Tim Instruktur
Kukuh Eko Prihantoko, S.Pi., M.Si.
Bogi Budi Jayanto, S.Pi., M.Si.
Hendrik Anggi Setyawan, S.Pi., M.Si.
Dr. Ir. Herry Boesono, M.Pi
Tim Asisten
Yessica Vita Br Tarigan
Fadhlullah Asyrof Al Ghyffari
Muhammad Rafly Firmansyah
Shinta Listian Ruri
Nadya Khikmatul Oktaviana
Salsa Juanita Prasetyo
ii
KATA PENGANTAR
Tim Penyusun
iii
DAFTAR ISI
BAB I. PENDAHULUAN 1
1.1. Latar Belakang 1
1.2. Tujuan 3
1.3. Ruang Lingkup 4
1.4. Metode 5
iv
4.5. Dearah Penangkapan 31
4.6. Hasil Tangkapan 31
4.7. Kajian Teknis 33
v
7.4. Metode Pengoperasian 65
7.5. Daeran Penangkapan Ikan 65
7.6. Hasil Tangkapan 66
vi
DAFTAR TABEL
vii
DAFTAR GAMBAR
viii
DAFTAR LAMPIRAN
ix
BAB I. PENDAHULUAN
1
2
Ikan, karena aspek ini sangat menunjang keberhasilan kita dalam menangkap
ikan.
Keputusan Menteri Kelautan Dan Perikanan Republik Indonesia
Nomor 50 tahun 2017 tentang estimasi potensi, jumlah tangkapan yang
diperbolehkan, dan tingkat pemanfaatan sumber daya ikan di wilayah
pengelolaan perikanan Negara Republik Indonesia menunjukkan bahwa
potensi perikanan di WPP 712 sebesar 1.341.631 ton dengan nilai pemanfaatan
beberapa kategori sumber daya ikan telah melebihi angka 1 yang berarti
termasuk dalam kategori fully exploited, hal tersebut menunjukkan bahwa
kegiatan penangkapan di WPP 712 sudah mencapai overfishing sehingga
penangkapan harus dikurangi. Salah satu penyebab terjadinya upaya
penangkapan berlebih karena tekanan penangkapan yang terjadi di WPP 712
didominasi oleh kegiatan perikanan tangkap skala kecil.
Kegiatan penangkapan ikan harus dilakukan dengan teknologi yang
memperhatikan kelestarian sumberdaya dan lingkungan, sehingga sumberdaya
tersebut dapat lestari dan dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan. Alat
tangkap ramah lingkungan yaitu alat tangkap yang tidak berdampak negatif
terhadap lingkungan, dengan pertimbangan sebagai berikut : (1) Seberapa besar
alat tangkap tersebut merusak dasar perairan; (2) Peluang hilangnya alat
tangkap; (3) Seberapa besar polusi; (4) Dampaknya terhadap keanekaragaman
mahkluk hidup dan target komposisi hasil tangkapan; (5) Adanya hasil
tangkapan sampingan (by catch) serta tertangkapnya ikan-ikan dengan ukuran
dibawah ukuran layak tangkap. Indonesia sebagai salah satu Negara anggota
FAO juga berkewajiban menerapkan kode etik dalam dokumen CCRF untuk
mengelola sumberdaya perikanan (Pramesthy et al., 2020).
1.2. Tujuan
Tujuan pelaksanaan praktikum Metode Penangkapan Ikan:
1. Mahasiswa mampu menjelaskan dan mendeskripsikan klasifikasi alat
penangkapan ikan;
2. Mahasiswa mampu melakukan identifikasi dan pengukuran alat penangkapan
ikan serta cara penyajian data alat penangkapan ikan;
3. Mahasiswa mampu membuat gambar desain dan gambar konstruksi alat
penangkapan ikan;
4. Mahasiswa mampu menentukan karakteristik teknis alat penangkapan ikan
melalui perhitungan teknis;
5. Mahasiswa mampu melakukan pengoperasian alat penangkapan ikan sesuai
3
1.4. Metode
Pelaksanaan praktikum metode penangkapan ikan Tahun 2022
diselenggarakan dengan metode hybrid (kombinasi online dan offline). Kegiatan
praktikum yang dilaksanakan secara online antara lain adalah kegiatan
penyampaian materi-materi praktikum yang bersifat teoritis dan konseptual oleh
Tim Praktikum. Kegiatan praktikum yang dilaksanakan secara offline terdiri dari
kegiatan pengukuran alat penangkapan ikan, pengoperasian alat penangkapan
ikan, identifikasi dan pengukuran ikan hasil tangkapan ikan, dan pengoperasian
alat bantu penangkapan ikan.
Secara teknis, Mahasiswa praktikum akan dibuat penglompokkan
(kelompok praktikum). Setiap kelompok praktikum akan terdiri dari sejumlah
Mahasiswa peserta praktikum. Dalam penyelesaian program praktikum metode
penangkapan ikan, Mahasiswa diharapkan dapat bekerja menyelesaikan materi
praktikum secara berkelompok. Hal ini untuk melatih Mahasiswa praktikum agar
dapat bekerjasama satu sama lain dalam menyelesaian tugas-tugas materi
praktikum.
BAB II. GILL NET
2.1. Pengertian
Jaring insang adalah salah satu dari jenis alat penangkap ikan dari bahan
jaring monofilament atau multifilament yang dibentuk menjadi empat persegi
panjang, pada bagian atasnya dilengkapi dengan pelampung (floats) dan pada
bagian bawahnya dilengkapi dengan beberapa pemberat (singkers) sehingga
dengan adanya dua gaya yang berlawanan memungkinkan jaring insang dapat
dipasang di daerah penangkapan dalam keadaan tegak menghadang biota
perairan. Alat ini banyak digunakan oleh nelayan karena memiliki beberapa
keuntungan, diantaranya adalah mudah dioperasikan dan biayanya relatif murah
ukuran mata jaring yang digunakan pada jaring insang umumnya disesuaikan
dengan ukuran ikan yang menjadi target penangkapan. Hasil tangkapan
diharapkan hanya didominasi oleh ikan-ikan yang ukurannya sesuai dengan
ukuran mata jaring. Sehingga kelestarian sumberdaya ikan akan tetap terjaga
(Rifai et al., 2019)
5
6
2.2. Klasifikasi
Klasifikasi gill net menurut A. Von Brandt (1984), merupakan gilled gear
karena pada umumnya ikan yang tertangkap pada bagian tutup insangnya dalam
usaha mereka untuk melewati jaring. Syarat yang harus dipenuhi agar ikan-ikan
tertangkap secara terjerat (gilled) pada tubuh jaring, maka bahan yang
dipergunakan sebagai berikut :
1. Benang yang dipergunakan hendaknya yang lembut, mempunyai visibilitas
yang rendah dengan ukuran mata jaring yang homogen, dan tidak kaku
terutama bagian yang ditujukkan untuk ikan yang tertangkap secara terbelit;
2. Ukuran mata jaring disesuaikan dengan besar badan ikan baik tinggi maupun
diameter tubuh ikan sasaran;
3. Kekuatan rentangan dari tubuh jaring tergantung dan berhubungan dengan
jumlah ikan yang tertangkap, terutama terpuntal. Kekuatan rentangan tubuh
jaring ditentukan oleh buoyancy dari pelampung, berat tubuh jaring, tali-
temali, dan sinking force dari pemberat; dan
4. Warna jaring juga mempengaruhi hasil tangkapan dan pada umumnya dipilih
jenis warna yang tidak dapat terlihat oleh ikan pada saat jaring terpasang.
5. Warna jaring juga mempengaruhi hasil tangkapan dan pada umumnya dipilih
jenis warna yang tidak dapat terlihat oleh ikan pada saat jaring terpasang.
Secara umum berdasarkan International Standard Statistical Clasification
of Fishing Gear (ISSCFG) dalam buku FAO pengklasifikasian gill net dapat
dilihat pada Tabel 1.
1
2
3
7
8
Gambar 2. Konstruksi Gill Net
2. Gilled
Adalah dimana ketika mata jaring
mengelilingi ikan tepat di bagian tutup
insang (opperculum).
3. Wedged
Adalah ketika mata jaring mengelilingi
ikan pada bagian belakang tutup insang
(maximum body).
4. Entangled
Adalah ketika ikan tertangkap masuk ke
lebih dari dua mata jaring
12
2.7. Kajian Teknis
a. Hanging Ratio
Menurut Prado dan Dremeire (1996), hanging ratio didefinisikan
sebagai perbandingan antara panjang tali tempat lembaran jaring
dipasang dengan panjang jaring tegang (stretch) yang tergantung pada
tali tersebut. Dengan bentuk rumus sebagai berikut:
𝐿𝑜
E=
𝐿
Keterangan:
E = Hanging Ratio
Lo = Panjang tali ris tempat jaring terpasang (panjang jaring jadi)L
= Panjang jaring dalam keadaan stretch (terenggang penuh)
Nilai dari hanging ratio apabila akan menemukan bentuk dari satu
jaring. Pada umumnya hanging ratio dari gill net adalah 0,5 0,7.
13
b. Shortening Ratio
Shortening atau pengerutan yaitu beda panjang tubuh jaring
dalam keadaan tegang sempurna (stretch) dengan panjang jaring
setelah diletakkan pada float line ataupun pada sinker line. Nilai dari
shortening dapat dirumuskan sebagai berikut :
Keterangan:
L = Panjang tali ris tempat lembaran jaring dipasang
Lo = Panjang jaring tegang mendatar
Atau
Nilai Shortening (S) = 1 – E
c. Tinggi Tegang
Tinggi tegang adalah jarak antara float line ke sinker line pada
saat jaring diukur di darat. Perhitungan tinggi tegang dapat dihitung
dengan rumus sebagai berikut:
d. Tinggi Jaring
Tinggi jaring merupakan jarak antara float line ke sinker line pada
saat jaring terpasang di perairan.
Keterangan:
E = Hanging ratio
H = Jumlah mata jaring
vertical
3.1. Pengertian
Trammel net merupakan jaring insang yang dioperasikan di dasar
perairan. Sasaran tangkapan utamanya berbagai jenis organisme demersal,
seperti udang, ikan demersal, kepiting, dan rajungan. Prinsip
pengoperasian Trammel net adalah penyapuan dasar perairan, baik dengan
cara diseret atau dihanyutkan mengikuti arus. Cara diseret dianggap oleh
nelayan lebih efektif karena areal sapuan yang lebih luas dan jumlah
tangkapannya lebih banyak dibandingkan dengan cara operasi kedua
(Rihmi, et al 2017).
17
18
3.2. Klasifikasi
Klasifikasi Trammel net adalah sebagai berikut:
1. Berdasarkan International Standard Statistical Clasification of
Fishing Gear (ISSCFG) dalam FAO, Trammel net termasuk kedalam
jaring puntal dengan singkatan GTR kode ISSCFG 07.6.0;
2. Klasifikasi Trammel net menurut A Von Brandt (1984) merupakan
entangled gear;
3. Menurut Klasifikasi Alat Penangkap Ikan Indonesia (KAPI), Trammel
net merupakan jaring insang berlapis (JIBL) dengan kode KAPI
08.4.10.
19
3.3. Konstruksi
Konstruksi Trammel net secara umum adalah sebagai berikut:
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Gambar 4. Konstruksi Trammel Net
Keterangan:
1. Pelampung 6. Inner
2. Tal Ris Atas 7. Serampat Bawah
3. Tali Serampat 8. Tali Ris Bawah
4. Serampat Atas 9. Tali Pemberat
5. Outer 10. Pemberat
20
3.4. Metode Pengoperasian
Cara pengoperasian Trammel net adalah sebagai berikut:
1. Kapal dengan alat tangkap Trammel net dari fishing base
menuju ke fishing ground;
2. Setting: Kegiatan penurunan alat tangkap Trammel net, dengan cara
menurunkan pelampung tanda hingga penurunan jaring dalam posisi
melintang arus;
3. Immersing: Kegiatan perendaman alat tangkap Trammel net, jaring
dibiarkan hanyut di dasar perairan selama beberapa jam;
4. Hauling: Kegiatan penarikan alat tangkap Trammel net.
b
Hanging ratio apabila digambarkan ke dalam satu matajaring
perhitungannya adalah sebagai berikut :
Nilai dari hanging ratio apabila akan menemukan bentuk dari satu jaring.
Pada umumnya hanging ratio dari gill net adalah 0,5 sampai 0,7.
22
b. Shortening Ratio
Shortening atau pengerutan, yaitu beda panjang tubuh jaring dalam
keadaan tegang sempurna (stretch) dengan panjang jaring setelah
diletakkan pada float line ataupun pada sinker line. Nilai dari shortening
dapat dirumuskan sebagai berikut :
Keterangan:
c. Tinggi Tegang
Tinggi tegang adalah jarak antara float line ke sinker line pada saat
jaring diukur di darat. Perhitungan tinggi tegang dapat dihitung dengan
rumus sebagai berikut:
Tinggi tegang = Besarnya mata jaring x
d. Tinggi Jaring
Tinggi jaring merupakan jarak antara float line ke sinker line pada
saat jaring terpasang di perairan. Perhitungan tinggi jaring dapat dihitung
dengan rumus sebagai berikut:
Keterangan:
E = Hanging ratio
H = Jumlah mata jaring vertikal
L = Jumlah mata jaring
A = Mesh Size
24
4.1. Pengertian
Jaring arad termasuk ke dalam jenis alat tangkap pukat hela
yaitu alat tangkap yang dioperasikan secara aktif dengan prinsip
dasar mengejar gerombolan ikan pada saat jaring ditarik oleh
perahu. Hasil tangkapan jaring arad dikategorikan hasil tangkapan
utama dan hasil tangkap sampingan. Hasil tangkap sampingan
jaring arad ada yang dimanfaatkan dan ada yang dibuang ke laut
(Septiana et al., 2019).
Gambar 5. Arad
Sumber: KEPMEN KP No.18 (2021)
27
28
4.3. Konstruksi Arad
Konstruksi dari arad adalah sebagai berikut:
Keterangan:
1. Otter board 6. Tali ris bawah (Ground rope)
2. Sayap 7. Pelampung
3. Tali ris atas (Head rope) 8. Pemberat
4. Badan jaring 9. Tali selambar
5. Kantong
28
29
Menurut Mahardikha (2008), bagian-bagian alat tangkap
arad adalah sebagai berikut.
1) Kantong jaring (cod end) adalah bagian jaring yang terpendek
danterletak diujung belakang dari jaring arad.
2) Badan jaring (body) adalah bagian jaring yang terletak antara
sayap dan kantong jaring.
3) Sayap (wing) adalah bagian jaring yang terletak diujung depan
dari bagian jaring arad. Sayap pukat terdiri atas sayap atas
(upper wing) dan sayap bawah (lower wing).
4) Papan rentang (otter board) adalah kelengkapan arad yang
terbuat dari papan kayu berbentuk empat persegi panjang yang
dipergunakan sebagai alat pembuka mulut jaring.
5) Tali ris atas (head rope) adalah tali yang dipergunakan untuk
menggantunkan dan menghubungkan kedua sayap jaring
bagian atas melalui mulut bagian atas.
6) Tali ris bawah (ground rope) adalah tali yang dipergunakan
untuk menggantungkan dan menghubungkan kedua sayap
jaring bagian bawah melalui mulut bagian bawah.
7) Tali selambar (warp rope) adalah tali yang berfungsi sebagai
penghela jaring arad di belakang kapal yang sedang berjalan
dan penarik jaring arad keatas geladak kapal.
8) Pelampung (float) digunakan untuk membantu membuka mulut
jaring kearah atas.
9) Pemberat (sinker) berfungsi untuk membuka mulut jaring ke
arah bawah.
10) Tali usus berfungsi untuk menguatkan jaring trawl ketika di
dalam air.
11) Flapper berguna untuk mencegah ikan keluar dari jaring arad.
29
30
30
31
Ciri daerah penangkapan arad ialah :
• Peraiaran pantai dengan substrat dasar lumpur, pasir atau
lumpurberpasir
• Memiliki kedalaman yang relatif dangkal dengan topografi
dasarrelatif datar
• Tidak merupakan daerah berbatu karang
• Tidak terdapat benda-benda yang mungkin menyangkut ketika
jaring dihela
31
32
4.7. Kajian Teknis
1. Pendugaan besarnya pembukaan otter board (D)
Ada 2 metode dalam perhitungan pendugaan pembukaan
otterboard :
a. Secara teoritis
D = [ (B-A) x F ] + A
b. Secara matematis
Pendugaan bukaan otter board dilakukan secara
matematis dengan menggunakan persamaan rumus :
A=C
B=D
Keterangan :
A = Panjang tali sampel
B = Bukaan tali sampel
C = Tali cabang
D = Pendugaan bukaan otter board
32
33
2. Pendugaan Besarnya Pembukaan Mulut Jaring Trawl Mendatar (S)
S=
A= C x HR x V x T
Keterangan rumus :
A : luas area yang disapu
HR : panjang head rope
C : nilai konstanta bukaan mulut jaring saat dioperasikan (0,5)
T : waktu penarikan jaring
V : kecepatan perahu saat menarik jarring
33
34
4. Perhitungan stock density
Metode swept area terutama dengan bottom trawl merupakan
satu-satunya cara yang terbaik untuk menduga besarnya stock
sumberdaya perikanan demersal di perairan tertentu. Dasar
perhitungannya melalui asumsi adanya hubungan langsung antara
CPUE dengan kepadatan stok. CPUE (catch per unit effort), yaitu
hasil tangkapan per-area yang telah dilewati/disapu oleh jaring
trawl (area swept by the gear) selama satu satuan waktu.
Rumus : Sd =
Keterangan :
CPUE : Catch Per Unit Effort (jumlah ikan yang tertangakap per
hauling)
E : escaping factor (0,5)
Sd : stock density (berat atau ekor per satuan
luas)
A : luas area yang disapu
34
35
35
36
BAB V. PERAWAI ATAU LONG LINE
5.1. Pengertian
5.1.1. Pengertian Rawai Dasar
Menurut Kepmen-KP No.18 (2021), rawai dasar merupakan pancing
yang terdiri dari tali utama (main line), pelampung dan tali cabang (branch
line) yang dilengkapi mata pancing, dengan pemberat dan atau jangkar,
dioperasikan di dasar perairan dan menetap dengan target tangkapan ikan dasar
yang menggunakan umpan.
Keterangan :
1. Penggulung;
2. Kili-kili (Swivel);
3. Tali Utama (main line);
4. Tali Cabang (branch line);
5. Mata pancing (hook);
6. Pelampung (float).
40
6.1. Pengertian
Bagan merupakan salah satu jenis alat tangkap ikan yang dioperasikan
dengan bantuan cahaya lampu. Penggunaan cahaya sebagai alat pengumpul
gerombolan ikan telah dirasakan manfaatnya dan terbukti dapat meningkatkan
hasil tangkapan. Dengan kata lain cahaya adalah salah satu alat bantu pada
beberapa metode penangkapan dan pada prinsipnya dapat digunakan untuk
memikat dan menarik ikan yang mempunyai sifat fototaksis positif untuk
mendatangi cahaya agar dapat di tangkap. (Aufat et al., 2020). Prinsip dasar
pengoperasian bagan tancap adalah mengumpulkan ikan dengan
lampu/atraktor, lalu jaring diangkat dengan katrol kemudian diserok dengan
scop untuk memindahkan hasil tangkapan ke basket.
47
48
Bagan tancap merupakan salah satu jarring angkat yang dioperasikan
di perairan pantai pada malam hari dengan menggunakan cahaya lampu
sebagai faktor penarik ikan. Pada kedudukannya, bagan ini tidak dapat
dipindah-pindah dan sekali dipasang (ditanam) berarti berlaku untuk selama
musim penangkapan. Pada hari-hari gelap bulan, lampu dipasang (dinyalakan)
sejak matahari terbenam dan ditempatkan pada jarak ± 1 m di atas
permukaan air. Bila sudah banyak ikan berkumpul, kemudian dilakukan
pengangkatan jaring dan begitu seterusnya diulang-ulang sampai
mendapatkan hasil yang diharapkan.
6.2. Klasifikasi
Menurut A Von Brandt (1984), bagan tancap termasuk dalam lift net.
Metode ini menarik ikan serta berbagai jenis hewan air lainnya diusahakan
untuk berada di atas alat tangkap dan kemudian setelah mereka terkumpul alat
tangkap tersebut diangkat ke atas dengan secepatnya. Menurut Klasifikasi
Alat Penangkap Ikan Indonesia (KAPI), bagan tancap termasuk dalam
klasifikasi jaring angkat atau lift net. Menurut Rohmiyati (2021), bahwa bagan
diklasifikasikan menjadi dua golongan yaitu, bagan tancap (stationary lift net)
dan bagan apung (light lift net). Berdasarkan alat pengapungnya bagan dibagi
menjadi tiga golongan yaitu, bagan apung satu perahu (boat lift net), bagan
apung dua perahu dan bagan apung memakai rakit (raft lift net). Perbedaan
antara 3 jenis unit penangkapan bagan adalah:
1. Bagan tancap (stationary lift net)
Bagan yang posisinya tidak dapat dipindah-pindahkan, satu kali
pembuatan berlaku untuk sekali musim penangkapan.
2. Bagan rakit (raft lift net)
Bagan rakit adalah jaring angkat yang dalam pengoperasiannya dapat
dipindah-pindahkan ke tempat yang sekiranya banyak ikan. Sebelah kanan
dan kiri bagian bawah terdapat rakit dari bambu yang berfungsi sebagai
landasan dan sekaligus sebagai alat apung.
49
3. Bagan perahu (boat lift net)
Bagan perahu berbentuk lebih sederhana dibandingkan bagan rakit dan
lebih ringan sehingga memudahkan dalam pemindahannya ketempat yang
dikehendaki. Bagan perahu terbagi atas dua macam, yaitu: bagan yang
menggunakan satu perahu dan bagan yang menggunakan dua perahu. Bagian
depan dan belakang bagan dua perahu dihubungkan oleh dua batang bambu,
sehingga berbentu bujur sangkar. Bambu tersebut berfungsi untuk
menggantung jaring atau waring.
6.3. Konstruksi
Bagan tancap merupakan alat penangkap ikan yang terbuat dari batang
bambu atau kayu yang dirakit membentuk persegi dan ditancapkan diperairan
yang tidak terlalu dalam serta memiliki dasar periran yang berlumpur atau
berpasir. Konstruksi bagan tancap adalah sebagai berikut:
Bagan tancap (lift net stationary) merupakan salah satu alat tangkap
yang dioperasikan pada malam hari. Bangunan bagan terdiri dari susunan
bambu berbentuk empat persegi dengan rincian tiang pancang yang tertancap
kedasar tanah. Ukuran jaring bagan yang digunakan pada bagan ini adalah
lebih kecil dari bangunan bagan berbentuk empat persegi. Bahan jaring
terbuat dari Poly Prophylene (PP) atau sering disebut dengan istilah waring
memiliki ukuran mata jaring (mesh size) 0,3 cm warna hitam. Ada dua
komponen penting pada bagan tancap yaitu bangunan bagan dan rumah
bagan. Bangunan bagan terdiri dari tiang pancang, pelataran bagan dan rumah
bagan. Tiang pancang terbuat dari pohon bambu dan pohon pinang. Pelataran
bagan merupakan susunan dari beberapa bambu sebagai rangka serta papan
sebagai akses jalan menuju rumah bagan (Afriani, 2019).
Keterangan
BAB VII. BUBU
7.1. Pengertian
Bubu merupakan alat tangkap yang banyak digunakan untuk
menangkap jenis ikan demersal dan jenis ikan karang. Alat tangkap bubu
ini bersifat pasif sehingga mengandalkan ikan-ikan yang terperangkap
masuk ke dalam bubu. Prinsip dasar bubu adalah menjebak ikan sebagai
tempat berlindung atau karena adanya umpan di dalam bubu sehingga
ikan terperangkap di dalamnya (Iskandar et al., 2021).
7.2. Klasifikasi
Menurut Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Indonesia
No.PER.02/MEN/2011, bubu termasuk klasifikasi alat tangkap Perangkap
(Traps) kategori stow nets. Trap adalah suatu alat tangkap menetap yang
umumnya berbentuk kurungan. Ikan dapat masuk dengan mudah tanpa ada
57
58
paksaan, tetapi sulit keluar atau lolos, karena dihalangi dengan berbagai
cara. Perangkap memiliki sifat pasif dan dibuat dari anyaman bambu,
anyaman rotan, anyaman kawat, kere bambu, misalnya bubu, sero, cager
yang dibuat dari anyaman bambu.
7.3. Konstruksi
Bentuk bubu bervariasi. ada yang seperti sangkar (cages), silinder
(cylindrical), gendang, segitiga memanjang (kubus) atau segi banyak,
bulat setengah lingkaran, dan lainnya. bahan bubu umumnya dari anyaman
bambu (bamboo`s splittingor-screen). Secara umum, bubu terdiri dari
bagian-bagian badan (body), mulut (funnel) atau ijeh, dan pintu. Secara
umum bagian-bagian dari bubu antara lain:
Badan (body) : berupa rongga, tempat ikan-ikan terkurung.
Mulut (funnel) :berbentuk seperti corong, merupakan pintu ikan dapatmasuk
tidak dapat keluar.
Pintu : bagian tempat pengambilan hasil tangkapan.
Keterangan :
1 = Badan Bubu
2 = Pintu Bubu
3 = Mulut Bubu
59
1 2
Keterangan:
1. Badan bubu
2. Pintu bubu
3. Mulut bubu
60
7.4. Metode Pengoperasian
Operasi penangkapan dengan bubu dibagi menjadi beberapa
tahapan, yaitu persiapan, penentuan daerah penangkapan (fishing ground),
penurunan alat tangkap (setting), perendaman alat tangkap (soaking), dan
pengangkatan alat tangkap (hauling).
1. Tahap persiapan meliputi: pemeriksaan mesin, pengisian bahan
bakar, dan persiapan alat tangkap bubu yang sudah diberi umpan.
2. Penentuan daerah penangkapan pada lokasi yang telah ditetapkan.
3. Setting alat tangkap bubu, diawali dengan penurunan alat tangkap
yang sudah disiapkan dengan diikat tali dan diberi pemberat agar
tidak terbawa arus lalu diturunkan ke dasar laut.
4. Proses soaking dengan waktu paling cepat 2 hari (48 jam) dan paling
lama selama 4 hari (96 jam).
5. Proses hauling dilakukan juga pengambilan hasil tangkapan.
69
70
b. Umpan Tiruan
Umpan tiruan merupakan umpan yang dibuat sedemikian
rupa sehingga memiliki bentuk dan warna yang sama dengan umpan
alami. Umpan tiruan memiliki ciri-ciri yang relatif lebih mahal,
tahan lama, sulit untuk dibuat sendiri. Contoh dari umpan tiruan
diantaranya yaitu:
Metal Jig
Disebut jig karena umpan ini dimainkan dengan cara dinaik-
turunkan sekaligus digoyangkan secara cepat (jig berasal dari Bahasa
Inggris yang salah satu artinya adalah menari dengan irama cepat).
Bahan yang digunakan biasanya adalah logam dan lebih khusus lagi
adalah timah yang berat jenisnya lebih besar dari besi.
Konahead
Disebut konahead karena dibuat menyerupai kepala cumi cumi, dan
biasanya digunakan untuk memancing dengan teknik trolling dengan target
ikan tuna atau layaran. Umpan terbuat dari bahan softlure.
71
Popper
Popper adalah umpan tiruan yang berjalan di permukaan air dan jika
ditarik akan mengeluarkan suara cipratan air. Popper merupakan umpan buatan,
biasanya terbuat dari bahan kayu.
c. Umpan Tipuan
Umpan tipuan merupakan umpan yang dibuat menyerupai bentuk
dan warna dari umpan alami, sehingga dapat mengelabui target
tangkapan. Umapan tipuan memiliki ciri-ciri yang relatif lebih murah,
dapat dibuat sendiri, dan rentan rusak. Contoh umpan tipuan diantaranya
adalah sebagai berikut.
Spinner
Disebut demikian karena umpan ini dibuat dengan logam/benda
lain yan berputar (spin) sebagai bagian utama daya tariknya. Spinner
dibuat dengan tubuh utama berupa mata kail yang diberi
spoon/blade (logam tipis yang berputar)
dan bulu-bulu. Putaran dari blade
menimbulkan getaran atau dengung
suara yang membuat ikan-ikan tertarik
untuk mendekat dan menyambarnya.
Spoon Lure
Umpan tipuan yang terbuat dari bahan logam atau metal ini
adalah salah satu jenis umpan tipuan yang sedikit mudah dalam
pembuatannya karena kita hanya bermodalkan sebuah sendok metal
atau logam stainless steel sudah cukup untuk membuat 1 atau 2 jenis
umpan spoon lure. Spoon Lure memiliki
bentuk yang cekung biasanya dipergunakan
untuk memikat perhatian ikan predator
dengan cara pantulan cahaya sekitar
umpan dengan gerakan acak.
72
73
74
Keterangan :
1) Rangka gillnet hauler 6) Drum penarik
2) Takeup bearing 7) Kopling
3) Drum penjepit 8) Motor listrik AC
4) Drum penggerak 9) Drum penggarah
5) Rumah bearing 10) Kaki rangka
75
9.2. Line Hauler
Line hauler merupakan mesin penangkapan yang digunakan
untuk menarik tali utama rawai tuna, rawai dasar dan pancing tangan,
serta digunakan untuk menarik tali bubu yang berangkai atau tali yang
bubu tunggal. Jenis alat bantu mesin penangkapan bertenaga hidrolik
yang mempunyai putaran tenaga diperoleh dari suatu tekanan minyak
hidrolik yang berasal dari sistem sirkulasi minyak bertekanan tinggi
yang bekerja pada komponen pada diluar mesin penangkapan sendiri.
Mekanik penggerak yang bekerja pada mesin penangkapan pun tersebut
berupa motor hidrolik (Murtado et al., 2019).
Line hauler pada umumnya digerakkan dengan tenaga elektro
hidrolik, dilengkapi dengan tuas pengatur kecepatan tarik agar
memudahkan penanganan penarikan tali utama, terutama pada saat
menaikkan ikan hasil tangkapan atau saat terjadi kekusutan tali. Line
hauler ditempatkan di geladak kerja hauling (hauling working space).
Kekuatan tarik dari line hauler disesuaikan dengan ukuran besar
kecilnya kapal. Menurut Hargiyatno et al. (2020), Desain dan konstruksi
line hauler, yaitu komponen penggulung tali terdiri dari line spool plate
terbuat dari bahan kuningan (bronze) Ø 225mm, cakram penekan
(pressure idler plate) dari bahan kuningan Ø 110mm dan cakram
penarik tali (line pulling sheave plate) dua buah berbahan kuningan
berlapis karet Ø 70mm dan 100mm. Cakram penggulung (line spool
plate) digerakan oleh motor hidraulik dimana poros keduanya
dihubungkan secara horizontal. Kerengganggan line spool plate dan
line pulling sheave plate dapat diatur sehingga bisa digunakan untuk
menarik dan mengguling tali Ø 1 – 10 mm. Tiang penopang (support
pole/stanchion) mini line hauler terbuat dari pipa baja Ø 70mm dan total
tinggi 850mm. Bobot total unit mini line hauler adalah 80 kg. Motor
hidraulik digerakkan fluida hidraulik yang didorong oleh pompa
hidraulik dan pompa hidraulik digerakkan dengan mesin induk kapal
(main engine) dengan belt pulley.
76
Keterangan:
1. Tombol + dan - 5. Tombol range
2. Tombol brill 6. Tombol range
3. Tombol auto 7. Tombol gain
4. Tombol SIG LEV 8. Tombol mode
81
82
rendah hingga tinggi):
1. Menyebabkan kerusakan habitat pada wilayah yang luas;
2. Menyebabkan kerusakan habitat pada wilayah yang sempit;
3. Menyebabkan kerusakan sebagian habiat pada wilayah yang
sempit;
4. Aman bagi habitat (tidak merusak habitat).
3) Tidak membahayakan nelayan (penangkap ikan).
Keselamatan manusia menjadi syarat penangkapan ikan karena
bagaimana pun, manusia merupakan bagian yang penting bagi
keberlangsungan perikanan yang produktif. Pembobotan resiko
diterapkan berdasarkan pada tingkat bahaya dan dampak yang mungkin
dialami oleh nelayan, yaitu (dari rendah hingga tinggi):
1. Alat tangkap dan cara penggunaanya dapat berakibat kematin pada
nelayan;
2. Alat tangkap dan cara penggunaannya dapat berakibat cacat
menetap (permanen) pada nelayan;
3. Alat tangkap dan cara penggunaanya dapat berakibat gangguan
Kesehatan yang sifatnya sementara;
4. Alat tangkap aman bagi nelayan.
4) Menghasilkan ikan yang bermutu baik.
Jumlah ikan yang banyak tidak berarti bila ikan-ikan tersebut
dalam kondisi buruk. Dalam menentukan tingkat kualitas ikan
digunakan kondisi hasil tangkapan secara morfologis (bentuknya).
Pembobotan (dari rendah hingga tinggi) adalah sebagai berikut:
1. Ikan mati dan busuk;
2. Ikan mati, segar, dan cacat fisik;
3. Ikan mati dan segar; dan
4. Ikan hidup.
5) Produk tidak membahayakan kesehatan konsumen.
Pembobotan kriteria ini ditetapkan berdasarkan tingkat bahaya
yang mungkin dialami konsumen yang harus menjadi pertimbangan :
1. Berpeluang besar menyebabkan kematian konsumen;
2. Berpeluang menyebabkan gangguan kesehatan konsumen;
3. Berpeluang sangat kecil bagi gangguan kesehatan konsumen;
4. Aman bagi konsumen.
83
6) Menghasilkan ikan yang bermutu baik.
Jumlah ikan yang banyak tidak berarti bila ikan-ikan tersebut
dalam kondisi buruk. Dalam menentukan tingkat kualitas ikan
digunakan kondisi hasil tangkapan secara morfologis (bentuknya).
Pembobotan (dari rendah hingga tinggi) adalah sebagai berikut:
1. Ikan mati dan busuk;
2. Ikan mati, segar, dan cacat fisik;
3. Ikan mati dan segar; dan
4. Ikan hidup.
85
86
Boesono. H. 2015. Bahan Ajar Mata Kuliah Metode Penangkapan
Ikan. Universitas Diponegoro. (tidak dipublikasikan).
Fuah, R.W. and Puspito, G., 2019. Pengaruh Jenis dan Warna Umpan
Buatan Rawai Tegak Terhadap Hasil Tangkapan Ikan Pelagis
Kecil. ALBACORE Jurnal Penelitian Perikanan Laut, 3(1):
25-34.
Hartono, A., Puspito, G., dan Mawardi, W. 2019. Uji Coba Lampu
Celup LED pada Jaring Insang sebagai Upaya Meningkatkan
Hasil Tangkapan. Jurnal Teknologi Perikanan dan Kelautan,
10 (1): 15-26.
Insani, H.M., Mulawarman, M., Hadi, S., Ramadan, F., Lisna, L.,
Darmawi, D., Nelwida, N. and Hariski, M., 2021. Pengaruh
Warna Cahaya Lampu pada Hasil Tangkapan Ikan dengan
Alat Tangkul di Danau Kerinci Kabupaten Kerinci Provinsi
Jambi. SEMAH: Jurnal Pengelolaan Sumberdaya
Perairan, 5(2): 21-35.
Suman, A., Satria, F., Nugraha, B., Priatna, A., Amri, K dan
Mahiswara, M. 2018. Status Stok Sumber Daya Ikan Tahun
2016 di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik
Indonesia (WPP NRI) dan Alternatif Pengelolaannya. Jurnal
Kebijakan Perikanan Indonesia. 10(2): 107-128.
92
Sweking, S., Najamuddin, A., dan Firlianty, F. 2018. Jenis-jenis Ikan
yang Tertangkap dengan Jaring Insang Tetap (Set Gill Net),
CPUE dan Panjang Baku Ikan di Danau Burung, dan Danau
Hanjalutung di Kelurahan Petuk Ketimpun, Provinsi
Kalimantan Tengah. Agrikan: Jurnal Agribisnis Perikanan, 11
(2): 51-58.
3 Arad
4 Rawai
5 Bagan
6 Bubu
Total Nilai
Paraf Asisten
( )