Anda di halaman 1dari 6

LAJU SALIVA TERHADAP STATUS GIZI BALITA

Oleh :
Shabrina Akbar Nur Firdaus
211611101083

Dosen Pembimbing :
Prof. Dr.drg. Ristya Widi Endah Yani, M.Kes

MANAJEMEN DAN PELAYANAN KESEHATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI 
UNIVERSITAS JEMBER 
2023
Pengertian Balita

Balita adalah anak yang telah menginjak usia di atas satu tahun atau bisa disebut
dengan anak dibawah lima tahun. Masa balita juga dapat dikelompokan dalam 2 kelompok
besar yaitu anak usia 1-3 tahun (balita) dan anak prasekolah (3-5 tahun). Masa balita
merupakan periode yang penting dalam proses tumbuh kembang anak sehingga
perkembangan dan pertumbuhan di masa tersebut menjadi penentu keberhasilan pertumbuhan
dan perkembangan anak di periode selanjutnya (Yuliawati, 2021). Masa balita juga sebagai
tahapan perkembangan anak yang cukup rentan terhadap berbagai serangan penyakit yang
disebabkan oleh kekurangan atau kelebihan asupan nutrisi jenis tertentu (Kemenkes RI,
2015).

Pengertian Status Gizi

Status gizi adalah keadaan gizi balita yang dapat dilihat untuk mengetahui apakah
balita tersebut itu memiliki gizi yang normal atau gizi yang bermasalah. Balita yang memiliki
gizi yang bermasalah memiliki gangguan kesehatan yang disebabkan oleh kekurangan atau
kelebihan dan atau keseimbangan zat-zat gizi yang diperlukan untuk pertumbuhan,
kecerdasan dan aktivitas atau produktivitas. Status gizi juga dapat merupakan hasil akhir dari
keseimbangan antara makanan yang dimasukkan ke dalam tubuh dengan kebutuhan tubuh
akan zat gizi tersebut (Yuliawati, 2021). Status gizi balita dinilai menurut 3 indeks, yaitu
Berat Badan Menurut Umur (BB/U), Tinggi Badan Menurut Umur (TB/U), Berat Badan
Menurut Tinggi Badan (BB/TB) (Kemenkes, 2018).

Status Gizi Balita

Status gizi balita dinilai menurut 4 indeks, yaitu Berat Badan menurut Umur (BB/U),
Tinggi Badan menurut Umur (TB/U), Berat Badan menurut Tinggi Badan (BB/TB), Indeks
Masa Tubuh menurut Umur (IMT/U) (Permenkes, 2020).

 Indeks Berat Badan menurut Umur (BB/U)


Indeks BB/U ini menggambarkan berat badan relatif dibandingkan dengan umur anak.
Indeks ini digunakan untuk menilai anak dengan berat badan kurang (underweight) atau
sangat kurang (severely underweight), tetapi tidak dapat digunakan untuk
mengklasifikasikan anak gemuk atau sangat gemuk. Underweight (gizi kurang)
merupakan kondisi dimana balita mengalami kurang gizi berdasarkan indeks berat badan
menurut umur (BB/U) yang disebabkan oleh konsumsi gizi yang tidak sesuai kebutuhan
dalam jangka waktu tertentu sehingga tubuh akan memecah cadangan makanan yang
berada di bawah lapisan lemak dan lapisan organ tubuh (Jeliza, 2021). Faktor lain yang
menjadi penyebab hal tersebut adalah pola pengasuhan keluarga yang kurang baik,
pelayanan kesehatan, jumlah anggota keluarga, tingkat pendidikan ibu, tingkat
pengetahuan gizi ibu, sosial ekonomi yang rendah, dan budaya atau kepercayaan
masyarakat lokal (UNICEF, 2013). Keadaan ini apabila dibiarkan terus – menerus dalam
jangka waktu yang lama, maka akan menyebabkan penurunan daya tahan tubuh serta
dampak yang lebih serius yaitu timbulnya kecacatan, meningkatnya angka kesakitan dan
kematian jika tidak segera ditangani dengan baik (Zulfita, 2013)
 Indeks Berat Badan menurut Panjang Badan/Tinggi Badan (BB/PB atau BB/TB)
Indeks BB/PB atau BB/TB ini menggambarkan apakah berat badan anak sesuai
terhadap pertumbuhan panjang/tinggi badannya. Indeks ini dapat digunakan untuk
mengidentifikasi anak gizi kurang (wasted), gizi buruk (severely wasted) serta anak yang
memiliki risiko gizi lebih (possible risk of overweight). Wasting (kurus) merupakan
kondisi dimana balita menderita gangguan gizi dengan diagnosis ditegakkan berdasarkan
penilaian tinggi badan per berat badan. Wasting merupakan kondisi kekurangan gizi akut
dimana BB anak tidak sesuai dengan TB atau nilai ambang batas (Z-Score) kurang dari <
-2 SD (Standart Deviasi). Wasting merupakan masalah gizi yang sifatnya akut, sebagai
akibat dari peristiwa yang terjadi dalam waktu yang tidak lama seperti kekurangan asupan
makanan (Purniawati, 2020).
 Indeks Panjang Badan menurut Umur atau Tinggi Badan menurut Umur (PB/U
atau TB/U)
Indeks PB/U atau TB/U menggambarkan pertumbuhan panjang atau tinggi badan
anak berdasarkan umurnya. Indeks ini dapat mengidentifikasi anak-anak yang pendek
(stunted) atau sangat pendek (severely stunted), yang disebabkan oleh gizi kurang dalam
waktu lama atau sering sakit. Anak-anak yang tergolong tinggi menurut umurnya juga
dapat diidentifikasi. Anak-anak dengan tinggi badan di atas normal (tinggi sekali)
biasanya disebabkan oleh gangguan endokrin, namun hal ini jarang terjadi di Indonesia.
Stunting merupakan kondisi dimana balita mengalami kurang gizi kronis yang
disebabkan karena kurangnya asupan makanan dalam jangka waktu yang panjang
sehingga anak memiliki proporsi tubuh lebih pendek daripada anak seusianya (TB/U)
yang terjadi mulai dari janin masih berada dalam kandungan dan baru terlihat ketika anak
berusia 2 tahun. Anak dinyatakan stunting apabila indeks tinggi badan menurut umur
(TB/U) memiliki ambang batas (Z-Score) < -2 SD berdasarkan standard pertumbuhan
WHO. Apabila stunting pada anak dibiarkan terus – menerus, maka anak akan mengalami
perkembangan otak yang kurang optimal dan rentan terhadap berbagai peyakit
degeneratif (Kemenkes RI, 2018).
Stunting disebabkan karena terhambatnya pertumbuhan akibat kekurangan gizi kronis
dari keadaan yang berlangsung lama seperti perilaku hidup tidak sehat dan pola makan
yang kurang baik sejak anak dilahirkan, terlebih pada 1000 HPK (hari pertama
kehidupan). 1000 HPK terdiri dari 270 hari masa kehamilan ibu ditambah 730 hari setelah
anak lahir, menjadi masa periode penting karena sangat berpengaruh terhadap kesehatan
tubuh anak secara umum dan kesehatan rongga mulut. Kekurangan gizi pada masa ini
dapat menyebabkan stunting pada anak serta tumbuh kembang gigi yang tidak normal
sehingga gigi anak lebih rentan mengalami karies (Aviva dkk., 2020).
 Indeks Masa Tubuh menurut Umur (IMT/U)
Indeks IMT/U digunakan untuk menentukan kategori gizi buruk, gizi kurang, gizi
baik, berisiko gizi lebih, gizi lebih dan obesitas. Grafik IMT/U dan grafik BB/PB atau
BB/TB cenderung menunjukkan hasil yang sama. Namun indeks IMT/U lebih sensitif
untuk penapisan anak gizi lebih dan obesitas. Anak dengan ambang batas IMT/U >+1SD
berisiko gizi lebih sehingga perlu ditangani lebih lanjut untuk mencegah terjadinya gizi
lebih dan obesitas.
Lajur Saliva Terhadap Status Gizi Balita
Kondisi kekurangan gizi pada anak berpengaruh terhadap kesehatan gigi dan mulut
seperti dapat menyebabkan gangguan perkembangan kelenjar saliva yang menyebabkan
atrofi pada kelenjar saliva (Aviva dkk., 2020). Atrofi kelenjar saliva akan memengaruhi
fungsi self-cleansing, anti pelarut, antibakteri dan buffer saliva menjadi menurun sehingga
dapat meningkatkan risiko terjadinya karies gigi (Normansyah dkk., 2022). Hipofungsi akibat
kelenjar saliva yang atrofi menyebabkan perubahan yang dapat berdampak terhadap
penurunan laju alir saliva dan pH saliva sehingga meningkatkan resiko terjadinya karies.
Penurunan laju aliran saliva dapat menyebabkan perubahan komposisi saliva, saliva akan
menjadi pekat sehingga terjadi penurunan pH saliva serta penurunan komponen organik dan
inorganik (Annisa dkk., 2023). Laju aliran saliva yang menurun juga berkaitan langsung
dengan kejadian karies, karena saliva membantu dalam oral clearance mengeliminasi virus,
jamur, dan bakteri. Hal tersebut diakibatkan oleh kurangnya rangsangan terhadap sekresi
saliva seperti kurangnya aktivitas pengunyahan yang dapat terjadi pada anak kekurang gizi
yang mendapat asupan makanan yang kurang. Buffer saliva berperan dalam menetralisir pH
saat setelah makan dan meminimalkan untuk terjadinya demineralisasi. Di bawah pH kritis,
materi anorganik gigi akan terlarut. Selain itu kurangnya asupan gizi seperti protein dan
defisiensi mikronutrien seperti vitamin, zinc, dan zat besi, juga memiliki pengaruh langsung
terhadap jumlah dan komposisi saliva, sehingga hal tersebut dapat menyebabkan keterbatasan
saliva dalam fungsinya sebagai efek protektif dalam rongga mulut (Normansyah dkk., 2022).

Karies pada gigi sulung berpengaruh terhadap kesehatan tubuh anak secara umum
khususnya gangguan fungsi pengunyahan yang menyebabkan terganggunya penyerapan dan
pencernaan makanan. Karies gigi pada akhirnya dapat mengganggu gizi anak sehingga
menyebabkan terjadinya malnutrisi. Kondisi malnutrisi yang berlangsung lama atau kronis
menyebabkan anak menjadi stunting, yaitu kondisi terhambatnya pertumbuhan akibat
kekurangan gizi bersifat kronis sehingga anak terlalu pendek untuk usianya (Aviva dkk.,
2020). Karies juga akan berpengaruh terhadap kualitas tidur anak dan pola makan anak
karena rasa nyeri yang dirasakan. Kondisi ini akan mempengaruhi nutrisi, pertumbuhan dan
pertambahan berat badan anak (Annisa dkk., 2023).

Masa pertumbuhan, anak usia balita sangat membutuhkan makanan sumber zat
pembangun untuk membantu proses metabolisme dan pertumbuhan secara optimal di dalam
tubuh. Makanan yang mengandung protein tinggi seperti daging dan kacang-kacangan akan
diubah menjadi zat yang bersifat alkali oleh bakteri di dalam mulut sehingga dapat
menghambat terjadinya karies gigi. Asupan protein yang kurang menyebabkan penyusutan
massa otot sehingga terjadi penurunan berat badan yang akhirnya menyebabkan underweight
pada balita. Secara umum, protein berfungsi untuk pertumbuhan, pembentukan komponen
structural, pengangkut dan penyimpan zat gizi, enzim, pembentukan antibodi, dan sumber
energi. Meningkatkan konsumsi buah-buahan dan sayuran pada balita juga merupakan bagian
dari pola makan yang sehat dan seimbang, karena sayuran dan buah-buahan adalah sumber
utama dari mineral dan vitamin yang esensial bagi pertumbuhan anak (Rohmawati, 2016).

.
DAFTAR PUSTAKA

Anggraeni, Mega Dwi. 2019. Hubungan Pemberian Asi Eksklusif Dengan Kejadian Stunting


Pada Balita Usia (6-60) Bulan Di Kelurahan Sumbersari. Undergraduate (S1) thesis,
Universitas Muhammadiyah Malang.

Annisa, N., Nurlinda, A., & Arman, A. 2023. Gambaran Karakteristik Orang Tua Anak Balita
Stunting di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Pekkae. Journal of Muslim Community
Health, 4(3), 157-164.

Aviva, N. N., Pangemanan, D. H., & Anindita, P. S. 2020. Gambaran karies gigi sulung pada
anak stunting di Indonesia. e-GiGi, 8(2).

Jeliza, C. F. 2021. Determinan Gizi Kurang (Underweight) Pada Balita Di Pekon Pamenang


Wilayah Puskesmas Bumiratu Kabupaten Pringsewu (Doctoral dissertation, Poltekkes
Tanjungkarang).

Kemenkes. 2018. Buku Saku Pemantauan Status Gizi Tahun 2017. Jakarta: Direktorat Gizi
Masyarakat.

Normansyah, T. A., Setyorini, D., Budirahardjo, R., Prihatiningrum, B., & Dwiatmoko, S.
2022. Indeks karies dan asupan gizi pada anak stunting Caries index and nutritional
intake of stunted children. Jurnal Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran, 34(3),
266-273.

Permenkes RI. 2020. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 2 tahun 2020 tentang Standar
Antropometri Anak. Jakarta: Menteri Kesehatan RI.

Purniawati, Y. 2020. Identifikasi Faktor-Faktor Yang Melatarbelakangi Kejadian Wasting


Pada Anak Balita Berdasarkan Literatur Review (Doctoral dissertation, Universitas
Muhammadiyah Malang).

Rohmawati, N. 2017. Karies gigi dan status gizi anak. STOMATOGNATIC-Jurnal


Kedokteran Gigi, 13(1), 32-36.

UNICEF. Underweight. United Nations Children’s Emergency Fund; 2013.

Yuliawati, D. 2021. Status Gizi Balita. Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar.

Zulfita, P.N.S. 2013. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Kejadian Gizi Kurang Buruk pada
Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Air Dingin Kota Padang. STIKes Mercu Bakti
Jaya, Padang.

Anda mungkin juga menyukai