Anda di halaman 1dari 3

Nama : Elva Retta Anggraeni

Kelas : E.X 5
No : 11

Patani

Phaya Tu Kerub Mahajana ialah raja di kota Maligai. Ia digantikan oleh putranya yang bernama
Phaya Tu Taqpa, yang kesenangannya berburu sebagaimana orang-orang besar pada masanya.
Pada suatu ketika seekor pelanduk putih, yang tengah diburunya, menghilang di dekat tempat
kediaman seorang tua yang bernama Eneik Tani. Diambil dari nama orang itulah, kerajaan yang
didirikannya kelak di tempat itu diberi nama Petani.

Setelah Islam masuk, raja Phaya Tu Naqpa berganti gelar Sultan Ismail Syah Zillullah Fil Alam.
Sejak saat itu seluruh rakyat Petani menjadi Islam. Sepeninggal baginda, pemegang kerajaan
digantikan oleh putranya yang sulung, Sultan Mudhaffar Syah. Ia mengadakan hubungan
persahabatan dengan Beracau, Raja Siam, dan bahkan memperoleh istri.

Dari istrinya ia beroleh seorang putra, Sultan Patik Siam. Namun, ia berkhianat terhadap Beracau.
Beracau diturunkan dari takhta dan dipaksa meninggalkan istana. Akibat tindakan yang
menimbulkan salah paham, ia beserta para pengiringnya dapat dikalahkan kembali sehingga
Beracau kembali menduduki takhta kerajaan. Adiknya yang menyertainya, Manzur Syah,
meninggalkan Siam. Namun, Mudhaffar sendiri tinggal di Siam dan tidak diketahui akhir
kesudahannya.

Sultan Manzur Syah pun menggantikannya menjadi raja di Patani. Pada masa pemerintahannya,
Patani dua kali berturut-turut diserang oleh Palembang. Namun, akhirnya serangan itu dapat
digagalkan. Hubungan dengan Siam diperbaiki dengan mengirimkan suatu keputusan di bawah
pimpinan Seri Agar.
Sepeninggal Sultan Manzur Syah terjadi kericuhan di dalam negeri untuk memperebutkan
mahkota. Tiga orang raja yang memerintah sesudahnya, yaitu Sultan Patik Siam, Raja Bambang,
dan Sultan Bahdur, berturut-turut mati terbunuh dalam intrik itu. Kemudian datanglah masa
pemerintahan raja-raja putri, putri Sultan Manzur Syah, yaitu Raja Ijau, Raja Biru, Raja Ungu,
Raja Emas, Raja Bima (pria), dan Raja Kuning, Raja Kuning adalah anggota dinasti Phaya Tu
Kerub Mahajana yang terakhir. Kemudian dinasti Kelantan menduduki takhta Kerajaan Patani. 
(Sumber: Kemendikbud)
Analisis teks Hikayat
“Patani”
 Ciri – ciri

1. Kemustahilan
a. Meminta nasihat pada burung tiung dan bayan
Kutipan teks:
Sebelum dia pergi, berpesanlah dia pada istrinya itu, jika ada barang suatu pekerjaan,
mufakatlah dengan dua ekor unggas itu, hubaya-hubaya jangan tiada, karena fitnah di
dunia amat besar lagi tajam dari pada senjata.

b. Burung bayan dapat berpikir dan melakukan sesuatu agar tidak dibunuh
Kutipan teks:
Maka bayan pun berpikir bila ia menjawab seperti tiung maka ia juga akan binasa. 

c. Burung bayan dapat bercerita banyak kisah


Kutipan teks :
Maka diberilah ia cerita-cerita hingga sampai 24 kisah dan 24 malam. 

d. Burung bayan dapat bersikap bijaksana


Kutipan teks :
Bayan yang bijak bukan sahaja dapat menyelamatkan nyawanya tetapi juga dapat
menyekat isteri tuannya daripada menjadi isteri yang curang

2. Kesaktian
a. Burung bayan dapat menyadarkan Bibi Zainab
Kutipan teks :
Burung Bayan tidak melarang malah dia menyuruh Bibi Zainab meneruskan
rancangannya itu, tetapi dia berjaya menarik perhatian serta melalaikan Bibi Zainab
dengan cerita-ceritanya.

b. Hati kera dapat menyembuhkan luka


Kutipan teks:
Anak saudagar mendapat luka di tangannya. Luka tersebut tidak sembuh melainkan
diobati dengan hati kera.

3. Anonim
Seperti halnya jenis-jenis syair, jenis-jenis pantun, jenis-jenis pantun berdasarkan
isinya, jenis-jenis pantun berdasarkan bentuknya, dan jenis-jenis puisi lama lainnya,
hikayat yang merupakan prosa lama ini juga bersifat anonim. Artinya, nama
pengarang dari hikayat ini tidak diketahui oleh masyarakat. Hal itu disebabkan karena
hikayat disampaikan secara lisan dari turun-temurun laiknya jenis-jenis sastra lama
pada umumnya. Meski begitu, ada juga hikayat yang juga ditulis tangan dan beredar
di masyarakat.

4. Kata Alkais/Klise
pada puncak hikayat penulis menyebutkan kalimat “Pada masa pemerintahannya,
Patani dua kali berturut-turut diserang oleh Palembang.”

 Nilai nilai yang terkandung dalam hikayat “Patani”


1. Nilai moral: kita tidak boleh sombong terhadap orang lain.
2. Nilai agama: seorang raja yang lebh memilih untuk menyembah berhala dari pada
Tuhan.
3. Nilai sosial: seorang pemimpin (raja) yang tidak bertanggung jawab dan tidak
memihak kepada rakyat.

 Pesan Moral
Janji adalah sebuah keputusan yang sakral, hindari untuk mengingkari karena waktu tidak
akan bisa diputar kembali. 

 Tokoh

1. Paya Tu Naqpa: suka berburu, ingkar janji, hanya patuh saat terdesak, raja yang
baik

2. Syaikh Sa’id: baik hati, suka menolong, sabar, tegas, religius, tidak silau akan
harta/tahta

3. Hulubalang kerajaan: patuh perintah raja

4. Encik Tani dan istrinya: berpengetahuan

Anda mungkin juga menyukai