Proposal Lengkap
Proposal Lengkap
Usulan Penelitian
Oleh
IMER EVERDINA HANA MARINI
201754006
PENDAHULUAN.............................................................................................................1
Latar belakang................................................................................................................1
Rumusan Masalah..........................................................................................................5
Tujuan penelitian............................................................................................................7
Manfaat penelitian..........................................................................................................7
BAB II...............................................................................................................................8
Lahan.............................................................................................................................8
Pemanfaatan Lahan........................................................................................................9
Lahan Pekarangan........................................................................................................17
Lahan Kebun................................................................................................................18
Hak Ulayat...............................................................................................................19
Kesuburan Tanah.....................................................................................................20
Hewan ternak...........................................................................................................21
Permukiman warga...................................................................................................21
Produktivitas Lahan.....................................................................................................22
Produksi.......................................................................................................................24
Luas Lahan...................................................................................................................25
Biaya Produksi.............................................................................................................26
Biaya Transportasi.......................................................................................................27
BAB III............................................................................................................................29
METODOLOGI PENELITIAN.......................................................................................29
Subjek Penelitian..........................................................................................................30
Lahan Pekarangan....................................................................................................33
Lahan Kebun............................................................................................................34
Produktivitas Lahan.....................................................................................................35
Produksi...................................................................................................................35
Luas Lahan...............................................................................................................35
Biaya Produksi.........................................................................................................36
Biaya Transportasi...................................................................................................37
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................38
BAB I
PENDAHULUAN
Latar belakang
Kabupaten Manokwari tidak hanya merupakan ibu kota Provinsi Papua Barat
tapi juga merupakan kabupaten induk bagi beberapa kabupaten pemekaran seperti
kabupaten Teluk Wondama, kabupaten Teluk Bintuni, kabupaten Pegunungan
Arfak, Kabupaten Tambrauw dan Kabupaten Manokwari Selatan. Dampak
pemekaran kabupaten tersebut berpengaruh pada sistem administrasi daerah dan
kepemilikian asset daerah Secara administrasi terlihat pada jumlah distrik yang
berkurang dari 29 distrik pada tahun 2007 menjadi 9 distrik sampai tahun 2002.
Distrik yang berkurang dari 29 distrik pada tahun 2007 menjadi 9 distrik sampai
tahun 2002. Pengurangan jumlah distrik berdampak pada pengurangan luasan
lahan dan penguasaan sumberdaya alam. Oleh karenanya dalam pelaksanaan
pembangunan, pemerintah daerah perlu memperhatikan tata ruang dan wilayah
sehingga penggunaan dan pemanfaatan lahan dalam pengembangan distrik dan
kampung menjadi tepat. (Badan Pusat Statistik Kabupaten Manokwari, 2020).
1
Table 1 Jumlah Distrik dan Kampung di Kabupaten Manokwari Tahun 2022
2
Gambar 1 Luas panen komoditas palawija kecamatan warmare
52
50
40
40
30
20
15
10
0 0 0
0
las .. ... i u lar
ng H. ng ela ay
gu Ta n g a ed i K i Ja
Ja ca c K Ub Ub
Sumber : Dinas Pertanian
Ka Ka
Luas panen komoditas palawija pada tahun 2019 paling tinggi adalah ubi-
ubian yaitu talas, ubi kayu dan ubi jalar sekitar 107 ha serta jagung 64 ha. Jenis
penggunaan lahan di Distrik Warmare adalah pertanian lahan kering semusim
dengan areal lahan pertanian yang tidak tersedia pengairan sehingga mayoritas
lahan ditanami dengan tanaman umur pendek atau tanaman semusim. Pola
pemanfaatan lahan di Distrik Warmare membentuk pola yang menyebar dengan
mengalami perkembangan wilayah yang berbeda-beda (cepat,sedang, dan lambat)
dan faktor yang mempengaruhi pemanfaatan lahan. (Badan Pusat Statistik Distrik
Warmare, 2020).
3
yang berpengaruh terhadap pola produksi pertanian Distrik Warmare yaitu berada
diantara Ibu Kota Provinsi yaitu Kota Manokwari dan daerah trasnmigrasi sebagai
sentra produksi pertanian yaitu daerah Prafi dan Masni. Selain itu dengan adanya
perkembangan ekonomi menyebabkan masuknya investor dari Cina membangun
pabrik Semen di daerah Maruni pada tahun 2015 yang secara geografis tidak
berjauhan dari wilayah Warmare tentu hal ini juga berpengaruh pada pola
pemanfataan lahan di Warmare dan pola produksi petani lokal di Distrik
Warmare.
Lahan merupakan sumber daya alam yang sangat vital, manusia
membutuhkan lahan sebagai tempat kegiatan hidup demi kelangsungan hidupnya.
Lahan dapat dimanfaatkan manusia sebagai sumber penghidupan bagi mereka
yang mencari nafkah dan sebagai tempat permukiman. Lahan adalah tanah yang
sudah ada peruntukannya dan pada umumnya ada pemiliknya, baik perorangan
atau lembaga. Pengertian lahan dapat diartikan bahwa lahan merupakan bagian
dari ruang. Perubahan penggunaan lahan disebabkan oleh faktor- faktor yang
saling mempengaruhi, antara lain : pertumbuhan penduduk pemekaran atau
perkembangan daerah (terutama daerah perkotaan ke daerah pedesaan), dan
kebijaksanaan pembangunan pusat daerah. Keterbatasan lahan juga menyebabkan
munculnya perebutan dalam pemanfaatan lahan yang terjadi karena terbatasnya
ketersediaan lahan di perkotaan dan semakin besarnya kebutuhan akan lahan. Hal
ini dikarenakan banyaknya fasilitas-fasilitas pendukung seperti sekolahan, pasar,
pertokoan, perkantoran dan industri yang memudahkan penduduk untuk
menjangkaunya sehingga mengalami pertumbuhan yang cukup cepat. Peningkatan
jumlah penduduk ini secara langsung akan membawa dampak terhadap terjadinya
perubahan penggunaan lahan karena pertumbuhan penduduk berarti memerlukan
tambahan tempat untuk permukiman maupun fasilitas pendukungnya. Pada
umumnya perubahan penggunaan lahan memiliki dampak positif dan dampak
negatif terhadap lingkungan dan masyarakat. Dampak positifnya adalah semakin
lengkapnya fasilitas sosial seperti pendidikan, kesehatan, peribadatan, pariwisata
dan sebagainya. Dampak negatifnya adalah berkurangnya lahan pertanian serta
berubahnya orientasi penduduk yang semula bidang pertanian menjadi non
4
pertanian. Dalam perkembangannya perubahan lahan akan terdistribusi pada
tempat-tempat tertentu yang mempunyai potensi yang baik. (Hauser, et,al., 1985).
Studi tentang lokasi adalah melihat kedekatan atau jauhnya satu kegiatan dengan
kegiatan lain dan apa dampaknya atas kegiatan masing- masing karena lokasi
yang berdekatan (berjauhan) tersebut. Walaupun teori yang menyangkut pola
lokasi ini tidak berkembang, tetapi telah ada sejak awal abad ke-19. Secara
empiris dapat diamati bahwa pusat-pusat pengadaan dan pelayanan barang dan
jasa yang umumnya adalah perkotaan (central places) terdapat tingkat
penyelidikan pelayanan yang berbeda-beda. Pelayanan masing-masing kota untuk
tingkat yang berbeda bersifat tumpang tindih, sedangkan untuk yang setingkat
walaupun tumpang tindih tetapi tidak begitu besar. Keadaan ini bersifat universal
dan dicoba dijelaskan oleh beberapa ahli ekonomi salah satunya yaitu J.H. von
Thunen yang melihat perbedaan penggunaan lahan dari sudut perbedaan jarak ke
pasar yang tercermin dalam sewa tanah. Teori von Thunen ini termasuk teori
lokasi klasik yang tradisional dan dikemukakan sebelum masa modern
(Sjafrizal,2008). Teori von Thunen ini dapat digunakan sebagai pedoman dasar
pendekatan pengembangan Kampung Dindey Distrik Warmare Berdasarkan teori
ini, kegiatan ekonomi/produksi komoditas yang paling efisien menurut besaran
biaya produksi dan biaya transportasi jika berada di dekat (pusat kota).
Rumusan Masalah
5
dan tanaman sayuran. Petani tidak menggunakan pupuk maupun obat-obatan
dalam membudidayakan hasil taninya. Petani juga tidak membangun sistem
pengairan sehingga tidak ada pengairan atau penyiraman atas tanaman yang
ditanam karena petani hanya bergantung pada hujan. Hal ini berdampak pada saat
memasuki musim kemarau, tanah menjadi kering dan tanaman menjadi mati.
Padahal dalam Distrik Warmare Dalam Angka (2020) menunjukkan bahwa di
Distrik Warmare terdapat 23 mata air. Hasil pertanian yang diproduksi yaitu ubi-
ubian dan sayuran sebagian dikonsumsi dan sebagian dijual di pasar kota sehingga
dapat dikatakan bahwa corak pertanian di Kampung Dindey masih subsisten.
Petani memasarkan hasil pertaniannya di Pasar Wosi Manokwari menggunakan
angkutan umum. Dalam Distrik Warmare Dalam Angka (2020) menunjukkan
bahwa sarana transportasi baik kendaraan roda dua dan roda empat cukup tersedia
dengan sarana jalan yang memadai.
Dalam berusahatani , petani di Kampung Dindey menggunakan lahan
pekarangan, lahan kebun dan lereng pegunungan. Namun berjalannya waktu,
petani mulai jarang melakukan kegiatan usahatani di pekarangan rumah akibat
tanah yang ditumbuhi akar tanaman tahunan serta gangguan dari hewan seperti
babi dan sapi memakan hasil tanaman yang ditanam karena lahan pekarangan
tidak dipasang pagar. Petani cenderung bercocok tanam di daerah pegunungan
dengan sistem ladang berpindah disebabkan oleh faktor hak ulayat dan diyakini
bahwa hasil usahatani yang diperoleh akan lebih baik dibandingkan di pekarangan
rumah.
Berdasarkan uraian diatas, maka timbul pertanyaan sebagai berikut :
1) Apa saja pola tata guna/pemanfaatan lahan oleh petani suku arfak di Kampung
Dindey ?
2) Berapa tingkat produktivitas dari pemanfaatan masing-masing fragmen lahan?
3) Faktor-faktor apa yang mempengaruhi pola pemanfaatan lahan petani suku
arfak di Kampung Dindey?
6
Tujuan penelitian
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka secara umum penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui :
1. Pola pemanfaatan lahan di Kampung Dindey
2. Produktivitas Lahan Berdasarkan Teori Von Thunen
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi pola pemanfaatan lahan
Manfaat penelitian
Adapun manfaat yang diperoleh dari penelitian ini dapat dijelaskan
sebagai berikut :
1. Bagi mahasiswa peneliti memperoleh pengetahuan dan pengalaman yang dapat
menambah ilmu dan wawasan peneliti mengenai pola pemanfaatan lahan untuk
kegiatan usahatani
2. Bagi pemerintah dan instansi terkait penelitian sebagai sumber dan informasi
dan sebagai bahan pertimbangan dalam penentuan kebijakan dalam
peningkatan pemanfaatan lahan untuk kegiatan usahatani
3. Bagi civitas akademik unipa sebagai literature untuk penelitian untuk
menambah informasi berikutnya.
7
BAB II
Lahan
Lahan merupakan tanah yang sudah ada peruntukannya dan umumnya ada
pemiliknya (perorangan atau lembaga) (Jayadinata, 1992). lahan juga merupakan
permukaan bumi sebagai tempat berlangsungnya aktivitas manusia
(Sugandhy,1999). Pengertian lahan terbagi menjadi dua segi, yaitu berdasarkan
segi geografi fisik dan segi ekonomi. Berdasarkan segi geografi, lahan merupakan
tanah yang tetap dalam lingkungannya dan kualitas fisik tanah sangat menentukan
fungsinya. Sedangkan menurut segi ekonomi, lahan adalah sumber alamiah yang
nilainya tergantung dari produksinya. Lahan merupakan suatu komoditi yang
memiliki harga, nilai dan biaya. Jika melihat beberapa definisi lahan diatas dapat
disimpulkan bahwa lahan adalah sumberdaya alam yang terbatas dimana dalam
penggunaannya memerlukan penataan dengan tujuan demi kesejahteraan
masyarakat (Lichfild dan Drabkin, 1980).
1) Lahan adalah bagian dari bentang permukaan bumi yang dapat dimanfaatkan
oleh manusia, baik lahan yang sudah dikelola maupun lahan yang belum
dikelola.
2) Lahan berkaitan dengan permukaan bumi dengan segala faktor yang dapat
mempengaruhinya, seperti letak, lereng, kesuburan, dan lain-lain.
3) Lahan bervariasi dengan faktor topografi, iklim, geologi, tanah dan vegetasi
penutup.
8
4) Lahan merupakan bagian dari permukaan bumi yang terbentuk secara
kompleks oleh faktor-faktor fisik maupun non-fisik yang berada diatasnya,
dan dapat dimanfaatkan oleh manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Pemanfaatan Lahan
Pemanfaatan lahan diperlukan untuk membantu manusia dalam
menggunakan dan mengolah lahannya secara lebih potensial untuk menunjang
hidupnya. pengertian penggunaan lahan sebagai bentuk intervensi manusia dengan
lahan dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya baik secara material atau
spiritual. Secara garis besar penggunaan lahan dapat dikelompokkan menjadi dua
golongan, yaitu lahan pertanian dan lahan bukan pertanian (Arsyad,1997).
9
Teori-Teori Pola Pemanfaatan Lahan
A. Teori Vhon Thunen mengemukakan bahwa tingkat sewa tanah adalah paling
mahal di pusat pasar dan semakin rendah apabila menjauhi pasar.
Berdasarkan perbandingan atau selisih antara harga jual dengan biaya
produksi, masingmasing jenis produksi memiliki kemampuan yang berbeda
untuk membayar sewa tanah. Makin tinggi kemampuannya untuk membayar
sewa tanah, makin besar kemungkinan kegiatan itu berlokasi di pusat pasar.
Dalam model teorinya, Von Thunen membuat asumsi sebagai berikut
(Jayadinata, 1986):
1. Wilayah analisis bersifat terisolir sehingga tidak terdapat pengaruh pasar
dari kota lain
2. Tipe permukiman adalah padat di pusat wilayah (pusat pasar) dan makin
kurang padat apabila menjauh dari pusat wilayah
4. Seluruh wilayah memiliki model iklim, tanah, dan topografi yang seragam
Fasilitas pengangkutan adalah primitive dan seragam (Ongkos ditentukan
oleh berat barang yang dibawa)
5. Kecuali perbedaan jarak ke pasar, semua faktor alamiah yang
mempengaruhi penggunaan tanah adalah seragam dan konstan.
Struktur ruang pada masa itu umumnya bersifat monocentric, dimana
setiap wilayah merupakan daerah pertanian dalam arti luas. Berdasarkan
struktur ruang yang paling sederhana itu, Vhon Thunen menyusun teori lokasi
khusus untuk pemilihan dan analisis lokasi kegiatan pertanian. Pada teori ini,
faktor yang menentukan pemilihan lokasi adalah tinggi rendahnya sewa tanah
dan kemampuan membayar sewa tanah (Sjafrizal,2008).
10
Gambar tersebut terbagi 2, yang pertama mencirikan "isolated area" yang
memperlihatkan daerah yang teratur, sedangkan gambar kedua memerlihatkan
adanya moda transportasi sungai. Semua petani akan memaksimalkan
produktivitas lahannya mengikuti permintaan pasar.
11
wilayah penghasil kayu bakar, Ring 4 Ring 4 merupakan daerah yang digunakan
untuk tanaman dengan rotasi tahunan 6-7 tahun dan ternak, kemudian Ring 5
untuk peternakan, gandum, dengan satu tahun dari tiga tahun merupakan waktu
tanpa tanaman/kering, Ring 6 untuk daerah pembuangan sampah dan untuk diluar
Ring 6 merupakan hutan. Dari ring-ring di atas maka akan diperoleh gambaran
tentang pembagian lahan yang berdasarkan pada kebutuhan yang paling pokok
dan juga memperhatikan masa tanam yang nantinya akan mempengaruhi biaya
transportasi (Review_Teori_Von_Thunen_Copy (1).pdf)
12
(Kurva Bid Rent Wiliam Alonso)
1. “Bid Rent Curve” dapat dibuat untuk semua jenis penggunaan lahan
2. Keseimbangan sewa untuk setiap lokasi ditentukan oleh penawaran tertinggi
3. Karena pengguna lahan ditentukan oleh penawar tertinggi maka “steeper bid
rent curve” akan menguasai lokasi- lokasi sentral
4. Melalui persaingan yang ketat dalam penawaran terhadap lokasi oleh
pengguna- pengguna lahan maka penggunaan lahan akan menentukan nilai
lahan
5. Namun demikian “nilai lahan” juga menentukan penggunaan lahan, karena
penggunaan lahan sendiri ditentukan oleh kemampuannya membayar lahan
yang bersangkutan
13
C. David Ricardo memberikan konsep tentang sewa lahan atas dasar
perbedaan kesuburan tanah terutama pada masalah sewa lahan di sektor
pertanian, tetapi dalam analisisnya tidak terlepas dari asumsi bahwa pada
daerah pemukiman baru terdapat sumberdaya lahan yang subur dan
melimpah. Ricardo berpendapat hanya lahan subur yang digunakan untuk
budidaya pertanian dan tidak ada pembayaran sewa lahan sehubungan dengan
penggunaan lahan tersebut, karena penduduk masih jarang atau sedikit
jumlahnya. Sewa lahan akan muncul apabila jumlah penduduk bertambah
sehingga permintaan lahan menjadi meningkat dan mengakibatkan
digunakannya lahan kurang subur oleh masyarakat. Model klasik dari alokasi
lahan adalah model Ricardo, menurut model ini alokasi lahan akan mengarah
pada penggunaan yang menghasilkan surplus ekonomi (land rent) yang lebih
tinggi, dan tergantung pada derajat kualitas lahan yang ditentukan oleh
kesuburannya. Ricardo mengemukakan bahwa land rent didefinisikan sebagai
surplus ekonomi atas lahan, artinya keuntungan yang didapat atas dasar
produksi dari lahan tersebut dikurangi biaya. Adanya perbedaan surplus
ekonomi lahan dikarenakan perbedaan tingkat kesuburan. (Ricardo dalam
Suparmoko,2008)
D. Mubyarto menyatakan bahwa lahan adalah salah satu faktor produksi,
tempat dihasilkannya produk pertanian yang memiliki sumbangan yang
cukup besar terhadap usaha tani, karena banyak sedikitnya hasil produksi dari
usaha tani sangat dipengaruhi oleh luas sempitnya lahan yang
digunakan(https://simdos.unud.ac.id/uploads/file_penelitian_1_dir/
9adb5110234b841797b02592cfc25350.pdf).
E. Soekartawi (1995), bahwa ilmu usahatani adalah ilmu yang mempelajari
bagaimana seseorang mengalokasikan sumber daya yang ada secara efektif
dan efisien untuk memperoleh keuntungan yang tinggi pada waktu
tertentu.Dikatakan efektif bila petani dapat mengalokasikan sumber daya
yang mereka miliki sebaik-baiknya, dan dapat dikatakan efisien bila
pemanfaatan sumberdaya tersebut mengeluarkan output yang melebihi input.
Menurut Soekartawi (2000), aspek yang mempengaruhi karakteristik internal
14
petani sampel dalam mengelola usahatani. Karakteristik internal tersebut
diantaranya usia, pendidikan, jumlah tanggungan keluarga, penghasilan per
bulan, lama pengalaman usahatani, lama menjadi anggota kelompok, dan
penguasaan lahan yang meliputi luas lahan dan status kepemilikan lahan.
15
Sedangkan menurut Sandy (1975) klasifikasi penggunaan lahan adalah sebagai
berikut:
Penggunaan lahan pertanian terbagi atas dua kategori yaitu : (1) lahan sawah
dan (2) lahan kering (lahan bukan sawah). Lahan sawah terbagi atas 2 kategori,
yaitu: (a) lahan sawah beririgasi adalah lahan sawah yang pasokan airnya dapat
bersumber dari jaringan irigasi teknis, semi teknis atau irigasi sederhana/irigasi
desa, dan (b) lahan sawah non irigasi adalah lahan sawah yang pasokan airnya
tidak berasal dari jaringan irigasi melainkan bersumber dari air hujan atau sumber
air lainnya. Yang termasuk kategori lahan sawah ini adalah lahan sawah tadah
hujan, sawah pasang surut dan sawah lebak. Pemilikan maupun penguasaan lahan
merupakan faktor penting bagi penduduk di pedesaan yang kehidupannya masih
tergantung pada sektor pertanian. Pemilikan lahan tidak hanya penting untuk
pertanian, tetapi juga bagi penentuan berbagai kebutuhan lain dalam kehidupan
bermasyarakat.
16
Sehingga lahan tidak hanya berfungsi sebagai asset produktif, akan tetapi
dapat juga berfungsi sebagai komoditas yang dapat diperjualbelikan. Hal yang
demikian menjadikan lahan sebagai asset sekaligus komoditas yang setiap saat
dapat berpindah tangan maupun berpindah status penguasanya. Perubahan
pemanfaatan lahan di pedesaan merupakan perwujudan dari aktivitas penduduk.
Peningkatan jumlah penduduk dan masyarakat pendatang (wisatawan) akan
menyebabkan peningkatan aktivitas dan berimplikasi pada peningkatan
pemanfaatan lahan (Chapin, 1995). Kebutuhan akan lahan ini terkait erat dengan
kesejahteraan masyarakat dimana lahan digunakan sebagai objek aktivitas untuk
pemenuhan kebutuhan, khususnya kegiatan komersil. Alih fungsi lahan adalah
perubahan pemanfaatan lahan tertentu menjadi lahan lain oleh manusia (Utomo,
1992). Perubahan fungsi lahan adalah fungsi sebagian atau seluruh kawasan lahan
dari fungsinya semula seperti yang direncanakan menjadi fungsi lain yang
berdampak negatif terhadap lingkungan dan potensi lahan itu sendiri (Manuwoto,
1992).
Lahan Pekarangan
Pekarangan adalah suatu lahan yang berada di lingkungan dalm rumah yang
di manfaatkan untuk ditanami tanaman pertanian seperti sayuran dan kacang-
kacangan. lahan pekarangan merupakan tempat kegiatan usaha tani yang
mempunyai peranan besar terhadap pemenuhan kebutuhan keluarga, dan
selebihnya dapat dijual. (Rukmana dan Hendrawan,2014: 18). Berdasarkan data
Badan Litbang Pertanian (2011), luas lahan pekarangan di Indonesia sekitar 10,3
juta hektar are atau 14% dari total luas lahan pertanian. Lahan pekarangan
sebagian besar belum dimanfaatkan secara optimal sebagai areal pertanian aneka
komoditas pertanian. Pekarangan merupakan sebidang lahan usahatani yang ada
di sekitar rumah yang dibatasi oleh pagar tanaman hidup atau pagar mati.
Tanaman yang bisa ditanami di pekarangan adalah buah-buahan, sayur untuk
memelihara ternak unggas atau terbak kecil, seperti kambing dan biri-biri
17
Lahan Kebun
18
Perladang berpindah merupakan bentuk sistem pertanian tradisional yang
sudah melembaga dan membudaya pada petani lokal. Sebagai sebuah kearifan
lokal, sistem perladangan berpindah penting untuk dipertahankan guna menjaga
ketahanan pangan lokal. Ladang berpindah (shifting cultivation) merupakan suatu
bentuk sistem pertanian tradisional yang telah lama dipraktekkan di beberapa
daerah. petani lokal merupakan masyarakat agraris, yakni masyarakat yang
hidupnya sangat bergantung pada pertanian di daratan. Petani lokal biasanya
menyebut kegiatan bertani yang mereka lakukan dengan istilah berkebun
(berladang). Hal ini menegaskan bahwa aktifitas bertani dilakukan di lahan kering
(kebun). Berkebun dilakukan semusim sekali (terutama musim hujan) dengan pola
ladang berpindah. Pola ini telah melembaga, sehingga menjadi bagian dari budaya
lokal. Berkebun tidak hanya dilakukan untuk memenuhi kebutuhan pokok
(pangan), tetapi juga menjadi bagian dari sumber penyedia kebutuhan berbagai
prosesi adat dan transaksi (alat bayar/denda) adat. Ada beberapa Faktor-faktor
yang mempengaruhi petani lokal dalam memanfaatkan lereng gunung sebagai
lahan berpindah :
Hak Ulayat
Hak ulayat merupakan hak tertinggi atas tanah yang dimiliki oleh
sesuatu persekutuan hukum (desa, suku) untuk menjamin ketertiban
pemanfaatan/pendayagunaan tanah. Hak ulayat adalah hak yang dimiliki
oleh suatu persekutuan hukum (desa, suku), dimana para warga
masyarakat (persekutuan hukum) tersebut mempunyai hak untuk
menguasai tanah, yang pelaksanaannya diatur oleh ketua persekutuan
(kepala suku/kepala desa yang bersangkutan)
Hak Ulayat merupakan serangkaian wewenang dan kewajiban suatu
masyarakat hukum adat, yang berhubungan dengan tanah yang terletak
dalam lingkungan wilayahnya, yang sebagai telah diuraikan di atas
merupakan pendukung utama penghidupan dan kehidupan masyarakat
yang bersangkutan sepanjang masa. Kewenangan dan kewajiban tersebut
19
masuk dalam bidang hukum perdata dan ada yang masuk dalam bidang
hukum publik. Kewenangan dan kewajiban dalam bidang hukum perdata
berhubungan dengan hak bersama kepunyaan atas tanah tersebut.
Sedangkan dalam hukum publik, berupa tugas kewenangan untuk
mengelola, mengatur dan memimpin peruntukan, penguasaan,
penggunaan, dan pemeliharaannya ada pada Kepala Adat/Ketua Adat.
Konsepsi hak ulayat menurut hukum adat terdapat nilai-nilai
komunalistik-religius magis yang memberi peluang penguasaan tanah
secara individual, serta hak-hak yang bersifat pribadi, namun demikian
hak ulayat bukan hak orang-seorang. Sehingga dapat dikatakan hak ulayat
bersifat komunalistik karena hak itu merupakan hak bersama anggota
masyarakat hukum adat atas tanah yang bersangkutan.
Kesuburan Tanah
Tanah bersama air dan udara merupakan sumber daya alam utama
yang sangat mempengaruhi kehidupan. Tanah mempunyai fungsi utama
sebagai tempat tumbuh dan berproduksi tanaman. Kemampuan tanah
sebagai media tumbuh akan dapat optimal jika didukung oleh kondisi
fisika, kimia dan biologi tanah yang baik yang biasanya menunjukkan
tingkat kesuburan tanah (Arifin, 2011).
Tingkat kesuburan tanah yang tinggi menunjukkan kualitas tanah yang
tinggi pula. Kualitas tanah menunjukkan kemampuan tanah untuk
menampilkan fungsi-fungsinya dalam penggunaan lahan atau ekosistem,
untuk menopang produktivitas biologi, mempertahankan kualitas
lingkungan, dan meningkatkan kesehatan tanaman, binatang, dan manusia
(Winarso, 2005). Berdasarkan pengertian tersebut, sangat jelas kualitas
tanah sangat erat hubungannya dengan lingkungan, yaitu tanah tidak hanya
dipandang sebagai produk transformasi mineral dan bahan organik dan
sebagai media pertumbuhan tanaman tingkat tinggi, akan tetapi dipandang
20
secara menyeluruh yaitu mencakup fungsi-fungsi lingkungan dan
kesehatan.
Hewan ternak
Hewan ternak adalah hewan yang dengan sengaja dipelihara sebagai
sumber pangan, sumber bahan baku industri, atau sebagai pembantu
pekerjaan manusia. Usaha pemeliharaan ternak disebut
sebagai peternakan (atau perikanan, untuk kelompok hewan tertentu) dan
merupakan bagian dari kegiatan pertanian secara umum.
Permukiman warga
Permukiman adalah suatu tempat bermukim manusia untuk
menunjukan suatu tujuan tertentu. Apabila dikaji dari segi makna,
permukiman berasal dari terjemahan kata settlements yang mengandung
pengertian suatu proses bermukim. Dengan demikian terlihat jelas bahwa
kata permukiman mengandung unsur dimensi waktu dalam prosesnya.
Melalui kajian tersebut terlihat bahwa pengertian permukiman dan
pemukiman berbeda. Kata pemukiman mempunyai makna yang lebih
menunjuk kepada objek, yang dalam hal ini hanya merupakan unit tempat
tinggal (hunian). Permukiman memiliki 2 arti yang berbeda yaitu: 1. Isi.
Yaitu menunjuk pada manusia sebagai penghuni maupun masyarakat di
lingkungan sekitarnya. 2. Wadah. Yaitu menunjuk pada fisik hunian yang
terdiri dari alam dan elemen- elemen buatan manusia
1. Faktor fisik ini mencakup kelayakan fisik seperti keadaan geologi, air,
iklim, tumbuhan dan kependudukan. Selain kelayakan fisik berupa kondisi
21
lahan yang memadai untuk ditempati, kependudukan juga menjadi salah
satu bagian dari faktor fisik ini. pertumbuhan penduduk yang pesat
tentunya akan mengintervensi lahan-lahan yang ada.
2. Faktor ekonomi yakni mencakup keuntungan, keadaan pasar, transportasi
dan infrastruktur. Peningkatan infrastruktur dan transportasi tentunya akan
mendorong pemanfaatan lahan.
3. Faktor kelembagaan berkaitan dengan administrasi, hukum, politik yang
dilaksanakan oleh lembaga atau instansi. Faktor kelembagaan ini perannya
cukup penting mengingat regulasi yang diberlakukan akan berpengaruh
terhadap perubahan pemanfaatan lahan.
Produktivitas Lahan
Von Thonen, Teori ini menyatakan bahwa semakin dekat jarak lahan
dengan pusat kegiatan (pasar) maka semakin mahal nilai sewa tanah (land Rent)
tersebut. Cara menghitung produktivitas lahan menurut teori Von Thunen sebagai
berikut :
22
R = E ( p – a ) – E. f. k
Keterangan:
23
William Alonso (1954), Alonso memulai analisisnya dengan merumuskan
beberapa asumsi. Terdapat 4 asumsi dalam teorinya :
1. Kota tersebut hanya memiliki satu pusat, tidak terdapat pusat kegiatan lain
seperti kegiatan perdagangan dan jasa selain di satu pusat.
2. Kota tersebut terletak pada daerah yang datar/dataran
3. Ongkos transportasi berbanding sesuai dengann jarak yang ditempuh ke
segala arah. Artinya, semakin jauh jarak dari pusat kota maka biaya
transportasi juga semakin tinggi
4. Setiap jengkal lahan hanya akan dijual kepada penawar tertinggi, semua pihak
dianggap dapat memiliki kesempatan yang sama dalam memperoleh lahan
dan tidak ada campur tangan pemerintah terkait lahan baik dari segi ekonomi
pasar, maupun zona-zona penggunaan lahan.
Produksi
24
Luas Lahan
Lahan pertanian merupakan penentu dari faktor produksi komoditas
pertanian. Secara umum dapat dikatakan bahwa ketika luas lahan yang digarap
semakin luas maka semakin besar jumlah produksi yang dihasilkan oleh lahan
tersebut.
25
Biaya Produksi
Biaya produksi adalah biaya yang digunakan dalam proses produksi yang
terdiri dari bahan baku langsung, tenaga kerja langsung, dan biaya atas pabrik atau
biaya yang mempunyai hubungan langsung dengan suatu produk, dimana biaya
ini merupakan bagian dari perusahaan. 1) Biaya bahan baku langsung Biaya bahan
baku langsung adalah bahan baku yang merupakan bagian yang tidak dapat di
pisahkan dari produk selesai dan dapat ditelusuri langsung kepada produk selesai.
2) Tenaga kerja langsung Tenaga kerja langsung adalah tenaga kerja yang dapat
secara langsung merubah bahan baku menjadi suatu produk dan pembebanan
biayanya dapat ditelusuri pada setiap jenis produk yang dihasilkan. 3) Biaya
overhead pabrik Biaya overhead pabrik merupakan biaya yang terjadi atau
dibebankan dalam suatu proses produksi selain bahan baku dan tenaga kerja
langsung. Biaya ini merupakan bagian dari biaya produksi yang tidak nampak
atau tidak dapat ditelusuri secara langsung baik ke produk itu sendiri maupun ke
volume produksi. Biaya overhead dapat dikelompokkan menjadi elemen :
a. Bahan tidak langsung (bahan pembantu atau penolong) Bahan tidak langsung
adalah bahan yang bukan menjadi unsur utama dalam suatu produk sifatnya
hanya sebagai pelengkap atau untuk memperlancar suatu proses produksi,
misalnya bahan-bahan sejenis bahan bakar, dan bahan lain untuk
pemeliharaan kapasitas.
b. Tenaga kerja tidak langsung Tenaga kerja tidak langsung adalah tenaga kerja
yang tidak mempunyai akibat langsung pada pembentukan suatu produk;
misalnya supervisor, pegawai bengkel dan pemeliharaan, dan tenaga
administrasi pabrik.
c. Biaya tidak langsung lainya Biaya tidak langsung lainnya adalah biaya selain
bahan tidak langsung dan tenaga kerja tidak langsung yang membantu dalam
pengolahan produk selesai, tetapi tidak dapat ditelusuri kepada produk
selesai.
26
Biaya Transportasi
27
Kerangka Hubungan Variabel
Produktivitas 1. Produksi
Lahan 2. Luas Lahan
3. Jarak Lahan ke Jalan
4. Jarak Kampung ke Pasar
5. Biaya Produksi
Lahan Pertanian 6. Biaya Transportasi
2. Lahan Kebun
28
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
29
Subjek Penelitian
Dalam penelitian ini yang menjadi subjek penelitian adalah petani suku
arfak yang berdomisili di Kampung Dindey Distrik Warmare.
Data dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder.
Pengumpulan data primer dilakukan dengan menggunakan teknik observasi dan
wawancara. Observasi merupakan pengamatan secara langsung untuk
memperoleh data di lapangan dan mendokumentasikannya. Sedangkan teknik
wawancara merupakan pengumpulan data secara langsung kepada
responden/sampel dalam bentuk tanya jawab menggunakan panduan yang
disediakan (kuisioner) terkait pokok-pokok permasalahan yang diteliti secara
terstruktur. Data sekunder dikumpulkan dengan melakukan penelusuran studi
pustaka melalui berbagai buku, artikel, laporan kegiatan, dokumen serta arsip
yang terkait dengan topik penelitian dari berbagai instansi terkait seperti Badan
Pusat Statistik (BPS), kantor kampung, dinas tanaman pangan, dan instansi lain
yang terkait.
30
diwawancara mendekatai jenuh atau sama. Populasi dalam penelitian ini adalah
petani lokal suku Arfak yang berdomisili di Kampung Dindey, sedangkan
sampelnya adalah petani lokal suku Arfak yang melakukan kegiatan usaha tani.
Metode yang digunakan untuk analisis disesuaikan dengan tujuan yang ingin
dicapai dalam penelitian ini. Dengan demikian metode yang digunakan adalah
metode campur antara kualitatif dan kuantitatif. Tujuan pertama dan ketiga dari
penelitian ini dianalisis menggunakan metode kualitatif yaitu untuk
menggambarkan pola pemanfaatan lahan di tingkat distrik dan tingkat petani,
alasan pola pemanfaatan lahan serta factor-faktor yang mempengaruhi pola
pemafaatan lahan tersebut
yaitu :
R = E ( p – a ) – E. f. k
Keterangan:
31
Tabel….Tujuan, Variabel, Alat Analisis, Sumber Data, dan Output Penelitian.
32
KERANGKA OPERASIONAL VARIABEL
Lahan Pekarangan
1. Luas Lahan
Lahan yang diambil pada sampel penelitian ini berupa luas lahan sempit
yang dimanfaatkan untuk menanam jenis komoditi pertanian dan
perkebunan dilahan pekarangan dengan luasan lahan sekitar < 0,50 Ha.
Letak pekarangannya pun berbeda beda, ada yang sebagian besar di depan
rumah, di belakang rumah, di samping kanan rumah, disamping kiri
rumah, dan ada juga yang mengelilingi rumah. Memiliki pekarangan
memberikan peluang untuk menjadi sumber pendapatan tambahan bagi
keluarga.
2. Jenis komoditi
Jenis komoditi yang diambil pada sampel penelitian ini berupa macam
komoditi yang diusahakan petani lokal. Adapun kriteria jenis komoditi
berupa komoditi pertanian dan perkebunan yang ditanam di lahan
pekarangan.
33
Lahan Kebun
1. Luas Lahan
Lahan yang diambil pada sampel penelitian ini berupa luas lahan yang
dimanfaatkan untuk menanam jenis komoditi pertanian dan perkebunan
dilahan kebun dengan luasan lahan sekitar 0,50 - 0,99 Ha.
2. Jenis Tanaman
Jenis komoditi yang diambil pada sampel penelitian ini berupa macam
komoditi yang diusahakan petani lokal. Adapun kriteria jenis komoditi
berupa komoditi pertanian dan perkebunan yang ditanam di lahan kebun.
1. Luas Lahan
Lahan yang diambil pada sampel penelitian ini berupa luas lahan yang
dimanfaatkan untuk menanam jenis komoditi pertanian dan perkebunan
dilahan lereng gunung dengan luasan lahan sekitar > 0,99 Ha
2. Jenis Tanaman
Jenis komoditi yang diambil pada sampel penelitian ini berupa macam
komoditi yang diusahakan petani lokal. Adapun kriteria jenis komoditi
berupa komoditi pertanian dan perkebunan yang ditanam di lereng
gunung.
34
Produktivitas Lahan
Produktivitas lahan dalam penelitian ini menurut teori dari Von Thunen adalah
sebagai berikut :
Produksi
Produksi yang diambil dalam sampel penelitian ini menurut Von Thunen
menggunakan konsep gradien sewa sebagai tempat kedudukan bid rents,
yakni, fungsi linier jarak dari pasar dan yang lerengnya bergantung pada
harga pasar suatu komoditi, bobot komoditi itu, biaya angkutan dan biaya
produksi. Dengan asumsi-asumsi itu, model lingkaran konsentrik von
Thunen menunjukkan kurva-kurva penawaran sewa tanah bagi beberapa
aktivitas. Untuk tiap aktivitas, kurva penawaran sewa menurun semakin
jauh dari pasar. Agar bid rent maksimum, ditanam komoditi yang
menghasilkan sewa tertinggi untuk tiap aktivitas. (Alfred Dunn dalam
Prasetyo Soepono, 1990) merumuskan gradien sewa dari von Thunen
sebagai berikut:
R = PQ - CQ - txQ
Dimana :
R = sewa tanah per are
P = harga per satuan komoditi di pasar
Q = output per are
t = biaya transpor per satuan komoditi
x = jarak dari pasar
Luas Lahan
Luas lahan yang diambil pada sampel penelitian ini menurut Von Thunen
bahwa harga lahan akan semakin tinggi apabila mendekati pusat kegiatan
dan akan semakin rendah apabila menjauh dari pusat kegiatan. Selain itu
juga, harga lahan yang terjadi juga tergantung pada penggunaan lahannya
35
dimana penggunaan lahan untuk kegiatan perkotaan seperti perdagangan
dan jasa, industri serta permukiman memiliki harga lahan yang lebih tinggi
dibandingkan penggunaan lahan lainnya.
Biaya Produksi
Biaya produksi pada sampel penelitian ini adalah melihat berapa besar biaya
dikeluarkan oleh petani di kampung dindey dalam berusahatani, Biaya produksi
terdiri dari biaya tetap dan biaya variabel yaitu : Biaya tetap biaya yang
dikeluarkan tidak habis terpakai atau biaya yang digunakan berulang-ulangdalam
satu kali proses produksi, dalam penelitian ini biaya yang dimaksud yaitu
peralatan lahan dan lain-lain. Secara matematis dapat ditulis sebagai berikut :
Rumus : NP = Hb-Hs
Ue
Keterangan :
Np = Nilai penyusutan
Hb = Harga beli (Rp)
Hs = Harga sisa (Rp)
Ue = Umur ekonomis (Tahun)
Biaya variabel adalah biaya yang dikeluarkan yang habis terpakai dalam
satu kali proses produksi. Secara matematis dapat ditulis sebagai berikut :
36
Rumus : VC = Fp X Fpx
Keterangan :
Fp = Faktor produksi
Biaya Transportasi
Biaya transportasi pada sampel penelitian ini adalah melihat berapa besar biaya
dikeluarkan oleh petani ketika membawah hasil pertaniannya ke pasar wosi, biaya
transportasi dinyatakan dengan satuan rupiah.
37
DAFTAR PUSTAKA
38
Purwowidodo. 1983. Teknologi Mulsa. Dewaruci.Press, Jakarta.
Ricardo, David, and Thomas Robert Maltus. n.d. “TEORI EKONOMI.”
Ritonga, Deddy, James A. Timboeleng, and Oscar H. Kaseke. 2015. “ANALISA
BIAYA TRANSPORTASI ANGKUTAN UMUM DALAM KOTA
MANADO AKIBAT KEMACETAN LALU LINTAS (Studi Kasus:
Angkutan Umum Trayek Pusat Kota 45-Malalayang).” Jurnal Sipil Statik
3(1):58–67.
Shinta, Agustina. 2011. Ilmu Usahatani. Universitas Brawijaya Press.“BAB_2.”
n.d.
S Samantha, Ruth, and Diaz Almalik. 2019. .Ac.Cn 3 (2): 58–66.
http://www.tjyybjb.ac.cn/CN/article/downloadArticleFile.do?
attachType=PDF&id=9987.
Saputra, Nyoman Alit Febri, and Gede Wardana. 2018. “Pengaruh Luas Lahan,
Alokasi Waktu, Dan Produksi Petani Pendapatan.” E-Jurnal EP Unud 7 (9):
205402055.
Soepono, Prasetyo. 1998. “Peranan Daerah Perkotaan Bagi Pembangunan
Regional: Penerapan Model Thunen Yang Dimodifikasikan Di Indonesia.”
Jurnal Ekonomi Dan Bisnis Indonesia 13 (2): 27.
Undang-Undang Republik indonesia no. 41 tahun 2009 tentang perlindungan
lahan pertanian pangan berkelanjutan
Wilayah, Jurnal, and Dan Lingkungan. n.d. 50 Pengaruh Aksesibilitas Terhadap
Karakteristik Sosial Ekonomi Masyarakat Pedesaan Kecamatan Bumijawa.
Yuminarti, Umi, Dwidjono Hadi Darwanto, Jamhari Jamhari, and Subejo Subejo.
2018. “Studi Komparasi Praktik Perladangan Berpindah Dan Pertanian
Menetap Untuk Mendukung Ketahanan Pangan Masyarakat (Studi Pada
Usahatani Kentang Di Kabupaten Pegunungan Arfak).” Jurnal Ketahanan
Nasional 24 (2): 215. https://doi.org/10.22146/jkn.35367.
39
40