Anda di halaman 1dari 4

TUGAS I

SISTEM HUKUM INDONESIA

TUTOR:
Zaenudin

DISUSUN OLEH:
ZULFA NURI NISHFIYAH
NIM: 043936935

PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI NEGARA


FAKULTAS HUKUM, ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS TERBUKA BOGOR
Tugas.1
Dalam UU No 10 Tahun 2004, Tap MPR tidak dicantumkan lagi sebagai salah satu sumber
hukum, namun dalam UU No. 12 Tahun 2011 Tap MPR ditentukan lagi sebagai salah satu
sumber hukum. Berikan pendapat anda:

1. Mengapa dalam UU No. 10 Tahun 2004, Ketetapan MPR tidak dicantumkan sebagai
salah satu sumber hukum?

Sebelum Amandemen UUD 1945 Ketetapan MPR/S merupakan produk Hukum dari
Lembaga MPR yang pernah menjadi lembaga Tertinggi Negara, sehingga berimplikasi
terhadap eksistensi dari produk Ketetapan yang dikeluarkan dan bersifat mengatur
(regeling) yang membawa implikasi terhadap keberlakuannya sebagai peraturan
perundang-undangan. Dikeluarkanya Ketetapan MPR/S pada UU No. 10 Tahun 2004
Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan pertimbangannya adalah untuk
menjaga konsistensi penyebutan peraturan perundang-undangan yang bersifat
mengatur digunakan istilah “Peraturan”. Hal ini dimaksudkan agar tidak lagi terjadi
atau timbul pertanyaan mengenai istilah “Keputusan” yang bersifat mengatur ataupun
yang bersifat penetapan. Sehingga Ketetapan MPR/S tidak tercantum dalam hierarki
Peraturan Perundang-undangan. Dicantumkannya kembali Ketetapan MPR/S di dalam
hierarki peraturan perundang-undangan menurut Undang-undang No. 12 Tahun 2011
Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, sebagai wujud untuk
memberikan jaminan kepastian hukum terhadap Ketetapan MPR/S yang bersifat
mengatur (regeling) yang masih berlaku, serta sebagai wujud untuk menguatkan
Undang-undang yang berlandaskan pada ketetapan MPR/S. Lembaga yang berwenang
menguji Ketetapan MPR/S pernah diatur pada Ketetapan MPR RI No. III/MPR/2000
Pasal 5 yaitu menguji Undang-undang terhadap UUD dan Ketetapan MPR, namun
ketetapan MPR RI No. III/MPR/2000 telah dicabut dengan Ketetapan MPR RI No.
I/MPR/2003.

Tidak masuknya TAP MPR adalah sebagai konsekuensi amandemen UUD 1945 yang
telah meniadakan wewenang MPR untuk menetapkan suatu TAP MPR sebagai produk
hukum yang bersifat mengatur (regelling). Ini menjadi wajar (tidak diakui TAP MPR),
karna sebelum UU 10/2004 dibentuk, telah dikeluarkanTAP MPR NOMOR
I/MPR/2003 untuk meninjau status hukum TAP MPR yang dikelompokkan menjadi
beberapa bagian: (1) ada 8 Tap yang dicabut dan dinyatakan tidak berlaku lagi; (2) ada
3 Tap yang tetap berlaku dengan ketentuan; (3) ada 8 Tap yang tetap berlaku sampai
dengan terbentuknya pemerintahan hasil Pemilu 2004; (4) ada 11 Tap yang tetap
berlaku sampai dengan terbentuknya undang-undang; (5) ada 5 Tap yang masih berlaku
sampai ditetapkannya Peraturan Tata Tertib MPR baru hasil Pemilu 2004; dan (6) ada
104 Tap yang tidak perlu dilakukan tindakan hukum lebih lanjut, baik karena bersifat
einmalig (final), telah dicabut, maupun telah selesai dilaksanakan.

2. Apa problematika hukum dengan dicantumkannya kembali Ketetapan MPR sebagai


salah satu sumber hukum dalam UU No. 12 Tahun 2011?

Sistimatika peraturan perundang-undangan yang diatur UU No 12 Tahun 2011 tentang


Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, ternyata masih menyisakan persoalan.
Padahal, undang-undang ini dikeluarkan untuk memperbaiki regulasi sebelumnya.
Salah satu yang menimbulkan pertanyaan hingga kini adalah Ketetapan Majelis
Permusyawaratan Rakyat (TAP MPR).

UU 12/2011 memberlakukan kembali TAP MPR sebagai sumber hukum bertujuan


untuk menguatkan kedudukan TAP MPR yang masih berlaku (lihat kategori di atas)
sebagai sumber hukum. Dalam konstruksi peraturan perundang-undangan, setiap
norma hukum yang berada pada hierarki norma (tata urutan peraturan perundang-
undangan), maka akan membawa konsekuensi bahwa norma yang berada pada
tingkatan lebih tinggi akan menjadi dasar untuk membentuk norma hukum di
bawahnya. Maka sudah seharusnya, jika TAP MPR telah diakui dalam tata urutan
peraturan perundang-undangan maka akan membawa dua konsekuensi hukum: satu,
TAP MPR harus menjadi dasar pembentukan norma hukum di bawahnya. dua, TAP
MPR dapat menjadi batu uji (konsideran) pengujian peraturan perundang-undangan di
bawahnya.

Berdasarkan UU No 12 Tahun 2011, TAP MPR mempunyai kedudukan setingkat di


bawah UUD 1945. Masuknya kembali TAP MPR ke dalam tata urutan peraturan
perundang-undangan memang dikritik sejumlah kalangan. Mereka yang setuju berdalih
masih ada TAP MPR yang diakui dan masih berlaku sehingga perlu dicantumkan dalam
tata urusan. Namun, kini muncul persoalan baru: siapa yang menguji TAP MPR, dan
apakah bisa diuji suatu peraturan yang bertentangan dengan TAP MPR.
Kasubdit Pembinaan dan pengembangan Perancangan Peraturan Perundang-Undangan
Kementerian Hukum dan HAM, Ratna Indah Cahyaningsih, mengatakan masuknya
TAP MPR ke dalam tata urusan merupakan konsekuensi hukum dari masih berlakunya
sejumlah TAP MPR/MPRS. Antara lain TAP XXV/MPRS/1966 tentang Pembubaran
PKI dan TAP No. V/MPR/1999 tentang Penentuan Pendapat di Timor Timur.

Anda mungkin juga menyukai