Anda di halaman 1dari 22

Jurnal Komunikasi Global, 10(2), 2021

ISSN: 2614-7998 (Print), 2614-218X (Online)

DUALISME DAMPAK PEMANFAATAN MEDIA SOSIAL


TIKTOK DALAM HUMAS PEMERINTAH

Asti Prasetyawati
Universitas Indonesia
Email: asti.prasetyawati01@ui.ac.id

Diterima: 21 Oktober 2021; Direvisi: 1 November 2021; Disetujui: 12 Desember 2021

Abstrak
Era digital telah mengubah praktik kehumasan pemerintah menjadi humas digital.
Berbagai informasi dan pesan formal resmi dari pemerintah kini dapat dikemas dengan
cara yang lebih ringan dan menarik melalui berbagai platform media baru, salah satunya
melalui media sosial seperti TikTok. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis
dampak dari pemanfaatan TikTok dalam menyosialisasikan konten-konten serius yang
dilakukan oleh humas pemerintah di Indonesia, khususnya oleh Kementerian
Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi lewat akun TikTok @kemenkomarves,
dengan menggunakan metode observasi sekunder dan tinjauan literatur. Studi ini ingin
menganalisis lebih jauh mengenai pemanfaatan TikTok dalam menyebarkan konten-
konten serius yang dilakukan oleh humas Kemenko Marves. Hasil dari penelitian ini
menunjukkan adanya dualisme dampak yang ditimbulkan TikTok dalam melakukan
penyebaran konten humas Kemenko Marves. Meskipun penyebaran informasi melalui
TikTok berpotensi dapat mereduksi esensi asli pesan, namun hal ini juga sekaligus
menjadikan informasi tersebut menjadi dekat dan mudah dimengerti oleh masyarakat.
Untuk itu, dibutuhkan adaptasi teknologi dan strategi humas digital yang tepat agar
humas pemerintah dapat menciptakan konten-konten digital yang menarik dan
diminati oleh masyarakat luas.
Kata Kunci: Adaptasi Teknologi, Humas Digital, Humas Kemenko Marves, Strategi
Humas Digital, TikTok

Abstract
The digital era has changed government public relations practices into digital public relations.
Several official information and messages from the government could be formed in a lighter and
more attractive way through various new media platforms; one of them is through social media
like TikTok. This study aims to analyze the impact of TikTok in disseminating serious content
carried out by government public relations in Indonesia, especially by the Coordinating Ministry
for Maritime Affairs and Investment through @kemenkomarves TikTok account, using secondary
observation and literature review methods. This study is intended to analyse further the use of
TikTok in disseminating serious content carried out by public relations of Kemenko Marves. The
results of this study indicate the dualism of the impact caused by TikTok in transmitting Kemenko
Marves public relations content. Although the dissemination of information through TikTok can
reduce the original essence of the message, it also makes the information closer and easy to
understand for the public. For this reason, appropriate technology adaptation and digital public
relations strategies are needed to make the government public relations create digital content that
is attractive for society.
Keywords: Digital Public Relations, Digital Public Relations Strategies, Public Relations of
Kemenko Marves, Technology Adaptation, TikTok
Dualisme Dampak Pemanfaatan Media Sosial Tiktok dalam Humas Pemerintahan
Asti Prasetyawati

Pendahuluan
Era digital yang ditandai dengan perkembangan teknologi informasi dan
komunikasi yang semakin mumpuni, dan ditambah dengan kehadiran internet, membuat
dunia seakan tidak bersekat. Hal ini yang kemudian disebut oleh Marshall McLuhan
(1964) sebagai The Global Village. Penggunaan internet, melalui berbagai platform,
memungkinkan masyarakat untuk saling bertukar informasi melalui beragam cara dan
bentuk. Salah satu cara yang paling digemari saat ini sebagai sarana untuk bertukar
informasi adalah melalui media sosial. Pasalnya, berdasarkan survei berkala yang
dilakukan oleh We Are Social & Hootsuite, pada tahun 2020 penggunaan media sosial di
dunia telah mencapai 3.800 miliar dengan tingkat penetrasi 49% (Kemp, 2020).
Sedangkan di Indonesia, pada tahun yang sama mencapai 160 juta pengguna dengan
tingkat penetrasi 59%. Kemudian jumlah ini bertambah sebanyak 10 juta pengguna lagi
di Januari 2021. Media sosial yang dimaksud di sini mencakup Facebook, Twitter,
Youtube, Instagram, WhatsApp, Snapchat, hingga aplikasi asal China yang saat ini
sedang marak digunakan, yaitu TikTok.
Awalnya media sosial dikenal sebagai sarana untuk berkomunikasi yang dapat
menghubungkan penggunanya dari berbagai belahan khatulistiwa. Dari sana, para
pengguna media sosial akan memperoleh kesenangan dan juga hiburan. Namun sekarang,
media sosial telah banyak melakukan disrupsi di berbagai industri (Dellarocas, 2006;
Kwak et al., 2011), mulai dari industri pemasaran, berita dan publikasi, perfilman, musik,
hingga sektor pemerintahan. Kehadiran media sosial telah menciptakan berbagai
tantangan sekaligus kesempatan baru yang sebelumnya belum pernah ada (Aral et al.,
2013). Hal ini membuat media sosial tidak lagi hanya dianggap sebagai sarana untuk
berkomunikasi dan mencari kesenangan, melainkan juga sebagai sarana untuk melakukan
promosi dan menyebarkan informasi baik yang bersifat formal maupun informal.
Setiap industri, termasuk pemerintahan, memerlukan suatu jembatan yang dapat
menghubungkan mereka dengan masyarakat. Berbagai program dan kebijakan yang telah
dirumuskan oleh pemerintah tidak akan dapat terlaksana dengan baik jika tidak
disosialisasikan kepada masyarakat secara baik. Hal ini menciptakan sebuah urgensi akan
keberadaan divisi humas pada suatu perusahaan, termasuk instansi pemerintahan. Di
sektor pemerintahan itu sendiri, baik dalam kementerian atau kelembagaan non

230
Jurnal Komunikasi Global, 10(2), 2021, pp. 229-250

kementerian, telah membentuk divisi humas yang umumnya berada di bawah naungan
Biro Komunikasi.
Saat ini, pekerjaan humas telah banyak yang merangkap menjadi praktisi media
sosial. Hal ini telah membuat fungsi kehumasan menjadi tergolong masuk ke dalam sub
kategori media sosial (Carr & Hayes, 2015). Humas itu sendiri merupakan kegiatan
mengidentifikasikan, mengembangkan, dan menjaga relasi baik antara suatu organisasi
dengan publiknya (Cutlip et al., 2006). Hampir semua humas, baik dari industri yang
fokus pada profit hingga nonprofit seperti pada sektor pemerintahan, memiliki tugas yang
cenderung sama, yaitu menjaga citra dan opini baik secara internal dan eksternal
organisasi. Dalam instansi pemerintahan, divisi humas, yang selanjutnya akan disebut
dengan humas pemerintah, mempunyai tugas untuk mengamankan kebijakan pemerintah,
melaksanakan pelayanan informasi, menjadi mediator yang proaktif, serta ikut berfungsi
dalam menciptakan iklim kondusif dan dinamis untuk dapat membantu pemerintah
mencapai program pembangunan nasional (Hidayah, 2015).
Sebagai media baru, media sosial telah menjadi platform komunikasi interaktif
yang memungkinkan terjadinya interaksi dua arah antara pengirim dan penerima pesan.
Hal ini menjadi penting dalam sistem kehumasan ketika menjalankan tugasnya di mana
salah satu tugas humas adalah untuk menyampaikan informasi sekaligus untuk
mendengar opini publik. Selain interaktif, media sosial juga dapat diakses secara mudah,
banyak digunakan oleh masyarakat, dan bersifat langsung (real time). Tantangan
selanjutnya adalah bagaimana divisi humas pemerintah, khususnya humas Kementerian
Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves), dapat
memanfaatkan media sosial dengan baik sehingga mampu membuat konten yang sesuai
dengan audiens dan karakteristik platform media sosial yang dipilih. Tantangan baru ini
muncul karena di samping keunggulannya tersebut, media sosial juga dapat mengubah
konten berita menjadi konten editorial dan hiburan personal. Lewat user generated
content, para pengguna media sosial secara aktif dapat memilih dan menentukan pesan
apa dan dengan cara apa pesan tersebut akan ia konsumsi (Kent, 2013). Untuk itu, humas
pemerintahan diharapkan dapat membaca keinginan publik tersebut sehingga dapat
menciptakan konten yang diminati oleh masyarakat luas.
Untuk dapat memahami bagaimana platform video musik pendek dimanfaatkan
secara maksimal dalam humas Kemenko Marves, peneliti menggunakan konsep

231
Dualisme Dampak Pemanfaatan Media Sosial Tiktok dalam Humas Pemerintahan
Asti Prasetyawati

Computer Mediated Communication (CMC). Pada era digital seperti saat ini, manusia
memanfaatkan teknologi, internet, dan media digital sebagai sarana untuk
mengkomunikasikan pesan dan informasi, hal inilah yang kemudian disebut sebagai
komunikasi termediasi komputer (CMC) (Thurlow et al., 2004). CMC merupakan suatu
metode komunikasi dan bertukar informasi melalui jaringan telekomunikasi, termasuk
juga setiap interaksi manusia yang difasilitasi melalui teknologi berbasis digital
(McQuail, 2011), seperti melalui internet, pesan elektronik (e-mail), pesan instan,
interaksi multi-pengguna, dan sebagainya. Dengan begitu, melakukan komunikasi
melalui media sosial seperti TikTok termasuk ke dalam salah satu bentuk CMC.
TikTok merupakan salah satu platform media sosial dengan format audio-visual
yang memungkinkan penggunanya untuk membuat dan membagikan video singkat
dengan durasi 15 detik hingga 3 menit. Aplikasi buatan perusahaan China, ByteDance,
ini diluncurkan pada tahun 2016 dan mampu mengumpulkan 100 juta pengguna dengan
jumlah video rata-rata 1 milyar per hari di tahun pertama ia diluncurkan. Berdasarkan
data yang diberikan oleh App Annie, layanan market intelligence yang menyusun data
terkait performa suatu aplikasi di dalam mobile market store, pada Q1 tahun 2021 TikTok
telah menjadi aplikasi yang paling banyak diunduh di seluruh dunia (Hutchinson, 2021).
TikTok dibuat bukan untuk konten berbobot dengan tone serius. Namun saat ini,
penggunaan TikTok sudah lebih jauh dari visi tersebut, hal ini akan dijelaskan lebih lanjut
pada bagian pembahasan.
TikTok sebagai platform media sosial yang tergolong baru dalam
kebermanfaatannya di bidang humas memiliki karakteristik yang cukup unik. Penetrasi
TikTok di Indonesia juga terbilang cukup memuaskan. TikTok termasuk ke dalam
aplikasi yang mudah digunakan oleh siapa saja. Meskipun di pertengahan tahun 2018,
pemakaian TikTok di Indonesia sempat dilarang oleh Kementerian Komunikasi dan
Informasi (Kominfo) karena dianggap memuat konten-konten tidak baik yang dapat
berpengaruh buruk bagi anak-anak. Pelarangan yang hanya berlangsung satu minggu ini
tidak mengubah posisi TikTok untuk dinobatkan sebagai aplikasi terbaik di Google Play
Store (Adawiyah, 2020). Formatnya yang mudah diingat dan dibuat ulang, membuat
TikTok populer di kalangan semua umur, baik di masyarakat perkotaan maupun
pedesaan. Dianggap sebagai platform yang mampu menjangkau seluruh kalangan
masyarakat, beberapa humas pemerintah pada kementerian di Indonesia mulai

232
Jurnal Komunikasi Global, 10(2), 2021, pp. 229-250

memanfaatkan aplikasi TikTok sebagai salah satu sarana untuk menyebarkan informasi
terkait pemerintahan.
Beberapa kementerian yang rutin membagikan konten pada aplikasi TikTok
adalah Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (@kemenparekraf), Kementerian
Keuangan (@kemenkeuri), Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat
(@kemenpupr), dan Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi
(@kemenkomarves). Masing-masing kementerian ini menggunakan TikTok dengan ciri
khas yang berbeda-beda, disesuaikan dengan target audiens dan tugas mereka dalam
pemerintahan. Contoh, di Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif yang salah satu
tugasnya adalah mempromosikan pariwisata Indonesia, maka melalui akun TikTok,
mereka banyak membuat konten-konten mengenai pariwisata Indonesia dan promosi
produk buatan Indonesia dengan tagar #BanggaBuatanIndonesia.
Sedikit berbeda dengan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif,
Kementerian Keuangan lebih banyak memuat konten edukatif seputar perpajakan di akun
TikToknya. Begitu pun dengan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat
yang banyak memuat konten edukatif seputar pembangunan gedung, rumah, dan jalan di
Indonesia. Hal yang sedikit berbeda dilakukan oleh Kemenko Marves. Melalui akunnya
@kemenkomarves, Kemenko ini menawarkan konten yang cukup beragam mulai dari
informasi dan laporan kunjungan Menteri Koordinator ke berbagai daerah, kegiatan
sehari-hari di kantor Kemenko, hingga melakukan sosialisasi surat edaran.
Hingga saat ini, penelitian akademis terkait penerapan media sosial TikTok dalam
humas pemerintah masih tergolong sedikit. Beberapa penelitian terdahulu terkait TikTok
di antaranya dilakukan oleh Wang et al. (2019) yang menemukan bahwa TikTok banyak
digunakan oleh anak muda untuk tujuan hiburan dan pengurangan tekanan (stres).
Kemudian penelitian Henneman (2020) menemukan adanya kemungkinan untuk
menyajikan berita atau informasi melalui TikTok, namun dalam praktiknya sulit untuk
menerapkan etika jurnalistik pada TikTok. Mencoba untuk mengkaji TikTok melalui
bidang lainnya, Chen et al. (2021) menemukan bahwa TikTok dapat digunakan untuk
mendukung sektor kesehatan pemerintah China dalam rangka membagikan informasi
seputar pandemi Covid-19. Berdasarkan beberapa penelitian terdahulu di atas, belum
ditemukan adanya kajian terkait pemanfaatan TikTok dalam humas pemerintah di
Indonesia. Berangkat dari latar belakang tersebut, penelitian ini bertujuan untuk

233
Dualisme Dampak Pemanfaatan Media Sosial Tiktok dalam Humas Pemerintahan
Asti Prasetyawati

menganalisis lebih jauh mengenai dampak yang ditimbulkan dari pemanfaatan TikTok
sebagai platform video musik pendek dalam menyosialisasikan konten-konten serius
yang dilakukan oleh humas pemerintah di Indonesia, khususnya oleh Kementerian
Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi lewat akun TikTok @kemenkomarves.
Peneliti berharap penelitian ini dapat memberikan sumbangsih akademis dan praktis
khususnya untuk kajian humas di bidang pemerintahan dalam memanfaatkan media sosial
TikTok dalam praktik kehumasan.

Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode pengumpulan data observasi sekunder dan
studi literatur dengan tujuan menyusun conceptual framework di akhir makalah. Dengan
menggunakan pendekatan kualitatif, kerangka teoritis tersebut disusun dalam rangka
menggambarkan hubungan antar konstruk berdasarkan data pengamatan yang didapat
dari hasil observasi akun TikTok @kemenkomarves sekaligus diperkaya dengan tinjauan
teoritis hasil penelitian yang telah ada sebelumnya. Dalam menyusun makalah ini,
peneliti menggunakan sembilan artikel penelitian terdahulu dalam kurun waktu 10 tahun
terakhir terkait penggunaan media sosial dalam bidang humas, khususnya di bidang
humas pemerintah. Sedangkan observasi pada akun TikTok @kemenkomarves dilakukan
dalam jangka waktu 6 bulan pertama sejak akun tersebut dibuat, yaitu Januari 2021
hingga Juni 2021, dengan jumlah konten TikTok sebanyak 69 konten.
Observasi sekunder merupakan pengamatan yang dilakukan secara online dengan
cakupan pengamatan profil media sosial, rekaman dan arsipnya (konten), kemungkinan
adanya ekspresi bebas dalam teks (komentar), grafik, bentuk suara, hingga emotikon
(Kamila, 2020). Dalam hal ini, peneliti memperhatikan unggahan konten humas
Kemenko Marves dalam media sosial TikTok sebagai platform yang dipilih untuk
melakukan sosialisasi informasi, pesan, dan juga kebijakan pemerintah. Penelitian ini
menggunakan akun media sosial TikTok @kemenkomarves yang belakangan ini cukup
sering mengunggah informasi melalui TikTok. Hal yang diperhatikan peneliti mengenai
konten unggahan ini meliputi tone, durasi, judul, kompleksitas, dan feedback dari audiens
(publik) seperti jumlah like dan komentar terhadap konten TikTok terunggah.
Selain itu, peneliti juga melakukan tinjauan literatur sebagai salah satu metode
penelitian yang dilakukan dengan cara memadukan penelitian-penelitian sebelumnya

234
Jurnal Komunikasi Global, 10(2), 2021, pp. 229-250

untuk memeriksa data secara kolektif terkait suatu area penelitian tertentu. Tinjauan
literatur dilakukan dengan menerapkan langkah-langkah yang disampaikan oleh Francis
S. (2006), yang dapat dilihat dalam Tabel 1.

Tabel 1. Daftar Langkah Penelusuran Literatur Akademis


No Langkah Uraian
1 Mengidentifikasi dan Kriteria pertama adalah munculnya kata kunci
menentukan kata kunci humas digital pada literatur.
yang relevan dengan Kriteria kedua adalah munculnya gagasan yang
topik penelitian menghubungkan antara konsep CMC yang
berkaitan dengan penggunaan media sosial
dengan praktik kehumasan di pemerintahan.
Kriteria ketiga adalah mengharuskan penelitian
berada dalam ranah media sosial.
Kata kunci yang digunakan dalam pencarian
literatur di antaranya adalah humas digital,
humas pemerintahan, media sosial, strategi
humas digital, dan TikTok.
2 Melakukan penelusuran Literatur dikumpulkan melalui mesin pencari
literatur Google Scholar dengan pertimbangan agar
dapat memperoleh literatur akademis yang
dapat kredibel dengan jangkauan yang luas.
Pencarian literatur difokuskan pada penelitian
dalam kurun waktu 10 tahun terakhir untuk
menunjukkan gagasan baru.
3 Melakukan screening Kriteria inklusi:
pada literatur terpilih Literatur yang dipilih memiliki fokus
dengan menerapkan terkait praktik humas digital, khususnya
kriteria inklusi dan penggunaan media sosial. Diutamakan
eksklusi literatur yang membahas mengenai media
sosial TikTok dan/atau penerapan media
sosial di instansi pemerintahan.

235
Dualisme Dampak Pemanfaatan Media Sosial Tiktok dalam Humas Pemerintahan
Asti Prasetyawati

Literatur yang dipilih berbahasa Indonesia


atau Inggris.
Kriteria ekslusi:
Literatur membahas strategi humas digital
secara umum.
Literatur membahas mengenai
pemanfaatan media sosial (khususnya
TikTok) secara umum, di luar cakupan
instansi pemerintahan.
Literatur membahas pemanfaatan digital di
luar konteks kehumasan.
4 Menganalisis dan Literatur terpilih yang telah memenuhi kriteria
menyintesis literatur akan disintesis dan diambil intisarinya sesuai
dengan topik penelitian untuk membentuk suatu
klasifikasi mengenai bentuk dualisme
pemanfaatan media sosial TikTok dalam
praktik humas pemerintah.
5 Mengimplementasikan Kualitas analisis terhadap literatur dipastikan
kontrol kualitas kembali sehingga selaras dengan topik
penelitian yang sedang diteliti.
6 Menuliskan laporan Laporan akhir disusun untuk menyampaikan
akhir gambaran secara utuh terkait hasil analisis dan
sintesis dari literatur terpilih. Pada penelitian
ini, peneliti juga akan menggabungkan hasil
sintesis dari literatur yang didapat dengan hasil
observasi sekunder yang akan dijabarkan secara
lebih lanjut pada bagian hasil dan pembahasan.

Tujuan akhir dari melakukan penelitian dengan metode ini adalah untuk dapat
membentuk kerangka teoritis dan membangun model konseptual (Snyder, 2019).
Tinjauan literatur dapat menjadi sebuah sumbangsih yang informatif, kritis, dan
bermanfaat bagi dunia akademis dalam membantu mengembangkan rumusan pertanyaan

236
Jurnal Komunikasi Global, 10(2), 2021, pp. 229-250

lanjutan untuk penelitian di masa yang akan datang (Bolderston, 2008). Dengan kata lain,
tinjauan literatur bertujuan untuk memperkaya wawasan baru mengenai pengetahuan
tersebut dengan cara membangun dasar penyelidikan akademis (Xiao & Watson, 2019).
Jenis penelitian ini menjadi penting karena dapat meleburkan temuan dan perspektif dari
banyak penemuan empiris sebelumnya sehingga dapat menjawab pertanyaan penelitian
dengan sudut pandangan yang lebih menyeluruh. Proses peleburan dilakukan dengan
melakukan sintesis sekelompok literatur terkait kemudian menarik suatu benang merah
dari sana sehingga dapat digunakan untuk menguji hipotesis tertentu atau
mengembangkan teori baru. Sebuah makalah tinjauan literatur yang baik diharapkan
dapat bersifat lebih komprehensif, kaya akan referensi, menggunakan data secara selektif
dan relevan, mampu menyintesis ide atau kata kunci dengan baik, serta memuat
keseimbangan antara konsep dengan opini secara kritis, dan analitis (Steward, 2004).
Dalam melaksanakan riset berbasis literatur, terdapat dua tipe tinjauan literatur
yaitu tinjauan literatur yang dilakukan secara tradisional dan sistematis (Jesson et al.,
2011). Makalah konseptual ini akan menggunakan tinjauan literatur tradisional dalam
penyusunannya. Tinjauan literatur tradisional dilakukan dengan cara memadukan data-
data sekunder. Dalam menggunakan metode ini, peneliti diharapkan sudah mengetahui
pertanyaan dan tujuan penelitian dengan jelas. Berbagai data yang dikumpulkan melalui
metode ini akan dikelompokkan berdasarkan tema atau konsep dalam penelitian. Melalui
cara ini, peneliti berusaha untuk memperoleh gambaran besar dan deskriptif mengenai
suatu pengetahuan. Model tradisional dipilih dalam penelitian ini karena dipahami
sebagai bentuk ulasan dengan sistematika yang cukup longgar (Ashari, 2010) sehingga
dapat memberikan ruang kreativitas dan eksplorasi ide yang lebih luas bagi peneliti dalam
mengulas isu yang ingin diangkat.
Sedangkan metode tinjauan literatur sistematis merupakan upaya untuk mengulas
pengetahuan secara lebih khusus dengan cara yang lebih spesifik dan terkontrol. Metode
ini memungkinkan untuk memberikan ketepatan dan kekuatan yang lebih tinggi dalam
memperkirakan efek dan risiko yang mungkin terjadi terkait suatu isu. Baik melalui cara
tradisional ataupun sistematis, penelitian dengan metode tinjauan literatur dapat
membantu para akademisi dan praktisi untuk dapat mengikuti perkembangan terbaru
suatu isu tanpa harus membaca banyak laporan yang panjang.

237
Dualisme Dampak Pemanfaatan Media Sosial Tiktok dalam Humas Pemerintahan
Asti Prasetyawati

Sebelumnya, riset tentang penggunaan media sosial dalam humas pemerintahan


sudah cukup banyak dilakukan. Namun, penelitian yang secara spesifik membahas
mengenai pemanfaatan TikTok dalam humas pemerintahan masih minim. Ketika sumber
acuan terlalu sedikit untuk menjawab permasalahan penelitian, peneliti dapat menerapkan
dua tingkatan berpikir untuk menyelesaikannya (Knopf, 2006). Di tingkatan pertama
peneliti dapat menggunakan studi yang secara langsung menjawab pertanyaan penelitian,
sedangkan di tingkatan kedua peneliti akan memperluas ulasan untuk mempertimbangkan
publikasi yang relevan dan berkaitan dengan pertanyaan penelitian. Pada penelitian ini,
peneliti menggunakan studi literatur tingkatan kedua untuk membantu peneliti
merumuskan temuan penelitian dengan beberapa kriteria yaitu, fokus pada studi yang
bersumber dari otoritas terkemuka, fokus pada studi terbaru (10 tahun terakhir) dan dari
sumber yang memiliki prestise dan visibilitas tinggi, serta fokus pada studi yang paling
relevan dengan pertanyaan penelitian.

Hasil dan Pembahasan


Untuk dapat mencapai tujuan humas, yakni menjaga citra baik organisasi secara
internal maupun eksternal dan membina hubungan baik dengan lingkungan eksternal
organisasi, dibutuhkan strategi kehumasan dan pemilihan medium penyebaran informasi
yang tepat guna. Di era digital seperti sekarang, penggunaan teknologi digital dan internet
telah mengubah sistem kerja humas yang tadinya berjalan dengan cara konvensional
menjadi digital. Hal ini menyebabkan terbentuknya istilah humas digital yang merujuk
pada kegiatan kehumasan yang dilakukan dengan memanfaatkan teknologi/media digital
untuk membangun komunikasi dengan publiknya (Laksamana, 2015). Sejalan dengan
konsep CMC, humas digital juga berarti menggunakan media digital sebagai sarana
publisitasnya (Lloyd & Toogood, 2015).
Selain Instagram, media sosial Facebook, Twitter, dan Youtube merupakan
platform yang paling banyak digunakan oleh humas pemerintah Indonesia untuk
melakukan sosialisasi kegiatan dan program kerja pemerintah. TikTok, sebagai media
sosial yang sejak tahun lalu marak digunakan oleh masyarakat Indonesia, turut
dimanfaatkan pemerintah dalam melakukan praktik kehumasan. Menurut M. Graham et
al. (2013), platform tersebut telah membuka kesempatan bagi pemerintah untuk
menyampaikan dan menjelaskan terkait krisis serta dapat membangun engagement dan

238
Jurnal Komunikasi Global, 10(2), 2021, pp. 229-250

interaksi dengan publik, seperti menjawab pertanyaan dan mendengarkan ide publik. M.
Graham et al. (2013) menyimpulkan bahwa interaktivitas antara pemerintahan dan publik
yang dijembatani oleh media sosial dapat mendukung transparansi dan akuntabilitas
kinerja pemerintah terhadap publik.
Berdasarkan data secara umum, penetrasi penggunaan media baru dalam humas
pemerintahan tidak selalu dapat disambut dan diadaptasi secara baik oleh pegawai
pemerintahan. Peneliti telah melakukan penelusuran literatur akademis dan memutuskan
untuk mengambil 9 artikel akademis yang sesuai dengan kriteria dan topik penelitian ini,
yaitu penggunaan media sosial khususnya TikTok dalam praktik humas pemerintah.
Intisari dari artikel-artikel tersebut akan disajikan dalam Tabel 2 untuk kemudian
dijadikan sebagai bahan analisis lebih lanjut.

Tabel 2. Daftar Hasil Penelusuran Literatur Akademis

No Sumber Literatur Gambaran Umum Penelitian


1 M. Graham et al., (2013) Media sosial kurang dimanfaatkan oleh pemerintah
daerah di Amerika Serikat dengan tingkat
penggunaan keseluruhan hanya sekitar 70%.
Pejabat pemerintah masih banyak yang
mengandalkan media konvensional (siaran pers
dan pers rilis) untuk menyebarkan informasi terkait
pemerintahan dan kurang menganggap media
sosial sebagai media baru yang penting dan
berdampak. Padahal di tahun tersebut, Facebook
dan Twitter telah menjadi platform yang paling
banyak digunakan oleh warga Amerika.
2 M. W. Graham (2014) Terdapat berbagai tantangan pemanfaatan media
sosial yang harus dikuasai oleh humas pemerintah
dalam melaksanakan praktik humas digital. Untuk
itu, dibutuhkan kemampuan humas yang baik
dalam hal memahami keinginan publik serta
melakukan mitigasi terhadap opini-opini negatif
yang dapat terjadi di media sosial.

239
Dualisme Dampak Pemanfaatan Media Sosial Tiktok dalam Humas Pemerintahan
Asti Prasetyawati

3 Hasnawati & Salamah Kehadiran media sosial sebagai media baru telah
(2017) menjadi peluang sekaligus ancaman bagi humas
pemerintah, khususnya BPK RI. Berbagai peluang
yang dimaksud adalah media sosial dapat
membuka kesempatan untuk meningkatkan
kesadaran dan partisipasi publik terkait program
dan kebijakan pemerintah lewat fitur
interaktivitasnya, dapat menyebarkan informasi
secara lebih cepat dan luas, serta dapat mendukung
terjadinya transparansi informasi. Kurangnya
kemampuan untuk menguasai media sosial dengan
baik menjadi tantangan tim humas pemerintah agar
dapat menyajikan konten yang menarik dan mudah
dipahami oleh masyarakat.
4 Haryanti & Rusfian Komunikasi humas pemerintahan melalui media
(2018) sosial belum sepenuhnya mampu menjadi
penghubung kesenjangan digital yang terjadi di
pedesaan.
5 Kusumaningtyas & Penelitian yang dilakukan di Kota Salatiga ini
Vanel (2019) berfokus pada platform Instagram yang dianggap
sebagai medium penyampaian informasi modern.
Manajemen media sosial dan desain konten yang
menarik menjadi kunci pesan dapat dimengerti
dengan baik oleh masyarakat luas. Selain itu, media
sosial juga berhasil meningkatkan brand
awareness Kota Salatiga sekaligus mampu
menghubungkan banyak orang baik dari dalam
maupun luar kota sebagai sumber informasi dan
sekaligus sebagai platform untuk melakukan
promosi.
6 Wang et al. (2019) Agregasi pengguna TikTok dibentuk berdasarkan
pada kebutuhan kognisi pengguna, emosi, integrasi

240
Jurnal Komunikasi Global, 10(2), 2021, pp. 229-250

pribadi, integrasi sosial, dan pengurangan tekanan


(stres). Pengguna TikTok didominasi oleh anak
muda.
7 Henneman (2020) Penelitian ini mengkaji penggunaan storytelling
TikTok dalam mata kuliah jurnalistik mengingat
mayoritas orang Amerika masa kini mengakses
berita (informasi penting) melalui media sosial.
Hasilnya, beberapa siswa jurnalisme menyatakan
keprihatinan etis tentang jurnalis yang
menambahkan TikTok ke repertoar bercerita
mereka.
8 Chen et al. (2021) Studi ini dilakukan pada akun TikTok
pemerintahan sektor kesehatan di China dalam
rangka membagikan informasi dan perkembangan
pandemi Covid-19. Berdasarkan penelitian ini
diketahui bahwa durasi video, jenis konten yang
positif dan solutif, serta judul video yang panjang
dan deskriptif lebih disukai oleh masyarakat China.
9 Ridzuan et al. (2021) Penelitian ini menunjukkan bahwa penggunaan
media sosial termasuk ke dalamnya TikTok, dapat
memberikan manfaat yang banyak bagi praktisi
humas, seperti mendapatkan minat publik, opini,
dan khalayak sasaran yang luas.
Sumber: Hasil Analisis Data

Hasil dari studi literatur akademis di atas menunjukkan bahwa pemanfaatan media
sosial dapat terdiri dari beragam bentuk serta bergantung pada selera audiens. Dari sana
juga dapat ditarik kesimpulan bahwa strategi kehumasan dan pemahaman tentang
karakteristik platform media sosial yang tepat masih belum banyak dimiliki oleh tim
humas pemerintah, termasuk di Indonesia. Sehingga meskipun sudah menggunakan
media sosial dalam hal membagikan informasi, format konten yang dibagikan masih
terkesan monoton dan terlalu rumit untuk dikonsumsi masyarakat luas. Hasilnya,

241
Dualisme Dampak Pemanfaatan Media Sosial Tiktok dalam Humas Pemerintahan
Asti Prasetyawati

informasi menjadi tidak diminati dan tidak dapat dimengerti oleh masyarakat. Dalam
situasi seperti ini, komunikasi publik humas pemerintah dapat dikatakan mengalami
kegagalan. Namun, hal ini tidak menghentikan para praktisi humas pemerintah untuk
tetap menggunakan media sosial sebagai salah satu cara yang dipilih dalam menyebarkan
berbagai informasi terkait pemerintahan.
Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, sebagai sebuah
organisasi pemerintahan yang cukup besar di Indonesia, telah menerapkan cara kerja
humas digital dalam pelaksanaan tugas-tugas kehumasannya sehari-hari. Berbagai
platform digital seperti situs web, link survei online, video interaktif, hingga media sosial
telah dimanfaatkan sebagai medium untuk menyebarkan informasi dan kebijakan
organisasi, baik kepada publik maupun stakeholders terkait. Hampir keseluruhan media
sosial yang banyak digunakan oleh masyarakat Indonesia seperti Facebook, Twitter,
Youtube, Instagram, hingga TikTok digunakan oleh divisi humas Kementerian
Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi agar dapat menciptakan kedekatan
dengan publik.
Praktik humas digital dapat terjadi karena didukung oleh interaktivitas yang
dimungkinkan akibat adanya internet, terutama media sosial. Berbeda dengan humas
konvensional yang ruang lingkupnya cenderung terbatas, statis, dan dapat dikontrol,
humas digital lebih bersifat dinamis, lemah kontrol, dan dapat memuat banyak pesan yang
pertukarannya terjadi secara cepat (Meranti, 2018). Humas di era digital membutuhkan
pemahaman mendalam dalam hal membuat dan membagikan informasi kepada publik
yang kemudian digunakan untuk memetakan pokok-pokok masalah (Wright & Hinson,
2008). Untuk menjawab tantangan tersebut, dibutuhkan adaptasi dan strategi yang tepat
agar dapat mengadopsi teknologi digital secara baik.
Dalam penerapannya menggunakan beragam media sosial, divisi humas Kemenko
Marves berusaha untuk menyesuaikan diri dengan tradisi digital, termasuk melakukan
personalisasi konten di setiap media sosial yang berbeda. Tergolong masih baru dalam
penggunaan TikTok, divisi humas Kemenko Marves berada dalam tahap penyesuaian
format konten TikTok. Mereka mencoba untuk mengkomunikasikan beragam konten
dengan bobot yang serius (sosialisasi surat edaran, kebijakan, dan peraturan menteri)
hingga konten yang bersifat tidak serius (mini vlog keseharian pegawai kemenko
Marves).

242
Jurnal Komunikasi Global, 10(2), 2021, pp. 229-250

Mengkomunikasikan kebijakan pemerintah memiliki tingkat kesulitan yang sama


dengan mensosialisasikan ilmu pengetahuan kepada masyarakat luas. Penggunaan bahasa
tingkat tinggi seperti bahasa hukum dan bahasa akademik seringnya sulit dimengerti oleh
masyarakat awam. Sehingga tak jarang berbagai kebijakan mulia terkadang tidak dapat
diimplementasikan secara sempurna pada masyarakat karena terdapatnya gap
pemahaman di antara pembuat kebijakan dengan publik selaku penerima kebijakan. Pada
kasus ini, media sosial hadir sebagai jembatan penghubung antara pembuat dan penerima
kebijakan. Hal ini sejalan dengan pemikiran Liang et al. (2014) yang mengatakan bahwa
peningkatan penggunaan media digital memiliki dampak yang cukup baik pada
komunikasi sains dan komunikasi kebijakan kontemporer. Dengan kata lain, media sosial
telah menyediakan ruang terbuka bagi berbagai disiplin ilmu, termasuk kebijakan publik,
sebagai tempat untuk bertukar pengetahuan, pandangan, sekaligus sebagai ruang evaluasi.

Membagikan Informasi Formal melalui Media Sosial


Humas pemerintah memiliki tugas untuk mensosialisasikan berbagai kebijakan
publik, baik yang berbentuk Peraturan Pemerintah (PP) hingga Surat Edaran (SE) resmi.
Pada praktik humas konvensional, biasanya kebijakan publik tersebut disosialisasikan
secara tertulis melalui selebaran resmi maupun melalui konferensi pers yang nantinya
disiarkan melalui televisi maupun radio agar dapat diketahui publik secara luas. Dalam
pelaksanaan humas digital, kegiatan sosialisasi ini bisa dilakukan melalui media sosial.
Bentuk sosialisasinya pun menjadi beragam disesuaikan dengan karakteristik media
sosial yang digunakan. Misalnya, dalam hal sosialisasi Surat Edaran mengenai Penetapan
Jam Kerja di Bulan Ramadhan Tahun 2021, divisi humas Kemenko Marves
menggunakan media sosial TikTok.
Sebelumnya belum pernah terbayangkan jika media sosial berbasis video singkat
tersebut dapat dijadikan medium untuk membagikan informasi formal. Namun dengan
menggunakan strategi yang tepat, hal tersebut ternyata memungkinkan untuk dilakukan.
Seperti untuk unggahan konten tersebut, sesuai dengan penelitian yang telah dilakukan
oleh Chen et al. (2021) bahwa judul video yang panjang dan deskriptif lebih disukai oleh
masyarakat, @kemenkomarves menggunakan judul “#timmarves udah pada tau belum,
aturan jam kerja ASN di bulan Ramadhan? Yuk, cek selengkapnya bersama” untuk
menggambarkan secara langsung isi dari konten yang dibawakan. Dengan menggunakan
judul yang seperti ini, kemungkinan konten tersebut untuk ditonton oleh publik menjadi

243
Dualisme Dampak Pemanfaatan Media Sosial Tiktok dalam Humas Pemerintahan
Asti Prasetyawati

meningkat. Terbukti dengan jumlah penonton konten tersebut yang hampir mencapai
1.000 viewers hanya dalam waktu 1 hari rilis.
Cara baru ini memberikan dampak yang cukup baik karena media sosial, dalam
hal ini TikTok, berada dekat dengan masyarakat. Sehingga kemungkinan informasi
tersebut dapat sampai kepada publik menjadi lebih luas. Selain itu, dengan memanfaatkan
Teori Kekayaan Media (1986), humas pemerintah juga dapat memanfaatkan media lain
untuk menyebarkan konten TikTok tersebut (Ishii et al., 2019). Hal ini juga telah
dilakukan oleh divisi humas Kemenko Marves, yaitu dengan cara menyebarkan konten
TikTok tersebut melalui Instagram dengan fitur Instagram stories. Hasilnya, konten
TikTok tersebut mendapatkan jumlah viewers yang lebih banyak lagi dan bahkan mampu
menjangkau publik dengan melampaui batas wilayah tertentu.

Meningkatkan Engagement melalui Media Sosial


Agar suatu pesan yang ingin disampaikan mendapatkan perhatian dari audiens,
maka pengirim pesan perlu membangun engagement dengan audiens tersebut.
Engagement ini bergantung pada strategi komunikasi dan pilihan medium yang
digunakan. Menurut Luarn et al. (2016), media sosial memungkinkan terjadinya
manajemen hubungan (relationship management) yang bertujuan untuk melakukan
pengembangan dan pemeliharaan suatu hubungan komunikasi. Untuk dapat menciptakan
engagement, praktisi humas pemerintah harus mengetahui karakteristik dari medium
yang digunakan. Hal ini juga sekaligus memperkuat model komunikasi Lasswell (1948)
yang menyebutkan bahwa medium merupakan hal terpenting dalam berkomunikasi.
TikTok, sebagai platform media sosial yang dianalisis dalam penelitian ini,
memiliki visi untuk menyajikan kreativitas dan keunikan. Sehingga, jika humas
pemerintah ingin menyebarkan informasi melalui platform ini, maka format kontennya
pun harus mengikuti karakteristik video TikTok, yaitu singkat, menggunakan kalimat
sederhana, menarik, dan menghibur. Hal ini sudah mulai diterapkan oleh humas Kemenko
Marves dengan melakukan beberapa kali percobaan format konten video sebagai proses
penjajakan TikTok. Melalui eksperimen tersebut diketahui bahwa konten serius yang
dibuat secara sungguh-sungguh, seperti konten animasi, sering kali hanya akan menarik
sedikit minat audiens di TikTok. Sebaliknya, konten ringan yang dilengkapi dengan
musik dan penuturan informasi khas TikTok ternyata lebih diminati masyarakat. Bahkan
tak jarang beberapa konten yang dianggap menghibur seperti ini dibagikan ulang secara

244
Jurnal Komunikasi Global, 10(2), 2021, pp. 229-250

perorangan oleh individu sebagai salah satu bukti bahwa engagement telah terbentuk.
Sehingga kesimpulannya, segala jenis informasi, baik formal maupun informal, yang
ingin disiarkan di TikTok harus dikemas secara menghibur agar dapat diminati dan
menciptakan engagement di masyarakat.
Situasi ini kemudian sesuai dengan apa yang digambarkan oleh Postman (1986)
bahwa kehadiran budaya popular yang dibawa oleh media sosial, dalam hal ini TikTok,
sebagai sarana untuk mengekspresikan suatu ide atau informasi melalui gambaran visual
dapat mereduksi tingkat keseriusan isu tersebut (Straubhaar et al., 2012). Menurut Moore
(2006), hal ini juga dipahami sebagai pergeseran esensi asli suatu pesan. Melalui media
sosial, proses komunikasi menjadi semakin mudah dan kompleks namun sekaligus juga
dipandang sebagai sarana hiburan alih-alih menjalankan fungsinya untuk memberi
informasi dan penjelasan (Lloyd & Toogood, 2015).

Mendengarkan Opini Publik melalui Media Sosial


Fungsi humas lainnya yang dapat dilakukan oleh media sosial adalah
mendengarkan opini publik. Interaktivitas sebagai keunggulan media sosial jika
dibandingkan dengan media konvensional lainnya telah memungkinkan opini publik
dapat tercipta secara cepat di ranah online. Opini publik, baik yang bersifat positif
maupun negatif, terbentuk melalui kolom komentar dan opini yang tersedia dalam media
sosial. Pada media sosial TikTok, opini publik terbentuk melalui kolom komentar yang
dapat diisi secara bebas oleh siapa saja yang memiliki akun TikTok. Opini publik tidak
hanya terjadi pada unggahan konten yang dilakukan oleh sebuah organisasi, melainkan
juga bisa muncul melalui unggahan konten-konten lainnya yang bersinggungan dengan
organisasi. Hal inilah yang memungkinkan terjadinya kekeliruan pemahaman, berita
hoaks, hingga pembajakan akun media sosial (hijacking).
Kemudahan penyebaran informasi yang diberikan oleh media sosial, baik
informasi yang mengandung kebohongan atau hoaks, dapat memicu tindakan slacktivism.
Slactivism adalah praktik yang mendukung suatu tujuan sosial-politik tertentu melalui
aktivitas online, dengan hanya melibatkan sedikit upaya atau komitmen untuk
berpartisipasi, misalnya bisa dilakukan hanya dengan mengeklik, memberi like,
mengunggah ulang, dan lain sebagainya (Mozorov, 2009). Sebagai bentuk mitigasi, divisi
humas sebaiknya melakukan aktivisme media sosial seperti membentuk pasukan siber

245
Dualisme Dampak Pemanfaatan Media Sosial Tiktok dalam Humas Pemerintahan
Asti Prasetyawati

untuk melakukan pemantauan berkala terkait perkembangan isu yang terjadi di media
sosial (Meranti, 2018).
Agar dapat menciptakan ekosistem opini publik yang positif, divisi humas juga
perlu untuk membagikan kegiatan organisasi yang bersinggungan dengan kepentingan
publik sebagai bentuk transparansi (Graham et al., 2013; Hasnawati & Salamah, 2017).
Hal ini juga telah dilakukan oleh divisi humas Kemenko Marves di mana mereka
membagikan beragam aktivitas yang dilakukan, baik oleh Menteri Koordinator, kegiatan
di kantor, hingga progres tugas yang sedang dijalankan oleh Kementerian, khususnya
untuk setiap topik yang berkaitan dengan masyarakat luas. Meskipun hal tersebut telah
dilakukan, hal ini tetap tidak dapat mencegah adanya komentar negatif sebagai
konsekuensi dari sifat keterbukaan yang dimiliki oleh media sosial, termasuk TikTok.
Pembawaan konten serius dengan tone yang menghibur juga sering kali memicu
komentar buruk.
Berdasarkan pemaparan berbagai konsep dan fenomena di atas, peneliti
menawarkan kerangka konseptual sebagai berikut:

Gambar 1. Kerangka Konseptual Hasil Penelitian

Berdasarkan gambar di atas, dapat dijabarkan bahwa sebagai dampak dari


determinisme teknologi, komunikasi yang dilakukan dengan mediasi komputer (CMC),
seperti pemanfaatan teknologi digital (media sosial) dalam menyebarkan informasi terkait
konten pemerintahan, menempati posisi sentral dalam praktik humas pemerintah.
Berbeda dengan humas konvensional yang tidak memerlukan teknologi digital dalam
pelaksanaannya, humas pemerintah digital mendapatkan tiga manfaat sekaligus ketika
memanfaatkan teknologi digital, termasuk ke dalamnya menggunakan media sosial

246
Jurnal Komunikasi Global, 10(2), 2021, pp. 229-250

seperti TikTok, dalam melaksanakan tugas kehumasan. Tiga manfaat tersebut yaitu,
humas pemerintah dapat menggunakan teknologi digital untuk membaca dan
membagikan pesan dan/atau informasi kepada publik (P1), memanfaatkan media sosial
untuk meningkatkan engagement dengan publiknya (P2), serta menggunakan media
sosial sebagai sarana untuk mendengarkan opini publik (P3).

Penutup
Berdasarkan hasil penelitian, sama seperti media sosial lain, dualisme dampak dari
pemanfaatan TikTok dalam praktik humas pemerintah tercermin ke dalam dua hal yang
saling bertolak belakang namun saling berhubungan, yaitu adanya peningkatan kedekatan
pesan pada audiens dan terjadinya reduksi kualitas pesan yang dikorbankan. Platform
media sosial TikTok, dengan karakteristiknya yang menyajikan video singkat dengan
tone konten yang menghibur, dapat mereduksi bobot keseriusan pesan resmi
pemerintahan namun sekaligus menjadikan pesan tersebut menjadi dekat dan mudah
dimengerti oleh masyarakat. Di samping itu, TikTok juga dapat digunakan untuk
meningkatkan engagement antara organisasi (kementerian) dengan publiknya dan juga
dapat digunakan sebagai sarana untuk mendengarkan opini publik baik yang bersifat
positif maupun negatif. Berbagai tantangan dan juga kesempatan yang diberikan oleh era
digital ini membuat praktisi humas pemerintah diharuskan memahami strategi humas
digital secara baik agar dapat menciptakan konten-konten digital yang menarik dan
diminati masyarakat luas. Penggunaan konten dengan format video singkat, ringan, dan
menarik khas video TikTok merupakan strategi yang tepat untuk menyebarkan pesan
melalui media sosial TikTok. Secara tidak langsung, hal ini mencerminkan teknologi
determinisme di mana teknologi digital (media sosial) menuntut penyesuaian dari
manusia yang menggunakannya, baik sebagai pengirim (humas pemerintah) maupun
penerima pesan (publik).
Penelitian ini masih terbatas pada pengamatan yang peneliti lakukan terhadap
salah satu akun TikTok humas pemerintahan @kemenkomarves pada masa 6 bulan
pertama akun TikTok tersebut dibuat. Hal ini memunculkan adanya kemungkinan bahwa
akun tersebut masih dalam tahap mencari format konten yang sesuai dalam melakukan
penyampaian pesan. Untuk itu, peneliti menyarankan untuk melakukan penelitian
lanjutan yang dilakukan pada akun TikTok humas pemerintahan yang sudah ajek disertai

247
Dualisme Dampak Pemanfaatan Media Sosial Tiktok dalam Humas Pemerintahan
Asti Prasetyawati

dengan observasi lapangan secara langsung. Penelitian lanjutan bisa dilakukan baik
melalui survei, wawancara mendalam, maupun focus group discussion (FGD) dengan
objek penelitian dua sisi aktor yang terlibat dalam kehumasan, yakni dari sisi pembuat
pesan (humas pemerintah) dan juga penerima pesan (publik). Hal ini dilakukan dengan
tujuan untuk dapat memahami realitas secara lebih dalam lagi dengan didukung oleh data
lapangan mengenai pemaksimalan penggunaan media sosial TikTok dan dampaknya
dalam rangka melaksanakan praktik kehumasan pada sektor pemerintahan.

Daftar Pustaka
Adawiyah, D. P. R. (2020). Pengaruh Penggunaan Aplikasi TikTok Terhadap
Kepercayaan Diri Remaja di Kabupaten Sampang. Jurnal Komunikasi, 14(2),
135–148. https://doi.org/10.21107/ilkom.v14i2.7504
Aral, S., Dellarocas, C., & Godes, D. (2013). Social media and business transformation:
A Framework for research. Information Systems Research, 24(1), 3–13.
https://doi.org/10.1287/isre.1120.0470
Ashari, E. T. (2010). Memahami Karakteristik Pegawai Negeri SIpil yang Profesional.
Jurnal Kebijakan Manajemen PNS, 4(2), 1–11.
Bolderston, A. (2008). Writing an Effective Literature Review. Journal of Medical
Imaging and Radiation Sciences, 39(2), 86–92.
https://doi.org/10.1016/j.jmir.2008.04.009
Carr, C. T., & Hayes, R. A. (2015). Social Media: Defining, Developing, and Divining.
Atlantic Journal of Communication, 23(1), 46–65.
https://doi.org/10.1080/15456870.2015.972282
Chen, Q., Min, C., Zhang, W., & Ma, X. (2021). Factors Driving Citizen Engagement
With Government TikTok Accounts During the COVID-19 Pandemic : Model
Development and Analysis. Journal of Medical Internet Research, 23(2), 1–13.
https://doi.org/10.2196/21463
Cutlip, S. M., Center, A. H., & Broom, G. M. (2006). Effective public relations (L. Jewell
(ed.); 9th ed.). Upper Saddle River.
Dellarocas, C. (2006). Strategic manipulation of internet opinion forums: Implications for
consumers and firms. Management Science, 52(10), 1577–1593.
https://doi.org/10.1287/mnsc.1060.0567
Francis, S., & B. (2006). Systematic Reviews of Qualitative Literature. UK Cochrane
Centre.
Graham, M., Avery, E. J., & Ph, D. (2013). Government Public Relations and Social
Media : An Analysis of the Perceptions and Trends of Social Media Use at the
Local Government Level. 7(4), 1–21.
Hasnawati, S., & Salamah, U. (2017). The evaluation of the transformation of government
public relations in the new media era. Proceeding of The 4th Conference on
Communication, Culture, and Media Studies, October, 41–50.
Henneman, T. (2020). Teaching Journalism & Mass Communication Beyond Lip-
Synching : Experimenting with TikTok Storytelling. 10(2), 1–14.
Hidayah, R. A. (2015). Kajian Tugas dan Fungsi Hubungan Masyarakat di Kantor
Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara. Acta Diurna, IV.

248
Jurnal Komunikasi Global, 10(2), 2021, pp. 229-250

Hutchinson, A. (2021). TikTok Remains the Most Downloaded App in Q1 2021,


According to New Data. Https://Www.Socialmediatoday.Com/.
Ishii, K., Lyons, M. M., & Carr, S. A. (2019). Revisiting media richness theory for today
and future. Human Behavior and Emerging Technologies, 1(2), 124–131.
https://doi.org/10.1002/hbe2.138
Jesson, J., Matheson, L., & Lacey, F. (2011). Doing Your Literature Review: Traditional
and Systematic Technique. Sage Publication Ltd.
Kamila, S. (2020). Secondary Observation as a Method of Social Media Research:
Theoretical Considerations and Implementation. European Research Studies
Journal, XXIII(Special Issue 2), 502–516. https://doi.org/10.35808/ersj/1838
Kemp, S. (2020). Digital 2020: 3.8 Billion People Use Social Media. We Are Social.
https://wearesocial.com/uk/blog/2020/01/digital-2020-3-8-billion-people-use-
social-media/
Kent, M. L. (2013). Using social media dialogically: Public relations role in reviving
democracy. Public Relations Review, 39(4), 337–345.
https://doi.org/10.1016/j.pubrev.2013.07.024
Knopf, J. W. (2006). Doing a literature review. PS - Political Science and Politics, 39(1),
127–132. https://doi.org/10.1017/S1049096506060264
Kusumaningtyas, S. W., & Vanel, Z. (2019). The Role of Instagramas an Information
Deliverance to The Citizen by The Public Relations of Salatiga City Government.
Expose-Jurnal Ilmu Komunikasi, 2(1), 111–130.
Kwak, H., Lee, C., Hosung, Park, A., & Moon, S. (2011). What is Twitter, a Social
Network or a News Media? Archivos de Zootecnia, 60(230), 297–300.
https://doi.org/10.4321/S0004-05922011000200015
Laksamana, A. (2015). Profesi Public Relations Indinesia dalam Era Digital. Jurnal
Public Relations Indonesia, 2(3), 6–16.
Liang, X., Su, L. Y. F., Yeo, S. K., Scheufele, D. A., Brossard, D., Xenos, M., Nealey,
P., & Corley, E. A. (2014). Building buzz: (Scientists) communicating science in
new media environments. Journalism and Mass Communication Quarterly, 91(4),
772–791. https://doi.org/10.1177/1077699014550092
Lloyd, J., & Toogood, L. (2015). Journalism and PR : New Media and Public Relations
in the Digital Age. In Journalism and PR: News Media and Public Relations in
the Digital Age (pp. 3–11). I.B.Tauris & Co. Ltd.
Luarn, P., Huang, P., Chiu, Y. P., & Chen, I. J. (2016). Motivations to engage in word-
of-mouth behavior on social network sites. Information Development, 32(4),
1253–1265. https://doi.org/10.1177/0266666915596804
McLuhan, M. (1964). The spoken word. In Understanding Media. McGraw-Hill.
https://doi.org/10.4324/9781003018452-9
McQuail, D. (2011). Teori Komunikasi Massa. Salemba Humanika.
Meranti, I. (2018). Transformasi Dan Kontribusi Industri 4.0 Pada Stratejik Kehumasan.
Jurnal Teknologi Informasi Dan Komunikasi, 7(1), 30.
Moore, M. (2006). In news we trust. British Journalism Review, 17(4), 45–51.
https://doi.org/10.1177/0956474806074951
Mozorov, E. (2009). From Slacktivism to Activism. Foreign Policy.
Ridzuan, A. R., Jamil, S. S., Johan, S., & ... (2021). Get to Know Public Relations
Practitioners and Their Way Before and During Covid-19. Journal of
Contemporary Islamic Communication and Media, 1(1), 81–93.
https://doi.org/https://doi.org/10.33102/jcicom.vol1no1.6

249
Dualisme Dampak Pemanfaatan Media Sosial Tiktok dalam Humas Pemerintahan
Asti Prasetyawati

Snyder, H. (2019). Literature review as a research methodology: An overview and


guidelines. Journal of Business Research, 104(March), 333–339.
https://doi.org/10.1016/j.jbusres.2019.07.039
Steward, B. (2004). Writing a Literature Review. British Journal of Occupational
Therapy, 495–500. https://doi.org/https://doi.org/10.1177/030802260406701105
Straubhaar, J., Larose, R., & Daveport, L. (2012). Media Now Understanding Media,
Culture, and Technology. In M. Garvey (Ed.), Africa’s potential for the ecological
intensification of agriculture (7th ed.). Michael Rosenberg.
Thurlow, C., Lengel, L., & Tomic, A. (2004). Computer Mediated Communication:
Social Interaction and The Internet. In Sage Publications. Sage Publications Ltd.
Wang, Y., Gu, T., & Wang, S. (2019). Causes and Characteristics of Short Video Platform
Internet Community. 2019 IEEE International Conference on Consumer
Electronics - Taiwan (ICCE-TW), 4–5.
Wright, D. K., & Hinson, M. D. (2008). How Blogs and Social Media are Changing
Public Relations and the Way it is Practiced. Public Relations Journal, 2(2), 1–
21.
Xiao, Y., & Watson, M. (2019). Guidance on Conducting a Systematic Literature Review.
Journal of Planning Education and Research, 39(1), 93–112.
https://doi.org/10.1177/0739456X17723971

250

Anda mungkin juga menyukai