Anda di halaman 1dari 5

Tugas II Sistem Hukum Indonesia

Nama : Sitirahmi Ilonu


Nim : 049021821
Soal 1

Sejak kehadirannya pada 2004, Dewan Perwakilan Daerah (DPD) kerap memunculkan
polemik. Sebagian pihak menilai lembaga tinggi negara ini tidak memiliki fungsi dan
tugas sebagaimana mestinya.

Keraguan atas efektifitas DPD kian menguat setelah di periode 2014-2019 timbul
polemik internal. Mulai dari masuknya anggota DPD ke dalam sebuah partai hingga
sengketa antara Ketua DPD Oesman Sapta Oddang dengan Komisi Pemilihan Umum
(KPU) terkait syarat pencalonan anggota DPD untuk pemilihan umum April mendatang.

Wakil Ketua DPD Akhmad Muqowam pun mengakui sejak awal DPD berdiri memang
sudah bermasalah. Dia mencontohkan dalam Tata Tertib DPD tidak disebutkan
kewajiban bagi anggotanya untuk berdomisili di daerah. Alhasil, banyak di antara
mereka yang tidak dikenal oleh konstituennya.

Karena itu, lanjut Muqowam, susunan dan kedudukan DPD harus dikembalikan ke
asalnya sesuai Pasal 22 D Undang-undang Dasar 1945. Berdasarkan pasal tersebut,
DPD memiliki fungsi dan tugas terkait legislasi, transfer keuangan pusat dan daerah
yang kini mencapai Rp 783 triliun, pemekaran dan penggabungan daerah, serta
berkantor di daerah.

(Sumber : https://www.voaindone sia.com/a/tak-wakili-kepentingan-daerah-eksistensi-


dpd-dinilai-menyimpang-/4845658.html)

Pertanyaan :

Eksistensi DPD dimunculkan pertama kali dalam Perubahan Ketiga Undang-Undang


Dasar 1945 tahun 2001. Ketentuan-ketentuan terkait fungsi DPD sebagaimana yang
dicantumkan dalam Pasal 22 D UUD 1945. Namun sebenarnya apabila dicermati isi
ketentuan Pasal 22 D UUD 1945 dapat dikatakan bahwa fungsi DPD terkait legislasi,
kontrol, bugeting dan/atau rekrutmen adalah bersifat terbatas.

Silakan anda buktikan bahwa isi Pasal 22 D UUD 1945 menunjukkan fungsi DPD terkait
legislasi, kontrol, budgeting dan/atau rekrutmen adalah terbatas.

Jawaban:

Proses perubahan UUD 1945 NRI telah melahirkan beberapa lembaga negara baru
sebagai konsekuensi dari pelaksanaan demokrasi dalam rangka mewujudkan
pemerintahan yang bersih dan akuntabel. Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dibentuk
sebagai pemenuhan keterwakilan aspirasi daerah dalam pembentukan kebijakan di
tingkat pusat. Pasal 22D UUD 1945 telah menyatakan bahwa kewenangan DPD di
bidang legislasi adalah mengajukan RUU tertentu, ikut serta dalam pembahasan
dengan DPR dan pemerintah tentang penyusunan RUU tertentu, memberikan
pandangan dan pendapat atas RUU tertentu, memberikan pertimbangan atas RUU
APBN dan RUU yang berkaitan dengan pajak, pendidikan dan agama, serta
pengawasan terhadap pelaksanaan undang-undang tertentu.

Namun fungsi DPD sendiri dalam keterlibatan pada legislasi itu terbatas, mengapa
demikian, karena walaupun menurut Pasal 22 ayat (2) DPD dapat ikut dalam
pembahasan RUU untuk bidang-bidang tertentu namun pemegang kekuasaan
membentuk Undang-Undang tetap berada dalam kekuasaan DPR. Sehingga DPD tidak
mempunyai hak memutuskan atau pun menolak suatu RUU seperti halnya
DPR/Pemerintah.

Soal 2

CV. Cantik Manis (CM) berdiri sejak tahun 2015 sebagaimana dalam Akte Perseroan
Komanditer CV. Bagus No. 007 tanggal 14 Februari 2015 yang dibuat di hadapan
Notaris. Di dalam anggaran dasar perseroan antara lain disebutkan bahwa setiap
pengalihan harta kekayaan perseroan kepada pihak lain harus terlebih dahulu
mendapat persetujuan dari pesero komanditer. Yang menjadi komanditer aktif sekaligus
Direktur CV adalah Tuan Bagus, sedangkan Ny. Anggrek  dan Tuan Baldu sebagai
komanditer Pasif. Untuk keikutsertaannya dalam CV CM, Ny Anggrek telah
menyerahkan 3 unit bus merk mercedez Benz

Dalam menjalankan CV CM, Tuan Bagus telah melakukan kerjasama dengan Tuan Ali
dalam proyek tambak udang dengan tujuan agar CV CM mendapatkan keuntungan.
Untuk kerjasama tersebut, pada tanggal 1 Juli 2016 Tuan Bagus selaku direktur CV
CM  telah menyerahkan tiga unit bus mercedez benz atas nama CV. CM kepada Tuan
Ali dengan akta perjanjian yang dibuat di hadapan notaris.

Berhubung yang dibutuhkan oleh Tuan Ali adalah sejumlah uang, maka Tuan Ali
meminjam uang dari Nn. Barbie sebesar Rp. 400 juta sebagaimana tertuang didalam
akta pengakuan hutang No. 22 yang dibuat dihadapan notaris pada tanggal  10 Januari
2017 dan uang tersebut harus dikembalikan selambat-lambatnya tanggal 10 April 2017.
Sebagai jaminan atas hutang tersebut Tuan Ali  telah menyerahkan tiga unit mobil bus
mercedez benz atas nama CV. CM beserta BPKB kepada Tergugat III sebagaimana
tertuang didalam akta surat kuasa No. 50 dan akta pernyataan No. 51 yang dibuat
dihadapan notaris tanggal 10 Januari Maret 2017.

Tuan Bagus selaku Direktur CV. CM turut mengetahui dan sebagai saksi didalam
membuat akta pengakuan hutang, akta surat kuasa, dan akta pernyataan yang dibuat
dihadapan notaris tersebut.
Perbuatan mengagunkan, menjual atau perbuatan lain yang sifatnya mengalihkan aset
CV ke pihak ketiga tanpa melakukan mekanisme perusahaan atau tanpa persetujuan
dari Pesero Komanditer lainnya sebagaimana dimaksud dalam Anggaran Dasar
Perseroan Komanditer CV. CM.

Pertanyaan :

Buktikan bahwa  perjanjian kerjasama dengan pihak ketiga yang dilakukan salah satu
pesero CV CM tanpa persetujuan dari pesero lain adalah sah berdasarkan ketentuan
Pasal 1320 KUHPerdata!

Jawaban:

Berdasarkan syarat sahnnya suatu perjanjian (Pasal 1320 BW), yaitu Sepakat mereka
yang mengikatkan diri, Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian, suatu hal tertentu,
dan suatu sebab yang halal. Dalam kasus di atas, semua unsur terkait syarat sahnya
perjanjian terpenuhi. Adapun terkait masalah pengalihan aset, itu merupakan
konsekuensi dari perjanjian antara Tuan Bagus dengan Ny. Anggrek  dan Tuan Baldu.
Sedangkang perjanjian antara Tuan Bagus dengan Tuan Ali sah secara hukum, karena
ke empat unsur tersebut terpenuhi.

Adapun terakit unusr Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian, di dalam CV terdapat
dua alat kelengkapan, yaitu persero yang bertanggung jawab secara tanggung renteng
(persero aktif/persero komplementer) dan persero yang memberikan modal (persero
pasif/persero komanditer). Persero aktif/persero komplementer bertanggung jawab
untuk melakukan tindakan pengurusan atau bekerja di dalam CV, sedangkan persero
pasif/persero komanditer dilarang terlibat dalam aktivitas bisnis perseroan.

Hal tersebut diatur secara tegas di dalam Pasal 17 dan Pasal 20 Kitab Undang-Undang
Hukum Dagang (”KUHD”) sebagai berikut:

Pasal 17 KUHD

“Tiap-tiap persero kecuali yang tidak diperkenankan, mempunyai wewenang untuk


bertindak, mengeluarkan dan menerima uang atas nama perseroan, dan mengikat
perseroan kepada pihak ketiga, dan pihak ketiga kepada perseroan. Tindakan-tindakan
yang tidak bersangkutan dengan perseroan, atau yang bagi para persero menurut
perjanjian tidak berwenang untuk mengadakannya, tidak dimasukkan dalam ketentuan
ini.”

Pasal 20 KUHD

“Dengan tidak mengurangi kekecualian yang terdapat dalam pasal 30 alinea kedua,
maka nama persero komanditer tidak boleh digunakan dalam firma. Persero ini tidak
boleh melakukan tindakan pengurusan atau bekerja dalam perusahaan perseroan
tersebut, biar berdasarkan pemberian kuasa sekalipun. Ia tidak ikut memikul kerugian
lebih daripada jumlah uang yang telah dimasukkannya dalam perseroan atau yang
harus dimasukkannya, tanpa diwajibkan untuk mengembalikan keuntungan yang telah
dinikmatinya.”

Berdasarkan ketentuan dalam KUHD di atas dapat diketahui bahwa hanya persero
aktif/persero komplementer yang diberikan kewenangan oleh undang-undang untuk
mewakili CV dalam mengadakan perjanjian dengan pihak lain. Sehingga berdasarkan
hal ini Tuan Bagus selaku persero aktif, sah melakukan perjanjian dengan pihak lain,
tanpa persetujuan dari pihak CV komanditer. Terkait porses pengalihan asset yang
jelas tertuang di dalam anggaran dasar perseroan, yang mana harus terlebih dahulu
mendapat persetujuan dari pesero komanditer, ini merupakan persoalan tersendiri dari
sah atau tidaknya perjanjian antara tuan bagus dengan tuan Ali.

Soal 3

Virus corona yang sedang melanda negeri ini berdampak pada seluruh aspek
kehidupan. Dalam kondisi seperti ini, pemerintah perlu mengambil tindakan cepat
menangani wabah ini. Namun, ada kekhawatiran dari sejumlah pengambil kebijakan.
Kebijakan yang akan dikeluarkan dikhawatirkan malah berbuat kriminalisasi.  Oleh
karena itu, Presiden Jokowi mengeluarkan Perppu nomor 1 tahun 2020 atau yang kini
menjadi UU nomor 2 tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas
Keuangan untuk Penanganan Pandemi Covid-19 dan/atau dalam rangka Menghadapi
Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan atau Stabilitas Sistem
Keuangan.

Terjadi kriminalisasi terhadap kebijakan yang dilakukan oleh para pejabat pemerintahan
adalah

dikarenakan implementasi perbuatan melawan hukum materiil secara keliru. Perbuatan


melawan hukum atau penyalagunaan wewenang sebagai salah satu bentuk perbuatan
mal- administrasi yang berakibat timbulnya kerugian negara yang selama ini dikenakan
tindak pidana korupsi, menyebabkan kekuatiran dari sejumlah pengambil keputusan.

Sumber : https://kumparan.com/kumparannews/mencegah-kriminalisasi-kebijakan-di-
tengah-krisis-virus-corona-1tS4tVyKP18

Pertanyaan :

Silakan dianalisis cara menentukan perbuatan “penyalahgunaan wewenang” yang


dilakukan oleh pejabat pemerintah berkualitas sebagai mal-adminstrasi, dengan
indikator yang digunakan adalah :

1. Ketentuan perundang-undangan, yakni UU No. No.30 Tahun 2014 tentang


Administrasi Pemerintahan.
2. Asas Spesialitas dalam pemberian wewenang

Jawaban:

Berdasarkan pasal 22 UU No.30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan,

(1) Diskresi hanya dapat dilakukan oleh Pejabat Pemerintahan yang berwenang. (2)
Setiap penggunaan Diskresi Pejabat Pemerintahan bertujuan untuk: a. melancarkan
penyelenggaraan pemerintahan; b. mengisi kekosongan hukum; c. memberikan
kepastian hukum; dan d. mengatasi stagnasi pemerintahan dalam keadaan tertentu
guna kemanfaatan dan kepentingan umum.

Dan terdapat syarat untuk melakukan diskresi tertuang dalam Pasal 24, bahwa
Pejabat Pemerintahan yang menggunakan Diskresi harus memenuhi syarat: a.
sesuai dengan tujuan Diskresi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (2); b.
tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; c. sesuai
dengan AUPB; d. berdasarkan alasan-alasan yang objektif; e. tidak menimbulkan
Konflik Kepentingan; dan f. dilakukan dengan iktikad baik.

Sehingga potensi maladministrasi dalam penggunaan hak diskresi oleh pemerintah


bisa dilihat dari unsur pasal 24 di atas, yang mana jika salah satu syarat di atas tidak
terpenuhi, maka pemerintah telah melakukan maladministrasi.

Anda mungkin juga menyukai