TAHUNAN
2021
Puji syukur ke hadirat Allah SWT dan atas berkat dan karunia-Nya Buku Laporan
Tahunan Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit telah
diselesaikan dengan baik.
Sesuai Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan
Organisasi Kementerian Negara, setiappimpinan suatu organisasi wajib
menyampaikan laporan berkala tepat pada waktunya. Salah satu laporan berkala
yaitu laporan tahunan.
Dengan berakhirnya tahun anggaran 2021, Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian
Penyakit memiliki kewajiban untuk menyusun Laporan Tahunan yang dibuat untuk memberikan
gambaran tentang pelaksanaan tugas dan fungsi, perkembangan dan hasil yang dicapai oleh
setiap unit kerja dalam setahun.
Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit mempunyai kedudukan sebagai
unsur pendukung pelaksanaan tugas di bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit yang
berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Menteri Kesehatan.
Program dan kegiatan selama Tahun 2021 yang telah dilaksanakan merupakan kegiatan yang
berkelanjutan, untuk itu semua hambatan, tantangan dan masalah yang timbul dalam
pelaksanaan harus dicermati secara arif dan bijaksana, sebagai masukan dan koreksi. Dengan
demikian akan semakin meningkatkan hasil yang dicapai untuk tahun selanjutnya. Upaya yang
maksimal sudah dilakukan untuk pelaksanaan kegiatan berdasarkan rencana kerja di tahun 2021.
Namun, kita menyadari bahwa masih banyak kekurangan dan kelemahan yang perlu
penyempurnaan dalam upaya pencapaian tujuan pencegahan dan pengendalian penyakit.
Mengingat laporan tahunan ini merupakan dokumen yang mencatat dan merekam hasil
pelaksanaan kegiatan di lingkungan Satker Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian
Penyakit, maka diharapkan dapat digunakan sebagai salah satu acuan dalam perencanaan dan
pelaksanaan kegiatan tahun berikutnya.
2. Kelembagaan
Sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 25 tahun 2020
tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan, susunan organisasi
Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit terdiri atas:
a. Sekretariat Direktorat Jenderal.
b. Direktorat Surveilans dan Karantina Kesehatan (SKK)
c. Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung (P2PML)
d. Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tular Vektor dan Zoonotik
(P2PTVZ)
e. Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular (P2PTM)
f. Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa dan Napza
(P2PMKJN)
Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit mempunyai tugas
menyelenggarakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang pencegahan dan
pengendalian penyakit sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Dalam
melaksanakan tugas, Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit
melaksanakan fungsi antara lain sebagai berikut:
1. Perumusan kebijakan di bidang surveilans epidemiologi dan karantina, pencegahan
dan pengendalian penyakit menular, penyakit tular vektor, penyakit zoonotik, dan
penyakit tidak menular, serta upaya kesehatan jiwa dan Narkotika, Psikotropika, dan
Zat adiktif lainnya (NAPZA);
2. Pelaksanaan kebijakan di bidang surveilans epidemiologi dan karantina, pencegahan
dan pengendalian penyakit menular, penyakit tular vektor, penyakit zoonotik, dan
penyakit tidak menular, serta upaya kesehatan jiwa dan Narkotika, Psikotropika, dan
Zat adiktif lainnya (NAPZA);
Struktur organisasi Ditjen P2P mengacu pada Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 25 Tahun 2020 tentang Organisasi Dan Tata Kerja Kementerian
Kesehatan sebagai berikut:
Gambar 1.1
Struktur organisasi Ditjen P2P
3. Sumber Daya
A. Sumber Daya Manusia
Berdasarkan data Sistem Informasi Manajemen Kepegawaian (SIMKA), pada tahun
2021 jumlah pegawai Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pencegahan dan
Pengendalian Penyakit (Ditjen P2P) sebanyak 524 orang. Berikut distribusi pegawai
pada unit pusat P2P tahun 2021 :
1. Distribusi Pegawai Setditjen Berdasarkan Satuan Kerja di Unit Pusat P2P
Jumlah pegawai Kantor Pusat Ditjen P2P tersebar pada 6 Unit Kerja, yaitu
Sekretariat sebanyak 130 orang (25%), Direktorat Surveilans dan Karantina
Kesehatan sebanyak 103 orang (20%), Direktorat Pencegahan dan
Pengendalian Penyakit Menular Langsung 85 orang (16%) , Direktorat
Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tular Vektor dan Zoonotik sebanyak 89
orang (17%), Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular
sebanyak 80 orang (15%) dan Direktorat Pencegahan dan Pengendalian
Masalah Kesehatan Jiwa dan NAPZA sebanyak 37 orang (7%), seperti dalam
grafik berikut ini:
Grafik 1.1
Distribusi Pegawai Berdasarkan Satuan Kerja
Pada Unit Pusat Ditjen P2p Tahun 2021
37; 7%
80; 15% 130; 25%
Direktorat Surveilans dan
89; 17% Karantina Kesehatan
103; 20%
85; 16%
Direktorat Pencegahan
dan Pengendalian
Penyakit Menular
Langsung
Pria : 201
Wanita : 38%
Pria
323
62% Wanita
Grafik 1.3
Distribusi Pegawai Pada Unit Pusat Ditjen P2P
Berdasarkan Pendidikan Tahun 2021
300 264
250 192
200
150
100 38
4 18 3 5
50
0
Grafik 1.4
Distribusi Pegawai Berdasarkan Kelompok Umur Tahun 2021
Grafik 1.5
Distribusi Pegawai Berdasarkan Jabatan
Tahun 2021
Struktural;
Jabatan 10; 2%
Pelaksana;
217; 41% Fungsional;
297; 57%
Berdasarkan grafik di atas, maka jabatan paling banyak di Kantor Pusat Ditjen
P2P adalah jabatan pelaksana sebanyak 217 orang (41%), jabatan struktural
sebanyak 10 orang (2%), dan jabatan fungsional tertentu sebanyak 297 orang
(57%). Adapun jumlah jabatan fungsional tertentu yang berada di Kantor Pusat
Ditjen P2P dapat dilihat pada grafik di bawah ini:
1
15
Pranata Keuangan APBN Penyelia (JF) 4
1
14
Perencana Ahli Madya (JF) 123
1
Epidemiolog Kesehatan Ahli Pertama… 1 18 109
7 61
Arsiparis Terampil (JF) 2 5
2 56
Analis Pengelolaan Keuangan APBN… 23 10
12
Analis Kepegawaian Ahli Muda (JF) 79
15 10
Analis Anggaran Ahli Muda (JF) 3
3
0 20 40 60 80 100 120
Dari 5 (lima) Direktorat yang ada pada Ditjen Pencegahan dan Pengendalian
penyakit, pagu alokasi anggaran terbesar terdapat pada Direktorat Surkarkes yaitu
sebesar Rp 1.939.622.464.000 dengan pagu belanja barang sebesar Rp.
1.936.480.991.000 dan pagu belanja modal sebesar Rp. 3.141.473.000 Dan
Direktorat Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit Menular Langsung (P3PML)
dengan pagu alokasi anggaran sebesar Rp. 1.502.819.656.000, yang dibagi untuk
belanja barang sebesar Rp. 1.434.297.506.000 dan belanja modal sebesar Rp.
68.522.150.000 dikarenakan untuk menunjang pelaksanaan penanggulangan
pandemic covid-19.
Selanjutnya pagu yang terendah terdapat pada Direktorat Pencegahan dan
Penanggulangan Masalah Kesehatan Jiwa dan Napza dengan pagu alokasi sebesar
Rp. 43.423.321.000 dirinci untuk belanja barang sebesar Rp. 142.202.037.000 dan
belanja modal sebesar Rp. 1.221.284.000.
1. Dasar Hukum
Dalam mencapai tujuan, sasaran dan target indikator yang telah di tetapkan maka
pelaksanaan program dan kegiatan Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Masalah
Kesehatan Jiwa dan Napza mengacu pada :
a. UU No. 17 tahun 20003 tentang Keuangan Negara
b. UU No. 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional
c. UU No. 17 tahun 2007 tentang RPJMN tahun 2005 - 2025
d. UU No.36 tahun 2010 tentang Kesehatan
e. Perpres No. 29 tahun 2014 tentang Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi
Pemerintah
f. Permenkes No 75 tahun 2014 tentang Pusat Kesehatan Masyarakat
g. Permenkes No. 25 tahun 2020 tentang organisasi dan tata kerja kementerian
kesehatan
h. Permenkes No.21 tahun 2020 tentang Renstra Kementerian Kesehatan Tahun
2020-2024
Output Lintas program dan lintas sektor serta masyakarat memahami pentingnya
kesehatan jiwa bagi anak dan remaja, risiko serta dampak apabila
diabaikan.
Outcame Meningkatnya pengetahuan masyarakat terutama remaja dan orang tua
akan pentingnya menjaga kesehatan jiwa anak dan remaja
Benefit Tersedianya layanan kesehatan jiwa khusus anak dan remaja yang
semakin mudah dijangkau dengan tenaga kesehatan jiwa yang kompeten.
Impac Meningkatnya kesehatan jiwa anak dan remaja
Sosialisasi Germas
Input Anggaran: Rp. 244.737.000
Realisasi: Rp. 195.614.000
Foto
Kegiatan
Dukungan Kesehatan Jiwa dan Psikososial pada situasi gawat darurat Keswa
(DKJPS)
Input Anggaran Rp.219.700.000
Realisasi Rp.176.069.675
Foto
kegiatan
Foto
kegiatan
Foto
kegiatan
Foto
kegiaan
Foto
kegiatan
Anggaran klaim IPWL tahun 2021 sebesar Rp. 25.739.659.000 terdiri dari:
1. Aanggran klaim tahun 2021 sebesar Rp. 6.693.900.000 dengan
realisasi sebesar Rp. 6.277.089.200
2. Anggaran klaim tahun 2020 sebesar Rp. 2.636.800.000 dengan
realisasi sebesar Rp. 2.543.505.187 telah di lakukan verifikasi oleh
BPKP
3. Anggaran klaim tahun 2019 sebesar Rp. 19.045.759.000 dengan
realisasi sebesar Rp. 17.649.821.320 telah di lakukan verifikasi
oleh BPKP
Foto
kegiatan
Pengelolaan Kepegawaian
Input Anggaran : Rp. 798.395.000
Realisasi : Rp. 675.803.219
Foto
kegiatan
Pengadaan HRV
Input Anggaran : Rp. 360.000.000
Realisasi : Rp. 360.000.000
Koordinasi
Input A. Koordinasi Pelaksanaan Pencegahan dan Pengendalian
Penyakit HIV AIDS
Anggaran: Rp. 13.984.167,000
Realisasi: Rp. 7.860.306.488
Tujuan Umum:
Menetapkan acuan bagi masyarakat pesantren dalam pelaksanaan
pencegahan dan pengendalian TBC di pesantren.
Tujuan Khusus:
- Memperkuat komitmen pihak-pihak yang terlibat (internal pesantren,
organisasi keagamaan, Dinas Kesehatan dan mitra) untuk berperan
dalam upaya program pencegahan dan pengendalian TBC di pesantren.
- Mendorong pihak-pihak yang terlibat dalam upaya pencegahan dan
pengendalian TBC di pesantren agar senantiasa melakukan upaya yang
inovatif dalam program pencegahan dan pengendalian TBC di
pesantren.
Luaran:
- Dokumen Petunjuk Teknis Pencegahan dan Pengendalian TBC di
Pesantren.
- Rencana Tindak Lanjut mengenai kontribusi lintas program, lintas
sektor dan multi pihak lainnya dalam upaya pencegahan dan
pengendalian TBC di pesantren.
B. Pendistribusian Logistik TB
Anggaran: Rp. 941.717.000
Realisasi: Rp. 941.43.140
Output - Terlaksananya Orientasi Workshop Test and Treat bagi Pelatih di daerah
- Terlaksananya Orientasi Mentoring Program HIV AIDS dan PIMS di 514
Kabupaten/kota
- Terlaksananya Orientasi Jejaring Laboratorium Nasional
- Terselenggaranya Hari AIDS Sedunia
- Terlaksananya Peningkatan Kapasitas Program pencegahan dan
pengendalian TBC
2) Talkshow di Radio
Kegiatan Talkshow di Radio dilaksanakan pada tanggal 17 November 2021
di Radio Kemenkes RI dengan narasumber: dr.rulli Rosandi, Sp.PD-K-EMD
(PERKENI).
• Luaran (output):
1. Terlaksananya Layanan Pencegahan dan Pengendalian DMGM
2. Terlaksananya Layanan pengelolaan Prediabetes di FKTP
• Luaran (output)
Terlaksananya Penyusunan Petunjuk Teknis Deteksi Dini dan
Intervensi Obesitas Anak Terintegrasi dengan Usaha Kesehatan
Sekolah
Rapat Persiapan
Kegiatan dilakukan untuk mempersiapkan pelaksanaan review dengan
melibatkan Dit. P2PTM, Dit. PKR, Persatuan Kedokteran Respirasi
Indonesia, PADK, PDUI, Dinkes Provinsi DKI Jakarta, Dit. Promkes,
PDPI, PAPDI dan jejaring peduli PTM dan Pengendalian Tembakau.
Pertemuan persiapan dilaksanakan secara virtual / daring.
Hasil Pertemuan Persiapan :
➢ Pedoman sepakat dibuat adalah pedoman promotif preventif
(tidak
➢ membahas tatataksana/kuratif).
➢ Timeline segera dibuat
➢ Share pedoman yang telah ada sebelumnya ke peserta rapat
➢ Draf pedoman baru (update pedoman baru) dibuat segera dan
Pedoman fokus tentang upaya promotif preventif PPOK sampai
sistim pelaporan . Tidak sampai ke tatalaksana
➢ Rapat pembahasan berikut ada 2 kali rapat pembahasan (daring
yang pertama tanggal 13 desember, kedua 15 desember,
kemudian dilanjutkan tatap muka tanggal 16 dan 17 desember.
➢ Draf dikerjakan Bulan desember kita lakukan dan dilanjutkan
tahun depan
➢ Diefektifkan sampai akhir bulan desember untuk draf.
➢ Meminta masukan pada pembuat konten kreatif/animator untuk
edukasi PPOK
Luaran Tersedianya cetakan media KIE Layanan UBM berupa: 1) Buku Saku
(Output) Rumah Tanpa Asap Rokok; 2) Buku Saku UBM; 3) Buku Saku KTR Desa
dan 4) Juknis UBM di FKTP.
Hasil teredukasi dan tersosialisasinya layanan UBM dan KTR di masyarakat.
Manfaat dapat menolong perokok yang ingin berhenti merokok agar bisa
mengakses layanan UBM di FKTP dan terwujudnya Kawasan Tanpa
Rokok
Dampak Penurunan jumlah perokok di Indonesia
3) Pengembangan Layanan Quiteline
Masukan (input) Alokasi anggaran sebesar Rp. 5.506.500.000,- dengan realisasi sebesar
Rp. 5.176.805.000,- (94,01%) Kegiatan terdiri dari:
1. Layanan Quitline
Layanan Quitline merupakan layanan langsung kepada masyarakat
yang ingin berhenti merokok melalui saluran telepon bebas pulsa/toll
free untuk pngembangan sistem konseling dan fooding, SDM, dan
dukungan sarana prasarana utilitas / penunjang Layanan Quitline
UBM, biaya telepon bulanan selama 12 bulan dan biaya internet
bulanan selama 12 bulan (trafik telepon dan internet).
Tujuan kegiatan Layanan Quitline.INA adalah tersedianya layanan
konseling berhenti merokok untuk membantu masyarakat yang ingin
berhenti merokok atau mencari informasi tentang cara berhenti
merokok. Layanan ini adalah upaya terintegrasi dalam pengendalian
dampak konsumsi rokok untuk menurunkan faktor risiko Penyakit Tidak
Menular. Merupakan amanah Permenkes Nomor 40 Tahun 2013
Bukti
Kegiatan
Kegiatan Monev terpadu di pandang perlu pada situasi Pandemi Covid 19,
karena PTM sebagai co-morbid untuk melakukan Bimtek secara Virtual
dalam rangka penguatan upaya P2PTM dalam mencegah orang dengan
Faktor risiko PTM menjadi penyandang PTM serta mencegah kerentanan
orang dengan PTM terpapar Covid 19. Kegiatan dilakukan menggunakan
aplikasi Zoom dan luring. Ada lokasi monev yang dilaksanakan yaitu :
a. Monev yang dilaksanakan di provinasi Jawa Timur pada tanggal 9- 11
November 2021 dengan melaksanakan kunjungan langsung terhadap
pengelola program P2PTM di provinsi Jawa Timur serta kunjungab ke
Puskesmas Pesantren II di Kota Kediri Jawa Timur, maka terdapat
kesepakatan dalam pencapaian target indicator renstra untuk tahun
2021 tersebut dengan upaya-upaya menyeluruh terhadap program.
• Luaran (output):
a. Terselenggaranya Webinar Kampanye Sadari
b. Terselenggaranya verifikasi data capaian kanker di 34 Provinsi
c. Tersusunya draft kerjasama dengan BKKBN dalam upaya
peningkatan capaian deteksi dini kanker payudara dan kanker
leher rahim .
d. Terselenggaranya pembahasan TCA sebagai tindak lanjut lesi
prakanker.
e. Terselenggaranya koordinasi uji coba deteksi dini Talasemia di
Provinsi Jawa Barat
f. Terselenggaranya Orientasi Deteksi Dini Talasemia bagi petugas
di FKTP dan FKRTL
• Hasil (outcome) Terselenggaranya koordinasi, jejaring dan kemitraan
penyakit
• kanker dan kelainan darah, serta Uji Coba deteksi Dini Talasemia pada
keluarga ring 1 di Provinsi Jawa Barat.
• Manfaat (benefit) Terciptanya komitmen dari dukungan dari jejaring
dan kemitraan dalam Pencegahan Pengendalian Kanker dan Kelainan
Darah.
• Dampak (impact) Penurunan jumlah penyakit kanker di Indonesia dan
mencegah kelahiran talasemia mayor.
c. Hasil (Outcome)
1) Mendapatkan data efikasi obat anti malaria yang sahih, akurat, dan
dapat dipercaya, perlu dillaksananakan kegiatan untuk memonitoring
efikasi DHP ini yang telah digunakan di Indonesia lebih dari 10 tahun.
2) Pelaksanaan surveilans yang baik dalam upaya eliminasi malaria
3) Meningkatnya fasyankes telah melaporkan data malaria melalui
SISMAL
4) Terlaksananya promosi, advokasi dan kemitraan dalam upaya
pengendalian malaria
d. Manfaat (Benefit)
1) Terdistribusinya kelambu kepada masyarakat di daerah endemis tinggi
2) Terlindunginya populasi prioritas, yaitu ibu hamil dari risiko penularan
malaria dan daerah bencana
3) Penurunan tingkat endemisitas
4) Komitmen pengambil kebijkan, pelaksana teknis dan masyarakat luas
mendukung pengendalian malaria
e. Dampak (Impact)
Percepatan mencapai eliminasi malaria
5) Jumlah Kab/kota yang memiliki ≥ 20% Puskesmas rujukan Rabies Center (RC)
a. Masukan (Input)
Layanan Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Zoonosis Pusat
dengan anggaran Rp.2.678.586.000 dan realisasi Rp.2.517.221.965,00
atau 93.97%.
b. Luaran (Output)
1. Advokasi dan sosialisasi pengendalian rabies kepada Pemerintah
Daerah
2. Melakukan monitoring dan evaluasi program pencegahan dan
pengendalian rabies khususnya dan zoonosis pada umumnya secara
virtual dan mendorong Dinas Kesehatan tetap memperhatikan
program tersebut khususnya dalam melakukan pembentukan rabies
center yang disertai aspek legal dan melakukan pembinaannya.
3. Peningkatan kapasitas dan kemampuan sumber daya manusia
secara virtual.
4. Peningkatan kerjasama lintas sektor dan lintas program khususnya
dengan Kemenko PMK, Kementan, Kemen LHK, Kemendagri, BNPB
dan organisasi no profit lainnya.
5. Bantuan dalam bentuk pemberian dana Dekonsentrasi secara
bertahap untuk meningkatkan kinerja petugas kesehatan
6. Pengiriman sarana dan prasarana untuk pembentukan Rujukan
Rabies Center seperti VAR, SAR dan RDT leptospirosis bagi daerah-
daerah yang membutuhkan
7. Penyusunan NSPK untuk penanggulangan rabies
8. Pengembangan sistem surveilans, sistem pencatatan dan pelaporan
kasus GHPR dan Rabies
9. Pembuatan berbagai media KIE yang menarik untuk mendapat
perhatian masyarakat untuk melakukan pencegahan terhadap
penyakit-penyakit zoonosa
10. Dukungan secara moril secara virtual maupun media komunikasi lain
kepada para pengelola program, agar tetap semangat dalam
d. Manfaat (Benefit)
Memperoleh dukungan dan kontribusi lintas sektor terkait guna
menghilangkan habitat keong penular serta menurunkan prevalensi
schistosomiasis pada hewan perantara. Promosi Kesehatan melalui
penyedian bahan-bahan KIE untuk meningkatkan pengetahuan dan
mengurangi perilaku berisiko yang terkait dengan infeksi dan penularan
schistosomiasis.
Peran serta masyarakat juga sangat penting dalam kegiatan pemutusan
mata rantai penularan. Salah satu inovasi kegiatan penanggulangan
Schistosomiasis dari Kabupaten Poso yaitu kegiatan yang diberi nama
e. Dampak (Impact)
Menurunkan angka prevalensi schistosomiasis pada manusia dalam
upaya eliminas schistosomiasis.
9) NSPK Imunisasi
Pagu alokasi anggaran total sebesar Rp. 486.600.000,- yang terealisasikan
sebesar Rp. 382.688.922,-; Kegiatan yang dilaksanakan antara lain :
a. Penyusunan Petunjuk Teknis Pelaksanaan Imunisasi
Penyusunan petunjuk teknis pelaksanaan imunisasi ditujukan sebagai
acuan bagi pengelola program imunisasi puskesmas dalam
melaksanakan manajemen program imunisasi yang berkualitas, termasuk
mengupdate kapasitas petugas dalam melaksanakan imunisasi di masa
pandemi.
b. Penyusunan Petunjuk Teknis Pelayanan Imunisasi di Fasyankes Swasta
Untuk dapat meningkatkan jangkauan kepada sasaran terutama sasaran
yang mendapatkan pelayanan imunisasi di fasyankes swasta diperlukan
petunjuk teknis dalam pelaksanaan imunisasinya yang dapat digunakan
sebagai pedoman oleh petugas imunisasi di fasyankes swasta
c. Penyusunan NSPK Vaksinasi COVID 19
Dalam menyelenggarakan vaksinasi COVID-19 perlu dibuat dasar hukum
sebagai acuan atau rujukan pelaksanaan vaksinasi COVID-19 bagi
pemangku kebijakan, pengelola program maupun petugas kesehatan di
setiap jenjang administrasi. Kemenkes telah menyusun permenkes,
roadmap, petunjuk teknis pelayanan vaksinasi COVID-19 dan media KIE.
Seiring dengan proses pelaksanaan vaksinasi COVID-19 dimungkinkan
perlu dilakukan penambahan peraturan atau revisi sesuai dengan
kebijakan dan kondisi terkini. Kegiatan penyusunan NSPK dapat
dilakukan secara daring maupun tatap muka, dengan melibatkan
narasumber/ pembahas yang berkompeten seperti ITAGI, Komnas PP
KIPI, organisasi profesi, dan pihak terkait lainnya.
Diharapkan dapat meningkatnya pengawasan pelaksanaan imunisasi yang
dapat meningkatkan kualitas pelayanan imunisasi yang bermanfaat
meningkatnya mutu pelaksanaan pelayanan imunisasi yang akan mendorong
peningkatan cakupan imunisasi nasional sehingga berdampak pada
menurunnnya angka kesakitan dan kematian akibat Penyakit yang Dapat
Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I)
Dari 8 indikator kinerja, hanya 3 indikator yang mencapai/melebihi target yaitu ODGJ,
Napza dan kinerja anggaran sedangksn 5 indikator tidak mencapai target, sehingga rata-
rata capaian kinerja sebesar 73,140%, Jika dibandingkan dengan rata-rata capaian
kinerja tahun 2020, maka rata-rata capaian tahun 2021 mengalami penurunan di
bandingkan i tahun 2020 (74,33%).
Untuk lebih jelas terkait indikator kinerja tahun 2021, dapat di lihat pada uraian di bawah
ini :
1. Persentase penderita gangguan mental emosional pada penduduk ≥ 15 tahun
yang mendapat layanan\
Penjelasan Indikator
Gangguan mental emosional (GME) bukan diagnosa gangguan jiwa. GME adalah
perubahan dalam pikiran, perasaan dan perilaku yang dapat mengganggu aktivitas
sehari-hari, tapi tidak dijumpai tanda dan gejala gangguan dalam daya nilai realita.
Hendaya atau disfungsi dalam pekerjaan dan kehidupan sehari-hari juga tidak
ditemukan. Secara umum GME juga dapat diartikan adanya tekanan emosional atau
masalah kesehatan jiwa.
Upaya promotif kesehatan jiwa untuk mencegah GME terintegrasi dengan upaya
promosi kesehatan lainnya yang dilaksanakan oleh setiap jenjang administrasi dan
layanan kesehatan di keluarga, lingkungan pendidikan, masyarakat, fasyankes,
panti/lembaga sosial dan lembaga pemasyarakatan.
Fokus promosi kesehatan untuk pencegahan dan pengendalian GME dengan prinsip
leaving no one behind dimulai melalui pelayanan berbasis komunitas di pelayanan
primer yang terintegrasi didukung oleh pendekatan kesehatan digital dan sistem
inovasi, kolaborasi multiprofesi serta koordinasi lintas program dan sektor.
Upaya preventif untuk mencegah gangguan jiwa pada penderita GME adalah
mengatasi faktor risiko, tanda dan gejala yang dialami serta peningkatan faktor
pelindung (protektif) yang terkait dengan gangguan kesehatan jiwa.
Prinsip umum dalam mengatasi faktor risiko, tanda dan gejala GME adalah
melaksanakan Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (makan makanan bergizi, minum
yang cukup, olahraga selama 30 menit, berjemur di pagi hari, istirahat yang cukup,
etika batuk dan bersin), CERDIK (cek kesehatan berkala, enyahkan asap rokok, rajin
aktifitas fisik/olahraga, diet sehat dan seimbang, istirahat cukup, kelola stress) dan
CERIA (cerdas intelektual emosional dan spiritual, empati dalam berkomunikasi
efektif, rajin beribadah sesuai agama dan keyakinan, interaksi yang bermanfaat bagi
kehidupan dan asah asih asuh tumbuh kembang dalam keluarga dan masyarakat).
Definisi Operasional
Penderita GME yang mendapat layanan adalah penderita gangguan mental
emosional pada penduduk >15 tahun berdasarkan hasil deteksi dini dengan
menggunakan instrumen SRQ 20 dengan cut of point >6 pada usia > 18 tahun dan
instrumen SDQ dengan hasil ambang atau abnormal pada usia 15-18 tahun yang
mendapatkan layanan kesehatan berupa: promosi kesehatan, dan/atau prevensi,
dan/ atau konseling, dan/ atau penanganan awal, dan/atau rujukan dan/ atau
penanganan lanjutan.
Catatan:
Numerator: Jumlah penderita GME pada penduduk >15 tahun di wilayah kerja
Kab/Kota yang mendapatkan pelayanan kesehatan jiwa dalam kurun waktu satu
tahun.
Penderita GME: penduduk >15 tahun yang dilakukan deteksi dini dengan
menggunakan instrumen SRQ 20 dengan cut of point > 6 atau SDQ dengan hasil
ambang/borderline atau abnormal.
Denominator : Jumlah penderita GME pada penduduk>15 tahun berdasarkan estimasi
di wilayah kerja Kab/Kota dalam kurun waktu satu tahun yang sama.
Hasil estimasi penderita GME pada penduduk >15 tahun diperoleh dari prevalensi
GME data Riskesdas terbaru dikalikan jumlah penduduk usia > 15 tahun di wilayah
tersebut dalam kurun waktu yang sama.
Capaian Kinerja
Capaian Kinerja untuk persentase penderita gangguan mental emosional pada
penduduk ≥ 15 tahun yang mendapat layanan sebagai berikut:
Tabel 3.2
Target dan Capaian Tahun 2021
Indikator Target Capaian %
Pada tabel di atas terlihat capaian persentase penderita gangguan mental emosional
pada penduduk ≥ 15 tahun yang mendapat layanan sebesar 0,65% atau 3,25% dan
belum mencapai dari yang di targetkan sebesar 20%.
Tabel 3.3
Perbandingan Target dan Capaian Tahun 2020 dan 2021
Indikator 2020 2021
Target Capaian Target Capaian
Persentase penderita gangguan 10% 0,18% 20% 0,65%
mental emosional pada penduduk ≥
15 tahun yang mendapat layanan
Pada tabel di atas terlihat untuk capaian 2021 mengalami kenaikan dari tahun 2020.
Untuk target dan capaian tahun 2020 dan 2021 merupakan kumulatif.
Pada tabel di atas capaian tahun 2021 sebesar 0,65% belum memenuhi target tahun
2022.
➢ Mensosialisasikan aplikasi sehat jiwa sebagai sarana deteksi dini secara online
dengan instrumen SRQ-20 dan mensosialisasikan program melalui serial
webinar serta pertemuan daring lainnya.
➢ Meningkatkan kapasitas tenaga kesehatan melalui kegiatan orientasi
manajemen program kesehatan jiwa dan NAPZA serta orientasi pencegahan dan
pengendalian GME.
➢ Mengintegrasikan pelaksanaan deteksi dini GME dengan Upaya Kesehatan
Berbasis Masyarakat (UKBM) lainnya, seperti: Posbindu PTM, posyandu remaja,
dll.
Pemecahan Masalah
1) Meningkatkan kapasitas tenaga kesehatan dengan melakukan sosialisasi,
orientasi, dan bimbingan teknis program pencegahan dan pengendalian GME.
2) Mengalokasikan dana dekonsentrasi kepada Dinas Kesehatan Provinsi untuk
peningkatan kapasitas SDM kesehatan di daerah.
3) Advokasi kepada pimpinan daerah terhadap program kesehatan jiwa.
4) Meningkatkan koordinasi dengan lintas sektor dan lintas program terkait
pencegahan dan pengendalian GME.
5) Monitoring dan evaluasi pelaksanaan program pencegahan dan pengendalian
GME secara berkala.
Penjelasan Indikator
Depresi merupakan salah satu gangguan mood yang ditandai dengan gejala utama
berupa: 1) afek depresif, 2) kehilangan minat, 3) kehilangan energi yang ditandai
dengan cepat lelah; dan dengan gejala tambahan lainnya, seperti: konsentrasi atau
perhatian yang berkurang, harga diri maupun kepercayaan diri, rasa bersalah atau
rasa tidak berguna, memiliki pandangan tentang masa depan yang suram serta
pesimistis, gagasan atau perbuatan membahayakan diri atau bunuh diri, tidur
terganggu, dan nafsu makan berkurang yang berlangsung terus menerus selama
kurun waktu minimal 2 minggu (PPDGJ III).
Definisi Operasional
Penderita depresi pada penduduk ≥15 tahun, berdasarkan wawancara psikiatrik
dengan merujuk pada PPDGJ III yang mendapatkan layanan di fasyankes oleh
tenaga kesehatan (psikiater, dokter, psikolog, dan perawat jiwa) berupa: promosi
kesehatan, dan/ atau pencegahan, dan/ atau penanganan awal dan/atau rujukan
dan/atau penanganan lanjutan
Capaian Kinerja
Capaian kinerja persentase penderita depresi pada penduduk ≥ 15 tahun yang
mendapat layanan sebagai berikut
Tabel 3.6
Target dan Capaian Tahun 2021
Indikator Target Capaian %
Pada tabel di atas capaian persentase penderita depresi pada penduduk ≥ 15 yang
mendapat layanan tahun 2021 sebesar 0,41% atau 2,05% belum mencapai target.
Tabel 3.7
Perbandingan Target dan Capaian Tahun 2020 dan 2021
Indikator 2020 2021
Target Capaian Target Capaian
Persentase penderita depresi pada 10% 0.20% 20% 0.41%
penduduk ≥ 15 tahun yang mendapat
layanan.
Pada tabel di atas capaian tahun 2021 mengalami kenaikan dari tahun 2020, baik
target dan capaian merupakan penjumlahan kumulatif.
Pada tabel di atas capaian tahun 2021 belum memenuhi target tahun 2022.
Grafik 3.2
Target dan capaian 2020-2024
Persentase penderita depresi pada penduduk ≥ 15 tahun yang mendapat
layanan.
2.176,
1.911,
10 11 0 0 0 0 13, 7,
ALAT
9 RUMAH 33.637, 0 27,
TANGGA
Pemecahan Masalah
1) Meningkatkan kapasitas tenaga kesehatan dengan melakukan sosialisasi,
orientasi, dan bimbingan teknis program pencegahan dan pengendalian
depresi.
2) Mengalokasikan dana dekonsentrasi kepada Dinas Kesehatan Provinsi
untuk peningkatan kapasitas SDM kesehatan di daerah.
3) Advokasi kepada pimpinan daerah terhadap program kesehatan jiwa.
4) Meningkatkan koordinasi dengan lintas sektor dan lintas program terkait
pencegahan dan pengendalian depresi.
5) Monitoring dan evaluasi pelaksanaan program pencegahan dan
pengendalian depresi secara berkala.
Penjelasam Indikator
Orang Dengan Gangguan Jiwa Berat merupakan penderita Skizofrenia dan Psikosis
Akut. ODGJ berat yang mendapat layanan adalah penderita Skizofrenia dan Psikosis
Akut yang mendapatkan penanganan di fasilitas pelayanan kesehatan (Puskesmas,
Klinik, RSU dengan Layanan Keswa, RSJ).
Tujuan Indikator:
➢ Meningkatkan akses layanan kepada ODGJ berat;Memenuhi hak setiap warga
negara untuk mendapatkan pelayanan Kesehatan yang bermutu;
➢ Menurunkan kesenjangan pengobatan;
➢ Menurunkan beban akibat gangguan jiwa;
➢ Menurunkan stigma dan diskriminasi untuk ODGJ berat;
➢ Meningkatkan perlibatan sosial, kemandirian, produktifitas dan kualitas hidup
ODGJ berat.
Definisi Operasional:
ODGJ berat yang mendapat pelayanan sesuai standar di fasilitas pelayanan
kesehatan, berupa: pemeriksaan kesehatan jiwa (wawancara psikiatrik dan
pemeriksaan status mental), memberikan informasi dan edukasi, tatalaksana
pengobatan dan atau melakukan rujukan bila diperlukan.
Cara perhitungan
Catatan:
Numerator: Jumlah penderita ODGJ yang mendapatkan pelayanan kesehatan jiwa
sesuai standar dalam kurun waktu satu tahun.
Penderita ODGJ: penderita Skizofrenia dan Psikotik Akut yang didiagnosis oleh
dokter atau psikolog klinis atau psikiater.
Denominator: Jumlah penderita ODGJ berdasarkan estimasi dalam kurun waktu satu
tahun yang sama.
Hasil estimasi penderita ODGJ diperoleh dari prevalensi ODGJ provinsi dari data
Riskesdas terbaru dikalikan jumlah penduduk di wilayah tersebut dalam kurun waktu
yang sama.
Contoh Perhitungan:
Prevalensi ODGJ di Provinsi "PB" adalah 0,14% berdasarkan data Riset Kesehatan
Dasar, dan jumlah penduduk di Kabupaten 'S" pada tahun 2020 adalah 91.134 jiwa.
Jumlah estimasi penderita ODGJ di Kabupaten "S" tahun 2020 adalah (0,14% x
91.134) = 128 penderita ODGJ. Target capaian indikator penderita ODGJ yang
mendapat layanan pada tahun 2020 sebesar 45%, yaitu 58 penderita ODGJ.
Capaian Kinerja
Capaian Kinerja Persentase ODGJ Berat yang Mendapatkan Layanan .sebagai
berikut
Tabel 3.10
Target dan Capaian Tahun 2021
Indikator Target Capaian %
Pada tabel di atas capaian Persentase ODGJ Berat yang Mendapatkan Layanan sebanyak
65% telah melebihi dari yang di targetkan sebesar 60%
Tabel 3.11
Perbandingan Target dan Capaian Tahun 2020 dan 2021
Indikator 2020 2021
Target Capaian Target Capaian
Persentase ODGJ Berat yang 45% 58,90% 60% 65%
Mendapatkan Layanan
Pada tabel di atas capaian Persentase ODGJ Berat yang Mendapatkan Layanan belum
melebihi dari target tahun 2022.
Grafik 3.3.
Target dan capaian 2020-2024
Persentase ODGJ Berat yang Mendapatkan Layanan
4.968,
KOMPUTER
23 5.615, 0 25,
UNIT
25 0
➢ Kegiatan webinar dengan topik yang diangkat dalam Webinar ini yaitu, Burnout
Pada Tenaga Kesehatan, Menumbuhkan Resiliensi di Masa Pandemi, WFH di
Masa Pandemi, dan Merawat Lansia dengan Alzheimer di masa pandemi.
Peserta merupakan kelompok tenaga kesehatan, kelompk lansia, caregiver, dan
masyarakat umum usia produktif. Tujuan di lakukan kegiatan ini agar orang tanpa
masalah kesehatan jiwa tidak jatuh menjadi berisiko mengalami gangguan jiwa.
Orang dengan risiko masalah kesehatan jiwa tidak jatuh menjadi gangguan jiwa.
Orang dengan gangguan jiwa tidak mengalami perburukan.
Pemecahan Masalah
Untuk mengatasi masalah tersebut di perlukan upaya meningkatkan koordinasi,
advokasi dengan LP/LS, memberikan bimbingan teknis dalam penanganan
ODGJ, memberikan dana BOK dan Dekon pada daerah
Penjelasan indikator
Deteksi adalah langkah awal yang penting yang akan membawa orang yang sakit
mendapatkan pertolongan medis. Semakin cepat suatu penyakit, dalam hal ini
gangguan/penyakit jiwa, terdeteksi akan semakin cepat proses diagnosis didapatnya
dan semakin cepat pula pengobatan dapat dilakukan sehingga diharapkan akan
memotong perjalanan penyakit dan mencegah hendaya dan disabilitas. Idealnya
Definisi Operasional
Kabupaten/ Kota yang 25% puskesmasnya melakukan deteksi dini masalah
kesehatan jiwa dan penyalahguna NAPZA terhadap seluruh kelompok usia dengan
menggunakan instrumen SDQ (untuk anak usia 4-18 tahun) dan/ atau SRQ 20 (usia
diatas 18 tahun), dan ASSIST yang dilakukan oleh tenaga kesehatan dan/ atau guru
terlatih sesuai alur deteksi dini
Cara perhitungan
Jumlah kumulatif kabupaten/kota yang memiliki 25% puskesmas yang melaksanakan
deteksi dini masalah kesehatan jiwa dan penyalahguna NAPZA. Target per provinsi
ditetapkan melalui penghitungan secara proporsi, yaitu jumlah kabupaten/kota sesuai
target indikator pada tahun tersebut dibagi jumlah kabupaten/ kota seluruh Indonesia
dikalikan jumlah kabupaten/ kota yang ada di provinsi tersebut, misalnya Provinsi
Jawa Timur target tahun 2020 adalah 330/514 x 39 = 25 kab/ kota. Capaian tahunan
dihitung pada akhir tahun berjalan
Capaian indikator
Capaian indikator jumlah kabupaten/kota yang melaksanakan deteksi dini masalah
kesehatan jiwa dan penyalahgunaan napza dapat di lihat pada tabel di bawah ini
Tabel 3.14
Target dan Capaian Tahun 2021
Indikator Target Capaian %
Pada tabel di atas capaian Jumlah kabupaten/kota yang melaksanakan deteksi dini
masalah kesehatan jiwa dan penyalahgunaan napza tahun 2021 sebanyak 327 kab
kota atau 86,05% belum mencapai dari yang di targetkan sebanyak 380 kab kota
Pada tabel di atas capaian Jumlah kabupaten/kota yang melaksanakan deteksi dini
masalah kesehatan jiwa dan penyalahgunaan napza tahun 2021 mengalami
kenaikan bila di banting tahun 2020. Baik target atau capaian merupakan komulatif.
Tabel 3.16
Perbandingan Target dan Capaian 2020, 2021 dan 2022
Indikator 2020 2021 2022
Grafik 3.4
Target dan Capaian 2020-2024
Jumlah Kab/Kota yang melaksanakan deteksi dini masalah kesehatan jiwa
dan napza
4
3
2,
1,
0 0 0 0 0 0
2 INSTALASI AIR 7, 0 0
BERSIH / AIR
BAKU
Penjelasan Indikator
NAPZA adalah singkatan dari Narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya,
Pelayanan rehabilitasi medis bagi penyalahguna NAPZA ada di fasyankes dalam
bentuk Puskesmas, Rumah Sakit Jiwa, Rumah Sakit Milik Pemerintah dan Pemda
yang ditetapkan dalam KMK Nomor 401 Tahun 2018 sebanyak 754 IPWL.
IPWL adalah Institusi Penerima Wajib Lapor yang selanjutnya disingkat IPWL adalah
pusat kesehatan masyarakat, rumah sakit, dan/atau lembaga rehabilitasi yang
ditunjuk oleh pemerintah.
Untuk dapat ditetapkan sebagai IPWL (sesuai ketentuan yang tercantum dalam PMK
4 Tahun 2020) antara lain pusat kesehatan masyarakat, rumah sakit, klinik pratama,
dan klinik utama harus memenuhi syarat:
• Memiliki izin operasional yang berlaku sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan;
• Ketenagaan (paling sedikit meliputi dokter dan perawat yang terlatih di bidang
gangguan penggunaan Narkotika)
• Mampu memberikan pelayanan terapi Rehabilitasi Medis Narkotika;
• Memiliki fasilitas pelayanan rawat jalan dan/atau rawat inap yang memenuhi
standar pelayanan rehabilitasi Narkotika.
Jumlah IPWL sampai dengan tahun 2021 sesuai dengan KMK 401 Tahun 2018
sebanyak 754 IPWL.Jumlah IPWL yang aktif saat ini ada sekitar 50%.karena
sebagian IPWL tidak mengajukan klaim namun tetap melaksanakan upaya promotif
dan preventif, sebagian lain sudah didanai oleh APBD, rotasi dan mutasi petugas
terlatih. Untuk itu perlu melakukan pelatihan kembali tenaga kesehatan, dan
mengingatkan Dinas Kesehatan agar meningkatkan monitoring dan evaluasi di
wilayahnya.
rehab medis dilakukan satu periode rehabiltasi medis rawat jalan dan rawat inap
dilakukan selama 3 bulan. Kesempatan yang diberikan kepada penyalahguna NAPZA
tidak mampu adalah selama 2 periode rawat (6 bulan bagi sukarela, untuk rumatan
selama 1 tahun, untuk terpidana sesuai putusan pengadilan)., Rehabilitasi medis
penyalahguna NAPZA dibiayai oleh Kementerian Kesehatan melalui APBN, c.q di Dit.
P2MKJN, Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit.
Definisi Operasional
Jumlah kumulatif penyalahguna NAPZA baru yang datang secara sukarela dan/ atau
pembantaran, dan/ atau kasus putusan pengadilan dan/ atau mendapatkan layanan
rehabilitasi medis rawat jalan dan/ atau rawat inap di IPWL.
Cara Perhitungan
Jumlah kumulatif penyalahguna NAPZA baru yang mendapatkan layanan rehabilitasi
medis di IPWL dan telah dilaporkan melalui aplikasi SELARAS.
Data didapat dari pelaporan IPWL dan Aplikasi Sistim Elektronik Pelaporan
Rehabilitasi Medis NAPZA (SELARAS) dan/ atau Dinas Kesehatan Provinsi.
Capaian Kinerja
Capaian kinerja penyalahguna NAPZA yang mendapatkan pelayanan rehabilitasi
medis sebagai berikut:
Tabel 3.19
Perbandingan Target dan Capaian Tahun 2020 dan 2021
Indikator 2020 2021
Target Capaian Target Capaian
Penyalahguna NAPZA yang 9.500 9.585 10.000 10.149
mendapatkan pelayanan orang orang orang orang
rehabilitasi medis
Tabel 3.20
Perbandingan Target dan Capaian 2020, 2021 dan 2022
Indikator 2020 2021 2022
435,
0 0 0 0 0
ALAT
5 BERCORAK 1, 0 0
1 0
KEBUDAYAAN
Tabel 3.21
Target dan capaian 2021
Penyalahguna NAPZA yang mendapatkan pelayanan rehabilitasi medis
Baselin
target capain Target Capaian
No Provinsi 2011 sd
2020 2020 2021 2021
2019
➢ Monev Uji coba evaluasi Instrumen Wajib Lapor Pecandu Narkotika Tujuan
dan maksud di laksanakan kegiatan ini adalah untuk menghasilkan
terselenggaranya kegiatan rehabilitasi medis sesuai dengan prosedur yang
ditetapkan. Untuk mengetahui apakah sudah melaksanakan instrumen WHOQoL
dan memberikan pengetahuan dasar bagaimana standardisasi pelayanan
rehabilitasi medis di IPWL untuk pelayanan rawat jalan dan rawat inap dapat
berjalan dengan baik. Memberikan sosialisasi cara kerja Instrumen WHOQoL.
Pemecahan Masalah
1) Melaksanakan protokol kesehatan di IPWL.
2) Perencanaan kebutuhan klaim NAPZA sesuai trend.
3) Melakukan peningkatan keterampilan bagi petugas kesehatan menggunakan
dana dekonsentrasi.
4) Revisi PMK 4 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Institusi Penerima Wajib
Lapor.
5) Komitmen dari Pemerintah Daerah
Tabel 3.23 Capaian Rencana Strategis dan IKK Direktorat P2PTVZ Tahun 2021
Jumlah Kab/Kota pada tahun 2021 yang mencapai API < 1 per 1000 penduduk
yaitu sebanyak 474 kabupaten/kota dari target yang ditentukan sebesar 475 kab/kota
atau pencapaian kinerja sebesar 99,79%. Malaria adalah penyakit yang disebabkan
oleh plasmodium yang ditularkan oleh nyamuk Anopheles. Kesakitan malaria
digambarkan dengan insidens malaria, dalam hal ini Annual Parasite Incidence (API).
API adalah angka kesakitan per 1000 penduduk berisiko dalam satu tahun. Angka
API digunakan untuk menentukan tingkat endemisitas malaria di suatu daerah.
Pemantauan ini bertujuan untuk memetakan endemisitas/tingkat penularan malaria
0,8
0,75
0,7
0,6
0,5
0,4
0,36
0,3
0,26
0,2 0,22
0,1
0,1 0,11
0
2016 2017 2018 2019 2020 2021
Prevalensi
Pada kurun waktu tahun 2021 telah dilakukan berbagai kegiatan dan upaya
dalam mendukung program pencegahan dan pengendalian penyakit, kinerja program
pencegahan dan pengendalian penyakit dapat dicerminkan dari kinerja tiap kegiatan
di dalamnya dalam mencapai target indikator yang telah ditetapkan. Uraian berikut
akan menjelaskan pencapaian tujuan dan sasaran setiap kegiatan dalam lingkup
program pencegahan dan pengendalian penyakit.
KINERJ
TARG REALISA
A
ET SI
(1) (2) (3)
1. Bayi usia 0-11 1. Persentase bayi usia 0 93.6 65,7 70,19
bulan yang sampai 11 bulan yang
mendapat mendapat imunisasi dasar
imunisasi dasar lengkap
lengkap 2. Persentase bayi usia 0 93.6 40,2 40%
sampai 11 bulan yang
mendapat imunisasi dasar
lengkap di Papua dan
Papua Barat
3. Persentase anak usia 18- 81 47,4 58.51
24 bulan yang mendapat
imunisasi lanjutan campak
rubella
4. Persentase 65 54 82
Kabupaten/Kota yang
merespon alert peringatan
kewaspadaan dini KLB
minimal 80%
5. Presentase kab/Kota yang 10 8.9 89
memiliki peta risiko
penyakit infeksi emerging
6. Presentase Kab/Kota yang 40 31 77,5
memiliki Pelabuhan/Bandar
Udara/PLBDN yang
mempunyai kapasitas
sesuai standar dalam
pencegahan dan
pengendalian kedaruratan
kesehatan masyarakat.
Dari tabel diatas terlihat capaian kinerja Direktorat Surkarkes 2020 dan tahun 2021
1. Untuk indikator Persentase bayi usia 0 sampai 11 bulan yang mendapat
imunisasi dasar lengkap tahun 2020, dari target 92,9% tercapai 84,2 % sehingga
capaian kinerja sebesar 90.63%.(Data yang digunakan untuk capaian 2020 final,
dan untuk capaian tahun 2021 dari target 93,6% Realisasi 65,7% dengan kinerja
70, 19 %masih menggunakan data cakupan s.d 31 Desember 2021.)
2. Untuk indikator Persentase bayi usia 0 sampai 11 bulan yang mendapat
imunisasi dasar lengkap tahun 2020, di Papua dan Papua Barat dari target 92,9%
tercapai 63,3 % sehingga capaian kinerja sebesar 68,13%. Sedangkan untuk
tahun 2021 dari target 93,6 % Realisasi 40,2% kinerja 40 % dengan (Data yang
digunakan untuk capaian 2021 belum final, masih menggunakan data cakupan
s.d 31 Desember 2021)
3. Untuk indikator Pesentase anak usia 18-24 bulan yang mendapat imunisasi
lanjutan campak rubela tahun 2020, dari target 76,4% tercapai 65,3 % sehingga
Pada tahun 2021 terdapat 13 keluaran/ output, efisiensi sumber daya dari masing-
masing output sebagai berikut:
1. Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Diabetes Melitus dan Gangguan
Metabolik Terdiri dari 7 RO: 1). Koordinasi, 2) Sosialisasi dan desiminasi, 3).
Norma, standar, prosedur dan kriteria, 4). Data dan Informasi, 5). Sarana bidang
kesehatan, 6). Pedidikan dan pelatihan, 7) Bimbingan teknis. Capaian ke 7 RO
100% dengan Alokasi anggaran sebesar Rp. 3.369.346.000,- dengan realisasi
sebesar Rp. 3.092.599.360,- (91.79%). menghasilkan efisiensi sumber daya
sebesar 8.21%. Efisiensi sumber daya disebabkan adanya sisa belanja
perjalanan dinas biasa, belanja perjalanan dinas paket meeting, belanja jasa
profesi dan belanja jasa penanganan Pandemi Covid-19.
2. Layanan Upaya Berhenti Merokok Terdiri dari 5 RO: 1). Koordinasi, 2) Sosialisasi
dan desiminasi, 3). Norma, standar, prosedur dan kriteria PPOK, 4). Data dan
Informasi, dan 5) Bimbingan teknis. Alokasi anggaran sebesar
Rp.7.455.039.000,- dengan realisasi sebesar Rp.6.744.792.617,- (90,47%)
menghasilkan efisiensi sumber daya sebesar 9,53%. Efisiensi sumber daya
3. Pencegahan dan Penegndalian Penyakit Kanker dan Kelainan Darah Terdiri dari
7 RO: 1). Koordinasi, 2) Sosialisasi dan desiminasi, 3). Norma, standar, prosedur
dan kriteria, 4). Data dan Informasi, 5). Sarana bidang kesehatan, 6). Pedidikan
dan pelatihan, 7) Bimbingan teknis dengan capaian 7 RO 1). Koordinasi, (2)
Sosialisasi dan desiminasi, 3). Norma, standar, prosedur dan kriteria, 4). Data
dan Informasi, 5). Sarana bidang kesehatan, 6). Pedidikan dan pelatihan, 7)
Bimbingan teknis (100%) dengan Alokasi anggaran sebesar Rp.
59.812.256.000,- dengan realisasi sebesar Rp. 59.474.540.192,- (99%).
menghasilkan efisiensi sumber daya sebesar 1%. Efisiensi sumber daya
disebabkan adanya sisa belanja perjalanan dinas biasa, belanja perjalanan dinas
paket meeting, belanja jasa profesi dan belanja jasa penanganan Pandemi Covid
19.
4. Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Gangguan Indera dan Fungsional
Terdiri dari 6 RO: 1). Koordinasi, 2) Sosialisasi dan desiminasi, 3). Norma,
standar, prosedur dan kriteria, 4). Data dan Informasi, 5). Pedidikan dan
pelatihan, 6). Bimbingan teknis dengan capaian 6 RO 1). Koordinasi, 2)
Sosialisasi dan desiminasi, 3). Norma, standar, prosedur dan kriteria, 4). Data
dan Informasi, 5). Sarana bidang kesehatan, 6). Pedidikan dan pelatihan, 7)
Bimbingan teknis (100%) dengan Alokasi anggaran awal sebesar
Rp.3.912.380.000 pada akhirnya menjadi sebesar Rp. 2.085.325.000, jadi
effisiensinya sebesar Rp. 1.827.055.000 dengan realisasi sebesar Rp.
1.860.605.224,- (89%). menghasilkan efisiensi sumber daya sebesar 11%.
Efisiensi sumber daya dikarenakan: ada kegiatan NSPK yang tersisa anggaran
karena sudah menyelesaikan lebih awal dari yang sudah direncanakan dan tidak
melalui Ujicoba NSPK yang biasa dilakukan di beberapa daerah , kondisi yang
tidak memungkinkan pengumpulan orang banyak dalam situasi masih Pandemi
Covid 19 sehingga beberapa kegiatan tidak dapat dilaksanakan maka dilakukan
effisiensi seperti pelaksanaan pelatihan yang dilakukan dengan luring.
Pencetakan media KIE yang masih banyak sehingga dilakukan dari pencetakan
buku dialihkan menjadi dalam bentuk e-Book. Untuk sisa anggaran dari kegiatan
Koordinasi penanggulangan gangguan indera masih ada sisa anggaran
dilakukan effisiensi .
5. Pencegahan dan Pengendalian Penyakit jantung dan Pembuluh Darah.
Terdiri dari 7 RO: 1). Koordinasi, 2) Sosialisasi dan desiminasi, 3). Norma,
standar, prosedur dan kriteria, 4). Data dan Informasi, 5). Pedidikan dan
pelatihan, 6) Bimbingan teknis dengan capaian 6 RO 1). Koordinasi, 2) Sosialisasi
dan desiminasi, 3). Norma, standar, prosedur dan kriteria, 4). Data dan Informasi,
5). Pedidikan dan pelatihan, 6) Bimbingan teknis (100%) dengan Alokasi
anggaran sebesar Rp. 3.162.402.000,- dengan realisasi sebesar Rp.
2.932.530.693,- (92,73%). menghasilkan efisiensi sumber daya sebesar 7,3%.
3. Realiasai Anggaran
Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit pada tahun 2021 pagu awal
anggaran Ditjen P2P Tahun Anggaran 2021 adalah 3.923.155.155.000, kemudian
dilakukan revisi DIPA sehingga pagu akhir menjadi Rp. 5.391.559.631.000. Anggaran
tersebut terdistribusi di Kantor Pusat sebesar Rp. 3.825.965.207.000 (71%), Kantor
Daerah sebesar Rp. 1.324.231.416.000 (25%) dan Dekonsentrasi Dinas Kesehatan
Provinsi sebesar Rp. 241.363.008.000 (4%). Sebanyak 91% anggaran Ditjen P2P berasal
dari Rupiah Murni, 1% dari PNBP dan 8% dari Hibah Langsung Dalam dan Luar Negeri.
Realisasi Anggaran Ditjen P2P TA 2021 Per Satker Per Jenis Belanja
Data s.d 31 Desember 2021
Satker Belanja Barang (52) Belanja Modal (53) Total Belanja
Pagu Real % Pagu Real % Pagu Real %
DIREKTORAT SURKARKES 1.936.480.991.000 1.905.946.000.003 98,42 3.141.473.000 2.825.781.823 89,95 1.939.622.464.000 1.908.771.781.826 98,41
DIREKTORAT P2PML 1.434.297.506.000 1.393.674.948.189 97,17 68.522.150.000 68.522.090.000 100,00 1.502.819.656.000 1.462.197.038.189 97,30
DIREKTORAT P2PTM 80.511.168.000 77.487.024.189 96,24 342.550.000 334.323.160 97,60 80.853.718.000 77.821.347.349 96,25
DIREKTORAT P2PTVZ 126.276.574.000 121.249.098.831 96,02 2.120.160.000 2.120.160.000 100,00 128.396.734.000 123.369.258.831 96,08
Adapun realisasi anggaran Ditjen P2P pada tahun 2021 adalah Rp. 5.238.456.718.094
atau sebesar 97,16% dari pagu anggaran Rp. 5.391.559.631.000. Apabila dilihat realisasi
Direktorat yang ada di kantor Pusat, relaisasi terbesar berada pada Direktorat surkarkes
sebesar 98,41% kemudian Direktorat P2ML sebesar 97,30%, dan Direktorat P2PTM
sebesar 96,255 serta Direktorat P2PTVZ sebesar 96,08%. Selanjutnya realisasi terendah
berada pada Direktorat P2MAKESWA dan Napza sebesar 86,78%
1. Kesimpulan
1. Pencapaian kinerja Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan
Jiwa pada tahun 2021, rata –rata capaian kinerja sebesar 73,140%. Hal inii karena
adanya pandemi COVID-19 yang berdampak pada terhambatnya pelaksanaan
kegiatan, SDM dan sumber daya lainnya beralih pada pencegahan dan pengendalian
pandemi COVID-19. Daari 8 Indikator hanya 3 indikator kinerja yang mencapai target
yaitu ODGJ, Napza dan kinerja anggaran,
2. Keseluruhan indikator kinerja kegiatan Direktorat Pencegahan dan Pengendalian
Penyakit Tular Vektor dan Zoonotik di Tahun 2021, sebanyak 5 indikator mampu
mencatat keberhasilan pencapaian target dan 1 indikator masih belum dapat
mencapai target yang ditetapkan
3. Penemuan kasus TB yang dijangkau oleh Program Pengendalian Tuberkulosis pada
tahun 2021 belum mencapai terget, yaitu masih 46,6%.
4. Penemuan kasus ODHA ARV masih perlu ditingkatkan, karena baru mencapai 50%
dari estimasi yang ada. Hal ini dapat dilakukan dengan melaksanakan skrining
terhadap semua ibu hamil, semua pasien yang terdiagnosa TB, semua WBP serta
memperkuat penemuan kasus pada populasi kunci.
5. Pencapaian kinerja Dit.P2PTM Pada tahun 2021, adalah Jumlah Kabupaten/Kota
yang Melakukan Deteksi Dini Faktor Risiko PTM ≥ 80% Populasi Usia ≥ 15 Tahun
sebesar 129, realisasi 221 pencapaian sebesar 171,3%. Jumlah Kabupaten/Kota
yang Menerapkan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) sebesar 374, realisasi 319
pencapaian sebesar 85,3%. Jumlah Kabupaten/Kota yang Menyelenggarakan
layanan Upaya Berhenti Merokok (UBM) sebesar 100, realisasi 74 pencapaian
sebesar 74%. Jumlah Kabupaten/Kota yang Melakukan Pelayanan Terpadu
(PANDU) PTM ≥80% Puskesmas sebesar 205, realisasi 168, pencapaian sebesar
82%. Jumlah Kabupaten/Kota yang Melaksanakan Deteksi Dini Gangguan Indera
pada ≥ 40% Populasi sebesar 206, realisasi 81, pencapaian sebesar 39,3%. Jumlah
Kabupaten/Kota yang Melakukan Deteksi Dini Penyakit Kanker di 80% populasi usia
30-50 tahun sebesar 309, realisasi 4, pencapaian 1,3%.
6. Untuk penyerapan anggaran tahun 2021 sebesar 86,78%, atau Rp. 37.681.173.430
dari total anggaran sebesar Rp. 43.423.321.000. Realisasi tertinggi pada Substansi
P2 NAPZA sebesar 94,15% dan realisasi terendah pada Substansi P2 Masalah
Kesehatan Jiwa Dewasa dan Usia Lanjut yaitu sebesar 70%.
7. Realisasi anggaran secara total memperoleh realisasi anggaran sebesar 96,08 %
pada Direktorat P2PTVZ
8. Alokasi anggaran Direktorat P2PTM dalam upaya pencegahan dan pengendalian
PTM tahun 2021 sebesar Rp. 80.853.718.000,- dengan realisasi Rp.
77.821.347.349,- atau 96,25%.