Anda di halaman 1dari 3

Ludy Arfan

NIM 13570014

Kehadiran Teknologi Informasi dalam E Voting pada


Pilkada Serentak di Indonesia
oleh ir. wahyu catur wibisono

E-voting berasal dari kata electronic voting yang mengacu pada penggunaan
teknologi informasi pada pelaksanaan pemungutan suara.
Pilihan teknologi yang digunakan dalam implementasi dari e-Voting sangat
bervariasi, seperti penggunaan kartu pintar untuk otentikasi pemilih yang bisa
digabung dalam e-KTP, penggunaan internet sebagai sistem pemungutan suara
atau pengiriman data, penggunaan layar sentuh sebagai pengganti kartu suara, dan
masih banyak variasi teknologi yang bisa digunakan dewasa ini. Dalam
perkembangan pemikiran dewasa ini penggunaan perangkat telepon selular untuk
memberikan suara bisa menjadi pilihan karena sudah menggabungkan
(konvergensi) perangkat komputer dan jaringan internet dalam satu perangkat
tunggal.
Kondisi penerapan dan teknologi e-voting terus berubah seiring
perkembangan teknologi informasi yang sangat cepat. Kendala-kendala e-voting
yang pernah terjadi di berbagai negara yang pernah dan sedang menerapkannya
menjadi penyempurnaan e-voting selanjutnya. Salah satu segi positif dari penerapan
e-voting saat ini adalah makin murahnya perangkat keras yang digunakan dan
makin terbukanya perangkat lunak yang digunakan sehingga biaya pelaksanaan e-
voting makin murah dari waktu ke waktu dan untuk perangkat lunak makin terbuka
untuk diaudit secara bersama. Salah satu konsep penerapan perangkat lunak
adalah melalui Indonesia Goes Open Source (IGOS) dengan diperkenalkannya
aplikasi e-Demokrasi pada tahun 2007.
Dalam Negara demokrasi pemilihan presiden dan wakil rakyat biasanya
dilakukan dengan cara voting. Voting disini merupakan cara menentukan pilihan
dengan mencoblos atau mencontreng pilihannya. Voting bisanya digunakan dalam
menentukan suat pilihan untuk mendapatkan hasil dari suatu proses pemilihan.
Dalam pelaksanaan voting, sarat akan kecurangan. Kecurangan biasanya terjadi
dalam proses penghitungan suara (penggelembungan hasil suara). Dengan
seringnya terjadi masalah dalam penggunaan voting dalam proses pemilihan

1
membuat kurangnya rasa percaya masyarakat terhadap hasil voting, baik dalam
pemilihan umum maupun pemilihan kepala daerah.
Seiring dengan perkembangan teknologi saat ini, voting dapat dilakukan
secara elektronik. Voting yang dilakukan dengan teknologi informasi disebut dengan
elektronik voting (e-Voting). Penerapan e-Voting diharapkan mampu mengatasi
permasalahan yang terjadi saat menggunakan sistem konvensional (voting). Selain
mengatasi masalah dalam pemilihan, e-Voting juga mampu menghemat biaya
pelaksanaan. Dalam penggunaan eVoting tidak lagi menggunakan surat suara. Cara
yang digunakan dalam proses e-Voting adalah mengklik atau menyentuh layar
(touch screen) untuk menetukan pilihan.
Brasil, Belgia, dan Filipina juga menggunakan teknologi pemungutan suara
atau penghitungan suara untuk semua pemilu nasional mereka. Negara-negara
seperti Estonia, Indonesia, Kazakstan, Nepal, Norwegia, Pakistan, Rusia, dan
Amerika Serikat berada pada berbagai tahap uji coba atau sebagian menggunakan
teknologi pemungutan serta penghitungan suara elektronik, termasuk penggunaan
voting internet.  
Penggunaan e-voting dalam pemilu memiliki berbagai keuntungan. Dari sisi
penghitungan suara, e-voting akan lebih cepat. Selama ini, dengan pemungutan
suara dan penghitungan suara manual, penghitungan suara berjenjang. Hal itu
membutuhkan waktu lebih dari seminggu untuk mengetahui hasil pemilu karena
penghitungan berjenjang mulai dari TPS, PPS, PPK, KPUD kabupaten/kota, sampai
KPUD provinsi. Jika menggunakan e-voting, praktis suara yang masuk akan
langsung terekam data dan dijumlahkan secara otomatis. Selain itu, e-voting diyakini
minim manipulasi suara dan tidak adanya logistik yang bertumpuk-tumpuk.
Kertas suara tidak mungkin dicoblos sendiri seperti beberapa kasus pada
pemilu lalu, penyelenggara pemilu diketahui melakukan pencoblosan sendiri kertas
suara. Kesalahan atau kelalaian dalam menghitung atau memasukkan angka ke
dalam formulir hasil pemilu juga tidak akan terjadi. E-voting akan menghemat biaya
dan diyakini akan mampu meminimalkan konflik karena masalah manipulasi suara
dan sebagainya. Meski demikian, ada juga kelemahan-kelemahan yang terjadi
dalam e-voting tak bisa dipungkiri. Perangkat elektronik ini merupakan hasil
pengembangan teknologi, sehingga biaya untuk pengadaannya tidak akan murah.
Apalagi dengan jumlah ribuan unit. Pada tahap pertama, pembelian dan
pengadaan perangkat e-voting memang mahal. Namun, jika sudah digunakan
2
seterusnya akan lebih hemat. Itu karena setiap pemilu nantinya tidak akan
membutuhkan perangkat logistik yang mahal, seperti kertas suara, tinta, dan kotak
suara. Kelemahan e-voting juga ada pada kesulitan untuk sosialisasi
penggunaannya. Tentu nantinya e-voting tidak akan semudah mencoblos atau
mencentang secara manual. Masyarakat harus diberi tahu lagi soal penggunaan e-
voting. Ada masalah pada tahap pelaksanaan, sangat mungkin terjadi.
Sumber daya manusia untuk mengoperasikannya juga harus dipikirkan
khusus. Kesulitan juga bakal terjadi saat mencoba meyakinkan para peserta dan
seluruh masyarakat soal keamanan data yang tersimpan. Apalagi dalam e- voting
tersebut, tidak mungkin lagi pemantau mengikuti pergerakan suara atau memantau
langsung hasil penghitungan seperti yang selama ini bisa dilakukan. Pada iklim
politik yang panas, bisa saja muncul tudingan-tudingan negatif soal perangkat
teknologi. Sampai sekarang pun misalnya masih ada ketidakpuasan sejumlah partai
mengenai teknologi informasi yang dimiliki KPU, yang digunakan pada Pemilu 2004
dan 2009.  

E-Voting Menekan Anggaran Pilkada


Sementara terkait pelaksanaan pemungutan (e-Voting) dan penghitungan suara (e-
Counting) secara elektronik, Bawaslu berpendapat, mekanisme tersebut merupakan
tantangan baru yang perlu dicoba. Selama dari aspek penyelenggaraan telah siap
dari unsur teknis, regulasi, dan sumber daya manusia.
Electronic voting atau e-voting mengacu pada suatu metode pemungutan
suara dan penghitungan suara dalam suatu pemilihan dengan menggunakan
perangkat elektronik. Teknologi ini memungkinkan penyelenggaraan pemungutan
suara menjadi lebih hemat dari segi biaya, penghitungan suara yang cepat dengan
menggunakan system yang aman, mudah untuk dilakukan audit, serta memudahkan
pemilih dalam menggunakan hak pilihnya.
Badan Pengkajian dan Pengembangan Teknologi (BPPT) memperhitungkan
penghematan biaya pemilihan kepala daerah (pilkada) hingga 50 persen apabila
menggunakan system pemungutan suara elektronik (e-voting).
Harapannya, penggunaan alat e-voting untuk pemilu akan mendorong
penyediaannya oleh industry nasional, sekaligus membuka kesempatan industry
dalam negeri.

Anda mungkin juga menyukai