Jimmy S. Juwana i
Panduan Rancangan Integrasi Sistem Bangunan Tinggi
dan Konstruksi Berkelanjutan
Oleh: Jimmy Siswanto Juwana
ISBN 978-623-0900185-0
ISBN Digital
1. Setiap orang yang dengan tanpa hak melakukan pelanggaran hak ekonomi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 9 ayat (1) huruf i untuk penggunaan secara komersial dipidana dengan pidana penjara
paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah).
2. Setiap orang yang dengan tanpa hal dan/atau tanpa izin pencipta atau pemegang hak cipta melakukan
pelanggaran hak ekonomi pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf c, huruf d, huruf
f, untuk penggunaan secara komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun
dan/atau pidana denda paling banyak Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah).
3. Setiap orang yang dengan tanpa dan/atau izin pencipta atau pemegang hak cipta melakukan
pelanggaran hak ekonomi pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf a, huruf b,
huruf e, dan/atau huruf g untuk penggunaan secara komersial dipidana dengan pidana penjara paling
lama 4 (empat) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp. 1.000.000.000,- (satu miliar rupiah).
4. Setiap orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang dilakukan dalam bentuk
pembajakan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda
paling banyak Rp. 4.000.000.000,- (empat miliar rupiah).
Jimmy S. Juwana ii
Panduan Rancangan Integrasi Sistem Bangunan Tinggi
dan Konstruksi Berkelanjutan
untuk Arsitek dan Praktisi Bangunan Gedung
Penerbit
Berdasarkan perjanjian
Disusun oleh:
Jimmy Siswanto Juwana
Editor:
Badan Pendidikan Ikatan Arsitek Indonesia
Buku ini diset dan di-layout oleh Badan Pendidikan Ikatan Arsitek Indonesia
Dilarang keras mengutip, menjiplak, memfotokopi sebagian atau seluruh isi serta
memperjualbelikannya tanpa izin tertulis dari Penerbit
Jimmy S. Juwana iv
This book is dedicated to those people who fight for
their integrity, and stand up for humanity and diversity,
with the highest appreciation to my family and friends
Jimmy S. Juwana v
KATA PENGANTAR
Bangunan tinggi masa kini telah menjadi bagian dari gaya hidup abad milenial
yang merupakan dampak dari pengaruh industri 4.0. Building Information
Modelling (BIM) bukan saja dapat menyajikan gambar rancangan dalam bentuk
tiga dimensi, tetapi juga dapat mengantarkan manusia secara maya untuk dapat
menikmati suasana bangunan gedung dan melewati ruangan-ruangan yang
dirancangnya.
Pada tahun 2005 buku Panduan Sistem Bangunan Tinggi diterbitkan dan
diharapkan buku ini dapat saling melengkapi dengan mengintegrasikan sistem
bangunan gedung dan pertimbangan keberlanjutannya.
Pada bab pertama, dibahas hal-hal pokok tentang integrasi sistem bangunan
gedung dalam kaitan dengan regulasi dan Standar Nasional Indonesia (SNI)
yang menjadi acuan dalam merancang bangunan tinggi.
Dalam dua bab berikutnya disajikan hal-hal terkait dengan sistem arsitektural
bangunan tinggi dan pertimbangan serta kriteria rancangan yang diperlukan.
Bab keempat membahas sistem struktural bangunan tinggi, yang meliputi hal-hal
yang perlu diperhatikan dalam merancang struktur atas dan fondasi. Untuk
memberikan gambaran perbedaan antara perubahan dari sistem satuan
centimeter-gram-sekon (cgs)/meter-kilogram-sekon (MKS) ke sistem satuan
Jimmy S. Juwana vi
internasional (SI), terutama terkait dengan beban, tekanan dan daya (Paskal,
Newton, Joule), kedua sistem satuan tetap dicantumkan.
Dua bab berikutnya membahas sistem elektrikal bangunan gedung, mulai dari
jaringan komunikasi, tata suara dan sistem alarm, jaringan catu daya listrik,
pencahayaan sampai dengan proteksi petir dan sistem pembumian.
Pembahasan dibagi menjadi dua bab, agar dapat secara lebih jelas
membedakan antara sistem listrik arus lemah dan sistem listrik arus kuat.
Setelah pembahasan yang ada kaitannya dengan sistem bangunan gedung, satu
bab membahas lingkungan sekitar bangunan, dan dilanjutkan dengan
menjelaskan hal-hal terkait anggaran dan penyelenggaraan proyek, termasuk
pemanfaatan Building Information Modeling (BIM) dan hal-hal terkait
keselamatan kerja konstruksi (K3).
Pada bab terakhir dibahas isu keberkelanjutan, mulai dari konsep bangunan
gedung hijau sampai inovasi terkini di bidang bahan bangunan dan komponen
bahan bangunan.
Buku ini disusun untuk memberikan petunjuk praktis dan perkiraan awal bagi
arsitek dan praktisi bangunan gedung untuk merancang bangunan tinggi sesuai
regulasi dan standar teknis. Untuk pengembangan rancangan yang
menghasilkan gambar kerja tetap diperlukan keterlibatan tenaga ahli lain di
bidangnya masing-masing-masing, seperti ahli geoteknik dan struktur bangunan
gedung, ahli mekanikal dan elektrikal untuk bangunan gedung, serta tenaga ahli
lainnya yang terkait pada hal-hal khusus dalam mendukung tercapainya standar
keandalan bangunan gedung dan prinsip konstruksi berkelanjutan.
April 2022
Pada kesempatan ini ijinkan saya menyampaikan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada jajaran pimpinan dan teman sejawat di Universitas Trisakti
yang memberikan dukungan selama lebih dari 40 tahun sebagai dosen di
Jurusan Arsitektur. Apresiasi dan penghargaan yang setinggi-tingginya juga
ditujukan kepada kawan-kawan dan pejabat publik di pusat dan daerah,
pemegang kebijakan di Kementerian dan Lembaga Negara yang telah
memberikan dukungan, kesempatan dan kepercayaan untuk berpartisipasi di
banyak kegiatan dalam upaya untuk memajukan, mencerdaskan dan
meningkatkan kapasitas (capacity building) masyarakat di hampir seluruh
penjuru Nusantara. Kegiatan tersebut ikut memperkaya khasanah dan substansi
materi bahasan pada buku ini.
Apresiasi dan terima kasih juga saya sampaikan kepada Pengurus Nasional
Ikatan Arsitek Indonesia yang mendukung dan merealisasi penerbitan buku ini
sebagai bagian dari usaha meningkatkan jati diri dan mutu arsitek Indonesia
serta memperluas cakrawala, baik terkait sistem bangunan tinggi maupun
penyelenggaraan bangunan gedung pada umumnya.
Tanpa mengurangi rasa hormat dan terima kasih kepada semua yang telah
memberikan usul, gagasan, masukan, dan kritik, baik dari kalangan akademisi,
pemerintahan, maupun dari asosiasi profesi jasa konstruksi, lembaga swadaya
masyarakat, serta kawan-kawan semasa sekolah, kuliah dan mitra kerja, secara
khusus ucapan rasa syukur dan terima kasih ini saya sampaikan kepada alm. Dr.
(HC) Ir. Suyono Sosrodarsono – Menteri Pekerjaan Umum 1983 – 1988 atas
nasehatnya; alm. Ir.Yan Rambitan dan Wara Harjono, Dipl. Arch. – Pengajar
Jurusan Arsitektur Trisakti; alm. Prof. Maurice L. Albertson, Phd. – Pembimbing
program doktor dari Colorado State University, Ir. Totok Sulistiyanto, MEng –
Wakil Ketua Umum Masyarakat Konservasi & Efisiensi Energi Indonesia; Ir.
Achmad Sutowo Sutopo, MARS, ACPE – Ketua Umum Himpunan Ahli Elektro
Indonesia; Dr. Hari Nugraha Nurjaman, ST, MT – Ketua Umum Ikatan Ahli
Pracetak dan Prategang Indonesia; Prof. Ir. Paulus Purnomo Raharjo, MSc.,
PhD. – Guru Besar Universitas Parahyangan; Ir. Jatmika Adi Suryabrata, MSc,
PhD. – Dosen Universitas Gajah Mada; dan Dr. Wahyu Sujatmiko, ST, MT –
Perekayasa Madya Kementerian Pekerjaan Umum & Perumahan Rakyat, untuk
masukan yang tidak ternilai pada bidang-bidang terkait; serta Ir. Achmad Setianto
yang berjasa menyiapkan buku ini dalam versi Bahasa Inggris.
Secara istimewa saya sampaikan pula rasa hormat dan apresiasi kepada
almarhum orang tua, guru dan dosen yang telah memberikan ilmu dan
pengalaman hidup serta kearifan yang sangat berharga; kepada isteri saya
tercinta, Rosma Said, putri saya Tasya dan Yudith, serta seluruh anggota
Jimmy S. Juwana ix
keluarga, yang tidak jemu-jemu dan terus menerus memberikan dukungan
spiritual sepanjang perjalanan karir saya.
Akhirnya, di atas segalanya, kepada Allah SWT, Tuhan Yang Maha Kuasa, untuk
segala berkah, rahmat dan karuniaNya, yang Alhamdulillah dalam keterbatasan
pada masa Pandemi Covid 19 ini, masih memberikan kesempatan kepada saya
untuk dapat menyelesaikan buku ini.
Insya Allah buku ini dapat memberikan tambahan informasi yang bermanfaat.
Aamiin YRA.
Jimmy S. Juwana x
SEKILAS TENTANG PENGARANG
Jimmy S. Juwana menghabiskan sebagian besar
waktunya di dunia akademik sebagai dosen tetap
di Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Sipil dan
Perencanaan Universitas Trisakti. Di samping itu,
ia sempat mengajar di Jurusan Teknis Sipil
Universitas Tarumanagara, Jurusan Arsitektur
Universitas Mercu Buana dan Universitas Bina
Nusantara, di Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi
Trisakti dan Swiss German University. Secara
berkala menjadi dosen tamu di beberapa
Perguruan Tinggi Negeri dan Swasta di tanah air.
Insinyur Teknik Sipil dari Universitas Trisakti - Jakarta, Akta Mengajar V dari
Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan (IKIP) Bandung/Universitas Terbuka, tiga
tahun studi bidang Ekonomi di Fakultas Ekonomi ‘Ekstension’ Universitas
Indonesia, memperoleh Master Science in Architectural Engineering dari
Pennsylvania State University, dan mengambil program Doktor di Universitas
Trisakti dan Colorado State University untuk bidang Sustainable Development
Management. Pengalaman akademis ini memberinya kompetensi profesional di
beberapa bidang, di antaranya: bidang teknik bangunan gedung, arsitektur,
pemeliharaan dan perawatan bangunan gedung, bangunan gedung hijau,
manajemen proyek dan manajemen konstruksi, penyusunan dan
pengembangan kurikulum, pengkaji teknis, serta sebagai manggala penilai ahli.
Jimmy S. Juwana xi
DAFTAR ISI
Kata Pengantar vi
Pengantar Ketua Umum Pengurus Nasional Ikatan Arsitek Indonesia viii
Ucapan Terima Kasih dan Apresiasi ix
Sekilas tentang Pengarang x
Daftar Isi xii
Daftar Tabel xiii
Daftar Gambar xx
Bab I Pengantar 1
Bab II Sistem Arsitektural 17
Bab III Inti Bangunan Gedung 70
Bab IV Sistem Struktural 99
Bab V Sistem Transportasi Vertikal 168
Bab VI Sistem Tata Udara dan Ventilasi 210
Bab VII Sistem Proteksi Kebakaran 267
Bab VIII Sistem Plambing dan Pompa Mekanik 334
Bab IX Sistem Listrik Arus Lemah 374
Bab X Sistem Listrik Arus Kuat 408
Bab XI Tata Ruang Luar 463
Bab XII Biaya Penyelenggaraan Bangunan 507
Bab XIII Penyelenggaran Proyek 544
Bab XIV Konstruksi Berkelanjutan 591
Lampiran-Lampiran 686
Indeks 724
Jimmy S. Juwana xv
Tabel 7.5. Lintasan Bersama, Ujung Buntu dan Batas Jarak Tempuh.......... 296
Tabel 7.6. Klasifikasi Bangunan .................................................................... 314
Tabel 7.7. Warna Cairan Tabung Gelas Sprinkler ......................................... 315
Tabel 7.8. Warna Segel Sprinkler ................................................................. 316
Tabel 7.9. Klasifikasi APAP ........................................................................... 318
Tabel 7.10. APAP yang Disyaratkan ............................................................. 320
Tabel. 7.11. Ukuran APAP dan Penempatannya untuk Bahaya Kebakaran
Kelas A ..................................................................................... 321
Tabel. 7.12. Ukuran APAP dan Penempatannya untuk Bahaya Kebakaran
Kelas B ..................................................................................... 322
Tabel 7.13. Penempatan APAP .................................................................... 322
Tabel 7.14. Jumlah Hidran Per Luas Lantai Bangunan ................................. 323
Tabel 7.15. Jumlah maksimum Kepala Sprinkler........................................... 328
Tabel 7.16. Ketentuan Jarak Kepala Sprinkler ............................................. 328
Tabel 8.1. Warna Pipa yang Digunakan ........................................................ 339
Tabel 8.2. Kebutuhan Minimun Alat Plambing/Saniter .................................. 356
Tabel 8.3. Unit Beban Alat Plambing Sistem Penyediaan Air dan Ukuran
Minimum Pipa Cabang ................................................................. 361
Tabel 8.4. Unit Beban Katup Gelontor (Flushometer).................................... 362
Tabel 8.5. Konversi UBAP dan GPM............................................................. 363
Tabel 8.6. Kebutuhan Air Bersih (Air Dingin) per hari .................................... 364
Tabel 8.7. Kebutuhan Air Panas per hari ...................................................... 364
Tabel 8.8. Kebutuhan Air per m2 Bangunan .................................................. 365
Tabel 8.9. Kebutuhan Air Peralatan Saniter .................................................. 365
Tabel 8.10. Perkiraan Populasi ..................................................................... 366
Tabel 8.11. Prakiraan Volume Tambahan Tangki Bawah Tanah................... 367
Tabel 8.12. Unit Beban Alat Plambing Untuk Air Limbah............................... 369
Tabel 8.13. Prakiraan Tingkat Aliran Limbah Cair ......................................... 370
Tabel 8.14. Dimensi Septik Tank .................................................................. 371
Tabel 8.15. Perkiraan Volume IPAL .............................................................. 371
Jimmy S. Juwana xx
Gambar 2.17. Leasing Space ....................................................................... 35
Gambar 2.18. Floor to Floor .......................................................................... 36
Gambar 2.19. Floor to Floor pada Hotel ........................................................ 37
Gambar 2.20. Kertas Kerja Analisis Floor to Floor ........................................ 37
Gambar 2.21. Kulit Bangunan Pengendali Panas dan Sinar Matahari........... 38
Gambar 2.22. Kulit Bangunan untuk Ventilasi Alami ..................................... 39
Gambar 2.23. Inti di Tengah Bangunan Menara Berbentuk Bujur Sangkar ... 40
Gambar 2.24. Inti di Tengah Bangunan Menara Berbentuk Segi Tiga........... 41
Gambar 2.25. Inti di Tengah Bangunan Berbentuk Lingkaran ....................... 41
Gambar 2.26. Inti Di Luar Bangunan – Satu Jalur Koridor............................. 42
Gambar 2.27. Inti Diapit oleh Dua Sayap Bangunan .................................... 42
Gambar 2.28. Inti Berada Di Tengah Bangunan – Koridor Mengelilingi Inti ... 43
Gambar 2.29. Inti Di Tengah Bangunan – Dua Jalur Koridor ........................ 43
Gambar 2.30. Inti Di Tengah Bangunan ........................................................ 44
Gambar 2.31. Inti di Pusat Bangunan ........................................................... 44
Gambar 2.32. Inti Ditempatkan Acak – Jalur Koridor Tidak Berpola .............. 45
Gambar 2.33. Ruang Bebas Kolom .............................................................. 45
Gambar 2.34. Sistem Balok Satu Arah.......................................................... 46
Gambar 2.35. Alternatif Balok Satu Arah ...................................................... 46
Gambar 2.36. Refuge Floor .......................................................................... 47
Gambar 2.37. Aspect Ratio Beberapa Bangunan Tinggi di Dunia ................. 48
Gambar 2.38. Rotasi dan Perpindahan Tangga Kebakaran/Lif ..................... 49
Gambar 2.39. WTC di Bahrain ...................................................................... 50
Gambar 2.40. National Exhibition Center, Abu Dhabi.................................... 50
Gambar 2.41. Integrasi Sistem MEP dan ICT ............................................... 51
Gambar 2.42. Komponen Pra-pabrikasi & Pracetak ...................................... 52
Gambar 2.43. Bangunan Gedung dapat Dipantau dari Luar ......................... 53
Gambar 2.44. Ketentuan Ram ...................................................................... 54
Gambar 2.45. Stair Lift .................................................................................. 54
Gambar 2.46. Dimensi dan Kelengkapan Toilet Difabel ................................ 55
Stephen Gardiner
Bangunan gedung merupakan refleksi dari masa lalu dan sekarang dengan
pertimbangan masa yang akan datang. Oleh karenanya bangunan gedung
merupakan kolaborasi dari berbagai disiplin ilmu yang diintegrasikan dalam
bentuk rancangan. Gagasan dasar muncul dari kreativitas sang arsitek, baik
dalam bentuk intuisi (black box) maupun dalam bentuk pemrograman yang
dapat ditelusuri (glass box). Rancangan tersebut selanjutnya dapat
diekspresikan dalam satu atau beberapa massa bangunan, yang tampilan
fisiknya dihasilkan dari pertimbangan dan rumusan konsep-konsep sistem
bangunan, seperti arsitektural, struktural, mekanikal dan elektrikal, serta
lingkungan sekitar.
Jimmy S. Juwana 1
Bangunan gedung dapat diibaratkan seperti tubuh manusia, di mana sistem
pencernaan identik dengan sistem plambing, jaringan syaraf, dapat disamakan
dengan sistem deteksi dini (alarm), pembuluh darah yang mengalirkan darah ke
seluruh tubuh yang membawa oksigen diibaratkan sebagai sistem elektrikal,
rangka dan tulang belulang merupakan sistem struktur, otot yang
menggerakkan anggota tubuh seperti halnya sistem mekanikal, dan kulit serta
bagian tubuh yang terlihat dari luar adalah sistem arsitektural (Gambar 1.1).
Sistem-sistem yang ada pada bangunan berfungsi secara terpadu dan
komprehensif, sehingga perlu dipertimbangkan secara holistik agar diperoleh
hasil rancangan akhir yang optimal. Pertimbangan yang hanya didasari atas
masing-masing unsur elemen arsitektural dan ranah (domain) pembentuk hasil
karya arsitektur, bukan saja akan menghasilkan karya yang sulit dipertanggung
jawabkan secara etika moral, tetapi juga akan membawa dampak pada saat
pemanfaatan bangunan gedung dengan munculnya berbagai masalah
operasional dan kesulitan pemeliharaan/perawatannya yang perlu ditanggung
oleh pengguna/penghuni bangunan (user) sepanjang usia manfaat bangunan
gedung (building life time) tersebut.
UMPAN BALIK
PERTIMBANGAN TIDAK
ARSITEKTURAL
SESUAI ANALISIS
FUNGSI PERTIMBANGAN SESUAI
MULAI REGULASI TEKNO SELESAI
BANGUNAN STRUKTURAL YA ANGGARAN YA
& SNI EKONOMI
PERTIMBANGAN
MEP TIDAK
UMPAN BALIK
Jimmy S. Juwana 2
ruang yang menjadi dasar bagi analisis struktur dan analisis sistem mekanikal,
elektrikal dan plambing (MEP), di mana diperiksa kesesuaiannya terhadap
regulasi dan standar teknis (Standar Nasional Indonesia – SNI). Setelah semua
terpenuhi, dilanjutkan dengan analisis tekno-ekonomi yang ditujukan untuk
mengetahui biaya konstruksi/investasi, titik impas dan tingkat pengembalian
investasi, serta disesuaikan dengan kesediaan anggaran. Umpan balik yang
dihasilkan setelah peninjauan keseuaian atas regulasi dan standar serta
anggaran, masing-masing akan menjadi masukan/umpan balik bagi proses
rancangan yang berlangsung secara berulang (cyclic).
Jimmy S. Juwana 3
Dua gambar berikut (Gambar 1.4) menunjukkan regulasi yang digunakan dalam
penyelenggaraan bangunan gedung, mulai dari tahap pembangunan,
pelaksanaan, pemanfaatan hingga tahap pembongkaran bangunan gedung.
Saat ini, sejumlah peraturan terkait bangunan gedung sudah dirangkum dalam
Undang-Undang nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja dan turungannya PP
nomor 16 tahun 2021 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang nomor
28 tahun 2002 tentang Bangunan Gedung.
Jimmy S. Juwana 4
SNI ARSITEKTUR SNI MEP
- SNI 02 -1733 - 2004 – Tata Cara SLF-n - SNI 0225 Tahun 2020 tentang Persyaratan
PENDATAAN / PENDAFTARAN TIDAK
Perencanaan Lingkungan Perumahan di Umum Instalasi Listrik (PUIL) 2020
Perkotaan - SNI 0225 Tahun 2011 tentang Persyaratan
YA PERUBAHAN
FUNGSI/BENTUK
Umum Instalasi Listrik (PUIL) 2011
- SNI 6390 Tahun 2020 tentang Konservasi
SNI STRUKTUR YA/ Energi Sistem Tata Udara pada Bangunan
- SNI 1726 Tahun 2019 tentang Tata Cara YA LULUS
SLF-1 Gedung
Perencanaan Ketahanan Gempa untuk - SNI 6389 Tahun 2020 tentang Konservasi
LAPORAN
Struktur Bangunan Gedung dan Non Gedung, PBG PEMERIKSAAN
TIDAK KAJIAN TIDAK RTB
Energi Selubung Bangunan pada Bangunan
TEKNIS
- SNI 1727 Tahun 2020 tentang Beban BERKALA
Gedung
Desain Minimum dan Kriteria terkait untuk - SNI 6197 Tahun 2020 tentang Konservasi
Bangunan Gedung dan Struktur Lain, Energi pada Sistem Pencahayaan
- SNI 1729 Tahun 2020 tentang Spesifikasi - SNI 8153 Tahun 2015 tentang Sistem
PEMERIKSAAN
untuk Bangunan Gedung Baja Struktural PERENCANAAN PELAKSANAAN PEMELIHARAAN PERAWATAN
BERKALA Plambing pada Bangunan Gedung
- SNI 8900 Tahun 2020 tentang Panduan PEMBONGKARAN
- SNI 04-0227 Tahun 2003 tentang Tegangan
Desain Sederhana untuk Banguna Gedung PEMBANGUNAN PEMANFAATAN Standar
- SNI 7860 Tahun 2020 tentang Ketentuan - SNI 03-1746 Tahun 2000 tentang Tata cara
Seismik untuk Bangunan Gedung Baja Perencanaan dan Pemasangan Sarana Jalan
Struktural Keluar untuk Penyelamatan terhadap Bahaya
- SNI 2847 Tahun 2019 tentang Persyaratan kebakaran pada Bangunan Gedung.
TIDAK KAJIAN
Beton Struktural untuk Bangunan Gedung, IDENTIFIKASI
- SNI 03-6573 Tahun 2001 tentang Tata cara
- SNI 2052 Tahun 2017 tentang Baja perancangan Sistem Transportasi Vertikal dalam
Tulangan Beton Gedung (lif)
- SNI 8046 Tahun 2016 tentang Stabilitas
YA - SNI 05-7052 Tahun 2004 tentang Syarat-syarat
Lereng Umum Konstruksi Lift Penumpang yang
- SNI 03-1734 Tahun 1989 tentang Tata Cara Dijalankan dengan Motor Traksi Tanpa Kamar
PELESTARIAN Mesin
Perencanaan Beton & Struktur Dinding
-SNI 03 – 3987 – 1995 – Tata Cara
Bertulang untuk Rumah & Gedung PENYELENGGARAAN BANGUNAN GEDUNG
Perencanaan, Pemasangan Pemadam Api
- SNI 03-3976 Tahun 1995 tentang Tata Cara Ringan untuk Pencegahan Bahaya Kebakaran
Pengadukan dan Pengecoran Beton pada Bangunan Rumah & Gedung
DIDUKUNG OLEH TIM PROFESI AHLI (TPA) & PENYEDIA JASA (KONSULTAN & KONSTRAKTOR)
- SNI 03-2834 Tahun 2000 tentang Tata Cara -SNI 03 – 1745 – 2000 – Tata Cara
Pembuatan Rencana Campuran Beton Perencanaan & Pemasangan Sistem Pipa
Normal Tegak & Slang untuk Pencegahan Bahaya
- SNI 03-3449 Tahun 2002 tentang Tata Cara - SNI 03-2459 Tahun 2002 tentang - SNI 03 – 6169 -2000 – Prosedur Audit kebakaran pada Bangunan Gdung
rencana Pembuatan campuran Beton Ringan Spesifikasi Sumur Resapan Air Hujan untuk Energi pada Bangunan Gedung - SNI 03 – 3985 – 2000 – Tata Cara
dengan Agregat Ringan Lahan Pekarangan -SNI – 03 – 7017.2 – 2004 – Lift Traksi Perencanaan,Pemasangan dan Pengujian
- SNI 03 – 2847 – 2002 – Jumlah Benda Uji - SNI 03-6481 Tahun 2000 tentang Sistem Listrik pada Bangunan Gedung – Bagian 2: Sistem Deteksi & Alarm Kebakaran untuk
- SNI 03 – 4803 – 1998 – Uji Pantul Beton Plambing 2000 Pemeriksaan & Pengujian Berkala Pencegahan Bahaya Kebakaran pada
GSJ
A TransparanMasif
GSJ
GSB
4
3
2
1
Y A+Yn0,5YB
n>4
B
- SNI 03 – 1973 – 1980 – Metode Pengujian - SNI 04-7018 Tahun 2004 tentang Sistem - SNI 03-6575 Tahun 2001 tentang Tata Bangunan Gedung
Berat Isi Beton Pasokan Daya Listrik Darurat dan Siaga Cara Perancangan Sistem Pencahayaan -SNI 03 – 3989 – 2000 – Tata Cara
- SNI 03-4330- 1997 – Metode Pengujian - SNI 04-7019 Tahun 2004 tentang Sistem Buatan pada Bangunan Gedung Perencanaan dan Pemasangan Sistem
Elemen Struktur Beton dengan alat palu Pasokan Daya Listrik Darurat Menggunakan - SNI 03-2453 Tahun 2002 tentang Tata Springkler Otomatik untuk Pencegahan Bahaya
beton. Energi Tersimpan Cara Perencanaan Perancangan Sumur Kebakaran pada Bangunan Gedung
- SNI 03-6572 Tahun 2001 tentang Tata Cara Resapan Air Hujan untuk Lahan - SNI 03-6571 Tahun 2001 tentang Sistem
Perancangan Sistem Ventilasi dan Pekarangan Pengendalian Asap Kebakaran pada Bangunan
Pengkondisian Udara pada Bangunan - SNI 03-2396 Tahun 2001 tentang Tata Gedung
Gedung Cara Perancangan Sistem Pencahayaan -SNI 03 – 0712 – 2004 – Sistem Manajemen
Alami pada Bangunan Gedung Asap dalam Mal, Atrium, dan Ruangan
Bervolume Besar
Gambar 1.6 menunjukkan SNI yang kerap digunakan dari sekitar 270 SNI yang
terkait dengan penyelenggaraan bangunan gedung. Beberapa di antaranya
sudah ada SNI yang mengalami revisi dengan edisi yang terbaru dan/atau
penambahan SNI baru.
Di samping itu ada SNI yang terkait dengan fungsi bangunan gedung, seperti
SNI 8152:2021 tentang Pasar Rakyat, SNI 03-746-2004 tentang Terminal
Penumpang Bandar Udara, SNI 03-3846-1994 tentang Tata Cara Perencanaan
Teknik Bangunan Stadion, SNI 03-3847-1994 tentang Tata Cara Perencanaan
Teknik Bangunan Gedung Olah Raga, dan SNI lainnya yang juga perlu dijadikan
pertimbangan.
Jimmy S. Juwana 5
Sumber: Juwana, 2020 dimodifikasi
Gambar 1.6. SNI untuk Bangunan Gedung
Jimmy S. Juwana 6
Tabel 1.1. Klasifikasi Ketinggian Bangunan
Jumlah
Klasifikasi Ketinggian [m] Keterangan
Lantai
Bangunan Rendah 1–4 < 12 Tidak menggunakan lif
Bangunan Menengah 5–8 12 – 30 Lif dengan satu zona layanan
Lif dengan beberapa zona
Bangunan Tinggi 9 – 40 >30 – 160
layanan
Bangunan Pencakar Memiliki satu sky lobby
41 – 100 >160 – 400
Langit
Bangunan Super Tinggi > 100 > 400 Memiliki beberapa sky lobby
Sumber: PP no 16 tahun 2021
Jimmy S. Juwana 7
c. Periode elektik ini kemudian dilanjutkan dengan periode dengan munculnya
desain art deco (The Art Deco Period) dengan munculnya gedung seperti
Rockeffeler Center, karya Raymmond Hood dan Chrysler Building, karya
William Van Alen dan Empire State Building, karya Shreve, Lamb & Harmon
di New York serta Wrigley Building, karya William Wrigley di Chicago.
e. Pada periode super tinggi (The Supertall Period) banyak dibangun gedung
pencakar langit, di antaranya, Gedung John Hancock Center dan Menara
Sears (sekarang berubah menjadi Menara Willis) karya SOM di Chicago,
Menara Kembar World Trade Center, karya Minoru Yamasaki di New York
(yang runtuh pada peristiwa 11 September 2001), Gedung PPG Place dan
US Steel di Pittsburg, Gedung UCB dan First Interstate Bank World Center
di Los Angeles, Menara Transamerica di San Fransisco, serta sejumlah
bangunan pencakar langit lainnya.
Jimmy S. Juwana 8
Gambar 1.7. Perbandingan Ketinggian Beberapa Bangunan Tinggi di Dunia
Jimmy S. Juwana 9
Di Eropa, ada Commerzbank di Frankfurt, Jerman, dan Menara Millenium di
London, Inggris, serta Carlton Centre di Johannesburg, Afrika Selatan.
Perbandingan ketinggian beberapa bangunan pencakar langit yang ada di dunia
dapat dilihat pada Gambar 1.7.
Dalam satu dekade terakhir ini, di Cina saja lebih dari 100 bangunan tinggi
didirikan di berbagai kota, di antaranya Shanghai Tower dengan 128 lantai
dengan tinggi bangunan 632 m, Ping An Finance Center di Shenzhen dengan
jumlah 115 lantai dengan total ketinggian hampir 600 m, dan bangunan tinggi
lain yang didirikan di kota Wuhan, Nanjin, Beijing, dan belasan kota lainnya di
daratan Tiongkok.
Saat ini bangunan tinggi telah melalui berbagai tahapan gaya rancang bangun
yang masing-masing menghasilkan bentuk sky line kota-kota besar dan
memacu orang untuk merancang bangunan yang lebih tinggi lagi, di antaranya
dapat dilihat pada Tabel 1.2.
Tabel 1.2. Beberapa Bangunan Tinggi di Dunia
Tinggi
No Bangunan Gedung Lokasi
[m]
1 Messeturm Frankfurt, Jerman 260
2 Landmark Tower Yokohama, Jepang 295
3 Bank of China Tower Hong Kong 295
4 Central Plaza Hong Kong 368
5 Empire State Building New York City, AS 381
6 Latour Sans Fin Paris, Perancis 419
7 Jin Mao Building Shanghai, Tiongkok 421
8 Asia Plaza Kaohsiung, Taiwan 427
9 Willis Tower (dulu Sears Tower) Chicago, AS 442
10 Petronas Towers Kuala Lumpur, Malaysia 452
11 Chongqing Tower Kuala Lumpur, Malaysia 457
12 Taipei 101 Taipei, Taiwan 509
13 Lotte World Tower Seoul, Korea Selatan 556
14 Abraj Al Bait Mekkah, Saudi Arabia 559
15 Entisar Tower Dubai, Uni Emirat Arab 570
16 Goldin Finance 117 Tanjin, Tiongkok 597
17 Shanghai Tower Shanghai, Tiongkok 632
18 Millenium Tower Tokyo, Jepang 800
19 Burj Khalifa Dubai, Uni Emirat Arab 828
20 Tokyo-Nara Tower Tokyo, Jepang 880
Sumber: Fu, 2018, dimodifikasi
Jimmy S. Juwana 10
Di Indonesia, bangunan tinggi dimulai pada tahun 1962 dengan didirikannya
Gedung Sarinah, Hotel Indonesia dan Wisma Nusantara di Jalan Thamrin –
Jakarta. Selanjutnya, dalam kurun waktu tiga dekade, bermunculan bangunan-
bangunan tinggi di kota-kota besar di Indonesia.
Di Jakarta, saat ini sudah ada lebih dari 800 bangunan tinggi di atas delapan
lantai, sebagian besar berfungsi sebagai gedung perkantoran, hotel dan
Apartemen. Di antara sekian banyak gedung yang ada di Jakarta tercatat:
Gedung Wisma BNI, Gedung Menara Niaga, Gedung Artha Graha, Apartemen
Taman Anggrek, Hotel Sultan Jakarta, dan lain-lain. Sedang yang masih dalam
konsep rancangan adalah Gedung Menara Jakarta (Indonesia Tower) karya
Jean-Paul Viguier, bangunan dengan ketinggian 395 m yang tediri dari 125
lantai (Gambar 1.8).
Jimmy S. Juwana 11
telepon, siaran radio dan televisi, serta beroperasinya sistem tata udara, tata
suara dan pencahayaan, pompa serta sistem keamanan.
Dalam kaitan dengan hal-hal tersebut di atas, maka bangunan perlu dipilah-
pilah. Setiap elemen bangunan disesuaikan dengan kriteria dan persyaratan
yang ditentukan, agar mutu bangunan yang dihasilkan sesuai dengan fungsi
yang diinginkan. Keterlibatan dan keterpaduan antara sistem bangunan, metode
konstruksi, teknologi bahan dan bangunan sangat berpengaruh atas kinerja
bangunan yang dihasilkan (Gambar 1.9).
Jimmy S. Juwana 12
Sumber: Juwana, 2021
Gambar 1.10. Standar Keandalan Bangunan Gedung
Di samping itu, bangunan harus stabil dan dapat bertahan terhadap intervensi
eksternal berupa bahaya api, sambaran petir dan gaya-gaya yang disebabkan
oleh angin dan gempa bumi, serta agar tidak mengakibatkan kerusakan
Jimmy S. Juwana 13
lingkungan sekitarnya, perlu juga dilakukan penataan ruang luar yang sesuai
dan serasi dengan menanam berbagai jenis vegetasi yang dapat mengurangi
panas kawasan, menjerap polusi, mengurangi kebisingan dan menyaring debu.
Soal-Soal Latihan
Jimmy S. Juwana 14
,
5. Apa alasan utama orang membangun gedung secara vertikal.
10. Sebutkan kinerja sistem struktural dan MEP pada bangunan tinggi yang
perlu dipertimbangkan.
Bennet, D et al, (1995); Skyscraper – Form & Function. Simon & Schuster, New York
Ching F.D.K., Onouye B., & Zuberbuhler D., (2014); Building Structures Illustrated 2nd
Edition, John Wiley & Sons., Inc., Hoboken.
Fu, (2018); Design and Analysis of Tall And Complex Structures, Elsevier, Oxford.
Howeler, E., (2003); Skyscraper – Design of Recent Past and For the Near Future,
Thames & Hudson, London.
Juwana J, S., (2020); “Perencanaan & Perancangan untuk Tertib Membangun dan
Peraturan Bangunan, Bekasi, Jawa Barat.
Sebestyen, G., (2003); New Architecture and Technology, Architectural Press, Oxford.
Wright H., (2008); Skycrapers – Fabulous Buildings that Reach the Sky, Parragon, Bath.
Jimmy S. Juwana 15
BAB II
SISTEM ARSITEKTURAL
Jimmy S. Juwana 16
untuk menghindari cuaca yang panas pada siang hari dan dingin pada malam
hari. Sedang di lain pihak pada lokasi beriklim panas dan lembap, bangunan
terkesan ringan dengan bukaan besar dan kadang merupakan bangunan
panggung, untuk menangkap sebanyak mungkin manfaat matahari dan sirkulasi
udara alami.
Jimmy S. Juwana 17
Sumber: Bovill, 1991 dimodifikasi
Dalam Gambar 2.2 terlihat peran sentral dari arsitek untuk merangkum dan
mengintegrasikan berbagai produk rancangan para tenaga ahli lain untuk
menghasilkan bangunan gerdung sesuai dengan fungsinya.
Jimmy S. Juwana 18
ruangan masih perlu dikurangi dengan luas lantai yang ditempati oleh
komponen struktur bangunan, baik berupa kolom maupun dinding geser/inti
bangunan.
Perbandingan antara luas efektif yang sering juga disebut sebagai
luasbersih/netto (net floor area – NFA) dan luas kotor (bruto) atau gross floor
area (GFA) dapat dilihat pada Tabel 2.1.
Koefisien
Fungsi Bangunan Gedung
(NFA = koef x GFA)
Apartemen 0,64
Asrama 0,65
Auditorium 0,70
Balai Pertemuan Umum 0,58
Bank 0,72
Bangunan Institusional/Administrasi 0,67
Gedung Parkir 0,85
Gudang 0,93
Hotel 0,63
Museum 0,80
Pengadilan 0,61
Perbelanjaan/Pertokoan 0,81
Perkantoran 0,80
Perpustakaan 0,76
Restoran 0,70
Rumah Sakit 0,55
Sekolah (Laboratorium) 0,59
Sekolah (Ruang Peragaan Biologi) 0,62
Sekolah (Ruang Kelas) 0,66
Sumber: Swinburne, 1980
Untuk menghitung perkiraan awal total luas bangunan gedung yang diperlukan
(luas kotor), dapat mengacu unit okupansi, baik mengacu pada jumlah unit,
tempat tidur, kursi, mobil, maupun jumlah orang untuk fungsi bangunan gedung
tertentu, sebagaimana tercantum dalam Tabel 2.2.
Setelah diperoleh total luas kotor, nilai ini digunakan untuk berbagai keperluan
lanjutan, seperti untuk memperkirakan keperluan sistem MEP yang pendukung
fungsi bangunan gedung, kepadatan struktur bangunan gedung, penentuan
jumlah massa dan ketinggian bangunan, pagu anggaran untuk pelaksanaan
konstruksi dan biaya investasi, serta standar teknis lainnya.
Jimmy S. Juwana 19
Tabel 2.2. Rancangan Luas Kotor sesuai Fungsi per Unit Okupansi
Hotel terbagi dalam beberapa peringkat dan jenis; untuk kategori yang
digolongkan menurut peringkat ‘bintang’, luas per unit kamar hotel, luas lantai
kotor dan jumlah minimal kamar ditentukan berdasarkan Tabel 2.3.
Luas Lantai
Luas Kamar Jumlah Kamar
Klasifikasi Hotel Kotor
[m2] Minimum*)
per Kamar [m2]
Bintang 5 36 (4,5 x 8,0) 150 500
Bintang 4 32 (4,0 x 8,0) 120 400
Bintang 3 30 (4,0 x 7,5) 100 300
Bintang 2 28 (4,0 x 7,0) 80 200
Bintang 1 24 (4,0 x 6,0) 60 100
*) Tergantung pada operator dan kategori hotel Sumber: Juwana, 2005, dimodifikasi
Perhitungan untuk jumlah kamar dapat juga ditentukan dari jenis hotel, dengan
tidak mengaitkan dengan klasifikasi hotel, meskipun pada kenyataannya ada
korelasi antara jenis hotel dengan klasifikasi hotel.
Jumlah kamar yang dihitung berdasarkan jenis hotel tertera pada Tabel 2.4
berikut ini.
Jimmy S. Juwana 20
Tabel 2.4. Kategori Hotel dan Jumlah Minimum Kamar
Koefisien terhadap
Tingkat Kamar
Luas Kamar Standar*)
Junior Suite 1,50 x
Standard Suite 2,00 x
Deluxe Suite 4,00 x
Super Deluxe Suite 4,00 x
Presidential Suite 6,00 x
Sumber: Penner, Adams & Robson , 2013
*) Tergantung pada operator hotel
Setelah total jumlah kamar yang tertera pada Tabel 2.4 diketahui, selanjutnya
kamar-kamar tersebut dirinci jumlahnya berdasarkan tingkat kamar, sehingga
dapat diketahui jumlah dari tiap jenis kamar untuk nantinya digunakan untuk
menghitung luas areal tipikal hotel.
Setiap kategori hotel dan operator hotel memiliki kebijakan terkait komposisi
jumlah kamar standar, deluxe dan suite. Namun secara umum, pembagian jenis
kamar dapat menggunakan acuan pada Tabel 2.6 berikut ini.
Jimmy S. Juwana 21
Tabel 2.6. Variasi Jenis Kamar Hotel
Perhitungan kebutuhan luas kotor untuk hotel dapat pula digunakan pendekatan
lain. Dengan asumsi bahwa luas yang diperlukan untuk sirkulasi horizontal (10%
luas kotor) dan untuk sirkulasi vertikal (25% luas kotor), maka luas kotor untuk
kamar:
1 1
Lkm bruto . kamar .L kamar Persamaan 2.1.
1,10 1,25
Jimmy S. Juwana 22
Lantai hotel produktif masih perlu ditambah dengan lantai hotel non-produktif,
ruangan pengelolaan hotel, ruang mekanikal & elektrikal, dan lain-lain) yang
perbandingannya dengan lantai hotel produktif:
𝐿𝑝𝑟𝑜𝑑 : 𝐿𝑛𝑜𝑛−𝑝𝑟𝑜𝑑 = 60%: 40% Persamaan 2.4.
Nilai yang dihasilkan dari Persamaan 2.6. biasanya mendekati nilai yang
tercantum dalam Tabel 2.3.
Dalam hal bangunan hotel yang berbentuk menara (tower), jumlah kamar per
lantai tipikal biasanya dibatasi antara 24 – 36 kamar, sedang untuk hotel yang
berbentuk memanjang (slab) jumlahnya disesuaikan dengan fasilitas layanan
dan standar keselamatan, khususnya terkait jarak ke lif dan tangga kebakaran
(lihat: persyaratan lorong/ujung buntu – Bab VII, Tabel 7.5), dilatasi dan lain-
lain.
Rancangan rumah sakit, sama halnya dengan hotel, juga dibagi atas beberapa
klasifikasi, seperti tertera dalam Tabel 2.7. Luas kotor ini sudah termasuk untuk
sirkulasi yang berkisar antara 20 – 25% luas kotor.
Jimmy S. Juwana 23
2.2.3. Rancangan Kantor
Kantor sewa pada bangunan tinggi umumnya memiliki luas lantai kotor berkisar
antara 1.200 m2 hingga 2.000 m2 yang dirancang berupa lantai tipikal yang
dapat digunakan oleh satu sampai tujuh penyewa, dengan luas minimum kantor
sewa berukuran 140 m2.
Khusus untuk kriteria rancangan kantor sewa, dalam hal pada satu lantai
digunakan oleh lebih dari satu penyewa fasilitas layanan tetap harus sama;
begitu juga jika ada penyewa yang menggunakan lebih dari satu lantai, perlu
disiapkan kemudahan untuk sirkulasi internalnya. Hal ini secara rinci akan
dibahas pada Bab II – butir 2.4).
2.3. Intensitas Bangunan Gedung
Dalam ketentuan Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) yang dahulu dikenal
dengan Ijin Mendirikan Bangunan Gedung (IMB), setiap bangunan harus
memenuhi persyaratan peruntukan tata guna lahan, dan intensitas bangunan
gedung, berupa: Koefisen Dasar Bangunan (KDB), Koefisien Lantai Bangunan
(KLB), Koefisien Dasar Hijau (KDH), Koefisien Tapak Basemen (KTB),
maksimum ketinggian lantai, Garis Sempadan Bangunan (GSB), Garis
Sempadan Jalan (GSJ) dan Jarak Bebas antar Bangunan.
Terkait patokan pengukuran GSB pada penjelasan Pasal 23 ayat (1) huruf a PP
nomor 16 tahun 2021 tertulis bahwa GSB merupakan garis yang membatasi
jarak bebas minimum dari bidang terluar suatu massa bangunan gedung
terhadap batas as jalan, tepi sungai, tepi danau, tepi pantai, as jalan kereta api,
dan/atau as jaringan listrik tegangan tinggi. Pengertian batas as jalan bukan
berarti diukur dari as jalan (tengah-tengah jalan), melainkan dari batas ruang
milik jalan (penjelasan Pasal 33 PP nomor 34 tahun 2006 tentang Jalan).
Dengan demikian GSB adalah jarak minimum dari bidang massa bangunan
gedung dengan batas persil/tapak/lahan (Gambar 2.3).
Jimmy S. Juwana 24
Selanjutnya, perhitungan intensitas bangunan gedung dilakukan dengan:
𝐿𝑙𝑡.𝑑𝑎𝑠𝑎𝑟
𝐾𝐷𝐵 = 𝐿𝐷𝑃
Persamaan 2.7.
𝐿𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙
𝐾𝐿𝐵 = 𝐿𝐷𝑃
Persamaan 2.8.
Dari KKPR dapat dirancang luas lantai dasar yang tidak boleh melebihi
ketentuan KDB, jumlah lantai yang dibatasi dengan nilai KLB di lokasi tertsebut,
termasuk batas ketionggian bangunan, lapis basemen yang tidak melebihi
ketentuan KTB, jarak bangunan gedung terhadap pagar persil/jalan dan jarak
bebas yang diijinkan ke bangunan gedung di sisi samping dan belakangnya.
Jimmy S. Juwana 25
ANALISIS JUMLAH LANTAI BANGUNAN TINGGI
Nama Gedung
Lokasi
Luas Tapak Lt = m2
Ketentuan KDB %
KLB
GSB meter
Jarak Bebas meter
Jika luas podium tidak mungkin lebih besar dari ketentuan KDB, dan total luas
lantai tidak melebihi KLB, maka dengan bantuan kertas kerja seperti pada
Gambar 2.5, jumlah lantai yang dapat dibangun dapat ditentukan.
Ketentuan jarak bebas minimum (Y) di lantai dasar, menurut PP nomor 16 tahun
2021 ditentukan 4,00 m. Jarak bebas di atasnya ditambah 0,5 m per lapis lantai,
dan mulai lantai ke-21 jarak bebasnya tetap sebesar 12,50 m (Gambar 2.6).
Jimmy S. Juwana 26
Sumber: PP nomor 16 tahun 2021
Untuk jarak bebas antar massa bangunan gedung dalam satu daerah
perencanaan (DP), atau dengan gedung di sebelahnya, ketentuannya adalah
sebagai berikut:
Y = YA + YB (Gambar 2.7)
A Transparan B
YA YB
Sumber: PP nomor 16 tahun 2021
Jimmy S. Juwana 27
b. Satu Dinding Luar Transparan dan Dinding Luar Sebelahnya Masif
A Transparan B
Masif
Y A+ 0,5YB
Sumber: PP nomor 16 tahun 2021
Gambar 2.8. Jarak Bebas antar Bangunan Gedung Transparan dan Masif
A Masif B
0,5 (Y + Y )
A B
Sumber: PP nomor 16 tahun 2021
Untuk ketinggian lebih dari empat lapis, Y bidang terluar massa bangunan
dengan GSJ = Yn (lihat Gambar 2.6).
Jimmy S. Juwana 28
Untuk ketinggian bangunan empat lapis, Y bidang terluar massa bangunan
dengan GSJ = nilai GSB (Gambar 2.10).
n>4
4
3
GSJ GSJ 2
1
GSB
Yn
Dalam hal denah lantai dasar suatu bangunan gedung sampai dengan denah
lantai tertinggi membentuk bidang vertikal (yang lurus), maka Y diberi reduksi
sebesar 10% dari ketentuan (Gambar 2.11).
YA
10% YA
Apabila suatu massa bangunan berbentuk ‘U’ atau ‘H’ (dengan lekukan) dan
bila kedalaman lekukan melebihi Y, maka bangunan tersebut dianggap dua
Jimmy S. Juwana 29
massa bangunan dan antara kedua massa tersebut harus mempunyai lebar
minimum lekukan = Y (Gambar 2.12).
Y
Gambar 2.12. Bangunan Gedung dengan Bentuk Denah ‘U’ atau ‘H’
Max. 5 m
Max. 10 m
Dari 19 hal yang perlu menjadi pertimbangan ada yang bersifat umum, namun
sebagian besar lebih banyak digunakan pada perancangan bangunan tinggi
dengan fungsi perkantoran. Ke-19 hal tersebut terdiri dari:
Jimmy S. Juwana 30
a. fungsi bangunan;
b. bentang manfaat (lease span);
c. ruang manfaat (leasing space);
d. jarak lantai ke lantai (floor to floor);
e. kulit bangunan (fascade)
f. inti bangunan gedung (core);
g. ruang bebas kolom;
h. sistem dan bahan struktur;
i. lantai antara (transfer level) dan hubungan antar lantai (interlevel
connection);
j. perbandingan lebar dan tinggi bangunan (aspect ratio);
k. perpindahan dan rotasi ruang utilitas dalam core;
l. bentuk massa bangunan;
m. ekspresi arsitektur;
n. sistem utilitas;
o. koordinasi modul;
p. keamanan dan keandalan bangunan gedung;
q. pemanfaatan bangunan (building operation & maintenance);
r. basemen (basement) dan parkir; serta
s. efisiensi rancangan.
a. Fungsi Bangunan
Pada bangunan tinggi umumnya digunakan untuk fungsi kantor, hotel dan
Apartemen, baik yang dirancang sebagai fungsi tunggal (single use), maupun
sebagai fungsi majemuk/ganda (mixed use). Dalam hal bangunan tinggi ini
digunakan sebagai fungsi majemuk, ada dua pendekatan yang dapat dilakukan,
yaitu:
Pada pendekatan ini pada setiap lantai terdapat lebih dari satu fungsi
kegiatan, misalnya hunian dan kantor, seperti contoh pada gedung Price
Tower di Kansas yang dirancang oleh arsitek Frank Lloyd Wright (Gambar
2.14).
Jimmy S. Juwana 31
Sumber: https://en.wikiarquitectura.com/building/price-tower/
Pada pendekatan ini bangunan tinggi secara vertikal dibagi atas lebih dari
satu zona, yang masing-masing zona memiliki fungsi yang berbeda. Jika
hanya ada dua fungsi disebut dupleks, misalnya zona bagian bawah untuk
perdagangan dan zona bagian atas untuk hunian. Banyaknya aktivitas
disesuaikan dengan keperluan bangunan tersebut.
Jimmy S. Juwana 32
Gambar 2.15. Pendekatan Multiplex
Makin besar bentang manfaat akan berdampak pada makin besarnya dimensi
(tinggi balok) balok struktur. Untuk membatasi dimensi balok agar tidak terlalu
besar, lease span dibatasi antara 9 m sampai 13 m, sehingga tinggi balok
berkisar antara 75 m sampai 100 cm (Gambar 2.16). Jika bentang maanfaat
kurang dari 9 m, luas tipikalnya yang hanya sekitar 700 m2, sehingga menjadi
kurang ideal untuk fungsi kantor, yang biasanya berkisar antara 1.200 m 2
sampai 2.000 m2.
Jimmy S. Juwana 33
Gambar 2.16. Lease Span
Pada bangunan tinggi yang lantainya disewakan pada pihak lain (kantor sewa),
dikenal beberapa istilah, seperti: luas lantai bruto (gross floor area), luas lantai
yang disertakan dalam biaya sewa (rentable floor area), dan luas lantai yang
disewa/dimanfaatkan oleh pengguna/penyewa (tenant), biasa dinamakan
dengan leasing space atau usable floor area (Gambar 2.17).
Jimmy S. Juwana 34
d. Jarak lantai ke lantai (floor to floor)
Merupakan jarak antara lantai yang satu dengan lantai berikutnya. Pada
bangunan tinggi setiap centimeter perlu dihitung secara seksama, karena jika
dikalikan dengan kelipatan jumlah lantai, nilainya akan cukup signifikan. Jika
jarak floor to floor cukup 3.80 m tidak perlu dibulatkan menjadi 4.00 m, karena
jika lantai bangunan tersebut berjumlah 60 lantai, maka sudah terjadi
pemborosan sebesar 0,20 x 60 m = 12 m atau setara dengan tiga lapis lantai.
Patokan utama untuk menentukan floor to floor adalah jarak dari lantai ke langit-
langit/plafon, untuk ruangan antara 2,60 – 2,80 m (ketentuan menurut PP nomor
16 tahun 2021 minimum 2,70 m) seperti ditunjukkan pada Gambar 2.18.
Dari Gambar 2.18, terlihat bahwa ada beberapa parameter yang mempengaruhi
nilai floor to floor, dimensi balok (beserta pelat lantai) yang tergantung dari
panjang lease span, rongga di atas langit-langit dan di bawah balok yang
digunakan untuk saluran tata udara, instalsi listrik dan plambing.
Pada bangunan hotel atau apartemen, mengingat ukuran unitnya tidak begitu
luas, sistem struktur dapat menggunakan sistem flat slab, sehingga pelat lantai
tidak dipikul oleh balok tetapi langsung dipikul oleh kolom. Dengan penggunaan
sistem flat slab atau flat plate, parameter di atas langit-langit hanya tinggal
rongga untuk sistem tata udara dan pelat lantai, sehingga jarak floor to floor
menjadi lebih kecil. Selanjutnya, dengan memanfaatkan tinggi koridor yang
sekitar 2,20 – 2,40 m, diperoleh efisiensi dan integrasi dengan sistem utilitas
lainnya (Gambar 2.19).
Jimmy S. Juwana 35
Gambar 2.19. Floor to Floor pada Hotel
Untuk mempermudah penentuan tinggi jarak lantai ke lantai, pada Gambar 2.20
diberikan kertas kerja untuk proses analisisnya.
Jimmy S. Juwana 36
e. Kulit Bangunan/Fasad (Fascade)
Sumber: https://id.pinterest.com/taras_senkiv/facade-details/
Jimmy S. Juwana 37
masuknya udara alami/segar ke dalam ruangan dan mengeluarkan udara
panas dan/atau udara yang mengandung polutan keluar bangunan (Gambar
2.22).
Sumber: https://id.pinterest.com/taras_senkiv/facade-details/
Jimmy S. Juwana 38
4) desain selubung bangunan dapat menghasilkan solusi yang ekonomis dan
berkelanjutan.
Pada bangunan tinggi lokasi dan konfigurasi inti bangunan (core) sangat
penting. Secara umum ada delapan pola penempatan inti bangunan, yang
terbagi dalam dua kelompok, bangunan dengan bentuk menara (tower) dan
bangunan bentuk memanjang (slab).
Jimmy S. Juwana 39
2) Inti pada Bangunan Bentuk ‘Segi Tiga’
Jimmy S. Juwana 40
4) Inti pada Bangunan Bentuk ‘Memanjang’
Hotel Century Park, Hotel Horizon dan Wisma Metropolitan di Jakarta adalah
contoh bangunan yang menggunakan inti seperti ini. Pola ini memungkinkan
diletakkan dua jalur koridor (Gambar 2.27).
Inti bangunan seperti ini (Gambar 2.28) banyak digunakan untuk perkantoran
yang bangunannya berbentuk empat persegi panjang. Gedung-gedung yang
menggunakan inti bangunan seperti ini di antaranya: Wisma Indocement di
Jakarta, Connaught Center (Jardine House) di Hongkong, Rockefeller Center
dan Chase Manhattan Bank di New York, Amerika Serikat.
Jimmy S. Juwana 41
Sumber: Guise, 1985 & Juwana, 2005 dimodifikasi
Bangunan dengan bentuk ‘silang’ dan ‘Y’, ‘T’ ‘H’ atau ‘V’, merupakan variasi
dari bangunan bentuk memanjang. Bentuk seperti ini dimaksudkan untuk
mendapatkan luas lantai tipikal yang cukup luas, tetapi bangunan tetap dapat
memanfaatkan pencahayaan alamiah, memiliki potensi sirkulasi udara, dan
dan pandangan ke arah luar bangunan. Namun konfigurasi massa bangunan
seperti ini kurang cocok untuk dibangun di daerah yang rentan bahaya
gempa bumi.
Bangunan bentuk ini banyak digunakan untuk fungsi hotel, apartemen dan
perkantoran. Apartemen bentuk ini banyak dibangun di Hong Kong,
Singapura dan kota-kota besar di Amerika Serikat. Perkantoran yang
menggunakan bentuk ini, misalnya Gedung Patra Jasa di Jakarta.
Jimmy S. Juwana 42
Sumber: Guise, 1985 & Juwana, 2005 dimodifikasi
Bangunan dengan inti yang diletakkan di luar titik berat massa bangunan dan
ditempatkan secara acak (Gambar 2.32) kurang menguntungkan bagi
perencanaan bangunan tahan gempa.
Jimmy S. Juwana 43
Gedung MBf Tower di Penang, Malaysia dan Conrad International Centennial
di Singapura merupakan contoh dari penempatan inti bangunan yang tidak
beraturan.
Penjelasan lebih rinci terkait inti bangunan gedung akan dibahas pada Bab III.
Untuk memudahkan dan fleksibilitas pengaturan tata ruang dalam dan sekaligus
memberikan pandangan langsung ke luar bangunan, antara inti bangunan dan
selubung bangunan gedung tidak terhalang oleh adanya kolom struktural
(Gambar 2.33).
Jimmy S. Juwana 44
h. Sistem Dan Bahan Struktur
Dalam perancangan struktur, dikenal dengan penggunaan balok satu arah (one
way beam/rib) dan balok dua arah (two way beam/rib). Untuk memudahkan
keterpaduan dengan sistem utilitas bangunan, utamanya sistem tata udara,
yang membutuhkan saluran udara (ducting), penggunaan balok satu arah lebih
disarankan, agar saluran udara dari inti bangunan ke dalam ruangan tidak
terganggu adanya balok melintang (Gambar 2.34).
Pendekatan lain penggunaan balok satu arah dengan pola seperti tergambar
pada Gambar 2.35. di mana arah yang bersilangan pada ujung bangunan
dimaksudkan untuk memperkaku bangunan secara keseluruhan (shear drift).
Jimmy S. Juwana 45
Pembahasan sistem struktur terkait penyaluran beban, kestabilan terhadap
beban gempa dan perkiraan dimensi kompoenen struktur akan dibahas lebih
rinci pada Bab IV buku ini.
Dalam mendukung sistem utilitas bangunan tinggi dan untuk mitigasi terhadap
kemungkinan bahaya akibat gempa dan kebakaran, diperlukan suatu lantai
pada setiap interval ketinggian yang dapat digunakan untuk tempat kumpul
sementara (refuge floor). Lantai ini juga dipergunakan untuk menempatkan
peralatan MEP, termasuk peralatan elektronik/teknologi informasi (information
communication technology – ICT), serta ruangan lain yang diperlukan terkait
dengan pengoperasian dan pemeliharaan bangunan gedung (operation &
maintenance) seperti Gambar 2.36. Dalam hal posisi atau lokasi tangga akan
berubah, di lantai ini pula koridor pengarah ditempatkan (lihat juga Gambar
2.38).
Jimmy S. Juwana 46
Penempatan peralatan dan fasilitas tempat berkumpul sementara ini diletakkan
pada transfer level yang terkait dengan pembahasan sistem transportasi vertikal
dalam gedung. Demikian pula halnya dengan fasilitas pergerakan vertikal antar
beberapa lantai tertentu (interlevel connection) akan dibahas pada Bab V yang
membahas sistem transportasi vertikal dalam gedung.
Nilai perbandingan ini (aspect ratio) untuk Indonesia saat ini dibatasi maksimum
7, karena alasan ketahanan terhadap beban gempa, sedang di negara-negara
lain yang dengan pertimbangan kemajuan teknologi bahan dan metode
pelaksanaan, dapat memiliki nilai aspect ratio yang lebih tinggi (Gambar 2.37).
Lokasi dan penempatan ruang utilitas, khususnya lif dan tangga kebakaran yang
selama ini berada pada jalur vertikal yang sama (lihat pembahasan pada Bab
3.2.2 – Perancangan Inti Bangunan), dapat dipindahkan agar tercapai tingkat
pemanfaatan ruangan yang lebih optimal. Agar tidak tersesat pada saat
evakuasi, orang diarahkan melalui koridor yang menghubungkan antara tangga
yang di atasnya menuju tangga selanjutnya (Gambar 2.38).
Jimmy S. Juwana 47
Sumber: Al-Kodmany, 2015 dimodifikasi
Gambar 2.38. Rotasi dan Perpindahan Tangga Kebakaran/Lif
Gambar 2.38 kiri memperlihatkan perpindahan dan rotasi tangga kebakaran A,
B dan C dari lantai atas menuju keluar di lantai dasar. Tangga A dan C
mengalami beberapa perpindahan dan rotasi, sedang tangga B hanya satu kali
mengalami perpindahan. Gambar 2.38 kanan memperlihatkan contoh detail
perpindahannya.
Jimmy S. Juwana 48
turbin angin pembangkit listrik yang digunakan untuk memasok kebutuhan
energi gedung tersebut.
Tidak ada satupun bangunan tinggi yang tidak didukung oleh sistem struktur
yang prima; beberapa gedung memperlihatkan dimensi komponen struktur yang
sangat besar dibandingkan dengan ukuran manusia, namun harus diakui
banyak bangunan tinggi yang struktur sangat indah dan merupakan bagian
bangunan tinggi yang tidak mungkin dipisahkan satu dengan lainnya.
Sumber: https://www.kindpng.com/imgv/hhJTJwR_abu-dhabi-national-exhibition-centre-adnec-hd-png/
Jimmy S. Juwana 49
n. Sistem Utilitas
Pada era industri 4.0, peranan sistem MEP dan ICT dalam mendukung
bangunan tinggi yang ramah lingkungan dengan konsep bangunan gedung
hijau (green building) dan cerdas (smart building), menjadi sangat penting.
Berbagai efisiensi dan pengaturan pada bangunan tinggi dapat dilakukan
dengan mengintegrasikan sistem MEP serta ICT (Gambar 2.41).
o. Koordinasi Modul
Jimmy S. Juwana 50
waktu yang sangat singkat dan sekaligus meminimalkan sampah konstruksi dan
kesalahan pelaksanaan.
Sumber: https://www.researchgate.net/figure/Corner-supported-modular-system_fig3_331306591
Jimmy S. Juwana 51
Di samping itu, perlu dipenuhi seluruh standar keandalan bangunan gedung,
gedung juga harus dapat dipantau dari luar dengan mudah (Gambar 2.43) agar
potensi gangguan keamanan dapat diketahui sejak dini.
Standar kesehatan dipenuhi dari sistem tata udara, tata cahaya dan tata suara,
serta instalasi pengolahan limbah (IPAL), yang menjamin kondisi dalam
bangunan gedung bebas dari kemungkinan sindrom sakit bangunan (sick
building syndrome – SBS) dan/atau bahan bahan yang beracun dan berbahaya
yang dapat menyebabkan orang terpapar bahan berbahaya yang dapat
menyebabkan terganggu kesehatannya (bulding related illness – BRI).
Jimmy S. Juwana 52
Beberapa persyaratan terkait fasilitas difabel di antaranya:
1) Ram
Dimensi dan kemiringan ram perlu diperhatikan; untuk ram yang berada di
luar bangunan gedung, kemiringan maksimum 5o (1:12), sedang untuk di
dalam bangunan gedung maksimum 6o (1:10), dengan lebar 92 – 184 cm
dan setiap panjang 9 m, ram harus disediakan permukaan datar minimum
120 cm dan dilengkapi dua railing dengan tinggi 65 cm dan 800 cm (Gambar
2.44).
Untuk bangunan gedung yang tidak memiliki luas lantai yang cukup besar,
penyediaan ram di dalam bangunan menjadi kendala. Untuk bangunan
tinggi dapat menggunakan lif, namun untuk bangunan rendah, atau hotel
yang umumnya memiliki tangga sirkulasi (grand stair) untuk mencapai lantai
satu atau mezzanine dapat menggunakan alternatif lain berupa
pemasangan stair lift (Gambar 2.45).
Jimmy S. Juwana 53
2) Toilet
Jimmy S. Juwana 54
r. Basemen Dan Parkir
Bangunan tinggi juga memerlukan areal parkir yang luas, dan pada areal
perkotaan di mana lahan sulit diperoleh dan juga biayanya tinggi, memaksa
bangunan tinggi menggunakan basemen dan/atau menyediakan gedung parkir.
Untuk mengurangi jumlah areal parkir pada bangunan tinggi, sekaligus untuk
memenuhi konsep bangunan gedung hijau (green building), lokasi bangunan
tinggi diletakkan berdekatan dengan sarana dan prasarana umum kota,
sehingga pengguna bangunan tinggi dapat memanfaatkan transportasi publik
dan keperluan lainnya dalam jarak yang tidak terlalu jauh tempatnya beraktivitas
(maksimum 400 m atau sepuluh menit berjalan kaki).
Khusus terkait parkir kendaraan, akan dibahas dengan lebih rinci di Bab V –
bagian 2.5 – Parkir Kendaraan).
s. Efisiensi Rancangan
Pada 20 tahun terakhir ini, orang berlomba untuk membangun gedung yang
makin lama makin tinggi, namun harus disadari bahwa ada keterbatasan, bahwa
makin tinggi bangunan makin diperlukan kestabilan dan kekokohan strukturnya,
lebih-lebih pada daerah di mana beban gempa bumi menjadi hal yang perlu
diperhatikan..
Jimmy S. Juwana 55
gempa dapat diredam, sehingga dimensi struktur dapat dikurangi dan ketinggian
bangunan yang diinginkan dapat terpenuhi.
Saat ini banyak gedung tinggi sudah menggunakan peralatan peredam getaran
gempa, baik berupa base isolation, untuk mengurangi getaran tanah mengalir
ke struktur bagian atas dan/atau menggunakan seismic damper agar struktur
bagian atas lebih mampu menahan getaran gempa (Gambar 2.48).
a. Standar Parkir
Jimmy S. Juwana 56
Untuk parkir di dalam bangunan, disyaratkan ruang bebas struktur (head room)
untuk ruang parkir maksimal 2,25 m (Gambar 2.49).
Jimmy S. Juwana 57
Gambar 2.51 menunjukkan letak dan arus sirkulasi kendaraan di gedung parkir,
baik yang menggunakan ram lurus maupun ram spiral.
Pada lantai yang digunakan untuk parkir di mana luasnya mencapai 500 m2 atau
lebih, lantai parkir harus dilengkapi ram naik dan ram turun minimum masing-
masing dua unit. Lebar ram lurus satu arah minimum 3,00 m dan untuk ram dua
arah harus dilengkapi dengan pemisah dengan lebar minimum 50 cm, sehingga
lebar minimum ram menjadi 6,50 m. Kemiringan ram lurus ditentukan
maksimum 1:5 dengan ruang bebas struktur di kanan dan kiri sebesar 60 cm.
Jika menggunakan ram spiral dua arah, maka jari-jari terpendek ditentukan 4,00
m dengan lebar ram 3,60 m untuk setiap arah dengan pemisah minimum 50 cm,
sehingga lebar minimum ram menjadi 7,50 m. Bagi bangunan parkir yang
menggunakan ram spiral, di antara jalur jalan harus ada ruang bebas minimal
60 cm dan ketinggian bangunan parkir dibatasi tidak boleh melebihi lima lapis
(Gambar 2.50).
Gambar 2.51. Lokasi Ram dan Arus Sirkulasi pada Gedung Parkir
Lantai untuk parkir tidak dihitung KLB (maksimal 50% KLB, selebihnya
diperhitungkan 50%), dengan lantai bangunan parkir maksimal 150% KLB.
Jimmy S. Juwana 58
Ram dan tangga terbuka dihitung 50% (maksimal 10% KDB), dan ram di luar
bangunan minimum berjarak 60 cm dari pagar/batas daerah perencanaan dan
berjarak minimum 2,00 m dari GSJ.
Setiap lantai parkir harus memiliki sarana transportasi dan/atau sirkulasi vertikal
untuk orang berupa tangga. Tangga spiral dilarang digunakan, dan radius
pelayanan tangga 25 m untuk yang tidak dilengkapi dengan sprinkler dan/atau
40 m untuk yang dilengkapi dengan sprinkler.
Pola pengaturan parkir mobil juga memiliki beberapa alternatif, di mana tata
letak kendaraan akan terkait pada lebar lajur kendaraan dan kapasitas
kendaraan yang dapat ditampung untuk luasan tertentu (Gambar 2.52).
Jimmy S. Juwana 59
Tabel 2.9. Penentuan SRP
a1 a1
L
SRP Lp
L
SRP Lp
a2
a2
Keterangan :
B = lebar kendaraan R = jarak bebas samping Keterangan :
L = panjang kendaraan Bp = lebar minimum SRP B = lebar kendaraan R = jarak bebas samping
L = panjang kendaraan Bp = lebar minimum SRP
O = lebar bukaan pintu Lp = panjang minium SRP O = lebar bukaan pintu Lp = panjang minium SRP
a1/a2 = jarak bebas depan/belakang a1/a2 = jarak bebas depan/belakang
Tabel 2.8 sampai dengan Tabel 2.19 menunjukkan pengaturan tempat parkir
yang lebih rinci disesuaikan dengan fungsi bangunan gedung, dari mulai untuk
pusat perkantoran, pasar swalayan, pasar, sekolah dan perguruan tinggi, taman
rekreasi, hotel, rumah sakit, bioskop, dan gedung olah raga.
Khusus untuk keperluan areal parkir hotel, perhitungannya juga dapat dilakukan
dengan pendekatan yang lebih spesifik terkait jenis hotel dan pengguna tempat
parkir, yang akan dibahas setelah Tabel 2.20.
Jimmy S. Juwana 60
Tabel 2.10. Kebutuhan Ruang Parkir untuk Pusat Pekantoran
Jimmy S. Juwana 61
Tabel 2.13. Kebutuhan Ruang Parkir untuk Sekolah/Perguruan Tinggi
Jimmy S. Juwana 62
Tabel 2.16. Kebutuhan Ruang Parkir untuk Hotel berdasarkan Klasifikasi
Jimmy S. Juwana 63
Tabel 2.19. Kebutuhan Ruang Parkir untuk Gelanggang Olah Raga
Jimmy S. Juwana 64
Perhitungan kebutuhan parkir di hotel, dapat dilakukan dengan menghitung
perkiraan beban parkir per kamar seperti Tabel 2.21.
Jika diketahui data tentang total jumlah kamar hotel (N), tingkat okupansi (x%),
perkiraan tamu yang membawa kendaraan (y%), dan jumlah orang per
kendaraan (z), maka jumlah parkir yang perlu disediakan untuk tamu yang
menginap mengacu pada penggunaan antara pukul 00.00 – 04.00, di mana
semua tamu yang menginap diasumsikan telah memarkirkan kendaraannya.
Jimmy S. Juwana 65
𝐽𝑃𝑇 = 𝑁. 𝑥. 𝑦. 𝑧. 𝑘 kendaraan Persamaan 2.9.
di mana : JPT : jumlah alokasi parkir kendaraan tamu hotel
x : tingkat okupansi hunian hotel rata-rata
y : tamu hotel yang membawa kendaraan sendiri
z : rata-rata jumlah orang per kendaraan tamu hotel
k : koefisien dari Tabel 2.19
Untuk menampung kebutuhan parkir hotel bagi pengunjung dapat dianalisis
menggunakan Tabel 2.22.
b. Sistem Parkir
Dengan terbatas dan makin mahalnya harga lahan, untuk mengurangi alokasi
kebutuhan luasan areal parkir, saat ini banyak digunakan sistem parkir (parking
system), baik yang manual, semi otomatis, maupun otomatis (Gambar 2.54).
Soal-Soal Latihan
1. Di samping arsitek, tenaga ahli apa saja yang terlibat dalam
perancangan bangunan tinggi. Jelaskan perannya masing-masing.
2. Untuk apa penambahan luasan setelah prakiraan ruang aktivitas telah
diketahui.
3. Apa yang menjadi patokan dasar untuk memperkirakan luas bangunan
hotel.
4. Ketentuan apa saja yang tertera dalam dokumen KKPR.
Jimmy S. Juwana 66
5. Mengapa jarak antar lantai pada bangunan tinggi memiliki peran penting
dalam perencanaan bangunan tinggi.
… (2010); https://www.skyscrapercenter.com/complex/589
… (2021); https://www.researchgate.net/figure/Corner-supported-modular-
system_fig3_331306591
… (2021); https://id.pinterest.com/taras_senkiv/facade-details/
… (2022); https://www.kindpng.com/imgv/hhJTJwR_abu-dhabi-national-exhibition-
centre-adnec-hd-png/
… (2022); https://www.cgtrader.com/3d-models/exterior/skyscraper/bahrain-world-
trade-center
… (2017); https://en.wikiarquitectura.com/building/price-tower/
… (2020); https://personal.cityu.edu.hk
… (2011); Design Recommendations for Multi-storey and Underground Car Parks 4th
Edition, The Institution of Structural Engineers (ISE), London.
Jimmy S. Juwana 67
Al-Kodmany K., (2015); “Tall Buildings and Elevators: A Review of Recent Technological
Advances”, Buildings 2015, 5(3),1070-
104; https://doi.org/10.3390/buildings5031070
Bee H. S., (Editor), (2003); Tall Buildings, The Museum of Modern Art, New York.
Bovill C., (1991); Architectural Design – Integration of Structural and Environmental
Systems, Van Nostrand Reinhold, New York.
Cerver F. A.. (1997); The Architecture of Skyscrapers. Arco for Hearst Books
International, New York.
Dupre J., (1996); Skyscrapers – A History of the World’s Most Famous and Important
Skyscrapers, Black Dog & Leventhal Publishers. Inc., New York.
Eisele J. & Kloft E., (editors) (2002); High-Rise Manual – Typology and Design,
Construction and Technology, Birkhauser – Publisher for Architecture, Basel.
Guise D., (1985); Design and Technology in Ardchitecture. John Wiley & Sons, New
York.
Juwana J. S., (2005); Panduan Sistem Bangunan Tinggi untuk Arsitek dan Praktisi
Bangunan, Penerbit Erlangga, Jakarta.
Juwana J. S., (2022); “Sistem Keamanan & Keselamatan Bangunan Gedung dan
Lingkungan”, Pengembangan Keprofesian Arsitek 1 – Ikatan Arsitek Indonesia,
Banda Aceh, Nanggroe Aceh Darussalam.
Konis K. & Selkowittz S., (2017); Effective Daylighting with High-Performance Facades
– Emerging Design Practices. Springer International Publishing, Swiss.
Penner, R. H., Adams, L. & Robson, S. K. A., (2013); Hotel Design – Planning and
Development 2nd Edition, Routledge, New York.
Swinburne, H., (1980); Design Cost Analysis for Architects and Engineers, McGraw-Hill
Book Company, New York.
Jimmy S. Juwana 68
BAB III
INTI BANGUNAN GEDUNG
Adriene
Inti bangunan gedung (core), meskipun dari luasannya merupakan bagian yang
kecil dari luas lantai, namun memiliki peran penting pada bangunan tinggi,
karena merupakan lokasi di mana sistem transportasi gedung, dan jaringan
utilitas didistribusikan dari bawah ke atas melalui shaft vertikal. Inti bangunan
gedung bukan merupakan bagian yang disewakan (bukan leasing space),
karena itu pengaturannya perlu dilakukan secermat dan seefisien mungkin
melalui integrasi antara konfigurasi bangunan dengan sistem MEP dan sistem
ICT yang ada.
Meskipun dinamakan inti bangunan gedung, namun lokasinya tidak harus selalu
berada di tengah-tengah bangunan, tapi dapat juga diletakkan di ujung, di luar,
di sudut atau diletakkan secara acak.
Perbedaan fungsi bangunan akan berpengaruh pada pola tata letak inti
bangunan. Pada bangunan tinggi, luas lantai bersih, sirkulasi dan jaringan
utilitas serta pemanfaatan pencahayaan alamiah, menjadi pertimbangan bagi
letak inti bangunan.
Jimmy S. Juwana 69
pengaruhnya dalam menahan gaya lateral, sebagaimana ditunjukkan dalam
Tabel 3.1.
L etak In ti
F leksib ilitas R u an g B aik S angat B aik C ukup K urang B aik K urang S ekali
R u an g D i S isi
K urang C ukup S angat B aik S angat B aik K urang S ekali B aik
K elilin g B an g u n an
P em an faatan L an tai
C ukup S angat B aik C ukup K urang B aik K urang S ekali
D asar
Jarak d ari In ti K urang K urang S ekali B aik S angat B aik C ukup C ukup
K ejelasan P o la
C ukup K urang B aik S angat B aik C ukup K urang S ekali
S irku lasi
P en cah ayaan Alam i B aik S angat B aik K urang S ekali K urang S ekali S angat B aik K urang
H u b u n g an d en g an
C ukup K urang S ekali S angat B aik B aik K urang C ukup
U tilitas d i Atap
Pada lantai tipikal luas inti bangunan gedung tidak melebihi 20%, sedang luasan
sisa yang sekitar 80% itu masih perlu dikurangi dengan luasan yang diperlukan
untuk jalur sirkulasi horizontal (koridor). Hal ini menyebabkan luas efektif
bangunan gedung berkurang. Oleh karena itu pemilihan lokasi inti bangunan
gedung perlu mempertimbangkan berbagai aspek yang ada.
Jimmy S. Juwana 70
lantai dapat berbeda-beda, dari hanya satu penyewa sampai sekitar enam atau
tujuh penyewa.
Sumber: https://www.sefindia.org/rangarajan/CoreDesign.pdf
Gambar 3.1 adalah ilustrasi bangunan tinggi dengan konfigurasi menara (tower)
dengan beberapa alternatif lokasi inti bangunan yang dikaitkan dengan
fleksibilitas kemungkinan jumlah penyewa (tenant) pada tiap lantainya.
Jimmy S. Juwana 71
Bangunan pertama adalah Gedung Federal Reserve Bank di Minneapolis,
Amerika Serikat yang dirancang oleh arsitek Birkerts (Gambar 3.2). Bangunan
berlantai sepuluh ini mempunyai tiga inti, dua di ujung bangunan dan satu di
tengah sisi panjang bangunan. Antara kedua inti dihubungkan dengan rangka
batang menyerupai konstruksi jembatan yang digunakan untuk menggantung
struktur lantai, sehingga di antara kedua sisi pendek bangunan tidak terdapat
kolom, sehingga memiliki fleksibilitas pengaturan tata ruang dalam. Pada lantai
dasar (street level) digunakan untuk keperluan aktivitas publik, sekaligus untuk
maksud keamanan gedung itu sendiri, karena aktivitas kantor berada di lantai
satu ke atas.
Sumber: Hart, Henn, & Sontag, 1985 dan Juwana, 2005 dimodifikasi
Jimmy S. Juwana 72
corridor. Terlihat ada lantai antara (transfer level) yang digunakan sebagai
tempat kumpul sementara dalam keadaan darurat (refuge floor).
Jimmy S. Juwana 73
Bangunan Menara Boustead (Gambar 3.5) berlokasi di kota Kuala Lumpur,
Malaysia, karya arsitek Ken Yeang, dengan ketinggian 31 lantai dan berfungsi
sebagai kantor sewa. Inti bangunan ada dua, yang besar berisi 10 lif, terletak di
ujung massa bangunan yang berbentuk gabungan setengah lingkaran dan segi
empat. Ada tambahan tangga kebakaran dan lif dengan luasan yang lebih kecil
pada ujung lain agar tidak terdapat lorong buntu (dead end) pada koridor
bangunan gedung ini.
Bangunan kantor Century Tower karya Norman Foster ini berlokasi di kota
Tokyo, Jepang. Inti bangunan diletakkan pada kedua sisi bagian Barat dan
Timur. Tangga kebakaran ditempatkan pada setiap ujung bangunan. Bangunan
terdiri dari dua massa dengan atrium di tengahnya. Massa sebelah Utara lebih
rendah, oleh karenanya hanya ada satu tangga darurat, sedang massa sebelah
Selatan dengan ketinggian 22 lantai, masing-masing mempunyai dua buah
tangga kebakaran di setiap sisinya (Gambar 3.6).
The Bank of China dirancang oleh I.M. Pei di Hong Kong, merupakan bangunan
dengan struktur yang unik. Inti bangunan gedung diletakkan terpisah satu
dengan lainnya untuk mengantisipasi adanya pengurangan lantai di lantai atas
bangunan, sebagaimana terlihat pada lantai tipikal, di mana mulai dari lantai 26
–31 lantai tipikalnya berkurang 25%, kemudian berkurang lagi menjadi 50%
pada lantai tipikal 38 – 44, dan akhirnya luas lantai tinggal tersisa 25% pada
lantai tipikal 51 – 66 (Gambar 3.7).
Jimmy S. Juwana 74
Sumber: Davis & Lambot, 1882 dan Juwana, 2005 dimodifikasi
Jimmy S. Juwana 75
3.2. Perancangan Praktis Inti Bangunan.
Jumlah lif untuk melayani satu zona berkisar antara 4 – 6 buah lif, termasuk lif
barang, oleh karenanya konfigurasi koridor yang berfungsi sebagai lobby lif
disesuaikan dengan layanan lif tersebut.
Kelompok lif di mana bangunan gedung hanya memiliki satu zona layanan lif,
bentuk koridor yang terbentuk sederhana dan linear, seperti terlihat pada
Gambar 3.8.
LB
LP LP Anti
I I room
Anti LP LP
room I I
LB
Jika bangunan Gedung memiliki dua zona layanan lif, alternatif koridor lif
terbatas pada dua alternatif (Gambar 3.9).
LP LP LP LP
I I I I
TOILET TOILET
LP LP LP LP
I I I I
LP LP LP LP LP
II II II II II
TOILET TOILET
LP
LB LB AHU
II
Dengan bertambahnya zona layanan lif, maka jumlah koridor juga bertambah,
sebanding dengan zona yang dilayani, Gambar 3.10 merupakan salah satu
alternatif pola koridor yang melayani tiga zona.
Jimmy S. Juwana 76
LP LP
LO
I I
TOILET
AHU
wanita
LP LP
LB
I I
LP LP LP
LB
II II III
TOILET
pria
LP LP LP LP
II II III III
Secara skematik alternatif lain untuk pola koridor untuk yang melayani tiga zona
dapat seperti pada Gambar 3.11.
Gambar 3.11. Alternatif Pola Koridor Lif dengan Tiga Zona Layanan
Untuk kelompok lif yang memiliki lebih dari tiga zona layanan (multi zone) pola
koridornya akan berbentuk seperti pada Gambar 3.12.
Gambar 3.12. Pola Koridor Lif lebih dari Tiga Layanan (Multi Zone)
Pada Gambar 3.9 koridor lif dapat menerus, sehingga dapat diakses dari dua
sisi, tapi juga dapat dibuat tidak menerus (buntu), karenanya lebar koridor lif
mengalami penyesuaian (Gambar 3.13).
Jimmy S. Juwana 77
Gambar 3.13. Alternatif Lebar Koridor Lif
3.2.2. Perancangan Inti Bangunan
Perancangan inti bangunan gedung tidak lepas dari pengaturan jumlah lif,
pembagian zona layanan lif dan penempatan sky lobby atau lantai transfer untuk
MEP dan ICT. Hal ini akan mempengaruhi bentuk tampilan arsitektur eksterior
bangunan gedung.
Jimmy S. Juwana 78
Pada lokasi tranfer level tampilan bagian luar bangunan mengikuti fungsi ruang
yang ada di dalamnya, dengan demikian ada kesesuaian antara lantai-lantai
untuk keperluan utilitas dengan ekspresi arsitekturalnya. Ekspresi yang dapat
diperlihatkan dapat berupa struktur pengaku (outriggers) atau memundurkan
sisi luar bangunannya (set back). Gambar 3.14 memperlihatkan empat alternatif
dari bangunan yang mempunyai enam sampai sembilan zona layanan lif
dengan lantai transfer yang berbeda, sehingga mempengaruhi ekspresi
arsitekturnya.
Anti/Ante room ditambahkan di muka lif barang, jika pintu lif barang dan lif orang
terbuka pada areal/ruang lobby lif yang sama.
Tangga
WC WC 2 Modul
‘AHU’
WNT PRIA 3mx6m
Untuk perkiraan awal, jumlah lif dapat diasumsikan bahwa untuk setiap 5.000
m2 luas lantai diperlukan satu lif penumpang, dan setiap empat lif penumpang
diperlukan satu lif barang. Namun perkiraan jumlah lif ini harus diperiksa ulang
dengan analisis yang menggunakan standar perhitungan lif.
Sebagai contoh, pada bangunan yang mempunyai tiga zona layanan lif, di mana
zona I diperlukan empat buah lif penumpang, zona II diperlukan empat lif
penumpang dan zona III diperlukan tiga lif penumpang. Lif barang berjumlah
dua buah, sedang lif untuk observasi berjumlah satu buah.
Pertama kali dibuat sketsa pembagian zona layanan lif dan jenis lif apa saja
yang ada pada bangunan tersebut (Gambar 3.16).
Jimmy S. Juwana 79
RG MESIN LIF OBSERVASI & BARANG
RG MESIN LIF II I RG LUNCUR LIF OBSERVASI & BARANG
RG LUNCUR LIF III
ZONA III
ZONA II
ZONA I
LT. DASAR
LP LP
LO
I I
TOILET
AHU
wanita
LP LP
LB
I I
LP LP LP
LB
II II III
TOILET
pria
LP LP LP LP
II II III III
LANTAI DASAR
Gambar 3.17. Denah Inti di Lantai Dasar
Pada lantai dasar semua pintu lif terbuka, baik untuk menuju zona I (LP I), zona
II (LP II), zona III (LP III) maupun untuk menuju lantai observasi (LO) dan lif
Jimmy S. Juwana 80
barang (LB). Bukaan pintu LB pada sisi koridor yang bukan merupakan koridor
di mana pintu lif orang terbuka, agar arus barang tidak mengganggu sirkulasi
orang (Gambar 3.17).
Pada zona I, hanya pintu LP I dan LB saja yang dapat terbuka, sedang lif-lif lain
tertutup pintunya, sehingga koridor tempat LP III dapat ditutup untuk
dimanfaatkan sebagai ruangan utilitas (Gambar 3.18). Pada kondisi darurat
pintu lif dapat dibuka dengan akses keluar melalui daerah toilet (lihat Gambar
3.38).
LP LP
LO
I I
TOILET
AHU
wanita
LP LP
LB
I I
LP LP LP
LB
II II III
TOILET
pria
LP LP LP LP
II II III III
ZONA I
Gambar 3.18. Denah Inti pada Zona I
Pada lantai transfer I – II bagian bawah, di mana LP I tidak aktif (hanya ada
lubang/ruang luncurnya saja), pintu LP II sudah terbuka, agar pada saat terjadi
kondisi darurat, pengguna areal zona II dapat menuju lantai transfer (transfer
level) yang digunakan juga sebagai tempat kumpul sementara (refuge floor)
seperti terlihat pada Gambar 3.19.
LP LP
LO
I I
TOILET
AHU
wanita
LP LP
LB
I I
LP LP LP
LB
II II III
TOILET
pria
LP LP LP LP
II II III III
Jimmy S. Juwana 81
Pada lantai tranfer I – II atas, terdapat ruang mesin LP I, dan lantai ini dapat
dipergunakan sebagai ruang utiilitas sesuai keperluan dan tambahan tempat
kumpul sementara (Gambar 3.20).
RG MESIN LIFT I LO
TOILET
AHU
wanita
RUANG LIFT I LB
LP LP LP
LB
II II III
TOILET
pria
LP LP LP LP
II II III III
Pada zona II, di mana sudah tidak lagi dilayani oleh LP I, areal alokasi LP I dapat
menjadi tambahan perluasan areal kantor (leasing space), dengan menggeser
ruang air handling unit (AHU) mendekati lokasi LB dan LO (Gambar 3.21).
LO
TAMBAHAN
TOILET
LEASING AHU
wanita
SPACE
LB
LP LP LP
LB
II II III
TOILET
pria
LP LP LP LP
II II III III
ZONA II
Gambar 3.21. Denah Inti pada Zona II
Pada denah lantai tranfer II – III bawah, pintu LP III sudah dapat dibuka, oleh
karenanya toilet pria dipindah ke sebelah ruang AHU (Gambar 3.22). Transfer
level ini digunakan untuk perpindahan jaringan utilitas dan dapat difungsikan
sebagai refuge floor juga untuk menampung penghuni di lantai-lantai di atasnya.
Jimmy S. Juwana 82
LO
TAMBAHAN
TOILET TOILET
LEASING AHU
pria wanita
SPACE
LB
LP LP LP
LB
II II III
LP LP LP LP
II II III III
Pada lantai transfer II – III terdapat jalur pengalih, yang merupakan koridor yang
mengarahkan orang yang sedang evakuasi pindah dari tangga di zona III ke
lokasi tangga di zona II tanpa khawatir tersesat.
LO
TAMBAHAN
TOILET TOILET
LEASING AHU
pria wanita
SPACE
LB
JALUR PENGALIH
LP
RG MESIN LIFT II LB
III
LP LP
RG MESIN LIFT II
III III
LO
TAMBAHAN
TOILET TOILET
LEASING
pria wanita
SPACE
LB
JALUR PENGALIH
LP
LB
III
AHU
LP LP
III III
Pada lantai transfer II – III atas, ada dua alternatif yang dapat dipilih:
Jimmy S. Juwana 83
a. disiapkan jalur pengalihan untuk memindahkan ruang tangga ke tengah
untuk pilihan alternatif 1 (Gambar 3.23); atau
b. tetap di lokasi tangga yang sekarang jika menggunakan alternatif 2 (Gambar
3.24).
LO
TAMBAHAN
LEASING
SPACE LB
LP
LB
III
TOILET TOILET
AHU
wanita pria
LP LP
III III
LO
TAMBAHAN
TOILET TOILET
LEASING
pria wanita
SPACE
LB
LP
LB
TAMBAHAN III
LEASING AHU
SPACE LP LP
III III
LO
TAMBAHAN
LEASING
SPACE
LB
LP
LB
III
TOILET TOILET
AHU
wanita pria
LP LP
III III
Jimmy S. Juwana 84
Pada Gambar 3.25 terlihat, jika yang dipilih alternatif 1, ruang tangga bergeser,
sehingga tidak merupakan satu garis vertikal dari atas ke lantai dasar, tapi
berpindah di lantai transfer (lihat Gambar 2.39). Karena jalur koridor untuk LP III
sudah berfungsi, toilet wanita yang juga dipindah ke sebelah toilet pria.
Pada ruang luncur LP III, pintu akses untuk LO sudah berfungsi (Gambar 3.26),
sedang untuk menuju lantai observasi bagian atas (upper deck) menggunakan
tangga.
LO
TAMBAHAN
TOILET TOILET
LEASING
pria wanita
SPACE
LB
LP
LB
TAMBAHAN III
LEASING AHU
SPACE LP LP
III III
LO
TAMBAHAN
LEASING
SPACE
LB
LP
LB
III
TOILET TOILET
AHU
wanita pria
LP LP
III III
Selanjutnya, pada lantai observasi atas (upper deck) ada akses tangga ke ruang
mesin di lantai atap (Gambar 3.27).
Jimmy S. Juwana 85
LO
TAMBAHAN
TOILET TOILET
LEASING
pria wanita
SPACE
LB
RG MSN
LB
TAMBAHAN LIFT III
LEASING AHU
SPACE TANGGA
RG MESIN LIFT III
KE ATAP
LO
TAMBAHAN
LEASING
SPACE
LB
RG MSN
LB
LIFT III
TOILET TOILET
AHU
wanita pria TANGGA
RG MESIN LIFT III
KE ATAP
Akhirnya, pada lantai atap yang tersisa tinggal ruang mesin LO dan LB dan
akses tangga untuk pemeliharaan dan perawatan (maintenance access) seperti
terlihat pada Gambar 3.28.
RG MESIN
LIFT OBSV
RG MESIN
LIFT BRG
TANGGA
KE ATAP
RG MESIN
LIFT BRG
Jimmy S. Juwana 86
Dari Gambar 3.17 sampai dengan Gambar 3.28 terlihat bahwa gambar denah
inti bangunan gedung berjumlah lebih banyak (11 gambar) dibandingkan
dengan gambar denah tipikal lantai yang hanya berjumlah tiga ditambah satu
gambar denah lantai dasar.
ME T 27 RUANG ME
ME M 26 &
25 OBSERVASI
LIF OBSERVASI
T
D
24 LIF ZONA 6 - ATAS
23
ME 22
T
21
TRANSFER LEVEL 4
D
TANGGA DARURAT
ME 19
TRANSFER LEVEL 3
18
T
D
16 ESKALATOR
P P P T 15
ME D 14 SKY LOBBY
13
T
D 12 LIF ZONA 3 - ATAS
ME 11
10
TRANSFER LEVEL 2
TANGGA DARURAT
T
D
09 LIF ZONA 2 - TENGAH
LIF EKSPRES
08
ME 07
06
TRANSFER LEVEL 1
50.00
T
Bsmn
TG Z1 Z1 Eks Obs Obs WC
DRT Wn LO
L0 LO Lo LB LB
40.00
15.00
Bsmn
Z1 Z1 EKS 1 2
D
LO LO LO LO
Z2 Z2 Z3 Z3 TG WC
AHU
LO LO LO LO DRT Lk
Z2 Z2 Z3 Z3
Jimmy S. Juwana 87
LO LO LO
RM RM LO LO LO TG WC Eks WC Obs Obs
AHU
TG Z1 Z1 Eks WC Obs Obs DRT Lk LO Wn LB LB
DRT RM RM LO Wn LB LB EKS 1 2
Z1 Z1 EKS 1 2
LIF ZONA 2 09
RUANG MESIN LIF ZONA 1 07
LO LO LO LO
LO LO LO LO Z2 Z2 Z3 Z3 TG
Z2 Z2 Z3 WC Z3 TG LO LO LO LO DRT
AHU
LO LO LO Lk LO DRT Z2 Z2 Z3 Z3
Z2 Z2 Z3 Z3
RL RL LO LO LO LO LO LO
TG Z1 Z1 Eks WC Obs Obs TG TG WC Eks WC Obs Obs
AHU AHU
DRT RL RL LO Wn LB LB DRT DRT Lk LO Wn LB LB
Z1 Z1 EKS 1 2 EKS 1 2
LO LO LO LO LO
TG Z1 Z1 Eks WC Obs Obs
DRT L0 LO LO Wn LB LB
Z1 Z1 EKS 1 2
LIF ZONA 1 05
LO LO LO LO
Z2 Z2 Z3 WC Z3 TG
AHU
LO LO LO Lk LO DRT
Z2 Z2 Z3 Z3
62.50
LO LO LO LO LO LO
TG Z1 Z1 Eks Obs Obs WC Bsmn TG 27.00
DRT L0 LO LO LB LB Wn LO DRT
Z1 Z1 EKS 1 2 Bsmn TG
LO
Z1
LO
Z1
Lo
Eks
LO
Obs
LO
Obs WC
LO
Bsmn
DRT L0 LO Lo LB LB Wn LO
50.00
15.00
Z1 Z1 EKS 1 2 Bsmn
LOBBY 04
LO LO LO LO
Z2 Z2 Z3 Z3 TG WC
AHU
DRT Lk
LO LO LO LO LO
Z2
LO
Z2
LO
Z3
LO
Z3
Z2 Z2 Z3 Z3 TG WC
AHU
LO LO LO LO DRT Lk
Z2 Z2 Z3 Z3 DENAH LANTAI DASAR
LO ZONA BASEMEN
TG LIF BASEMEN Bsmn TG
DRT 02 AREAL PARKIR
& PIT PIT LO DRT
Brg Brg Bsmn
PIT LIF
BARANG BASEMEN 2
LO
TG 01 Bsmn TG
LIF BASEMEN
DRT LO DRT
Bsmn
BASEMEN 3
PIT
00 Bsmn
PIT LIF BASEMEN PIT
Bsmn
BASEMEN 3'
Jimmy S. Juwana 88
RL LO LO LO LO LO LO
TG Eks Obs Obs TG Z2 Z2 WC Obs Obs
AHU
DRT RL LB LB DRT LO LO Lk LB LB
EKS 1 2 Z2 Z2 1 2
LO LO LO LO LO LO LO
TG TG WC Eks Obs Obs TG Z2 Z2 WC Obs Obs
AHU AHU
DRT DRT Lk LO LB LB DRT LO LO Lk LB LB
EKS 1 2 ESKALATOR Z2 Z2 1 2
LO LO LO LO LO LO LO
TG WC Eks WC Obs Obs TG Z5 WC Z5 WC Obs Obs
AHU AHU
DRT Lk LO Wn LB LB DRT LO Wn LO Lk LB LB
EKS 1 2 Z5 Z5 1 2
LO LO LO LO LO LO LO
TG WC Eks WC Obs Obs TG Z5 Z5 WC Obs Obs WC
AHU AHU
DRT Lk LO Wn LB LB DRT LO LO Lk LB LB Wn
EKS 1 2 Z5 Z5 1 2
LO LO LO PIT PIT RM LO LO
TG WC Eks WC Obs Obs TG Z5 Z5 Eks Obs Obs
AHU
DRT Lk LO Wn LB LB DRT PIT PIT RM LB LB
EKS 1 2 Z5 Z5 EKS 1 2
LO LO LO RL LO LO
TG WC Eks WC Obs Obs TG Eks Obs Obs
AHU
DRT Lk LO Wn LB LB DRT RL LB LB
EKS 1 2 EKS 1 2
Pada Gambar 3.30 (denah 08) dan Gambar 3.31 (denah 13) terlihat adanya
perpindahan lokasi tangga darurat, begitu juga pada Gambar 3.32 (denah 23).
Jimmy S. Juwana 89
Perpindahan terjadi pada transfer level melalui koridor khusus agar orang tidak
mungkin tersesat dari tangga semula ke tangga di bawahnya.
LO LO
TG WC WC Obs Obs
AHU
DRT Wn Lk LB LB
1 2
LIF ZONA 6 24
LO LO
Z6 Z6 TG
LO LO DRT
Z6 Z6
TG LO LO
TG DRT TG WC WC Obs Obs
AHU
DRT DRT Wn Lk LB LB
1 2
RM RM
Obs Obs
RM RM LO LO
TG Z5 Z5 WC Obs Obs
AHU RM RM
DRT RM RM Lk LB LB
Brg Brg
Z5 Z5 1 2
27
RUANG MESIN LIF ZONA 5 22
LO LO TG
WC Z6 Z6 TG Mtnc
Wn LO LO DRT
Z6 Z6
RG MESIN LIF BARANG & OBSERVASI
RL RL LO LO RL RL
TG Z5 Z5 WC Obs Obs Obs Obs
AHU
DRT RL RL Lk LB LB RL RL
Z5 Z5 1 2 Brg Brg
LO LO LO LO LO LO
Z2 Z2 Obs Obs Obs Obs
TG
AHU
WC TG WC
AHU
WC LANTAI
DRT LO LO Lk LB LB DRT Wn Lk LB LB
Z2 Z2 1 2 1 2
OBSERVASI
LO LO LO LO LO LO
TG Z2 Z2 WC Obs Obs TG WC WC Obs Obs
AHU AHU
DRT LO LO Lk LB LB DRT Wn Lk LB LB
Z2 Z2 1 2 1 2
Dari ilustrasi tadi, terlihat bahwa bangunan 60 lantai dengan tiga lapis basemen
memerlukan 28 gambar denah inti yang memperlihatkan sistem fasilitas yang
Jimmy S. Juwana 90
ada dalam inti bangunan, termasuk lif dan tangga darurat. Eskalator di sky lobby
penempatannya diletakkan di luar inti bangunan (Gambar 3.31 denah 14, 15
dan 16).
Jimmy S. Juwana 91
Sumber: Juwana, 2005 dimodifikasi
Pemilihan balok satu arah (one way girder/beam/rib) akan membantu distribusi
arah saf horizontal dari daerah inti ke ruang yang dimanfaatkan, di mana seluruh
jaringan utilitas umumnya dipusatkan pada daerah inti (lihat juga Gambar 3.36).
Jimmy S. Juwana 92
Alternatif
Distribusi Vertikal
Alternatif
Distribusi Horizontal Pada Inti Bangunan Pada Struktur Pada Ujung Bangunan
Pada Struktur
Seluruh Permukaan
Di atas atau Di bawah
Lantai
Jimmy S. Juwana 93
Pada Gambar 3.36 kiri terlihat alokasi luasan awal untuk lif, sedang pada
Gambar 3.36. kanan terlihat adanya alokasi ruangan (untuk saf) setelah
menggunakan ukuran aktual lif.
S SH AFT
HI DRAN
LP LP H LP LP
LO A LO
I I I I
TOILET F TOILET
AHU AHU
T
wanita wanita
LP LP LP LP
LB LB
I I A ISH AFT SH IAFT
C T ELKO M LI ST RIK
LANTAI DASAR
Gambar 3.36. Alokasi Ruang Sisa di Daerah Inti
3.4. Modifikasi Inti Bangunan untuk Mitigasi Kondisi Darurat
Di beberapa negara yang memiliki bangunan tinggi, dilakukan semacam
protokol, termasuk penyelamatan bagi orang yang terjebak di dalam lif. Berapa
pendekatan yang dilakukan, di antaranya:
Jimmy S. Juwana 94
Sumber: Jahya, 2016
Pada pembahasan sebelum, pada saat lif lokal tidak melayani zona tertentu
(lihat Gambar 3.18, Gambar 3.20 dan Gambar 3.21), lobi lif digunakan untuk
fungsi toilet. Dengan menyiapkan akses ke bagian belakang lif, sehingga dalam
keadaan darurat, lif dapat dibuka dan orang dapat keluar melalui toilet (Gambar
3.39).
Jimmy S. Juwana 95
ruangan peluncur, sekitar 3 m x 9 m (lihat Bab VII, Gambar 7.30 – Lokasi
Peluncur).
Soal-Soal Latihan
1. Mana konfigurasi tata letak inti bangunan gedung yang memiliki tingkat
fleksibilitas ruang yang kurang baik. Jelaskan.
2. Pada bangunan gedung kantor sewa yang memiliki lebih dari lima
penyewa, di mana sebaiknya letak inti bangunan gedung.
3. Apa yang perlu dipertimbangkan dalam menentukan tata letak lif pada
inti bangunan gedung.
6. Suatu menara kantor sewa dengan tinggi 45 lantai dengan luas tipikal
sekitar 1.700 m2 (bentuk denah tipikal adalah segi empat atau bujur
sangkar) menggunakan struktur tabung. Buat rancangan inti bangunan
tersebut dengan memperhatikan kebutuhan lif, zona layanan lif dan
penempatan lantai transfer/sky lobby.
7. Setelah diperoleh perkiraan awal tata letak lif, tentukan alokasi shaft,
dengan melakukan finalisasi tata letak lif dengan menggunakan ukuran
lif yang sebenarnya (tentukan merk lif yang digunakan).
Jimmy S. Juwana 96
Daftar Kepustakaan dan Rujukan
… (2021); https://www.sefindia.org/rangarajan/CoreDesign.pdf
Allen E, & Iano J., (2017); The Architect’s Studio Companion – Rules of Thumb for
Preliminary Design 6th Edition, John Wiley & Sons, Inc., New York.
Ali M. M. & Armstrong P. J., (editor) (1995), Architecture of Tall Buildings, McGraw-Hill,
Inc., New York.
Binder G., (editor) (2001); Tall Buildings of Asia & Australia, Images Publishing Group
Pty Ltd., Mulgrave.
Davis C. & Lambot I., (1992); Century Tower – Foster Associated Build in Japan
Grondzik W.T. et al. (2010); Mechanical and Electrical for Buildings, John Wiley & Sons,
Inc., Hoboken, New Jersey.
Hart F., Hemm W. & Somtag H., (1985); Multy-storey Buildings in Steel 2nd Edition,
Collins Professional and Technical Books, London.
Juwana J.S., (2005); Panduan Sistem Bangunan Tinggi untuk Arsitek dan Praktisi
Bangunan, Penerbit Erlangga, Jakarta.
Strakosh G. R. & Caporale, (Editors) (2010); The Vertical Transportation Handbook 4th
Edition, John Wiley & Sons, Inc., Hobolen, New Jersey.
Jimmy S. Juwana 97
BAB IV
SISTEM STRUKTURAL
Struktur bangunan tinggi terdiri dari struktur bagian bawah (sub structure)
berupa fondasi dan struktur bagian atas (upper structure) yang merupakan
gabungan komponen vertikal, kolom atau dinding geser (shear wall) dan
komponen horizontal, balok dan pelat lantai/atap, yang dapat dilengkapi oleh
komponen pengaku atau peredam getaran untuk menambah stabilitas dan
kekokohannya.
Pemilihan sistem dan bahan dimaksudkan agar bangunan tinggi tetap kuat,
kokoh dan stabil serta mampu bertahan pada saat terjadi bencana alam,
kebakaran atau kondisi darurat lainnya.
Jimmy S. Juwana 98
Gambar 4.1. Sistem Struktur Bangunan Tinggi
Hal yang penting pada struktur bangunan tinggi adalah stabilitas dan
kemampuannya untuk menahan gaya lateral, baik yang disebabkan oleh angin
atau gempa bumi. Beban angin lebih terkait pada dimensi ketinggian bangunan,
sedang beban gempa lebih terkait pada massa bangunan.
Kolom pada bangunan tinggi perlu diperkokoh dengan 99ndustr pangaku untuk
dapat menahan gaya lateral, agar deformasi yang terjadi akibat gaya horizontal
tidak melampaui ketentuan yang disyaratkan (P- Effect).
Pengaku gaya lateral yang lazim digunakan adalah portal penahan momen,
dinding geser atau rangka pengaku (lihat Gambar 4.2).
Jimmy S. Juwana 99
secara kaku (rigid joints). Kekakuan portal tergantung pada dimensi balok dan
kolom, serta proporsional terhadap jarak lantai ke lantai dan jarak kolom ke
kolom.
Rangka pengaku (braced frame) terdiri dari balok dan kolom yang ditambahkan
pengaku diagonal. Adanya pengaku diagonal ini akan berpengaruh pada
fleksibilitas perpanjangan/perpendekan lantai di mana pengaku tersebut
ditempatkan. Rangka pengaku banyak digunakan pada bangunan tinggi yang
menggunakan struktur baja. Jenis rangka pengaku yang sering digunakan, di
antaranya adalah pengaku diagonal tunggal/ganda, pengaku ‘K’
(horizontal/vertikal), atau rangka pengaku eksentris (lihat Gambar 4.1).
Penempatan dinding geser dapat dilakukan pada sisi luar bangunan atau pada
pusat bangunan. Dinding geser yang ditempatkan pada bagian dalam bangunan
biasa disebut dengan inti struktural (structural cored).
Ditahan
Oleh
Portal
Ditahan
Oleh
Dinding
Geser
Vdinding geser
Gaya Portal Penahan Dinding Geser Gabungan Portal dan
Lateral Vtotal
Momen (Individual) Dinding Geser
(Individual)
Dari metoda pekerjaannya, fondasi tiang yang umum digunakan adalah tiang
pancang (driven pile) dan fondasi tiang bor (bored pile) Gambar 4.5.
Kedua jenis daya dukung tiang dapat dilihat pada Gambar 4.6.
.
Gambar 4.6. Jenis Daya Dukung Tiang
Untuk mengetahui jenis fondasi apa yang dipilih, perlu dilakukan penyelidikan
kondisi tanah (soil test) untuk mengetahui jenis lapisan tanah, kondisi muka air
tanah, dan keberadaan lapisan tanah keras. Jika lapisan tanah keras berada
RANGKA
RANGKA
TABUNG
&
RANGKA
RANGKA INTI
& &
DINDING RANGKA
TABUNG
TABUNG
TABUNG
&
&
DINDING
INTI
DINDING
DINDING & INTI
INTI
Sub sistem vertikal berupa komponen kolom dan dinding, umumnya dominan
menerima gaya normal tekan, meskipun pada kenyataannya pada kolom dan
dinding juga bekerja momen lentur. Jika kolom dapat memikul gaya dari arah
tegak lurus permukaan kolom, namun dinding hanya mampu memikul beban
sejajar bidang dinding.
Dengan kondisi seperti ini, bahan struktur utama yang digunakan adalah bahan
yang memiliki kemampuan memikul gaya normal tekan, seperti beton misalnya
(Gambar 4.10).
Jika pada pada sub sistem vertikal beban dominan yang dipikul merupakan
beban aksial (gaya normal), pada komponen balok, pelat lantai dan/atau rangka
atap harus mampu menahan momen lentur (di tengah bentangan) dan gaya
geser pada ujung bentangan (tumpuan) seperti terlihat pada Gambar 4.13.
Beberapa jenis sistem lantai yang sering dijumpai pada bangunan Gedung yang
dapat berupa beton bertulang konvensional (k) atau beton pra-tegang (p)
dengan perkiraan bentang, tebal pelat dan dimensi kolom untuk jarak lantai ke
lantai 3,05 – 4,90 m (Gambar 4.14 sampai Gambar 4.22).
Sumber: https://dimension.com/element/
/
Gambar 4.14. One Way Solid Slab
Sumber: https://dimension.com/element
Gambar 4.15. One Way Band Slab
Sumber: https://dimension.com/element
Sumber: https://dimension.com/element
Sumber: https://dimension.com/element
Ekstra
Dilatasi Dilatasi Gradual Kaku
Set Back
Dilatasi Gradual
TAMPAK/POTONGAN
Alternatif dengan atau Tanpa Dilatasi (Vertikal)
Sumber: Arnold & Reitherman,1982 – dimodifikasi
Fungsi utama dari sistem struktur ditujukan untuk memikul beban yang bekerja
pada bangunan secara aman dan efektif, serta dapat menyalurkan atau
menahan beban-beban tersebut tanpa adanya gangguan (Gambar 4.28).
Beban yang bekerja pada bangunan terdiri dari beban vertikal, baik berupa
beban mati maupun beban hidup, beban horizontal berupa beban angin, beban
gempa, tekanan tanah atau tekanan air. Di samping itu ada beban yang timbul
akibat adanya perbedaan temperatur, getaran, dan akbat ledakan.
4.2. Pembebanan
Beban mati adalah berat sendiri dari semua bagian dari suatu bangunan yang
bersifat tetap, termasuk segala unsur tambahan, mesin-mesin serta peralatan
tetap (fixed equipment) berupa peralatan untuk sistem utilitas yang tak
terpisahkan dari bangunan itu.
Menurut SNI 1727:2020, berat sendiri bahan bangunan dan komponen gedung
dapat dilihat pada Tabel 4.1.
tambahkan 0,24 kN/m3 untuk setiap permukaan yang diplester. Nilai yang
diberikan mewakili rata-rata. Dalam beberapa kasus, ada rentang berat yang
cukup untuk konstruksi yang sama.
Beban Mati
Jenis Struktur
[kg/m2] [kN/m2]
Beton Bertulang
- Portal 0,30 x 2.400 = 720 150
- Portal & Inti/Dinding Geser 0,35 x 2.400 = 840 170
- Tabung dalam Tabung 0,40 x 2.400 = 960 200
- Kotak/Panil 0,20 x 2.400 = 480 100
Baja:
- Ketinggian < 30 lantai 100 20
- Ketinggian > 30 lantai 150 30
- Balok Anak 20 4
- Balok Induk 35 7
- Deck Plate 15 3
- Kolom 30 6
Komposit:
- Ketinggian < 30 lantai 100 + 480 = 580 115
- Ketinggian > 30 lantai 150 + 480 = 630 125
Partisi 100 20
Elemen Arsitektural (finishing) 100 20
Sumber: Poerbo, 2001
Beban hidup adalah semua beban yang terjadi akibat penghunian atau
penggunaan suatu bangunan, dan di dalamnya termasuk beban-beban pada
lantai yang berasal dari barang-barang yang dapat berpindah (moveable
equipment), mesin-mesin serta peralatan yang tidak merupakan bagian yang
tak terpisahkan dari bangunan dan dapat diganti selama masa hidup dari
bangunan itu, sehingga mengakibatkan perubahan dalam pembebanan lantai
dan atap bangunan tersebut. Khusus pada atap ke dalam beban hidup dapat
termasuk beban yang berasal dari air hujan (rain water – R), baik akibat
genangan maupun akibat tekanan jatuh (energi kinetik) butiran air. Beban hidup
tidak termasuk Beban Angin (W) dan Beban Gempa (E).
Beban angin adalah semua beban yang bekerja pada bangunan atau bagian
bangunan yang disebabkan oleh selisih dalam tekanan udara.
a) Faktor kepentingan komponen, Ip, berlaku untuk beban gempa, tidak termasuk
dalam tabel ini karena tergantung pada kepentingan dari komponen individual
daripada bangunan secara keseluruhan, atau huniannya (lihat Tabel 4.10).
Beban angin menurut SNI 1727:2020 harus diambil sebesar 0,77 kN/m2 untuk
dinding dan struktur lain, serta 0,28 kN/m2 untuk atap. Menurut SNI 1727-1989
F beban angin harus diambil minimum 25 kg/m2 (0,25 kN/m2), dan di tepi laut
sampai sejauh 5 km dari pantai harus diambil minimum 40 kg/m2 (0,40 kN/m2).
.
Beban angin menurut SNI 1727:2020 dihitung berdasar tiga metode:
Tekanan angin desain untuk SPBAU bangunan gedung dari semua ketinggian
harus ditentukan persamaan berikut:
Catatan:
1. Tanda positif dan negatif menandakan tekanan yang bekerja menuju dan
menjauhi dari permukaan internal.
2. Nilai (GCpi) harus digunakan dengan qz atau qh seperti yang ditetapkan.
3. Dua kasus harus dipertimbangkan untuk menentukan persyaratan beban kritis
untuk kondisi yang sesuai:
(a) nilai positif dari (GCpi) diterapkan untuk seluruh permukaan internal
(b) nilai negatif dari (GCpi) diterapkan untuk seluruh permukaan internal
Beban gempa adalah semua beban statik ekivalen yang bekerja pada bangunan
atau bagian bangunan yang menirukan pengaruh dari gerakan tanah akibat
gempa. Dalam hal pengaruh gempa pada struktur bangunan ditentukan
berdasarkan suatu analisis dinamik, maka yang diartikan dengan beban gempa
di sini adalah gaya-gaya di dalam struktur tersebut yang terjadi oleh gerakan
tanah akibat gempa itu.
Peta gempa pada Gambar 4.32 dan Gambar 4.33 untuk menentukan nilai CR1
Gambar 4.32. Peta CR1 Risiko Tertarget untuk Perioda Pendek (T = 0,2 detik)
2
S DS S MS Persamaan 4.4.
3
2
S D1 S M 1 Persamaan 4.5.
3
Sa S DS Persamaan 4.7.
S D1
Sa Persamaan 4.8.
T
di mana: SDS adalah parameter respon spektral percepatan desain pada
perioda pendek
SD1 adalah parameter respon spektral percepatan desain pada
perioda 1,0 detik
T adalah perioda getar fundamental struktur
S D1 S D1
To 0,2 dan Ts
S DS S DS
Untuk berbagai kategori risiko struktur bangunan gedung sesuai Tabel 4.9,
pengaruh gempa rencana terhadapnya harus dikalikan dengan suatu faktor
keutamaan I sebagaimana tertera pada Tabel 4.10. Khusus untuk struktur
bangunan dengan kategori risiko IV, bila dibutuhkan pintu masuk untuk
operasional dari struktur bangunan yang bersebelahan, struktur bangunan yang
bersebelahan tersebut harus didesain sesusai dengan kategori risiko IV.
Kategori
Jenis Pemanfaatan
Risiko
Gedung dan struktur lainnya yang memiliki risiko rendah terhadap jiwa
manusia pada saat terjadi kegagalan, termasuk, tapi tidak dibatasi untuk:
- Fasilitas pertanian, perkebunan, peternakan dan perikanan
I
- Fasilitas sementara
- Gudang penyimpanan
- Rumah jaga dan struktur kecil lainnya
Semua gedung dan strukur lain, kecuali yang termasuk dalam kategori
risiko I, III, IV, termasuk, tapi tidak dibatasi untuk:
- Perumahan II
- Rumah toko dan rumah kantor
- Gedung perkantoran
Sistem struktur yang dipilih untuk menahan gaya gempa memiliki daktilitas dan
modifikasi respon yang sesuai PARA, faktor kuat lebih 131ndustr (0) dan faktor
pembesaran defleksi Cd sebagaimana tertera pada Tabel 4.11.
Batasan Sistem
Struktur & Batasan
Tinggi Struktur [m]
No Sistem Penahan Gaya Gempa R Cd W0
Katergori Desain
Gempa
B C D E F
A Sistem Dinding Penumpu
Dinding Geser Beton Bertulang
1 5,00 2,50 5,00 TB TB 48 48 30
Khusus
Dinding Geser Beton Bertulang
2 4,00 2,50 4,00 TB TB TI TI TI
Biasa
Dinding Geser Beton Polos
3 2,00 2,50 2,00 TB TI TI TI TI
Didetail
4 Dinding Geser Beton Polos Biasa 1,50 2,50 1,50 TI TI TI TI TI
Dinding Geser Pracetak
5 4,00 2,50 4,00 TB TB 12 12 12
Menengah
Beban gempa efektif diambil dari kombinasi beban mati dan beban hidup
sebagaimana diatur dalam SNI 1726:2019:
S DS
Cs Persamaan 4.10.
R
Ie
di mana : SDS adalah parameter percepatan spektrum respons desain
rentang perioda pendek (Gambar 4.10)
R adalah faktor modifikasi respon (Tabel 4.11)
Ie adalah faktor keutamaan gempa (Tabel 4.10)
Sebagai tambahan, untuk struktur yang berlokasi di daerah di mana S1 > 0,6 g,
0,5S1
Cs Persamaan 4.11.
R
Ie
di mana SD1 adalah parameter percepatan spektrum respon desain pada
perioda 1,0 detik (Gambar 4.11)
T adalah perioda fundamental struktur (detik) yang dihitung
dengan Persamaan 4.12.
S1 adalah parameter percepatan spektrum respon maksimum
yang dipetakan (Gambar 4.11)
Dalam hal struktur bangunan gedung beraturan dan tingginya tidak lebih dari
lima tingkat dan mempunyai perioda (T) < 0,5 detik, Cs boleh dihitung dengan
menggunakan nilai Ss = 1,5.
d. Perioda Fundamental
Perioda fundamental struktur (T) dalam arah yang ditinjau harus diperoleh
dengan menggunakan properti struktur dan karakteristik deformasi elemen
penahan dalam analisis yang teruji. Hasil nilai T tidak boleh melebihi hasil
koefisien untuk batasan atas pada perioda yang dihitung (Cu) yang tertera pada
Tabel 4.12, dan perioda fundamental pendekatan (Ta) yang dihitung dengan
formula perioda fundamental pendekatan (Persamaan 4.5).
Tipe Struktur Ct x
Sistem Rangka Pemikul Momen di mana Rangka Pemikul
100% Gaya Gempa yang Disyaratkan dan Tidak Dilingkupi
atau Dihubungkan dengan Komponen yang Lebih Kaku dan
akan Mencegah Rangka dan Defleksi jika dikenai Gaya
Gempa
Rangka Baja Pemikul Momen 0,0724 0,80
Rangka Beton Pemikul Momen 0,0466 0,90
Rangka Baja dengan Bresing Eksentris 0,0731 0,75
Rangka Baja dengan Bresing Terkekang Terhadap Tekuk 0,0731 0,75
Semua Sistem Struktur Lainnya 0,0488 0,75
Sumber: SNI 1726:2019
Nilai Ta untuk struktur ketinggian: 12 N < H > 3 m, di mana sistem penahan gaya
gempa secara keseluruhan terdiri dari rangka penahan momen beton atau baja,
nilai Ta:
Nilai Ta untuk struktur dinding geser batu bata atau beton dihitung berdasarkan
Persamaan 4.14:
0,0062
Ta hn Persamaan 4.14.
Cw
Di mana:
2
100 x hn Ai
Cw
AB i 1 hi 1 0,83
hi 2
Persamaan 4.15.
Di
Beban geser dasar akibat gempa (V), selanjutnya harus dibagikan sepanjang
tinggi bangunan menjadi beban-beban horizontal terpusat (gaya gempa tingkat,
Wx .hx
Fx .V [kN] Persamaan 4.16.
Wi .hi
di mana : V adalah gaya lateral desain total atau gaya geser di dasar
struktur [kN]
W i adalah bagian berat gempa efektif total struktur (W) yang
ditempatkan atau dikenakan di tingkat i
W x adalah bagian berat gmpa efektif total struktur (W) yang
ditempatkan atau dikenakan di tingkat x
hi adalah ketinggian lantai sampai tingkat i diukur dari dasar
bangunan [m]
hx adalah ketinggian lantai sampai tingkat x diukur dari dasar
bangunan [m]
Dan Momen Guling tingkat, Mi adalah:
H hi
Mi .M E [Nm] Persamaan 4.17.
H
di mana : H adalah tinggi bangunan
ME adalah momen guling bangunan
Sering Terjadi
50% dalam
kurun waktu 500 tahun
Rancangan Gempa
Kadang-kadang Terjadi
20% dalam
kurun waktu 500 tahun
Jarang Terjadi
10% dalam
kurun waktu 500 tahun
Bila ada beban horizontal (H), mereka harus dimasukkan sebagai berikut:
1). Bila efek H menambah variabel utama efek beban, termasuk H dengan
faktor beban sebesar 1,6;
2). Bila efek H menahan variabel utama efek beban, termasuk H dengan
faktor beban sebesar 0,9 di mana beban adalah tetap atau faktor beban
dari 0 untuk semua kondisi lain.
Efek dari satu atau lebih beban yang tidak bekerja harus diselidiki. Efek yang
paling tidak menguntungkan baik dari beban angin dan gempa harus
diselidiki, sesuai kondisinya, tapi tidak perlu diperhitungkanbekerja secara
bersamaan. (Lihat SNI 1726 untuk definisi spesifik dari efek beban gempa –
E).
MG
1,5 Persamaan 4.21.
ME
b. Membuat Podium
Penambahan podium (Gambar 4.40) akan memperbesar jarak ‘d’, sehingga nilai
MG akan bertambah besar, dan diharapkan dapat memenuhi persyaratan
Persamaan 4.23.
Titik Guling
d>
Titik Guling
Lekatan
antara
Tiang Pancang
dengan Tanah
d. Membuat Basemen
Titik Guling
d>
Tekanan Tanah Pasif
kg/cm2
Ebeton 6400 bk atau Ebeton 0,043 fc' [Mpa]
V .H 3 3.V .H M .H 2
inti 0,002H [cm] Persamaan 4.24.
3.E.I E. A 2.E.I
di mana :V adalah gaya geser dasar
H adalah tinggi inti bangunan
M adalah momen guling
A adalah luas penampang inti bangunan
I adalah momen inersia inti bangunan
E adalah modulus elastisitas bahan struktur inti bangunan
Pada tahap gambar pra rencana, dimensi struktur dapat dihitung dengan
metode pendekatan (rule of thumb) atau penyederhanaan dengan
menggunakan rumus dasar dengan teori elastis dan analisis statis (static
analysis). Setelah diperoleh perkiraan dimensi struktur, analisis struktur dapat
dilanjutkan dengan lebih teliti dan untuk bangunan tinggi (dengan ketinggian
lebih dari 40 m) perlu dilakukan dengan analisis dinamis (dynamic analysis).
Elemen struktur horizontal lebih dominan memikul momen lentur dan gaya
geser, dibandingkan dengan gaya aksial, oleh sebab itu struktur yang
menggunakan bahan beton perlu diperkuat dengan tulangan baja, terutama
pada daerah serat tariknya (lihat Gambar 4.44).
Untuk balok beton bertulang, maka perkiraan luas tulangan tarik (A) dapat
diperoleh dengan menggunakan rumus (pendekatan elastis):
M maksimum
A Persamaan 4.26
7 .h.
8 a
h
ht z = 7/8 h
T
'
Tulangan Tarik : A
𝐴′ = 𝛿. 𝐴 Persamaan 4.27.
Untuk pelat satu arah, maka nilai ‘h’ adalah tebal efektif pelat, sedang lebar
adalah 100 cm (per satu meter lebar pelat).
Untuk pelat dua arah (two way slab), maka penentuan besar Momen maksimal
(baik untuk di tengah-tengah bentangan, maupun di tumpuan) dapat
menggunakan Tabel 4.18, di mana ly sisi terpanjang pelat dan lx merupakan sisi
terpendek pelat lantai.
Jika perbandingan antara ly dengan lx lebih dari tiga, pelat dihitung sebagai pelat
satu arah (one way slab).
I 1/2 1/2 m tl x = ½ m lx
lx/3
m tl y = ½ m ly
1/2
ly 1/2 2
m l x = 0,001 q lx x 25 34 42 49 53 58 62 65
2
m l y = 0,001 q lx x 25 22 18 15 15 15 14 14
II 1/2 1/2 2
m t x = - 0,001 q lx x 51 43 72 78 81 82 83 83
2
m t y = - 0,001 q lx x 51 54 55 54 54 53 51 49
1/2
5/8 2
m l x = 0,001 q lx x 30 41 52 61 67 72 80 83
2
m l y = 0,001 q lx x 30 27 23 22 20 19 19 19
III 5/8 1/2 2
m t x = - 0,001 q lx x 68 84 97 106 113 117 122 124
lx/3
2
m t y = - 0,001 q lx x 68 74 77 77 77 76 73 71
1/2 m tl x = ½ m lx
ly/3
m tl y = ½ m ly
1/2
2
m l x = 0,001 q lx x 24 36 49 63 74 85 101 113
2
IV A 1/2 1/2 m l y = 0,001 q lx x 33 33 32 29 27 24 21 20
2
m t y = - 0,001 q lx x 69 85 97 105 110 112 112 112
1/2 m tl x = ½ m lx
1/2
2
m l x = 0,001 q lx x 33 40 47 52 55 58 62 65
2
1/2 1/2 m l y = 0,001 q lx x 24 20 18 17 17 17 16 16
2
IV B m t x = - 0,001 q lx x 69 76 80 82 83 83 83 83
1/2 m tl y = ½ m ly
2
1/2 m l x = 0,001 q lx x 31 45 58 71 81 91 106 115
2
m l y = 0,001 q lx x 39 37 34 30 27 25 24 23
5/8 2
m t y = - 0,001 q lx x 91 102 108 111 113 114 114 114
VA
lx/3
m tl x = ½ m lx
1/2
1/2 m tl y = ½ m ly
ly/3
1/2 2
m l x = 0,001 q lx x 39 47 57 64 70 75 81 84
lx/3
2
m l y = 0,001 q lx x 31 25 23 21 20 19 19 19
1/2 1/2 2
VB m t x = - 0,001 q lx x 91 98 107 113 118 120 124 124
m tl x = ½ m lx
5/8
m tl y = ½ m ly
1/2
2
m l x = 0,001 q lx x 25 36 47 57 64 70 79 83
2
1/2 1/2 m l y = 0,001 q lx x 28 27 23 20 18 17 16 16
VI A 2
m t x = - 0,001 q lx x 54 72 88 100 108 114 121 124
2
5/8 m t y = - 0,001 q lx x 60 69 74 76 76 76 73 71
m tl x = ½ m lx
2
m l x = 0,001 q lx x 28 37 45 50 54 58 62 65
5/8 1/2 2
m l y = 0,001 q lx x 25 21 19 18 17 17 16 16
VI B 2
m t x = - 0,001 q lx x 60 70 76 80 82 83 83 83
1/2 2
m t y = - 0,001 q lx x 54 55 55 54 53 53 51 49
m tl y = ½ m ly
= terletak bebas
= menerus pada perletakan
Sumber: Vis & Sagel, 1987.
M M maksimum
atau W x Persamaan 4.28.
Wx a
Jenis Tegangan Leleh Baja Tegangan Putus Baja Tegangan Ijin Baja
Baja l [kg/cm2] Fy [Mpa] p [kg/cm2] Fu [Mpa] a [kg/cm2] Fa [Mpa]
Bj 33 2.000 200 3.300 330 1.333 133,3
Bj 34 2.100 210 3.400 340 1.400 140,0
Bj 37 2.400 240 3.700 370 1.600 160,0
Bj 41 2.500 250 4.100 410 1.666 166,6
Bj 44 2.800 280 4.400 440 1.867 186,7
Bj 50 2.900 290 5.000 500 1.933 193,3
Bj 52 3.600 360 5.200 520 2.400 240,0
Bj umum
l
1,5
Elemen struktur vertikal (seperti kolom) lebih dominan memikul gaya aksial dan
oleh karenanya dibedakan antara struktur yang menggunakan bahan beton
dengan yang menggunakan bahan baja.
P
Persamaan 4.29.
F
Pdinding. geser
t dg Persamaan 4.31.
l. b
di mana : t dg adalah tebal dinding geser
l adalah panjang dinding geser
u c0,85 . bk
1 . au
Pkolom
Persamaan 4.32.
Akolom
di mana : u adalah tegangan batas rata-rata
bk adalah tegangan tekan hancur karakteristik (Tabel 4.20)
au adalah tegangan batas tulangan baja (lihat Tabel 4.15)
adalah prosentase tulangan baja ( = 10% untuk kolom
komposit)
c adalah faktor reduksi untuk tekuk
c = 0,65 untuk penampang persegi empat/bujur sangkar
c = 0,70 untuk penampang lingkaran
fc’ [Mpa]
K atau bk [kg/cm2] K atau bk fc’ [Mpa]
(silnder 15 x 20) silinder Kubus*)
[kg/cm2]
5,0 60,24 100 8,30 10,0
10,0 120,48 125 10,36 12,5
12,0 144,58 150 12,45 15,0
15,0 180,72 175 14,53 17,5
Korelasi perbandingan mutu beton dengan benda uji yang berbeda dapat dilihat
pada Tabel 4.21.
Mutu beton yang boleh digunakan untuk struktur bangunan tinggi tidak boleh
lebih kecil dari fc’ = 21 Mpa (dulu setara dengan mutu beton K-250).
Dalam hal elemen struktur menggunakan bahan baja, maka tegangan ijin baja
perlu diperhitungkan dengan kemungkinan bahaya tekuk:
P
Persamaan 4.33.
F
di mana :
adalah faktor tekuk (lihat Tabel 4.15)
F adalah luas penampang profil baja
Faktor tekuk (tergantung dari angka kelangsingan (dan jenis baja.
Angka kelangsingan diperoleh dari rumus;
lk
Persamaan 4.34.
iy
di mana : lk adalah panjang tekuk, yang ditentukan mengikuti jenis
perletakannya, seperti pada Gambar 4.45.
P P P P
P P P P
0,5 a
a
1,5 a
0,5 a 0,5 b 0,5 b 0,5 a
0,5 a 0,5 a
0,5 b
b b b b b b
Kolom Ujung
k
A
keliling inti
INTI
BANGUNAN Kolom
b < h Pinggir
0,5 k
0,5 k
0,5 k 0,5 k k
Beban yang diterima oleh elemen struktur vertikal (kolom dan dinding geser)
merupakan akumulasi dari beban-beban lantai di atasnya; jadi makin ke bawah
gaya yang dipikul oleh kolom makin besar. Oleh sebab itu dimensi penampang
kolom makin ke bawah makin besar.
a) mutu baja yang digunakan kolom pada bagian bawah bangunan lebih
tinggi dibandingkan dengan yang digunakan pada kolom bangunan
bagian atas; dan/atau
b) ketebalan profil kolom baja, termasuk untuk kolom dari pipa atau tabung
segi empat (square tube) pada bagian bawah bangunan lebih tebal
dibandingkan dengan yang digunakan kolom bangunan bagian atas.
Pada struktur bangunan bertingkat harus berpatokan pada kolom harus lebih
kuat dari balok (strong column weak beam) agar jika terjadi goncangan akibat
beban gempa, kolom harus mampu bertahan, walaupun ada bagian lantai atau
balok yang mengalami kerusakan.
Contoh jenis tanah yang diperoleh digunakan untuk analisis penurunan fondasi
akibat beban bangunan (building settlement) dan/atau risiko lainnya seperti
longsor, dan likuifaksi.
Dewasa ini, banyak dikenal berbagai jenis fondasi tiang, di antaranya: Frankie
Pile, Baja Profil ‘H’, Pipa Baja. Namun yang paling sering digunakan adalah
tiang pancang beton bertulang berpenampang bujur sangkar atau pipa beton
pra tegang atau fondasi bor (dengan atau tanpa selubung casing).
Perencanaan fondasi untuk bangunan tinggi harus dilakukan oleh ahli geoteknik
yang kompeten dengan mengacu pada hasil penyelidikan tanah. Perencanaan
fondasi perlu dilakukan terkait jenis tanah, lokasi tanah keras, daya dukung
tanah, muka air tanah dan hal-hal lain, terutama di daerah zona gempa yang
berpotensi terjadinya likuifaksi atau jika tanah merupakan tanah ekspansif.
Pada kondisi ini, dianggap tiang bertumpu pada lapisan keras dengan nilai
qc > 200 kg/cm2 (19,6 Mpa).
A.q c O. .L
Ptiang Persamaan
3 6
4.37.
1 P
pons bk 1 kolom Persamaan 4.38.
6 14 Akolom
Selanjutnya ketebalan poer dapat diperoleh dengan rumus (lihat Gambar 4.23):
WG Prakit
n Persamaan 4.42.
Ptiang
W
G
Prakit
P
tiang
Tahapan yang dilakukan untuk análisis struktur bagian atas, khususnya untuk
perencanaan bangunan tahan gempa:
a. struktur rangka: desain kapasitas: strong column weak beam, kapasitas join;
b. struktur dinding pemikul: desain kapasitas, boundary element;
c. struktur bracing eksentris dan konsentris khusus;
d. struktur pracetak: stress control; dan
e. struktur prategang: stress control, dan loss of prestress.
Soal-Soal Latihan
2. Bagian struktur manakah yang memikul beban gravitasi dan yang mana
memikul beban lateral.
8. Jika pada soal 3, digunakan struktur bahan komposit dengan mutu beton
fc’ 25 Mpa dan mutu profil baja Bj.52 (Bj 50), maka hitung dimensi kolom
bangunan tersebut. Buat sketsa sistem strukturnya.
9. Hitung fondasi yang diperlukan oleh bangunan tinggi pada soal 3, jika
menggunakan tiang pancang 40 x 40 cm2, dengan kedalaman tanah
keras di 18 meter (qc > 200 kg/cm2).
10. Hitung volume dan kepadatan struktur bangunan pada soal 3 tersebut.
,,, (2020); SNI 1727:2020 tentang Beban Minumum untuk Perancangan Bangunan
Gedung dan Struktur Lain, Badan Standardisasi Nasional, Jakarta.
… (2020); SNI 1729:2020 tentng Spesifikasi untuk Bangunan Gedung Baja Struktural,
Badan Standardisasi Nasional, Jakarta.
… (2022); https://dimension.com/element/
Arnold C. & Reitherman R, (1982); Building Configuration Seismic Design, John Wiley
& Sons, Inc., New York.
Ballast D.K., (1990); Architecture Exam Review – Ballast’s Guide to the A.R.E. – Volume
I; Structural Topics 3rd Edition, Professional Publication, Inc., Belmont.
Har F., et al (1982); Multi-storey Buildings in Steel 2nd Edition, Collins Professional &
Technical Books, London.
Juwana J.S. (2005); Panduan Sistem Bangunan Tinggi untuk Arsitek dan Praktisi
Bangunan, Penerbit Erlangga, Jakarta.
Lin T. Y, & Stotesbury S.D. (1981); Structural Concepts and System for Ardchitects and
Engineers, John Wiley & sons, Inc., New York.
Poerbo H (2001); Struktur dan Konstruksi Bangunan Tinggi – Jilid III: Detail Struktur dan
Konstruksi, Penerbit Djambatan, Jakarta.
Schueller W. (1977); High-Rise Building Structure, John Wiley & Soms, New York.
Schueller W. (1996); The 167ndustry167 Building Structures, Prentice Hall, Upper Sadle
River.
Olawale Daniel
Pada abad 19, tambang dan katrol digunakan untuk mengangkut orang dan
barang pada bangunan bertingkat. Peralatan ini digerakkan oleh tenaga air atau
uap yang selanjutnya berkembang dengan ditemukannya motor listrik. Pada
tahun 1852 Otis mendemonstrasikan lif untuk pertama kali dengan
memperhatikan aspek-aspek keselamatan manusia dan gedung pencakar
langit yang pertama menggunakan lif dengan mesin traksi yang diletakkan di
puncak bangunan adalah gedung Woolworth yang dibangun di New York tahun
1914.
Ada dua jenis lif yang umum digunakan pada bangunan gedung, yaitu jenis
dengan motor penggerak (traction lift) dan jenis dengan dongkrak hidrolik
(hydraulic lift).
Untuk lif dengan motor penggerak, perletakan mesin dapat berada di atas ruang
luncur (di griya tawang/penthouse) atau di basemen (di samping ruang luncur).
Namun saat ini lif traksi ada yang tidak membutuhkan ruang mesin khusus
(roomless lift).
Kedua jenis ini dapat terlihat pada Gambar 5.1. dan Gambar 5.2.
Kecepatan lif hidrolik antara 0,30 sampai 0,90 m/detik dan mempunyai
kapasitas angkut maksimum 10 ton (dengan tuas tunggal) dan dapat
mengangkut sampai dengan beban 50 ton (dengan tuas ganda). Tuas silinder
hidrolik dapat diletakkan di atas tanah atau masuk ke dalam tanah.
Kecepatan lif dengan penggerak motor di atas antara 2,5 m/detik sampai 9
m/detik. Lantai kereta lif mempunyai perbedaan sekitar 6 mm dengan
permukaan lantai bangunan. Pergerakan lif sangat halus dan sangat efisien
dalam penggunaan energi listrik, namun harganya termasuk yang termahal
dibandingkan sistem lif lainnya.
Pada lif dengan motor di bawah hanya dapat digunakan untuk melayani paling
banyak delapan lantai dan biayanya sekitar 50% lebih mahal dibandingkan
dengan yang bermesin di atas. Di samping itu, kecepatannya juga terbatas
(sekitar 1 m/detik).
Sekarang sudah ada lif dengan penggerak motor traksi yang tidak
membutuhkan ruang mesin (roomless lift) seperti pada Gambar 5.3.
Pada bangunan tinggi, evakuasi pada saat terjadi kondisi darurat, khususnya
pada saat terjadi kebakaran, melalui tangga darurat, namun pada bangunan
super tinggi, evakuasi melalui tangga akan memerlukan waktu yang cukup
lama. Untuk itu perlu disiapkan khusus lif kebakaran, yang digunakan untuk
mitigasi bencana (Gambar 5.7).
Sumber: https://www.urban-hub.com/technology/new-era-of-elevator-to-revolutionize-high-rise-and-mid-rise-
construction/
Ruang luncur lif ditentukan dari jumlah dan konfigurasi tata letak lif dengan
jumlah maksimal empat buah dalam satu deretan. Hal ini dimaksudkan agar
orang yang ingin menggunakan lif masih dapat melihat dengan jelas ke arah
pintu dari empat lif yang ada di hadapannya.
Tata letak lif dapat dikelompokkan pada satu sisi atau berhadap-hadapan. Jika
letak lif berhadapan, lebar lobi lif akan lebih lebar dibandingkan dengan lif yang
ditempatkan pada satu sisi saja.
Diagram pada Gambar 5.9. menunjukkan tata letak sekelompok lif yang baik
dan alternatif lain yang masih dapat dilakukan. Perlu diingat bahwa semua
hambatan yang dapat mengganggu arus lalu lintas perlu dihilangkan. Tata letak
lain yang juga sering dijumpai adalah bentuk Cul-de-Sac dan melingkar
(Gambar 5.10).
Di sini terlihat bahwa lobi lif pada penataan dengan bentuk Cul-de-Sac
berdampak pada luasan lobi lif yang ada. Hal ini dimaksudkan agar pergerakan
orang yang masuk dan keluar lif tidak berdesak-desakan.
LOBI
LOBI
LOBI
LOBI
LOBI
LOBI
LOBI LOBI
LOBI
LOBI
Sumber: Parlour, 1994
Jumlah zona yang diijinkan maksimum tiga zona, dan di antara setiap zona ada
lantai antara (transfer level), yang digunakan untuk penempatan perlengkapan
MEP, bengkel (workshop), gudang, kantor pengelola dan tempat berkumpul
sementara (refuge floor).
Dalam hal pembagian zona melebihi tiga zona, dapat digunakan ‘pintu masuk’
(entrance) terpisah yang disebut sky lobby. Sky lobby ini digunakan untuk
tempat transfer dari kumpulan zona yang lebih rendah kumpulan ke zona di
atasnya. Di samping itu, areal sky lobby ini dapat digunakan untuk tempat
penampungan sementara (refuge floor) pada kondisi darurat (kompartemen
kebakaran) dan kebutuhan aktivitas lainnya, seperti ruang mekanikal elektrikal
– ME (mesin pengkondisian udara dan pompa air), bak penampungan air
(reservoir), restoran, lobi (lobby) hotel (jika bangunan tinggi berfungsi ganda),
ruang pengelola, ruang rapat/konperensi, kolam renang, dan lain-lain.
Mengingat sky lobby memuat peralatan ME, maka secara struktural lantainya
sangat kaku dan kokoh (outriggers), sehingga menambah ketahanan bangunan
terhadap gaya-gaya lateral yang diakibatkan oleh angin atau gempa bumi.
Pada bangunan yang tinggi dan luas, jumlah lif yang diperlukan meningkat
sebanding dengan jumlah lantai yang dilayani. Dengan demikian, jika mencapai
suatu ketinggian tertentu, maka areal luas yang digunakan untuk menempatkan
lif menjadi meningkat dan melebihi ketentuan ekonomis (di atas 20% luas
lantai). Jadi, pada umumnya sebuah lif hanya melayani sekitar 8 – 15 lantai,
agar tidak melampaui batas tunggu dan jumlah waktu perjalanan yang
disyaratkan.
Bangunan tinggi yang yang memiliki jumlah lantai yang lebih dari 40, maka
dapat dilakukan pendekatan sebagai berikut:
a. Sejumlah lantai dibagi atas beberapa zona: group I melayani sejumlah lantai
zona bawah, group II melayani sejumlah lantai zona tengah, dan group III
melayani sejumlah lantai zona atas. Dengan pembagian zona tersebut
beban lif menjadi berkurang. Namun pembagian zona tidak memberi
dampak pada pengurangan luas inti, sebab ruang mesin lif tetap berada di
lantai yang sama, yang letaknya di atas group III (di griya tawang/penthouse
atau ruang observasi).
f. Pada bangunan tinggi yang memiliki griya tawang (penthouse) atau lantai
observasi/restoran di puncak bangunan, disediakan lif khusus (lif observasi)
yang hanya melayani lantai dasar dan lantai penthouse atau lantai
observasi/restoran.
g. Hanya lif barang yang melayani seluruh lantai, dan untuk tidak mengganggu
pengguna gedung, lif barang dibuka pada areal basemen untuk
mempermudah angkut dan muat barang.
M&E
M&E
Lif Observasi
Lif Lokal
Zona 3 - atas
tangga/eskalator
daerah
Transfer Level M&E core tangga/eskalator
tangga/eskalator
Leasing space
Lif Lokal korid or
Zona 2 - atas
Ruang
Mekanikal Interlevel Connection
Transfer Level M&E
Lif Barang
ZONA 1
Lif Lokal ATAS
Sky Lobby
Zona 3 - bawah
Ruang ‘SKY LOBBY’
Mekanikal ‘SKY
LOBBY’
M&E M&E
Transfer Level Lif Ekspres
Ruang
Mekanikal / Ruang
Transfer Mekanikal
ZONA 2 ZONA 2
BAWAH
Transfer Ruang
Transfer Level
Ruang Transfer
LevelLevel
Mekanikal
M&E
Lif Barang
Mekanikal
h. Arah pintu masuk dan keluar pintu barang tidak pada koridor yang sama
dengan arah pintu masuk dan keluar lif penumpang, agar arus lalu lintas
orang tidak sama dengan arus barang. Dalam hal tidak dimungkinkan
membedakan koridor untuk lif orang dan lif barang, pada lif barang perlu
disediakan ruang antara di muka lif (anti/ante room) tempat barang-barang
untuk sementara diletakkan sebelum dipindahkan ke tempat yang dituju.
i. Lif dari basemen ke lantai dasar dapat diletakkan di luar inti bangunan
(core), pada umumnya menjadi bagian dari areal podium bangunan.
Rancangan, instalasi dan pemeliharaan dari berbagai jenis peralatan lif sangat
tergantung dari peraturan dan ketentuan daerah setempat. Di Indonesia
rekomendasi penggunaan lif diberikan oleh Kementerian Ketenagakerjaan,
karena menyangkut kesehatan dan keselamatan kerja (K3) orang yang ada
pada bangunan tersebut.
Ketentuan rancangan juga menyangkut pada dimensi ruang mesin, akses yang
diperlukan, pencahayaan dan ventilasi. Persyaratan dan peraturan mungkin
berbeda antar daerah yang satu dengan yang lainnya, tetapi pada dasarnya
menganjurkan untuk disediakannya suatu sistem peralatan baik yang manual
maupun yang otomatis, sehingga dapat secara aman dioperasikan untuk
kepentingan umum, dalam hal ini mengacu pada SNI 03-6573-2001 tentang
Tata Cara Perancangan Sistem Transportasi Vertikal dalam Gedung (lif).
Kapasitas atau daya angkut suatu sistem lif harus cocok dengan kebutuhan
transportasi vertikal pada bangunan tertentu yang secara konsisten mengacu
pada kriteria rancangan kualitas bangunan. Rancangan yang tepat dapat
dilakukan berdasarkan jumlah mesin, ukuran dan kecepatannya. Namun
demikian perhitungan perjalanan penumpang dilakukan berdasarkan anggapan
yang diperoleh dari pengalaman atau pengamatan terdahulu.
1) jumlah penghuni bangunan (PB) atau Potential Traffic (PT), atau luas
lantai efektif/besih (net area), jumlah kamar (untuk hotel), jumlah tempat
tidur rawat inap (untuk rumah sakit), jumlah unit keluarga (untuk
Apartemen);
2) jumlah orang pengguna lif baik waktu turun maupun naik, pada saat
waktu sibuk (rush hour).
1) waktu interval (Interval time) harus lebih kecil dari waktu tunggu rata-rata
(WTR) sesuai dengan kriteria yang ditetapkan;
2) tuntutan arus sirkulasi – TAS (peak traffic demand – PTD) harus lebih
kecil dari kriteria TAS yang ditetapkan untuk bangunan tertentu.
TAS adalah jumlah penghuni bangunan yang harus terangkut oleh sistem
layanan lif dalam selang waktu lima menit (300 detik) pada saat waktu sibuk,
dinyatakan dalam persen terhadap penghuni bangunan (% dari PB).
TLNT merupakan jumlah waktu terpakai untuk naik, turun (round trip time –
RTT), pembukaan pintu dan tempo pemberhentian, yang terdiri dari:
WTR diperoleh dari TLNT tiap lif dibagi oleh jumlah lif dalam kelompok (N):
TLNT
WTR kriteria [detik] Persamaan 5.2.
N
Di mana: N adalah jumlah kelompok lif yang digunakan.
Kriteria WTR di lobi utama dan Kriteria TAS mengacu pada Tabel 5.1 berikut
ini.
TAS [% PB
WTR Pola Sirkulasi
No Bangunan Gedung tiap 5
[detik] Jam Sibuk
menit]
1 Kantor Mewah 25 – 35 10 – 12 Pagi hari, naik
2 Kantor Komersial 25 – 35 11 – 13 Pagi hari, naik
3 Kantor Pemerintah 30 – 40 14 – 17 Pagi hari, naik
4 Hotel Berbintang 40 – 60 8 – 10 Tengah hari, imbang
5 Hotel Resort 60 – 90 6–8 Pagi hari, turun
6 Rumah Sakit 40 – 60 10 Tengah hari, imbang
7 Apartemen 60 – 90 6–8 Pagi hari, turun
Pagi hari, naik
8 Pendidikan Tinggi 40 – 90 12,5 – 25
Tengah hari, imbang
Sumber: SNI 03-6573-2001
300 x0,8K
DAS Persamaan 5.3.
TLNT
di mana: K adalah kapasitas angkut nominal dari satu lif.
Sedang
TAS
N [unit] Persamaan 5.4.
DAS
Interval Lintasan Puncak – ILP (Peak Traffic Interval – PTI) diperoleh dari:
TLNT
ILP [detik] Persamaan 5.5.
N
Waktu Tunggu Rata-rata:
DAG merupakan daya angkut seluruh kelompok lif yang ada, diperoleh:
Dari analisis yang dilakukan, dapat dihitung waktu pengisian bangunan - WPB
(Filing Up Time):
100
WPB 5 [menit] Persamaan 5.8.
DAG
Untuk memperoleh nilai, diperlukan data awal berupa:
S 1
2
SP S S Persamaan 5.10.
S
Catatan: Tabel 4.3. di atas merupakan pengembangan dari Tabel 4.1 di SNI 03-6573-2001
Jumlah kebutuhan lif penumpang telah dibahas sebelumnya, sedang untuk lif
ekspres dapat diasumsikan:
1
N ekspresd N penumpang [unit] Persamaan
2
5.11.
Sedang untuk lif barang:
1
N barang
6
N penumpanng [unit] Persamaan 5.12.
Pada bangunan yang tidak begitu tinggi, sulit terjadi lif melaju dalam kecepatan
maksimum yang tetap, karena sebelum mencapai kecepatan maksimum, laju
kecepatan lif sudah menurun untuk berhenti di lantai tertentu. Buka tutup pintu
lif merupakan bagian terbesar dari waktu yang diperlukan dalam RTT,
karenanya akan lebih baik untuk menggunakan pintu dengan kecepatan buka-
tutup yang tinggi atau menggunakan dua daun pintu.
Kecepatan lif untuk berbagai ketinggian bangunan dapat dilihat pada Tabel 5.6
dan Tabel 5.7 (dengan variasi fungsi bangunan gedung), sedang untuk
kapasitas lif dapat dilihat pada Tabel 5.8 dan Tabel 5.9.
Fungsi
Lif
Bangunan Lif Kecil Lif Besar Lif Barang
Menengah
Gedung
Kantor 1250/1500 1500/1600 1600/2000 2000/3200
Parkir 1250 1500 1600 -
Komersial 1600 1600 2000 2000/4000
Hotel 1500 1600 1600 2000
Apartemen 1000/1250 1250 1500 -
Rumah sakit 1000 1500 2000 2000
Sumber: Ballast, 1995
Meskipun tersedia kecepatan lif 9m/detik, tetapi pada umumnya penggunaan lif
dibatasi pada kecepatan 7 m/detik, agar tidak mendekati kecepatan gravitasi
bumi (9,8 m/detik). Hal ini dimaksudkan untuk menghindari rasa tidak nyaman
(mual) bagi penumpang lif.
Sebagai perkiraan, jumlah lif untuk kantor adalah satu lif untuk tiap 5.000 m2
luas lantai bruto, dan tambahan satu lif barang untuk 5 – 6 lif penumpang.
Untuk hotel Tabel 5.5 dapat digunakan dengan pertimbangan klasifikasi hotel,
dan hal-hal sebagai berikut:
1) untuk setiap 100 kamar hotel perlu disediakan satu lif barang.
2) Untuk pelayanan yang memuaskan setiap 75 kamar dilayani oleh satu lif.
3) Kapasitas lif yang digunakan minimal untuk 16 orang.
4) Lif yang digunakan harus mampu mengangkut barang bawaan tamu yang
berat (koper atau meja saji makanan)
5) Ruang kamar tidak boleh berdekatan dengan ruang mesin lif.
LANTAI
Luas Lantai Bruto [x 100m2]
YANG
DILAYANI 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
18 4c 5c 5d 6d
17 4b 4d 5c 5e 6d
16 46 4c 5c 5d 6d 6e
15 3c 4b 4d 5c 5d 6d 6e
14 3b 4b 4c 4d 5c 5d 6d 6e
13 3b 4b 4c 4d 4d 5d 5c 6d 6e
12 3b 3c 4b 4c 4d 4e 5d 5e 6d 6e
11 3b 3b 3c 4b 4c 4d 4e 5b 5d 5e 6d 6d
10 2e 3b 3c 4b 4c 4c 4d 5c 5d 6e 6c 6d
9 2c 2d 3b 3c 3d 4b 4b 4c 4d 4c 5c 5d
8 2a 2c 2d 3a 3b 3b 3c 3d 4b 4b 4c 4d
7 2a 2a 2b 2c 2e 3a 3b 3b 3c 3d 4b
6 2a 2a 2a 2a 2b 2c 2d 2e 3a 3b
5 1c 1c 2a 2a 2a 2a 2a 2a 2a 2b
4 1b 1b 1b 1c 1c 1c 1c 2a 2a
Sumber: Parlour, 1994
Untuk luas lantai bruto > 25.000 m2, perlu ada satu lif barang.
1) Untuk setiap 300 unit hunian perlu disediakan satu lif barang
2) lif barang diperlukan jika blok hunian di mana pintu utama berada
ditempatkan pada ketinggian dua lantai dari lantai dasar.
3) Kapasitas lif yang digunakan minimal untuk 12 orang
4) Unit hunian tidak boleh berdekatan dengan ruang mesin lif.
Daya tahan mesin lif tergantung dari start-stop lif per jam, Tabel 5.11.
menunjukkan kemampuan yang harus dimiliki lif utk masing-masing fungsi
bangunan gedung.
Kebutuhan ruang lif tergantung dari jenis dan merk dari lif yang dipilih, data
tersebut biasanya sudah ada dalam spesifikasi teknis yang dikeluarkan oleh
masing-masing pabrikan/produsen lif. Namun sebagai panduan nilai-nilai yang
diberikan berikut ini merupakan dimensi generik dari lif.
BEBAN
W PENGIMBANG
0,30 m 0,30 m ('COUNTER
WEIGHT’)
0,15 m
0,30 m
0,25 m
0,15 m
0,15 m
Ruang luncur yang dibutuhkan oleh dumbwaiter relatif kecil, sekitar 1,00 m2
dengan tinggi maksimum 1,25 m. Kecepatannya antara 0,20 sampai 0,75 m/det.
Sumber: https://www.mr-dumbwaiter.com/product.html
Catatan
* tambahan 5 cm ke samping untuk ruang luncur yang berdiri sendiri
** jika bukaan memiliki pintu dua lapis, perlu tambahan ruang 1,5 cm
di antara pintu
Sumber: https://www.efficiencysystemsinc.com/services/accessibility-division/dumbwaiters-electric/
Kebutuhan
Maksimum
Lokasi Bukaan Lokasi Ruang di
Kapasitas Kecepatan Jarak
Muat Barang Mesin atas kereta
Layanan
Di Lantai Di atas
0,3 m/detik 17 m Di atas 120 – 135 cm
250 kg
Di Ketinggian Meja Di bawah
0,3 m/detik 17 m Di bawah 90 – 120 cm
250 kg
Sumber: https://www.efficiencysystemsinc.com/services/accessibility-division/dumbwaiters-electric/
Eskalator pertama kali ditemukan pada awal abad 20 dalam upaya memenuhi
keinginan untuk dapat mengangkut manusia dalam jumlah banyak secara
berkesinambungan dari lantai bawah ke lantai di atasnya. Sedang ram (ramp)
berjalan atau travelator (moving walks) baru diperkenalkan pada sekitar tahun
1950-an, peralatan yang sanggup menghantarkan manusia ke tempat yang
jaraknya cukup jauh dan relatif mendatar (sudut kemiringan yang kecil).
Pemilihan eskalator dan ram berjalan didasarkan pada jumlah maksimum orang
yang perlu dipindahkan dalam waktu lima menit (sama halnya dengan lif).
Kemampuan sekelompok eskalator untuk mengangkut orang harus cocok
dengan waktu tersibuk yang direncanakan. Hal ini perlu dilakukan secara
cermat, terutama untuk aplikasi tertentu seperti stasiun kereta api (sub way)
yang pada saat yang bersamaan sejumlah penumpang ke luar dari kereta api
dan ingin secara cepat ke luar.
Eskalator dan ram berjalan digerakkan oleh motor listrik yang berputar secara
tetap dan dilengkapi dengan pegangan tangan yang bergerak sama
kecepatannya dengan kecepatan bergeraknya anak tangga/ram. Kecepatan
yang biasa digunakan antara 0,45 – 0,60 m/detik, tetapi dengan rancangan
khusus kecepatan eskalator dapat dipercepat di atas 0,70 m/detik.
Eskalator hanya mempunyai dua jenis, jalur tunggal (untuk satu orang berdiri)
dengan lebar 60 cm – 81 cm, dan jalur ganda (untuk dua orang berdiri
bersamaan dalam satu anak tangga) dengan lebar 100 cm – 120 cm.
Sumber: https://www.archify.com/id/product/tamiang/product/5333
Gambar 5.21. Ram Berjalan (Moving Ramp)
Untuk bangunan kantor dan pusat perbelanjaan yang jumlah tingginya paling
banyak tujuh lantai, penggunaan eskalator untuk naik-turun orang sangat
membantu memperlancar arus orang.
a. sepasang eskalator beralur tunggal untuk luas lantai 10.000 m2; atau
b. sepasang eskalator beralur ganda untuk luas lantai 20.000 m2
Untuk kompleks pertokoan, di samping perlu disediakan satu lif untuk setiap
10.000 m2 lantai, juga perlu disediakan satu eskalator (alur tunggal) untuk setiap
3.000 m2 atau satu eskalator (alur ganda) untuk setiap 5.000 m2 luas lantai.
Ada bebarapa macam tata letak eskalator yang sering digunakan: bersilangan
(Gambar 5.22), sejajar dengan alur berputar (Gambar 5.23), dan alur menerus
(Gambar 5.24).
Sumber: https://dimension.com/element/
Sumber: https://dimension.com/element/
Tunggal Ganda
Sumber: https://dimension.com/element/
Sumber: https://dimension.com/element/
Pada bangunan tinggi yang memiliki satu atau dua basemen dan/atau penyewa
(tenant) yang menyewa dua sampai tiga lapis lantai (atau sebagian lantai),
kemudahan turun naik dapat menggunakan stair lift sebagai alternatif
penggunaan eskalator.
Sumber:
https://www.researchgate.net/figure/A-curved-path-of-the-track-for-the-designed-stair-
lift_fig2_336932717
Gambar 5.29. Perspektif Stair Lift
Ada banyak ragam dan varian Stair Lift yang dapat dipasang, mengikuti bentuk
dan panjang serta kemiringan tangga yang ada (Gambar 5.31).
Sumber: https://www.ameriglide-tulsa-ok.com/platinum-cad.htm
Gambar 5.31. Alternatif Pemasangan Stair Lift
Gondola yang digunakan pada bangunan tinggi ada yang statis, yang dapat
dipindahkan secara manual (gambar 5.32), atau dapat bergerak di lintasan rel
yang disiapkan di pelat atap bangunan (Gambar 5.33).
Sumber: https://www.buildinglift.com/products/suspended-gondola
Gambar 5.32. Gondola Statis
Gondola pada Gambar 5.33 ditempatkan di atas dudukan yang dapat bergerak
sepanjang rel yang dipasang di atap bangunan. Dudukannya dapat berputar
360o. Seperti halnya dengan mesin derek lainnya, lengan derek dapat dinaik-
turunkan dengan menggerakkan piston yang dapat mengangkat lengan derek
sampai kemiringan 55o sehingga melalui spreader akan mengurai tali baja dan
melalui pengatur kemiringan sudut, mampu mengangkat/memiringkan kereta
gondola sampai 60o.
Sumber: https://www.xsplatforms.com/news-worlds-first-bmu-for-rescue-training-is-close-to-delivery-
video/
Gambar 5.33. Gondola yang Dapat Bergerak
Gambar 5.34 adalah beberapa jenis gondola yang dapat bergerak, disesuaikan
dengan bentuk luar bangunan gedung. Lengan derek ada yang ganda dan tidak
dapat digerakkan, dan ada pula yang berbentuk seperti periskop yang dapat
dipanjang-pendekkan tungkainya.
Sumber: https://skyclimber.com/product/bmus/
3. Kapan diperlukan lantai transisi (transver level) dan sky lobby. Jelaskan
fungsi sky lobby pada bangunan tinggi.
4. Apa yang dimaksud dengan lif ekspres dan lif barang, serta apa
perbedaannya dengan dumb waiter.
10. Apa persyaratan bagi tata letak lif dan tangga darurat.
… (2022); https://dimension.com/element/
… (2021); https://www.efficiencysystemsinc.com/services/accessibility-division/
dumbwaiters-electric/
… (2021); https://www.urban-hub.com/technology/new-era-of-elevator-to-revolutionize-
high-rise-and-mid-rise-construction/
… (2020); https://www.researchgate.net/figure/A-curved-path-of-the-track-for-the-
designed-stair-lift_fig2_336932717
… (2020); https://www.ameriglide-tulsa-ok.com/platinum-cad.htm
… (2020); https://www.buildinglift.com/products/suspended-gondola
… (2020); https://www.xsplatforms.com/news-worlds-first-bmu-for-rescue-training-is-
close-to-delivery-video/
… (2020); https://skyclimber.com/product/bmus/
Ballast D. K. (1995); Architect Exam Review Volume II: Nonstructural Topics 3rd Edition,
Professional Publication, Inc, Belmont, California.
Juwana J.S. (2005); Panduan Sistem Bangunan Tinggi untuk Arsitek dan Praktisi
Bangunan, Penerbit Erlangga, Jakarta.
Kusasi S. (2002); Operasi dan Perawatan Lift pada Bangunan Gedung, PT Mediatama
Sapta Karya (PT MEDISA), Yayasan Badan Penerbit Pekerjaan Umum,
Jakarta.
Strakosh G. R. & Caporale (Editors) (2010); The Vertical Transportation Handbook 4th
Edition, John Wiley & Sons, Inc., Hoboken, New Jersey.
Prince Charles
Sejak awal tahun 2020 dunia dilanda oleh pandemi Covid 19, dan hal itu
menyadarkan orang akan pentingnya udara yang sehat dalam bangunan
gedung. Selama ini orang yang beraktivitas dalam bangunan gedung
dimanjakan oleh udara sejuk yang berasal dari sistem pengkondisian udara (air
conditioning – AC) dan tidak pernah terpikirkan bahwa mutu udara dalam
ruangan (indoor air quality) dapat mempengaruhi nasib orang.
Setelah terjadinya pandemi Covid 19, orang mulai peduli tentang perlunya
ventilasi dan orientasi matahari, karena secara langsung berhubungan dengan
tingkat kenyamanan orang yang ada dalam ruangan. Ventilasi diperlukan agar
cukup udara alami/segar (fresh air) yang masuk ke dalam ruangan dan
terjadinya sirkulasi udara, sebab jika pertukaran udara cukup baik, maka bibit
penyakit/virus yang ada dalam ruangan dapat didelusi. Arah masuknya sinar
matahari bukan saja memberi penerangan sehingga pencahayaan buatan dapat
ditiadakan atau dikurangi, tetapi juga sinar infra merah dan ultra violet dalam
tingkat tertentu memberi dampak bagi kesehatan manusia.
Untuk orang yang tinggal di daerah tropis, seperti Indonesia, kedua faktor
tersebut di atas, sirkulasi udara dan sinar matahari, akan berpengaruh pada
rancangan bangunan dan penggunaan energi untuk
penghawaan/pengkondisian udara serta pencahayaan buatan dapat dibuat
seefisien mungkin. Penggunaan energi terbesar pada bangunan gedung
digunakan untuk sistem tata udara, dan setelah itu digunakan untuk sistem
penerangan.
Ada dua istilah yang dibakukan dalam Standar ANSI/ASHRAE 62.1 dan 62.2
yaitu:
Mutu udara dalam ruang (Indoor Air Quality – IAQ) merupakan salah satu isu
penting yang harus diperhatikan demi menjaga kelangsungan aktivitas
penghuni gedung. Orang menghabiskan waktunya sekitar 70-98% per hari di
dalam ruangan, untuk beragam kegiatan, seperti bekerja, beristirahat,
berolahraga, bercengkerama atau santai mengisi waktu luang. Dalam
beraktivitas orang secara tidak sadar menghirup udara yang dapat berisiko
terhadap masalah kesehatannya. Hal ini karena adanya polutan udara di dalam
ruangan, baik berupa zat kimia, gas, partikel/debu, maupun dalam bentuk
organisme hidup seperti jamur.
Polutan udara berasal benda-benda yang banyak ditemukan di dalam ruangan,
seperti kayu lapis/multipleks, papan partikel (particle board), perekat, cat,
fiberglass, cairan pembersih, karpet, plastik dan tenunan. Bahan lain adalah
yang mudah menguap pada temperatur kamar, seperti: gas methan, gas
hidrokarbon, kapur barus, parafin, formaldehida (berasal dari lem), aseton
(berasal dari tinta printer dan mesin foto kopi), karbit, lilin, minuman keras,
deterjen, cat dan serat sintetik.
Bahan ini digunakan untuk mencegah adanya serangga (nyamuk, kecoa, lipan,
kumbang) yang mengganggu manusia dan juga untuk membasmi serangga
tanaman. Di samping itu, bahan ini juga ada dalam pengharum ruangan yang
sekaligus digunakan agar di dalam ruangan bebas dari serangga. Racun
pembasmi rayap, jamur yang tumbuh di permukaan dinding atau kayu, atau
sarang semut/lebah.
a. kayu;
b. rokok/tembakau;
c. gas bakar (liquid petrolium gas);
d. nitrogen dioksida (NO2);
e. nitrogen oksida (NO);
f. sulfur oksida (SOx);
g. hidrogen sianida (HCN);
h. karbon mono-oksida (CO);
i. karbon dioksida (CO2);
j. formaldehida (H2CO); dan
k. hidrokarbon (CnH2n).
yang berasal dari asap rokok, asap knalpot kendaraan bermotor, tungku
pembakaran, dan dapur.
a. tanaman;
b. binatang;
c. logam berat (merkuri, timbal dan tembaga); dan
d. gas yang mengandung radio aktif (gas Radon).
Bahan-bahan ini terbawa oleh binatang peliharaan, air yang dikonsumsi, atau
tanaman dan pakaian manusia.
Banyak kantor dan ruang kerja diberi alas untuk mencegah elektro statik agar
terhindar dari elektromagnit.
Ada dua kondisi yang mempengaruhi kesehatan manusia terkait dengan mutu
udara dalam gedung:
Perbaikan dan/atau pembersihan sistem tata udara dan ventilasi serta ruangan
dari debu dan mengganti jenis tanaman tertentu dapat mengatasi hal ini.
BRI merupakan hal yang lebih berbahya dibandingkan dengan SBS, namun
dapat dikenali atau diidentifikasi melalui pemeriksaan klinis. Gejalanya mungkin
saja mirip dengan gejala SBS, tetapi tidak mudah hilang dengan cepat. Hal ini
umumnya disebabkan oleh adanya kontaminasi dari mikroba dan/atau zat kimia
tertentu yang menyebabkan timbulnya alergi dan/atau gangguan kesehatan.
Di antara sekian banyak material, kandungan bahan berbahaya dan gas, berikut
ini beberapa jenis bahan dan dampaknya pada manusia:
Pemilihan perabot, bahan cat dan perekat perlu memperhatikan kandugan zat
kimia yang terkandung di dalamnya. Selanjutnya, daerah di bawah peralatan
sistem tata udara (cooling tower) yang selalu tergenang air, lembap dan
berlumut dapat menyebabkan bakteri Legionair berkembang biak, dan ruang
yang lembap dapat menyebabkan tumbuhnya jamur dan renik-renik organis
yang dapat mengganggu kesehatan.
Fungsi sistem tata udara adalah mempertahankan suhu dan kelembapan dalam
ruangan dengan cara menyerap panas yang ada dalam ruangan. Agar terjadi
proses penyerapan panas dalam ruangan, maka harus terjadi penguapan.
Untuk penguapan suatu zat diperlukan kalori (panas), di mana panas diperoleh
dari panas zat yang ada di sekitar zat yang menguap tadi, sehingga zat yang
ada di sekitar zat yang menguap tersebut akan kehilangan panasnya. Dengan
diserapnya sebagian panas zat tersebut, maka zat tadi akan menjadi dingin.
Bahan yang mudah sekali menguap biasa disebut dengan istilah refrigerant, dan
bahan yang sering digunakan dikenal dengan istilah Freon (CCI3F CH4 –
Jenis teknologi sistem tata udara berbasis siklus refrigerasi antara lain
mencakup sistem tata udara berbasis refrigerasi:
a. kompresi;
b. absorbsi;
c. elektroluks
d. expendable refrigerant;
e. termoelektrik;
f. es kering (dry ice); dan
g. steam-Jet.
Dari sistem-sistem tata udara tersebut yang sampai saat ini paling banyak
pemakaiannya dan semakin berkembang sistemnya adalah yang berbasis
refrigerasi kompresi. Dalam bahasan buku ini yang banyak dibicarakan adalah
sistem tata udara berbasis refrigerasi kompresi, dan selanjutnya hanya disebut
sistem tata udara.
Mesin tata udara terdiri dari kompresor yang berfungsi untuk mengalirkan zat
pendingin (refrigerant) ke dalam pipa tembaga yang berbentuk kumparan (coil).
Udara ditiupkan oleh kipas udara (blower atau fan) di sela-sela kumparan tadi,
sehingga panas yang ada dalam udara diserap oleh pipa refrigerant dan
kemudian mengembun. Udara yang melalui kumparan, dan telah diserap
panasnya, masuk ke dalam ruangan dalam keadaan sejuk/dingin. Selanjutnya,
udara dalam ruang diisap untuk kemudian proses penyerapan panas diulang
kembali.
6.3. Jenis Mesin dan Peralatan Sistem Tata Udara Sistem Kompresi
Jika kelembapan dalam ruang terlalu rendah (udara terlalu kering), maka akan
timbul kemungkinan terjadinya ‘elektro statik’, namun jika kelembapan dalam
ruang terlalu tinggi (udara basah), maka akan dapat menyebabkan gangguan
kesehatan akibat berkembangnya jamur, bakteri dan virus.
Meskipun banyak ragam dan jenis mesin tata udara, namun pada dasarnya
hanya ada dua sistem tata udara, yaitu Sistem Tata Udara Langsung dan Tidak
Lansung. Dari pengelompokan tersebut, di dalam SNI 03-6390 – 2020,
diurutkan dari yang paling boros energi ke yang paling efisien sesuai dengan
tipe mesin refrigerasinya.
Pada sistem tata udara jenis ini, udara diturunkan suhunya oleh refrigerant dan
disalurkan ke dalam ruangan tanpa saluran udara (ducting). Jenis yang umum
digunakan adalah pada jenis AC Window dengan kapasitas antara 0,75 TR –
2,5 TR (Gambar 6.4), AC Split Unit dengan kapasitas 0,75 TR – 3 TR. Dan AC
Package Unit dengan kapasitas sampai 5 – 10 TR.
Sumber: https://learnmech.com/window-air-conditioner-working-and-installation/
Mesin Tata Udara jenis Split Unit terbagi atas dua unit terpisah, satu di bagian
luar ruangan (outdoor unit) yang berisi kondensor dan kompresor, sedang unit
yang lain berada di dalam ruangan (indoor unit) berisi evaporator dan kipas
udara (fan atau blower). Kompresor memompakan cairan refrigerant (freon)
yang dingin ke indoor unit melalui pipa tembaga (yang diinsulasi). Pada indoor
Sumber: https://inspectapedia.com/aircond/Air-Conditioner-Operating-Defects-FAQs.php
Selanjutnya, oleh kondensor gas freon didinginkan dan berubah menjadi cairan
dan siap dialirkan ke indoor unit (Gambar 6.6). Air akibat kondensasi dialirkan
keluar melalui pipa pembuangan. Jarak antara outdoor unit dengan indoor unit
berkisar antara 15 – 20 m.
Untuk jenis AC Split dengan kapasitas yang besar, unit dalam ruang dapat lebih
dari satu unit (multi split) sedang unit ruang luarnya (outdoor unit) tetap satu.
Unit dalam ruang mempunyai berbagai alternatif pemasangan: di dinding (wall
mounted) sebagaimana terlihat pada Gambar 6.7, di plafon/langit-langit (ceiling
mounted) dan di lantai (floor standing). Di samping itu, ada jenis yang dipasang
pada langit-langit di tengah ruangan (model cassette).
Sistem VRF menjanjikan strategi yang lebih hemat energi (perkiraan berkisar
antara 11% hingga 17% lebih hemat energi dibandingkan dengan unit
konvensional) dengan biaya awal yang agak lebih tinggi.
Gambar 6.8. Sistem AC VRF Multi Outdoor dan Multi Indoor Unit
Unit Paket (Package Unit) sebagaimana terlihat pada Gambar 6.9. kadang-
kadang dihubungkan dengan saluran udara (ducting); dinamakan Package
System – Duct Mounted. Sistem ini kadang-kadang mempunyai dua unit
terpisah (seperti model AC Split). Unit luar terdiri dari Kondensor, Kompresor
dan Kipas Udara, sedang unit dalam terdiri dari Kumparan Pendingin
(Evaporator), Saringan Udara, Filter dan Panel Kendali.
Sumber: https://climate-mastersinc.com/hvac-repair/central-air-repair/
Berbeda dengan sistem tata udara langsung, dalam sistem ini refrigeran yang
digunakan bukan Freon tetapi air sejuk (chilled water) dengan suhu sekitar 5oC.
Pada sistem ini, udara ditiupkan di antara kumparan yang berisi air sejuk dalam
unit penghantar udara (Air Handling Unit – AHU). Dalam unit ini di samping
terdapat kumparan pipa (coil) yang berisi air sejuk terdapat pula blower dan
saringan udara (Gambar 6.11).
Sumber: https://www.quora.com/Whats-the-difference-between-fan-coil-and-AHU
1) Mencampur udara balik dari ruangan dengan udara luar pada prosentase
tertentu.
2) Mendinginkan udara tersebut sesuai dengan suhu yang diinginkan.
3) Menyaring udara hingga bersih dari partikel debu.
4) Mengalirkan sejumlah udara dingin ke ruangan yang membutuhkan melalui
saluran udara (ducting).
Sumber: https://priceengineering.co.uk/fan-coil-units/
Water-cooled Chiller
Sumber:https://www.hvacinvestigators.com/webinars/the-basics-of-chillers-how-they-work-where-theyre-
used-
c. Kondensor (Condenser)
Fungsinya adalah sebagai alat penukar kalor dan massa antara air dengan
udara, sehingga air pendingin kondensor dengan suhu tinggi dapat diturunkan
dan untuk selanjutnya air dapat digunakan kembali untuk kebutuhan pendingin
kondensor (Gambar 6.15).
Sumber: https://www.aesarabia.com/cooling-tower-packages/
Gambar 6.15. Menara Pendingin
Telah dibahas pada bab sebelumnya bahwa lease span, akan terkait dengan
tinggi lantai ke lantai 3,70 m, jika menggunakan balok beton, atau 3,40 m jika
menggunakan balok rangka baja. Dengan tinggi bersih lantai ke plafon sebesar
2,60 m (optimal untuk bangunan perkantoran), maka alokasi ruang untuk
saluran tata udara seperti Gambar 6.17.
Alternatif sistem tata udara dapat juga dilakukan tanpa saluran (Plenum) seperti
pada Gambar 6.20, di mana udara sejuk dipasok di atas plafón dan
disemprotkan dengan blower yang dilengkapi filter.
Sumber: https://www.gotopac.com/turnkey-cleanroom-environments
Udara sejuk dapat juga disalurkan melalui lantai yang berongga di bawahnya
(raised floor) seperti terlihat pada Gambar 6.21 dan tanpa rongga jaringan
utilitas lainnya. Hal ini umum digunakan pada bangunan pusat data atau kantor
yang banyak menggunakan peralatan elektronik.
Gambar 6.22 menunjukkan integrasi sistem tata udara dengan jaringan utilitas
lainnya.
Gambar 6.22. Integrasi Saluran Tata Udara dan Jaringan Utilitas Lainnya
Untuk mengatasi beban udara panas dalam suatu ruangan, ada dua sistem tata
udara yang dapat dilakukan, yaitu dengan sistem zona tunggal dan zona ganda.
Pada sistem tata udara yang dipusatkan (Central AC), ada dua sistem
pengendalian volume udara, sistem pengendalian volume udara tetap (Constant
Volume – CV) dan pengendalian volume udara tidak tetap (Variable Volume –
VV).
Sistem ini menjaga volume pasokan udara pada suhu yang berubah-ubah, dan
mempunyai keuntungan karena menyediakan suatu pergerakan udara dan
pasokan udara sejuk/segar yang tetap pada ruangan yang mebutuhkan. Suara
yang timbul pada salura udara juga tetap, sehingga mengurangi gangguan bagi
penghuni/ pengguna bangunan. Namun demikian sistem ini membutuhkan
energi yang cukup besar.
Pada sistem ini volume pasokan aliran udara akan berkurang dengan turunnya
suhu udara dalam ruangan (turunnya beban kalor). Sistem ini membutuhkan
energi yang rendah, mengingat daya yang dibutuhkan oleh kipas udara akan
berkurang sejalan dengan berkurangnya beban kalor. Namun demikian, aliran
udara yang tidak tetap akan menyebabkan pergerakan udara yang kurang
memadai dan menyebabkan timbulnya suara bising dalam saluran udara, yang
disebabkan oleh aliran udara yang tidak tetap.
Sistem zona tunggal biasanya digunakan untuk ruangan besar, seperti ruangan
pertemuan, bioskop/teater, perpustakaan atau laboratorium. Keuntungan dari
sistem ini adalah biaya awal yang relatif murah, sederhana, mudah
Pada sistem ini diperlukan pengendalian yang terpisah (independen) bagi zona
yang ingin dilayani dengan saluran udara yang sederhana (seperti halnya
sistem zona tunggal). Termostat (alat pengatur suhu udara ruangan) pada tiap
zona mengatur sebuah damper untuk mengendalikan laju aliran udara dingin
menuju zona tertentu (Gambar 6.26). Pada beban pendingin yang rendah laju
aliran udara diturunkan sehingga beban pendingin yang dibutuhkan pada
kumparan (coil) juga menurun.
Di dalam mesin sistem tata udara terdapat substansi kimia yang disebut
refrigeran (freon) yang bekerja dalam siklus tertutup dengan perubahan fase
cair ke gas dan sebaliknya melalui proses-proses kompresi, kondensasi,
ekspansi, dan evaporasi. Komponen dasarnya dapat dilihat di Gambar 6.27, dan
siklus refrigerasinya dapat dilihat di berikut. Komponen tersebut adalah:
Dari diagram P-h berikut, siklus refrigerasinya ditunjukkan oleh garis A-B-C-D,
dengan komponen:
A-B : gas dikompresi menyebabkan tekanan naik mencapai entalpi yang sama
dengan jumlah energi yang diberikan kompresor, semua terjadi pada
daerah panas lanjut dengan proses entropi.
B-B`: gas panas lanjut didinginkan di kondensor sampai suhu uap jenuh.
B`-C: kalor dibuang di kondensor, dan gas dikondensasikan ke fase cair.
C-D : tekanan turun karena melewati katup ekspansi tanpa perubahan entalpi
adiabatik).
D-A : penguapan ke kondisi jenuh kering di dalam evaporator, kalor laten
ditunjukkan oleh pertambahan entalpi yang disebut efek refrigerasi.
Ruang dingin atau bangunan ber AC bila ditinjau menurut hukum termodinamika
I, bahwa semua energi yang masuk ke system boundary dapat dihitung sebagai
energi yang tersimpan di dalam system boundary atau dikembalikan ke luar.
Berarti akan terjadi proses pemasukan dan pelepasan energi karena perubahan
kondisi sekeliling seperti suhu dan kelembapan. Gambar 6.28 a menunjukkan
konsep umum system boundary yang diterapkan pada ruang dingin, Gambar
6.28 b menunjukkan proses keseimbangan energi, yaitu energi masuk ke sistem
dalam bentuk tertentu dan keluar dalam bentuk lain.
Dalam perhitungan desain sistem tata udara hal yang sangat perlu diperhatikan
adalah kondisi ‘nyaman’ (comfort). Clifford, 1984, mendefinisikan ‘nyaman’ ini
sebagai kondisi ruangan yang orang merasa enak, dan akan merasa tidak enak
bila kondisinya dirubah.
Zona kenyamanan untuk tiap daerah juga berbeda, sehingga persyaratan tata
udara perlu dirancang sesuai dengan kondisi setempat (Gambar 6.29).
Persyaratan tata udara, khususnya yang terkait dengan pasokan udara untuk
ventilasi dapat dilihat pada Tabel 6.1.
Untuk kebutuhan udara dingin, sebagai pendekatan dapat digunakan Tabel 6.2.
Untuk perhitungan beban pendingin secara rinci, maka perlu diketahui ukuran
ruangan (panjang, lebar dan tinggi), suhu (t0) dan kelembapan (RH0) di luar
ruangan, suhu (t1) dan kelembapan (RH1, biasanya sekitar 50 – 80%) di dalam
ruangan, kulit bangunan, tinggi jendela dan langit-langit, serta tingkat
penghunian bangunan (okupansi).
𝐿𝑏𝑟𝑢𝑡𝑜
𝑂𝑘𝑢𝑝𝑎𝑛𝑠𝑖 = 𝐿 Persamaan 6,3.
𝑝𝑒𝑟−𝑜𝑟𝑎𝑛𝑔
Selanjutnya, untuk menghitung beban sensibel, baik beban kalor yang melalui
bidang kaca, maupun beban kalor yang disebabkan oleh transmisi bidang
dinding, perlu ditentukan nilai-nilai yang terkait (Tabel 6.3)
BSB Lbidang.Bebankalor
Persamaan 6.4.
Beban internal terdiri dari beban sensibel orang, yang dihitung dari tingkat
metabolik untuk kegiatan tertentu (Tabel 6.4), atau melalui pendekatan dapat
digunakan nilai Beban Sensibel Orang (BSO) dan Beban Latent Orang (BLO),
sebagai berikut:
Sisi atau orientasi bukaan menjadi hal yang utama bagi pertimbangan
pemanfaatan cahaya alamiah, sekaligus menjadi masalah bagi kemungkinan
perolehan panas yang dihantarkan melalui kaca atau dinding bangunan. Hal ini
dikenal dengan Nilai Perpindahan Termal Menyeluruh – NPTM (Overall Thermal
Transfer Value – OTTV).
KONDUKSI
ATAP
KONDUKSI
ATAP
KONDUKSI
DINDING
RADIASI
KONDUKSI
KONDUKSI KACA
DINDING
ALIRAN
UDARA
RADIASI
KONDUKSI
DINDING KONDUKSI KACA
ALIRAN
UDARA
ALIRAN
UDARA KONDUKSI
DINDING
a. sirip vertikal;
b. sirip horizontal;
c. gabungan sirip vertikal dan horizontal;
d. dinding tirai; dan
e. dinding masif.
Jenis-jenis sirip/tirai matahari (sun screen) ini akan menghasilkan nilai OTTV
yang berbeda, sebagaimana hasil perhitungan/pengukuran, pada beberapa
bangunan perkantoran di Jakarta (Gambar 6.31).
Sumber: http://revit-windsurfer.blogspot.com/2015/07/alternative-uses-for-revit-curtain-walls.html
𝑂𝑇𝑇𝑉 = 𝛼[𝑈𝑤 (1 − 𝑊𝑊𝑅)𝑇𝐷𝐸𝐾 ] + (𝑈𝑓 . 𝑊𝑊𝑅. 𝛥𝑇) + 𝑆𝐶. 𝑊𝑊𝑅. 𝑆𝐹 Persamaan 6.14
Tabel 6.6. Nilai Absorbtans Radiasi Matahari untuk Cat Permukaan Dinding
Luar
Untuk dinding tidak transparan dan fenestrasi yang terdiri dari beberapa
lapis komponen bangunan, maka besarnya U dihitung dengan rumus:
1
𝑈=𝑅 Persamaan 6.17.
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙
Tabel 6.8. Nilai R lapisan udara permukaan untuk dinding dan atap
Jika yang diketahui adalah Koefisien Tambahan Panas Matahari (Solar Heat
Gain Coeficient – SHGC), maka nilai SHGC = 0,87 SC.
Tabel 6.12. Faktor Radiasi Matahari (SF), [W/m2] untuk Berbagai Orientasi
Timur Teng- Sela- Barat Barat Atap/
Kota Utara Timur Barat
Laut gara tan Daya Laut Horizontal
Aceh 116 138 166 154 142 179 200 159 397
Lhokseumawe 117 141 161 142 120 140 160 142 375
Medan 122 150 177 158 138 173 195 158 393
Padang 131 152 171 147 123 153 181 160 431
Pekanbaru 125 135 152 138 129 171 200 166 428
Tanjungpinang 136 150 169 153 142 183 211 175 405
Batam 125 146 170 151 132 170 196 162 423
Jambi 132 136 147 132 122 160 196 173 412
Singkep 110 124 136 123 109 123 135 123 339
Bengkulu 140 152 165 139 119 159 197 175 439
Palembang 136 148 159 135 119 157 192 171 425
Pangkalpinang 150 160 172 147 131 173 213 189 415
Belitung 135 145 155 133 117 152 187 169 422
Lampung 141 148 156 132 116 158 198 179 422
Serang 162 168 173 142 123 172 224 205 430
Tangerang 146 151 156 129 111 152 197 183 376
Jakarta 148 161 171 138 112 152 197 181 427
Bandung 150 157 164 135 113 154 198 183 426
Tegal 130 140 143 121 105 121 143 140 430
Cilacap 136 152 159 131 107 132 160 153 400
Yogyakarta 152 168 170 130 105 139 178 168 380
Semarang 156 170 177 138 111 155 205 191 434
Bawean 123 134 138 119 104 119 137 134 357
𝑆𝐶
𝑃𝑒𝑛𝑔𝑎𝑟𝑢ℎ_𝑘𝑎𝑙𝑜𝑟_𝑚𝑎𝑡𝑎ℎ𝑎𝑟𝑖_𝑚𝑒𝑙𝑎𝑙𝑢𝑖_𝑘𝑎𝑐𝑎_𝑏𝑒𝑛𝑖𝑛𝑔_𝑡𝑒𝑏𝑎𝑙_3_𝑚𝑚
=
𝑃𝑒𝑛𝑔𝑎𝑟𝑢ℎ_𝑘𝑎𝑙𝑜𝑟_𝑚𝑎𝑡𝑎ℎ𝑎𝑟𝑖_𝑝𝑎𝑑𝑎_𝑠𝑒𝑡𝑖𝑎𝑝_𝑘𝑎𝑐𝑎&𝑘𝑜𝑚𝑏𝑖𝑛𝑎𝑠𝑖_𝑘𝑜𝑒𝑓𝑖𝑠𝑖𝑒𝑛_𝑝𝑒𝑛𝑒𝑑𝑢ℎ
Secara umum koefisien peneduh pada setiap sistem fenestrasi didapatkan
dengan mengalikan koefisien peneduh kaca (atau koefisien peneduh efektif dari
kaca dengan solar control film (kaca film) yang ada pada kaca dengan koefisien
peneduh peralatan peneduh matahari seperti pada rumus berikut:
𝑆𝐶 = 𝑆𝐶𝑘 . 𝑆𝐶𝑒𝑓𝑓 Persamaan 6.21.
Analisis terkait SF dan SC dapat dilihat pada SNI 6389:2020 atau edisi terbaru.
Nilai perpindahan termal dari penutup atap bangunan gedung dengan orientasi
tertentu, harus dihitung melalui persamaan:
𝛼(𝐴𝑟 .𝑈𝑟 .𝑇𝐷𝐸𝐾 )+(𝐴𝑠 .𝑈𝑠 .𝛥𝑇)+(𝐴𝑠 .𝑆𝐶.𝑆𝐹)
𝑅𝑇𝑇𝑉 = 𝐴𝑜
Persamaan 6.22.
Bila digunakan lebih dari satu jenis bahan penutup atap, maka transmitans
termal rata-rata untuk seluruh luasan atap dihitung berdasarkan persamaan
sebagai berikut:
𝑈𝑟 = 𝐴𝑟1 𝐴𝑟2 . . . . . . 𝐴𝑟𝑛 (𝐴𝑟1 . 𝑈𝑟1 )(𝐴𝑟2 . 𝑈𝑟2 ). . . (𝐴𝑟𝑛 . 𝑈𝑟𝑛 ) Persamaan 6.23.
Bila digunakan lebih dari satu jenis bahan penutup atap, maka berat atap
rata-rata dapat dihitung berdasarkan persamaan sebagai berikut:
𝑊𝑟 = 𝐴𝑟1 𝐴𝑟2 . . . 𝐴𝑟𝑛 (𝐴𝑟1 . 𝑊𝑟1 )(𝐴𝑟2 . 𝑊𝑟2 ). . . (𝐴𝑟𝑛 . 𝑊𝑟𝑛 ) Persamaan 6.24
Tarnsmitansi termal
Berat per satuan luas atap (kg/m2 )
maksimum (W/m2 .K)
Di bawah 50 1) 0.4
50 ~ 230 2) 0,8
lebih dari 230 3) 1.2
Keterangan:
1) Atap genteng
2) Atap beton ringan
3) Atap beton ketebalan > 15 cm (6 inci)
Nilai faktor radiasi matahari untuk bidang horizontal yang dihitung antara
jam 07.00 sampai dengan 18.00 adalah SF = 316 W/m2
Koefisien peneduh (SC) untuk skylight (Gambar 6.32) dari bahan plastik,
tercantum pada Tabal 6.15.
Penahan (curb)
Koefisien
Diffuse ringan Perbandingan
Lengkungan Transmitan peneduh
(tembus Tinggi lebar terhadap
s (τ) (SC)
cahaya) tinggi
0 ∞ 0.61
Jernih 0.86 Ada 230 5 0.58
460 2.5 0.50
0 ∞ 0.99
Jernih Tidak ada 230 5 0.88
0.86
460 2.5 0.80
Bening, 0 ∞ 0.57
tembus 0.52 Tidak ada
cahaya 460 2.5 0.46
Bening, 0 ∞ 0.34
tembus 0.27 Tidak ada 230 5 0.30
cahaya 460 2.5 0.28
Tinggi
Diffuser Ringan
ANALISIS OTTV
a
Analisis Nilai U:
Tebal Konduktivitas Resistensi
Lapisan Termal Termal
2
[mm] [W/mk] [m k/W]
1 Lapisan Luar Nilai U kaca:
2 Dinding Luar Asumsi U=
3 Batu Bata
4 Dinding Dalam R1 =
5 Lapisan Dalam
Total R
Nilai U (1/R) W/m2k
Ukaca =
Radiasi Melalui Jendela Kaca
Luas Luas
NO ELEVATION Nilai a WWR SF SC=SC1xSC2 0TTV A X OTTV
Kulit Bukaan
Utara
Timur Laut
Timur
Tenggara
Selatan
Barat Daya
Barat
Barat Laut
Total W/m2
Koefisien Peneduh
R1 R2 SC2 SC1 X SC2
Utara
Timur Laut SC1 =
Timur
Tenggara SC2 =
Selatan
Barat Daya
Barat
Barat Laut
Perencanaan pengkondisian udara yang dilakukan oleh ahli sistem tata udara
adalah dengan menggunakan bagan psikrometrik (Gambar 6.34). Dari bagan
ini keperluan beban pendingin dapat ditentukan dengan lebih akurat.
e. Enthalphy
Energi panas dalam udara, yang berasal dari panas sensibel dan panas
latent; sensibel adalah suhu udara dalam ruangan, dan latent adalah suhu
uap air dalam ruangan.
Hotel, asrama dan rumah sakit umumnya menggunakan unit fan coil di tiap
ruangan, agar suhu udara tiap ruangan dapat disesuaikan dengan kebutuhan,
sedang ruang besar yang ada di hotel dapat menggunakan AC Paket dengan
saluran udara horizontal.
Rumah sakit, karena membutuhkan mutu udara dalam ruangan yang harus
terjaga kebersihan untuk mencegah penyebaran virus atau bakteri, maka setiap
ruangan yang ada dibagi menjadi beberapa zona, sehingga tidak terjadi
percampuran udara yang mengandung kuman penyakit. Di samping itu
∑ 𝐶𝐹𝑀.929
𝐿𝑑𝑢𝑐𝑡𝑖𝑛𝑔 = 𝑉𝑢𝑑𝑎𝑟𝑎
Persamaan 6.29.
Untuk perhitungan beban pendingin dan dimensi ruangan tata udara dapat pula
menggunakan grafik yang tertera pada Gambar 6.37 dan Gambar 6.38.
Gambar 6.38. Kebutuhan Ruangan untuk Peralatan AHU dan Saluran Udara
Soal-Soal Latihan
5. Ada berapa jenis sistem pengkondisian udara (tata udara) yang lazim
digunakan pada bangunan tinggi.
6. Apa fungsi chiller, cooling tower dan air handling unit pada sistem
penglondisian udara yang dipusatkan (centralized air conditioning).
… (2020); SNI 6390:2020 tentang Konservasi Energi Sistem Tata Udara pada
Bangunan Gedung, Badan Standardisasi Nasional, Jakarta.
… (2021); https://www.aesarabia.com/cooling-tower-packages/
… (2022); https://www.cooperclimatecontrol.com/wp-content/uploads/2014/05/
condensercut away.jpg
… (2022); https://www.hvacinvestigators.com/webinars/the-basics-of-chillers-how-they-
work-where-theyre-used-
… (2021); https://inspectapedia.com/aircond/Air-Conditioner-Operating-Defects-
FAQs.php
… (2012); https://cbe.berkeley.edu/underfloorair/benefits_pr.htm
… (2021); https://climate-mastersinc.com/hvac-repair/central-air-repair/
… (2021); https://www.gotopac.com/turnkey-cleanroom-environments
… (2019); https://learnmech.com/window-air-conditioner-working-and-installation/
… (2020); https://www.portableac.com/blog/commercial-hvac-residential-hvac/
… (2021); https://priceengineering.co.uk/fan-coil-units/
… (2022); https://www.quora.com/Whats-the-difference-between-fan-coil-and-AHU
… (2022); http://revit-windsurfer.blogspot.com/2015/07/alternative-uses-for-revit-
curtain-walls.html
Allen E, & Iano J. (2017); The Architect’s Studio Companion – Rules of Thumb for
Preliminary Design 6th Edition, John Wiley & Sons, Inc., New York.
Hall F. (1994); Building Services & Equipment 3rd Edition, Longman Scientific &
Technical, Essex.
Hall F. & Greeno R. (2007); Building Services Handbook 4th Edition, Elsevier,
Amsterdam.
Juwana et al (2012); Buku Panduan Energi Efisiensi untuk Desain Bangunan Gedung
di Indonesia – 2 Pedoman Teknis Desain, EECCHI, DANIDA, Kementerian
Enerbi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Jakarta.
Juwana J.S. (2005); Panduan Sistem Bangunan Tinggi untuk Arsitek dan Praktisi
Bangunan, Penerbit Erlangga, Jakarta.
Sulistiyanto T., (2016); “Energy Saving Measure and Green Building Rating System”,
Jakarta
Wujek J.B. & Dagostino F.R. (2010); Mechanical and Electrical Systems in Architecture,
Engineering, and Construction, Prentice Hall. Upper Saddle River.
Seneca
Mitigasi dan evakuasi pada bangunan tinggi merupakan bagian dari pemenuhan
persyaratan keselamatan bangunan gedung. Persyaratan tersebut meliputi
kemampuan struktur menahan gempa bumi, sistem proteksi petir dan
pembumian, serta sistem proteksi terhadap bahaya kebakaran.
Dewasa ini, sudah banyak bangunan tinggi yang melebihi 100 lantai dan oleh
karenanya memerlukan sistem proteksi kebakaran yang makin canggih dengan
metode penyelamatan orang dengan peralatan yang bermacam-macam, di
samping pengendalian kebakaran secara pasif.
Definisi Api adalah suatu reaksi kimia (oksidasi) cepat yang terbentuk dari tiga
unsur yaitu: bahan bakar (material mudah terbakar), panas, dan udara/oksigen
yang akan menghasilkan panas dan cahaya.
Segitiga api dapat diatasi agar tidak terjadi persenyawaan yang dapat
menimbulkan api dan akhirnya membesar menjadi kebakaran, caranya adalah
dengan memperkecil kemungkinan ketiga unsur tersebut berkumpul dalam
suatu ruang. Pisahkan panas atau penghasil panas dari bahan yang mudah
terbakar, menghilangkan udara dengan melakukan pengisolasian, serta
menghilangkan panas dengan melakukan pendinginan merupakan tiga cara
yang bisa dilakukan untuk memutus segitiga api. Mengetahui cara penyebaran
api juga sangat penting untuk mencegah terjadinya kebakaran.
Intensitas api tergantung dari jumlah bahan bakar yang ada dalam bangunan,
biasanya dalam bentuk kertas, kayu dan plastik. Tingkat kemudahan bahan-
bahan ini untuk dapat terbakar tergantung pada seberapa kecil/halusnya bahan-
bahan ini, bagaimana kondisi permukaan bahan-bahan ini terhadap
kemungkinan kehadiran oksigen dan panas. Hal ini dapat mudah dilihat dari
betapa cepatnya sehelai kertas terbakar dibandingkan dengan buku yang tebal.
Gambar 7.2. Penyebaran Api dan Upaya Menghilangkan Unsur Segi Tiga Api
Setelah diketahui bagaimana unsur api terbentuk, sesuai dengan teori segitiga
api, api tidak akan membesar jika salah satu unsur itu kita hilangkan (Gambar
7.2 kanan).
Jika Piramida Api telah timbul, maka penyebaran api ke seluruh bangunan
gedung dapat terjadi melalui empat mekanisme; konduksi, konveksi, radiasi dan
penyalaan langsung (Gambar 7.2 kiri).
Konduksi terjadi jika panas dipindahkan langsung melalui suatu bentuk struktur
dari sumber api yang terdekat, sebagaimana yang terjadi pada pengurangan
kekuatan tulangan baja pada struktur beton bertulang, jika suhu meningkat di
atas 400o C.
Konveksi terjadi jika gas/udara panas meningkat di dalam gedung, di mana api
dengan mudah menjalar dari tanah ke lantai di atasnya melalui lubang tangga
atau lubang saluran/saf (shaft).
Radiasi merupakan penjalaran api menurut garis lurus dari bahan yang terbakar
kepada bahan terdekat yang mudah terbakar. Jendela kaca merupakan tempat
penjalaran radiasi, juga pada gedung yang letaknya berdekatan.
Penyalaan langsung adalah penjalaran api yang langsung terkena lidah api,
terkena lompatan api, atau terkena lompatan material bara/nyala api.
Berbagai data yang diperoleh dari penelitian atas titik api dan penyebarannya
selalu terkait pada kondisi kebakaran yang spesifik, sehingga tidak dapat
digunakan untuk semua kasus secara umum. Mengingat tidak ada satu
bangunan yang dapat 100% aman terhadap bahaya kebakaran, maka risiko
pada tingkat tertentu yang diakibatkan oleh bahaya kebakaran, harus dapat
diterima. Oleh karena itu, biaya yang diperlukan untuk sistem proteksi
kebakaran harus seimbang dengan kemungkinan akan terjadinya kebakaran,
dan kerugian yang disebabkannya. Para arsitek dan tenaga profesional yang
terkait pada rancangan bangunan tinggi perlu melakukan analisis bagi
rancangan bangunannya secara seksama, agar terjamin bagi tersedianya
fasilitas yang memadai bagi pencegahan dan penanggulangan bahaya
Dalam proses kebakaran terjadi rantai reaksi kimia, di mana setelah terjadi
proses difusi antara oksigen dan uap bahan bakar, dilanjutkan dengan
terjadinya penyalaan dan terus dipertahankan sebagai suatu reaksi kimia
berantai, sehingga terjadi kebakaran yang berkelanjutan.
Mudah atau tidaknya sebuah gedung terbakar kurang lebih diukur dari
bagaimana bahan-bahan bangunan tersebut membuat kebakaran semakin
menyebar di dalam suatu gedung. Konstruksi bangunan yang mudah terbakar
dapat menyebabkan api menyebar dengan sangat cepat di antara area-area
berjauhan dalam suatu gedung, sehingga kerugian yang diderita bisa menjadi
jauh lebih besar. Bisa jadi bahan bakar yang disebutkan dalam Segitiga Api di
atas berasal dari material bangunan yang sudah menyatu dengan bangunan
tersebut.
Benda apa pun yang dapat mengeluarkan uap yang mudah terbakar saat
dipanaskan termasuk dalam bahan yang mudah terbakar. Bahan bangunan
yang mudah terbakar pada umumnya adalah kayu dan plastik, termasuk juga
kertas, tekstil, karet, bahan perekat, bitumen (aspal), dan lapisan kimia.
Berikut ini adalah istilah-istilah yang menentukan tingkat mudah nya terbakar
suatu material atau cairan:
Tiga urutan pertama berkaitan dengan bahaya api yang ada pada bangunan
yang terbakar, sedang yang terakhir merupakan pertimbangan bagi bangunan
gedung lainnya dan lingkungan komunitas secara menyeluruh.
160
150
150
Tidak dapat ditolerir dalam 5 menit
140
80
Masih dapat ditolerir selama kurang
70 dari 1 jam (tergantung kelembaban
65 pakaian dan aktivitas
60
50
40
35 Daerah nyaman termal (tergantung
30 kelembaban, gerakan udara, dan
faktor-faktor lainnya)
20
10
10
0
0
Tingkat risiko bahaya kebakaran dapat dikelompokkan seperti pada Tabel 7.2.
b. Klas 2: Bangunan gedung hunian, terdiri atas dua atau lebih unit hunian
yang masing-masing merupakan tempat tinggal terpisah.
c. Klas 3: Bangunan gedung hunian di luar bangunan gedung Klas 1 atau Klas
2, yang umum digunakan sebagai tempat tinggal lama atau sementara oleh
sejumlah orang yang tidak berhubungan, termasuk:
Konsep konstruksi tahan api terkait pada kemampuan dinding luar, lantai dan
atap untuk dapat menahan api di dalam bangunan atau kompartemen. Dahulu,
276ndustr yang mengukur ketahanan terhadap kebakaran dihitung dalam
jumlah jam, dan kandungan bahan struktur tahan api. Namun sekarang, hal ini
Dengan demikian, setiap komponen bangunan, dinding, lantai, kolom dan balok,
termasuk lubang saf setiap lantai harus dilindungi material fire stop. Agar dapat
tetap bertahan dan dapat menyelamatkan isi bangunan, meskipun bangunan
dalam keadaan terbakar.
Bahan baja meskipun tidak dapat terbakar (fire proof), tetapi akan meleleh jika
terkena panas yang tinggi (non-fire resistant). Oleh karenanya perlu dilindungi
agar panas yang ditimbulkan oleh api dapat dihambat penjalaran panasnya,
terutama pada kolom bangunan (Gambar 7.4.). Untuk balok baja dapat
digunakan pendekatan yang sama, atau menggunakan langit-langit yang dapat
mencegah perambatan api/panas.
Gambar 7.4. Beberapa Cara untuk Menjadikan Baja Tahan terhadap Api
Untuk bangunan gedung dengan fungsi hunian yang memiliki ketinggian lebih
dari 10 m harus dilengkapi dengan akses yang diberi perkerasan degan area
operasional (bidang kerja) sekurang-kurangnya memiliki lebar 4 m dan Panjang
tidak melebihi 45 m.
Setiap bangunan gedung (kecuali yang memiliki risiko kebakaran rendah) harus
dilengkapi dengan akses yang bebas dari hambatan bagi pemadam kebakaran
yang meliputi jalan kendaraan mobil pemadam kebakaran dan/atau tempat
parkir mobil pemadam kebakaran
Ketentuan jalur masuk harus diperhitungkan berdasarkan volume kubikasi
bangunan gedung sebagai Tabel 7.3 berikut:
Volume bangunan
No Keterangan
gedung [m3]
1 > 7.100 Minimal 1/6 keliling bangunan gedung
2 >28.000 Minimal ¼ keliling bangunan gedung.
3 > 56.800 Minimal ½ keliling bangunan gedung.
4 > 85.200 Minimal ¾ keliling bangunan gedung
5 > 113.600 Harus sekeliling bangunan gedung.
Sumber: PPP nomor 16/2021
Hidran ditempatkan di luar bangunan pada lokasi yang aman dari api (Gambar
7.6) dan untuk menyalurkan pasokan air kedalam bangunan dilakukan dengan
melalui katup Siamese (Gambar 7.7).
Hidran kota bentuknya sama dengan hidran halaman, tetapi mempunyai dua
atau tiga lubang untuk selang kebakaran.
b. Pasokan Air
Pada kota-kota besar, diperlukan air untuk keperluan hidran, selang kebakaran
dan sistem sprinkler yang dapat dipasok dari jaringan pipa air di jalan-jalan
utama. Untuk keperluan praktis, air dapat diperoleh dengan menyedot air dari
kolam renang, waduk, saluran riol kota atau sungai. Pengambilan air laut juga
cukup efektif, asal saja pipa yang digunakan telah dipertimbangkan terhadap
kemungkinan terjadinya korosi. Pada daerah pinggiran kota, di mana kadang
kala pipa distribusi air pada jalan-jalan utama belum tersedia, maka tangki
persediaan air atau bendungan dengan kapasitas penyimpanan yang cukup
besar diperlukan untuk dapat memadamkan api, jika terjadi kebakaran.
Sejumlah cadangan air diperlukan untuk hidran dan sistem sprinkler, dan
umumnya disimpan dalam tempat penyimpanan air tertentu (reservoir). Jika
dimungkinkan/diijinkan, suatu tangki penyimpanan air dapat difungsikan ganda,
baik untuk keperluan keseharian maupun untuk keperluan pemadaman api.
Agar supaya di dalam tangki selalu tetap tersedia cadangan air yang dapat
dipergunakan jika sewaktu-waktu terjadi kebakaran, maka lubang pasokan
(outlet) untuk kebutuhan keseharian dibedakan dengan yang untuk keperluan
pemadaman api. (Gambar 7.9).
AIR Untuk
Keperluan
Keseharian
Cadangan Persediaan Air
Untuk
Keperluan
Pemadaman
Kebakaran
Untuk
Pasokan Air Keperluan
Pengurasan
Sumber: Parlour, 1994, dimodifikasi
Pasokan air dari luar harus ditanam di dalam tanah dan jika seandainya
dipasang di atas permukaan tanah, maka pipa perlu ditopang oleh struktur yang
tidak runtuh pada saat terjadi kebakaran.
c. Tangki Air
d. Tekanan Air
Tekanan air di berbagai lokasi kota berbeda. Pada umumnya tekanan air tidak
cukup kuat untuk hidran/selang kebakaran yang ditempatkan pada ketinggian
lebih dari 14 m dari permukaan tanah. Untuk kondisi ini, pompa sangat
diperlukan untuk memberikan tekanan yang cukup. Pada lokasi di mana
pasokan air tidak cukup, maka tangki air di atas bangunan dan pompa tekan
(booster pump) diperlukan untuk bangunan yang mempunyai ketinggian kurang
dari 25 m.
Seusai PP nomor 16 tahun 2021 dan SNI 03 – 1746 – 2000 tentang Tata Cara
Perencanaan dan Pemasangan Sarana Jalan Keluar untuk Penyelamatan
terhadap Bahaya Kebakaran pada bangunan gedung, harus disediakan sarana
evakuasi (means of egress) untuk evakuasi keselamatan jiwa dari bahaya
kebakaran yang menerus dan tidak terhalang oleh benda apapun.
Sarana evakuasi terdiri dari (Gambar 7.10):
Salah satu komponen sarana evaluasi adalah akses eksit berupa pintu tahan
api. (TKA sekurang-kurangnya dua jam). Beberapa syarat akses eksit yang
perlu dipenuhi oleh pintu keluar (Gambar 7.11), di antaranya akses eksit:
Jarak antar pintu tangga kebakaran yang disyaratkan tidak terlalu berdekatan
dan juga memiliki batas jarak maksimum antara tangga yang satu dengan yang
lainnya (Gambar 7.12).
Pada tangga kebakaran yang dilengkapi dengan pipa tegak yang digunakan
untuk memasok air bagi pemadaman di suatu lantai bangunan tinggi, jarak
maksimum antar pintu tangga kebakaran maksimum 38 m. Adapun pipa tegak
dapat diletakkan di dalam lobi lif kebakaran (dalam kompartemen pencegah
asap), di luar tangga daurat dalam saf yang terlindung, dan/atau di dalam ruang
tangga kebakaran (Gambar 7.13).
Jumlah Tangga dan Lebar Tangga Kebakaran pada bangunan bertingkat yang
digunakan untuk kepentingan umum memiliki lebar minimal 1,20 m, dan jumlah
tangga yang perlu disediakan minimal dua buah untuk sirkulasi manusia,
dengan.
Untuk bangunan dengan ketinggian kurang dari 7,5 m, tangga sirkulasi dapat
dipergunakan sebagai tangga kebakaran, sedang untuk bangunan di atas
delapan lantai, kurang dari 20 m, dan bangunan yang lebih dari 20 m. Perlu
dilengkapi dengan tangga kebakaran dan persyaratan evakuasi darurat lainnya.
2). Bangunan gedung yang bukan tempat parkir sisi terbuka dengan luas
tingkat bangunan gedung seluas 600 m2 atau lebih, yang bagian atas
tingkat tersebut tingginya 7,5 m di atas level akses, harus dilengkapi dengan
saf untuk tangga pemadam kebakaran yang tidak perlu dilengkapi dengan
lif pemadam kebakaran.
3). Bangunan gedung dengan dua atau lebih lantai besemen yang luasnya lebih
dari 900 m2 harus dilengkapi dengan saf tangga kebakaran yang tidak perlu
memasang lif pemadam kebakaran.
Peraturan tentang tangga kebakaran dan pintu darurat berbeda antara satu
negara dengan negara lain, namun pendekatan bagi sistem pintu keluar
pada dasarnya sama, yaitu memberi kemudahan bagi penghuni/pengguna
bangunan untuk dapat selamat keluar dari bangunan yang terbakar atau
terkena musibah/bencana lainnya.
Persyaratan tangga kebakaran, khususnya yang terkait dengan kemiringan
tangga, jarak pintu dengan anak, tinggi pegangan tangga dan lebar serta
ketinggian anak tangga, dapat dilihat pada Gambar 7.15 dan diwajibkan
untuk bangunan yang memiliki ketinggian antara 7,5 m dan 20 m (lihat
Gambar 7.14 tengah).
Pintu pada tangga kebakaran hanya terbuka ke arah dalam tangga, kecuali
pintu di lantai dasar, pintu hanya terbuka ke arah luar. Jika bangunan
mempunyai basemen, maka tangga turun dari lantai 1 dan tangga naik dari
basemen harus disekat, agar orang yang ingin ke lantai dasar tidak tersesat
(Gambar 7.16).
Untuk bangunan tinggi yang ketinggiannya lebih dari 20 m (lihat Gambar 7.14
kiri), tangga kebakarannya harus dilengkapi dengan saf kebakaran dan lobi
pengendali asap serta memiliki pipa tegak di dalamnya (Gambar 7.17).
Lobby untuk
Pemadam Kebakaran
Lif untuk
Pemadam Kebakaran
Berada di dalam
Shaft Kebakaran
Pada saat kebakaran atau kondisi darurat, terutama pada bangunan tinggi,
tangga kedap api/asap merupakan tempat yang paling aman dan harus bebas
dari gas panas dan beracun. Ruang tangga yang bertekanan (pressurized stair
well) diaktifkan secara otomatis pada saat kebakaran (Gambar 7.18).
Pada gedung yang sangat tinggi perlu ditempatkan beberapa kipas udara
(blower) untuk memastikan bahwa udara segar yang masuk ke dalam ruang
tangga jauh dari kemungkinan masuknya asap. Di samping itu, pada bangunan
yang sangat tinggi perlu dilengkapi dengan saf kebakaran yang berisi tangga
darurat, lobby untuk pemadam kebakaran dan lif kebakaran.
Beberapa tipikal tangga kebakaran tahan api lain yang juga kerap digunakan
(Gambar 7.19).
Beberapa tipikal tangga kedap asap, baik yang menggunakan ventilasi alamiah
(Gambar 7.20.a dan Gambar 7.20.b) maupun dengan ventilasi mekanik
(Gambar 7.20.c).
Tangga
D
D
min.
180
cm
A
a. Tangga Kedap Asap dengan Ventilasi Alamiah
Tangga
Balkon
Terbuka
Tangga
D
min. 180 cm
Saluran Udara
Ventilasi Mekanik
c. Tangga Kedap Asap dengan Ventilasi Mekanis
Catatan:
Hal lain yang penting untuk diperhatikan adalah lokasi pintu keluar dan jarak
dari pintu keluar ke tempat yang aman di luar bangunan dan tidak memiliki
lorong/ujung buntu. Lintasan yang berupa koridor memiliki batasan
sebagaimana tertera pada Tabel 7.5.
Tabel 7.5. Lintasan Bersama, Ujung Buntu dan Batas Jarak Tempuh
Hunian Pendidikan:
Baru 23 30 6,1 15 45 d) 61 d)
Yang sudah ada 23 30 6,1 15 45 d) 62 d)
Hunian Perawatan:
Harian Baru 23 30 6,1 15 45 d) 61 d)
Yang sudah ada 23 30 6,1 15 45 d) 61 d)
Perawatan Kesehatan:
Baru TS TS 9,1 9,1 TT 61 d)
Yang sudah ada TS TS TS TS 45 d) 61 d)
Perawatan Ambulatori:
Baru 23 e) 30 e) 6,1 15 45 d) 61 d)
Yang sudah ada 23 g) 30 f) 1,5 15 45 d) 61 d)
Hunian Rumah Tahanan
dan Lembaga
Pemasyarakatan:
Baru-memakai kondisi 15 30 15 15 45 d) 61 d)
II,III, IV
Baru memakai kondisi V 15 30 6,1 6,1 45 d) 61 d)
Yang sudah ada
memakai kondisi 15 f) 30 f) TS TS 45 d) 61 d)
II,III,IV,V
Apartemen:
Baru 10,7 g) 15 g) 10,7 15 53 d.a) 99 d.a)
Yang sudah ada 10,7 g) 15 g) 15 15 53 d.b) 99 d.b)
TS = tidak disyaratkan.
TT = tidak diterapkan.
a) = untuk lintasan bersama melayani > 50 orang, 6,1 m; untuk lintasan
bersama melayani 50 orang 23 m.
b) = ujung buntu di koridor diizinkan 6,1 m, ujung buntu di gang diizinkan 6,1 m.
c) = pada hunian pertemuan, pertimbangan khusus untuk tempat duduk di arena
atau stadion yang diproteksi terhadap asap.
d) = dimensi ini untuk jarak tempuh total, dianggap bagian yang menanjak
mempunyai utilitas penuh untuk maksimum yang diizinkan; untuk jarak
tempuh di dalam ruangan,dan dari pintu akses eksit ruangan ke eksit lihat
kondisi hunian yang sesuai.
e) = lihat jenis hunian bisnis.
f) = lihat jenis hunian rumah tahanan dan lembaga pemasyarakatan untuk
pertimbangan khusus dari jalur bersama yang sudah ada.
g) = dimensi ini adalah dari pintu akses eksit ruangan/koridor atau suite/koridor
ke eksit, jadi diterapkan ke jalur bersama koridor.
Komponen penting lain dari sarana jalan keluar adalah koridor dan jalan keluar.
Pada koridor dan jalur keluar harus dilengkapi dengan tanda yang menunjukkan
arah dan lokasi pintu keluar (Gambar 7.21). Tanda ‘EXIT’ atau ‘EKSIT’ dengan
anak panah, yang menunjukkan arah menuju pintu keluar atau tangga
kebakaran/darurat, dan harus ditempatkan pada setiap lokasi di mana pintu
keluar terdekat tidak dapat langsung terlihat.
Tanda ‘EXIT’ harus dapat dilihat dengan jelas, diberi lampu yang menyala pada
kondisi darurat dengan kuat cahaya tidak kurang dari 50 lux dengan luas tanda
minimum 155 cm2 dan ketinggian huruf tidak kurang dari 15 cm (tebal huruf
minimum 2 cm).
Pada lantai yang memiliki luas > 5.000 m2, perlu dilengkapi dengan pintu
otomatis untuk mencegah penjalaran api dan asap (Gambar 7.22 bawah)
Mengalirkan asap dari dalam gedung akan mengurangi bahaya bagi petugas
pemadam kebakaran dan akan mempercepat pencarian sumber api.
Pengeluran asap melalui atap akan menyebabkan terjadinya pertukaran udara
yang lebih dingin berasal dari luar yang masuk dari lantai yang lebih rendah.
Masuknya udara segar ini akan menyebabkan api bertambah besar (adanya
tambahan pasokan oksigen). Hal ini tentunya bukan sesuatu hal yang dilematis,
karena pertimbangan utama adalah mengurangi jumlah asap dalam bangunan
dan memungkinkan petugas pemadam kebakaran untuk dapat melihat dengan
lebih jelas, sehingga mengetahui dengan pasti permasalahan yang dihadapi.
Adanya pengaliran asap memungkinkan petugas pemadam kebakaran untuk
mengendalikan api tanpa kesulitan pandangan. Di samping itu, bekerja pada
kondisi yang lebih dingin tanpa menggunakan alat bantu pernapasan akan lebih
memudahkan pekerjaan pemadaman api.
Sebelum tahun 1982, atrium dilarang pada bangunan tinggi, karena dikuatirkan
atrium dapat menjadi cerobong asap bagi penjalaran api dan asap ke seluruh
bangunan. Tetapi sekarang banyak bangunan tinggi mempunyai atrium di
dalamnya. Hal ini diijinkan dengan mempertimbangkan hal-hal sebagaimana
terlihat pada Gambar 7.26.
b. Bangunan tinggi
Menggunakan sistem ‘A’ atau ‘B’, jika luasnya kurang dari 1.000 m 2 dan
ketinggian bangunan kurang dari 25 m, tetapi jika luasnya lebih dari 1.000
m2, maka digunakan sistem ‘B’.
Menggunakan sistem ‘D’, jika luas panggung pertunjukkan lebih dari 200 m2,
dan menggunakan sistem ‘C’ atau ‘D’, jika bangunan kurang dari 14 m.
Untuk penghuni/pengguna pada lantai atas suatu bangunan tinggi, untuk orang
penyandang disabilitas atau orang sakit dan orang lanjut usia, maka tempat
yang aman adalah suatu ruangan di dalam bangunan itu yang dapat menahan
bahaya api untuk jangka waktu tertentu. Dindingnya harus dapat menahan api
Dewasa ini makin banyak didirikan bangunan gedung tinggi, sehingga menuntut
pemenuhan keselamatan kebakaran yang lebih ketat. Pemenuhan keselamatan
kebakaran selain dengan pendekatan preksriptif juga dengan pendekatan
berbasis kinerja (performance-based fire protection) dengan dukungan simulasi
kebakaran dan evakuasi. Dan dengan makin banyaknya ancaman bahaya teror
pada bangunan tinggi, maka perlu dicari upaya untuk dapat mengevakuasi
5.000 orang dalam waktu kurang dari 30 menit tanpa menggunakan tangga atau
lif. Sekarang banyak digunakan perangkat lunak (software) untuk melakukan
simulasi waktu yang diperlukan untuk evakuasi orang dalam bangunan gedung
jika terjadi kebakaran (Gambar 7.27).
Dari Gambar 7.27 terlihat bahwa dalam waktu 382,3 detik sudah 577 dari 588
orang yang berhasil keluar dari dalam bangunan gedung.
Di Amerika Serikat baru-baru ini dikembangkan suatu sistem yang merupakan
fasilitas evakuasi, sebagai uapaya yang terakhir, jika orang terperangkap pada
bangunan tinggi. Teknologi ini bergantung pada tahanan udara dinamik.
Sistem yang terlihat pada Gambar 7.28 ini terdiri dari kipas udara dengan empat
bilah baling-baling yang lebarnya 30 cm. Di mana ujung yang satu terkunci pada
sumbu gulungan. Rangka utama ini dilengkapi dengan landasan luncur yang
menjorok sekitar 30 cm. Keluar bukaan jendela atau balkon. Orang dengan
berat sekitar 45 kilogram akan mendarat pada kecepatan 2,4, sampai 2,7
m/detik, sama dengan kecepatan orang melompat dari ketinggian kursi. Setiap
orang memiliki gulungannya masing-masing dan akan terlepas dengan
sendirinya begitu orang tersebut tiba di tanah, sehingga gulungan kabel dapat
digunakan oleh orang berikutnya.
Penempatan Chute dapat juga dilakukan di luar ruang tangga, tapi tetap berada
di dalam saf kebakaran, seperti terlihat pada Gambar 7.30.
Catatan:
A – pada di bawah lantai 3, 5, 7, 15, 17, 19, dan 21
B – pada di bawah lantai Lobby Utama, 1, 9, 11, 13, 22, dan 24
C – pada di bawah lantai podium
D – pada di bawah lantai Lobby Atas, 2, 4, 6, 8, 10, 12, 14, 16, 18, 20, fire check, 23 dan atap
1) Peluncur
Ada dua jenis peluncur, peluncur tunggal dan peluncur ganda yang arah
berputarnya dapat searah jarum jam atau berlawanan arah jarum jam
(Gambar 7.32).
Berbeda dengan alat untuk evakuasi yang tertera pada Gambar 7.28,
evacuator dipasang di dinding dekat jendela. Evacuator memiliki pilihan
dari yang digunakan untuk perorangan (individual) sampai untuk yang
dapat digunakan untuk beberapa orang sekaligus.
Kapasitas alat ini mampu memikul beban sampai 254 kg dan dapat
digunakan untuk ketinggian dari 6 – 300 m. Sebelum keluar dari jendela
ujung tali baja dikaitkan pada rompi yang dikenakan pada orang dan
orang akan meluncur sesuai dngan beratnya ke bawah (Gambar 7.33).
Alat ini dilengkapi dengan sistem rem hidrolik otomatis, agar orang tiba
di tanah dengan aman.
Sumber: https://evacuator.com/en/product/
Dengan cara kerja mirip dengan yang ada di Gambar 7.28 dan evacuator
(Gambar 7.34), sky saver ditempatkan dalam tas punggungl (back pack)
dan digunakan untuk perorangan (Gambar 7.34). Alat ini sangat praktis,
kenakan seperti tas punggung, kunci seperti menguci sabuk pengaman,
lalu kaitkan ujung tali baja pada pengait dekat jendela dan orang dapat
melompat melalui jendela.
Alat ini mungkin yang paling canggih dan aman. Dalam keadaan normal,
alat ditempel pada dinding. Pada saat ada kondisi bahaya, penutup atap
dibuka dan semacam tas punggung dikenakan pada manusia.
Sebagaimana halnya dengan Sky Saver dan E-vast, pada alat ini
dilengkapi dengan tali baja yang satu ujungnya dipasang di tempat alat
di tembok dan ujung lain ada di pengunci tas punggung. Kemudian,
orang duduk membelakangi jendela dan parasut dalam tas mulai
mengembang jika tuas ditarik. Dalam hitungan detik parasut
mengembang dan ujung tali kabel lepas, dan orang terdorong keluar.
Tali baja akan lepas secara otomatis pada saat orang sudah berada di
luar gedung.
Sumber: https://cosmic-rs.com/index.php/2019/02/12/evacuation-system-parachute/?lang=en
Kecepatan evakuasi orang pada bangunan pada saat kebakaran baru saja
terjadi, akan mengurangi kemungkinan penghuni/pengguna bangunan yang
celaka/luka. Untuk keperluan ini, detektor asap dan panas akan memberikan
peringatan dini dan dengan demikian memberikan banyak manfaat pada
bangunan, karena biasanya evakuasi orang keluar gedung umumnya
membutuhkan waktu yang cukup panjang.
Jika kebakaran diketahui secara lebih awal, maka kebakaran yang terjadi dapat
ditanggulangi oleh penghuni/pengguna bangunan itu sendiri, sebelum api
menjadi besar dan tak terkendali. Sangat penting untuk segera memberitahukan
barisan/unit pemadam kebakaran tentang adanya suatu kebakaran. Alat
Pemadam Api Portabel – APAP (Fire Extinghuiser) telah membuktikan manfaat
bagi penggunaan praktis oleh orang sebagai pencegah kebakaran kecil,
termasuk oleh orang yang tidak berpengalaman.
Kotak hidran/selang kebakaran di mana juga terdapat pipa tegak untuk pasokan
air harus diletakkan di tempat yang mudah terjangkau dan relatif aman,
umumnya diletakkan di dekat pintu darurat (Gambar 7.39).
Saluran Udara Tekan
Kotak Pipa
Hidran Kebakaran
min. 120 cm
Lokasi ditempatkan di luar bangunan yang aman dari api dan penyaluran
pasokan air ke dalam bangunan dengan menggunakan katup Siamese yang
ditempatkan dekat dengan Hard Standing (lihat Gambar 7.6 dan Gambar 7.7).
Untuk gedung yang tidak secara terus menerus digunakan, peringatan dini
kebakaran dengan menggunakan peralatan otomatis sangat diperlukan, agar
barisan/unit pemadam kebakaran dapat segera menanggulangi kebakaran
yang terjadi. Penyembur air/gas (sprinkler) menyediakan suatu bentuk
peringatan dan terbukti merupakan alat pencegah/pemadam api yang baik,
sebelum api menjadi besar dan tak terkendali serta menimbulkan banyak
kerugian pada manusia, bangunan dan isinya. Pada banyak bengunan tinggi,
sprinkler ini memberikan reaksi (response) yang cepat pada saat terjadinya api
dan memberikan waktu yang cukup bagi penghuni/pengguna bangunan untuk
mengatur proses evakuasi.
Air tidak selalu cocok untuk memadamkan api yang berasal dari cairan yang
berat jenisnya lebih ringan dari air (seperti: bensin dan spritus/alkohol), atau api
yang disebabkan oleh arus pendek listrik, karena dapat membahayakan orang
akibat sengatan listrik. Air juga dapat merusak isi bangunan (misalnya: buku dan
alat-alat elektronik). Oleh karenanya, tempat penyimpanan benda-benda seni,
penggunaan busa, zat kimia kering dan karbon dioksida (CO2) mungkin lebih
cocok untuk memadamkan api.
Sprinkler dipasang pada jarak tertentu dan dihubungkan dengan jaringan pipa
air bertekanan tinggi (minimum 0,5 kg/cm2). Kepala sprinkler dirancang untuk
berfungsi jika mencapai suhu tertentu (Gambar 7.40). Umumnya dirancang
untuk suhu 68o C dan air akan memancar pada radius sekitar 2,50 m (Gambar
Jika sprinkler bekerja, tekanan air dalam pipa akan turun, dan sensor otomatis
akan memberi tanda bahaya (alarm) dan lokasi yang terbakar akan terlihat pada
panel pengendalian kebakaran. Meskipun sistem sprinkler tidak pernah aktif
untuk jangka waktu yang cukup panjang, namun sistem tersebut harus selalu
dalam keadaan siap jika sewaktu-waktu terjadi kebakaran. Untuk itu perlu
dilakukan pemeriksaan dan latihan kebakaran secara berkala.
Pada sistem jaringan sprinkler, dikenal dengan dua tipikal jaringan sprinkler,
yaitu jaringan sprinkler pipa kering (Gambar 7.43) dan jaringan sprinkler pipa
basah (Gambar 7.44).
Sumber: https://www.minimax.com/ro/en/technologies/water-suppression-systems/sprinkler-systems/
Gambar 7.45. Sistem Tangki Air dan Pompa
APAP harus ditempatkan sedemikian rupa sehingga mudah dilihat dan dicapai
serta tidak terhalang. Untuk semua jenis APAP yang biasanya dikemas dalam
bentuk tabung harus memenuhi syarat yang mengacu pada SNI 180:2021
tentang Alat Pemadam Api Portabel (APAP) yang dulu dikenal dengan Alat
Pemadam Api Ringan (APAR), sebagai berikut:
a. Tabung harus dalam keadaan baik
b. Etiket/Label mudah dibaca dengan jelas dan dapat dimengerti
c. Sebelum digunakan, segel harus dalam keadaan baik (tidak rusak).
d. Selang harus tahan terhadap tekanan tinggi.
e. Bahan baku pemadam selalu dalam keadaan baik.
f. Isi tabung gas sesuai dengan tekanan yang disyaratkan.
g. Belum kadaluwarsa penggunaannya
h. Warna tabung harus mudah dilihat (merah, hijau, biru atau kuning).
Tanda
Golongan Zat/bahan pemadam Memadamkan
Pengenal
Huruf ‘A’ pada
Air bertekanan, zat-zat Bahan padat bukan
dasar
kimia larut, asam soda, logam, kayu, kertas,
A berbentuk ‘segi
busa Mono-amonium fosfat, plastik, karpet tekstil,
tiga’ warna
diamonium fosfat. dll.
hijau
Zat asam arang (CO2), zat
Huruf ‘B’ pada
kimia kering dengan natrium
Bahan cair, bensin, dasar
dan kalium bikarbonat,
B minyak tanah, LPG, berbentuk ‘segi
bromiumtrifluoromethan
solar, dll. empat’ warna
karbon tetra klorida,
merah
khlorobromethan
Zat yang tidak
menghantarkan listrik, zat
Huruf ‘C’ pada
azam arang (CO2), zat kimia Peralatan listrik
dasar
kering dengan batrium dan bertegangan,
C berbentuk
kalium bikarbonat, transformator, instalasi
‘lingkaran’
bromiumtrifluoromethan listrik, dll.
warna biru
karbon tetra klorida,
khlorobromethan
Bahan logam,
Bubuk kering, senyawa
magnesium, lithium,
D mengandung garam dapur,
senyawa natrium-
grafit, grafit-fosfor.
kalium, dll.
APAP yang menggunakan air dapat berupa air (wáter) dengan pompa tangan,
air bertekanan dan asam soda (soda acid).
Ada dua macam busa (foam), busa kimia dan busa mekanik. Busa kimia
dihasilkan dari larutan dua macam bahan kimia, yaitu AlSO4 (aluminium sulfat)
dan NaHCO3 (sodium bikarbonat).
Serbuk kimia kering (dry powder) yang digunakan adalah NH4H2PO4 (amonium
hidro fosfat), 2 NaHCO3 (natrium bikarbonat), 2 CaHCO3 (kalsium bikarbonat)
dan CO2 (karbon dioksida).
Gas halon adalah gas yang pada sekitar 485o C akan mengalami proses
penguraian dan akan mengikat hidrogen dan oksigen dari udara dan
menghasilkan unsur baru HF (hidrogen florida), HBr (hidrogen bromida) dan
senyawa-senyawa karbon halida (COF2 dan COBr2). Jenis gas halon yang
digunakan adalah Halon 1301 (BTM – bromotrifluormethan CBrF3), Halon 1211
(BCF – bromokhlorodifluoromethan CBrClF2), Halon 1202 (DBF –
dibromodifluoromethan CBr2F2), Halon 1011 (CBM – khlorobromethan
CH2BrCl), Halon 1040 (CTC – karbontetrakhlorida CCl4) dan Halon 1001
(methylbromide CH3Br). Halon 1301 digunakan untuk kebakaran terhadap
peralatan elektronik.
Penggunaan dari tipe bahan yang digunakan dapat dilihat pada Gambar 7.47
berikut ini.
Tabel. 7.11.
Ukuran APAP dan Penempatannya untuk Bahaya Kebakaran Kelas A
Hidran perlu dipasang pada semua gedung yang mempunyai ketinggian lebih
dari tiga lantai, dengan pengecualian:
a. Tangki air di atas bangunan diperlukan untuk bangunan yang tingginya lebih
dari 25 m, dan pada bangunan yang tingginya kurang dari 25 m yang
pasokan air dari saluran distribusi tidak mencukupi.
b. Sebuah pompa tekan dengan tenaga diesel/listrik dipasang berdekatan
dengan tangki air di atas bangunan.
c. Sebuah pompa tekan dipasang di lantai dasar, jika ketinggian bangunan
lebih dari 14 m.
Jalur distribusi dan jaringan pipa untuk instalasi hidran dapat dilihat pada
Gambar 7.48 dan untuk instalasi yang menggunakan sprinkler dapat dilihat
pada gambar 7.49.
Bangunan Tertutup
Bangunan Tertutup
Klasifikasi dengan Ruangan
Jumlah per luas
Bangunan Terpisah
lantai
Jumlah per luas lantai
A 1 buah per 800 m2 2 buah per 800 m2
B 1 buah per 1000 m2 2 buah per 800 m2
C 1 buah per 1000 m2 2 buah per 1000 m2
D Ditentukan sendiri Ditentukan sendiri
Catatan:
Bangunan Klas A
Bangunan yang komponen struktur utamanya harus tahan terhadap api sekurang-
kurangnya tiga jam.
Bangunan Klas B
Bangunan yang komponen struktur utamanya harus tahan terhadap api sekurang-
kurangnya dua jam.
Bangunan Klas C
Bangunan yang komponen struktur utamanya harus tahan terhadap api sekurang-
kurangnya setengah jam.
Bangunan Klas D
Bangunan yang tidak tercakup dalam klas A, B dan C, tidak diatur dalam ketentuan
ini, tetapi diatur secara khusus, seperti: instalasi nuklir dan bangunan-bangunan yang
digunakan sebagai bahan-bahan yang mudah meledak.
a. Semua bangunan (kecuali gedung parkir terbuka) yang tingginya lebih dari
25 m.
b. Luas area yang ada lebih besar dari luas kompartemen yang disyaratkan.
c. Bangunan dengan tingkat bahaya kebakaran berat yang luasnya lebih dari
2.000 m2.
d. Ruang publik (lobby bioskop/teater) dengan luas panggung pertunjukan
lebih dari 200 m2.
e. Bangunan dengan atrium yang menghubungkan lebih dari dua lantai.
f. Gedung parkir tertutup yang mempunyai kapasitas parkir lebih dari 40 mobil.
a. Tangki persediaan air harus dipasang dalam bangunan yang tingginya lebih
dari 25 m (kecuali gedung parkir tebuka).
b. Sebuah pompa tekan dengan tenaga diesel/listrik dipasang berdekatan
dengan tangki air di atas bangunan.
c. Sebuah pompa tekan dipasang pada lantai dasar, jika ketinggian bangunan
lebih dari 14 m.
d. Sebuah ruang pengendalian kebakaran diharuskan ada di dalam bangunan
yang besar.
Sensor termal pada kepala sprinkler harus dipasang dekat langit-langit. Istilah
respons cepat (seperti istilah respons cepat yang digunakan untuk menentukan
jenis sprinkler tertentu) mengacu pada sensitivitas termal dalam elemen operasi
sprinkler, bukan waktu operasi dalam instalasi tertentu. Banyak faktor lain,
seperti ketinggian langit-langit, jarak, suhu ruang sekitar, dan jarak di bawah
langit-langit, memengaruhi waktu respons sprinkler. Pada sebagian besar
skenario kebakaran, waktu aktivasi sprinkler akan terpendek di mana elemen
termal berada 25,4 mm (1 inci) hingga 76,2 mm (3 inci) di bawah langit-langit.
Sprinkler respons cepat diharapkan beroperasi lebih cepat daripada sprinkler
respons standar dalam orientasi pemasangan yang sama. Untuk tujuan
pemodelan, sprinkler tersembunyi (concealed sprinkler) dapat dianggap setara
dengan pendent springler yang memiliki sensitivitas respons termal yang sama
dipasang 305 mm (12 inci) di bawah langit-langit mulus tanpa halangan, dan
sprinkler tertanam (recessed sprinkler) dapat dianggap setara dengan pendent
sprinkler memiliki sensitivitas respons termal serupa dipasang 203 mm (8 inci)
di bawah langit-langit mulus tanpa halangan (Gambar 7.50).
Letak sprinkler yang berdekatan dengan dinding, balok dan kolom ditentukan
jaraknya berdasarkan peraturan yang berlaku, di mana jarak antar dinding dan
kepala sprinkler tidak boleh melebihi 2,30 m dan dalam hal bahaya kebakaran
sedang atau berat, tidak boleh melebihi 2,00 m.
Kepala sprinkler harus ditempatkan bebas dari kolom. Apabila kolom tersebut
tidak dapat dihindari dan jarak kepala sprinkler terhadap kolom kurang dari 0,60
m, maka harus ditempatkan sebuah kepala sprinkler tambahan pada jarak 2,00
m dari sisi kolom yang berlawanan (Gambar 7.51).
Sedang volume tangki air yang diperlukan untuk jaringan sprinkler, secara
empiris diperoleh:
Secara umum sistem tanda bahaya dibagi atas dua kelompok, tanda bahaya
untuk keadaan darurat yang terkait pada keamanan bangunan (seperti
kebakaran atau gempa), dan yang terkait pada keamanan dari aksi kejahatan
terhadap penghuni/pengguna bangunan (seperti perampokan, pencurian, aksi
teror dan bentuk kejahatan lainnya) dan/atau menjaga kehilangan harta benda
yang ada dalam bangunan.
Sebagai alat pemberi tanda jika terjadi kebakaran, maka bangunan dilengkapi
dengan sistem tanda bahaya (alarm system) yang panel induknya berada dalam
ruang pengendali kebakaran, sedang sub-panelnya dapat dipasang di setiap
lantai berdekatan dengan kotak hidran. Pengoperasian tanda bahaya dapat
dilakukan secara manual dengan memecahkan kaca tombol skakelar tanda
kebakaran atau bekerja secara otomatis di mana tanda bahaya kebakaran
dihubungkan dengan sistem detektor (detektor asap atau panas) atau sistem
sprinkler (Gambar 7.53).
Pada saat detektor berfungsi, maka pada saat yang bersamaan terlihat pada
monitor yang ada pada panel utama pengendalian kebakaran, dan tanda
bahaya dapat dibunyikan secara manual, atau dapat dilakukan secara otomatis,
yaitu pada saat detektor berfungsi maka terjadi arus pendek, sehingga akan
menyebabkan tanda bahaya tertentu berbunyi (lihat juga pembahasan di Bab
IX butir 9.5.1 – Deteksi dan Alarm Kebakaran).
Soal-Soal Latihan
1. Jelaskan hubungan antara lokasi hard standing, ruang FCC dan tangga
kebakaran,
4. Apa persyaratan bagi evakuasi bagi bangunan gedung tinggi, dan ada
berapa jenis sistem evakuasi yang ada.
10. Dengan menggunakan soal 4.3. hitung jumlah sprinkler dan hidran yang
diperlukan pada bangunan tinggi itu.
… (2020); National Fire Protection Association (NFPA) 1 – Fire Code 2021, Quincy,
Massachusetts.
… (2020); National Fire Protection Association (NFPA) 101– Life Safety 2021, Quincy,
Massachusetts.
… (2020); National Fire Protection Association (NFPA) 5000– Building Construction and
Safety Code 2021, Quincy, Massachusetts.
… (2021). SNI 180:2021, Alat Pemadam Api Portabel (APAP), Badan Standardisasi
Nasional, Jakarta
… (2000). SNI 03-1736-2000, Tata Cara Perencanaan Sistem Proteksi Pasif untuk
Pencegahan Bahaya Kebakaran pada Bangunan Gedung, Badan
Standardisasi Nasional, Jakarta.
… (2000); SNI 03 – 1746 – 2000 tentang Tata Cara Perencanaan dan Pemasangan
Sarana Jalan Keluar untuk Penyelamatan terhadap Bahaya Kebakaran pada
bangunan Gedung, Badan Standardisasi Nasional, Jakarta.
… (2000); SNI 03 – 3989 – 2000 tentang Tata Cara Perencanaan dan Pemasangan
Sistem Sprinkler Otomatis untuk Pencegahan Bahaya Kebakaran pada
Bangunan Gedung, Badan Standardisasi Nasional, Jakarta.
… (2019); https://cosmic-rs.com/index.php/2019/02/12/evacuation-system-parachute/
?lang=en
… (2019); https://escapeconsult.com/35/product-category/ingstrom-escape-chute.html
… (2019); https://evacuator.com/en/product/
… (2021); https://www.minimax.com/ro/en/technologies/water-suppression-systems/
sprinkler -systems/
… (2020); https://surreyfire.co.uk/fire-extinguisher-colours/
Allen E, & Iano J. (2017); The Ardchitect’s Studio Companion – Rules of Thumb for
Preliminary Design 6th Edition, John Wiley & Sons, Inc., New York.
Ballast D. K. (1995); Architect Exam Review Volume II: Nonstructural Topics 3rd
Edition, Professional Publication, Inc, Belmont, California.
Dadras A.S. (1995); Mechanical Systems for Architects, McGraw-Hill, Inc., New York.
Fortner B., (2002); “Emergency Escape System Developed for High-rises”, Civil
Engineering Volume 72, nomor 10, Oktober 2002, American Society of Civil
Engineering, Reston.
Grondzik W.T. et al (2010); Mechanical and Electrical for Buildings, John Wiley & Sons,
Inc., Hoboken, New Jersey.
Hall F, (1994); Building Services & Equipment 2nd Edition, Longman Scientific &
Technical. Essex, England.
Juwana J.S. (2005); Panduan Sistem Bangunan Tinggi untuk Arsitek dan Praktisi
Bangunan, Penerbit Erlangga, Jakarta.
Mansor H. Et al (2019); “Evacuation egress in high rise building: Review of the current
design evacuation solution”, MATEC Web of Conferences Volume 258, 2019,
International Conference on Sustainable Civil Engineering Structures and
Construction Materials (SCESCM 2018).
Petterson J. (1993); Simplified Design for Building Fire Safety, John Wiley & Soms, Inc.,
New York.
Woollaston (2015), “SkySaver backpack lets you ABSEIL down multi-storey buildings to
escpe fires”, Mail Online, 10 Agustus 2015.
Christopher Morley
Pipa untuk sprinkler meskipun tidak termasuk dalam sistem plambing, namun
karena pasokan airnya dapat menyatu dengan penampungan air keseharian,
jaringannya kadang-kadang diintegrasikan dengan jaringan pipa plambing.
Jaringan pipa ini dilengkapi dengan fitur air, seperti keran air, perangkap udara
(air trap), pembuangan (clean out) dan perlengkapan saniter (tempat cuci,
kloset, dan urinal)
Untuk tujuan konservasi air, sistem palmbing juga dilengkapi dengan jaringan
pipa daur-ulang, yang mengubah air limbah menjadi setara air buangan melalui
proses di instalasi pengolahan air limbah – IPAL (sewerage treatment plant –
STP). Air buangan ini selanjutnya dengan instalasi penjernihan air (water
treatment plant – WTP) dihasilkan air bersih yang dapat digunakan untuk
keperluan keseharian. Selanjutnya, dengan melakukan penyaringan yang baik,
air bersih ini dapat dijadikan air yang dapat langsung diminum (potable water).
Sistem plambing adalah salah satu sistem utilitas pada bangunan gedung yang
berkaitan dengan pemasangan jaringan pipa dan perlengkapannya, untuk
menyediakan air bersih yang cukup dan disalurkan ke seluruh bagian bangunan
gedung, serta menyediakan sistem pembuangan air buangan dan air limbah,
termasuk jaringan pipa gas alam (Gambar 8.1) yang memenuhi standar
kesehatan dan kenyamanan bangunan gedung.
a. mutu air yang didistribusikan melalui pipa tidak terkontaminasi dan memenuhi
baku mutu air bersih;
b. Perlindungan konstruksi
Peletakan pipa dan segala perlengkapan plambing bisa membebani dan
merusak konstruksi gedung. Oleh karenanya, dalam pemasangan plambing
c. Perlindungan pipa
Selain perlindungan konstruksi, pipa yang dipasang juga harus terlindungi dari
kerusakan. Untuk melindunginya, pipa bisa diberi lapisan cat atau aspal.
Dengan begitu, kondisi pipa tetap aman dan bebas dari korosi ataupun berkarat.
b. Jaringan air buangan (grey water), yakni saluran air untuk membuang air
bekas dipakai yang masih bisa diproses lagi seperti bekas mandi dan air
wastafel.
e. Jaringan gas alam, berupa instalasi gas alam yang digunakan untuk
keperluan masak.
saluran air untuk menyalurkan air hujan agar bisa digunakan kembali dan
disalurkan ke saluran air kota.
Jika dilihat dari arah pengalirannya, plambing pada gedung bisa dibedakan
menjadi dua yaitu transfer atau pengaliran ke atas, dan distribusi atau
pengaliran ke bawah. Sementara sistem plambing berdasarkan cara kerjanya
bisa dibedakan menjadi beberapa jenis, di antaranya:
b. Menggunakan Tangki
Sistem ini tentu sudah umum digunakan di kalangan masyarakat, khususnya
mereka yang memiliki rumah bertingkat. Untuk menyalurkan air ke seluruh
bagian rumah, hanya dibutuhkan tangki penampung yang menampung air
langsung dari saluran pipa utama.
Air ditekan menggunakan pompa sehingga naik ke tangki air yang ada di atas.
Air yang sudah terisi di tangki atas, kemudian akan dialirkan ke seluruh saluran
air yang ada dalam bangunan dengan tekanan gaya gravitasi.
Instalasi pipa pada bangunan tinggi, digunakan untuk mengalirkan air bersih
(panas dan dingin), air sejuk untuk keperluan tata udara, air untuk keperluan
Jenis pipa yang digunakan juga beragam jenisnya: air bersih dialirkan melalui
pipa besi (steel pipe atau black pipe), pipa galvanis, pipa Poly Vinyl Chloride
(PVC) atau pipa tembaga (copper pipe). Pipa baja (black steel pipe) digunakan
untuk keperluan jaringan pipa hidran dan sprinkler, untuk keperluan
pencegahan dan penanggulangan bahaya kebakaran, karena disyaratkan agar
mampu menahan tekanan tertentu.
Jaringan pipa diatur menurut arah vertikal (riser, down feed, atau stand pipe)
yang disembunyikan dalam saluran di dalam tembok/saf (shaft) sebagaimana
terlihat pada Gambar 8.2, sedang pada arah horizontal, biasanya ditempatkan
di atas langit-langit atau di bawah lantai (lantai mekanikal dan elektrikal).
Untuk membedakan pipa yang satu dengan yang lainnya, maka pipa diberi
warna dan diberi arah alirannya (Tabel 8.1).
Diagram distribusi air bersih (air dingin dan air panas), pasokan untuk kotak
hidran dan menara pendingin, serta jaringan air buangan untuk bangunan tinggi
yang dibagi atas beberapa zona (zona utilitas biasanya melayani sekitar 15
lantai), sebagaimana terlihat pada Gambar 8.3.
Pompa tekan dipasang pada atap atau pada lantai tertentu di mana tangki air
diletakkan, agar dua lantai di bawah tangki air tetap memiliki tekanan air yang
cukup, sedang lantai di bawahnya dialirkan dengan menggunakan gaya
gravitasi.
Umumnya ada dua sistem pasokan air bersih dengan sistem pasokan ke atas
(up feed), baik dengan atau tanpa tangki penampung air, dan pasokan ke bawah
(down feed).
Selanjutnya, untuk air panas biasa dihasilkan oleh peralatan pemanas air, dari
yang kapasitasnya kecil (Gambar 8.6) sampai dengan yang kapasitasnya besar
(Gambar 8.7). Pemanas air ini ada yang menggunakan pembakaran gas,
pemanas listrik atau tenaga surya (Gambar 8.8).
Pada bangunan yang membutuhkan pasokan air dengan mutu terjamin (bebas
dari polutan) atau penggunaan air yang didaur-ulang, seperti halnya pada
keperluan untuk kolam renang, maka pasokan air perlu disaring melalui alat
penyaring bertekanan (pressure filter) sebagaimana terlihat pada Gambar 8.9.
Untuk lebih menjelaskan bagaimana pipa-pipa pembuangan air kotor dan pipa
ventilasi tersebut dihubungkan satu dengan lainnya, maka Gambar 8.12
memperlihatkan salah satu contoh aplikasi yang biasa dilakukan pada
bangunan tinggi.
Perangkap udara dapat berbentuk pipa, tabung (Gambar 8.13), bak kontrol
(Gambar 8.14), atau leher angsa (Gambar 8.15). Perangkap udara ini juga
dapat mencegah masuknya binatang kecil (kecoa, tikus, dan serangga lainnya)
ke dalam ruangan melalui pipa.
Selanjutnya, untuk air buangan atau air kotor yang mengandung lemak (air
buangan dari dapur), maka perlu digunakan perangkap lemak/minyak (grease
trap) seperti terlihat pada Gambar 8.16. Dan untuk memudahkan perbaikan atau
pembersihan saluran pipa, jika terjadi penyumbatan oleh benda-benda atau
kotoran, maka pada saluran pembuangan disediakan lubang kontrol untuk
pembersihan (clean out – CO), yang dapat ditempatkan pada lantai atau berupa
sumbat pada ujung pipa (Gambar 8.17).
Pada bangunan rumah tinggal, air buangan/air kotor dibuang melalui septik tank
dan selanjutnya dialirkan kembali ke dalam tanah melalui rembesan. Namun
pada bangunan tinggi penggunaan septik tank dirasa kurang memadai, oleh
Sistem pengolah limbah pada dasarnya terdiri dari dua proses utama, yaitu
proses mekanikal, berupa penyaringan, pemisahan dan pengendapan, serta
proses biologi/kimia, berupa proses aktivitas bakteri yang memanfaatkan O2 dari
udara (aerob) dan proses netralisasi cairan dengan asam atau memasukkan
bahan kimia untuk oksidasi, seperti aerasi dengan menggunakan molekul O2,
proses pengolahan endapan aktif (activated sludge process) dan pemusnahan
kuman (desinfection) dengan menggunakan kaporit (chlorine).
Secara skematik, proses pengolahan limbah dapat dilihat pada Gambar 8.19.
8.2.4. Sampah
1) sisa-sisa makanan;
2) kulit biji, sayur mayur & buah-buahan;
3) tulang hewan;
4) kotoran hewan;
5) kotoran manusia;
6) kayu;
7) dedaunan;
8) bangkai hewan; dan
9) sampah organik dari rumah sakit.
b. Sampah Non-organik/anorganik
1) bahan kertas;
2) bahan plastik;
3) bahan kain/tekstil;
4) bahan kaca/gelas; dan
5) bahan metal/logam (aluminium/kaleng).
6)
1) limbah radioaktif;
2) limbah batere;
3) limbah komponen elektronik;
4) limbah pelarutan kerak (bahan kimia);
5) limbah minyak; dan
6) limbah cucian (sabun/deterjen).
Adakalanya mesin pendingin air yang biasa digunakan untuk sistem tata udara
berfungsi pula sebagai pemanas air, khususnya yang menggunakan Absorption
Chiller/Heater.
Gambar 8.23 menunjukkan integrasi pemipaan yang digunakan untuk air dingin,
air sejuk/dingin, air hangat, air panas, pipa pembuangan dan pemasok bahan
bakar, serta cerobong asap.
Untuk membuat instalasi plambing yang sesuai dengan wilayah dan bentuk
bangunannya, maka plambing membutuhkan perencanaan yang cermat dan
teliti. Hal wajib yang harus diperhatikan dalam perancangan sistem plambing
meliputi:
-
Tempat Pria Wanita Pria Pria Wanita 1: 1-250 1 tempat cuci/jemur
1: 1-100 1: 1-25 1: 1-200 1: 1-200 1: 1-200 2: 251-500
berkumpul
2: 101-200 2: 26-50 2: 201-300 2: 201-400 2: 201-400 3: 501-750
(bioskop, tempat 3: 201-400 3: 51-100 3: 301-400 3: 401-600 3: 401-600
konser, 4: 101-200 4: 401-600 4: 601-750 4: 601-750
auditorium) 6: 201-300
8: 301-400
Lebih 400, penambahan 1 Lebih 600, Lebih 750, penambahan 1 Lebih 750,
setiap tambahan 500 pria dan penambahan setiap tambahan 250 pria dan penambahan
penambahan 1 setiap 1 setiap penambahan 1 setiap 1 setiap
tambahan 125 wanita tambahan tambahan 200 wanita tambahan
300 pria 500 orang
-
Tempat Pria Wanita Pria Pria Wanita 1: 1-250 1 tempat cuci/jemur
berkumpul 1: 1-50 1: 1-25 1: 1-200 1: 1-150 1: 1-150 2: 251-500
(restoran, pubs, 2: 51-150 2: 26-50 2: 201-300 2: 151-200 2: 151-200 3: 501-750
lounge, night 3: 151-300 3: 51-100 3: 301-400 3: 201-400 4: 201-400
clubs dan aula 4: 301-400 4: 101-200 4: 401-600
makan) 6: 201-300
8: 301-400
Lebih 400, penambahan 1 Lebih 600, Lebih 400, penambahan 1 Lebih 750,
setiap tambahan 250 pria penambah setiap tambahan 250 pria penambah
dan penambahan 1 setiap an 1 setiap dan penambahan 1 setiap an 1 setiap
tambahan 125 wanita tambahan tambahan 200 wanita tambahan
300 pria 500 orang
-
Tempat Pria Wanita Pria Pria Wanita 1: 1-250 1 tempat cuci/jemur
berkumpul 1: 1-100 1: 1-25 1: 1-200 1: 1-200 1: 1-100 2: 251-500
dengan tempat 2: 101-200 2: 26-50 2: 201-300 2: 201-400 2: 101-200 3: 501-750
duduk permanen 3: 201-400 3: 51-100 3: 301-400 3: 401-600 4: 201-300
maupun tidak 4: 101-200 4: 401-600 4: 601-750 5: 301-500
permanen 6: 201-300 6: 501-750
(museum, tempat 8: 301-400
ibadah, Masjid,
perpustakaan,
ruang ajar besar, Lebih 400, penambahan 1 Lebih 600, Lebih750, penambahan 1 Lebih 750,
gymnasium, setiap tambahan 500 pria penambah setiap tambahan 250 pria penambah
tempat renang dan penambahan 1 setiap an 1 setiap dan penambahan 1 setiap an 1 setiap
indoor) tambahan 125 wanita tambahan tambahan 200 wanita tambahan
300 pria 500 orang
Tempat Wudhu
Pria Wanita Pria Pria Wanita 1 untuk
1 untuk 50 1 untuk 50 1: 1-25 1: 1-50 1: 1-50 150 Pria Wanita
2: 26-50 2: 51-100 2: 51-100 1: 1-10 1: 125
3: 51-100 3: 101-150 3: 101-150 2: 11-20 2: 26-50
4: 101-200 4: 151-200 4: 151-200 3: 21-30
6: 201-300 4: 31-40
8: 301-400 5: 41-50
Penambah- Penambah- Lebih 400, Lebih 200, penambahan 1 Lebih 50, penambahan
an 1 untuk an 1 untuk penam- untuk setiap tambahan 100 1 untuk setiap
setiap setiap bahan 1 pria dan penambahan 1 tambahan 15 pria dan
tambahan tambahan untuk untuk setiap tambahan 100 penambahan 1 untuk
100 pria 100 wanita setiap wanita. setiap tambahan 30
tambahan wanita
50 pria
-
Tempat Pria Wanita Pria Pria Wanita 1: 1-250 1 tempat cuci/jemur
berkumpul 1: 1-100 1: 1-25 1: 1-200 1: 1-200 1: 1-100 2: 251-500
dengan tempat 2: 101-200 2: 26-50 2: 201-300 2: 201-400 2: 101-200 3: 501-750
duduk terbatas 3: 201-400 3: 51-100 3: 301-400 3: 401-750 4: 201-300
(kolam renang, 4: 101-200 4: 401-600 5: 301-500
skating rinks, 6: 201-300 6: 501-750
arena dan 8: 301-400
gymnasium)
Lebih 400, penambahan 1 Lebih 600, Lebih 750, penambahan 1 Lebih 750,
setiap tambahan 500 pria penambah setiap tambahan 250 pria penambah
dan penambahan 1 setiap an 1 setiap dan penambahan 1 setiap an 1 setiap
tambahan 125 wanita tambahan tambahan 200 wanita tambahan
300 pria 500 orang
-
Tempat Pria Wanita Pria Pria Wanita 1: 1-250 1 tempat cuci/jemur
berkumpul 1: 1-100 1: 1-25 1: 1-200 1: 1-200 1: 1-100 2: 251-500
(Taman Hiburan, 2: 101-200 2: 26-50 2: 201-300 2: 201-400 2: 101-200 3: 501-750
stadion) 3: 201-400 3: 51-100 3: 301-400 3: 401-750 3: 201-300
4: 101-200 4: 401-600 4: 301-500
6: 201-300 6: 501-750
8: 301-400
Lebih 400, penambahan 1 Lebih 600, Lebih 750, penambahan 1 Lebih 750,
setiap tambahan 500 pria penambah setiap tambahan 250 pria penambah
dan penambahan 1 setiap an 1 setiap dan penambahan 1 setiap an 1 setiap
tambahan 125 wanita tambahan tambahan 200 wanita tambahan
300 pria 500 orang
-
Fasilitas Usaha Pria Wanita Pria Pria Wanita 1 untuk 1 tempat cuci/jemur
(bank, klinik, cuci 1: 1-50 1: 1-15 1: 1-200 1: 1-75 1: 1-50 150
mobil, salon 2: 51-100 2: 16-30 2: 201-300 2: 76-150 2: 51-100
kecantikan, health 3: 101-200 3: 31-50 3: 301-400 3: 151-200 3: 101-150
care, laudry dan 4: 201-400 4: 51-100 4: 401-600 4: 201-300 4: 151-200
dry ceaning, 6: 101-200 5: 301-400 5: 201-300
institusi 8: 201-400 6: 301-400
pendidikan,
fasilitas pelatihan, Lebih 400, penambahan 1 Lebih 600, Lebih 400, penambahan 1
kantor pos dan setiap tambahan 500 pria penambah setiap tambahan 250 pria
pecetakan dan penambahan 1 setiap an 1 setiap dan penambahan 1 setiap
tambahan 150 wanita tambahan tambahan 200 wanita
300 pria
-
Fasilitas Pria Wanita Pria Pria Wanita 1 untuk 1 tempat cuci /jemur
Pendidikan 1 untuk 50 1 untuk 30 1 untuk 25 1 untuk 40 1 untuk 40 150
(sekolah swasta
dan sekolah
umum)
-
Fasilitas Pabrik Pria Wanita Pria Wanita Satu 1: 1-250 1 tempat cuci/jemur
atau untuk 1: 1-50 1: 1-50 1: 1-50 1: 1-50 pancuran 2: 251-500
industri, atau 2: 51-75 2: 51-75 2: 51-75 2: 51-75 untuk 15 3: 501-750
fabrikasi, atau 3: 76-100 3: 76-100 3: 76-100 3: 76-100 orang
tempat perakitan untuk
meng-
atasi
kepanas-
an,
kontami-
nasi
racun,
iritasi
material
Rumah (rumah Pria Wanita - Pria Wanita 1 untuk 8 1 untuk 1 tempat cuci/jemur
tinggal lebih dari 1 untuk 15 1 untuk 15 1 untuk 15 1 untuk 15 150
16 orang) untuk
24 jam
Rumah Ru 1 untuk setiap kamar - 1 untuk setiap kamar 1 untuk 1 untuk 1 tempat cuci/jemur
pengo mah setiap 150
batan, pengo kamar
klinik, -
rumah batan,
opera- pera 1 untuk 8 pasien 1 untuk 10 pasien 1 untuk
si dan wat- 20 pasien
rumah an de
pera- ngan
watan kamar
indivi
du
dan
bang
sal
Wanita
Untuk Pria Wanita - Pria 1 untuk 40 - - -
Pega- 1: 1-15 1: 1-15 1 untuk 40
wai 2: 16-35 3: 16-35
3: 36-55 4: 36-55
Rumah Penja 1 untuk setiap kamar sel - 1 untuk setiap kamar sel 1 untuk 1 untuk -
untuk ra 20 orang perblok
lebih atau
dari 5 perlantai
orang
Ru 1 untuk setiap 8 orang - 1 untuk setiap 10 orang 1 untuk 8 1 untuk 1 tempat cuci/jemur
mah orang setiap
Reha lantai
bilitasi
Tempat tinggal, 1 untuk setiap kamar tidur - 1 untuk setiap kamar tidur - 1 untuk 1 tempat cuci/jemur
Hotel, Motel setiap
dengan sarapan kamar tidur
pagi
Tem- Asra Pria Wanita 1 untuk 25 Pria Wanita 1 untuk 8 1 untuk 1 tempat cuci /jemur
pat ma 1 untuk 10 1 untuk 8 orang 1 untuk 12 1 untuk 12 orang 150
tinggal orang orang orang orang
(perma-
nen Tambahan 1 untuk setiap Tambahan 1 untuk setiap
atau penambahan 25 pria dan penambahan 20 pria dan
jangka penambahan 1 untuk 20 penambahan 1 untuk 15
waktu wanita wanita
lama)
Ru - -
mah 1 untuk setiap kamar 1 untuk setiap kamar 1 untuk
Pega- setiap
wai kamar
Apar-
temen Pria Wanita - Pria Wanita 1 per - 1 tempat cuci
1: 1-15 1: 1-15 1 untuk 40 1 untuk 40 Aparteme dapur/APAPt emen.
2: 16-35 3: 16-35 orang orang n 1tempat jemur atau 1
3: 36-55 4: 36-55 tempat cuci gabungan
setiap 12 unit
Lebih 55, penambahan 1 Apartemen
setiap tambahan 40 orang
Tempat tinggal Pria Wanita - Pria Wanita 1 untuk 8 1 untuk 1 Dapur cuci dan 1
untuk lebih dari 5 1 untuk 10 1 untuk 8 1 untuk 12 1 untuk 12 orang 150 orang mesin cuci otomatis
orang dan tidak orang orang orang orang untuk 1 dan 2 keluarga
lebih dari 16
orang Tambahan 1 untuk setiap Tambahan 1 untuk setiap
penambahan 25 pria dan penambahan 20 pria dan
penambahan 1 untuk 20 penambahan 1 untuk 15
wanita wanita
Tempat tinggal 1 untuk 1 atau 2 keluarga - 1 untuk 1 atau 2 keluarga 1 untuk 1 - 1 Dapur cuci dan 1
untuk perawatan atau 2 mesin cuci otomatis
atau untuk keluarga untuk 1 dan 2 keluarga
pembantu
Tempat tinggal Pria Wanita - Pria Wanita 1 untuk 8 1 untuk 1 tempat cuci/jemur
untuk perawatan 1 untuk 10 1 untuk 8 1 untuk 12 1 untuk 12 orang 150 orang
atau untuk orang orang orang orang
pembantu
Tambahan 1 untuk setiap Tambahan 1 untuk setiap
penambahan 25 pria dan penambahan 20 pria dan
penambahan 1 untuk 20 penambahan 1 untuk 15
wanita wanita
Lebih 750,
Lebih 400, penambahan 1 Lebih 750, penambahan 1 penambah
setiap tambahan 500 pria untuk setiap penambahan an 1 untuk
dan penambahan 1 setiap 500 orang setiap
tambahan 150 wanita penambah
an 500
Catatan:
1. Angka-angka yang ditampilkan didasarkan pada satu alat plambing minimum yang diperlukan untuk
jumlah orang yang ditunjukkan atau bagiannya.
2. Sebuah restoran; fasilitas cuci tangan harus tersedia di dapur bagi karyawan dan pengunjung.
3. Jumlah total kloset yang diperlukan untuk wanita tidak boleh kurang dari jumlah kloset dan urinal yang
diperlukan untuk pria.
Jarak maksimum dari setiap fasilitas umum 92 m, dan untuk pusat perbelanjaan
jaraknya ke toilet tidak boleh lebih dari 152 m.
Ukuran pipa
Tempat
cabang Pribadi Umum
Perlengkapan atau peralatan2) berkumpul6)
minimum 1,4) [UBAP] [UBAP]
(UBAP)
[inci]
Bak rendam atau kombinasi bak dan shower 0,50 4,0 4,0 –
Bak rendam dengan katup 0,75 inci 0,75 10,0 10,0 –
Bidet 0,50 1,0 – –
Pencuci pakaian 0,50 4,0 4,0 –
Unit dental 0,50 – 1,0 –
Pencuci piring, rumah tangga 0,50 1,5 1,5 –
Pancuran air minum, air pendingin 0,50 0,5 0,5 0,75
Hose Bibb8) 0,50 2,5 2,5 –
Hose Bibb, tiap pertambahan 0,50 1,0 1,0 –
Lavatory 0,50 1,0 1,0 1,0
Sprinkler halaman5) – 1,0 1,0 –
Sink/Bak
- Bar 0,50 1,0 2,0 –
- Kran klinik 0,50 – 3,0 –
- Katup gelontor klinik dengan atau tanpa kran 1,00 – 8,0 –
- Dapur, rumah tangga dengan atau tanpa pencuci 0,50 1,5 1,5 –
piring
- Laundry 0,50 1,5 1,5 –
- Bak pel 0,50 1,5 3,0 –
- Cuci muka, tiap set kran 0,50 – 2,0 –
Shower 0,50 2,0 2,0 –
Urinal, katup gelontor 3,8 LPF (Liter per flush) 0,75 Lihat catatan7) –
Urinal, tangki pembilas 0,50 2,0 2,0 3,0
Pancuran cuci, spray sirkular 0,75 – 4,0 –
Kloset, tangki gravitasi 6 LPF (Liter per flush) 0,50 2,5 2,5 3,5
Kloset, tangki meter air 6 LPF (Liter per flush) 0,50 2,5 2,5 3,5
Kloset, katup meter air 6 LPF (Liter per flush) 1,00 Lihat catatan7) –
Kloset, tangki gravitasi > 6 LPF (Liter per flush) 0,50 3,0 5,5 7.0
Kloset, Flushometer > 6 LPF (Liter per flush) 1,00 Lihat catatan7) –
Sumber: SNI 8153:2015 (UPC 2012 – IAPMO Tabel 610.3)
1) Ukuran dari pipa cabang air dingin, pipa cabang air panas, atau keduanya.
2) Alat, peralatan, atau perlengkapan yang tidak dirujuk dalam tabel ini harus diijinkan untuk
menjadi ukuran dengan mengacu pada perlengkapan yang memiliki laju aliran dan
frekuensi penggunaan yang sama.
3) Nilai UBAP mewakili beban untuk air dingin. Nilai UBAP untuk air dingin dan air panas
yang terpisah atau yang digabung harus diperbolehkan dengan mengambil nilai 0,75 dari
total nilai alat plambing.
4) Untuk alat plambing individu, ukuran minimum pipa cabang pemasok adalah ukuran
nominal (ND).
5) Perhitungan suplai untuk aliran menerus, menentukan besaran aliran (L/detik) dan perlu
penambahan kebutuhan untuk sistem distribusi terpisah.
6) Penggunaan untuk tempat berkumpul, lihat Tabel 8.2.
7) Ukuran sistem penggelontor (flushometer system), lihat Tabel 8.4.
8) Pengurangan UBAP untuk kran sambungan selang (Hose Bibbs) tambahan digunakan
untuk total beban bangunan dan untuk ukuran pipa di mana lebih dari satu selang
dipasok oleh segmen pipa distribusi air. Cabang peralatan plambing untuk setiap selang
harus dihitung dengan 2,5 UBAP.
Konversi antara UBAP dan GPM (gallon per menit), di mana satu galon sama
dengan 4,754 liter, dapat dicari berdasarkan Tabel 8.5 berikut ini.
Kebutuhan air per hari dapat juga dihitung melalui pendekatan yang tertera pada
Tabel 8.6 (untuk air dingin) dan Tabel 8.7 (untuk air panas).
Jika kebutuhan akan air panas mencapai jumlah yang cukup besar, seperti pada
hotel, maka air panas yang dihasilkan diperoleh dari boiler, dengan kebutuhan
air:
Kebutuhan air dapat juga dihitung dengan pendekatan luasan bangunan, seperti
tertera pada Tabel 8.8. berikut ini.
Pada sistem tata udara, air diperlukan untuk air es yang disirkulasikan dari
chiller, AHU, cooling tower dan kembali lagi ke chiller. Di samping itu, air juga
dibutuhkan untuk menurunkan suhu air pada proses yang terjadi di cooling
tower:
Fungsi Bangunan
Unit Orang
Gedung
Apartemen unit hunian 4,50 – 5,00
Kantor
- Karyawan m2 0,10 – 0,15
- Pengunjung m2 0,01 – 0,015
Sekolah
sesuai dengan yang
- Murid -
ada
- Pengajar murid 0,05
- Karyawan murid 0,01
- Pengunjung murid 0,02 – 0,05
Hotel
- Tamu tempat tidur 1,00
- Karyawan tempat tidur 2,50 – 3,00
- Restoran kursi 2,00 – 4,00
- Pengunjung tempat tidur 0,02 – 0,05
Rumah Sakit
- Pasien tempat tidur 1,00
- Paramedis/Dokter pasien 10 – 15
- Karyawan pasien 25 – 30
- Pengunjung pasien 0,50 – 1,00
Sumber: Juwana, 2005
Sedang kapasitas pompa diambil pada kebutuhan air pada waktu puncak
(Qmax), yaitu:
c.q d
Qmax (m3/menit) Persamaan
T
8.8.
di mana : T adalah waktu pemakaian air rata-rata per hari:
T = 8 – 10 jam untuk kantor, hotel, Apartemen & rumah sakit
T = 5 – 7 jam untuk restoran, sekolah & gedung pertemuan
c adalah faktor pemakaian pada jam puncak (c = 1,5 – 2,0)
Nama Gedung
Lokasi
Fungsi
Perancangan limbah yang dimaksud adalah untuk air buangan (grey water) dan
air kotor/limbah (black water).
Untuk menghitung beban air limbah dan ukuran pipanya digunakan Tabel
8.12.
Ukuran
Tempat
Perangkap/Lengan Pribadi Umum
Alat Plambing atau Kelompok Alat Plambing Berkumpul
Perangkap [UBAP] [UBAP]
[UBAP]
Minimum [Inci]
Bak mandi atau kombinasi mandi/shower 1,50 2,0 2,0 -
Bidet 1,25 1,0 - -
Bidet 1,50 2,0 - -
Mesin cuci pakaian, rumah tangga, pipa tegak5 2,00 3,0 3,0 3,0
Unit dental, peludahan 1,25 - 1,0 1,0
Mesin cuci piring rumah tangga dengan saluran 1,50 2,0 2,0 2,0
sendiri2
Pancaran air minum atau alat pendingin air 1,25 0,5 0,5 1,0
Penggerus sisa makanan, komersial 2,00 - 3,0 3,0
Lubang pengering lantai, keadaan darurat 2,00 - 0,0 0,0
Lubang pengering lantai (untuk ukuran tambahan ) 2,00 2,0 2,0 2,0
Shower, perangkap tunggal 2,00 2,0 2,0 2,0
Lavatori, tunggal 1,25 1,0 1,0 1,0
Lavatori, dalam set dua atau tiga 1,50 2,0 2,0 2,0
Washfountain 1,50 - 2,0 2,0
Washfountain 2,00 - 3,0 3,0
Receptor, buangan tidak langsung1,3 1,50 Lihat catatan1,3
Receptor, buangan tidak langsung1,4 2,00 Lihat catatan1,4
Receptor, buangan tidak langsung1 3,00 Lihat catatan1
Sink/bak
Bar 1,50 1,0 - -
Bar2 1,50 - 2,0 2,0
Klinik 3,00 - 6,0 6,0
Komersial dengan sampah makanan2 1,50 - 3,0 3,0
Bak cuci dapur untuk rumah tangga2 dengan atau
tanpa unit penggerus sisa makanan, mesin cuci 1,50 2,0 2,0 -
piring, atau keduanya
Untuk memperkirakan tingkat aliran aliran limbah cair dapat digunakan Tabel
8.13.
Tabel 8.13. Prakiraan Tingkat Aliran Limbah Cair
Fungsi Bangunan Gedung Liter per hari per orang
Sekolah
- Hanya wastafel dan WC 56
- Ditambah dengan kafetaria 94
- Ditambah dengan kafetaria dan shower 132
- Pekerja harian 56
Hunian
- Perumahan mewah 567
- Rumah tinggal 283
- Asrama 189
- Hotel (satu kamar dua orang) 378
- Sekolah berasrama 378
Air kotor yang dihasilkan oleh suatu bangunan ditampung dalam septik tank
atau diolah dalam IPAL. Tabel 8.14 menunjukkan perkiraan volume dengan
pendekatan jumlah orang yang ada dalam bangunan dapat pula ditentukan
besar septik tank yang diperlukan, yaitu rata-rata 0,10 m3/orang.
Perkiraan dimensi IPAL berdasarkan luas bangunan dapat dilhat pada Tabel
8.15.
Tabel 8.15. Perkiraan Volume Ipal
Soal-SoaL Latihan
2. Ada berapa jenis pipa yang umum dijumpai dalam bangunan tinggi.
6. Dengan menggunakan kasus pada soal 4.3, hitung kebutuhan air untuk
keperluan keseharian bangunan tersebut.
7. Pada kasus soal 4.3, berapa kebutuhan air yang diperlukan untuk sistem
pengkondisian udara dan untuk proteksi kebakaran.
8. Berapa volume air limbah yang dihasilkan pada kasus soal 4.3.
… (2015); SNI 8153:2015 tentang Sistem Plambing pada Bangunan Gedung, Badan
Standardisasi Nasional, Jakarta.
Allen E, & Iano J. (2017); The Architect’s Studio Companion – Rules of Thumb for
Preliminary Design 6th Edition, John Wiley & Sons, Inc., New York.
Dadras A. S. (1995); Mechanical Systems for Architects, McGraw-Hill, Inc., New York.
Hall F, (1994); Building Services & Equipment 2nd Edition, Longman Scientific &
Technical. Essex, England.
Juwana J.S. (2005); Panduan Sistem Bangunan Tinggi untuk Arsitek dan Praktisi
Bangunan, Penerbit Erlangga, Jakarta.
McGuinness W J & Stein B. (1971); Mechanical and Electrical Equipment for Buildings
5th Edition; John Wiley & Sons, Inc., New Yok.
John Fleming
Istilah sistem listrik arus lemah umumnya digunakan untuk instalasi yang
menggunakan arus searah (direct current – DC) dan dalam istilah praktisi umum
disebut tegangan untuk mencatu daya peralatan elektronik yang menggunakan
tegangan rendah (arus lemah), meskipun pasokan daya listrik utamanya tetap
menggunakan arus bolak balik (alternate current – AC).
Pada saat ini, sebagai alternatif pengganti energi berbasis fosil, banyak
digunakan energi yang bersumber pada cahaya matahari (Solar Cell) yang
diprediksi akan menggantikan keberadaan energi dari bahan bakar fosil.
Teknologi ini menghasilkan pasokan tenaga listrik berbentuk DC. Untuk
memanfaatkan listrik ini, bagi peralatan-peralatan yang menggunakan listrik
berbentuk AC, maka di perlukan peralatan inverter, yang berfungsi untuk
mengubah listrik berbentuk DC menjadi berbentuk AC, Alat ini dilengkapi
dengan peralatan transformer yang berfungsi untuk menaik-turunkan tegangan
yang dihasilkan agar sesuai dengan kebutuhan.
a. telepon;
b. sound system/public address system, dan sound evacuation;
c. fire alarm;
d. CCTV;
e. televisi;
f. pengendali akses (access control);
g. video phone; dan
h. building automation system (BAS).
Pada saat ini, dengan perkembangan teknologi hanya perlu membangun satu
macam infra struktur, dengan hanya membangun satu macam jenis kabel Fiber
Optic, yang dapat dipakai untuk menyalurkan seluruh kebutuhan peralatan
elektronik. Berkat kemajuan teknologi Sistem Informasi yang berbasis Internet
Protocol (IP), semua perangkat yang berbasis teknologi IP, dapat di salurkan
melalui jaringan infra struktur ‘Sistem Integrasi’ (Gambar 9.1).
Secara teknis, jaringan IP, diibaratkan sebuah jaringan pipa yang digelar di
dalam gedung, baik bangunan vertikal, maupun bangunan horizontal, dan
kombinasinya, yang menghubungkan dari Ruang Pengendali ke seluruh unit-
unit penggunanya melalui pipa yang sangat besar dimensinya. Kapasitasnya
dapat mencapai kecepatan 10.000 Megabitepersecond – Mbps (lebar
bandwidth satuan transmisi data/informasi) yang dibagikan ke seluruh unit
pengguna yang membutuhkan, kira kira sekitar 30-50 Mbps. Dengan demikian
dalam jaringan pipa tersebut secara virtual dapat diprogram dan dibagi menjadi
Dengan kapasitas 10.000 Mbps (10 Gigabite per second – Gbps), dan jika
diasumsikan bahwa per unit pengguna membutuhan hanya 30 MBps, maka
jaringan pipa besar (10GBps) tersebut bisa dipakai oleh setkitar 300 unit
pengguna. Kebutuhan penyaluran informasi ke dalam unit-unit tersebut antara
lain:
a. Telepon, 0,1Mbps,
b. TV Channel, 10 MBps,
c. Internet, 15 Mbps, dan
d. Pengendali Akses, Fire Alam serta Sound System, keseluruhan
membutuhkan sekitar 1 MBps.
Dengan disediakan pipa virtual LAN (VLAN) dengan kapasitas 30 MBps per unit
untuk setiap VLAN-nya, dapat digunakan untuk menyalurkan informasi yang
dibutuhkan tersebut di atas dalam jumlah yang cukup besar. Dan masih dapat
menampung untuk kebutuhan penyaluran informasi dari kamera CCTV, yang
dipasang di setiap lantai dan/atau di setiap sudut pandang yang dibutuhkan
untuk pengawasan, dan ini di perkirakan hanya membutuhkan sekitar 10 MBps
per kamera.
Untuk bisa terhubung dengan dunia luar, PABX/PBX ini memiliki interface yang
dihubungkan dengan sambungan telepon sentral kota, yang dikelola oleh PT.
Telkom Indonesia, di mana setiap panggilan keluar yang menggunakan jaringan
telepon dari Telkom, Telkom akan mencatat setiap kegiatan telepon, sehingga
di setiap akhir bulan tagihan akan dikeluarkan atas pemakaian/penggunaan
telepon keluar melalui saluran yang disediakan oleh Telkom. Saluran ini disebut
sebagai jalur Trunk Lines dan saluran telepon dari Telkom (Trunk Lines) ini
dapat diganti atau di kombinasi dengan memanfaatkan nomor telepon cellular.
Setelah diubah sifatnya, saluran telepon menjadi telepon kabel yang
menggunakan Gateway Global System for Mobile Communications (GSM).
PABX/PBX dapat diprogram agar memilih jalur pemakaian berbagai opsi, agar
memilih jalur yang paling murah, kemudian apabila jalur yang paling murah
terpakai semua, sambungan berikutnya menggunakan jalur yang lebih mahal.
Hal ini dilakukan agar supaya biaya penggunaan telepon dapat dihemat.
Untuk menghitung jumlah saluran ‘Telkom’ yang dibutuhkan, maka pertama kali
diperkirakan jumlah extension yang akan dipasang ( E). Selanjutnya dibuat
perkiraan jumlah pembicaraan selama satu hari (P). Dengan asumsi selang jam
kerja perhari adalah h jam, maka jumlah kemungkinan pembicaraan tiap
pesawat rata-rata per jam adalah:
E.P
Pbc Persamaan 9.1.
E.h
Kemudian jumlah pembicaraan total dalam satu jam:
1
Pbc total
0,63
Pbc Persamaan 9.2.
F t Pbc total . sin .t Persamaan 9.3.
7
0 7 5 7
Dari Persamaan 9.4 ini dapat dihitung jumlah rata-rata tiap jam pada jam sibuk,
yaitu:
PS
PS rata rata Persamaan 9.5.
h
Jadi pembicaraan rata-rata adalah:
Bila tiap kali pembicaraan memiliki selang waktu t detik (biasanya waktu
pembicaraan dibatasi selama tiga menit atau 180 detik), sehingga berdasarkan
rumus Erlang diperoleh jumlah lalu lintas telepon (trafik):
Dengan menggunakan Tabel Erlang (Tabel 9.1), maka dapat diperoleh jumlah
sambungan telepon yang diperlukan untuk bangunan tersebut. Dan dengan
demikian dapat pula ditentukan kapasitas dan jenis PABX yang akan digunakan.
Kapasitas PABX menentukan berapa maksimum jumlah sambungan extension
yang dapat dipasang pada bangunan tersebut.
Sinyal suara yang dihasilkan dari pesawat telepon (yang dikirim) semula
berbentuk analog, diubah/dicacah bentuknya menjadi sinyal digital, agar dapat
mengalir pada jaringan integrasi dalam bentuk data/digital. Sesampainya pada
sisi penerima, sinyal telepon tersebut diubah kembali menjadi bentuk analog,
sehingga dapat didengarkan sebagaimana sinyal aslinya, setelah mengalami
proses digitalisasi.
Antar PABX saat itu sudah bisa saling berhubungan, sampai taraf transparan,
yaitu nomor extension dan nama penelpon dari PABX seberang dapat diketahui,
namun belum fully transparent.
SIP tidak hanya digunakan pada sistem telepon (PABX), tetapi juga pada
beberapa aplikasi. Hal ini umumnya untuk keperluan evakuasi, di mana
dibutuhkan integrasi antara perangkat terkait misalnya alarm kebakaran, CCTV,
dan pengendali akses.
Tujuannya agar apabila terjadi kondisi kedaruratan yang terdeteksi oleh salah
satu atau beberapa, dan bahkan oleh seluruh perangkat, sesuai dengan yang
diprogramkan, secara otomatis perangkat tersebut akan memberikan perintah
kepada Public Address System (PAS) dan memperdengarkan suara rekaman
(pre recorded announcement), ke speaker di lokasi tertentu, atau ke speaker di
seluruh gedung, dan pada saat bersamaan, atas perintah yang sama,
memberikan perintah ke PABX untuk menghubungi nomor-nomor tertentu yang
sudah diprogramkan (Gambar 9.5).
Jaringan tata suara pada bangunan tinggi biasanya digabungkan dengan sistem
keamanan, sistem tanda bahaya/suara evakuasi dan sistem pengatur waktu
terpusat.
Antara sistem tata suara atau sistem public address konvensional (Gambar 9.6)
dengan sistem yang berbasis IP pada dasarnya adalah sama. Perbedaannya
terletak pada back bone (vertikal) dan perangkat amplifier-nya yang sudah
menggunakan teknologi IP, sementara instalasi kabel horizontalnya tetap sama
dengan yang digunakan pada jaringan konvensional.
Sistem tata suara untuk daerah lobi, koridor, arena parkir dan ruang administrasi
selain digunakan untuk keperluan panduan evakuasi, digunakan pula untuk
pemanggilan (paging) atau untuk keperluan program musik (Gambar 9.6).
Tingkat Kebisingan
Sumber Suara Keterangan
[db]
- 150 Dapat menyebabkan
Pesawat tinggal landas 140 telinga tuli
Suara ledakan peluru 130 Ambang rasa sakit
Suara sirene pada jarak
120 Kuping terasa pekak
30 m
Suara musik rock, gergaji
110 Ambang tidak nyaman
kayu
Suara kereta api 100 Bising, sulit bagi
Suara pabrik, knalpot terjadinya
90
mobil percakapan
Percetakan, supermarket 80 Berisik, berbicara perlu
Lalu lintas sedang 70 berteriak
Lobby hotel, restoran 60 Pembicaraan dapat
secara
Kantor, rumah sakit, bank 50
normal
Kantor pribadi, rumah 40
Cukup sunyi
Studio radio 30
Auditorium kosong,
20
berbisik Sangat sunyi
Napas manusia 10
Ambang batas
0
pendengaran
Catatan:
60 db merupakan ambang batas background noise yang nyaman bagi telinga.
Agar tingkat suara/informasi dan sumber suara (loud speaker) dapat jelas
didengar oleh manusia normal, maka diperoleh persyaratan yang dirumuskan
sebagai berikut:
SPL1 Speaker diperoleh dari spesifikasi teknis speaker, dan data ini digunakan
untuk menentukan daya speaker yang digunakan.
Komputer Telepon
Personal (PC)
Terminal &
Printer
SERVER
Printer
Jaringan
Eksternal
Pengendalian
Limgkungan &
Keselamatan
Facsimile &
Telecopier
Sumber: Dirdjojuwono, 2001 & Juwana, 2005 – dimodifikasi
Sistem informasi pada bangunan pintar terdiri dari empat komponen utama:
9.5.1. Telekomunikasi
Sistem yang umumnya digunakan adalah Private Branch Exchange (PBX) atau
Private Automatic Branch Exchange (PABX) atau Sistem Telepon Kunci (Key
Telephone). Dewasa ini berbagai fitur (feature) yang dapat disajikan dalam
sistem telekomunikasi, termasuk fasilitas Short Message Service (SMS) atau
berbagai fasilitas komunikasi dan media sosial yang tersedia dalam aplikasi
smart phone.
LAN merupakan sistem piranti keras (hardware) dan piranti lunak (software)
yang menyediakan sambungan untuk komunikasi suara dan data. LAN
memungkinkan dihasilkannya suatu hubungan dari berbagai peralatan
komputer dengan sangat cepat, efisien dan dapat diandalkan.
Komputer yang dihubungkan tidak perlu dari jenis dan model yang sama dan
dapat dihubungkan secara memusat (star), linear (bus) dan radial (ring) dan
dapat memberikan layanan, berupa:
Media transmisi LAN dapat menggunakan kabel koaksial (coaxial cable), twisted
pair atau kabel fiber optik (lihat Gambar 10.2 – Jenis Kabel untuk Jaringan
Komunikasi & Data).
Penggunaan microwave hanya digunakan jika lokasi berada pada radius sekitar
15 km, sedang penggunaan cahaya infra merah digunakan untuk lokasi yang
dipisahkan oleh jarak yang sangat pendek (maksimum sekitar tujuh kilometer)
dan harus bebas dari benda atau bangunan yang menghalangi sinar tersebut.
Dalam hal menggunakan Sistem semi addressable (Gambar 9.12), panel utama
kendali kebakaran (master control panel fire alarm – MCPFA) hanya akan
menunjukkan zone lingkup cakupan detektor, di mana detektor mengindikasi
adanya kebakaran.
Dalam hal sistem alarm menggunakan full addressable (Gambar 9.13), panel
utama kendali kebakaran akan menunjukkan lokasi yang tepat di mana detektor
tertentu mengindikasi adanya kebakaran.
Sistem alarm kebakaran dilengkapi catu daya dari dua sumber, listrik yang
berasal dari PLN dan/atau pembangkit tenaga listrik darurat atau batere. Dalam
keadaan pasokan daya listrik dari PLN terputus, sistem ini harus digantikan
(back up) oleh pasokan daya cadangan selama 24 jam agar sistem masih tetap
dapat bekerja.
Bel alarm digunakan untuk memberikan indikasi alarm secara audio (suara)
pada saat diberi catu daya oleh sinyal alarm dari MCFA. Bel alarm ditempatkan
menyebar pada setiap lantai.
Selain itu, ada lampu darurat (flasher lamp) yang digunakan untuk memberikan
indikasi alarm secara visual pada saat diberi catu daya oleh sinyal dari MCFA.
Lampu darurat ini juga ditempatkan menyebar pada setiap lantai, sehingga
dapat terlihat pada jarak tertentu sebagai tambahan peringatan bagi penderita
tuna runggu (yang tidak dapat mendengar suara bel alarm).
Sebagai tambahan pada pipa cabang sprinkler di tiap lantai dipasang flow
switch.
Seluruh kabel yang digunakan pada sistem alarm, baik untuk riser dan
pengendali (control) ke sistem mekanikal dan elektrikal lainnya, menggunakan
kabel tahan api (fire resistance cable – FRC).
Secara sederhana sensor dapat berupa skakelar yang ditempatkan pada lokasi
tertentu yang dapat difungsikan secara manual untuk membuat tanda bahaya
berfungsi.
Sensor ultrasonik dan gelombang mikro termasuk sistem aktif, karena alat
tersebut selalu bekerja memancarkan gelombang suara. Sedang sensor yang
menggunakan infra merah termasuk sensor pasif, karena tubuh manusia dan
benda-benda yang mempunyai panas akan mengeluarkan radiasi infra merah.
Dan panjang gelombang infra merah ini yang ditangkap oleh sensor infra merah.
Sensor infra merah dapat dipasang sampai jarak 30 m (Gambar 9.14).
1) Master Key
Dalam sistem master key, sebuah anak kunci dapat digunakan untuk membuka
beberapa pintu yang berada di bawah tingkatannya, yang disusun berdasarkan
hirarki (Gambar 9.16). Kunci grand master dapat digunakan untuk membuka
seluruh pintu yang ada dalam satu bangunan. Kunci master dapat digunakan
untuk membuka seluruh pintu pada satu lantai tertentu dalam bangunan; jadi
jika ada 20 lantai, maka ada 20 buah kunci master. Selanjutnya, jika setiap lantai
bangunan dibagi atas beberapa zona, maka pintu-pintu yang berada pada zona
tertentu dapat dibuka oleh kunci sub master. Dan akhirnya, pintu-pintu ruangan
menggunakan pintu individual. Sistem ini biasa digunakan untuk bangunan
hotel, kantor, pendidikan dan industri.
Dalam sistem central lock, beberapa anak kunci tertentu yang berbeda dapat
digunakan untuk membuka satu pintu tertentu. Sistem ini biasanya digunakan
untuk beberapa blok Apartemen. Setiap penghuni Apartemen, dengan anak
kuncinya masing-masing, dapat membuka pintu blok Apartemennya, pintu unit
Apartemennya dan pintu untuk ke tempat cuci (laundry).
Pintu dibuka dengan menekan tombol angka yang ada pada pintu, baik yang
difungsikan secara mekanik maupun elektronik. Jika angka-angka yang ditekan
sesuai dengan kode kunci pintu, maka pintu akan dapat dibuka. Penggunaan
kartu dengan pita magnetik atau kartu berlubang dapat pula digunakan sebagai
pengganti anak kunci (Gambar 9.17). Penggunaan kartu sebagai pengganti
kunci konvensional banyak digunakan pada hotel dan tempat pengambilan uang
(Anjungan Tunai Mandiri – ATM).
KI KI
ZONA - B ZONA - C
KI
KI KI
KI
CCTV yang merupakan alat pemantau ini dapat terhubung melalui jarngan
internet (Gambar 9.19).
Sistem CCTV dapat menggunakan kamera analog dan kamera digital (IP
camera) dan masing-masing dapat terhubung melalui kabel koaksial (coaxial
cable), unshield twisted pair (UTP) dan/atau kabel fiber optik (Gambar 9.20),
atau dapat juga dihubungkan dengan jaringan nirkabel (400ndustry) seperti
yang terlihat pada Gambar 9.21.
Pada Gambar 9.22 dan Gambar 9.23 terlihat sistem CCTV analog dan CCTV
digital yang terhubung dengan jaringan digital.
Jenis kamera CCTV yang kerap digunakan dapat dilihat pada Gambar 9.24:
Hal yang perlu diperhatikan dalam sistem CCTV adalah penempatan kamera
yang dapat memantau areal seluas-luasnya dengan meminimalkan areal blind
spot (Gambar 9.26) dan sudut arah kamera (Gambar 9.27).
Alat deteksi ini umumnya terdiri dari dua jenis, berupa termometer digital dan
kamera infra merah (thermografic camera).
Soal-Soal Latihan
…(2022);
https://shop5y.tk/products.aspx?cname=infrared+camera+detection&cid=109
Juwana J.S. (2005); Panduan Sistem Bangunan Tinggi untuk Arsitek dan Praktisi
Bangunan, Penerbit Erlangga, Jakarta.
Kruegle H. (2007); CCTV Surveillance – Analog & Digital Video Practices and
Technoloqy, Elsevier, Amsterdam.
Nadel B. A. (2004); Building Security Handbook for Architectural Planning and Design,
McGraw-Hill Companies, New York.
Madhu Bhaskaran
Bangunan tinggi tanpa dukungan catu daya listrik adalah suatu kenistaan,
sistem transportasi vertikal, jaringan distribusi air dan tata udara tergantung
adanya pasokan listrik, belum lagi ditambah dengan keperluan penerangan, tata
suara, deteksi dini alarm kebakaran, jaringan komunikasi, dan otomatisasi
bangunan gedung serta sistem keamanan bangunan gedung.
Isu yang juga menjadi pertimbangan adalah perlunya dicari sumber energi
terbarukan sejalan dengan langkah-langkah penghematan konsumsi energi
yang berasal dari fosil (minyak bumi dan batu bara).
Sebelum ditemukan gas dan listrik, penerangan dihasilkan dari api yang
dibakarkan pada kayu atau kemudian menggunakan lilin. Ditemukannya minyak
bakar, mengalihkan penggunaan lilin ke sumbu yang terendam dalam minyak,
dan dikenal dengan lampu minyak.
Pada abad ke-18 Benyamin Franklin menemukan arus listrik dan selanjutnya,
sejak ditemukannya bola lampu pijar oleh Thomas Alva Edison di tahun 1931,
listrik secara masif menggantikan sumber penerangan dengan berbagai temuan
dan kemajuan untuk menghasilkan lampu yang hemat energi. Listrik juga
digunakan untuk berbagai keperluan lain untuk menggerakkan peralatan dan
perlengkapan pada bangunan gedung.
Listrik dihantarkan oleh kabel yang berfungsi sebagai konduktor. Kabel yang
digunakan beragam jenisnya dan ukurannya, biasanya disesuaikan dengan
penggunaan dan tingkat tegangan yang perlu dihantarkan.
Berinti dua atau tiga yang terdiri dari Di ruangan kering untuk alat-
kawat tembaga halus yang sejajar alat listrik kecil, seperti: radio,
satu dengan lainnya dan berisolasi dan lain-lain.
plastik PVC
Tegangan: 380 Volt
Ukuran:
NYZ : 2 x (0,5 - 0,75 mm 2)
NYD : 3 x (0,5 - 0,75 mm 2)
Jika berinti lebih dari satu, maka Di bengkel, gudang, dan pabrik
dipilin dan dibungkus dengan selubung
dalam. Selubung luar dari plastik PVC Untuk instalasi tetap, juga
untuk di dalam tanah, jika
Ukuran: 1 x (1,5 - 400 mm 2) pada waktu pemasangan tidak
(2 - 5) x (1,5 - 200 mm2) ada gangguan mekanis
(7 - 40) x (1,5 - 2,5 mm2)
Tegangan: 600 / 1.000 Volt
Daya listrik umumnya dipasok dari pembangkit tenaga listrik melalui jaringan
kabel tegangan tinggi (TT, di atas 20.000 Volt), yang kemudian diturunkan
menjadi tegangan menengah (TM, antara 1.000 – 20.000 Volt) dan tegangan
rendah (TR, di bawah 1.000 Volt) oleh transformator yang ditempatkan pada
gardu-gardu listrik (Gambar 10.3).
Daya listrik dipasok ke dalam bangunan yang disalurkan melalui kabel bawah
tanah untuk bangunan tinggi (Gambar 10.4) atau kabel udara dari tiang listrik
untuk bangunan rendah/menengah Gambar 10.5).
Distribusi dalam bangunan juga dapat dilakukan pada pelat lantai atau
diletakkan pada ruang di plafon dan pelat lantai (Gambar 10.6 dan Gambar
10.7).
Untuk bangunan yang tidak menggunakan plafon, jaringan kabel listrik biasanya
ditempatkan dalam pipa yang dijepit (di-clamp) pada rak kabel (Gambar 10.8).
Pipa plastik lebih murah dibandingkan dengan pipa logam dan pipa aluminium,
namun perlu memenuhi kriteria:
a. untuk penggunaan dalam ruangan, pipa perlu kuat dan tahan api;
b. untuk penggunaan dalam tanah, pipa perlu kuat dan tahan api; dan
c. untuk penggunaan di luar ruangan, di samping pipa perlu kuat dan tahan
api, pipa juga harus tahan terhadap cuaca (tahan terhadap panas matahari,
hujan, dan lain-lain).
Catatan:
Daya pada arus fase tiga = Pfase3 3.VL .S L cos
Di samping itu penggunaan tegangan 220 Volt (fase satu) juga sering dijumpai
pada bangunan tinggi (Gambar 10.11).
Pada arus listrik fase satu, daya listrik dapat dihitung dengan:
E.I
P cos [kW] Persamaan 10.1.b
1000
P biasa disebut sebagai daya aktif (real power), sedang EI atau sering
dinyatakan dalam VA adalah daya semu.
P
I Persamaan 10.2.
E. cos
2. cos .I .l
A Persamaan 10.3.
.u
Nilai u (voltage drop) diperoleh dari selisih antara tegangan kirim (Es) dan
tegangan terima (Eg):
u Es E g Persamaan 10.4.
Untuk kabel-kabel transmisi daya di mana mengalir tegangan yang cukup tinggi,
maka nilai u dihitung berdasarkan:
I
u 2.R.I . cos 2 cos Persamaan 10.5.
.A
Selanjutnya, untuk arus listrik fase tiga, sebagaimana terlihat pada Gambar
10.9:
1,732. cos .I .l
A Persamaan 10.8.
.u
Pada umumnya jaringan kabel dalam bangunan dibuat dalam bentuk diagram
satu garis (single line diagram), baik untuk jaringan kabel listrik, telepon, tata
suara maupun jaringan komputer.
Pada instalasi listrik Fase Tiga secara skematik jalur listrik dirangkai
sebagaimana dapat terlihat pada Gambar 10.12.
Pasokan daya listrik untuk instalasi dalam bangunan gedung, dipasok dari PLN
atau dari pembangkit cadangan listrik (genset) yang disiapkan manakala
pasokan daya listrik untuk bangunan yang berasal dari PLN terganggu.
Pada panel distribusi daya listrik (Gambar 10.14), umumnya dibagi dalam
kelompok: daya listrik untuk stop kontak, daya listrik untuk penerangan dan daya
listrik untuk perlengkapan/peralatan bangunan lainnya, seperti: pemanas air,
lemari es, dan mesin photo kopi, dan lain-lain.
Jika aliran listrik PLN terhenti, maka pasokan daya listrik diambil dari
pembangkit listrik cadangan (Generator Set – Genset), yang digerakkan dengan
bantuan mesin diesel. Genset diletakkan dalam ruangan yang kedap suara,
Sinar infra merah (Infra Red – IR) berada di antara sinar yang dapat terlihat
dengan gelombang mikro. Bentang sinar infra merah dibagi atas tiga bagian,
yang dekat, menengah dan jauh. Sinar infra merah yang jauh mempunyai
ukuran gelombang seperti ujung jarum, sedang yang dekat berukuran seperti
sebuah sel.
Infra merah yang jauh menghasilkan radiasi panas, karenanya manfaat sinar
infra merah ini untuk membedakan suhu benda yang ada atau dapat pula
digunakan untuk memanaskan makanan.
Selanjutnya, sinar infra merah dapat diwakili dengan adanya panas yang
ditimbulkan, oleh karenanya sinar ini dapat menyebabkan terbakarnya kulit dan
mata (terkait dengan gejala katarak mata), dapat digunakan untuk pemanas
atau terapi dan dapat untuk mengeringkan serat.
Warna yang terlihat pada benda-benda merupakan perwujudan dari sinar yang
dapat terlihat oleh mata manusia, yang mempunyai panjang gelombang antara
380 – 770 milimikron (Gambar 10.17). Warna-warna tersebut memiliki panjang
gelombang yang berbeda (Tabel 10.2).
Panjang Gelombang
Warna
milimikron [nm]
Merah Tua 780
Merah 620 – 770
Jingga 590 – 620
Kuning 560 – 590
Hijau 490 – 560
Biru 440 – 490
Nila 440 – 420
Ungu 380 – 420
Hitam 330
Sumber: Dadras, 1995
Warna merah, hijau dan biru disebut warna primer, sedang warna sekunder
adalah campuran dari warna-warna primer tadi.
o
Kelvin
25.000
Langit Biru
Biru Pucat
8000 - 10000
Langit Terang
Benderang
8.000
Lampu Fluoresen
Langit Mendung 6.500 'Daylight'
1.000
Merah
800 - 900
Nilai Kelvin dikaitkan dengan pengaruh dan kesan yang ditimbulkan, serta
penggunaanya untuk hal-hal yang cocok, seperti:
1) 2700°K terkesan bersahabat, personal, intim digunakan untuk rumah
tinggal, perpustakaan dan restoran.
2) 3000°K terkesan lembut, hangat, menyenangkan, digunakan untuk rumah
tinggal, kamar dan lobby hotel, restoran dan toko retail.
3) 3500°K terkesan bersahabat, kesan mengundang, tidak menakutkan,
digunakan untuk kantor eksekutif, di area resepsionis dan supermarket.
4) 4100°K terkesan rapih, bersih, dan dapat digunakan pada kantor-kantor
kecil, ruang kelas, ruang pamer dan ruang penjualan.
5) 5000°K terkesan terang dan aman, untuk industri grafis dan rumah sakit.
6) 6500°K terkesan terang dan sejuk, cocok untuk toko perhiasan, salon
kecantikan, galeri dan museum.
Sinar ultra ungu (ultra violet – UV) mempunyai panjang gelombang yang lebih
pendek dari sinar yang dapat terlihat. Meskipun sinar UV tidak dapat dilihat oleh
mata manusia, namun beberapa jenis serangga dapat melihat sinar UV ini.
Sinar UV dapat meningkatkan intensitas penerangan, membantu pembentukan
vitamin D dalam tubuh manusia, terkait dengan proses penuaan dari mata dan
kulit, serta dapat membuat tekstil dan kertas menjadi getas.
Selanjutnya, para ilmuwan membagi sinar UV atas tiga bagian: dekat, jauh dan
sangat jauh. Pembagian ini dimaksud untuk membedakan energi yang
dihasilkan akibat radiasi yang ditimbulkan oleh sinar UV ini.
Perjalanan sinar Gamma yang menempuh jarak yang sangat jauh dari angkasa
luar hanya dapat diserap oleh atmosphere bumi, sehingga peralatan observasi
angkasa yang dapat menjangkau ketinggian yang jauh dari permukaan bumi
yang dapat menangkap berkas sinar Gamma. Perbedaan panjang gelombang
dari masing-masing jenis sinar akan menentukan seberapa jauh sinar tersebut
dapat mendekati bumi (Gambar 10.19).
b. Besaran Cahaya
Sedang Lumen adalah banyaknya energi cahaya yang diterima oleh permukaan
lengkung/bola (spheric curve) seluas 1 ft2 dengan radius 1 ft dari sumber cahaya
sebesar 1 lilin (candella) yang berada di titik pusat bola (Gambar 10.20).
Satu lilin didefinisikan sebagai 1/60 kali kuat sumber cahaya yang dipancarkan
dari kotak hitam (black body radiator) pada suhu platina cair 1773o C.
Dari definisi tersebut di atas, maka diperoleh hubungan antar besaran cahaya
(Gambar 10.24), sebagai berikut:
I
E [lux] Persamaan 10.17.
R2
Di mana : E adalah kuat cahaya [lux]
I adalah intensitas cahaya [lilin atau candela]
R adalah jarak dari sumber cahaya ke permukaan [meter]
Mata
Sumber
Cahaya
Luminasi (L)
(S)
Intensitas
Cahaya (I)
E.
L [cd/m2] Persamaan 10.21.
di mana: E adalah kuat cahaya [lux]
adalah faktor refleksi permukaan
= 0,70 untuk warna putih terang
= 0,50 untuk warna terang
= 0,10 untuk warna gelap
adalah nilai 3,14….
c. Penerangan Buatan
Metode ini membutuhkan arus cahaya (dalam lumen) yang akan digunakan
untuk menentukan kuat cahaya tertentu:
.N .U .M .
E [lux] Persamaan 10.22.
A
50 3,2 2,5
100 4,5 3,5
300 10,0 7,5
500 15,0 11,0
750 20,0 16,0
1.000 25,0 21,0
Sumber: SNI 6197:2011
Lampu pijar mempunyai banyak ragam (Gambar 10.22), antara lain: lampu
pijar standar, lampu halogen (MR) dan lampu dengan reflektor, dan
mempunyai rentang daya antara 5 – 500 Watt. Khusus untuk lampu halogen
kecil mempunyai daya antara 4 – 40 Watt, sedang yang besar mempunyai
daya antara 200 – 2.000 Watt.
.
Sumber: Dadras, 1995 & Hall, 1994 – dimodifikasi
Suhu lampu berkisar antara 37o – 260o C dan biasanya menghasilkan suhu
cahaya sekitar 2700o – 3200o K.
Lampu sorot eksternal (flood light) digunakan untuk penerangan suatu objek
(biasanya berupa papan reklame atau gedung). Kesan yang diperoleh dari
sorotan lampu ini tergantung pada posisi sumber cahaya terhadap objek,
posisi sumber cahaya terhadap pengamat dan posisi objek terhadap
pengamat.
Lampu sorot juga ada yang digunakan untuk keperluan interior (spot light),
yang biasanya digunakan pada etalase toko dan ruang pameran (galeri)
untuk menyinari benda atau lukisan tertentu. Lampu sorot ini ada yang
berupa lampu halogen. Lampu halogen ini banyak digunakan karena
bentuknya kecil, tidak ada kerlip cahaya (flicker), usia pemakaiannya lebih
lama, colour rendering-nya tinggi, warnanya sejuk dan dapat berfungsi
sebagai lampu dekorasi serta memberikan kesan mewah.
Lampu jenis lain yang sering digunakan adalah lampu gas yaitu lampu yang
dapat diisi dengan bermacam-macam gas sehingga menimbulkan efek
warna:
2) Lampu Fluoresen
Lampu fluoresen berisi gas neon, natrium, uap air raksa, helium dan argon.
Lampu TL (tube light) menggunakan uap air raksa yang mengeluarkan sinar
ultra ungu. Karena memberikan sinar menyebar, maka bayangan-bayangan
Lampu jenis ini cocok untuk penerangan di luar bangunan. Lampu Metal
Halida mempunyai daya antara 250 – 2000 Watt, Lampu Merkuri
mempunyai daya antara 50 – 1000 Watt, dan Lampu Sodium tekanan tinggi
mempunyai daya antara 70 – 2000 Watt (Gambar 10.24), sedang Lampu
Sodium tekanan rendah mempunyai daya antara 18 – 180 Watt.
Perbandingan jika akan mengganti lampu jenis lain dengan lampu LED:
Lampu LED memiliki bentukyang sama dengan lamu pijar atau lampu CLF
dan memiliki usia manfaat yang dapat mencapai 25.000 jam.
Karakteristik dari berbagai jenis lampu dapat dilihat pada Tabel 10.5, sedang
kaitan kuat penerangan yang ingin dicapai dengan jenis lampu yang dapat
digunakan seperti yang ada dalam Tabel 10.6.
f. Distribusi Cahaya
Distribusi cahaya terdiri dari cahaya langsung, tidak langsung dan baur atau
menyebar (diffuse), sebagaimana terlihat pada Gambar 10.26.
Distribusi cahaya disebut langsung (direct lighting) bila 100% cahaya mengarah
ke bawah, dan sebaliknya disebut tidak langsung (indirect lighting) jika 100%
cahaya mengarah ke atas. Distribusi di antara 100% mengarah ke atas dan
100% mengarah ke bawah disebut cahaya baur/menyebar.
0,6.m.Worg .s
P .0,746 [kW] Persamaan 10.24.
di mana : m adalah kapasitas lif
Dalam hal penggunaan lif lebih dari satu buah, maka daya listrik yang digunakan
dikalikan dengan faktor daya, sebagaimana tertera pada Tabel 10.8.
Tabel 10.8. Faktor Daya untuk Penggunaan Lif
Motor Faktor Daya
Motor Lif Terbesar 125% Beban Penuh
Motor Lif Terbesar Kedua 75% Beban Penuh
Motor Lainnya 50% Beban Penuh
Untuk keperluan kelompok beban ini, arus beban
penuh suatu motor lif berarti arus dari suplai pada
saat mengagngkat beban pengenal maksimum
pada kecepatan pengenal maksimum
Sumber: PUIL, 2011
Sedang untuk eskalator diperkirakan diperlukan daya sekitar 10 –15 HP per unit
(1 HP = 0,746 kilo Watt).
Sistem tata udara, membutuhkan beban pendingin yang dinyatakan dalam ton
refrigeran (TR), dan disesuaikan dengan fungsi bangunan, sehingga daya listrik
yang dibutuhkan:
Di samping itu, pada saat terjadinya pemadaman listrik diperlukan daya listrik
darurat berupa tenaga Generator Set (Genset), dengan kapasitas:
0,163. 1,2.Qhmaks .H t
P [kW] Persamaan 10.26.
Sedang :
Peralatan lain yang membutuhkan daya listrik, seperti untuk keperluan PABX,
sistem tata suara dan kipas udara relatif kecil.
Untuk kebutuhan ini diperkirakan: 2 Watt/m2.
Nama Gedung
Lokasi
Fungsi
Kantor m2
Hotel m2
Hunian/Apartemen m2
Restoran/Toko m2
Perbelanjaan m2
Basement/Hall m2
Parkir m2
Lainnya: m2
Total Luas m2
Penerangan:
Kantor Watt/m2 Watt
2
Hotel Watt/m Watt
2
Hunian/Apartemen Watt/m Watt
2
Restoran/Toko Watt/m Watt
2
Perbelanjaan Watt/m Watt
Basement/Hall Watt/m2 Watt
2
Parkir Watt/m Watt
JimmyLainnya:
S. Juwana 2
Watt/m Watt 445
Total Watt/m2 Watt
Transportasi Vertikal:
Kapasitas Lif m= orang kg
Kecepatan lif s= m/detik
Jumlah Lif N= unit
Jumlah lantai dilayani n= lantai
Efisiensi motor lif h=
Faktor daya
Daya listrik untuk Lif Watt
Lebar eskalator b= m
Panjang Eskalator L= m
Jumlah Eskalator N= unit
Kecepatan Eskalator s= m/detik
Daya listrik untuk eskalator Watt
Total Watt
Kondisi Darurat:
Kantor Watt
Apartemen Watt
Hotel Watt
Total Watt
Pemanas Air dan Pompa:
3
Konsumsi air Q= m /detik
Jarak lantai ke lantai h= m
Jumkah lantai n= lantai
Tinggi angkat total Ht = m
Efisiensi Pompa h=
Total Watt
Lain-lain:
Plug Load Watt/m2 Watt
2
Lainnya: Watt/m Watt
Total Watt
Total Kebutuhan Listrik Watt
5 POMPA BOOSTER 1
JUMLAH
11 PP T UDARA ZONA 1
ZONA 2
JUMLAH
JUMLAH
89 PP POMPA TRANSFER 1
SUMUR DALAM 1
JUMLAH
TOTAL [Watt]
TOTAL [kVA]
Nilai ini merupakan hasil bagi antara besarnya energi yang digunakan oleh
bagunan pada periode waktu tertentu (Energi = Daya x Waktu) dengan satuan
luas bangunan, yang dinyatakan dalam satuan kWh/m2.tahun.
Rata-rata penggunaan untuk berbagai fungsi bangunan dapat dilihat pada Tabel
10.9.
Ruang panel untuk jaringan elektrikal dan telepon harus disusun secara baik
agar memudahkan bagi keperluan pemeriksaan (Gambar 10.30).
Bangunan tinggi yang tidak dilengkapi oleh sistem proteksi petir dapat
berdampak pada kerusakan dan/atau kebakaran jika disambar petir.
Petir merupakan kejadian alam yang selalu melepaskan muatan listrik ke bumi
tanpa dapat dikendalikan dan menyebabkan kerugian harta benda dan
kematian pada mahluk hidup. Untuk menghindari/mengurangi kerugian yang
disebabkan oleh petir, maka jika digunakan suatu sistem perlindungan yang
tepat, dapat dihindari/dibatasi kerugian yang disebabkan oleh petir baik berupa
kebakaran maupun kehancuran/kerusakan jaringan listrik dan peralatan
elektronik.
Prinsip dasar dari sistem proteksi petir adalah untuk menyediakan jalur menerus
dari logam ke tanah pada saat terjadi sambaran petir pada bangunan.
Terminal udara (air teminal) umumnya terdiri dari tiang pendek (finial) yang
biasa dipasang pada bangunan atap datar dan menggunakan sistem proteksi
petir konvensional, sangkar Faraday (Gambar 10.31). Selanjutnya, lokasi
penempatan ujung finial diperoleh dengan menggunakan analisis bola
bergulir/gelinding.
Penghantar pembantu adalah semua penghantar lain seperti pipa air hujan dari
logam, konstruksi-konstruksi logam dan lain-lain yang dimanfaatkan sebagai
pembantu penyalur arus petir.
Alat ini terdiri dari terminal hubung dan sambungan. Terminal hubung
merupakan suatu dudukan dari logam yang berfungsi sebagai titik hubung
bersama dari beberapa elektroda-elektroda pengebumian dan benda logam lain
yang akan ditanam dalam tanah (pembumian).
Pembumian mendatar adalah pembumian yang dapat berupa pelat, jaring kawat
dan lain-lain yang ditanam di dalam tanah dengan maksud untuk menghindari
terjadinya bahaya tegangan langkah (suatu tegangan pada permukaan tanah,
sehingga menyebabkan adanya beda potensial langkah, antara kaki manusia
dan kaki binatang).
Metode ini yang paling umum digunakan yang mengacu pada SNI 03-6652-
2002 tentang Tata Cara Perencanaan Proteksi Bangunan dan Peralatan
terhadap Sambaran Petir dan SNI 03-7015-2004 tentang Sistem Proteksi Petir
pada Bangunan Gedung.
Struktur yang terkena bola diberi finial, sedangkan yang tidak terkena bola
berarti terlindungi dari sambaran petir.
Daerah yang terlindungi tergantung dari tinggi finial yang dipasang, Tabel 10.11
memperlihatkan jangkauan daerah yang terlindungi terkait dengan tinggi finial
yang dipasang dengan menggunakan sistem sangkar Faraday.
R A B C D E Persamaan 10.29.
Adapun jenis dan ukuran terkecil dari sistem proteksi petir secara rinci dapat
dilihat pada Tabel 10.18.
Soal-Soal Latihan
5. Berapa daya listrik yang diperlukan untuk lif untuk kasus soal 4.3.
7. Hitung kebutuhan daya listrik yang diperlukan untuk pompa pada soal
4.3.
8. Jika 60% kebutuhan daya listrik bangunan pada soal 4.3 disiapkan
cadangan listriknya, berapa besar kapasitas pembangkit listrik cadangan
(genset) yang perlu disediakan.
… (2002); SNI 03-6652-2002 tentang Tata Cara Perencanaan Proteksi Bangunan dan
Peralatan terhadap Sambaran Petir, Badan Standardisasi Nasional, Jakarta.
… (2004); SNI 03-7015-2004 tentang Sistem Proteksi Petir pada Bangunan Gedung,
Badan Standardisasi Nasional, Jakarta.
…(2011); SNI 6197:2020 tentang Konservasi Energi pada Sistem Pencahayaan, Badan
Standardisasi Nasional, Jakarta.
Allen E, & Iano J. (2017); The Ardchitect’s Studio Companion – Rules of Thumb for
Preliminary Design 6th Edition, John Wiley & Sons, Inc., New York.
Anggoro B., (2016); “Sistem Proteksi Petir Eksternal dan Internal pada Bangunan
Gedung Tinggi”, Jakarta.
Cote A. E. (Editor), (2008); Fire Protection Handbook 12th Edition, National Fire
Protection Association, Quincy.
Dadras A. S. (1995); Electrical Systems for Architects, McGraw-Hill, Inc., New York.
Hall F. (1994); Building Services & Equipment 3rd Edition, Longman Scientific &
Technical, Essex.
Juwana J.S. (2005); Panduan Sistem Bangunan Tinggi untuk Arsitek dan Praktisi
Bangunan, Penerbit Erlangga, Jakarta.
McGuinness W J & Stein B. (1971); Mechanical and Electrical Equipment for Buildings
5th Edition; John Wiley & Sons, Inc., New Yok.
Wujek J.B. & Dagostino F.R. (2010); Mechanical and Electrical Systems in Architecture,
Engineering, and Construction, Prentice Hall. Upper Saddle River.
Rebecca Solnit
Bumi terdiri dari tanah dan air dengan perbandingan 28% daratan dan 72% air,
dan dari sekian banyak air yang ada, hanya 2,5% yang berupa air tawar yang
bisa diminum, sisanya berupa air asin atau air yang tidak/belum layak diminum.
Sebagian besar bumi kita terdiri dari air, namun demikian hanya sebagian kecil
dari air yang ada itu dapat secara langsung dapat digunakan untuk hidup
manusia dan ketersediaan air yang bersih tergantung dari kondisi lingkungan
alam. Lingkungan alam di negara berkembang dan sedang berkembang,
khususnya di daerah perkotaan dan kawasan pemukiman yang baru dibuka
biasanya condong mengalami kerusakan. Kejadian ini diperburuk dengan
banyaknya pemukiman penduduk yang liar yang tumbuh secara acak, sporadis
dan tidak tertata.
Pada umumnya kawasan pemukiman ini tidak mempunyai pasokan air bersih
(dari Perusahaan Daerah Air Minum – PDAM) dan sistem sanitasi yang
Kerusakan lingkungan ini akan berdampak pada potensi ketersediaan air tanah,
khususnya jika pembangunan pemukiman itu terletak di daerah resapan air.
Hal-hal ini menyebabkan tanah kehilangan daya serap air, sehingga air hujan
yang turun tidak lagi dapat diserap oleh tanah, tetapi mengalir di permukaan
tanah menuju selokan atau sungai yang kemudian mengalir ke laut, yang
dikenal sebagai aliran air permukaan (overland flow atau run off).
Jika hal ini berlangsung untuk periode waktu yang cukup panjang akan
berakibat pada terjadinya erosi, banjir, longsor atau intrusi air laut, yang pada
akhirnya berdampak pada kondisi tanah yang kering dan tandus, sehingga pada
gilirannya akan mengganggu keseimbangan eko sistem yang berpengaruh
pada daur-ulang hidrologi (Gambar 11.1).
Di samping itu, akibat pemompaan air tanah yang berlebihan dapat berakibat
penurunan muka tanah, karena tanah yang sebelumnya terisi air, menjadi
kosong (berongga) dan akibat beban di atasnya, baik akibat kendaraan maupun
bangunan, tanah tertekan dan turun.
Proses pencemaran ini dapat disebabkan oleh pelarutan bahan limbah cair atau
padat di permukaan tanah dan peresapan air sungai, saluran atau kolam yang
telah tercemar airnya. Penyebab lain yang dapat mengakibatkan menurunnya
mutu air tanah adalah meningkatnya kegaraman air karena terjadinya
penyusupan air laut (air asin) ke dalam lapisan air tawar (intrusi air laut).
Ciri-ciri air yang tercemar tergantung dari jenis air dan unsur-unsur yang
mengakibatkan terkontaminasinya air (polutan-nya). Air yang terkena polusi
akan mengalami perubahan rasa, bau dan warna serta tanda-tanda lain yang
sukar untuk dideteksi tanpa melalui pemeriksaan laboratorium. Polutan dapat
berupa zat yang dapat menyebabkan penyakit (bakteri, virus, protozoa dan
cacing parasit), bahan-bahan parasit dan bahan organik yang larut dalam air,
seperti asam, garam, dan logam yang bersifat racun (timah dan merkuri/air
raksa).
a. padatan;
b. bahan buangan yang membutuhkan oksigen;
c. mikro-organisme;
d. komponen organik sintetik;
e. nutrien tanaman;
f. minyak;
g. sendawa an-organik dan mineral;
h. bahan radioaktif; dan/atau
i. panas.
a. nilai pH;
b. suhu;
c. warna, bau dan rasa;
d. jumlah padatan (terendap, tersuspensi dan terlarut) dan kesadahan air
e. nilai Biochemical Oxygen Demand (BOD) dan Chemical Oxygen Demand
(COD);
f. pencemaran mikro-organisme patogen (bakteri);
g. kandungan minyak dan lemak;
h. kandungan logam berat (Hg, Pb, As, Cd, Cr dan Ni); dan
i. kandungan bahan radioaktif
Sumber dan proses pencemaran air tanah secara skematik dapat dilihat pada
Gambar 11.2. Pencemaran air oleh penduduk (limbah domestik) biasanya
berasal dari rembesan kakus (septic tank) atau saluran air kotor, yang ditandai
dengan tingginya kadar zat organik, BOD, COD, Mangan (Mn), Nitrat dan
adanya bakteri coli serta deterjen (surfaktan anion – MBAS).
Sebagai salah satu upaya untuk melestarikan air tanah adalah dengan
membuat sumur resapan yang berfungsi sebagai tempat untuk menampung dan
menyimpan curahan air hujan, sehingga dapat menambah kandungan air tanah.
PP nomor 16 tahun 2021, pembuatan sumur resapan (retention/detention well)
dan/atau kolam penampungan air hujan merupakan bagian dari pencegahan
terjadinya aliran permukaan (water run off). Pengelolaan air hujan dilakukan
dengan menentukan status wajib kelola air hujan.
Sumur resapan dalam (Gambar 11.4) dibuat jika tanah di permukaan sudah
jenuh air, atau tanah merupakan lapisan kedap air, sehingga air dialirkan ke
dalam lapisan tanah di bawahnya yang memiliki potensi menyerap air.
Perbedaan yang mendasar antara SRD dengan SRTS terletak pada optimasi
dan pendayagunaannya, serta manfaat yang diperolehnya. SRTS merupakan
sumur resapan yang dirancang berdasarkan kondisi setempat, sehingga SRTS
tidak dapat dibuat generik. Namun demikian secara prinsip SRTS mempunyai
kesamaan dalam gagasan dasar dan proses kerjanya.
SRTS dapat dirangkai dengan kotak filter (Gambar 11.6), sebagai bagian dari
sistem daur-ulang dari air kotor (black water), air buangan (grey water) menjadi
air bersih. Namun jika hanya digunakan sebgai bagian dari pengelolaan air
hujan, SRTS dapat dirangkai dengan embung atau kolam penampungan air
hujan.
Bak
Penampung
Pipa
Lapisan tidak kedap air
Lapisan akifer
('Aquifer')
Berbeda dengan SRD, pasokan air pada musim hujan, oleh SRTS mampu
dialirkan ke beberapa lapisan tanah di bawahnya, baik pada lapisan tidak kedap
air, maupun lapisan akifer (aquifer), sehingga permukaan tanah terhindar dari
genangan air yang diakibatkan oleh jenuhnya tanah permukaan dan/atau
Untuk menjamin agar air laut tidak mengisi rongga-rongga di dalam lapisan
tanah tidak kedap air dan/atau lapisan akifer, rancangan SRTS yang dilengkapi
dengan bak penampungan air tawar (yang telah difilter). Bak ini dimaksudkan
agar dapat menampung air dengan volume yang cukup besar sebelum dialirkan
secara vertikal melalui pipa yang diameternya jauh lebih lebih kecil
dibandingkan dengan diameter bak penampung di atasnya. Hal ini dimaksudkan
agar menghasilkan tekanan hidrostatik yang cukup tinggi pada pipa yang
dilubangi pada tempat di mana terdapat lapisan tanah tidak kedap air dan/atau
pada ujung pipa yang berada pada lapisan akifer di bawahnya. Tekanan ini
diperoleh akibat gaya gravitasi yang berasal dari berat sendiri air dalam bak
penampungan, yang besar tekanannya dan laju alirannya dapat dihitung
dengan menggunakan rumus-rumus hidrolika (hukum Bernoulli dan Darcy).
Tekanan air tawar yang keluar dari lubang pipa cukup besar untuk dapat
berpengaruh hingga radius tertentu dari pipa tersebut..
B B
inlet
atas
atas
.50 m
.50 m
7 6 1
bawah Pipa Pipa
Dia. Dia.
4" 4"
Bak CATATAN:
bawah bawah Kontrol
.25 m Posisi lubang inlet dan outlet dari kotak 1
.50 m
BAK KONTROL - Tentukan lebih dahulu titik trendah lubang bawah outlet (dari kotak
9 4 3 9 ke saluran distribusi)
bawah bawah .60 m
Pipa
Dia. .50 m .50 m .50 m
.50 m .50 m .50 m
4"
IJUK IJUK
Pipa inlet
.60 m
KERIKIL KERIKIL
agak
miring ke
PASIR PASIR atas
KERIKIL KERIKIL
IJUK IJUK
3 1
6 BAK KONTROL
1.50 m
4 7 Katup
ARANG AKTIF ARANG AKTIF
0.15 m
kuras
9 IJUK IJUK
Lumpur
KERIKIL KERIKIL
PASIR PASIR
KERIKIL KERIKIL
IJUK IJUK
POTONGAN A- A POTONGAN B - B
Meskipun air hujan boleh secara langsung diserap ke dalam tanah, namun
mengingat di kota-kota besar yang penuh dengan kendaraan dan sampah yang
berpotensi bagi pencemaran air hujan yang ada dalam selokan, maka aliran air
hujan yang ada dalam selokan, jika hendak dialirkan ke dalam sumur resapan,
perlu melalui proses penyaringan yang dilakukan di dalam kotak filter ‘Tirta
Sakti’, agar mutu air yang masuk ke dalam tanah tidak tercemar. Pemeriksaan
atas mutu air perlu dilakukan, agar lapisan akifer tidak dicemari oleh unsur-
unsur yang dapat menyebabkan terkontaminasinya sumber daya air.
Tata cara perencanaan sarana dan prasarana pengelolaan air hujan terbagi
menjadi dua cara sesuai dengan ketetapan status wajib kelola air hujan yang
diterbitkan oleh pemerintah daerah, yaitu:
a. perencanaan status wajib kelola air hujan persentil 95; dan
b. perencanaan status wajib kelola berdasarkan analisis hidrologi spesifik.
Catatan:
- Hapus semua data yang kurang baik
(misal: data yang salah) dari set data
tersebut.
Selanjutnya, curah hujan diurutkan dari yang terkecil, seperti contoh pada
Tabel 11.3.
Tabel 11.3.
Data Curah Hujan Harian di Atas 2,5 mm per Hari yang Telah Diurutkan
b. Volume air hujan yang wajib dikelola di dalam persil bangunan gedung.
Volume wajib kelola (Vwk) tidak seluruhnya harus dikelola dalam bentuk
sarana pengelolaan air hujan. Air hujan yang jatuh pada pekarangan yang
tidak tertutupi perkerasan direncanakan sebagai air hujan yang mengalami
infiltrasi langsung dari permukaan tanah.
Volume air hujan yang wajib dikelola dengan sarana pengelolaan air hujan
adalah air hujan yang berpotensi melimpas yang disebabkan oleh
tertutupnya tanah oleh bangunan dan perkerasan.
c. Volume andil banjir
Volume andil banjir adalah bagian dari volume wajib kelola air hujan yang
berpotensi melimpas keluar dari persil bangunan gedung.
Volume air yang meresap ke dalam tanah selama hujan berlangsung (Vrsp)
dihitung dengan formula:
t
Vrsp e . Atotal.K rata rata [m3] Persamaan 11.6.
24
Kv Kh Persamaan 11.8.
sumur resapan dinding tidak kedap, nilai Krata-rata:
K v . Ah K h . Av
K rata rata Persamaan 11.9.
Ah Av
di mana: Krata-rata adalah koefisien permeabilitas tanah rata-rata
[m/hari]
Kv adalah koefisien permeabilitas tanah pada dinding
sumur [m/hari] = 2 Kh
Kh adalah koefisien permeabilitas tanah pada alas sumur
[m/hari]
Ah adalah luas alas sumur:
penampang lingkaran = 0,25 .π.D2 [m2]
penampang segi empat = P.L [m2]
Av adalah luas dinding sumur:
penampang lingkaran = π.D.H [m2]
penampang segi empat = 2.P.L [m2]
Luas Persil m2
KDB %
Sumur Resapan
Diameter sumur D= m
Kedalaman sumur H= m
Koefisien Permeabilitas K= m3/hari
K rata-rata Krata-rata = m3/hari
Luas alas sumur Ah = m2
2
Luas dinding sumur Av = m
At = m2
Durasi hujan efektif te = jam
Volume air meresap Vrsp = m3
3
Volume sumur resapan Vsr = m
Bak Detensi
Volume bak detensi Vbd = m3
Salah satu komponen yang ada di bumi yang dibutuhkan oleh manusia di
samping air, adalah udara. Udara dibutuhkan untuk bernafas. Ada lima lapisan
udar di bumi: atmosfer, troposfer, mesosfer, termofer, dan eksofer.
Di lapisan atmosfer yang paling dekat dengan permukaan bumi, udara terdiri
dari oksigen dan sisanya berupa gas nitrogen, karbon, hidroegn, dan lainnya.
Waktu
Parameter Baku Mutu
Pengukuran
1 Jam 900 g/Nm3
SO2 (Sulfur Dioksida) 24 Jam 365 g/Nm3
1 Tahun 60 g/Nm3
1 Jam 30.000 g/Nm3
CO (Karbon Monoksida) 24 Jam 10.000 g/Nm3
1 Tahun -
1 Jam 400 g/Nm3
NO2 (Nitrogen Dioksida) 24 Jam 150 g/Nm3
1 Tahun 100 g/Nm3
1 Jam 235 g/Nm3
O3 (Oksidan)
1 Tahun 50 g/Nm3
HC (Hidro Karbon) 3 Jam 160 g/Nm3
PM10 (Partikel < 10 m) 24 Jam 150 g/Nm3
24 Jam 65 g/Nm3
PM2,5 (Partikel < 2,5 m)
1 Tahun 15 g/Nm3
24 Jam 230 g/Nm3
TSP (Debu)
1 Tahun 90 g/Nm3
24 Jam 2 g/Nm3
Pb (Timah Hitam)
1 Tahun 1 g/Nm3
10 ton/km2/Bulan
Dustfall (Debu Jatuh) 30 hari
(Pemukiman)
Polusi udara dapat berupa partikel debu atau batuan yang dihasilkan dari
letupan gunung berapi atau gas yang berasal dari kendaraan bermotor yang
mengandung karbon dioksida (CO2) dan partikel logam berat timbal (Pb) atau
asap pabrik yang mengandung sulfur dioksida (SO2).
Komposisi polutan yang ada di lapisan atmosfer dapat terlihat pada Tabel 11.7.
Tabel 11.7. Komposisi Polutan Udara di Lapisan Atmosfer
Jenis Polutan (%)
Debu 20
Abu 10
Garam 40
Asap 5
Spora,virus dll. 25
Jumlah 100
Sumber: Samsoedin et al, 2015
a. vegetasi (softscape);
b. perkerasn (hardscape); dan
c. perabot taman (landscape furniture).
11.3.1. Vegetasi
Dari bentuknya, pohon ditentukan dari kelompok dan tinggi tanaman (Gambar
11.8), tajuk tanaman yang dapat berbentuk bulat (Gambar 11.9), seperti pohon
kiara payung (filicim decipiens) dan biola cantik (ficus pandurate), bentuk
memayung (Gambar 11.10) seperti pohon bungur (lagerstroemia) dan dadap
(erythrina sp), bentuk oval (Gambar 11.11) seperti pohon tanjung (mimusops
elengi) dan johar (cassia siamea), bentuk kerucut (Gambar 11.12) seperti pohon
cemara (casuarina eqisetifolia), glodokan (polyalthea longifolia), kayu manis
(glycyrrhiza glabra) dan kenari (cannarium communeae), bentuk menyebar
bebas (Gambar 11.13) seperti angsana (ptherocarphus indicus) dan akasia
daun besar (accasia mangium), bentuk persegi empat (Gambar 11.14) seperti
mahoni (switenia mahagoni), bentuk kolom (Gambar 11.15) seperti bambu
(bambusa sp) dan glodokan tiang (polyalthea sp), dan bentuk vertikal (Gambar
11.16) seperti jenis palem raja (oreodoxa regia).
Pengenal Lingkungan
Dapat Dikonsumsi
Reduktor Polutan
Pohon Sedang
Bentuk Tajuk
Pohon Besar
Pohon Kecil
Wrna Daun
Pengarah
No Nama Lokal Nama Latin
Tekstur
Semak
Bunga
Perdu
Buah
1 Akalipa hijau kuning Acalypha wilkesiana ● ●
2 Akasia daun besar Accacia mangium ●
3 Akasia kuning Acacia uriculaeformis ● ●
4 Angrek Tanah Spathoglotis plicata ● ●
5 Angsana Pthecarpus indicus ● ●
6 Apel Chrysophyllum caimito ● ● ●
7 Asam Tamarindus indica ● ●
8 Asem landi Pitchecolobium dulce ● ● ● ●
9 Bakung Crinum asiaticum ● ●
10 Bambu Jepang Bambusa sp. ● ● ●
11 Beringin Ficus benyamina ● ●
12 Bintaro Cerbera manghas ● ● ●
13 Bogenvil Bougenvillea sp ● ●
14 Bunga pukul empat Mirabilis jalapa ● ●
15 Bunga saputangan Amherstia nobilis ● ● ●
16 Bungur Lagerstromea loudonii ● ●
17 Cemara gunung Casuarina junghuniana ● ●
18 Cemara laut Casuarina equisetifolia ● ● ●
19 Cemara Norfolk Araucaria heterophylla ● ● ●
20 Cempaka Michelia champaca ● ●
21 Dadap belang Erythrina variegate ● ●
22 Dadap merah Erythrina cristagalli ● ●
23 Damar Agathis alba ● ● ● ● ●
24 Durian Durio zibethinus ● ● ●
25 Ebony/Kayu hitam Dyospiros celebica ●
26 Flamboyan Delonix regia ● ● ●
27 Ganitri Elaeocarpus randisflora ● ● ●
28 Glodogan pohon Polyathea sp. ● ● ●
29 Glodogan tiang Polyathea longifolia ● ● ● ●
30 Hujan Mas Cassia fistula ● ● ●
31 Iris Belamcanda chinensis ● ●
32 Jambu air Eugenia aquea ● ● ●
33 Jambu batu Psidium guajava ● ●
Pengenal Lingkungan
Dapat Dikonsumsi
Reduktor Polutan
Pohon Sedang
Bentuk Tajuk
Pohon Besar
Pohon Kecil
Wrna Daun
Pengarah
No Nama Lokal Nama Latin
Tekstur
Semak
Bunga
Perdu
Buah
34 Jambu monyet Anacardium occidentale ● ●
35 Jarak Jatropha integerima ● ●
36 Jati Tectona grandis ●
37 Jeruk bali Citrus grandisty ● ● ●
38 Jeruk nipis Citrus aurantifolia ● ● ●
39 Johar Cassia siamea ● ●
40 Kalak Polyantha lateriflora ●
Caliandra
41 Kaliandra
haematocepala
● ●
42 Kana Canna Hibrida ● ●
43 Kantil Michelia alba ● ●
44 Karet Munding Ficus elastica ● ●
45 Kasia singapur Cassia spectabilis ● ● ● ●
46 Kelapa Cocos nucifera ● ● ● ● ●
Caesalphinia
47 Kembang merak
pulcherima
● ● ● ●
48 Kembang Sepatu Hibiscusrosa sinensis ● ● ●
49 Kemboja merah Plumeria rubra ●
50 Kemuning Muraya paniculate ● ●
51 Kenanga Cananga odorata ● ●
52 Kenari Canarium commune ● ● ● ●
53 Kersen Muntingiacalabura ● ● ●
54 Kesumba Bixa Orellana ● ●
55 Ketapang Terminalia cattapa ● ● ●
Spathodea
56 Ki acret
companulata
● ● ● ●
57 Kiara Payung Filicium decipiens ● ● ●
58 Kol Banda */ Pisonia alba ● ●
59 Kupu-kupu Bauhinia purpurea ● ● ●
60 Lamtorogung Leucaena leccocephala ●
61 Landep Baleria priontis ● ●
62 Lantana Lantana camara ● ● ●
63 Lengkeng Euphoria longan ● ● ● ●
64 Lontar/Siwalan Borassus flabellifer ● ● ●
65 Mahoni Switenia mahagoni ● ● ●
66 Mangga Mangifera indica ● ● ●
Pengenal Lingkungan
Dapat Dikonsumsi
Reduktor Polutan
Pohon Sedang
Bentuk Tajuk
Pohon Besar
Pohon Kecil
Wrna Daun
Pengarah
No Nama Lokal Nama Latin
Tekstur
Semak
Bunga
Perdu
Buah
Nothopanax
67 Mangkokan ● ●
scutellarium
68 Matoa Pometia pinata ●
69 Menteng Baccaurea motleyana ● ●
70 Merawan Hopea mangarawan ●
71 Mimba Azadirachta indica ● ●
72 Nagasari Mesua ferrea ● ●
73 Nangka Artocarpus heterophylla ● ●
74 Nusa Indah Musaenda sp. ● ● ●
Callophyllum
75 Nyamplung ●
inophyllum
76 Oleander Nerium oleander ● ● ●
77 Palem Ekor Tupai Wodyetia bifurca ● ● ●
78 Palem kubis Licuala grandis ● ●
Chrysalidocarpus
79 Palem Kuning ● ●
lutescens
80 Palem Merah Cytostachys renda ● ● ●
81 Palem Raja Oreodoxa regia ● ● ● ●
82 Palem Sadeng Livistona rotundifolia ● ●
83 Pangkas kuning Duranta sp. ● ●
84 Pepaya Carica papaya ● ● ● ●
85 Pinang Jambe Areca catechu ● ● ● ● ●
Ptychosperma
86 Pinang Mac-arthur ● ●
macarthurii
87 Pinus, tusam Pinus mercusii ● ● ● ●
88 Puspa Schima wallichii ●
89 Salam Eugenia polyantha ● ● ● ●
Sansiviera/Lidah
90 Sanseviera trifasciata L ● ● ●
mertua
91 Sarai raja Caryota mitis ●
92 Sawo kecik Manilkara kauki ● ● ● ● ●
93 Serunai rambat Widelia sp. ● ●
94 Sikat botol Callistemon lanceolatus ● ●
95 Soka Ixora stricata ● ●
96 Sukun Artocarpus altilis ● ● ● ●
97 Sutra Bombay Portulaca gransiflora ● ●
Pengenal Lingkungan
Dapat Dikonsumsi
Reduktor Polutan
Pohon Sedang
Bentuk Tajuk
Pohon Besar
Pohon Kecil
Wrna Daun
Pengarah
No Nama Lokal Nama Latin
Tekstur
Semak
Bunga
Perdu
Buah
98 Tanjung Mimusops elengi ● ●
99 Tapak dara Catharanthus roseus ● ●
100 Teh-tehan Pangkas Acalypha sp. ● ●
101 Trembesi Samanea saman ● ●
Sumber: Permen PU nomor 05/2008
Di samping pada persil bangunan gedung, vegetasi juga dapat ditanam di atas
atap bangunan gedung (roof garden), dengan kriteria tanaman, sebagai berikut:
a. tidak berakar dalam sehingga mampu tumbuh baik dalam pot atau bak
tanaman;
b. relatif tahan terhadap kekurangan air;
c. perakaran dan pertumbuhan batang yang tidak mengganggu struktur
bangunan;
d. tanaman yang disukai oleh burung dan satwa lainnya;
e. tahan dan tumbuh baik pada temperatur lingkungan yang tinggi; dan
f. mudah dalam pemeliharaan.
Tanaman yang dapat ditanam pada roof garden tertera pada Tabel 11.9.
Tabel 11.9. Contoh Tanaman untuk Roof Garden
Penempatan vegetasi di roof garden dapat dilakukan dengan dua cara, ditanam
di atas pelat atap dan/atau ditanam dalam pot.
Untuk vegetasi yang ditanam dalam pot, lapisan pelat atap cukup dilapisi bahan
atau campuran kedap air (Gambar 11.17), sedang untuk vegetasi yang ditanam
di atas lapisan pelat atap beton, di samping lapisan kedap air, perlu ditambah
dengan lapisan penahan akar (Gambar 11.18).
Pasir atau lembaran yang dapat menyerap air (porous) dari sejenis bahan
polystyrene atau susunan batu apung sering kali digunakan, juga tumbukan
batu merah yang ringan memiliki keunggulan dalam menyerap air dan menjaga
kelembapan pada tingkat yang sesuai. Penggunaan lembaran polystyrene
gelombang akan menghasilkan aliran air ke saluran dengan baik, sedang
lekukan bawah gelombang dapat berfungsi sebagai tempat cadangan air untuk
keperluan tanaman.
Filter yang terbuat dari bahan geo textile dapat berfungsi sebagai pengganti
‘ijuk’, yang mengalirkan air ke bawah, tetapi menahan butiran tanah agar tidak
menyumbat saluran air. Untuk mengurangi rambatan panas diberi lapisan
insulasi, maka perlu diberi lapisan penahan, agar akar tanaman tidak merusak
lapisan kedap air dan beton di bawahnya. Penahan akar tanaman terbuat dari
bahan campuran karet sintetis yang keras atau lembaran campuran aspal
dengan kerikil.
11.4. Perkerasan
Pengaturan pola parkir sudah dibahas pada Bab II (pada bagian 2.5. butir a –
Standar Parkir), namum terkait lapisan yang digunakan untuk perkerasan akan
dbahas di sini dan terbagi atas:
a. sistem perkerasan fleksibel/aspal (flexible pavement);
b. sistem perkerasan kaku/beton (rigid pavement); dan
c. perkerasan dengan blok beton terkunci (paving block).
Jalan sebagai jalur lalu lintas orang sudah ada sejak sekitar 3.000 tahun
sebelum Masehi (SM), dan beberapa jalan yang pernah dibangun, di antaranya:
a. jalur sutera yang sudah ada sejak 2.600 SM dan dikembangkan pada saat
Dinasti Han pada 130 SM menghubungkan Tiongkok denga Eropa yang
digunkan sampai sekitar tahun 1.453, dan ditutup pada saat Kesultanan
Ottoman.
c. jalan raya pos (de groote postweg) atau dikenal dengan jalan Daendels
yang dibangun sepanjang sekitar 1.000 km oleh Jenderal Daendels pada
tahun 1809 dan masih berfungsi sampai sekarang, menghubungkan kota
Anyer, Banten dengan kota Panarukan, Jawa Timur.
Pada zaman modern telah berkembang métode dan penggunaan bahan untuk
pembuatan konstruksi jalan, dari yang diperuntukan sebagai jalan lingkungan
sampai dengan jalan bebas hambatan.
Pada umumnya perkerasan fleksibel terdiri dari empat lapisan seperti Gambar
11.19.
Bahan utama lapisan perkerasan fleksibel dari campuran kerikil pasir dan aspal,
karenanya perkerasan jenis ini rentan terhadap genangan air. Genangan air
dapat memperlemah ikatan antar butiran yang dilekatkan asat dengan lainnya
oleh aspal.
Saat ini sudah berkembagan green asphalt yang tidak kedap air, sehingga daya
tahan perkerasan fleksibel meningkat, karena air yang ada dipermukaan jalan
langsung dapat dialirkan ke lapisan tanah di bawahnya yang dapat meresap air.
Perkerasan kaku lebih tahan terhadap air, karena bahan utama yang digunakan
adalah campuran beton mutu tinggi. Kadang-kadang campuran beton ini
dicampurkan dengan serat sintetik (synthetic fiber) atau serat baja (steel fiber)
untuk meningkatkan kemampuan beton terhadap beban bergerak.
Berbagai jenis blok terkunci yang beredar di pasar dengan variasi warna,
bentuk, ukuran, serta ketebalannya (Gambar 11.21), di antaranya:
Blok beton terkunci ini ada yang masif dan ada yang berlubang untuk tempat
tumbuhnya rumput (grass block), yang pola pemasangannya dapat bermacam-
macam seperti terlihat pada contoh di Gambar 11.22 dan Gambar 11.23.
Blok beton terkunci ini memiliki lapisan yang beragam, tergantung dari fungsi
dan manfaat yang diinginkan. Pada Gambar 11.24, lapisan permukaan
menggunakan blok beton berkunci (paving block) biasanya digunakan untuk
lintasan kendaraan, sedang pada Gambar 11.25, menggunakan grass block
yang dapat digunakan untuk areal parkir, dan permukaan pada Gambar 11.26)
hanya ditanami oleh rumput; biasanya digunakan untuk lapangan olah raga atau
lapangan upacara.
Sumber:https://www.duratex.co.uk/ground-stabilisation/173-heavy-duty-permeable-paving-grid-80mm-
thick.html
Fasilitas pejalan kaki disediakan untuk orang yang berjalan kaki, baik yang
berada pada ruang milik jalan (Rumija) atau di dalam tapak/persil untuk
menghubungkan tempat/bangunan gedung yang satu ke tempat/bangunan
gedung yang lain. Fasilitas pejalan kaki ini dapat berupa trotoar/pedestrian,
pelintasan jalan sebidang, dan/atau pelintasan jalan tidak sebidang (jembatan
penyeberangan di atas jalan atau terowongan di bawah jalan).
Ketentuan dan persyaratan terkait jalur pejalan kaki, sekurangnya hal-hal yang
ada pada Gambar 11.27.
Dari sekian ketentuan terkait jalur pejalan kaki, yang perlu diperhatikan, di
antaranya:
a. lebar mínimum adalah 1,50 m untuk daerah perumahan dan 2,00 untuk
daerah publik/komersial;
b. kemiringan arah memanjang maksimal 5º atau 1/12, dengan daerah datar
sepanjang minimal 1,50 m, setiap 9 m;
Pada pelintasan sebidang, jalur kendaraan diberi jendulan (‘polisi tidur’) yang
elevasinya sama dengan elevasi trotoar/jalur pejalan kaki di sisi jalur kendaraan,
sehingga pejalan kaki melintas pada elevasi yang sama (Gambar 11.28).
Titik kumpul dapat berupa lapangan dengan perkerasan atau lahan rumput yang
digunakan untuk berkumpulnya penghuni bangunan gedung pada saat terjadi
kondisi darurat (Gambar 11.29).
.
Sumber: https://www.susdrain.org/delivering-suds/using-suds/suds-components/swales-and-
conveyance-channels/Swales-conveyance-channels.html
Gambar 11.32. Selokan Alami
Pada tepi jalan juga disiapkan lubang untuk mengalirkan air hujan dari jalan ke
selokan drainase kota (Gambar 11.34). Saluran tepi jalan juga dapat
diintegrasikan dengan selokan alami (bioswale) dan resapan air (Gambar
11.35).
Sumber: https://www.researchgate.net/figure/Accumulation-of-sewage-in-combined-sewerage-stormwater-
drainage-systems-5-sewage_fig1_334713457
Sumber: https://id.pinterest.com/artufts/storm-water-drain/
Soal-Soal Latihan
3. Mengapa perlu melakukan analisis volume wajib kelola air hujan dan
volume andil banjir
… (1991); SNI 03-2403-1991 tentang Tata Cara Pemasangan Blok Beton Terkunci
untuk Permukaan Jalan, Badan Standardisasi Nasional, Jakarta.
… (2021); https://www.researchgate.net/figure/The-hydrological-cycle_fig1_227365036
…. (2021); https://www.gdrc.org/uem/water/water-pollution.html,
… (2022); https://vaasphalt.org/pavement-guide/structural-design/structural-design-
methods/
… (2022). https://www.aboutcivil.org/types-of-pavements.html
… (2022); https://dot.ca.gov/programs/design/lap-erosion-control-design/tool-1-lap-
erosion-control-toolbox/tool-1nn-40-permeable-paving,
… (2022); https://id.pinterest.com/artufts/storm-water-drain/
… (2022); http://www.galdeck.co.il/images/TurfPave%20XD1.pdf
… (2022); https://www.researchgate.net/figure/Accumulation-of-sewage-in-combined-
sewerage-stormwater-drainage-systems-5-sewage_fig1_334713457
… (2002); https://www.duratex.co.uk/ground-stabilisation/173-heavy-duty-permeable-
paving-grid-80mm-thick.html
Juwana J. S., & Sabri A. (2001); “Sumur Resapan Tirta Sakti dalam Kaitan Potensi
Persediaan Air Tanah”, Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Sipil dan
Perencanaan, Universitas Trisakti, Jakarta.
Juwana J. S., (2005); Panduan Sistem Bangunan Tinggi – untuk Arsitek dan Praktisi
Bangunan, Penerbit Erlangga, Jakarta
Kendrick P. et al, (2004); Roadwork: Theory and Practice 5th Edition, Elsevier,
Amsterdam
Samsoedin I. et al, (Arifin H.S., Gunawan H. & Turjaman M. – Editor) (2015); Peran
Pohon dalam Menjaga Kualitas Udara di Perkotaan, Forda Press. Jakarta.
Shafique M., Kim R. & Kyung-Ho K. (2020); “Evaluating the Capability of Grass Swale
for the Rainfall Runoff Reduction from an Urban Parking Lot”, Seoul, Korea.
Sukaton A,. Juwana J. S. & Sulistyantara (2004), Panduan Rancang Bangun Roof
Garden, Suku Dinas Pertamanan Jakarta Pusat, Jakarta.
Benyamin Franklin
Dari semua lingkup analisis tekno ekonomi untuk bangunan gedung yang paling
umum dilakukan adalah menghitung biaya pelaksanaan konstruksi.
Berdasarkan biaya pelaksanaan konstruksi biaya-biaya lain, seperti biaya
perencanaan, biaya pengawasan dan biaya pengelolaan proyek dihitung.
Peran arsitek dalam menentukan suatu bangunan efisien atau tidak sangat
besar, utamanya dalam menentukan besaran ruang, bentuk massa bangunan
dan hubungan antar ruang atau hubungan antar massa bangunan.
PENGATURAN
BENTUK MASSA
PENGATURAN SALING
BIAYA MEMPENGARUHI
PENGATURAN
RUANGAN
PENGEMBANGAN DESAIN
+
PEMROGRAMAN
PELAKSANAAN
KEPUTUSAN
BENAR
(KEUNTUNGAN)
HULU HILIR
PEMANFAATAN
DOKUMEN PELAKSANAAN
RANCANGAN SKEMATIK
ANALISIS DAMPAK
KEPUTUSAN
SALAH
(KERUGIAN)
Istilah biaya daur hidup bangunan (building life cycle costs) dimaksudkan untuk
mendapatkan gambaran tentang besarnya biaya yang diperlukan untuk seluruh
proses penyelenggaraan bangunan gedung, dari proses perancangan (tahap
pra konstruksi), proses pembangunan (tahap konstruksi) dan proses
pengoperasian, di mana termasuk pemeliharaan/perawatan bangunan (tahap
pasca konstruksi), sampai dengan bangunan tersebut dibongkar, disebut juga
sebagi masa hidup fisik.
Dengan mengetahui biaya daur hidup, perkiraan biaya pemanfaatan bangunan
selama usia manfaat bangunan gedung per periode waktu (per tahun) dapat
dihitung.
Pembobotan biaya konstruksi, biaya investasi dan biaya daur hidup bangunan
dapat dilihat pada Gambar 12.3.
Adapun siklus daur hidup bangunan dapat dilihat pada Gambar 12.4.
Dampak terhadap biaya, mutu dan waktu pelaksanan bangunan terlihat pada
Gambar 12.5. di mana menunjukkan bahwa perubahan rancangan tidak boleh
dilakukan pada saat bangunan sudah mencapai tahapan pelaksanaan
konstruksi, karena akan mengakibatkan bertambahnya biaya bangunan secara
signifikan.
Sehubungan dengan daur hidup bangunan, maka ada beberapa kriteria yang
dapat digunakan untuk memperkirakan rentang usia bangunan gedung, adalah:
a. Usia Fisik
Waktu yang diperkirakan di mana suatu fasilitas dapat bertahan, sebelum rusak
akibat daya tahan bahan bangunan tidak dapat diperpanjang. Biasanya
pemeliharaan dan perbaikan gedung yang teratur dapat memperpanjang usia
fisik bangunan.
b. Usia Fungsional
c. Usia Ekonomis
Korelasi dari ketiga usia ini dapat terlihat pada Gambar 12.6 berikut ini.
USIA FISIK
USIA EKONOMI
Secara umum program suatu gedung perlu direncanakan secara seksama agar
tercapai keseimbangan antara umur fisik, fungsional dan ekonomis, di antara
sistem bangunan yang akan dipilih. Setiap pemilihan akan membawa dampak
pada biaya konstruksi, biaya investasi dan biaya daur hidup bangunan.
Tidak ada satu rumuspun yang dapat digunakan untuk menyusun program
bangunan secara baku. Setiap proyek, setiap gedung, dan setiap kondisi
berbeda. Namun demikian, penetapan program perlu dibuat, karena sangat
penting untuk menentukan ukuran dan kualitas gedung serta pembagian biaya
yang perlu dialokasikan.
Bobot pekerjaan standar untuk bangunan gedung seperti tertera pada Tabel
12.1.
Tabel 12.1. Bobot Pekerjaan Standar Bangunan Gedung
Jenis Pekerjaan Bobot [%seluruh pekerjaan]
Fondasi 5 – 10
Struktur 25 – 35
Lantai 5 – 10
Dinding 7 – 10
Plafon 6–8
Atap 8 – 10
Utilitas 5–8
Perampungan (Finishing) 10 – 15
Sumber: PP nomor 16. 2021
b. Biaya Nonstandar
Khusus untuk rumah sakit yang memiliki ruang dan fungsi khusus, biaya
tersebut masih perlu dikalikan dengan faktor pengali fungsi bangunan atau
ruangan seperti tertera pada Tabel 12.3.
Di samping itu ada berbagai penelitian di luar negeri yang memperkirakan biaya
bangunan gedung berdasarkan fungsinya (Tabel 12.5).
Nama Proyek:
Lokasi:
Gedung 1 Gedung 2 Gedung 3 Gedung 4 Gedung 5
ANALISIS
NO BIAYA PEKERJAAN NON STANDAR
Prosentase
1 Alat Pengkondisian Udara
2 Lif/Eskalator
3 Tata suara
4 Telpon dan PABX
5 Instalasi IT
6 Elektrikal termasuk Genset
7 Sistem Proteksi Kebakaran
8 Sistem Penangkal Petir Khusus
9 IPAL
10 Interior termasuk Furniture
11 Gas Pembakaran
12 Gas Medis
13 Pencegahan rayap
14 Pondasi Dalam
15 Fasilitas difabel
16 Sarana/Prsarana Lingkungan
17 Basement
18 Peningkatan Mutu
Total:
Biaya Pekerjaan [Rp}
NO NAMA GEDUNG LUAS [m2] Jumlah lantai Koef. Lantai
Standar Non Standar
1 Gedung 1
2 Gedung 2
3 Gedung 3
4 Gedung 4
5 Gedung 5
Total luas lantai: Total Biaya:
Total Biaya Pembangunan:
Catatan: Biaya Perencanaan: %
Prosentase Biaya Perencanaan, Biaya MK: %
Biaya MK, dan Biaya Pengelola Biaya Pengelolaan Kegiatan: %
Kegiatan dapat dilihat pada Total Pagu Anggaran:
Lampiran 03. Dibulatkan:
Biaya per m2 bangunan:
Untuk penggunaan bahan beton (semen, pasir dan koral), tergantung dari mutu
beton yang digunakan yang analisis penggunaan bahannya dapat dilihat pada
Tabel 12.7 memperlihatkan penggunaan bahan yang mengacu pada SNI SNI
7394:2008 – Tata Cara Perhtungan Harga Satuan Pekerjaan Beton untuk
Konstruksi Bangunan Gedung dan Perumahan (warna biru), dan pendekatan
praktis empiris.
Dari data-data yang ada pada Tabel 12.7 dan Tabel 12.8 dapat dicari biaya
bahan struktur, kemudian untuk memperoleh biaya struktur masih perlu
ditambahkan dengan biaya alat bantu (misalnya: seperti perancah) dan tenaga
kerja yang besarnya sekitar 50% dari biaya bahan struktur. Secara umum, biaya
struktur bagian atas diperkirakan berkisar antara US$ 65 – 95 /m2 lantai.
Dengan diperolehnya biaya struktur, yang bobotnya sekitar 25% – 35% biaya
konstruksi (lihat Tabel 12.1), maka biaya konstruksi fisik bangunan dapat
diperoleh.
Mengacu pada biaya dasar tertinggi diperoleh dari SSHT, nilai pada Tabel 12.1
dan Tabel 12.2. (untuk rumah sakit), atau perhitungan empiris melalui
perhitungan biaya struktur bangunan gedung (Tabel 12.5) dengan dikalikan
faktor koefisien ketinggian bangunan gedung (Tabel 12.3), dan kemudian
mengalikannya dengan bobot nilai yang tertera pada Tabel 12.1 dan Tabel 12.2,
biaya komponen/elemen bangunan gedung dapat dihitung.
Perhitungan biaya bangunan dan konstruksi yang paling teliti adalah dengan
menggunakan analisis satuan pekerjaan, yang terdiri dari analisis satuan bahan
(seperti contoh Tabel 12.8) dan analisis satuan pekerja. Namun analisis ini
membutuhkan gambar kerja yang lengkap. Berdasarkan gambar kerja, mula-
mula dihitung volume pekerjaan, mulai dari pekerjaan fondasi sampai dengan
pekerjaan perampungan (finishing). Biaya ini disusun dalam suatu tabel analis
harga satuan pekerjaan, yang meliputi penggunaan bahan, tenaga kerja dan
peralatan. Analisis satuan pekerjaan ini digunakan untuk menentukan harga
satuan pekerjaan, setelah masing-masing koefisien terkait dikalikan dengan
harga satuan bahan dan harga satuan upah tenaga kerja. Selanjutnya, kuantitas
yang telah dihitung dikalikan dengan harga satuan pekerjaan untuk memperoleh
jumlah biaya untuk masing-masing pekerjaan. Jumlah biaya dari masing-masing
pekerjaan dijumlahkan sehingga menghasilkan biaya keseluruhan bangunan.
Bobot tiap pekerjaan diperoleh dengan:
Biaya pe ker jaan
Bobot % Persamaan 12.1.
Biaya keseluruhan
Biaya bangunan US$ Y/m2 diperoleh dari perhitungan hasil analisis terdahulu
(Bagian 12.2 – Biaya Bangunan dan Biaya Konstruksi), sedang biaya tanah US$
V/m2 didasarkan pada harga tanah di mana lokasi bangunan akan dibangun.
Biaya peralatan tetap, berupa sistem tata udara, transportasi vertikal, sistem
pencegahan dan penanggulangan bahaya kebakaran, pengolahan limbah dan
pompa serta pemanas air dapat dihitung dengan menggunakan Tabel 12.9,
pengembangan lahan/tapak (Tabel 12.10) dan juga untuk peralatan bergerak
yang berupa perabotan (Tabel 12.11).
Bobot terhadap
Mutu/Lokasi
Biaya Bangunan [%]
Rendah/Mudah 5
Menengah 10 – 15
Tinggi/Sulit 20
Sangat Rumit 30
Di Pusat Kota 5
Di Pinggiran Kota 14 – 15
Daerah Berbatu/Terjal 30
Sumber: Pena & Parshall, 2012
Biaya untuk pengembangan tapak (Tabel 12.11) dapat pula dirinci sebagai
berikut:
a. Persiapan lahan, sekitar 1 – 3% dari biaya bangunan.
b. Perparkiran (dihitung biayanya per kendaraan).
c. Jalan lingkungan (dihitung biayanya per meter panjang).
d. Selasar tempat pejalan kaki (trotoar), sekitar 1 – 7% dari biaya bangunan.
e. Pagar, sekitar 0,5 – 2,5% dari biaya bangunan.
f. Utitlitas di dalam pekarangan, sekitar 1 – 3% dari biaya bangunan.
g. Utilitas di luar pagar (jika diperlukan), sekitar 3 – 5% dari biaya bangunan.
h. Saluran air hujan, sekitar 0,5 – 2,5% dari biaya bangunan.
i. Pertanaman, sekitar 1 – 2% biaya bangunan.
j. Peralatan ruang luar (dihitung berdasarkan kebutuhan).
k. Penerangan luar, sekitar 1% dari biaya bangunan.
Bobot terhadap
Mutu Peralatan
Biaya Bangunan [%]
Rendah 5
Menengah 10 – 15
Tinggi 20
Rumah Sakit 18 – 20
Sumber: Pena & Parshall, 2012
Gambar 12.9 menunjukkan penurunan nilai bangunan yang lebih besar dari nilai
depresiasi akibat pemeliharaan/perawatan bangunan yang tidak mengikuti
standar dan prosedur yang sesuai, tidak melakukan preventive maintenance
termasuk tidak dilakukannya pemeriksaan berkala bangunan gedung..
Rp. 140
Rp. 120
Nilai Bangunan [x milyar]
Rp. 100
Rp. 80
Nilai Bangunan akibat Depresiasi
Rp. 60
Rp. 40
Rp. 20
Nilai Bangunan tanpa Perawatan
Rp. 0 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50
Usia Bangunan [tahun]
Sumber: Juwana, 2005 dikoreksi
Dalam analisis tekno ekonomi diperlukan nilai-nilai tertentu yang dijadikan dasar
bagi perhitungan selanjutnya. Nilai-nilai yang diperlukan untuk menentukan
besarnya biaya, sebagaimana telah dijelaskan pada uraian sebelumnya adalah:
harga satuan tanah dan harga satuan bangunan gedung, yang jika dikalikan
dengan jumlah luas lantai (luas lantai bruto) akan menghasilkan biaya
bangunan. Selanjutnya adalah biaya tidak langsung, berupa biaya yang
diperlukan untuk jasa profesional, biaya perijinan dan administrasi serta biaya
bunga modal pinjaman (cost of money atau financing cost).
Dengan demikian nilai investasi proyek yang dihitung, bukan nilai awal, Po (uang
pokok), sebelum proyek dibangun, tetapi nilai setelah proyek selesai dibangun,
Po – FV, yang besarnya tergantung dari besarnya nilai suku bunga (interest – i)
dan lama pekerjaan konstruksi (n tahun). Nilai FV (Future Value) diperoleh
dengan:
Pn Po 1 i
n
Persamaan 12.2.
Untuk nilai Po = 1,000, maka besar nilai kemudian (future value – FV), menjadi:
FV 1 i Persamaan 12.3.
n
Nilai kemudian dari 1,000 untuk tingkat suku bunga dan rentang waktu tertentu
dapat dijumpai pada Lampiran 05.
1
PV Persamaan 12.4.
1 i n
Persamaan 11.5. digunakan untuk menghitung uang pokok atau nilai sekarang
dari pembayaran atau penerimaan uang yang akan diterima. Persamaan ini
disebut juga dengan daftar diskonto (discount), karena nilai akhirnya selalu lebih
kecil dari nilai yang akan datang.
Jika pada Persamaan 12.4. mewakili satu waktu dan untuk semua jumlah
tunggal uang, maka Persamaan 12.5. berikut ini memberikan jumlah uang
ekivalen per tahun untuk tahun tertentu atau biasa disebut sebagai compound
amount factor CAF (Lampiran 07):
CAF
1 i n 1 Persamaan 12.5.
i
i.1 i
n Persamaan 12.7.
Persamaan 12.10. disebut jumlah faktor nilai sekarang (present worth factor –
PWF) dari 1,000 atau nilai sekarang dari 1.000 per tahun (tahun pembelian suku
tunggal). Sedang untuk nilai sekarang dari 1,000 pertahun (suku rangkap)
berlaku untuk tingkat suku bunga yang sama, baik pada bunga terhadap jumlah
yang diinvestasikan, maupun pada ASF guna mengembalikan nilai modal
selama tahun tertentu. Dalam kenyataan, tingkat suku bunga terhadap pinjaman
dan terhadap ASF sering kali tidak sama. Oleh karenanya perlu digunakan suku
rangkap (dual rate):
1
PVA Persamaan 12.8.
i ASF
Kebalikan dari Persamaan 12.8. biasa disebut dengan faktor pemulihan modal
(Capital Recovery Factor – CRF) sebagaimana dirumuskan dalam Persamaan
12.9 (Lampiran 09):
i1 i
n
CFR
1 i n 1
Persamaan 12.9.
Untuk dapat membandingkan antara nilai uang yang diterima atau dikeluarkan
pada saat yang berbeda, maka nilai tersebut perlu dikonversikan jumlahnya ke
dalam skala waktu (Gambar 12.7). Gambar ini memperlihatkan perbandingan
antara nilai kemudian (future value – FV), nilai yang dibayar tahunan (Lampiran
07) dan jumlah nilai sekarang (Lampiran 08).
Dari Gambar 12.10 terlihat bahwa nilai bangunan (investasi) dapat ditinjau dari
beberapa sudut pandang waktu yang secara lebih jelas dapat digambarkan
dengan metode Segitiga Waktu dari nilai uang (Gambar 12.11) untuk
mengetahui jumlah nilai kemudian, jumlah nilai sekarang, jumlah uang pada
masa lampau, dan juga nilai seragam tahunan selama kurun waktu tertentu.
Lampiran 04
671 1.449
671 x 2.1589
Jumlah Tunggal yg
PV Jumlah Tunggal dpt dibayarkan dlm
Dibayarkan dlm 10 10 tahun jika 671
tahun (1.449)
Jumlah Tunggal yg
dpt dibayarkan dlm 1.449
10 tahun jika 100
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Lampiran 06
14,4866 x 100
100 100 100 100 100 100 100 100 100 100
Lampiran 08
671
6,7101 x 100
Gambar 12.10. Berbagai Nilai pada Tingkat Suku Bunga 8% per Tahun
Nilai
Seragam
PWF
(Lampiran 08)
CAF
(Lampiran 06)
SFF
(Lampiran 07)
CRF
(Lampiran 09)
PWF inverse
(Lampiran 05)
Nilai Nilai
Sekarang Kemudian
CAF inverse
(Lampiran 04)
Sumber: Juwana, 2005
Untuk menentukan harga jual bangunan atau nilai sewa bangunan, maka perlu
diketahui besarnya modal sendiri (equity) yang digunakan, dan kemungkinan
menggunakan modal yang berasal dari pinjaman. Modal pinjaman biasanya
berasal dari bank atau lembaga keuangan dengan sejumlah imbalan bagi
pemberi pinjaman yang biasa dikenal dengan suku bunga (interest). Di samping
itu, perlu diketahui lamanya waktu pinjaman dan lama yang dibutuhkan bagi
pekerjaan konstruksi. Lama waktu konstruksi diperlukan, karena biasanya para
kreditur (pemberi pinjaman) memberikan keringanan berupa penangguhan
pembayaran pokok pinjaman dan bunganya selama masa konstruksi (grace
period). Jika penangguhan hanya diberikan pada pembayaran pokok kreditnya
saja, maka bunga yang tetap harus dibayar biasanya dinamakan interest during
construction (i.d.c.).
Perhitungan nilai jual atau nilai sewa bangunan yang digunakan adalah dengan
analisis titik impas (break even point analysis – BEP). Biaya investasi dianggap
sebagai biaya tetap (Fixed Costs – FC), biaya operasional dan karyawan,
asuransi, pajak, depresiasi, dan cicilan pokok kredit dan bunganya merupakan
biaya tidak tetap (Variable Costs – VC). Sedang penerimaan (Total Revenue –
TR) yang diperhitungkan, di samping harga sewa dasar, juga masih perlu
ditambahkan biaya layanan (service charge) dan pajak (Pajak Pertambahan
Nilai – PPN). Nilai sewa diperhitungkan atas luas lantai netto. Untuk menghitung
jumlah penerimaan, biasanya tidak didasarkan pada tingkat hunian (occupancy
rate) yang penuh (100%), tetapi untuk tingkat hunian (vacancy rate) yang kurang
dari 100%, agar perhitungan bersifat konservatif (artinya: pembiayaan
semaksimal mungkin, penerimaan seminimal mungkin). Dengan menyamakan
jumlah penerimaan dan jumlah biaya dikeluarkan, maka diperoleh nilai sewa:
TC FC VC Persamaan 12.10.
TR TC Persamaan 12.11.
Dalam bentuk grafis, analisis titik impas dapat terlihat pada Gambar 12.12.
Pada daerah < QTI, disebut zona rugi, karena TR < TC, sedang daerah > QTI
disebut zona laba, karena TR > TC.
Ada beberapa hal yang merupakan bahan pertimbangan bagi evaluasi suatu
proyek bangunan tinggi, diantaranya adalah perbandingan antara pendapatan
dan pengeluaran (revenue-cost ratio – RCR), yaitu perbandingan antara jumlah
nilai sekarang dan pengeluaran selama usia ekonomis bangunan.
ROI before tax adalah jumlah nilai sekarang dari keuntungan sebelum dipotong
pajak dibagi dengan nilai sekarang dari investasi.
TR TC
ROI before Persamaan 12.13.
PVinvestasi
Sedang ROI after tax adalah jumlah nilai sekarang dari keuntungan sesudah
dipotong pajak dibagi dengan nilai sekarang dari investasi.
Hal lain yang perlu dipertimbangkan adalah tingkat pengembalian modal (rate
of return on equity – ROE), yang menggambarkan tingkat keuntungan dari
investasi yang ditanamkan (atau penyertaan modal). ROE adalah jumlah nilai
sekarang selama umur ekonomis bangunan dari pembayaran pinjaman berikut
keuntungan, ditambah dengan akumulasi modal setelah pinjaman lunas dibagi
dengan jumlah nilai sekarang dari investasi.
Secara rinci proses perhitungan tekno ekonomi dapat diuraikan sebagai berikut:
a. Pembiayaan
Penerimaan diperoleh dari sewa ruangan (untuk kantor dan pertokoan), nilai jual
bangunan (untuk Apartemen) dan tarif kamar (untuk hotel dan rumah sakit).
c. Analisis Perhitungan
2) Pembiayaan proyek
Biaya proyek pada umumnya diperoleh dari modal sendiri dan pinjaman
pihak lain, sehingga biaya investasi terbagi atas:
di mana: q adalah nisbah antara modal sendiri dan pinjaman (loan equity
ratio), biasanya q = 3.
i1 i
p
FV
B .FV
1 i 1
p Persamaan 12.19.
p
di mana: p adalah jangka waktu pinjaman (tahun)
4) Depresiasi (D)
Selanjutnya, biaya untuk kebersihan (BK) yang besarnya 35% BM, dapat
dirinci lagi menjadi:
- Biaya pembersihan lantai & ruang (janitor service) : 40% BK
- Biaya pembersihan kaca & bangunan bagian luar : 10% BK
- Biaya pembersihan karpet & perabot (upholstery) : 3% BK
- Biaya pembersihan langit-langit dan interior : 30% BK
- Biaya pembersihan ventilasi & saluran tata udara : 15% BK
- Biaya pembersihan atap & halaman :` 2% BK
6) Asuransi (A)
7) Pajak (T)
Il
CP Persamaan 12.24.
p t
di mana : t adalah jangka waktu grace period, biasanya sama dengan
jangka waktu pelaksanaan konstruksi.
TC I B D O A T CP Persamaan 12.26.
TC R
CP I B D O A T 12.Lnetto.n.r.(1 v)
Jadi:
I B D O A T CP
r Persamaan 12.27.
12.Lnetto.n.(1 v)
Lb R B O A Persamaan 12.28.
PVb
1 d 1
p
.Lb
d 1 d
p Persamaan 12.29.
Setelah pinjaman lunas, yaitu dari tahun ke-p sampai dengan tahun
ke-z:
La R O A Persamaan 12.30.
1 d z 1 1 d p 1
PVa p
.La Persamaan 12.31.
d 1 d d 1 d
z
Jika nilai RIb < 1, maka nilai sewa (r) harus diperbesar.
z
BEP Persamaan 12.34.
RI b
PV '
1 d 1 '
p
.Lb
d 1 d
b p Persamaan 12.36
Setelah pinjaman lunas, yaitu dari tahun ke-p sampai dengan tahun
ke-z:
L'a R O A T Persamaan
12.37.
1 d z 1 1 d p 1 '
PVa' p
. La Persamaan 12.38.
d 1 d d 1 d
z
L'
RI a Persamaan 12.40.
FV '
PV "
1 d 1 "
p
.Lb
d 1 d
b p Persamaan 12.43.
Setelah pinjaman lunas, yaitu dari tahun ke-p sampai dengan tahun ke-z:
1 d z 1 1 d p 1 "
PVa" p
. La Persamaan 12.45.
d 1 d d 1 d
z
Jadi nilai sekarang untuk laba setelah pajak ditambah dengan depresiasi
adalah:
TC b B O A Persamaan 12.48.
PVCb
1 d 1
p
.TCb
d 1 d
p Persamaan 12.49.
Setelah pinjaman lunas, yaitu dari tahun ke-p sampai dengan tahun ke-z:
Pengeluaran pokok tanpa depresiasi dan pajak:
TC a O A Persamaan 12.50.
Jadi nilai sekarang untuk pengeluaran pokok tanpa depresiasi dan pajak
adalah:
TR
1 d 1
z
.( R) .
d 1 d
z Persamaan 11.52.
TR
R Persamaan 12.53.
C TC
Nilai R/C > 1,00
Jika nilai R/C < 1, maka nilai sewa (r) harus diperbesar.
Kertas kerja yang ada pada kedua gambar ini merupakan contoh analisis tekno
ekonomi untuk bangunan gedung dengan fungsi ganda, di mana pada basemen
digunakan untuk parkir, pada podium digunakan untuk fungsi usaha: pusat
pertokoan/perdagangan/retail, sedang pada lantai tipikalmya digunakan untuk
fungsi kantor, Apartemen atau hotel.
Dengan sedikit modifikasi pada kertas kerja ini, dapat juga dilakukan analisis
tekno ekonomi untuk bangunan gedung yang memiliki fungsi lebih dari tiga
(mixed used), di basemen untuk parkir, di podium untuk pertokoan, dan bagian
lantai atas, dapat dibagi menjadi beberapa fungsi lain, seperti zona bawah untuk
perkantoran, zona tengah untuk hotel dan zona atas untuk Apartemen.
Kertas kerja ini dapat dengan mudah dimodifikasi untuk fungsi bangunan
gedung yang lain; jika untuk kantor sewa digunakan untuk menentukan tarif
sewa per m2 perbulan, untuk hotel digunakan untuk menentukan harga kamar
per hari, untuk pusat perbelanjaan untuk menentukan tarif harga sewa kios, dan
untuk rumah susun pertelaan (srata title) digunakan untuk menentukan nilai unit
hunian.
Depresiasi % =
Perawatan & Opersional %
Pajak % + r
Pengembalian Pinjaman tahun dari =
Total Biaya (TC) = + r
Persamaan : TR = TC : = r
r =
Sewa $ per m2/perbulan
Nilai tukar US dollar 1 US$ = Rp
+ r
Setelah Kredit Lunas :
Penerimaan + r
Perawatan & Operasional
Laba sebelum pajak ditambah depresiasi + r
Jumlah nilai sampai tahun operasi
waktu operasi tahun
+ r
Jumlah nilai + r
Tingkat Pengembalian Investasi sebelum Pajak: + r
untuk r = RI-b = > 1,00 (O.K.)
Titik Impas tercapai setelah = tahun
Sesudah Pajak:
Sebelum Kredit Lunas :
Penerimaan + r
Bunga
Perawatan & Operasional
Pajak + r
Laba sesudah pajak ditambah depresiasi + r
Jumlah nilai sampai tahun pelunasan kredit
eskalasi %
+ r
Setelah Kredit Lunas :
Penerimaan + r
Perawatan & Operasional
Pajak + r
Laba sesudah pajak ditambah depresiasi + r
Jumlah nilai sampai tahun operasi
waktu operasi tahun
+ r
Jumlah nilai + r
Tingkat Pengembalian Investasi setelah Pajak : + r
untuk r = RI-a = > 1,00 (O.K.)
Titik Impas tercapai setelah = tahun
2. Apa yang dimaksud dengan biaya bangunan, biaya investasi dan biaya
daur hidup bangunan.
4. Jika harga tanah di mana bangunan pada soal 4.3 didirikan bernilai Rp.
20.000.000,-/m2, maka hitung besarnya investasi yang diperlukan.
Ashworth A. & Perera S. (2015); Cost Studies of Buildings 6th Edition, Routledge,
London.
Barrie D. S. & Poulson B,C, (1992); Professional Construction Management 3rd Edition.
McGraw-Hill, Inc., New York.
Mann T. (1992); Building Economics for Architects, Van Nostrand einhold, New York.
Mills E. (1994); Building Maintenance and Preservation – A Guide for Design and
Management. Butterworth Heinemann Ltd., Oxford.
Morton R. & Jaggar D, (1995); Design and the Economics of Building, E & FN Spon,
London.
Oberlander G.D. (2000); Project Management for Engineering and Construction 2nd
Edition, McGraw-Hill Higher Education, Boston
Seeley I. H. (1996); Building Economics 4th Edition, MacMillan Press Ltd., Houndmills,
London.
Swinburne H, (1980); Design Cost Analysis – for Architects and Engineers, McGraw-Hill
Company, New York.
Louis H Sullivan
Sumber: UU no 28/2002
Pada Gambar 13.3 terlihat urutan pekerjaan mulai dari tahap perancangan
sampai seluruh pekerjaan diserahkan pada pemberi tugas. Tugas konsultan
perencana mulai dari awal sampai dengan penyerahan tahap pertama (partial
hand over – PHO), karena pada saat pelaksanaan, persetujuan perencana
masih diperlukan manakala ada perubahan dari rancangan semula. Kontraktor
bertugas sejak penetapan penyedia jasa pelaksana sampai dengan penyerahan
tahap kedua (final hand over – FHO), demikian pula halnya dengan konsultan
manajemen konstruksi (MK) atau pengawas,
Ada beberapa jenis model penyelenggaraan proyek yang dapat dipilih dalam
melaksanakan pekerjaan konstruksi bangunan tinggi, di antaranya:
a. konvensional;
b. manjamen konstruksi; dan
c. design & build.
Pada metode dengan pendekatan design & build, penyelenggaran proyek yang
menggabungkan layanan rancangan arsitektural dan engineering digabung
menjadi satu dengan kontrak kinerja konstruksi. Pada metode ini kendali
pekerjaan ada pada pelaksana konstruksi.
Metode ini akan optimal pelaksanaannya, jika penyedia jasa yang mengerjakan
proyek dengan pendekatan design & build ini merupakan kontraktor yang
terintegrasi, yang memiliki devisi perencanaan pada internal perusahaan,
bukan merupakan kerja sama operasional (KSO) antara kontraktor umum
dengan konsultan perencana.
Survei Penentuan
Awal Lokasi
Kantor
Proyek
Genset &
Tower
Crane
Perncah
Dinding
Kusen
Proteksi
Petir Lantai & Plafon Alarm Pintu & Jendela
Cat Panel
Fitur Saniter
Selesai
Fitur Listrik
Paving
Testing & Commissioning Block
Lansekap & Saluran Air Hujan
Fondasi tiang yang lazim digunakan adalah fondasi tiang pancang yang
pelaksanaannya dilakukan dengan menggunakan alat pancang (drop hammer)
yang dipasang pada mobil derek. Hal yang sama juga dilakukan untuk
pelaksanaan fondasi tiang bor di mana alat bor dipasangkan pada mobil derek
(Gambar 13.6).
Gambar 13.6. Mobil Derek untuk Tiang Pancang dan Tiang Bor
Untuk lantai-lantai bangunan di bawah enam lapis (di bawah 24 m), adukan
beton dapat diangkat dengan menggunakan mobile crane (Gambar 13.112.)
atau dipompa (concrete pump) dengan menggunakan mobil pompa beton.
(Gambar 13.13).
Patokan ukuran (modul) yang merupakan kelipatan dari 100 mm atau 300 mm,
di mana digunakan pada hampir semua produk baik yang terkait langsung
dengan bangunan maupun yang secara tidak langsung dapat digunakan bagi
kelengkapan bangunan (Gambar 13.15).
Strategi umum proses perencanaan sistem beton pracetak, dapat dilihat pada
bagan alir berikut ini (Gambar 13.18).
Pada Gambar 13.20, Gambar 13.21 dan Gambar 13.22 memperlihatkan salah
satu contoh detail sambungan beton pracetak.
Tahap awal dari metode ini adalah membuat dinding penahan tanah yang
dilakukan sebelum ada pekerjaan galian tanah (Gambar 13.23.a). Alternatif
yang dapat dilakukan adalah membuat dinding diafragma (diaphragm wall),
tiang bor yang menerus (continuous bored piles) atau tiang pancang, baik
berupa lempengan baja (steel sheet piles) atau beton pra cetak (soldier pile).
Fungsi pelat lantai beton pada sistem konstruksi top down sangat penting,
karena bukan saja berfungsi sebagai lantai untuk menahan beban matinya,
tetapi juga sebagai penopang yang menahan deformasi lateral pada saat
pelaksanaan pekerjaan galian tanah. Oleh sebab itu untuk memudahkan
pelaksanaan pekerjaan, sistem pelat lantai yang digunakan adalah pelat tanpa
balok (flat slabs), sehingga urutan pekerjaan menjadi sangat sederhana
(Gambar 13.22. c, d, dan e) yaitu mengikuti langkah-langkah seperti yang
tersebut dibawah ini:
%
100
90
70
60
Biaya
Rencana
Aktual
50
Kerja
Kemajuan
Hasil Pekerjaan
40 Kerja 100%
Aktual
Grafik
30 Pekerjaan 75%
20 50%
10 25%
0 0%
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100%
Dengan menggunakan grafik kurva ‘S’ ini dapat diperoleh empat skenario:
Rencana Biaya
Rp. 72 M 90%
Rp. 64 M 80%
Kelebihan
Biaya Nyata Pengeluaran
Biaya
Rp. 56 M 70%
Rp. 48 M 60%
Lebih Boros
Rp. 40 M 50% dari Rencana
Prestasi
Biaya
Pekerjaan
Rp. 32 M 40% 100%
Rencana Kerja
0% 0%
10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 100% WAKTU
Jan. Peb. Mrt. Apr. Mei Jun. Jul. Ags. Sep. Okt. Nop.
Rencana Biaya
Rp. 72 M 90%
Rp. 64 M 80%
Biaya Nyata Penghematan
Biaya
Rp. 56 M 70%
Rp. 48 M 60%
Rp. 40 M 50%
Prestasi
Lebih Hemat
Pekerjaan
dari Rencana 100%
Rp. 32 M 40%
Biaya Rencana Kerja
0% 0%
10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 100% WAKTU
Jan. Peb. Mrt. Apr. Mei Jun. Jul. Ags. Sep. Okt. Nop.
Rencana Biaya
Rp. 72 M 90%
Rp. 64 M 80%
Biaya Nyata
Rp. 56 M 70%
Penghematan
Biaya
Rp. 48 M 60%
Rp. 40 M 50%
Prestasi
Pekerjaan
Rp. 32 M 40% Lebih Hemat 100%
dari Rencana Rencana Kerja
Biaya
Rp. 24 M 30% 75%
Lebih Cepat
dari Rencana Kerja
Rp. 16 M 20% 50%
Kerja Nyata Waktu
Lebih Cepat
Rp. 8 M 10% 25%
0% 0%
10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 100% WAKTU
Jan. Peb. Mrt. Apr. Mei Jun. Jul. Ags. Sep. Okt. Nop.
Rp. 72 M 90%
Kelebihan
Pengeluaran
Rp. 64 M 80% Biaya
Lebih Boros
dari Rencana
Rp. 56 M 70% Biaya
Rencana Biaya
Rp. 48 M 60%
Rp. 40 M 50%
Biaya Nyata Prestasi
Pekerjaan
Rp. 32 M 40% 100%
Rencana Kerja
0% 0%
10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 100% WAKTU
Jan. Peb. Mrt. Apr. Mei Jun. Jul. Ags. Sep. Okt. Nop.
Secara umum BIM memberikan visualisasi 3D yang lebih lengkap atas seluruh
proyek yang akan dibangun, dengan membangun komunikasi yang lebih mudah
dalam berbagi gagasan arsitek dan ekspektasi pengguna jasa, dengan
mempermudah koordinasi dan kolaborasi dengan tenaga-tenaga ahli lain di
bidangnya masing-masing, ahli teknik bangunan gedung, ahli MEP, ahli
lansekap, desain interior, ahli lansekap termasuk ahli kawasan dan perkotaan.
Hal ini menyebabkan revisi gambar karena terjadinya konflik di antara gambar
rancangan yang dihasilkan oleh masing-masing bidang yang menyulitkan pada
saat pelaksanaan konstruksi dan dapat berdampak pada perpanjangan waktu
pelaksanaan konstruksi, pagu anggaran terlampui, mutu pekerjaan menurun
(akibat bongkar pasang) atau menimbulkan sengketa kontrak dan berujung
pada proses hukum.
Dimensi kelima merupakan informasi tambahan dari apa yang telah dihasilkan
pada dimensi keempat, berupa kaitan pekerjaan dengan biaya yang diperlukan.
Informasi ini memudahkan untuk membuat rencana pengendalian dan
pengawasan pekerjaan, sehingga pelaksanaan konstruksi dapat lebih efisien,
baik dalam aspek biaya maupun keberlanjutan konstruksi.
Pada dimensi keenam ini, perkiraan biaya terkait penggunaan energi dan air
sudah dapat diperkirakan, sehingga strategi yang ingin dilakukan dalam rangka
konservasi energi dan air dapat dilakukan dengan melakukan beberapa
alternatif pemilihan material dan peralatan bangunan.
Pada dimensi ketujuh, BIM dapat mensimulasikan bangunan gedung mulai dari
perancangan sampai dengan tahap pembongkaran, memberikan gambaran
terhadap seluruh siklus penyelenggaraan bangunan gedung.
Informasi tersebut sangat berguna bagi pengelola bangunan gedung, yang dari
hari ke hari perlu mengevaluasi kinerja bangunan gedung terhadap persyaratan
keandalan bangunan gedung.
Perkembangan BIM saat ini tidak berhenti pada dimensi yang ketujuh. Pada
dimensi yang kedelapan, informasi yang telah diperoleh sampai dengan dimensi
ketujuh diintegrasikan dengan keterkaitan rancangan dengan persyaratan
keselamatan dan kesehatan pengguna bangunan gedung.
Manfaat yang diperoleh dengan menggunakan BIM dapat dilihat pada Gambar
13.33.
Bila dibandingkan dengan Gambar 12.5 (lihat pada Bab XII), dampak
pendekatan BIM pada biaya bangunan dapat terlihat pada Gambar 13.35.
Dari sekian kebijakan dan regulasi yang terkait dengan K3, intinya adalah
memberikan perlindungan kepada pekerja untuk dapat terjamin keselamatan
dan kesehatannya di tempat kerja. Hal ini dapat dicapai dengan mengurangi
angka kecelakaan kerja.
a. Potensi Kecelakaan
Dari berbagai penelitian daan survei ang dilakukan oleh Organisasi Pekerja
Internasional (International Labour Organization – ILO), potensi kecelakaan
pada sektor konstruksi:
1) Jatuh dari ketinggian : 26%
2) Terbentur : 12%
3) Tertimpa/kejatuhan benda : 9%
4) Akibat mesin motor/listrik : 8%
5) Perkakas tangan (tools) : 6%
6) Alat transport : 7%
7) Lain-lain : 31%
4) Biomekanik
Ini diakibatkan oleh postur tubuh, posisi kerja, tatacara pengangkutan
manual, gerakan berulang serta terkait ergonomik tempat kerja, alat atau
mesin.
5) Psikis/Sosial
Hal ini disebabkan oleh berlebihnya beban kerja, kendala komunikasi,
pengendalian manajemen, lingkungan sosial tempat kerja, adanya
kekerasan dan intimidasi.
Dalam hal kondisi berbahaya dan perilaku berisiko tidak aman hadir pada saat
bersamaan, kondisi kehilangan kendali menjadi lebih besar terjadi; hanya faktor
keberuntungan saja yang membedakan apakah akan terjadi kecelakaan serius,
cedara serius atau menimbulkan kematian.
Terkait risiko kesehatan, setiap orang yang memiliki daya tahan dan pola kerja
yang berbeda, tingkat sensitivitasnyapun akan berbeda, dengan kemungkinan
risiko:
1) iritasi pada kulit;
2) alergi;
3) iritasi pada mata; dan
4) gangguan pernapasan.
SMK2 mengacu pada Permen PUPR nomor 10 tahun 2021 tentang Pedoman
SMK2 yang di antaranya menyebutkan bahwa penerapan SMK2 terdiri atas:
a. Rancangan konseptual SMKK
adalah dokumen telaah tentang Keselamatan Konstruksi yang disusun pada
tahap pengkajian, perencanaan dan/atau perancangan.
Pemantauan juga dilengkapi dengan foto dan pihak-pihak yang dilibatkan serta
statusnya, apakah sudah dilakukan tindakan atau masih dalam proses
pelaksanaan.
Lokasi penempatan juga harus mudah dilihat dan mudah dijangkau, sehingga
harus diletakan di tempat yang strategis, di tempat atau ruangan yang banyak
dilalui orang. Penempatannya harus mudah dijangkau, jadi ketinggian
penempatan disesuaikan dengan tinggi bahu rata-rata orang dewasa, sehingga
nyaman baik pada saat mengambil barang-barang/perlengkapan medis,
maupun pada saat mengembalikan.
Masa berlaku kotak P3K, adalah hal yang sangat penting diperhatikan terutama
yang berhubungan dengan masa berlaku obat-obatan, yang dapat
mengakibatkan hal fatal jika dipergunakan/dikonsumsi.
Soal-Soal Latihan
… (1006); Peraturan Menteri Tenaga Kerja nomor 5 tahun 1996 tentang Sistem
Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja, Jakarta.
… (2021); Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat nomor 10 tahun
2021 tentang Sistem Manajemen Keselamatan Kerja, Jakarta.
… (2022); https://constructionleaders.in/level-of-development-in-bim/
Deutsch R, (2011); BIM and Integrated Design – Strategic for Architectural Practice,
John Wiley & Sons, Inc., Hoboken.
Galiano A., Mahdjoubi I., Brebbia C. A. (Editor) (2018); Building Information Systems in
the Construction Industry, WIT Press, Ashurst.
Girgin S. C., Misir I. S. & Kahraman S. (2017); “Experimental Cyclic Behavior of Precast
Hybrid Beam-Column Connections with Welded Components”, International
Journal of Concrete Structures and Materials volume 11, page 229 – 245.
Lu W,. Lai C. C., Tse T (2019); BIM and Big Data for Construction Cost Management,
Routledge, New York.
John Ruskin
Isu rancangan yang mengacu pada kesadaran akan sumber daya bertumpu
pada konstruksi berkelanjutan, yang tujuan utamanya adalah untuk mengurangi
sebanyak mungkin penggunaan sumber daya alam dan pada gilirannya akan
berdampak pada eko sistem. Konstruksi berkelanjutan mempertimbangkan
peran dan keterkaitan potensi dari eko sistem untuk menghasilkan layanan yang
saling mendukung (sinergis), yang merupakan integrasi dari kerangka kerja
konstruksi berkelanjutan (Gambar 14.1).
PERUBAHAN/MODIFIKASI
PELAKSANAAN KONSTRUKSI
PERANCANGAN
PENGEMBANGAN
PERENCANAAN
TANAH
PENGURANGAN
BAHAN
PERLINDUNGAN ALAM
PEMUSNAHAN RACUN
PERTIMBANGAN MUTU
PRINSIP
Sumber: Kibert, 2005 dimodifikasi
% RATA-RATA
NO SISTEM BANGUNAN PENGHEMATAN
I Sistem Elektrikal
1 Peningkatan faktor daya 5,1
2 Pengurangan kelebihan kapasitas transformator 3,3
3 Pemasangan motor dengan efisiensi ekonomi tertinggi 0,1 – 0,5
II Sistem Pengkondisian Udara
4 Pemasangan pendingin bebas gesekan (frictionless chiller) 24,3
5 Pemasangan pengenndali VAV 12,6
6 Pemasangan pertukaran pipa udara masuk 12,0
7 Pemasangan pendingin dengan efisiensi tinggi 9,6
8 Permeliharaan pembersih filter, AHU, dan gulungan pendingin 7,2
9 Pengurangan aliran udara dari luar seminal mungkin 6,0
10 Pemasangan penyimpanan suhu pendingin 0,5 – 5,0
11 Optimalisasi lebih dari satu pendingin 4,9
12 Peningkatan suhu kondenser 4,1
13 Penggantian motor listrik yang terlalu besar 3,8
14 Peningkatan suhu standar menjadi 25o C 3,6
15 Penilaian ulang lokasi bangunan untuk mengurangi beban pendingin 3,0
16 Pengubahan aliran udara ke kondenser 2,8
17 Pengurangan jam kierja pengkondisian uadar (AC) 2,3
18 Pemasangan pompa dengan kecepatan yang beragam 1,6
19 Pemasangan kapasitas AC lebih kecil untuk ruang yang terpisah 1,3
20 Pemasangan pompa dengan efisien tinggi 1,3
Dari Tabel 14.1 penghematan energi pada bangunan gedung dapat dicapai
dengan:
1) Meningkatkan suhu ruangan dari 22oC menjadi 25oC akan mengurangi
beban pendingin.
2) Mengurangi operasi kipas pada AHU dari 10 jam menjadi 9,5 jam akan
menghemat konsumsi energi.
3) Mengganti bola lampu dari lampu biasa menjadi lampu yang hemat energi
dapat meningkatkan lumen dan mengurangi konsumsi energi.
4) Mengurangi kebocoran udara dapat mencegah kehilangan udara dingin
dan infiltrasi udara panas.
% Biaya Operasi
Tipe Pendingin
Penghematan (Contoh)
Pendingin udara – absorbsi gas 62% Rp. 23.864.040,-
Pendingin udara – resiprokal 50% Rp. 31.315.200,-
Pendingin air – absorbsi gas 26% Rp. 46.190.400,-
Pendingin air - refrigeran 0% Rp. 62.491.200,-
Dari SNI 6390:2020 tentang Konversi Energi Sistem Tata Udara, desain sistem
tata udara harus memenuhi tingkat efisiensi minimum yang terukur dalam
koefisien kunerja (coefficient of performance – COP) atau kilowatt per ton
refigerasi (kW/TR), seperti pada Tabel 14.3.
Kinerja
COP
TYPE MESIN REFRIGERASI kW/TR
Mínimum
maksimum
[W/W]
Single Split < 27.000 BTUH 4,20 0,84
Single Split > 27.000 dan < 65.000 BTUH*) 4,00 0,88
Variable Refrigerant Flow (VRF)**) 3,81 0,92
Split Duct 2,93 1,20
Air-Cooled, < 528 kW (150 TR) 2,99 1,18
Air-Cooled, > 528 kW (150 TR) 2,98 1,18
Water-Cooled Chiller positive displacement, < 264 kW (75 TR) 4,70 0,75
Water-Cooled Chiller positive displacement, > 264 kW (75 TR) & < 528 kW (150 TR) 4,89 0,72
Water-Cooled Chiller positive displacement, > 528 kW (150 TR) & < 1.055 kW (300 TR) 5,33 0,66
Water-Cooled Chiller positive displacement, > 1.055 kW (300 TR) & < 2.110 kW (600 TR) 5,77 0,61
Sumber: SNI 6390:2020
b. Modifikasi peralatan:
Dilakukan dengan investasi kecil dan dapat menghemat penggunaan
energi sekitar 7 – 15%.
c. Penggantian/modifikasi besar:
Tahap ini memerlukan investasi besar, karena perlu melakukan modifikasi
proses dan/atau plant dan penghematan penggunaan energi yang dapat
dicapai sekitar 15 – 30%.
Biaya 30%
Energi Penghematan
Semula
Biaya House keeping
Energi
Kemudian Modifikasi
Peralatan
Modikasi Proses
Para ahli rekayasa bangunan gedung selalu tertarik akan usaha untuk
melakukan berbagai cara dalam hal penghematan energi. Sejak hampir 40
tahun yang lalu, di mana dirancang sistem mekanikal yang memanfaatkan
panas matahari untuk sebagai sumber energi alternatif untuk menjalankan
pompa yang kemudian mengalirkan panas tersebut untuk menghangatkan
udara di musim dingin. Dan berdasarkan gagasan ini, sekitar 35 tahun yang lalu,
dicoba untuk menggunakannya pada sistem penghawaan buatan dengan biaya
operasional yang rendah.
2) Urinal dengan sensor akan membatasi sebanyak 3,8 liter air tiap
penggunaan (Gambar 14.4).
4) Keran air dengan tekanan 400 kPa akan mengurangi 1,7 liter per menit
dibandingkan dengan tekanan air 550 kPa.
5) Aerator (sejenis nozel) yang dapat ditambahkan pada ujung keran air yang
dapat membatasi penggunaan air per menitnya, meski tekanan air
bertambah (Gambar 14.5).
Sumber:
https://www.therodingroup.co.uk/6/Aerators_reduced_flow_and_constant_flow_water_saving/,
Gambar 14.5. Aerator
Salah satu cara untuk mengoptimalkan sumber daya yang ada dengan
melakukan daur-ulang, agar dapat dimanfaatkan kembali, baik untuk fungsi
yang sama atau fungsi yang lain.
Hal yang paling sering dilakukan adalah mendaur-ulang air, baik air buangan
mapun air limbah/kotor melalui berbagai tahapan proses. Dengan proses filtrasi
yang bertahap, air limbah (black water) dapat diubah menjadi air untuk irigasi
dan air gelontor (grey water) seperti terlihat pada Gambar 14.7.
Penambahan zat penghilang bau dan bakteri, air buamgan (grey water) dapat
digunakan kembali sebagai air bersih (clean water). Selanjutnya, air bersih ini
melalui sistem filtrasi reverse osmosis dan sinar ultra violet, dapat langsung
digunakan sebagai air minum (potable water). Dengan cara ini, praktis hampir
seluruh air yang digunakan dapat didaur-ulang, penambahan pasokan air hanya
disebabkan karena adanya penguapan dan/atau kebocoran pada pipa.
Salah satu cara untuk melindungi alam sekitar, memastikan bahwa bangunan
gedung tidak didirikan di atas lahan subur, sehingga lahan yang diperuntukkan
bagi ketahanan pangan tidak terganggu dengan kehadiran bangunan gedung.
BAMBU/PALEM
CAT
FORMALIN FORMALIN
TRIKHLORETHYL
BENSIN BENSIN
ALKOHOL
MANUSIA BAKUNG
ASETON
FORMALIN
ALKOHOL
TRIKHLORETHYL
ASETAT BENSIN
ALKOHOL
PHOTOCOPY
BENSIN
ASETON
TRIKHLORETHYL
ALKOHOL
CAIRAN
KOREKTOR
ASETON
Langkah pertama dan paling menantang dari LCCA, atau metode evaluasi
ekonomi, adalah untuk menentukan dampak ekonomi dari alternatif desain
bangunan dan sistem bangunan, serta untuk mengukur dampaknya dan
mengekspresikannya dalam besaran biaya. Untuk menentukan elemen atau
komponen mana yang dipilih untuk dihitung, dapat digunakan hukum Pareto
(Gambar 14.9), yaitu komponen yang menghasilkan pengaruh terbesar atas
biaya.
a. Biaya
1) Biaya Awal
Biaya operasional untuk energi, air, dan utilitas lainnya didasarkan pada
konsumsi, peningkatan saat ini, dan proyeksi harga. Energi dan biaya air
biasanya dinilai untuk bangunan secara keseluruhan bukan bukan secara
parsial atau komponen.
Untuk menentukan harga energi, acuan dari harga energi saat ini, yang
diperoleh dari pemasok listrik harus memperhitungkan jenis tingkat, struktur
tarif, tarif konsumen, dan biaya permintaan untuk mendapatkan perkiraan
sedekat mungkin dengan biaya energi yang sebenarnya.
Biaya air harus ditangani seperti halnya dengan biaya energi. Biasanya ada
dua jenis biaya air: biaya penggunaan air, baik yang dipasok melalui pipa
distribusi atau yang diperoleh dari sumur dalam (sumur artesis), dan biaya
pembuangan air.
4) Biaya Penggantian
5) Nilai residu
Nilai sisa dari suatu komponen/sistem merupakan nilai sisa pada akhir
periode waktu yang dijadikan patokan, atau pada saat komponen itu diganti
selama periode rentang waktu. Nilai residu dapat didasarkan pada nilai di
tempat, nilai jual kembali, nilai sisa, atau nilai terbuang, setelah dikurangi
dengan biaya penjualan, konversi, atau pembuangan. Sebagai acuan
praktis, nilai sisa dari sistem dengan sisa masa di tempat dapat dihitung
dengan linear prorating biaya awal. Misalnya, untuk sistem dengan masa
manfaat yang diharapkan dari 15 tahun, yang dipasang lima tahun sebelum
6) Biaya Lainnya
Beban lainnya dapat berupa biaya keuangan dan pajak. Ada kalanya
proyek dibiayai melalui kontrak penghematan kinerja energi atau kontrak
pelayanan energi utilitas, sehingga beban keuangan biasanya termasuk
dalam pembayaran kontrak yang dinegosiasikan dengan perusahaan
pelayanan energi atau utilitas.
2) Periode Biaya
Masa layanan dimulai ketika bangunan selesai ditempati atau ketika sistem
diambil ke dalam periode pemanfaatan. Ini adalah periode di mana biaya
operasional dan manfaat dievaluasi. Dalam bangunan gedung, masa
pelayanan umumnya terbatas pada 40 tahun.
3) Konvensi Pemotongan
Pada praktiknya, semua arus kas yang berulang setiap tahun (misalnya,
biaya operasional) didiskontokan dari akhir tahun dihitung dari awal masa
kontrak. Semua jumlah tunggal (misalnya, biaya penggantian, nilai residu)
dipotong dihitung dari tanggal dimulainya masa perhitugan.
LCCA dapat diterapkan dalam satuan mata uang konstan atau nilai tukar
mata uang asing saat ini. Analisis dengan mata uang konstan
mengecualikan tingkat inflasi umum, dan analisis arus uang termasuk
tingkat inflasi umum di semua jumlah uang, potongan tarif, dan tarif eskalasi
harga. Kedua jenis perhitungan menghasilkan nilai biaya siklus hidup yang
identik.
1) Analisis Sensitivitas
Analisis sensitivitas adalah teknik direkomendasikan untuk energi dan
konservasi air. Analisis sensitivitas berguna untuk:
a) mengidentifikasi dari sejumlah nilai input;
b) menentukan bagaimana variabilitas dalam nilai input mempengaruhi
berbagai ukuran evaluasi ekonomi; dan
c) menguji skenario yang berbeda untuk menjawab pertanyaan berbagai
kemungkinan kondisi yang mungkin terjadi.
Analisis sensitivitas dan analisis impas, serta sejumlah pendekatan lain untuk
memperhitungkan risiko dan penilaian ketidakpastian, baik deterministik dan
probabilistik, dapat dijelaskan secara rinci dengan berbagai metode dan
pendekatan ekonomi.
e. Aplikasi LCCA
LCCA dapat diterapkan pada setiap keputusan dalam investasi modal, di mana
biaya awal yang relatif lebih tinggi dan dipertimbangkan untuk mengurangi
kewajiban biaya di masa depan. Hal ini cocok untuk melakukan evaluasi melalui
alternatif desain yang dapat memenuhi tingkat kinerja tertentu, tetapi dengan
kemungkinan beban biaya yang berbeda pada investasi awal, operasi dan biaya
pemeliharaan serta perbaikan. LCCA memberikan penilaian secara signifikan
lebih baik pada efektivitas biaya dari proyek jangka panjang daripada metode
ekonomi alternatif yang hanya fokus pada biaya investasi awal atau biaya
operasi jangka pendek (value engineering).
Alternatif pertama, material vinil tahan gores dengan harga Rp. 200.000 per m2
yang harus diganti setiap 15 tahun, dan biaya pemeliharaannya Rp. 3.000 per
m2 per tahun, dan alternatif kedua, material karpet dengan harga Rp. 150.000
per m2 dengan masa pergantian tiap 10 tahun dan biaya pemeliharaannya Rp,
4.000 per m2 per tahun. Jika tingkat diskonto (discount rate) 5%, biaya daur
hidup untuk masing-masing material, sebagai berikut:
Dengan menggunakan nilai sekarang, untuk tiap Rp. 1,- dengan discount rate
5%, untuk 50 tahun diperoleh koefisien = 18, 2559 (lihat tabel Lampiran 08).
Dari contoh ilustrasi di atas, terlihat bahwa biaya awal yang lebih rendah dapat
menghasilkan biaya daur hidup yang lebih tinggi. Dengan melakukan pemilihan
E. Disposal Costs
E.1 Cost of Asset Disposal $ -
F. BIAYA LAINNYA `
Item 1 $ -
$ -
Item 2 $ -
$ -
Item 3 $ -
$ -
Item 4 $ -
$ -
Item 5 $ -
$ -
Sub-total F $ -
PROJECT DETAILS
Nama Proyek
Lokasi Proyek
REKAPITULASI PROYEK
PERIODE Annual Average Annual Average Annuitized Cost
OPSI PILIHAN Deskripsi Pilihan Total Costs PV Total Costs
ANALISIS Total Costs PV Total Costs Stream
Alternatif 1 30 #VALUE! #VALUE! #VALUE!
Aternatif 2 30 #VALUE! #VALUE! #VALUE!
Alternatif 3 30 #VALUE! #VALUE! #VALUE!
Alternatif 4 30 #VALUE! #VALUE! #VALUE!
Alternatif 5 30 #VALUE! #VALUE! #VALUE!
Sosial
Lestari Adil
Berkelanjutan
10,50
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50
Dari Tabel 14.8 terlihat bahwa pemeringkatan BGH disesuaikan dengan kondisi
dan kepentingan tiap-tiap negara berdasarkan prioritas dan target yang ingin
dicapai. Untuk Indonesia, sistem peringkat disusun oleh Kemen PU PR untuk
bangunan gedung, utamanya yang dibiayai oleh Anggaran Pendapatan Belanja
Negara (APBN), dan yang dibiayai oleh Anggaran Pendapatan Belanja Daerah
(APBD) dan/atau bangunan gedung untuk kepentingan umum. Lembaga lain
yang membuat sistem peringkat di Indonesia adalah Green Building Council
Indonesia (GBCI) yang merupakan anggota dari World Green Building Council
(WGBC) di mana sistem peringkatnya diberi nama Greenship. Tabel 14.9
menunjukkan perbedaan parameter penilaian antara sistem pemeringkatan
berdasarkan Permen PUPR nomor 21 tahun 2021 tentang Pedoman Penilaian
Kinerja BGH dengan Greenship Versi NB 2.0. Meskipun nama parameternya
berbeda, namun pada dasarnya keduanya memiliki prinsip yang sama, yaitu
yang didasarkan pada prinsip konstruksi berkelanjutan.
a. Pendekatan Regulasi
Permen PUPR nomor 21 tahun 2021 tentang Pedoman Penilaian Kinerja BGH
merupakan acuan peraturan bagi pengguna jasa yang ingin menggunakan
konsep BGH pada bangunan gedungnya,
Meskipun ada beberapa bagian yang berbeda, namun pada intinya bangunan
dengan fungsi dan luasan tertentu dapat dikategorikan sebagai bangunan
gedung yang wajib, dianjurkan dan disarankan menggunakan konsep BGH.
Rincian dari hal-hal yang dievaluasi disusun dalam Surat Edaran Menteri PU
PR nomor 1 tahun 2022 tentang Petunjuk Teknis Penilaian Kinerja BGH, yang
di antaranya mengatur tentang:
1) kategori BGH;
2) tata cara pemenuhan persyaratan BGH;
3) penilaian kinerja BGH; dan
4) proses sertifikasi BGH.
Pengaturan konsep BGH menurut Permen PUPR nomor 21 tahun 2021 tidak
hanya berisi ketentuan tentang aspek perancangan bangunan gedung saja,
tetapi meliputi seluruh penyelenggaraan bangunan gedung, mulai dari
perencanaan sampai dengan tahap pembongkaran.
b. Pendekatan Sukarela
Pendekatan konsep BGH yang bersifat sukarela ini, relatif lebih ketat
penilaiannya. Peringkat yang disusun oleh GBCI yang mewakili Indonesia di
WGBC memiliki penilaian kinerja/peringkat (rating tools) yang dapat disetarakan
dengan rating tools negara lain yang menjadi anggota WGBC. Parameter
memiliki beberapa perbedaan, namun target yang ingin dicapai tetap pada
bagaimana menjaga kelestarian alam, menurunkan pemanasan global dan
mengurangi dampak rumah kaca.
Dalam konteks parameter ini ada delapan hal yang penting untuk
diperhatikan:
a) RTH
b) Pemilihan Tapak
c) Aksesibiltas
Lantai dasar (street level) dapat dimanfaatkan oleh pejalan kaki yang
aman dan nyaman selama ada aktivitas pada bangunan gedung
(minimum 10 jam sehari).
d) Transportasi Publik/Umum
e) Fasilitas Pesepeda
Alokasi tempat parkir sepeda ditentukan satu unit parkir untuk tiap 20
orang dengan maksimum 100 unit tempat parkir. Setiap 10 tempat
parkir sepeda disediakan satu bilik shower dan locker.
Ukuran up flow filter tertera pada Tabel 14.14 dan ukuran kolam sanita
pada Tabel 14.15.
Tabel 14.14. Ukuran Up Flow Filter
Bak Ekualisasi Bak Filter
Pemakai
No. Pe Lbe Volume Pf Luas
[orang] Lf [m]
[m] [m] [m3] [m] [m2]
1 5 0,8 0,3 0,3 0,8 0,38 0,3
2 10 1,0 0,4 0,6 1,0 0,60 0,6
3 15 1,3 0,5 0,9 1.3 0,69 0,9
4 20 1,4 0,5 1,2 1,4 0,86 1,2
5 25 1.5 0,6 1,5 1,5 1.00 1,5
6 50 2,2 0,8 3,0 2,2 1,36 3,0
Sumber: SNI 2398:2017
Tabel 14.15. Ukuran Kolam Sanita
Ukuran [m] Jumlah
Pemakai Volume
No. T + ambang Lajur
[orang] P L [m3]
batas Pipa
1 5 0,8 0,4 0,8 0,72 1
2 10 1,6 0,8 0,8 0,40 1
3 15 1,8 0,9 1,0 2,20 1
4 20 2,4 1,2 1,0 2,90 2
5 25 3,0 1,5 1,0 3,60 2
6 50 6,0 3,0 1,0 7,20 3
Sumber: SNI 2398:2017
NA
A L
n. n
L
Persamaan 14.1.
n
2) Efisiensi Energi
Dua hal yang perlu diperhatikan dalam kaitan dengan efisien energi, adalah
mengurangi semaksimal mungkin panas yang masuk ke dalam bangunan
gedung yang akan berakibat pada beban pendingin ruangan, dan upaya
pengendalian penggunaan energi.
Sebagai tambahan dari apa yang telah tertera pada Tabel 14.1, sebagai
ilustrasi, penghematan energi dapat dilakukan dengan mengganti
lampu dengan lampu hemat energi (Gambar 14.21).
Mayoritas daya listrik yang digunakan saat ini berasal dari bahan bakar
yang berasal dari fosil (bahan bakar minyak – BBM atau bahan bakar
gas – BBG), yang diperkirakan akan menyusut dan mungkin musnah
dalam jangka waktu 50 – 100 tahun mendatang. Oleh karena itu,
dianjurkan bahwa sebagian konsumsi listrik untuk bangunan gedung
menggunakan sumber energi dari energi terbarukan.
Sumber: https://cambodianess.com/article/cambodias-renewable-energy-future-is-bright-but-
challenging
Penggunaan panel surya dapat dipasang terpisah dari jaringan PLN (off
grid) atau terintegrasi dengan jaringan PLN (on grid). Gambar 14.25
memperlihatkan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) yang mandiri
(stand alone) yang dihubungkan dengan genset cadangan.
d) Daur-ulang air
Dari Tabel 14.25 ini terlihat bahwa untuk keperluan rumah sakit
persyaratan proses daur-ulang air lebih ketat dibandingkan untuk
penggunaan pada bangunan gedung lainnya.
Untuk dapat digunakan sebagai air bersih, air harus memenuhi standar
mutu sesuai ketentuan Permen Kesehatan nomor 32 tahun 2017 tentang
Syarat-Syarat dan Pengawasan Kualitas Air (Tabel 14.26)
Air hujan yang dapat ditampung adalah air hujan yang jatuh langsung
dari langit atau yang berasal dari atap bangunan. Di kawasan perkotaan
air hujan kadang mengandung polutan akibat emisi gas buang
kendaraan (hujan asam), sehingga air hujan yang ditampung dari atap
baru disalurkan untuk ditampung beberapa menit setelah hujan turun.
Hal ini untuk mengurangi pengaruh asam yang ada dalam kandungan
air hujan dan kotoran yang ada pada atap bangunan.
Tempat penampungan air hujan harus terbuat dari bahan yang tidak
dapat korosi, biasanya terbuat dari:
(1) bak beton yang dilapisi dengan cat (epoxy atau chlorinated
rubber paint) atau keramik;
(2) tabung dari bahan serat gelas (fiber glass); atau
(3) tabung dari baja anti karat (stainless steel).
Sistem ini efektif untuk kawasan yang relatif tidak luas dan dapat
diatur secara manual atau meggunakan sensor otomatis
(Gambar 14.28).
Sistem ini juga mengalirkan air melalui pipa dengan tekanan air
yang kecil, sehingga air yang keluar tidak berupa pancaran air,
tetapi tetesan air yang jatuh di dekat zona akar tanaman.
Laju aliran udara luar per orang mengacu pada SNI 03-6572-2001 (atau
edisi yang terbaru) yang tertera pada Tabel 14.21 dan Tabel 14.22,
namun banyak bangun gedung juga menggunakan standar ASHRAE
62.1-2007 (atau edisi terbaru) sebagai acuan untuk menghitung laju
ventilasi udara segar (ventilation rate procedure – VRP) seperti tertera
pada Tabel 14.27 dengan berbagai fungsi ruang, tingkat hunian dan luas
ruangan.
Tabel 14.27. Minimum Laju Ventilasi
Kebutuhan
Nilai yang
Laju udara Kebutuhan Laju
Disyaratkan
Fungsi Ruang segar udara segar
[orang/100
[l/detik per [l/detik per m2]
m2]
orang]
Perkantoran:
Ruang kerja 2,5 0,3 5
Ruang respsionis 2,5 0,3 30
Ruang telepon/data 2,5 0,3 60
Lobby utama 2,5 0,3 10
Bangunan Umum:
Tempat istirahat 2,5 0,3
25
sejenak
Tempat minum kopi 2,5 0,3 20
Ruang konprensi/rapat 2,5 0,3 50
Koridor - 0,3 -
Gudang - 0,6 -
Fasilitas Pendidikan:
Ruang kelas 3,8 0,3 65
Ruang 0,3
5,0 35
music/theater/tari
Ruang serba guna 3,8 0,3 100
Sumber: ASHRAE Standard 62.1-2007
Pada ruangan dengan tingkat okupansi tinggi (< 2,3 m2 per orang) perlu
dilengkapi dengan sensor CO2 yang memiliki mekanisme untuk
mengatur jumlah laju ventilasi udara segar agar konsentrasi gas CO2 di
dalam ruangan tidak melebihi ambang batas (1.000 ppm). Sensor ini
diletakkan setinggi 150 cm dari permukaan lantai atau di dekat lubang
saluran udara balik (return air duct) pada sistem tata udara.
c) Pembatasan merokok
Lebih dari 400.000 orang meninggal di Indonesia akibat asap rokok, dan
sebagian di antaranya merupakan perokok pasif (orang yang tidak
merokok tapi terhirup asap rokok).
Pada Bab VI, VOC merupakan emisi berupa gas yang terdiri dari
berbagai senyawa organik yang mudah larut/menguap di udara.
Sebagaimana telah dibahas pada Bab VI, VOC ini ada pada material
yang digunakan dalam bangunan gedung dan dapat menimbulkan
dampak terjangkitnya SBS dan/atau BRI, seperti kayu lapis, bahan cat
dan lampu.
Maksimum
JenisLampu Fluorescent Merkuri per
lampu [mg]
Compact Fluorescent Lamp 5
Holohosphate 10
Trihosphate (dengan waktu masa pakai normal) 5
Trihosphate (dengan waktu masa pakai
8
panjang)
Sumber: Directive 2002/95/EC
e) Kenyamanan visual
Tabel 14.32 merupakan pelengkap dari tabel-tabel yang ada pada pembahasan
Bab X buku ini (Tabel 10.5 Tabel 10.6 dan Tabel 10.8).
Tingkat Tingkat
Fungsi
Pencahayan Fungsi Ruangan Pencahayaan
Ruangan
[lux] [lux]
Perkantoran Pertokoan/Ruang Pamer
Ruang direktur Ruang Pamer (Besar)
Ruang kerja Toko perhiasan
350
Ruang
Toko sepatu & tas
komputer 500
Ruang gambar 750 Toko pakaian
Ruang arsip 150 Toko swalayan
Ruang rapat Toko mainan
Ruang arsip 300
Toko kue & makanan
aktif
Hotel dan Restoran Toko alat musik & OR 250
Ruang serba
Toko alat listrik
guna 200
Kafetaria Toko buku 300
Ruang makan 250 Rumah Sakit/Balai Pengobatan
Dapur 300 Ruang rawat inap 250
f) Kenyamanan termal
g) Pengendalian kebisingan
Penggunan material lokal yang dibatasi pada arius tertentu dari proyek
(misalkan 1.000 km) akan mengurangi beban rantai pasok (supply chain) dan
dengan deikian otomatis akan mengurangi jejak karbon dan dampak pada
lingkungan.
DIHINDARI DIANJURKAN
AIR
UDARA
RUANG LINGKUP
Sumber: Juwana, 2018.
Gambar 14.32. Skematik Proses LCA
1) CRADLE TO GRAVE
Bahan baku sampai pembuangan.
2) CRADLE TO GATE
Bahan baku sampai awal produksi (pre-consumer).
3) CRADLE TO CRADLE
Daur-ulang mulai dari tahapan akhir pembuangan.
5) WELL TO WHEEL
Efisiensi bahan bakar pada transportasi saja.
TRANSPORT
PEMASOK
BAHAN BAKU
MENTAH
CRADLE TO GATE
LIMBAH MANUFAKTUR
CRADLE TO CRADLE
END OF LIFE
PENGGUNA
KEMASAN
CRADLE TO GRAVE
Sumber: Juwana, 2018.
Jika pada suatu daerah belum ada sertifikasi terhadap kayu yang
diperdagangkan, sekurang-kurangnya semua pembelian kayu disertai
faktur pembeliannya. Dengan adanya faktur pembelian kayu, dapat
diasumsikan bahwa kayu yang dijual merupakan kayu yang legal untuk
diperdagangkan.
b) Material Pra-fabrikasi
c) Material Lokal
b) Pengelolan Limbah
Penyertaan tenaga ahli yang paham akan konsep BGH akan banyak
membantu dalam mengintegrasikan parameter-parameter yang menjadi
persyaratan terpenuhinya kaidah-kaidah BGH.
Di samping itu tenaga ahli bidang lain, seperti arsitek, ahli teknik
bangunan gedung (struktur), ahli MEP, lansekap dan
perkotaan/kawasan jga diperlukan untuk mengintegrasikan sistem
bangunan gedung. Idealnya, ahli-ahli ini semua sudah memahami
konsep BGH, sehingga BGH akan terintegrasi secara komprehensif
bukan saja dalam kaitan parameter BGH, tetapi juga dalam keterpaduan
sistem bangunan gedung.
7) Inovasi
a) Self-healing Concrete
Beton dengan campuran air yang mengandung bakteri aktif (yang dapat
hidup selama 200 tahun), memproduksi kalsit (calcite) yang dapat
menutup keretakan dalam beton. Temuan ini mengurangi biaya
perawatan dan efek gas rumah kaca (Gambar 14.44).
b) 3D Graphene
c) Aerographite
Atom yang membuat material tumbuh lebih kuat jika tertekan. Beratnya
75 kali lebih ringan dari Styrofoam (Gambar 14.46).
d) Laminated Timber
Disebut sebagai kayu masa depan, memiliki ketahan terhadap air dan
kekuatan yang lebih tinggi dari kayu tradisional. Kayu laminasi ini
berpotensi untuk mendukung pembangunan gedung pencakar langit
dan mengurangi 150 ton karbon per lantai bangunan (Gambar 14.47).
Sering juga dinamakan sebagai kayu glulam (glued laminated).
e) Modular Bambu
Bambu sangat kuat dan ramah lingkungan, tumbuh dengan cepat dan
murah. Cocok untuk bangunan tahan gempa dan dapat diperkuat
dengan tulangan baja (Gambar 14.48).
Sumber: homedesign.com/2013/04/20/Homing-bamboo_bj_hp_architects/#googe.vigenette
Gambar 14.48. Modular Bambu
Aloi keramik (ceramic alloy) ini 85% lebih keras dari batu mulia dan tahan
terhadap korosi, radiasi dan oksidasi. Bahan ini dengan ketebalan 4 cm
mampu menahan peluru (Gambar 14.49).
Bahan ini merupakan bahan dengan tingkat insulasi yang lebih baik,
memiliki kekuatan dan mudah terurai (biodegrability). Bahan ini dapat
digunakan sebagai penggani kaca jendela untuk menggantikan kaca
yang biasa digunakan untuk memasukkan cahaya alami ke dalam
ruangan (Gambar 14.50).
.
Sumber: https://soa.utexas.edu/headlines/translucent-wood-panels
Jenis beton yang tidak dapat merambatkan api menjadi satu dengan
butiran bola kaca yang merefleksikan cahaya dan dapat mengurangi
konsumsi listrik (Gambar 14.51).
Jenis beton ini dapat menyerap sinar matahari pada siang hari dan
memedarkan cahaya pada malam hari, sehingga baik untuk digunakan
untuk jalur pejalan kaki, jalur penyeberangan dan rambu keselamatan
lalu lintas.
Bahan terdiri dari campuran limbah industri, pasir sungai, silika, alkali
dan air, yang dapat dengan mudah didaur-ulang, sehingga dapat
merupakan alternatif bahan yang ramah lingkungan dan memiliki aspek
arsitektural untuk bangunan gedung. Biaya awal yang cukup tinggi
diimbangi dengan biaya pemeliharaan dan perawatan yang rendah,
termasuk mengurangi biaya listrik.
i) Microbial Cellulose
Diproduksi dari bakteri, ragi dan mikro organisme, bahan ini dapat
digunakan untuk tanda (signade) dan fasad bangunan (Gambar 14.52).
j) Aluminum Foam
Sumber: https://pubs.rsc.org/en/content/articlelanding/2014/cc/c4cc03109a
l) Wool Brick
Gabungan wol dan polimer rumput laut, bahan ini menunjukkan 37%
lebih kuat dari batu bata tradisional. Karena bahan ini dibuat tidak
melalui proses pembakaran, bata ini juga mengurangi efek rumah kaca
dibandingkan dengan bata tradisional (Gambar 14.55).
Sumber: http://materiability.com/hydroceramic/
Gambar 14.57. Hydroceramics
Sebagai alat bantu pendinginan, bahan ini dapat menyerap air/uap air
pada permukaan, dan panas untuk penguapan air ini sekitar 0,6 kgkalori
per gram, akan menyebabkan dampak pendinginan di sekitarnya.
Berbagai inovasi terus berlanjut untuk mendapatkan bahan, metode dan proses
pelaksanaan yang lebih murah, lebih cepat dan lebih bermanfaat. Keberlanjutan
rancangan/konstruksi dapat berkelanjutan jika memenuhi beberapa kondisi di
bawah ini:
Kecerdasan yang dipadu dengan tekad untuk menjadikan bumi lebih sehat dan
lebih nyaman bagi aktivitas manusia, diharapkan akan memberikan warisan
kepada anak cucu untuk menikmati kondisi dunia yang lebih baik dari hari ini.
Soal-Soal Latihan
5. Berapa nilai kemudian pada tahun ke-40 dari bangunan pada soal 4.3.
8. Jika pada pelat atap bangunan eksisting tidak dipersiapkan untuk roof
garden, pendekatan apa yang dilakukan untuk mengurangi suhu
kawasan.
10. Inovasi apa saja yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan fasad
bangunan.
… (2012); Peraturan Menetri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat no 5 tahun 2012
tentang Pedoman Penanaman Pohon pada Sistem Jaringan Jalan, Jakarta.
… (2021); Surat Edaran Menteri PU PR nomor 1 tahun 2022 tentang Petunjuk Teknis
Penilaian Kinerja Bangunan Gedung Hijau, Jakarta.
… (2000); SNI 03-6386-2000 tentang Spesifikasi Tingkat Bunyi dan Waktu Dengung
dalam Bangunan Gedung dan Perumahan, Badan Standardisasi Nasional,
Jakarta
… (2001); SNI 6572:2001 tentang Standar Tata Cara Perancangan Sistem Ventilasi dan
Pengkondisian Udara pada Bangunan Gedung, Up Flow Filter, Kolam
Sanita), Badan Standardisasi Nasional, Jakarta
… (2010); SNI 7188.6:2010 tentang Kriteria Ekolabel – Bagian 6: Kategori Produk Cat
Tembok, Badan Standardisasi Nasional, Jakarta
… (2017); SNI 2398:2017 tentang Tata Cara Perencanaan Tangki Septik dengan
Pengolahan Lanjutan (Sumur Resapan, Bidang Resapan, Up Flow Filter,
Kolam Sanita), Badan Standardisasi Nasional, Jakarta
… (2020); SNI 6192:2011 tentang Prosedur Audit Energi pada Bangunan Gedung,
Badan Standardisasi Nasional, Jakarta.
… (2020); SNI 6197:2020 tentang Konservasi Energi pada Sistem Pencahayaan, Badan
Standardisasi Nasional, Jakarta.
… (2020); SNI 6390:2020 tentang Konservasi Energi Sistem Tata Udara pada
Bangunan Gedung, Badan Standardisasi Nasional, Jakarta.
… (2020); springking.en.alibaba.com
… (2020); https://archdaily.com
… (2020); https://inhabitat.com/green-building-101-design-innovation/
… (2020); https://www.industrytap.com/self-healing-concrete-can-repair-cracks-cteria/
29051.
… (2020); https://hackaday.com/
… (2020); https://soa.utexas.edu/headlines/translucent-wood-panels
… (2020); https://tips.construction/light-generating-cement/
… (2020); https://www.blueblocks.nl/portfolio/microbial-cellulose/
… (2020); https://www.gemo-hk.com/products/metal
… (2020); https://pubs.rsc.org/en/content/articlelanding/2014/cc/c4cc03109a
… (2020); https://www.123rf.com/photo_37675559_brick-wool-background-free-space-
for-your-ideas.html
… (2020), http://materiability.com/hydroceramic/
… (2020), https://www.bimobject.com/en-au/boisecascade/product/boise08#
… (2021); https://phys.org/news/2012-08-transparent-solar-cells-windows-electricity.
html
Al-Kodmany K., Anumba J. (editor) (2015); “Tall Building and Elevators: A Review of
Recent of Technological Advances”, Department of Urban Planning and
Policy, College of Urban Planning and Public Affair, University of Illinois,
Chicago.
Juwana J.S., (2018); “Dari Material Rmah Lingkungan menuju Kota Hijau”. Jakarta.
Kilbert C. J. (2005); Sustainable Construction – Green Building and Delivery, John Wiley
& Sons, Inc,, Hoboken.
Kilkelly M. (2015); “Five Digital Tools for Architect to Test Building Performance”; The
Journal pf the American Institute of Architect, December 2015.
https://www.architectmagazine.com/technology/five-digital-tools-for-
architects-to-test-building-performance_o
Melaver M. & Mueller P. (2009); The Green Building Bottom Line – The Real Cost of
Sustainable Building, McGraw-Hill Companies, New York.
Sulistiyanto T., (2018), “Audit Energi dan Bangunan Hijau”, Pelatihan Audit Bangunan
Gedung, Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Sipil & Perencanaan Universitas
Trisakti, Jakarta.
Yeang K. (1999); The Green Skysraper – The Basic for Designing Sustainable Intensive
Buildings, Prestel, Munich.
Yeang K. (2006); Ecodesign – A Manual for Ecological Design, John Wiley & Sons, Inc,,
London.
LAMPIRAN 1
KUMPULAN REGULASI DAN SNI
A. Undang-Undang
B. Peraturan Pemerintah
D. Peraturan Menteri
E. Peraturan Kepala/Lembaga
G. Pedoman
ARSITEKTUR
BETON
GEOTEKNIK
KAYU
BAJA
AIR MINUM
FUNGSI BANGUNAN
NFPA
I. Surat Edaran
Jimmy S. Juwana
718
LAMPIRAN 5
DAFTAR NILAI KEMUDIAN (PRESENT VALUE) DARI 1
Jimmy S. Juwana
719
LAMPIRAN 6
DAFTAR NILAI 1 PERTAHUN
Jimmy S. Juwana
720
LAMPIRAN 7
DAFTAR DANA PEMBAYARAN TAHUNAN
(ANNUAL SINKING FUND) NILAI 1 PERTAHUN
Jimmy S. Juwana
721
LAMPIRAN 8
DAFTAR JUMLAH NILAI SEKARANG (PRESENT VALUE) DARI 1
Jimmy S. Juwana
722
LAMPIRAN 9
DAFTAR FAKTOR PEMULIHAN MODAL
(CAPITAL RECOVERY FACTOR) DARI 1
Jimmy S. Juwana
723
INDEKS
3
3D Graphene, 670, 671
A
AC Package, 219
AC sentral, 365
AC split, 219
acak, 44, 70, 463, 630
administrasi, 20, 522
aerator, 598
Aerographite, 671
AHU, 83, 96, 217, 224, 225, 260, 263, 265, 365
air, 11, 18, 56, 57, 83, 103, 115, 120, 131, 161, 165, 168, 176, 199, 210, 211, 213, 216, 217, 220,
223 - 227, 229, 236, 258, 259, 264, 265, 269, 279 - 283, 286, 310, 312 - 314, 316, 317, 319,
321 - 323, 326, 328, 334 - 340, 342, 343, 345 - 349, 353 - 355, 360, 361 - 370, 372, 408, 421,
433 - 435, 443, 444, 450, 458, 463 - 474, 476, 477, 479, 480, 487 - 492, 495, 502 - 505, 522 -
524, 534, 550, 556, 574, 580, 590, 591, 594, 596, 597, 659, 600, 603, 607, 609, 614, 621,
626, 628 - 630, 641 - 648, 650, 654, 658, 660, 663, 665, 667, 670, 671, 674, 678 - 700, 704 -
711
air buangan (grey water), 18, 336
air handling unit (AHU), lihat AHU
air kotor (black water), 469, 642
air sejuk, 223, 224, 225, 337, 354
akses, 41, 52, 82, 86, 87, 95, 96, 180, 277, 278, 280, 283 - 285, 288, 289, 291, 297, 298, 355,
375, 383, 388 - 398, 500, 622, 651
aktif, 72, 82, 213, 291, 312, 316, 350, 385, 395, 417, 429, 441, 549, 651, 652, 669
alarm, 1, 329, 330, 392, 394
alarm kebakaran, 383, 392, 393, 406, 408, 706
alat plambing, 355, 360, 361, 362
albedo, 628, 629
aliran air permukaan, 464
aluminium foam, 676
aluminium transparan, 671, 672
analisis titik impas, 529, 531, 540, 610
analog, 382, 400, 402, 406
analog, 401, 407, 704
angin, 13, 18, 49, 70, 99, 100, 101, 115, 121, 122, 123, 124, 131, 143, 173, 176, 244, 312, 374,
486, 591, 639, 647
apartemen, 11, 20, 21, 32, 43, 65, 120, 177, 181, 182, 184, 186, 188, 189, 190, 191, 210, 239,
296, 302, 320, 359, 363, 364, 366, 367, 371, 398, 444, 517, 520, 523, 532, 533, 540, 632
Apartemen Taman Anggrek, 11
APD, 580, 581, 582, 589
api, 25, 27, 40, 115, 197, 201, 267, 268, 269, 270, 271, 273, 274, 276, 277, 279, 281, 282, 283,
293, 299, 300, 301, 303, 309, 311, 312, 313, 314, 319, 321, 324, 365, 386, 396, 408, 473,
549, 582, 659, 663, 672, 706, 708
Artha Graha, 11
arus cahaya, 427, 428
asap, 213, 271, 283, 286, 293, 295, 297, 299, 300, 301, 311, 354, 423, 482, 649, 704, 705, 707
atrium, 73, 75, 171, 290, 300 - 303, 326, 330, 704
C
cahaya, 38, 53, 70, 243, 245, 246, 254, 267, 298, 374, 389, 422, 426, 427, 428, 429, 432 - 435,
437, 439, 440, 550, 579, 594, 632, 633, 635, 666, 668 - 670, 673, 674, 676
cahaya alami, 70, 243, 550, 632, 668 - 670, 673, 676
Central Plaza, 9, 10, 41, 42
Century Tower, 75, 76
chart, 260, 633
chiller, 56, 224, 225, 257, 260, 264, 365, 593
chute system, 305
Commerzbank, 10
concealed sprinkler, 326
condenser, 227
cooling tower, 217, 264, 365, 642
D
dangkal, 464
dasar, 1, 3, 8, 19, 26, 27, 30, 31, 49, 67, 70, 73, 81, 86, 88, 96, 97, 140, 144, 145, 147, 149, 150,
168, 172, 173, 177, 179, 180, 190, 193, 208, 218, 247, 274, 276, 289, 292, 302, 305, 318, 321
- 323, 326, 335, 394, 449, 466, 469, 513, 515, 516, 519, 525,526, 529, 531, 557, 572, 608,
615, 623, 638, 639, 651, 652, 695
data, 26, 66, 130, 181, 183, 192, 230, 269, 386 - 390, 399, 405, 423, 471, 474, 475, 519, 531,
550, 575, 605, 606, 610, 639, 649
daur hidup, 3, 509, 510 - 512, 543, 574, 591, 592, 603, 612, 616
daur ulang, 334, 355, 464, 469, 591, 592, 600, 641 - 643, 655, 656, 663, 667
design & build, 551, 554, 589
destination dispatching system, 639
E
efisiensi energi, 39, 633
ekspres, 185, 208
elektro magnetik, 422
elektroda, 450, 452, 453, 454, 678
eliminate toxics, 592
Empire State, 8, 10
energi, 237, 258, 265, 266, 448, 462, 593, 595, 596, 605, 608, 616, 618, 631, 633, 640, 659, 660,
668, 681 - 683, 694, 703 - 05, 7098
energi terbarukan, 374, 408, 640
entropi, 236
eskalator, 92, 197, 198 - 200, 202, 203, 578, 689, 690, 708
evacuator, 308, 332
evakuasi, 48, 49, 53, 84, 95, 96, 168, 173, 174, 267, 283, 284, 304, 305, 308, 310, 314, 330, 385,
549, 575
evaporator, 220, 222, 226, 236
evaporator, 236
F
faktor tekuk, 157, 158
fan coil, 260
faraday, 450, 455, 459
fasad,, 667, 675
FCC, 279, 330
Federal Reserve Bank, xxii, 72, 73
filter, 230, 261, 343, 469, 471, 482, 494, 593, 628, 667, 675, 677, 703
finial, 455
First Interstate Bank, 8
fitur, 334, 346, 383, 388, 598, 643
Flatiron, 7
G
Gamma, 425, 646
gas,, 212, 217, 335, 342, 458, 481, 592
Gaya, 93, 101, 132, 135, 136, 139, 150, 156
gedung, 1 - 13, 15, 19 - 21, 25, 26, 28 - 31, 40 - 45, 52 - 54, 58, 59, 65, 68, 69, 71, 72, 73, 77,
108, 112, 113, 120, 121, 130, 131, 140, 151, 166, 167, 180, 182, 184, 186 - 189, 191, 208,
209, 239, 245, 264 - 266, 274, 276 - 278, 289, 296, 304, 326, 331, 351, 363, 364, 366, 367,
370 - 372, 391, 407, 438, 448, 449, 454, 462, 505, 507, 513 - 515, 517, 518, 523, 533, 543 -
546, 589, 593, 615, 616, 620, 631, 634, 637, 641, 642, 644, 648, 654, 661, 680 - 683, 685 -
690, 692, 694, 695, 696 - 708, 710, 711
gedung hijau, 51, 56, 575, 591, 616, 617, 620, 622, 628, 632, 664, 665
gelombang, 389, 394, 395, 398, 422, 423, 425, 426, 492, 629, 630
gempa, 11, 13, 44, 47, 48, 56, 57, 70, 99, 100, 101, 115, 122, 124 - 128, 130 - 132, 137 - 141,
143 - 145, 150, 160, 161, 164, 165, 173, 176, 267, 329, 549, 575, 672
geser, 20, 99 - 101, 107, 122, 137, 139, 140, 144, 145, 149, 151, 155, 156, 158, 160, 165, 166,
700
gondola, 206, 207
grass block, 496
gravitasi, 99, 165, 189, 337, 341, 361, 471
Grosvernor, 73
H
halogen, 432, 433
hard standing, 278, 330
heat island effect, 601
helikal, 203
helixator, 204, 209
hemat, 112, 210, 222, 244, 355, 390, 408, 594, 634, 642
hidran, 279 - 283, 312, 313, 323, 324, 329, 331, 338, 339, 365, 366, 394, 549, 708
hidrolik, 168, 169, 308, 594
hidup, 3, 99, 115, 120, 137, 212, 272, 425, 449, 463, 472, 509 - 512, 543, 574, 591, 592, 601,
603, 608, 609, 612, 616, 670
hijau, 57, 246, 247, 318, 424, 463, 477, 483, 487, 491, 591, 601, 615, 616, 618, 620, 629, 630,
664, 665, 675
Hirarki, 580, 581
horizontal, 19, 23, 38, 70, 71, 93, 99 - 101, 108, 112, 115, 122, 140, 143, 148 - 151, 231, 244,
249, 252, 254, 260, 284, 300, 338, 375, 451, 477, 479, 633
hotel, 11, 20 - 23, 37, 41, 42, 63, 65, 66, 69, 121, 182, 184, 186 - 189, 191, 232, 239, 260, 296,
359, 363, 364, 366, 367, 370, 371, 430, 438, 441, 448, 517, 520, 533, 636, 637, 641, 653, 655
hujan, 120, 334, 337, 338, 354, 372, 416, 423, 451, 463, 464, 467, 469 - 479, 492, 503, 505, 523,
550, 570, 601, 615, 622, 628, 630, 643, 644, 646, 647, 667, 705, 708, 710, 711
hydro Wall, 667
hydroceramics, 676, 689
J
jalur, 42, 48, 59, 71, 72, 84 - 86, 93, 150, 174, 197, 199, 278, 285, 290, 297, 298, 299, 378, 419,
449, 463, 494, 499, 500, 505, 549 - 551, 571, 575, 622, 674
jarak bebas, 25 - 28, 150, 261, 274
jaringan, 2, 18, 25, 70, 72, 83, 93, 150, 216, 230, 231, 281, 283, 314, 316, 317, 323, 328, 331,
334, 335, 338, 339, 345, 355, 372, 375, 376, 378, 381, 382, 385, 387 - 390, 396, 399, 400,
402, 408, 409, 411, 414, 419, 448, 449, 461, 466, 502, 597, 622, 630, 633, 640, 700, 704
jejak air, 659, 661
jejak karbon, vi, 575, 655, 658, 660, 665
Jin Mao, 9, 10
John Hancock, 8
jumlah lampu, 428
jumlah lif, 79 - 81, 176, 182, 189, 204, 208, 532
jumlah sambungan, 380, 388
K
kabel,, 461
kaku, 139, 495, 496
kamera CCTV, 376, 399, 402, 407, 550
kamera infra merah, 404
kantor, 24, 25, 120, 121, 182, 184, 186 - 189, 191, 239, 241, 363 - 366, 386, 438, 448, 517, 520,
533, 637, 638, 641, 654
kapasitas lif, 186, 189, 190, 443
kapsul, 73, 171, 173
kasat mata, 422
keamanan, 11, 32, 52, 53, 56, 73, 329, 384, 389, 390, 392, 394, 403, 404, 406, 408, 456, 524,
534, 550, 597, 623
kebakaran, 6, 13, 24, 27, 47, 48, 49, 53, 75, 95, 99, 131, 173, 176, 267 - 274, 276 - 294, 298 -
300, 304, 306, 310 - 314, 316, 319 - 323, 326, 327, 329 - 331, 335, 338, 365, 366, 372, 383,
385, 392 - 394, 406, 408, 415, 443, 449 - 501, 522, 549, 550, 575, 622, 705 - 710
kebutuhan, 18, 23, 50, 53, 65, 67, 97, 144, 150, 176, 180, 185, 192, 199, 204, 217, 218, 222,
227, 239, 260, 261, 263, 264, 275, 276, 281, 282, 305, 336, 339, 355, 360, 362, 364, 366,
367, 370, 372, 374 - 376, 379, 388, 444, 445, 457, 461, 471, 523, 532, 610, 615, 623, 650,
664, 667
kebutuhan air, 339, 355, 360, 364, 366, 367, 370, 372, 444
kebutuhan daya, 444, 461
L
lahan, 1, 6, 9, 25, 26, 31, 56, 67, 103, 165, 372, 463, 500, 515, 522, 523, 531, 532, 555, 601,
605, 616, 617, 622, 629, 705
N
netto, 19, 20, 65, 461, 529, 531
niaga, 11
nilai kemudian, 527
nilai sekarang, 527, 612
nilai sewa, 524, 529, 535, 536, 538, 540, 543
nirkabel, 390, 400
O
observasi, 80, 81, 86, 173, 176, 177, 425
Olympia Plaza, 9
operasional, 2, 3, 130, 210, 278, 291, 390, 429, 432, 508, 524, 529, 531, 533, 543, 554, 596,
597, 605, 606, 609, 610, 615, 634
optimasi, 3, 469, 567, 575
orang, 6, 10, 15, 20, 48, 50, 53, 56, 60, 66, 67, 80, 82, 84, 95, 96, 97, 131, 141, 168, 171 - 174,
177, 179 - 181, 184, 188 - 191, 193, 197 - 202, 204, 206, 211, 212, 217, 238 - 240, 257, 267,
271 - 275, 283, 285, 292, 297 - 299, 302 - 305, 308 - 310, 312, 314, 355 - 360, 363, 364, 370,
371, 394, 397, 399, 404 - 406, 442, 457, 458, 473, 481, 494, 499, 554, 580, 588, 623, 627,
628, 637, 639, 639, 642, 649, 650, 652 - 654, 663, 668
orientasi, 18, 211, 243, 245, 246, 249, 252, 326, 550, 576
otomatisasi, 390, 391, 408, 635
OTTV, 243 - 245, 249, 251, 255 - 257, 264, 549, 632
OUB, 9
Q
QR Code, 405
R
radiasi, 269, 579
ragam, vi, 6, 205, 219, 432, 434, 551, 578, 599, 661, 670
rambu, 501, 505, 551, 582, 623, 674
recessed sprinkler, 326
recycle, 591, 592
reduce, 591, 592
refrigerant, 217 - 220, 222, 226, 602
refrigerasi kompresi, 218
regulasi, 1, 3, 4, 14, 55, 578, 620 - 622, 664
reuse, 591, 592
S
saluran, 18, 36, 46, 72, 93, 94, 115, 214, 219, 223, 225, 228 - 234, 260, 261, 264, 269, 281, 300,
301, 323 - 338, 347 - 349, 353, 369, 372, 378, 379, 388, 415, 461, 465, 466, 492, 502, 503,
534, 622, 643, 650, 663, 708, 710
sampah, 18, 51, 52, 94, 351- 353, 369, 371, 372, 466, 467, 472, 501, 559, 592, 599, 622, 640,
662, 663, 705, 708, 709
satelit, 388 - 390, 423
satu arah, 46, 59, 93, 152, 153, 285, 435
segitiga, 41, 268, 627
semak, 490, 601
session Initativeprotocol (SIP), 381
set back, 80
sickness building syndrome, 264
silang, 43, 92
sinar, 18, 38, 211, 252, 389, 396, 423, 425, 433, 435, 594, 600, 629, 633, 635, 665, 666, 669,
670, 674, 678
Singer, 7
sirkulasi, 17 - 19, 23 - 25, 27, 54, 59 - 72, 82, 150, 181, 211, 215, 264, 287, 312, 366, 551, 649
sirkulasi udara, 18, 211, 215, 648
sistem, 1, 2, 14, 19, 46, 51, 52, 67, 69, 98 - 101, 106, 107, 120, 123, 132, 133, 135 - 137, 139,
150, 155, 167, 180, 208, 209, 217 - 219, 222 - 224, 230, 232 235, 237, 260, 265, 266, 276,
283, 301, 303, 305, 310, 317, 322, 329 - 332, 334 - 337, 341, 350, 354, 355, 361, 372, 373,
376, 384, 385, 387, 388, 391 - 402, 404, 407, 443, 449, 450, 453, 454, 459, 462, 479, 494,
495, 505, 506, 514, 518, 544, 556, 577, 578, 584, 589, 590, 593 - 595, 624, 638, 647, 648,
680 - 682, 685, 687 - 690, 693, 694, 697, 699, 703 - 708, 710, 711
sistem keamanan, 11, 52, 384, 390, 394, 406, 408, 550
sistem manajemen keselamatan kerja, 577, 578, 589
sistem pengamanan, 394
sky lobby, 7, 33, 79, 81, 88, 92, 97, 172, 173, 176, 177, 180, 208
sky saver, 308
SMK3, 589, 710
sodium, 319, 432
solar sel fembus pandang, 678, 679
sorot, 432, 433, 436
speaker, 386
tahan api, 274, 276, 279, 284, 290, 294, 302, 303, 394, 416, 619, 708
tajuk, 483, 628
Taman Anggrek, 11
tanah, 18, 26, 57, 102 - 104, 115, 123, 124, 127 - 129, 147, 161 - 166, 169, 199, 201, 216, 269,
282, 288, 289, 305, 308, 309, 318, 339, 349, 366, 367, 412, 416, 449, 451 - 454, 459, 463 -
468, 470 - 473, 476 - 479, 492, 495, 513, 522, 525, 543, 556 - 567, 580, 601, 605, 622, 641,
647, 648, 663, 699, 700, 704, 708
tanda bahaya, 312, 316, 329, 330, 384, 385, 394, 395, 399, 550
tangga, 24, 31, 47- 49, 54, 59, 60, 65, 72, 75, 84 - 87, 90, 92, 96, 173, 177, 191, 197, 198, 202,
203, 205, 208, 269, 283 - 295, 298, 300, 304 - 306, 310, 330, 361, 369, 429, 441, 457, 464,
466, 471, 472, 599, 622, 636, 637, 705
tangki, 131, 281, 282, 317, 323, 326, 328, 337, 340, 355, 361, 366, 367, 549
tangki air, 282, 317
tapak basemen, 25
tata, 11, 18, 25, 36, 44 - 46, 53, 60, 61, 70, 72, 73, 81, 97, 140, 174, 181, 200, 208, 210, 211,
215, 217 - 219, 223, 228 - 232, 235, 237 - 239, 242, 257, 260, 261, 264, 271, 300, 301, 337,
353, 365, 384 - 395, 408, 409, 419, 428, 429, 440, 443, 444, 522, 532, 534, 549 - 551, 595,
596, 609, 617, 630, 634, 637, 663, 667, 706
tata letak, 18, 44, 60, 61, 70, 72, 81, 97, 174, 181, 200, 208, 271, 428, 549, 550, 551
tata letak lif, 81, 97, 174, 208
tata suara, 11, 53, 384, 385, 408, 409, 419, 440, 444, 550
tata udara, 11, 36, 46, 53, 72, 210, 211, 215, 217 - 219, 223, 228, 229, 230 - 232, 235, 237 - 239,
242, 257, 260, 261, 264, 300, 301, 337, 353, 365, 395, 408, 429, 440, 443,
tekan, 106, 156, 157, 282, 323, 326, 519, 694, 698, 700
tekanan, 115, 120 - 124, 147, 236, 237, 272, 282, 283, 294, 299, 316, 318, 335, 337, 338, 340,
435, 471, 579, 598, 648, 706, 709
U
UCB, 8
udara, 11, 17, 18, 36, 38, 39, 46, 53, 72, 121, 173, 176, 201, 210 - 212, 214, 215, 217 - 220, 223
- 239, 241, 242, 247, 249, 257 - 261, 264, 267 - 270, 294, 300, 301, 304, 305, 319, 334, 336,
337, 347, 350, 353, 365, 372, 395, 408, 412, 429, 440, 443, 444, 450, 461, 480, 481 - 483,
486, 504, 522, 532, 534, 549, 579, 580, 592 - 596, 601, 608, 615, 622, 633, 636, 637, 645,
647 - 650, 654, 658, 669, 675, 677, 678, 680, 697, 704, 705, 707
udara ambien, 481
udara dalam ruang, 211, 212, 214, 215, 218, 232, 238, 258, 260, 264, 294
ujan, 476, 646
ultra ungu, 425, 434, 435
ultra violet, 211, 425, 600
UMNO, 9
V
vegetasi, 14, 481, 483, 490 - 493, 550, 602, 623, 628, 631
ventilasi, 38, 180, 210, 211, 215, 239, 244, 259, 295, 301, 338, 345, 346, 349, 534, 549, 579,
592, 637, 649, 650, 677, 705
vertikal, 1, 6, 9, 15, 19, 23, 30, 33, 38, 48, 53, 60, 70, 86, 92 - 94, 99 - 101, 106, 107, 115, 155,
160, 166, 168, 180, 199, 204, 208, 244, 249, 252, 284, 300, 302, 338, 349, 370, 375, 385,
408, 471, 483, 522, 549, 623, 634, 707
voice over IP (VoIP), 382
volume andil banjir, 477, 479, 505
volume wajib kelola, 476, 477, 505
W
wajib (mandatory), 619
waktu tunggu, 177, 181, 198
waktu tunggu lif, 177
warna, 280, 315, 318, 338, 408, 423 - 425, 428, 429, 431 - 433, 439, 440, 442, 465, 466, 480,
491, 496, 518, 519, 551, 587, 594, 598, 630
Wisma BNI, 11
wisma, 320
wool brick, 676, 677
Woolworth, 7, 168
World Center, 8
WTC, 50, 52
X
x-ray, 396
Z
zona, 72, 77 - 79, 82, 83, 85, 89 - 91, 178, 232 - 235, 238, 259, 260
zona ganda, 232
zona tunggal, 232, 233, 234
Panduan Rancangan ini memberikan gambaran lengkap tentang sistem yang ada pada
Bangunan Tinggi, dari aspek Regulasi dan Standar Teknis, sampai pada aspek Arsitektural,
Struktural, Mekanikal, Elektrikal, Tata Ruang Luar, Pembiayaan dan Penyelenggaraan
Bangunan Gedung, serta konsep Konstruksi Berkelanjutan.
Buku ini akan sangat membantu bagi Arsitek dan Praktisi Bangunan Gedung dalam
memperoleh solusi awal bagi rancangan Bangunan Tinggi di Indonesia.
Lebih dari 40 tahun mengajar di Jurusan Arsitektur Trisakti, melakukan praktik profesional di
bidang jasa konstruksi, manajemen, dan kajian teknis selama lebih dari 50 tahun. Aktif di
sejumlah asosiasi profesi nasional dan internasional serta kegiatan sosial kemasyarakatan.
Mengarang sejumlah buku, di antaranya: ‘Aplikasi Metode Finite Difference pada Analisa
Pelat’ (2000); ‘Panduan Rancang Bangun Roof Garden’ (2004); ‘Panduan Sistem Bangunan
Tinggi’; (2005); editor buku ‘Pedoman Energi Efisiensi untuk Desain Bangunan Gedung di
Indonesia’ (2012); ‘Pedoman Pemugaran Bangunan Cagar Budaya A.A. Maramis
Kementerian Keuangan’ (2019); ‘Panduan Sekolah Sehat Net Zero’ (2020); ‘Steel Building
Industry in Indonesia’ (2020); dan ‘Panduan Bangunan untuk Hunian Bertingkat di Ibu Kota
Baru Indonesia (IKN) – Model Code & Key Performance Indicator (KPI)’ (2021); Rating Tools
Greenship – Green Building Council Indonesia (GBCI), serta sejumlah publikasi dan modul
ajar.