Anda di halaman 1dari 13

REVIEW JURNAL I

Judul Insidensi Panjang Jari Telunjuk Terhadap Jari Manis (Rasio 2D:4D)
Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitar YARSI Angkatan
2013-2014
Jurnal Kedokteran YARSI
Volume & Volume 24 No. 1 Halaman 1-8
Halaman
Tahun 2016
Penulis Endang Purwaningsih
Reviewer Khairunnisa (A1C418050)
Abstrak Panjang jari telunjuk dibandingkan jari manis pada seseorang
merupakan suatu karakter yang diwariskan melalui gen yang
ekspresinya dipengaruhi oleh jenis kelamin (sex influence gene).
Panjang jari telunjuk (2D) dan jari manis (4D) telah menjadi perhatian
beberapa ahli karena terkait perbedaan jenis kelamin. Rasio 2D
terhadap 4D untuk sebagian besar laki-laki ternyata lebih kecil
daripada perempuan. Fakultas Kedokteran Universitas YARSI
angkatan 2013/2014, laki-laki dan perempuan berusia 18-20 tahun
sebanyak 347 orang, terdiri atas 91 laki-laki dan 256
perempuan. Pengukuran dilakukan secara tidak langsung dari fotocopi
telapak dan jari tangan kanan dan kiri. Hasil penelitian
menunjukkan, bahwa sebanyak 196 mahsiswa memiliki kategori
1 , tediri atas 37 mahasiswa laki–laki dan 159 mahasiswa
perempuan , 1 mahasiswa laki-laki memiliki kategori 2 dan sebanyak
150 mahasiswa memiliki kategori 3,terdiri atas 53 mahasiswa laki-
laki dan 97 mahasiswa perempuan. Berdasarkan jenis
kelamin, didapatkan sebagian besar mahasiswa perempuan memiliki
kategori 1, sedangkan sebagian besar mahasiswa laki-laki memiliki
kategori 3.Disimpulkan bahwa insidensi jari telunjuk pendek pada
mahasiswa laki-laki adalah sebanyak 15,27% dan.
Pendahuluan Pendahuluan berisikan penjelasan mengenai rasio panjang jari
telunjuk terhadap jari manis, dimana karakter atau sifat tersebut
diwariskan melalui gen yang ekspresinya dipengaruhi oleh jenis
kelamin (sex influence gene). Serta pada pendahuluan juga membahas
faktor yang mempengaruhi ukuran jari tangan (hormone testosterone
dan estrogen), serta penyakit yang dapat dihubungkan dengan rasio
2D:4D.
Metode Menggunakan metode deskriptif, dengan data primer yaitu dengan
Penelitian menghitung berapa banyak kejadian pada masing-masing kategori
sebagai pembilang dan total jumlah sampel yang diteliti sebagai
penyebut, dikali 100%.
Hasil Pada 196 orang mempunyai jari telunjuk lebih panjang jari manis,
Penelitian dan 150 orang memiliki jari telunjuk lebih pendek dari pada jari
manis, 1 orang memilki jari telunjuk yang sama panjangnya dengan
jari manis. Hormone yang mempengaruhi seks testosterone dan
esterogen. Berdasarkan jenis kelamin, mahasiswa laki-laki
menunjukkan insidensi jari telunjuk pendek dibandingkan jari manis
lebih tinggi dibandingkan mahasiswa perempuan. Sedangkan
mahasiswa perembuan memiliki insidensi jari telunjuk panjang lebih
tinggi daripada mahasiswa laki-laki. Laki-laki dengan jari telunjuk
lebih pendek daripada jari manis, memiliki karakter lebih maskulin,
hal ini dianggap memiliki hubungan dengan kadar testosterone
parental yang lebih tinggi atau sensitivitas terhadap androgen yang
lebih besar atau kedua-duanya. Pada perempuan dengan jari telunjuk
lebih panjang dari pada jari manis memiliki imunitas seluler (sel T)
yang lebih rendah daripada lakilaki yang memiliki rasio yang lebih
kecil. Hal ini berhubungan dengan peran androgen sebagai
imunosupresan.
Kesimpulan Disimpulkan bahwa insidensi jari telunjuk pendek pada mahasiswa
laki-laki Fakultas Kedokteran Universitas YARSI angkatan 2013-
2014 adalah sebanyak 15,27% dan pada mahasiswa perempuan adalah
sebanyak 27,05%.Sedangkan untuk insidensi jari telunjuk panjang
pada mahasiswa laki-laki ialah sebanyak 10,66% dan pada perempuan
sebanyak 45,82%,
Kelebihan Pemaparan nya lebih rinci
Serta mengaitkannya dengan aspek penunjang njang jari telunjuk
terhadap jari manis
Kekurangan menyinggu materi yang berkaitan gen terpaut seks.

Sumber :

Purwaningsih, Endang. 2016. Insidensi Panjang Jari Telunjuk Terhadap Jari Manis
(Rasio 2D:4D) Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas YARSI
Angkatan 2013-2014. Kedokteran YARSI. 24(1):1-8
REVIEW JURNAL II

Judul Relationship between ratio of 2nd and 4th digit lengths(2D:4D) and
malocclusion in13-15-years-oldchildren: acasestudyat Unismuh
Junior High School, Makassar Hubungan rasio panjang jari tangan
kedua dan keempat (2D:4D) dengan maloklusi yang terjadi pada anak
usia 13-15 tahun: studi kasus di SMP Unismuh, Makassar
Jurnal Makassar Dental Journal
Volume & Volume 9 No. 2 Halaman 82-86
Halaman
Tahun 2020
Penulis Ainnayah Lobud dan Susilowati
Reviewer Khairunnisa (A1C418050)
Abstrak Maloklusimerupakansuatukeadaanyangtidaksesuaidenganproses
pertumbuhan dan perkembangan yang tampak dengan
ketidakharmonisan hubungan antar gigi, hubungan lengkung antar
rahang, wajah maupun keseluruhannya. Dengan demikian, rasio 2D:4
Ddapat dijadikan penanda awalterhadap penyakit, kecerdasan,
kemampuan reproduksidan probabilitas terhadap pola pertumbuhan
rahang. Rasio 2D:4D dapat dihubungkan dengan hormon yang
berperan dalam pertumbuhan. Untuk mengetahui hubungan panjang
jari tangan kedua dan keempat (rasio 2D:4D) dengan maloklusi pada
siswa SMPUnismuh Makassar.
Pendahuluan Maloklusi menjadi suatu kelainan yang berdampak bagi kesehatan
gigi dan mulut yang terus meningkat, hal ini dipengaruhi oleh
kesadaran dan pengetahuan masyarakat yang masih belum cukup baik
mengenai perawatan gigi dan kebiasaan buruk yang dapat
memperparah maloklusi. Maloklusi terjadi karena dua faktor utama,
yaitu saat prenatal adalah faktor herediter atau kongenital danpada
saat postnatal yang meliputi faktor intrinsik, sistemik,danlingkungan.
Maloklusijugadipengaruhi oleh etnis dan variasi geografis karena ada
perbedaan pengetahuanyangsignifikanmengenaipola hidup. Hormon
steroid yang terbentuk saat prenatal mempengaruhi pertumbuhan
wajah dan basis kranial.
Rasio 2D:4D merupakan panjang relatif dari jari telunjuk (2D) dan
jari manis (4D) yang dipengaruhi oleh paparan hormon steroid yang
stabil dan konsisten pada tiap individu. Jari telunjuk dan jari manis
merupakan jari tangan yang paling sensitif terhadap paparan hormon
seks steroid pada periode prenatal sehingga dikenal dengan rasio
2D:4D yang dapat menunjukan korelasi gangguan penyakit dan
kelainan tertentu.
Metode Dengan penelitian observasi deskriptif dan metode purposive
Penelitian sampling pada siswa usia13-15tahun dengan jumlahsampel 100 orang
dilakukan pemeriksaan maloklusi untuk melihat jenis maloklusi
Angledan Dewey. Pengukuran panjang jari tangan menggunakan
digital verniercaliper dan dianalisis dengan uji chi-square..
Hasil Klas 1Angle 96 orang (2D<4D=77,2D>4D=19),Klas 2 Angle 4orang
Penelitian (2D>4D=3,2D<4D=1), Klas1 Tipe134 orang (2D<4D=29,
2D>4D=5), Klas1 Tipe 2 sebanyak 3 orang (2D<4D=2, 2D>4D=1)
dan Klas 1 Tipe 6 sebanyak 16 orang (2D<4D=12, 2D> 4D=4).
Hasil tersebut berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh
Deepthi dkk yang menyatakan bahwa pasien dengan gigi berjejal
memiliki panjang jari telunjuk yang lebih panjang daripada jari manis
(2D>4D). Secara keseluruhan hasil penelitian menunjukkan tidak ada
hubungan yang diamati antara rasio panjang jari tangan kedua dan jari
keempat dengan klasifikasi maloklusi menurut angledan dewey pada
anak. Pada uji chi-square menunjukkan p=0,09, lebih besar dari 0,05
dan p=0,636, lebih besar dari 0,05 yang berarti tidak ada pengaruh
yang signifikan.
Kesimpulan Panjang jari tangan kedua lebih pendek daripada jari keempat
(2D4D), dan secara keseluruhan tidak ada hubungan yang bermakna
secara statistik antara panjang jari tangan kedua dan jari keempat
dengan maloklusi.
Kelebihan Pada bagian abstrak telah mencakup keseluruhan isi jurnal
Kekurangan Jurnal terlihat kurang rapi, Bagian kesimpulan tidak dibedakan, hasil
tidak dijelaskan secara rinci. Serta beberapa tulisan di dalam jurnal
antara satu kata dan kata lainnya tidak diberi spasi.

Sumber :

Ainnayah Lobud dan Susilowati. 2020. Relationship between ratio of 2nd and 4th
digit lengths(2D:4D) and malocclusion in13-15-years-oldchildren: acasestudyat
Unismuh Junior High School, Makassar Hubungan rasio panjang jari tangan
kedua dan keempat (2D:4D) dengan maloklusi yang terjadi pada anak usia 13-15
tahun: studi kasus di SMP Unismuh, Makassar. Makassar Dental Journal. 9(2):
82-86. ISSN:2548-5830.
REVIEW JURNAL III

Judul Persentase Distribusi Penyakit Genetik dan Penyakit Yang Dapat


Disebabkan Oleh Faktor Genetik Di RSUD Serang
Jurnal PharmaMedika
Volume & Volume 3 No. 2 Halaman 267-271
Halaman
Tahun 2011
Penulis Sony P. Laksono , Qomariyah , Endang Purwaningsih
Reviewer Khairunnisa (A1C418050)
Abstrak Kelainan genetik dapat disebabkan oleh kelainan kromosom maupun
mutasi gen dominan maupun gen resesif pada autosom maupun
kromosom seks. Beberapa kelainan dapat juga dipengaruhi oleh faktor
genetik seperti asma,hipertensi, schizophrenia, obesitas , dan penyakit
Parkinson. Data yang diperoleh berupa pesrsentase. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa untuk kelainan genetik yang ditemukan adalah
sindrom Down yaitu ditemukan 2 sampai 4 kasus setiap tahun.
Kelainan yang dapat dipengaruhi oleh faktor genetik yang ditemukan
antara lain asma, diabetes mellitus, hipertensi
primer, schizophrenia, spina bifida, penyakit Parkinson. Spina bifida
ditemukan kurang dari 10 kasus di tahun 2007 dan 2010, sedangkan
tahun 2008 dan 2009 ditemukan lebih dari 10 kasus.Penyakit
Alzheimer mulai tahun 2007 – 2010 tidak ditemukan kasusnya.
Pendahuluan Setiap sel normal mempunyai 46 kromosom yang terdiri dari 22
pasang kromosom kromosom tubuh (autosom, kromosom 1 s/d
kromosom 22) dan satu pasang kromosom seks (kromosom X dan Y)
yang menentukan jenis kelamin. Manifestasi kelainan kromosom
antara lain pertumbuhan terhambat, keterlambatan perkembangan
mental, kelaian bentuk muka, cacat tubuh lebih dari satu jenis
(misalnya kebocoran katup jantung, bibir sumbing dan retardasi
mental), kelainan alat kelamin mempunyai riwayat lahir meninggal
atau kematian pada bulan pertama kelahiran.
Sedangkan kelainan kromosom dapat berupa kelainan jumlah
kromosom (seperti sindrom Down, sindrom Turner atau sindrom
Klinefilter), kelainan struktur kromosom (seperti Cri du chat
sindrome, sindrom de Groucy) maupun kromosom mosaik.
Di Indonesia belum ada data pasti dan menyeluruh tentang prevalensi
penyakit-penyakit genetik dan penyakit yang dapat dipengaruhi oleh
faktor genetik tersebut, baik lingkup yang sempit maupun lingkup
yang luas.
Metode Metode penelitian deskriptif. Data yang diperoleh merupakan data
Penelitian sekunder. Untuk Prevalensi kelainan genetik dihitung banyaknya
penderita kelainan genetik dan penyakit yang dapat dipengaruhi oleh
faktor genetik sebagai pembilang dan total jumlah penderita dari
seluruh pasien yang dirawat di RSUD Serang sebagai penyebut
dikalikan 100 %.
Hasil SUD Serang selama empat tahun mulai tahun 2007-2010 meliputi
Penelitian kelainan genetik murni (sindrom Down) dan kelainan yang dapat
dipengaruhi oleh faktor genetik seperti diabetes, hipertensi primer,
asma, Parkinson, dan lainnya. Distribusi penyakit karena kelainan
genetik dan kelainan yang dapat dipengaruhi genetik di RSUD Serang
Tahun 2007 -2010 Jenis Penyakit Jumlah kasus Persentase Kasus
Sindrom Down 13 0.21% Diabetes 9 0.15% Hipertensi primer 3659
59.21% Obesitas 10 0.16% Schizoprenia 408 6.60% Penyakit
Parkinson 51 0.83% Asma 1979 32.02% Spina Bifida 44 0.71%
Neoplasia ganas payudara 4 0.06% Hodgkin 3 0.05% Total 6180
100% Tabel 2.
Distribusi penyakit karena kelainan genetik dan kelainan yang dapat
dipengaruhi genetik di RSUD Serang Tahun 2007 -2010 berdasarkan
Jenis Kelamin Penyakit genetik murni yang ditemukan di RSUD
Serang selama kurun waktu 4 tahun sebanyak 13 kasus. dengan jenis
kelamin laki-laki atau perempuan yang berumur di bawah 5 tahun.
Penyakit lainnya seperti diabetes, asma, hipertensi, penyakit
Parkinson, schizophrenia, dan yang lain merupakan penyakit akibat
lingkungan dan dapat dipengaruhi oleh faktor genetik. Kasus
hipertensi primer, perempuan cenderung lebih banyak daripada laki-
laki dengan umur antara 5 -44 tahun; sedangkan asma penderita laki-
laki dan perempuan hampir sama dengan distribusi umur cukup
menyebar mulai dari di bawah 4 tahun sampai diatas 65 tahun.
Kesimpulan Frekuensi penyakit genetik dan penyakit yang dapat dipengaruhi oleh
faktor genetik selama tahun 2007 sampai 2010 di RSUD Serang
adalah sebesar 0,026%. Kelainan genetik murni yang ditemukan
adalah trisomi autosom yaitu Sindrom Down sebanyak 2 sampai 4
kasus setiap tahunnya.
Kelebihan Sumber acuan yang digunakan terbaru sehingga menunjang penelitian
di era saat ini.
Kekurangan Pada bagian metode penelitian tidak dipaparkan dengan rinci hasil
hendaknya dilampirkan foto.

Sumber :

Sony P. Laksono , Qomariyah dan Endang Purwaningsih. 2011. Persentase


Distribusi Penyakit Genetik dan Penyakit Yang Dapat Disebabkan Oleh Faktor
Genetik Di RSUD Serang. PharmaMedika.3(2): 267-271.
REVIEW JURNAL IV

Judul Persentase Distribusi Penyakit Genetik dan Penyakit Yang Dapat


Disebabkan Oleh Faktor Genetik Di RSUD Serang
Jurnal Jurnal Biologi Makassar
Volume & Volume 3 No. 1 Halaman : 48-54
Halaman
Tahun 2018
Penulis Andi Arfan Sabran , Rosana Agus dan Mochammad Hatta
Reviewer Khairunnisa (A1C418050)
Abstrak Bagian abstrak menjelaskan secara singkat mengenai suku TO Balo,
kemudian menjelaskan tujuan penelitian serta memaparkan hasil yang
diperoleh secara singkat.
Pendahuluan Pendahuluan jurnal ini membahas kelainan genetik autosomal yang
terjadi pada suku TO Balo. Mulai dari persebaran nya di Sulawesi,
dampak yang ditimbulkan dari kelainan tersebut, serta perbedaan
piebaldism dan vitiligo.
Metode Menggunakan metode survey penelusuran keluarga komunitas TO
Penelitian Balo untuk disusun menjadi pedigree, serta pengambilan gambar
untuk merekam karakter depigmentasi yang terjadi.
Hasil adanya daerah depigmentasi white forelock dan kulit putih pada dahi,
Penelitian untuk depigmentasi ditemukan pada lengan bawah dan depigmentasi
lebih luas ditemukan pula pada paha hingga pergelangan kaki, serta
abdomen. Selain itu, pada beberapa orang balo yang menikah dengan
orang normal menghasilkan turunan yang 50% balo dan 50% normal.
Piebaldism merupakan kelainan genetic autosomal dominan.
Piebaldism terjadi akibat hilangnya melanosit pada kulit dan folikel
rambut sebagai akibat dari mutase gen kit proto-onkogen. Bercap
piebaldism terdapat depigmentasi kulit pada dahi dan juga folikel
rambut yang membentuk white forlock.
Kesimpulan Terdapat kesesuaian pola penurunan sifat antara balo dan piebaldism
yang diturunkan dari gen autosomal dominan. Ciri-ciri warna kulit
balo dan piebaldism, memiliki banyak kesamaan antara lain :
depigmentasi yang sudah terjadi sejak lahir, terdapat white forelock
dan depigmentasi pada dahi, lengan, paha, betis, dan pada wilayah
abdomen.
Kelebihan hasil pedigree ditampilkan secara rinci
Kekurangan Bagian pembahasannya sulit dimengerti. Dan Kurangnya penjelasan
alasan mengapa dilakukannya penelitian ini

Sumber :

Sabran, Andi Arfan., Rosana Agus dan Mochammad Hatta. 2018. Aspek Genetika
Warna Kulit Kelompok Komunitas TO BALO di Sulawesi Selatan. Biologi
Makassar. 3(1):48-54.
REVIEW JURNAL V

Judul Korelasi Panjang Jari Telunjuk Tangan terhadap Tinggi Badan Pria
Dewasa Suku Bali dan Suku Batak di Kecamatan Tanjung Senang
Bandarlampung
Jurnal Jurnal Medula
Volume & Volume 8 Nomor 2 Hal. 94-99
Halaman
Tahun 2019
Penulis Indrani Nur Winarno Putri, Novita Carolia, dan Anggraeni Janar
Wulan
Reviewer Khairunnisa (A1C418050)
Abstrak Abstrak dari jurnal menjelaskan tentang Kondisi jasad yang tidak utuh
dapat mempersulit proses identifikasi. Prediksi tinggi badan tidak
hanya menggunakan panjang tulang panjang namun bisa juga
menggunakan panjang tulang pendek seperti panjang jari telunjuk
tangan.
Pendahuluan Terdapat berbagai manfaat lain dari pengukuran panjang tulang
dengan tinggi badan diantaranya digunakan dalam ilmu kedokteran
forensik antropologi untuk mengidentifikasi suatu undividu yang
tidak diketahui identitasnya melalu tulang belulang yang ditemukan
dengan menggunakan suatu standard penghitungan untuk
memperkirakan usia, jenis kelain, tinggi badan.
Berdasarkan penelitian hubungan antara panjang jari terhadap tinggi
badan yang dilakukan di India menggunakan rumus korelasi Pearson
terdapat korelasi yang lebih kuat jika dilakukan pada pria dibanding
wanita dengan koefisien korelasi pada wanita adalah 0,342 dan pada
pria 0,513.
Metode Menggunakan metode analisis korelatif dengan pendekatan cross
Penelitian sectional, dimana tiap subyek hanya di observasi satu kali saja dan
pengukuran variabel bebas adalah panjang jari telunjuk pada suku dan
variabel terikat yaitu tinggi badan diambil dalam satu waktu yang
bersamaan
Hasil Pada 35 orang pria dewasa suku Bali di Kecamatan Tanjung Senang
Penelitian panjang tulang jari telunjuk tangan diperoleh rerata tinggi badan
167,449 ± 5,987 cm, Tinggi badan tertinggi dan terendah pada suku
Bali adalah 180 cm dan 154 cm. Rerata panjang tulang jari telunjuk
tangan baik kanan maupun kiri pada suku Bali adalah 7,246 ± 0,475
cm. Panjang tulang jari telunjuk tangan terpanjang dan tependek
adalah 8,746 cm dan 6,286 cm. Rerata panjang tulang jari telunjuk
tangan kanan 7,217 ± 0,437 cm sedangkan panjang jari telunjuk
tangan kiri 7,275 ± 0,515 cm.
Kesimpulan Jadi rerata tinggi badan pria dewasa suku Bali lebih rendah
dibandingkan dengan suku Batak. Rerata panjang tulang jari telunjuk
tangan suku Batak lebih panjang dibandingkan dengan panjang tulang
jari telunjuk tangan suku Bali. Sementara rerata panjang jari telunjuk
kanan dan kiri, jari kiri sedikit lebih panjang dibandingkan dengan
kanan pada kedua suku.
Kelebihan Abstrak yang sudah mencakup seluruh isi jurnal sehingga
memudahkan pembaca. Dan teori teori yang digunakan relevan.
Kekurangan Latar belakang dan tujuan tidak singkron.

Sumber :

Putri, I.N.W., Novita C., dan Anggraeni J.W. 2019. Korelasi Panjang Jari Telunjuk
Tangan terhadap Tinggi Badan Pria Dewasa Suku Bali dan Suku Batak di
Kecamatan Tanjung Senang Bandarlampung. Medula. 8(2): 94-99

Anda mungkin juga menyukai