harus dapat
menjamin, melindungi serta memuliakan hak asasi manusia pada
umumnya serta hak warga negara yang khusus.
Asas Keterbukaan
Asas keterbukaan merupakan asas yang menentukan bahwa dalam segala
hal ihwal yang memiliki hubungan dengan warga negara harus dilakukan
dengan terbuka.
Asas Publisitas
Asas publisitas merupakan asas yang menentukan bahwa seseorang yang
memperoleh maupun kehilangan kewarganegaraan Republik Indonesia,
maka akan diumumkan atau dipublikasikan, sehingga masyarakat atau
khalayak umum dapat mengetahui akan kabar tersebut.
B. Status Kewarganegaraan
Status atau identitas dari kewarganegaraan merupakan posisi
keanggotaan seseorang sebagai warga negara untuk tinggal maupun
berpartisipasi dalam suatu negara, yang diakui oleh undang-undang
maupun peraturan yang
berlaku di negara tersebut.
Status kewarganegaraan seseorang sangat penting, sebab status tersebut
menandakan sebuah hubungan hukum di antara seorang individu dengan
suatu negara. Status kewarganegaraan tersebut menjadi dasar hukum bagi
pelaksanaan penyelenggaraan hak maupun kewajiban sipil sebagai warga
negara. Jadi, identitas kewarganegaraan akan memberikan implikasi pada
hak dan kewajiban sebagai warga negara yang diatur dalam hukum
kewarganegaraan.
Permasalahan dalam menentukan status kewarganegaraan seseorang
dapat terjadi dikarenakan beberapa kemungkinan. Salah satunya, hal ini
disebabkan karena beberapa negara menganut asas ius soli, sementara
negara lain ada yang menganut asas ius sanguinis.

Beberapa status kewarganegaraan yang dapat terjadi dikarenakan


permasalahan ini di antaranya adalah 1) apatride, 2) bipatride dan 3)
multipatride. Berikut penjelasan dari status kewarganegaraan tersebut.
1. Apartride
Status kewarganegaraan apatride adalah status kewarganegaraan
seseorang yang sama sekali tidak memiliki status kewarganegaraan. Secara
de jure, orang yang tidak memiliki kewarganegaraan merupakan orang yang
secara hukum tidak dianggap sebagai warga negara oleh negara manapun
yang seharusnya memiliki kewajiban untuk melindunginya.
Sementara itu, orang yang tidak memiliki kewarganegaraan secara de facto
merupakan seseorang yang berada di luar negara asalnya serta tidak dapat
atau karena suatu alasan yang sah, tidak bersedia untuk memanfaatkan
perlindungan yang ditawarkan oleh negara.
Hal ini bisa terjadi, sebagai akibat dari penganiayaan yang biasanya terjadi
pada pengungsi atau karena buruknya hubungan diplomatis yang terjadi
antara negara asal dengan negara yang ditempati oleh orang tersebut.
Penyebab dari apatride di berbagai belahan dunia bisa bermacam-macam.
Namun, kebanyakan dikarenakan kasus diskriminasi karena faktor etnis, ras,
agama maupun gender. Kasus seperti ini biasanya terjadi pada kelompok
minoritas secara turun temurun.
Meskipun status apatride dikecam oleh hukum internasional serta
Universal Declaration of Human Rights (UDHR) juga memproklamirkan hak
atas kewarganegaraan. United Nations High Commissioner of Refugees
(UNHCR) mencatat bahwa ada lebih dari setengah juta orang memiliki
status apatride di benua ini dan lebih dari 12 juta orang di seluruh dunia
berstatus apatride.
2. Bipatride
Bipatride merupakan seseorang yang memiliki status kewarganegaraan
ganda. Hukum internasional menyatakan bahwa sebagai bentuk dari
kedaulatan masing-masing negara, maka setiap negara berhak untuk
menentukan warga negaranya sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku pada negara tersebut.

Kewarganegaraan ganda, mulanya tidak dianggap sebagai suatu masalah


besar di dunia internasional. Akan tetapi, sejak beberapa dekade lalu,
dibuat kesepakatan internasional bahwa kewarganegaraan ganda harus
dihindari.
Hal ini dikarenakan kewarganegaraan ganda dikhawatirkan dapat menjadi
ancaman potensial yang akan memunculkan pengkhianatan, spionase
maupun aktivitas subversif yang lain.
Akan tetapi, kebijakan yang menentang bipatride ini mulai hilang dan
beberapa negara mulai mentolerirnya. Beberapa negara Eropa, seperti
Finlandia, Swedia, Italia, Portugal, dan Prancis tidak lagi meminta warga
negaranya yang telah dinaturalisasi negara lain untuk melepaskan status
kewarganegaraannya yang lama.
Perubahan kebijakan serta sikap pada status kewarganegaraan ganda
tersebut dilandasi oleh hukum internasional kemudian European
Convention on Nationality yang ditandatangani oleh sebagian besar negara
Eropa yang didalamnya tidak memuat mengenai pembatasan pada status
dwi kewarganegaraan sebagai keganjilan yang perlu dihapuskan.
3. Multipatride
Status kewarganegaraan multipatride adalah status bagi seseorang yang
memiliki kewarganegaraan lebih dari dua. Kasus multipatride ini dapat
terjadi, apabila ada seorang laki-laki yang berkewarganegaraan A kemudian
menikah dengan wanita berkewarganegaraan B, kemudian tinggal dan
melahirkan seorang anak di negara C.
Apabila negara A dan B menganut asas ius sanguinis, sementara negara C
menganut asas ius soli, maka anak tersebut akan memiliki multipatride.
Keberadaan dari multipatride sempat ditolak, tetapi saat ini telah diterima
secara luas oleh negara demokratis.
Kasus multipatride dapat terjadi, karena banyaknya imigran yang datang
ke suatu negara dan menetap di sana. Selain itu, multipatride juga
disebabkan oleh adanya pelarangan pajak ganda yaitu pajak di negara asal
dan tempat tinggal, hilangnya wajib militer, dan kesetaraan gender untuk
menentukan kewarganegaraan.
Di atas juga dijelaskan bahwa ada istilah naturalisasi atau
pewarganegaraan. Naturalisasi yang dimaksudkan adalah memberikan atau
mengakuisisi kewarganegaraan serta kebangsaan pada seseorang yang
bukan warga negara dari negara tersebut ketika dilahirkan.
Secara umum, persyaratan dasar untuk menaturalisasi adalah pemohon
memegang status hukum sebagai penduduk dalam jangka waktu minimum
tertentu sesuai dengan undang-undang kewarganegaraan yang berlaku saat
itu.
Selain itu, pemohon juga perlu berjanji untuk mematuhi serta
menegakkan hukum negara yang terkadang diperlukan sumpah atau janji
setia. Beberapa negara yang lain juga mengharuskan warga negara
naturalisasi untuk
meninggalkan setiap kewarganegaraan lain yang sebelumnya mereka
pegang.
Naturalisasi secara tradisional, didasarkan pada ius soli ataupun ius
sanguinis. Meskipun saat ini biasanya campuran dari kedua asas tersebut.
Ada pula istilah kebalikan dari naturalisasi yaitu denaturalisasi yang artinya
adalah mencabut salah satu warganya atau kewarganegaraan seseorang.

Anda mungkin juga menyukai