Anda di halaman 1dari 13

PRO DAN KONTRA KEBIJAKAN PEMBATASAN AKTIVITAS DALAM

MENGHADAPI WABAH COVID-19

Alvita Dwi Lestari, Muhamad Iqbal, Veronika Indah Tri Agustiningsih, Yulia Niki Marinda,
Yuliana Cerly Aulia
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Jakarta
Jl. Rawamangun Muka, Jakarta Timur, Indonesia
E-mail Address: veronikavita30@gmail.com

ABSTRAK
Dampak dari penyebaran virus SARS-CoV-2, penyebab penyakit COVID-19, nyaris melumpuhkan
aktivitas masyarakat di seluruh dunia. Di Indonesia, total kasus penyebaran COVID-19 terus
mengalami peningkatan. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pandangan
dan saran mahasiswa terhadap kebijakan yang seharusnya diterapkan antara Pembatasan Sosial
Berskala Besar (PSBB) dan lockdown untuk mengatasi dampak dari COVID-19 di Indonesia.
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan survei dengan Mahasiswa Rumpun Biologi
Universitas Negeri Jakarta Angkatan 2019 sebagai subjek dan pendapat mereka sebagai objek.
Pendekatan yang digunakan adalah deskriptif kualitatif. Data yang didapat dari subjek penelitian
digunakan sebagai data primer dan sumber literasi sebagai data sekunder. Metode pengumpulan
data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode angket (kuesioner). Kuisioner telah diisi
oleh 146 mahasiswa sebagai responden. Untuk pertanyaan tentang kefektifan PSBB, sebanyak
53.7% menjawab setuju bahwa PSBB efektif. Sedangkan untuk pertanyaan tentang keefektifan
lockdown, sebanyak 45.1% menjawab setuju bahwa lockdown efektif. Mahasiswa yang
berpandangan bahwa PSBB efektif lebih banyak dibandingkan yang berpandangan lockdown
efektif. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi dan acuan untuk kebijakan
pemerintah kedepannya.
Kata Kunci: efektif, lockdown, mahasiswa, PSBB

PENDAHULUAN
Sebuah wabah pneumonia misterius yang ditandai dengan deman, batuk kering, kelelahan,
dan gejala gastrointensial (muntah dan diare akibat infeksi atau peradangan pada dinding saluran
pencernaan) merebak di Wuhan, China pada Desember 2019 (Wu et al., 2020). Orang yang
terinfeksi menunjukkan gejala pneumonia yang berkembang menjadi sindrom pernapasan akut berat
(SARS). Dengan penyebaran infeksi pertama yang dilaporkan di China, virus telah berkembang ke
hampir semua negara dan benua. Dalam pembaruan terbaru dari laman web WHO per tanggal 15
April 2020, virus SARS-CoV-2 telah menginfeksi dari 1.921.602 orang di seluruh dunia dengan
123.126 kematian di berbagai negara.
Gejala yang ditimbulkan akibat terinfeksi SARS-CoV-2 antara lain batuk kering, demam,
sesak napas, dan kelelahan yang berlebihan (Lovato, 2020). Berdasarkan kasus-kasus yang
ditangani baru-baru ini, kebanyakan pasien memiliki prognosis yang baik. Sedangkan untuk kaum
lanjut usia dan orang dengan penyakit kronis, umumnya memiliki prognosis buruk. Sementara
kasus pada anak-anak umumnya memiliki gejala yang relatif ringan. (PRC National Health
Commission, 2020).
Kasus COVID-19 pertama di Indonesia dikonfirmasi pada 2 Maret 2020. Terdapat 2 pasien
yang terdiri dari seorang ibu (64 tahun) dan putrinya (31 tahun) yang berdomisili di Depok, Jawa
Barat (Nuraini, 2020). Keduanya diduga tertular virus karena melakukan kontak langsung dengan
warga negara Jepang yang datang ke Indonesia. Pasien dirujuk ke Rumah Sakit Penyakit Infeksi
(RSPI) Sulianti Saroso, Jakarta Utara. Berdasarkan data yang dipaparkan pada laman covid19.go.id
tanggal 15 April 2020 pukul 16.00, Terdapat 5.136 pasien positif COVID-19, dengan 4.221 pasien
yang sedang melakukan perawatan, 446 pasien yang sembuh, dan 469 pasien yang meninggal
dengan provinsi DKI Jakarta berada di posisi nomor 1 dengan pasien yang terkonfirmasi menderita
COVID-19.
Dampak penyebaran SARS-CoV-2 yang menyebabkan wabah penyakit COVID-19 nyaris
melumpuhkan aktivitas masyarakat di seluruh dunia. Di Indonesia total kasus penyebaran COVID-
19 terus mengalami peningkatan. Berdasarkan situs web covid19.go.id pada tanggal 31 Maret 2020,
tercatat 1.528 kasus dengan total 136 orang meninggal dan 81 orang dinyatakan sembuh. Banyak
pihak yang mendorong Indonesia untuk melakukan lockdown, termasuk dari pihak pemerintah
daerah namun pemerintah pusat tidak menyetujuinya. Meskipun sekarang sudah banyak daerah
yang menerapkan kebijakan PSBB, masih banyak pro dan kontra yang muncul ke permukaan,
karena sejatinya setiap kebijakan memiliki kelebihan dan kekurangan tersendiri.
Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2018 yang dimaksud dengan
karantina wilayah atau lockdown adalah pembatasan penduduk dalam suatu wilayah termasuk
wilayah pintu masuk beserta isinya yang diduga terinfeksi penyakit dan/atau terkontaminasi
sedemikian rupa untuk mencegah kemungkinan penyebaran penyakit atau kontaminasi. Hal tersebut
dilakukan sebagai upaya mencegah dan menangkal keluar atau masuknya penyakit dan/atau faktor
risiko kesehatan masyarakat yang berpotensi menimbulkan kedaruratan kesehatan masyarakat.
Sedangkan maksud PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) yang terdapat dalam
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2020 adalah pembatasan kegiatan
tertentu penduduk dalam suatu wilayah yang diduga terinfeksi Corona Virus Disease 2019
(COVID-19) sedemikian rupa untuk mencegah kemungkinan penyebaran Corona Virus Disease
2019 (COVID-I9). Pembatasan kegiatan tertentu yang dimaksud adalah membatasi berkumpulnya
orang dalam jumlah yang banyak pada suatu lokasi tertentu seperti sekolah, kerja kantoran dan
pabrikan, keagamaan, pertemuan, dan kegiatan berkumpul lainnya yang menggunakan fasilitas
umum atau pribadi.
Prasyarat diberlakukannya Pembatasan Sosial Berskala Besar adalah terpenuhinya kriteria
situasi penyakit berupa peningkatan signifikan jumlah kasus dan/atau kematian akibat penyakit,
penyebaran kasus yang cepat ke beberapa wilayah, dan terdapat kaitan epidemiologis dengan
kejadian serupa di wilayah atau negara lain. Pelaksanaan Pembatasan Sosial Berskala Besar
dilakukan selama masa inkubasi terpanjang (14 hari). Jika masih terdapat bukti penyebaran berupa
adanya kasus baru, dapat diperpanjang dalam masa 14 hari sejak ditemukannya kasus terakhir.
Kebijakan yang dikeluarkan terkait PSBB ini diantaranya yaitu peliburan sekolah, peliburan tempat
kerja, pembatasan kegiatan keagamaan, pembatasan kegiatan di tempat atau fasilitas umum,
pembatasan kegiatan sosial dan budaya, pembatasan moda transportasi, pembatasan kegiatan
lainnya khusus terkait aspek pertahanan dan keamanan seperti kegiatan operasi militer dan kegiatan
operasi POLRI.
DKI Jakarta menjadi provinsi pertama yang melakukan PSBB. Kebijakan ini dilakukan
selama 14 hari, terhitung mulai tanggal 10-23 April 2020 (Sari, 2020). Kebijakan tersebut diatur
dalam Peraturan Gubernur Nomor 33 Tahun 2020 tantang pelaksanaan "Pembatasan Sosial
Berskala Besar Dalam Penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) di Provinsi Daerah
Khusus Ibu Kota Jakarta" (Chusna, 2020). Sementara itu, pemberlakuan PSBB di daerah Kabupaten
Bogor, daerah Kota Bogor, daerah Kota Depok, daerah Kabupaten Bekasi, dan daerah Kota Bekasi
resmi dimulai pada Rabu, 15 April 2020. Kebijakan PSBB di sebagian wilayah provinsi Jawa Barat
dilakukan sesuai Peraturan Gubernur Jawa Barat nomor 27 tahun 2020 Tentang: Pedoman
Pembatasan Sosial Berskala Besar dalam penanganan corona virus disease 2019 (COVID-19) di
daerah Kabupaten Bogor, daerah Kota Bogor, daerah Kota Depok, daerah Kabupaten Bekasi, dan
daerah Kota Bekasi, seperti yang dilansir pada laman web jabarprov.go.id. Wilayah Tangerang
Raya, yang meliputi Kota Tangerang, Kota Tangerang Selatan dan Kabupaten Tangerang akan
memberlakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) pada Sabtu, 18 April 2020 pukul 00.00
WIB (Ariefana, 2020).
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pandangan mahasiswa terhadap keefektifan
kebijakan PSBB yang telah terlaksana dan kebijakan lockdown apabila ditetapkan di Indonesia
untuk mengatasi wabah COVID-19, serta untuk mengetahui saran dari mereka terhadap kebijakan
yang seharusnya pemerintah ambil.

METODE
Penelitian dilaksanakan pada tanggal 29 April-13 Mei 2020. Jenis penelitian yang digunakan
adalah survei. Subjek penelitian ini adalah mahasiswa program studi Biologi dan Pendidikan
Biologi Universitas Negeri Jakarta Angkatan 2019. Objek dari penelitian ini adalah pendapat
mahasiswa program studi Biologi dan Pendidikan Biologi Universitas Negeri Jakarta Angkatan
2019 mengenai keefektifan kebijakan PSBB, keefektifan lockdown apabila diterapkan di Indonesia,
dan saran terhadap kebijakan yang seharusnya diambil pemerintah dalam mengatasi wabah
COVID-19.
Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif. Penelitian kualitatif adalah
prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari
orang-orang (Moleong, 2007). Deskriptif adalah pendekatan dalam meneliti kasus kelompok
manusia, objek, suatu kondisi, suatu sistem pemikiran atau suatu kelas peristiwa masa sekarang.
Pendekatan deskriptif kualitatif merupakan suatu pendekatan yang menggambarkan keadaan suatu
status fenomena yang terjadi dengan kalimat atau kata-kata, kemudian dipisahkan menurut kategori
untuk mendapatkan kesimpulan (Soekanto, 1999).
Sumber data dari penelitian ini adalah data primer yaitu data yang diperoleh secara langsung
dari subjek penelitian yaitu mahasiswa program studi Biologi dan Pendidikan Biologi Universitas
Negeri Jakarta Angkatan 2019 serta data sekunder yaitu data yang diperoleh secara tidak langsung
dan didapatkan dari berbagai sumber literasi seperti buku, jurnal, dan website untuk mendukung
dan memperkuat penelitian ini.
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode angket
(kuesioner). Kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan memberi
pertanyaan tertulis kepada responden untuk dijawabnya. Kuesioner yang digunakan dalam
penelitian ini merupakan kuesioner campuran, yaitu perpaduan antara bentuk kuesioner terbuka dan
tertutup.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Dari 146 mahasiswa program studi Biologi dan Pendidikan Biologi Universitas Negeri
Jakarta angkatan 2019, sebanyak 82 mahasiswa telah mengisi kuesioner dengan persebaran 27
responden dari Biologi A 2019, 23 responden dari Biologi B 2019, 16 responden dari Pendidikan
Biologi A 2019, dan 16 responden dari Pendidikan Biologi B 2019.
Terdapat 7 pertanyaan yang disajikan pada kuesioner melalui google form. Pertanyaan 1, 2,
3, dan 5 memiliki opsi ‘ya’ dan ‘tidak’. Pertanyaan 4, 6, dan 7 merupakan uraian panjang,
Pertanyaan terdiri dari:
1. Apakah Anda mengetahui kebijakan lockdown?
2. Apakah Anda mengetahui kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB)?
3. Kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) resmi ditetapkan di berbagai wilayah di
Indonesia. Menurut Anda, apakah kebijakan ini sudah efektif dalam menangani wabah COVID-
19?
4. Alasan dari jawaban di atas.
5. Saat COVID-19 telah merajalela di Indonesia, kebijakan lockdown ramai diperbincangkan dan
berbagai kalangan mulai gencar baik untuk mendukung maupun menentang kebijakan tersebut.
Menurut Anda, apakah kebijakan ini efektif jika diterapkan di Indonesia?
6. Alasan dari jawaban di atas.
7. Saran Anda terhadap kebijakan yang seharusnya diambil pemerintah dalam mengatasi wabah
COVID-19 jika dilihat terhadap kedudukan Anda sebagai mahasiswa

Pada pertanyaan pertama, terdapat 98,8% (81 responden) yang mengetahui kebijakan
lockdown dan 1,2% (1 responden) yang tidak mengetahui kebijakan lockdown. Sama halnya
dengan pertanyaan pertama, pertanyaan keduapun memiliki jumlah responden yang sama,
Pada pertanyaan ketiga, terdapat 53,7% (44 responden) yang setuju bahwa kebijakan PSBB
sudah efektif dalam menangani wabah COVID-19 di Indonesia. Responden berpendapat, untuk
memutus mata rantai penyebaran COVID-19 perlu adanya pembatasan interaksi antarmasyarakat
secara langsung. PSBB dapat membantu memutus mata rantai tersebut karena pergerakan
masyarakat dibatasi, contohnya pelarangan untuk keluar kota karena pembatasan moda transportasi
dan bahkan beberapa pemerintah daerah melarang daerahnya dimasuki pendatang dari kota lain.
PSBB terbilang efektif karena masih diperbolehkannya masyarakat untuk tetap beraktivitas
dengan menerapkan social distancing. Beberapa bidang pekerjaan juga tetap diperbolehkan
sehingga roda ekonomi tetap berjalan. Menurut beberapa responden, PSBB lebih baik karena
pemerintah minim persiapan untuk pelaksanaan lockdown. Selain itu, banyak masyarakat yang
telah mematuhi PSBB ini. Namun penerapannya dianggap masih belum 100% berhasil karena
masih banyak masyarakat yang melakukan pelanggaran seperti pergi keluar rumah tanpa masker
dan menggunakan transportasi pribadi untuk hal-hal yang sebenarnya tidak perlu dilakukan.
Salah satu contoh pelanggarannya adalah kerumunan di penutupan McD Sarinah. Dilansir
dari Detik News (2020), banyak warga yang berkerumun saat acara penutupan gerai yang digelar
McD Sarinah Thamrin. Kepala Satpol PP DKI Jakarta Arifin melakukan pembubaran dengan
melibatkan TNI hingga Polri. Pihak McD dianggap melakukan pelanggaran karena melanggar
ketentuan PSBB.
Dikutip dari Tempo Nasional (2020), menurut Ubedilah Badrun, analis sosial politik
Universitas Negeri Jakarta, ada lima akar permasalahan yang menyebabkan masih banyak
masyarakat melanggar kebijakan PSBB. Lima akar permasalahannya yaitu karena masih
dibolehkannya lalu lintas sosial dan ekonomi masyarakat, budaya guyub (berkumpul dan
bercengkrama) yang kuat, rasionalitas yang kurang, sosialisasi yang belum masif, dan masih ada elit
politik yang memberi contoh buruk.
Responden juga berharap pemerintah mempertegas aturan PSBB. Bahkan Mantan Wakil
Presiden Jusuf Kalla menilai tak ada ketegasan dalam pemberlakuan Pembatasan Sosial Berskala
Besar (PSBB) untuk mengatasi penyebaran COVID-19. Yang terjadi saat ini, pemerintah daerah
memprotes pemerintah pusat karena aturan yang berubah-ubah. Misalnya kebijakan melarang
mudik tetapi memperbolehkan angkutan beroperasi. Akhirnya, masyarakat melihat peluang untuk
lebih bebas sehingga jumlah kasus COVID-19 terus naik (Tempo Nasional, 2020).
Sementara itu, terdapat 46,3% atau 38 responden yang tidak setuju bahwa kebijakan PSBB
sudah efektif dalam menangani wabah COVID-19 di Indonesia. Beberapa responden menyatakan
tidak setuju dengan diterapkannya PSBB di Indonesia, salah satu hal yang melatarbelakanginya
adalah sikap yang diambil pemerintah dalam menjalankan kebijakan tersebut. Pemerintah dianggap
lamban dan kurang tegas dalam menjalankan kebijakannya. Hal ini diperkuat oleh CNN Indonesia
(2020) yang menyatakan bahwa Komisi Nasional Hak Asasi Manusia menilai penerapan
Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) terkait virus corona (COVID-19) di DKI Jakarta lamban
dan berbelit-belit. Butuh waktu sekitar 10 hari sejak pengajuan PSBB dari pemerintah provinsi DKI
Jakarta hingga disetujui oleh pemerintah pusat. Selain itu, Muhammad Aulia Y. Guzasiah
mengatakan PP Nomor 21/2020 yang diterbitkan pada 31 Maret 2020 lalu sekadar formalitas
belaka. Menurutnya, ada beberapa kelemahan yang dimiliki peraturan ini yaitu tidak memiliki daya
paksa yang dapat memastikan efektivitas pelaksanaan PSBB. Dia menilai, seharusnya pemerintah
turut mengatur sanksi dan daya paksa yang ada dalam ketentuan tersebut agar ditaati oleh seluruh
masyarakat Indonesia (Mahardika, 2020).
Selain faktor tersebut, sikap masyarakat juga dinilai memiliki andil besar terhadap
keberhasilan kebijakan PSBB. Masyarakat dinilai tidak patuh terhadap kebijakan yang sudah
ditetapkan pemerintah. Misalnya dilansir dari Sapa Indonesia (2020) menjelang lebaran, keramaian
di sejumlah pasar dan pusat perbelanjaan mulai terjadi. Padahal pemerintah menekankan tidak ada
pelonggaran penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar. Ketidakpatuhan warga inilah, yang
dikhawatirkan akan menambahkan lonjakan kasus Corona di Tanah Air. Selain itu, banyak
perusahaan yang masih mempekerjakan para karyawannya. Sebanyak 1.271 perusahaan di ibu kota
melanggar Peraturan Gubernur DKI Nomor 33 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan PSBB. Data ini
berdasarkan rekap laporan sidak yang dilakukan Dinas Tenaga Kerja Transmigrasi dan Energi DKI
Jakarta pada 14 April-26 Mei 2020. Sebanyak 210 perusahaan yang mempekerjakan 17.361 pekerja
kedapatan masih buka padahal termasuk jenis yang dikecualikan. Alhasil dua ratus lebih perusahaan
tersebut ditutup paksa Disnakertrans (Triatmojo, 2020).
Ketidakdisiplinan masyarakat ini pada akhirnya juga akan memperpanjang masa PSBB,
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan memutuskan untuk memperpanjang Pembatasan Sosial
Berskala Besar (PSBB) di Provinsi DKI Jakarta hingga 4 Juni 2020. Kebijakan tersebut diambil
mengingat jumlah kasus baru masih terus bertambah. Ia menekankan bahwa saat ini merupakan fase
yang sangat krusial bagi masyarakat Jakarta, dalam menentukan apakah PSBB akan diperpanjang
atau tidak. Menurutnya, kedisiplinan masyarakat menjadi kuncinya. Pada tanggal 22 Mei, jumlah
kasus baru di DKI Jakarta bertambah sebanyak 99 kasus, dengan total keseluruhan kasus sebanyak
6400. Pada 23 Mei jumlah kasus baru terus meningkat menjadi 115 kasus, dengan total keseluruhan
kasus 6515 (Siburian, 2020).
Terdapat 45,1% (37 responden) yang setuju bahwa kebijakan lockdown apabila diterapkan
di Indonesia akan berjalan efektif. Salah satu alasan dari responden yaitu sebagian negara lain yang
menerapkan lockdown dapat menekan angka pasien positif COVID-19. Selandia Baru, Republik
Ceko, Jerman, Denmark, dan Kepulauan Karibia merupakan negara yang dianggap sukses
melakukan lockdown. Dengan adanya lockdown, akan terbukti adanya penuruan angka pasien
positif COVID-19 dan yang meninggal (Berty, 2020).
Alasan lain yang mendukung lockdown karena mobilitas masyarakat berkurang sehingga
penyebaran COVID-19 juga berkurang. Sebagaimana diketahui bahwa lockdown adalah
pembatasan penduduk dalam suatu wilayah termasuk wilayah pintu masuk beserta isinya yang
diduga terinfeksi penyakit dan/atau terkontaminasi sedemikian rupa untuk mencegah kemungkinan
penyebaran penyakit atau kontaminasi. Namun, lockdown akan berjalan dengan maksimal jika ada
peran masyarakat yang mendukung. Masyarakat diharapkan sadar dan mau diajak untuk bekerja
sama untuk mengatasi wabah COVID-19 ini. Tanpa adanya masyarakat yang kooperatif, semua
kebijakan yang telah ditetapkan pemerintah hanya berakhir sia-sia.
Sementara itu, 54,9% (45 responden) tidak setuju bahwa kebijakan lockdown apabila
diterapkan di Indonesia akan berjalan efektif. Dalam penanganan COVID-19 di Indonesia,
pemerintah sudah melakukan segala upaya untuk mencegah penyebaran virus ini di Indonesia,
namun setiap harinya korban yang positif COVID-19 selalu bertambah, begitu juga dengan korban
yang meninggal selalu bertambah setiap harinya hal ini juga dikarenakan belum ditemukannya
vaksin yang dapat menangkal dan memutuskan penyebaran virus ini. Hal ini menyebabkan banyak
negara-negara besar diluar sana yang menetapkan peraturan lockdown yang dianggap sangat efektif
dalam mencegah penyebarannya karena seluruh aktivitas dibekukan sementara dan semua
masyarakat harus tetap berada didalam rumah. Berhasilnya beberapa negara dalam penetapan
peraturan ini membuat beberapa masyarakat Indonesia khususnya para tenaga medis berpendapat
bahwa lockdown harus diberlakukan di Indonesia karena korban yang berjatuhan semakin banyak
dan sudah banyak tenaga medis yang terpapar virus ini yang dibawa oleh para pasien. Hal ini
membuat para tenaga medis kewalahan.
Namun banyak dari masyarakat tidak setuju diberlakukannya lockdown di Indonesia karena
mereka berpendapat bahwa pemerintah kurang siap untuk kebijakan lockdown. Pemerintah harus
betul-betul menanggung kebutuhan rakyatnya tanpa terkecuali. Salah satu permasalahan krusial dari
tindakan lockdown adalah memastikan kesiapan suplai bahan pangan dan kebutuhan lainnya.
Wilayah DKI Jakarta yang hampir sepenuhnya menggantungkan pasokan air dari luar daerah akan
mengalami kelangkaan dan kenaikan harga. Keresahan sosial berpotensi muncul. Selain itu akan
terjadi tekanan kenaikan harga pangan akan semakin kuat akibat sulitnya pasokan bahan baku.
Selain itu, inflasi Indonesia bisa tembus di atas 6 persen dan merugikan daya beli masyarakat
seluruh Indonesia. Indonesia pun belum memiliki kekuatan dari sisi ketahanan pangan. Terlebih jika
lockdown dilakukan tanpa adanya persiapan yang cukup dengan persiapan prosedur yang jelas.
Yang akan terjadi hanyalah kebingungan dan keresahan di masyarakat (Sulaiman, 2020).
Tingkat kesadaran masyarakat rendah terhadap penyebaran virus corona merupakan salah
satu alasan mengapa lockdown tidak akan efektif apabila diterapkan masyarakat susah diajak untuk
bekerja sama dengan pemerintah, kesadaran dalam diri kurang. Pengabaian imbauan terjadi karena
edukasi rendah yang dimiliki oleh beberapa masyarakat. Bukan karena media dan konten edukasi
yang tidak memadai, namun ada saja masyarakat yang tidak ingin mengedukasi diri sendiri.
Anggapan 'hidup-mati di tangan Tuhan' lebih dipercaya dibanding dengan imbauan pemerintah.
Stigma yang didasarkan pada aspek religiusitas dan landasan irasional lainnya membuat mereka
abai-aturan. (Manulang, 2020)
Perekonomian Indonesia yang tidak stabil juga merupakan salah satu alasan terbesar bahwa
Indonesia tidak siap menerapkan lockdown. Apabila lockdown tetap diterapkan maka akan
memengaruhi sektor ekonomi perekonomian Indonesia yang didominasi usaha mikro, kecil, dan
menengah (UMKM). Data Kementerian Koperasi dan UKM menyebutkan, pada 2019, entitas
produksi Indonesia didominasi UMKM, yaitu 99,99 persen dari total jumlah unit usaha yang ada.
Sementara itu, dari sisi nilai tambah, UMKM menyumbang sekitar 63 persen dari produk domestik
bruto. Dari segi ukuran jumlah pekerja dan omzet, yang terkecil adalah usaha mikro dengan
kontribusi nilai tambah sekitar 34 persen PDB. Sementara secara entitas berjumlah sekitar 98 persen
dari 63 juta jumlah total unit usaha yang ada, termasuk perusahaan besar. Tidak seperti pegawai
kerah putih di perkantoran, bagi usaha mikro dan pekerjanya, hidup adalah dari hari ke hari dengan
mengandalkan omzet dan pendapatan harian. Panic buying masyarakat belum bisa diantisipasi
(Kuncoro, 2020). Jadi ketika lockdown diumumkan, masyarakat yang panik akan menyerbu pusat
perbelanjaan, dan ini akan menyudutkan masyarakat kecil yang mendapat pendapatan upah harian
yang tidak mampu membuat persediaan makanan yang banya. Sektor perekonomian akan berhenti
dan akan pulih dalam waktu yang cukup lama.
Terdapat beberapa saran terhadap kebijakan yang seharusnya diambil pemerintah dalam
mengatasi wabah COVID-19 yang tertampung. Hendaknya pemerintah lebih giat untuk
memberikan edukasi kepada masyarakat mengenai bahaya COVID-19 dan pentingnya untuk
#dirumahaja. Edukasi merupakan hal penting karena apabila menginginkan kebijakan yang berjalan
dengan baik, harus dimulai dari masyarakatnya yang sadar akan kewajibannya untuk mematuhi
peraturan.
Selain itu, pemerintah dituntut untuk melakukan rapid test secara massal. Indonesia
merupakan negara dengan rasio test COVID-19 terendah di dunia. Di Indonesia, rasio
pemeriksannya hanya menyentuh angka 0,4 orang per 1.000 penduduk (Uly, 2020). Padahal, test ini
sangat penting bagi salah satu indicator dalam kurva epidemi yang terkait dengan jumlah kasus
baru, Semakin banyak pemeriksaan untuk menemukan orang yang positif COVID-19, maka
semakin baik kurva epidemi menjelaskan realitas yang sedang terjadi. Dengan kata lain, besaran
jumlah orang yang diperiksa menentukan seberapa besar derajat kepercayaan terhadap kurva
epidemi tersebut.
Pemerintah juga seharusnya lebih gencar lagi dalam pengawasan terhadap masyarakat saat
PSBB berlangsung. Tidak sedikit masyarakat yang tidak mengindahkan kebijakan PSBB.
Pemerintah diharapkan lebih tegas lagi dalam menindaklanjuti masyarakat yang masih bandel
karena keluar rumah namun tidak memiliki kepentingan yang genting. Selain itu, pemerintah lebih
mengekaji lagi tentang bantuan sosial bagi warga yang terdampak COVID-19. Beberapa pemerintah
daerah sudah merealisasikan pemberian bantuan tersebut, namun nyatanya masih banyak ditemui
bantuan yang tidak tepat sasaran. Menurut Mustofa (2020), di Kabupaten Jepara, Jawa Tengah,
Jawa Pos Radar mendapat informasi dari Petinggi Desa Kawak, Kecamatan Pakis bahwa lebih dari
20 penerima bantuan sembako dari pemerintah pusat (bantuan nonreguler) yang sudah meninggal.
Pada bagian saran ini juga terdapat perbedaan pendapat, dimana ada yang menyarankan bahwa
kebijakan lockdown perlu dilakukan, sementara itu juga ada yang berpendapat bahwa PSBB perlu
berlanjut dan dinilai sudah cukup asalkan masyarakat bisa diajak bekerja sama dengan pemerintah.

KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh hasil sebagai berikut:
1. PSBB dianggap efektif karena dapat membatasi interaksi antarmasyarakat dan pemerintah
dianggap belum siap untuk melaksanakan lockdown. Sedangkan, tidak efektif karena
pemerintah dianggap lamban dan kurang tegas.
2. Lockdown dianggap efektif karena berhasil menekan angka pasien positif dan mobilitas
masyarakatnya berkurang drastis. Sedangkan, tidak efektif karena pemerintah belum siap dan
perekonomian Indonesia tidak stabil.
3. Langkah yang seharusnya diambil pemerintah adalah memberikan edukasi kepada masyarakat
dan bersikap lebih tegas dalam menjalankannya.

UCAPAN TERIMA KASIH


Dalam menyelesaikan artikel ini, penulis mengucapkan terimakasih yang sedalam-dalamnya
kepada Ibu Dr. Dian Alfia Purwandari, SE, M.Si selaku dosen pengampu mata kuliah Ilmu Sosial
dan Budaya Dasar atas bimbingan dan arahannya dalam penyusunan artikel ini. Ucapan terimakasih
juga penulis sampaikan kepada mahasiswa Rumpun Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam Universitas Negeri Jakarta Angkatan 2019 yang telah bersedia menyampaikan
aspirasinya melalui kuesioner penelitian, serta kepada pihak-pihak lain yang terlibat secara
langsung maupun tidak langsung dalam penulisan artikel ini.

DAFTAR PUSTAKA
Ariefana, P. "Tangerang Raya Resmi Terapkan PSBB Corona Sabtu 18 April Pukul 00.00 WIB".
Suara Banten. 13 April, 2020. Diakses 25 Mei, 2020. https://banten.suara.com/read/2020/04/
13/184319/tangerang-raya-resmi-terapkan-psbb-corona-sabtu-18-april-pukul-0000-wib

Badan Nasional Penanggulangan Bencana. Situasi Virus Corona. Diakses pada 31 Maret dan 15
April 2020. https://covid19.go.id/peta-sebaran

Berty, T. T. S. “5 Negara Ini Dianggap Sukses Tekan Kasus Corona COVID-19 dengan
Lockdown". Liputan 6. 20 April, 2020. Diakses 25 Mei 2020.
https://www.liputan6.com/global/read/ 4232516/5-negara-ini-dianggap-sukses-tekan-kasus-
corona-covid-19-dengan-lockdown

Chusna, F. “DKI Jakarta Terapkan PSBB, Apa Saja yang Dibatasi?” KOMPAS. 7 April, 2020.
Diakses 15, April 2020. https://nasional.kompas.com/read/2020/04/07/11005941/dki-
jakarta-terapkan-psbb-apa-saja-yang-dibatasi

CNN Indonesia. “Komnas HAM Kritik Pemerintah Lamban Terapkan PSBB di Jakarta”. CNN
Indonesia. 9 April, 2020. Diakses 25, Mei 2020. https://m.cnnindonesia.com/nasional/
20200409143746-32-492132/komnas-ham-kritik-pemerintah-lamban-terapkan-psbb-di-
jakarta

Kuncoro, A. “Memahami Dampak Lockdown Bagi Perekonomian Indonesia”. Universitas


Indonesia. 24 Maret, 2020. Diakses 25 Mei, 2020. https://www.ui.ac.id/rektor-ui-
memahami-dampak-lockdown-bagi-perekonomian-indonesia/

Lovato, A., & de Filippis, C. “Clinical Presentation of COVID-19: A Systematic Review Focusing
on Upper Airway Symptoms”. Ear, nose, & throat journal (2020), diakses 15 April, 2020.
https://doi.org/10.1177/0145561320920762

Mahardika, L. A. “Peraturan soal PSBB Belum Cukup Kuat, Indonesia Bisa Tiru Belanda”.
Kabar24. 20 April, 2020. Diakses 25 Mei, 2020.
https://www.google.com/amp/s/m.bisnis.com/amp/read /20200420/15/1229632/peraturan-
soal-psbb-belum-cukup-kuat-indonesia-bisa-tiru-belanda

Manulang, R. “Tingkat Kesadaran Masyarakat Rendah terhadap Penyebaran Virus Corona?


Mengapa?”. Kompasiana. 2 April, 2020. Diakses 26 Mei, 2020.
https://www.kompasiana.com/ruthmanullang 2330/5e857348b9c234429179fb72/tingkat-
kesadaran-masyarakat-rendah-terhadap-penyebaran-virus-corona-mengapa

Moleong, L. Metodologi Penelitian Kualitatif. Remaja Karya, 2007.

Mustinda, L. “Seputar Tutupnya McD Sarinah yang Diserbu Massa saat Penutupan”. Detik News.
11 Mei, 2020. Diakses 25 Mei, 2020. https://news.detik.com/berita/d-5010842/seputar-
tutupnya-mcd-sarinah-yang-diserbu-massa-saat-penutupan

Mustofa, A. “Bantuan Sosial Tunai Banyak Salah Sasaran, Kenapa Bisa Begitu?”. Jawa Pos Radar
Kudus. 14 Mei, 2020. Diakses 25 Mei, 2020.
https://radarkudus.jawapos.com/read/2020/05/14/ 194142/bantuan-sosial-tunai-banyak-
salah-sasaran-kenapa-bisa-begitu

Nuraini, R. “Kasus Covid-19 Pertama, Masyarakat Jangan Panik”. INDONESIA.GO.ID. 2


Maret,2020. Diakses 15 April.
https://indonesia.go.id/narasi/indonesia-dalam-angka/ekonomi/kasus-covid-19-pertama-
masyarakat-jangan-panik

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2020. Pedoman Pembatasan
Sosial Berskala Besar Dalam Rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019
(COVID-19). Diakses 15 April 2020.
http://hukor.kemkes.go.id/uploads/produk_hukum/PMK_No__9
_Th_2020_ttg_Pedoman_Pembatasan_Sosial_Berskala_Besar_Dalam_Penanganan_COVID
-19.pdf

PRC National Health Commission. Guidance for Corona Virus Disease 2019: Prevention, Control,
Diagnosis and Management. People's Medical Publishing House, 2020.

Putri, B. U. “Sebut Pemerintah Tak Tegas PSBB, JK: Kita Banyak Main Kata-kata”. Tempo
Nasional. 23 Mei, 2020. Diakses 25 Mei, 2020.
https://nasional.tempo.co/read/1345575/sebut-pemerintah-tak-tegas-psbb-jk-kita-banyak-
main-kata-kata

Riana, F. "Pakar Jelaskan 5 Alasan Masih Ada Pelanggaran PSBB". Tempo Nasional. 4 Mei, 2020.
Diakses 25 Mei, 2020. https://nasional.tempo.co/read/1338564/pakar-jelaskan-5-alasan-
masih-ada-pelanggaran-psbb

Sapa Indonesia. “PSBB Corona Diabaikan, Warga Belum Bisa Beradaptasi dan Kurang Edukasi”.
KOMPAS. 22 Mei, 2020. Diakses 25 Mei, 2020. www.kompas.tv/amp/article/82580/
videos/psbb-corona-diabaikan-warga-belum-bisa-beradaptasi-dan-kurang-edukasi

Sari, P. “Ini Arahan Lengkap Anies Terkait PSBB Jakarta Mulai Jumat, 10 April”. KOMPAS. 8
April, 2020. Diakses 15, April 2020. https://megapolitan.kompas.com/read/2020/04/08/
06000041/ini-arahan-lengkap-anies-terkait-psbb-jakarta-mulai-jumat-10-april

Siburian, D. F. "Pasien Corona Tambah Terus, Akankan PSBB DKI Selesai 4 Juni". CNBC
Indonesia. 25 Mei, 2020. Diakses 26 Mei, 2020.
https://www.cnbcindonesia.com/news/20200525205122-4-160745/pasien-corona-tambah-
terus-akankah-psbb-dki-selesai-4-juni

Soekanto, S. Pengantar Penelitian Hukum. Depok: UI Press, 1999.

Sulaiman, F. “Jangan Lagi Deh Minta Lockdown Jakarta Dampaknya Bikin Merinding Lho!”.
Warta ekonomi. 27 Maret, 2020. Diakses 25 Mei, 2020.
https://www.wartaekonomi.co.id/read278452/ jangan-lagi-deh-minta-lockdown-jakarta-
dampaknya-bikin-merinding-lho

Triatmojo, D. “Sebanyak 210 dari 1271 Perusahaan yang Langgar PSBB di DKI Jakarta Ditutup
Paksa.” Tribunnews. 26 Mei, 2020. Diakses 26 Mei, 2020. https://www.google.com/amp/s/
m.tribunnews.com/amp/corona/2020/05/26/sebanyak-210-dari-1271-perusahaan-yang-
langgar-psbb-di-dki-jakarta-ditutup-paksa
Uly, Y. A. “Kurva Covid-19 Disebut Melambat, Ahli: Rasio Test di Indonesia Rendah”. KOMPAS.
11 Mei, 2020. Diakses 25 Mei, 2020. https://www.kompas.com/sains/read/2020/05/11/
070300323/kurva-covid-19-disebut-melambat-ahli-rasio-test-di-indonesia-rendah?page=1.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2018. Kekarantinaan Kesehatan, 7 Agustus


2018. Diakses 15 April, 2020. https://sipuu.setkab.go.id/PUUdoc/175564/UU%20Nomor%
206%20Tahun%202018.pdf

Web Resmi Pemerintah Privinsi Jawa Barat. “Pemberlakuan PSBB Di Jawa Barat”. 15 April, 2020.
Diakses 15 April, 2020. https://jabarprov.go.id/index.php/berita_gambar/detail/2899/
Pemberlakuan_PSBB_di_Jawa_Barat

World Health Organization. Coronavirus disease (COVID-19) pandemic. 31 Maret, 2020. Diakses
15, April 2020. https://www.who.int/emergencies/diseases/novel-coronavirus-2019

World Health Organization. Coronavirus disease 2019 (COVID-19) Situation Report – 73. 2 April,
2020. Diakses 15 April, 2020.
https://www.who.int/docs/default-source/coronaviruse/situation-reports/20200402-sitrep-73-
covid-19.pdf?sfvrsn=5ae25bc7_6

Wu, Y. C., Chen, C. S., & Chan, Y. J. “The outbreak of COVID-19: An overview”. Journal of the
Chinese Medical Association : March 2020, Volume 83 Nomor 3 (Februari 2020) : 217-220,
diakses 15 April 2020, https://doi.org/10.1097/jcma.0000000000000270

Anda mungkin juga menyukai