Anda di halaman 1dari 5

Jejak Sang Nyawa

Agus Mustofa

Resentor: Fiqram Iqra Pradana

Buku ini adalah serial diskusi tasawuf modern yang ke-42 yang ditulis oleh Agus
Mustofa dan diterbitkan oleh Padma Press, Surabaya tahun 2015. Buku ini terdiri dari 258
halaman dan 4 bab pembahasan yaitu Sejarah Arwah; Era Pembuktian (Empirisme); Material
dan Gelombang; dan Jejak Sang Nyawa.

Agus Mustofa adalah lulusan Fakultas Teknik, Jurusan Teknik Nuklir, Universitas
Gadjahmada Yogyakarta. Ia juga mantan wartawan Koran Jawa Pos. Tipikal pemikiran yang
unik pada dirinya, yang disebutnya sebagai ‘Tasawuf Modern’ merupakan perpaduan antara ilmu
tasawuf dan sains. Menurut saya ini adalah salah satu bentuk tafsir kekinian untuk memahami
Al-Quran.

Buku ini memberikan kita pemahaman tentang nyawa secara lebih sederhana. Nyawa
adalah perpaduan antara Jiwa dan Ruh yang lepas ketika Jasad sudah rusak (mati). Dalam
paparan dua buku serial diskusi tasawuf modern yang berjudul Menyelam di Samudera Jiwa dan
Ruh serta Energi Dzikir Alam Bawah Sadar menjelaskan bahwa eksistensi manusia terbagi
menjadi 3 lapisan yaitu lapisan kasar yaitu jasad, lapisan halus yaitu Jiwa dan lapisan paling
halus adalah Ruh. Dibuku ini akan dijelaskan lebih banyak mengenai Jiwa dan Ruh
menggunakan penelusuran masa lalu dan penggunaan perkembangan ilmu pengetahuan mutakhir
dengan sandaran Al Quran. Pastinya menarik dan membuat kita ter-insight. Apapula perbedaan
antara nyawa, arwah dan ruh? temukan jawabannya dalam resensi berikut.

Pendahuluan

Kita hidup di zaman modern, dimana segala sesuatu dikaitkan dengan sains. Pembuktian
peristiwa-peristiwa menjadi sebuah keharusan, jika ingin dipercaya. Sebenarnya kita tahu, atau
setidak-tidaknya merasa bahwa tidak semua hal bisa dibuktikan keberadaannya. Panca indera
terbatas, pembuktian secara ilmiahpun terbatas terutama alat atau teknologi yang akan digunakan
untuk membuktikan.1

Terutama untuk membuktikan hal-hal yang terkait dengan diri manusia. Bukan hanya
badan fisik kita, melainkan juga hal-hal yang terkait dengan eksistensi lebih dalam seperti jiwa,
nyawa, pikiran dan ruh. Buku ini berusaha untuk melacak keberadaan eksistensi diri manusia itu.
Khususnya yang terkait dengan eksistensi yang lebih dalam, yakni nyawa.2

1
Agus Mustofa, Jejak Sang Nyawa, hal. 8.
2
Ibid, hal. 9.
Nyawa adalah perpaduan antara ‘jiwa dan ruh’. itulah yang keluar dari badan kasar saat
seseorang mengalami kematian. Kematian adalah rusaknya lapisan badan paling luar alias paling
kasar, sehingga badan halus jiwa dan ruhnya terlepas dari badan kasarnya.3

Benarkah informasi Al Qur’an itu? Apakah bisa dibuktikan, bahwa nyawa yang sudah
lepas dari badan kasar itu masih ada? Bahkan, konon masih menyimpan seluruh rekaman
peristiwa yang menjadi pengalaman orang itu ketika ia masih hidup.4

Ada wilayah-wilayah yang bisa dibuktikan dengan sains dan teknologi, namun lebih
banyak lagi yang tidak bisa dibuktikan dengannya. Melainkan dengan perangkat ilmu lain yang
tidak berbasis pada objektivitas sains, tetapi menggunakan perangkat ilmu spiritualitas yang
lebih bersifat objektif.5

Sejarah Arwah

Arwah adalah misteri kuno dalam khazanah pengetahuan manusia. Setua peradaban
manusia di muka bumi.6 Sayangnya, peradaban tertulis manusia baru dikenal sekitar beberapa
ribu tahun sebelum masehi. Sehingga kita tidak bisa memperoleh informasi lebih jauh tentang
bagaimana pemahaman manusia di era yang lebih kuno. Namun, jejak itu bisa ditelusuri sejak
5000 SM yaitu zaman Mesir Kuno. Orang yang telah mati mengalami proses mumifikasi,
menganggap ruh suci akan memasuki jasad itu lagi dikehidupan yang akan datang.

Dikalangan masyarakat kuno, dipercayai bahwa semua makhluk, termasuk benda mati
memiliki nyawa. Ini pula yang mendorong munculnya animisme dan dinamisme. Animisme
adalah kepercayaan adanya roh pada setiap benda, sedangkan dinamisme adalah kepercayaan
adanya kekuatan gaib pada setiap benda. Dalam kepercayaan animisme, mereka tidak
membedakan antara jin dan arwah.7 Kita bisa menelusurinya dari suku aborigin dan suku Indian
yang rata-rata menggunakan tumbal dalam ritual arwahnya sampai kepercayaan primitif.

Arwah dalam ritual Hindu-Budha dimulai sekitar 500-200 SM. Agamanya bersifat
politeisme (menyembah banyak dewa) atau istilah lainnya pagan. Mempercayai reinkarnasi yang
finalnya di alam mokhsa atau alam keabadian sejati. Jasad orang mati harus dimusnahkan
melalui cara dibakar atau dibiarkan dimakan hewan. Menurut kepercayaan mereka, jasad adalah
penghalang bagi ruh untuk bisa ke langit.

Dalam agama samawi, ruh dipersepsikan sebagai bagian dari eksistensi ketuhanan. Sifat-
sifat Tuhan yang ditiupkan ke badan kasar makhluk duniawi. Dalam Islam, Ruh bukanlah sosok
yang berdiri sendiri. Ruh adalah sifat-sifat ketuhanan yang dilekatkan pada badan yang bersifat

3
Ibid, hal. 9.
4
Ibid, hal. 10.
5
Ibid, hal. 12.
6
Ibid, hal. 18.
7
Ibid, hal. 25.
potensi. Ruh dalam Islam itu tidak berbilang, tidak bisa dihitung sedangkan nyawa itu berbilang
atau bisa dihitung. Manusia memiliki ruh yang sama tetapi mempunyai nyawa yang berbeda.

Socrates mengatakan bahwa jiwa adalah inti sari roh. Plato mengatakan bahwa jiwa
tertinggi terkait erat dengan akal kecerdasan. Sedangkan Aristoteles mengatakan bahwa jiwa
adalah esensi hakiki dari seorang manusia, ia terkait erat dengan pikiran segala keistimewaannya.
Maka lahirlah logika Aristoteles yang bertumpu pada rasionalitas dan empirisme. Inilah yang
kemudian melahirkan pemahaman Ilmuwan modern atau landasan sains modern. Maka bisa
dipastikan para ilmuwan modern melakukan pembuktian jiwa dan ruh dengan pendekatan
tersebut.

Era Pembuktian Empirisme

Era terbaru dalam memahami jiwa adalah berkembangnya neurosains alias ilmu saraf.
Dengan neurosains ini para pejuang keilmuan jiwa memperoleh pijakan yang lebih objektif
dalam memahami jiwa yang subjektif.8 Sekaligus memberikan bukti empiris bahwa psikologi
memiliki pijakan yang kuat dalam sains. Namun tetap melahirkan polemik karena psikologi
adalah ilmu yang mempelajari subjek bukan objek. Atau kalau memang objek berarti ia objek
yang terus berubah dan memiliki kehendak untuk berubah.9

Studi tentang otak menjadi lebih canggih setelah ditemukannya mikroskop dan
pengembangan prosedur pewarnaan sel oleh Camillo Golgi, dokter Italia, selama akhir 1890-an.
Teknik itu lantas dikembangkan oleh Santiago Ramon Y. Cajal untuk memahami sel saraf lebih
jauh, sehingga memperoleh kesimpulan lebih detail tentang apa yang disebut sebagai neuron10.

Perkembangan neurosains yang sedemikian pesat telah menghasilkan kemajuan


pemahaman tentang otak secara luar biasa. Organ yang dipersepsi sebagai tempat
bersemayamnya jiwa itu kini sudah bisa dipetakan dengan fungsi-fungsinya. 11 Dengan
berkembangnya brainscanning untuk memetakan otak dan untuk mengamati aktivitas otak.
Diantara alat scan otak itu: Computer Axial Tomography (CAT), Structural Magnetic Resonance
Imaging (SMRI), Electroencephalography (EEG), Positron Emission Tomography (PET), dll12

Salah satu misteri otak yang paling menakjubkan adalah kemampuannya untuk mengatur
dan mengubah diri sendiri. ada kecerdasan yang mengontrol ‘jalan pertunjukan’ organ canggih
ini. Ia seperti tahu apa yang harus dilakukan agar tetap bertahan dan mempertahankan diri. 13
Perubahan otak, dipengaruhi oleh genetik dan lingkungan. Otak memiliki sifat plastisitas yang
menakjubkan yang bisa mengubah peta otak.

8
Ibid, hal. 106.
9
Ibid, hal. 107.
10
Neuron adalah sel dasar penyusun organ otak.
11
Ibid, hal. 117.
12
Ibid, hal. 121-123.
13
Ibid, hal. 128.
Penelitian mutakhir tentang otak telah melahirkan ilmu connectomics yang sedang
berkutat memetakan sekitar 150 Triliun koneksi saraf yang menghasilkan sifat-sifat jiwa. Betapa
rumitnya memahami jiwa manusia apalagi untuk memahami Dia yang telah menciptakannya.14

Otak adalah gumpalan sel-sel sarafi yang menjadi pusat sistem komando seluruh bagian
tubuh manusia. Jiwa adalah fungsi yang terbentuk oleh aktivitas otak itu. Sedangkan ‘aku’
adalah kesadaran yang timbul disebabkan oleh kinerja otak dan jiwa.15

Material dan Gelombang

Perkembangan mutakhir dalam memahami diri manusia terus menukik semakin dalam
dan halus menuju ke dunia molekuler, atomic, dan kuantum. Dalam sudut pandang kekanika
kuantum, badan adalah gumpalan materi, sedangkan jiwa adalah gumpalan energi.16

Materi berdinamika melalui tumbukan, sedangkan energi berdinamika melalui


gelombang. Pertemuan antara badan material dan badan energial itu berada di partikel-partikel
subatomic dan partikel-partikel kuantum. Di skala yang sangat halus itulah materi memiliki sifat
gelombang, dan gelombang memiliki sifat material, yang menunjukkan pertautan antara badan
dan jiwa.17

Pada prinsipnya, jiwa manusia adalah sebentuk energi yang berinteraksi dengan
sekitarnya melalui gelombang tanpa medium, sekaligus bisa berinteraksi dengan lingkungan
badan material sebagai mediumnya.18 Interaksi gelombang itu adalah interaksi yang menjalarkan
informasi. Berdasar informasi yang terkandung di dalam gelombang itulah kemudian jiwa
menangkap pesan-pesan disekitarnya.

Jiwa kita adalah software. Perangkat lunak yang menjadi bagian dari eksistensi seorang
manusia. Dari sisi mana pun kita melihatnya, baik secara primitive, filosofis, religiusitas, sampai
pembuktian-pembuktian empiris, semua menunjukkan bahwa manusia memiliki jiwa berupa
perangkat lunak alias software itu.19

Selalu sisakanlah keyakinan bahwa realitas sejati adalah realitas yang jauh lebih dahsyat
dan menakjubkan dibandingkan realitas sains yang sudah kita capai hari ini. Karena ternyata,
hari esok selalu menyisakan misteri yang menjadi kejutan berikutnya. []

14
Ibid, hal. 158.
15
Ibid, hal. 159.
16
Ibid, hal. 175.
17
Ibid, hal. 176.
18
Ibid, hal. 180.
19
Ibid, hal. 219.

Anda mungkin juga menyukai