Anda di halaman 1dari 9

1

Asal Usul dan Sejarah Batu Bata


Sekitar 8000 SM. di Mesopotamia, manusia menemukan pertama kali bahwa tanah liat dapat dibentuk
dan di jemur untuk menghasilkan bahan bangunan. Menara Babel dibangun dengan
menggunakanbatu bata yang dijemur. Batu bata juga digunakan di banyak bagian dari Timur
Tengah, Afrika Utara dan Amerika Tengah dan Utara. Pada peradaban abylonia (+/- 4000 B.C.) yang
dibangun di lembah antara sungai Tigris dan sungai Efrat.

Lumpur tebal dan tanah liat dari sungai-sungai ini sangat cocok untuk pembuatan batu bata, yang
kemudian menjadi bahan bangunan yang umum pada peradaban tersebut. Kerajaan dan kuil di bangun
dari batu bata jemur, dan permukaannya menggunakan batu bata berlapis/kilap. Penggalian akhir-
akhir ini di Mesir, menunjukkan bahwa pada masa Mesir kuno telah digunakan batu bata yang
dijemur dan yang dibakar menggunakan tungku untuk pembangunan rumah dan tempat suci. Orang
Roma juga menyebarluaskan penggunaan batu bata, antara lain pembuatan batu bata masuk ke
Inggris setelah serangan Roma pada 54 SM, seperti untuk pembangunan Kastil Colchester yang
dibangun dari 1080batu bata bekas. Sekarang kastil ini dipakai sebagai museum sejarah. 

Batu bata Roma memiliki ketebalan


yang sangat tipis dibanding dengan
panjangnya. Dimana bata-bata tersebut
diletakkan di atas lapisan mortar
(campuran untuk melekatkan batu bata)
yang tebal. Setelah jatuhnya/runtuhnya
Roma pada 410 M, maka seni
membuat batu bata tersebut hilang di
seluruh eropa hingga awal dari abad ke 14.
Industri batu bata kembali marak
setelah Flemish masuk ke Inggris pada abad
tersebut.

Bangunan- bangunan batu
bata yang pertama di benua Amerika Utara
di bangun pada tahun 1633 di Pulau
Manhattan dengan menggunakan batu
bata yang diimpor dari Belanda dan Inggris.
Kastil Colchester
Bagaimanapun juga pemanfaatannya baru
maksimal hingga ditemukan pembakaran batu bata dengan tungku yang menghasilkan batu bata yang
betul-betul awet. Tungku batu bata yang pertama dioperasikan di Amerika Serikat adalah sekitar
tahun 1650. Batu bata yang dihasilkan pada masa lampau mungkin agak sulit untuk dikenali karena
spesifikasi yang sangat berbeda. Misalnya batu batadari Assyria, ditengah Mesopotamia beratnya

1
2

lebih dari 18 kilogram, atau batu bata dengan bentuk segitiga digunakan untuk membangun
Coloseum Roma, lagi pula batu bata umum yang beredar di pasaran sangat tipis menyerupai tegel
lantai saat ini

Jenis Batu Bata

Batu Bata Tanah Liat, terbuat dari tanah liat dengan 2 kategori yaitu bata biasa dan bata
muka.

 Bata biasa , memiliki permukaan dan warna yang tidak menentu, bata ini digunakan untuk
dingding dengan menggunakan morta(campuran semen) Ssebagai pengikat. Bata jenis ini
sering disebut sebagai bata merah.
 Bata muka , memiliki permukaan yang baik dan licin dan memupnyai warna dan corak yang
sragam . Disamping dipergunakan sebagai dinding juga digunakan sebagai penutup d dan
sebagai dekoratif.
 Batu Bata Pasir – Kapur, sesuai dengan namanya batu bata ini dibuat dari campuran kapur dan
pasir dengan perbandingan 1 : 8 serta air yang ditekankan kedalama campuran sehingga
membentuk batu bata.

Perbandingan antara batako, bata merah dan bata ringan[sunting | sunting sumber]


Bata merah[sunting | sunting sumber]

Bata merah merupakan salah satu jenis bahan dasar pembangunan rumah yang sudah sangat umum
digunakan di Indonesia, dari zaman dulu hingga zaman modern seperti saat ini bata merah memang
sudah menjadi salah satu bahan wajib di dalam membangun rumah. Cukup bisa dimaklumi, bata
merah masih lebih banyak digunakan dari pada bata ringan atau batako press, karena selain sudah
teruji kekuatannya, mendapatkan jenis material ini pun tidak susah.

Bata merah yang dimaksud adalah bata yang dibuat dari tanah yang dicetak kemudian dibakar dengan
suhu tinggi sehingga menjadi benar-benar kering, mengeras dan berwarna kemerah-merahan. Tanah
yang digunakan pun bukanlah sembarang tanah, tapi tanah yang agak liat sehingga bisa menyatu saat
proses pencetakan. Karena itulah, rumah yang dindingnya dibangun dari material bata merah akan
terasa lebih nyaman dan adem. Selain lebih kuat dan kokoh serta tahan lama, sehingga jarang sekali

2
3

terjadi keretakan dinding yang dibangun dari material bata merah. Selain itu Material ini sangat tahan
terhadap panas sehingga dapat menjadi perlindungan tersendiri bagi bangunan Anda dari bahaya api.

 Batu bata merah dibuat dari tanah liat yang dicetak, kemudian dibakar. Tidak semua tanah lihat
bisa digunakan. Hanya yang terdiri dari kandungan pasir tertentu.
 Umumnya memiliki ukuran: panjang 17-23 cm, lebar 7-11 cm, tebal 3-5 cm.
 Berat rata-rata 3 kg/biji (tergantung merek dan daerah asal pembuatannya).
 Bahan baku yang dibutuhkan untuk pasangan dinding bata merah adalah semen dan pasir ayakan.
Untuk dinding kedap air diperlukan campuran 1:2 atau 1:3 (artinya, 1 takaran semen dipadu
dengan 3 takaran pasir yang sudah diayak). Untuk dinding yang tidak harus kedap air, dapat
digunakan perbandingan 1:4 hingga 1:6.
Batako[sunting | sunting sumber]

Selanjutnya setelah bata merah adalah Batako, material dinding dari batako ini umumnya dibuat dari
campuran semen dan pasir kasar yang dicetak padat atau dipress. Selain itu ada juga yang
membuatnya dari campuran batu tras, kapur dan air. Bahkan kini juga beredar batako dari campuran
semen, pasir dan batubara. Dengan bahan pembuatan seperti yang telah disebutkan, batako memiliki
kelemahan yaitu kekuatannya lebih rendah dari bata merah, sehingga cenderung terjadi keretakan
dinding, terutama jika bagian kosong-nya tidak diisi dengan adukan spesi. Pemakaian material batako
untuk dinding juga membuat bangunan lebih hangat bahkan cenderung pengap dan panas, tidak
seperti bata merah yang terbuat dari material tanah. Batako cenderung lebih ringan daripada bata
merah. Teksturnya pun terlihat lebih halus dari bata merah.

Batako putih (Tras)[sunting | sunting sumber]

 Batako putih dibuat dari campuran tras, batu kapur, dan air. Campuran tersebut dicetak, lalu
dibakar. Tras merupakan jenis tanah berwarna putih / putih kecoklatan yang berasal dari
pelapukan batu-batu gunung berapi.
 Umumnya memiliki ukuran panjang 25-30 cm, tebal 8-10 cm, dan tinggi 14-18 cm.
 Untuk dinding seluas 1 m2, kira-kira membutuhkan:
 Batako tras = 25 buah
 Semen = 0,215 sak
 Pasir ayak (pasir pasang) = 0,025 m3
Batako Semen PC / Batako pres[sunting | sunting sumber]

 Batako pres dibuat dari campuran semen PC dan pasir atau abu batu.
 Ada yang dibuat secara manual (menggunakan tangan), ada juga yang menggunakan mesin.
Perbedaannya bisa dilihat pada kepadatan permukaan batakonya.
 Umumnya memiliki ukuran panjang 36-40 cm, tebal 8–10 cm, dan tinggi 18-20 cm.
 Untuk dinding seluas 1 m2, kira-kira membutuhkan:

3
4

 Batako pres = 15 buah


 Semen PC = 0,125 sak
 Pasir ayak (pasir pasang} = 0,015 m3
Bata ringan[sunting | sunting sumber]

Bata ringan atau disebut hebel atau celcon. Material bata ringan ini pembuatannya sudah sangat
modern dimana material ini dibuat dengan menggunakan mesin pabrik. Bata ini cukup ringan, halus
dan memilki tingkat kerataan yang baik. Bata ringan ini diciptakan agar dapat memperingan beban
struktur dari sebuah bangunan konstruksi, mempercepat pelaksanaan, serta meminimalisasi sisa
material yang terjadi pada saat proses pemasangan dinding berlangsung.

 Bata hebel dibuat dengan mesin di pabrik. Bata ini cukup ringan, halus, dan memiliki tingkat
kerataan yang baik.
 Bisa langsung diberi aci tanpa harus diplester terlebih dulu, dengan menggunakan semen khusus.
*Bahan dasar acian/semen tersebut adalah pasir silika, semen, filler, dan zat aditif. Untuk
menggunakannya, semen ini hanya dicampur dengan air. Tetapi bisa juga menggunakan bahan
seperti pemasangan batako.
 Umumnya memiliki ukuran 60 cm x 20 cm dengan ketebalan 8–10 cm.
 Untuk dinding seluas 1 m2, kira-kira membutuhkan:
 Bata hebel/celcon = 8 buah
 Semen instan = 11,43 kg
 Air = 0,15–0,16 liter
Bataton[sunting | sunting sumber]

Bataton terbuat dari campuran semen, agregat, pasir, kerikil, air dan bahan khusus lain. Bahan-bahan
ini dicetak dalam berbagai bentuk yang kemudian disebuat sebagai bataton. Bentuk-bentuk bataton ini
menyisakan rongga pada bagian dalamnya. Rongganya bisa diisi baja untuk tiang kolom, juga bisa
sebagai jalur pipa air dan kabel listrik.

Banyak pilihan bentuk bataton yang diproduksi oleh Holcim ini. Sebut saja blok beton berprofil H
untuk dinding, bataton profil U untuk balok pengikat fondasi (sloof ), dan balok pengaku (ringbalk ),
serta bataton bentuk kolom. Sedangkan bataton balok, rooster , dan lengkung menjadi material
pendukung elemen rumah.

Rongga pada bataton dapat berperan juga sebagai isolator panas. Rongga tersebut dapat menangkap
rambatan radiasi panas pada dinding akibat terpapar terik matahari. Dengan begitu, suhu radiasi panas
pada dinding tak seluruhnya merembes sampai ke dalam ruangan.

Daya tarik lain dari bataton adalah proses konstruksinya lebih ekonomis jika dibandingkan bata
merah. Contohnya pembuatan dinding bata merah yang memerlukan bingkai struktur (kolom praktis,
sloof , dan ringbalk ), yang harus menggunakan cetakan (bekisting ). Selain menunggu masa keras
beton, bekisting pada bingkai struktur dinding tadi harus dilepas. Untuk pemasangannya, minimal
satu hari, dicor, besok dilepas, baru dipasang lagi. Kalau pakai blok beton cukup dalam satu hari,

4
5

dapat diisi tulangan besi, lalu bisa ditaruh pada atasnya. Tidak perlu menggunakan bekisting. Jadi
hemat kayu, waktu dan tenaga. Konstruksi jadi lebih ekonomis.

Batu candi

CANDI BATUJAYA
Kompleks Percandian Batujaya: Jejak Peradaban Agung di Jawa Barat
Tak banyak memang penemuan candi di lokasi Jawa Barat seperti halnya di kawasan Jawa Tengah,
Jogja, maupun Jawa Timur. Tetapi, bukan berarti tidak ada. Apalagi mengecilkan nilai sejarah-budaya
dari Jawa Barat itu sendiri yang sebenarnya memiliki peradaban yang tak kalah pentingnya dari
kawasan lain di Nusantara, pula perannya bagi hubungan dan perdagangan internasional berabad-abad
silam.

Kali ini, kami bertolak menuju kawasan yang dikenal sebagai salah satu lumbung padi Jawa Barat,
yaitu Karawang. Dari Jakarta, akses dan transportasi publik menuju Karawang, tidaklah sulit. Pagi-
pagi sekali, kami berangkat dengan bus menuju Karawang. Sepanjang perjalanan, kami disuguhkan
dengan pemandangan berupa hamparan sawah yang telah menguning. Para petani pun tampak sibuk
memotong padi.

Kompleks Percandian Batujaya mencakup area seluas 5 km 2 di wilayah administrasi Desa Segaran,
Kec. Batujaya dan Desa Telukbuyung, Kec. Pakisjaya (semula Desa Telagajaya, Kec. Batujaya) Kab.
Karawang, Jawa Barat. Terdapat lebih dari 20 reruntuhan bangunan bata yang meliputi persawahan
dan perkampungan penduduk. Sebagian besar situs masih berupa gundukan tanah berupa bukit-bukit
kecil dengan tinggi 1-4 meter, yang oleh penduduk sekitar kerap disebut unur (bukit kecil) dan
dianggap keramat. Berbeda dengan candi lain yang biasanya ditemukan dan direkonstruksi oleh
Belanda pada masa kolonialisme, Percandian Batujaya pertama kali ditemukan tahun 1984 oleh tim
Jurusan Arkeologi Fakultas Ilmu Budaya, Univ. Indonesia (UI).
Candi Jiwa
Udara yang panas dan kering terbawa oleh hembusan angin hingga terasa di kulit kami. Begitu sampai
di pintu masuk lokasi percandian, kami mengisi buku kehadiran. Tak ada tiket masuk, hanya donasi
seikhlasnya. Untuk menuju lokasi candi yang terletak di tengah-tengah persawahan, kami hanya
tinggal mengikuti sebuah jalan setapak terbuat dari beton yang menghubungkan pengunjung dan
candi.

5
6

Sebelumnya, masyarakat menyebutnya sebagai Unur Jiwa (Bukit Jiwa). Kini, menjadi Candi Jiwa,
terletak tak jauh dari tempat kami mengisi buku tamu. Unur yang semula ditumbuhi pohon pisang dan
palawija ini merupakan yang pertama kali mengalami ekskavasi tahun 1985 oleh tim arkeologi dari
UI.

Saat ini, Candi Jiwa tak lagi utuh, namun menyisakan bagian kaki berupa persegi dengan ukuran 19 x
19 m (diamond shape) dengan tinggi yang tersisa sekitar 4,7 m dan terbuat seluruhnya dari bata
merah. Meski telah berwarna redup agak kehitaman, namun warnanya yang kontras di antara sawah,
membuatnya terlihat begitu spesial dan menyala di bawah terik langit yang biru.

Tak ada tangga pada Candi Jiwa. Bentuknya yang bujur sangkar (wajik) mengingatkan kami pada
Candi Sumberawan. Pada bagian atas, terdapat sisa lingkaran berdiameter 6 m yang diduga adalah
bentuk stupa yang kini telah hilang. Di sinilah biasanya tersimpan relik Buddha, sehingga memiliki
makna spiritual yang tinggi. Keberadaan stupa juga menguatkan fungsi candi sebagai bangunan sakral
pemujaan, sekaligus coraknya yang berlanggam Buddha. Biasanya, peribadatan yang dilakukan untuk
tipe candi stupa adalah berupa pradaksina, yaitu berjalan mengelilingi candi (yang menjadi patha atau
garis edar) sebanyak tiga kali searah jarum jam sambil membaca sutra dan mantra (doa). Ritual kuno
ini masih dilakukan hingga sekarang. Pada Perayaan Trisuci Waisak, umat Buddha kerap datang
kemari untuk melakukan pradaksina. Sejumlah inskripsi berbahasa Palawa dan Sansekerta juga
ditemukan di sekitarnya. Sebagian adalah bata, sebagian lainnya berupa lempengan emas yang
menuturkan Karma dan Dharma.
Candi Blandongan
Cuaca hari itu begitu cerah. Angin masih terasa hangat dan awan putih mengepul pada langit biru.
Kami melanjutkan berjalan mengikuti jalan setapak berbeton di tengah sawah. Di ujung sana, adalah

6
7

Candi Blandongan. Warnanya merah pada bangunan batu bata tersebut begitu terlihat menonjol, juga
megah. Ukurannya tampak jauh lebih besar dari Candi Jiwa.

Candi yang disebut masyarakat sekitar sebagai Unur Blandongan ini juga tidak menyisakan bangunan
yang utuh. Denah bujur sangkar pada bagian kaki berukuran 25 x 25 m, sedangkan sisa bagian tengah
hanya 10 x 10 m. Pada setiap sisi candi, terdapat tangga naik dan pada badan candi juga terdapat
lantai yang dilapisi dengan beton stuko (serta adukan kerikil). Tidak hanya lantai, pada bagian dinding
ditemukan pula lepa stuko.

Candi Blandongan merupakan satu-satunya candi di Batujaya yang masih memiliki bagian badan
candi. Di sekitarnya, telah ditemukan banyak sekali peninggalan berupa, perhiasan, materai terakota,
gerabah, serta inskripsi dengan corak yang mirip dengan seni patung dan pahat pada situs maupun
candi di Nandala. Beberapa patung yang menggambarkan sosok Buddha pun memiliki kemiripan
dengan sosok Buddha di kawasan Thailand.

Pada bagian-bagian tertentu, para peneliti menemukan adanya relung-relung yang kemungkinan
adalah struktur kayu untuk tiang, pintu, dan jendela. Kemungkinan ini diperkuat dengan
ditemukannya sisa-sisa arang yang membawa pada kesimpulan bahwa candi pernah mengalami
kebakaran dan kemudian dibangun kembali (fase kedua diduga sekitar 980 M) seperti bentuknya yang
sekarang berupa penebalan bagian kaki, penambahan tangga, dan peninggian candi. Selain sisa
pembakaran kayu, ternyata terdapat pula sisa pembakaran padi yang membuktikan kehidupan agraris
masa itu.

7
8

Seorang pedagang makanan kecil dan minuman dingin di dekat Candi Jiwa, sempat bercerita pada
kami mengenai adanya penampakan sosok dewi yang muncul bersama para pengikutnya di Candi
Blandongan. Namun, kisah-kisah mistis dan spiritual di kawasan Percandian Batujaya, tak lagi
diceritakan karena benturan pada nilai-nilai agama yang kini dianut. Meski tak ada sistem keamanan
yang ketat, tapi warga sekitar tak ada yang berani mengambil bagian candi apalagi benda-benda
berharga lainnya yang ditemukan di sekitar candi. Hal ini disebabkan, sebelumnya banyak orang yang
mengambil atau memindahkannya, kerap tertimpa bencana, mulai dari sakit, kecelakaan, hingga
meninggal dunia. Sehingga, masyarakat percaya untuk melindungi berbagai candi dan situs dengan
tetap membiarkannya seperti apa adanya.

Berbekal petunjuk dari satu-satunya pedagang kecil tersebut, lalu kami memberanikan diri untuk
keluar dari jalan setapak beton dan berjalan menembus persawahan menuju situs candi lainnya.

Saat itu, persawahan di sekitar candi tengah mengalami gagal panen. Tanahnya mengering agak keras
dan bulir-bulir pada menjadi kosong. Pada tepian sawah, kami menuju Situs Segaran II (Unur
Lempeng) yang berupa gundukan kecil yang ditanami pohon kelapa, pisang, dan rumput. Di sini,
kami menemukan banyak sekali bata dan batu berserakan di mana-mana, juga terdapat sumur tua
dengan air yang sangat jernih dan segar.

Berjalan lurus ke arah barat, kami kembali menembus persawahan di mana kami menemukan lagi
sebuah candi. Masyarakat menyebutnya Unur Serut. Candi terbuat dari bata dan menyisakan bagian
kaki yang tergenang air. Lokasinya bersebelahan dengan rumah penduduk. Sejumlah bebek berlarian
dari genangan air pada candi ketika kami mendekat. Masih dengan rasa penasaran, kami pun bertanya
pada seorang perempuan paruh baya yang kami temui mengenai lokasi lain dari situs-situs
percandian. Ia pun mengantar kami untuk berjalan lurus saja ke arah barat mengikuti jalan setapak
desa yang bertanah dan – yang membuat kami kaget pada sisi jalan tertentu – berbata merah besar
mirip lantai candi.

Kami menemukan lagi sumur kecil tua berdinding bata, serta unur-unur lainnya yang menyatu dengan
persawahan, pemakaman, bahkan rumah-rumah penduduk.

Sebaran yang sporadis dan terkesan tak berpola pada Kompleks Percandian Batujaya ternyata
memiliki kemiripan dengan Kompleks Percandian Muarajambi dan Kompleks Wihara Anuradhapura
di Sri Lanka. Dari analisis stratigrafi di sana, lokasi percandian ternyata mencakup dan
menggambarkan 4 strata budaya: pra-sejarah, peralihan, Hindu-Buddha, dan paska-Hindu-Buddha.

8
9

Era pra-sejarah ditandai dengan penemuan budaya Buni, yaitu masyarakat yang pertama kali berada
di pantai utara Pulau Jawa bagian barat. Kesenian pada mas ini adalah kreasi gerabah yang banyak
ditemukan di sekitar lokasi percandian. Masa perundagian di Batujaya diduga sekitar 1.000 SM
hingga 500 M. Sedangkan masa peralihan menjadi titik dimulainya kontak masyarakat Buni dengan
budaya India (yang kental dengan nuansa Hindu-Buddha) di mana akulturasi kemudian berproses
sekitar abad ke-2 hingga ke-4. Memasuki periode Hindu-Buddha, memunculkan kelahiran kerajaan
tertua di Jawa: Tarumanagara tahun 450 (sekitar abad ke-5). Keterkaitan Tarumanagara pada fase
kedua (sekitar abad ke-8) dengan kebudayaan dan spiritualitas Buddha, menguat dengan adanya corak
kesenian Nalanda yang kemungkinan masuk melalui Sriwijaya sebagai pusat ajaran Buddha,sekaligus
kerajaan maritim terbesar di Asia Tenggara. Tarumanagara adalah pintu masuk bagi Sriwijaya
memperluas kekuasaan (juga sebaran pengaruh Buddha).

Menarik. Meski mungkin sebagian pengunjung merasa tak begitu antusias atau kecewa dengan
bangunan candi yang tak utuh dan masih berupa reruntuhan, bahkan gundukan tanah saja, namun
kekayaan sejarah yang terkandung pada Kompleks Percandian Batujaya menjadi bukti nyata
keagungan peradaban masyarakat Jawa Barat. Bagi kami, keindahan dan makna dalam pada candi-
candi di sini, memiliki definisinya tersendiri yang membuatnya berbeda dari candi lainnya di
Nusantara.

Aliran Sungai Citarum yang berada di dekat candi, hingga saat ini masih lekat dengan kehidupan
agraris masyarakat Karawang. Perjalan pulang kami kembali dihiasi dengan hamparan sawah dan
kesibukan para petani memasuki masa panen. Beberapa kali, kami melihat keramaian di pinggir jalan
berupa arak-arakan anak kecil yang habis disunat duduk di atas sisingaan sambil diiringi musik
tradisional serta akrobat dan tari-tarian. (Nurdiyansah)

Anda mungkin juga menyukai