Anda di halaman 1dari 6

“Konsep Pendidikan Prespetif Tokoh-tokoh Pendidikan

(Insaider & Outsider)”

Nama : Muhammad Ziad Maruf

: Rahmat

Prodi : PAI Semester 2 (Reguler 1)

Dosen : Aunia Ulfah M.pd.

Tugas : Filsafat Pendidikan

Judul Bahasan : Konsep pendidikan prespektif Tokoh-tokoh Pendidikan (insaider & outsider)

Ki Hajar Dewantara
Drikarya
Paul Friere
Ivan Illich

1. Konsep Pendidikan prespektif Tokoh Insaider


a. Ki Hajar Dewantara

Menurut KHD, mendidik dan mengajar  adalah proses memanusiakan manusia,


sehingga harus memerdekakan manusia dan segala aspek kehidupan baik secara fisik,
mental , jasmani dan rohani. Hal positif yang bisa diterapkan di kelas/sekolah sesuai
dengan budaya Jawa/ orang Banyumas yang berkarakter seperti tokoh Banyumas yaitu
Semar/ Bawor yang sifatnya adalah suka momong, walaupun sakti beliau tidak pernah
sombong dan selalu memperhatikan akhlak yang mulia (memperhatikan tata krama
terhadap orang tua, juga sayang terhadap yang lebih muda, dekat dengan Tuhan),  bekerja
itu tidak hanya mengandalkan otak semata,tetapi juga dengan kerja keras, maka
dibutuhkan keterpaduan kerja otot dan otak untuk hasil yang maksima, rajin, suka bekerja
keras dan cekatan (cancudan: bhs Banyumas).
Sama dengan filosofi pemikiran Ki Hajar Dewantara dalam pengembangan budi
pekerti (olah cipta, olah karya, olah karsa, dan olah raga) yang terpadu menjadi satu
kesatuan. Hasil hasil positif yang sesuai dengan pemikiran KHD yaitu :

1. Prinsip kepmimpinan sebagai seorang guru yaitu

 Ing ngarso sung tuladho (maka orang tua atau guru sebagai suri tauladan
anak dan siswa)
 Ing madya mangun karso (yang ditengah memberikan semangat ataupun
ide-ide yang mendukung)
 Tut wuri handayani (yang dibelakangan memberikan motivasi
2.  Sistem pendidikan yang dilakukan yaitu menggunakan sistem among atau
Among Methode artinya guru itu menjaga, membina dan menididk anak  kasih
sayang.
3. Tri pusat pendidikan yaitu yang mewarnai peserta didik adalah keluarga, sekolah
dan masyarakat.
4. Asas asas dalam pendidkan ada 5 yaitu :
  - Asas Kemerdekaan
  - Asas Kodrat Alam
  - Asas Kebudayaan
- Asas Kebangsaan
- Asas Kemanusiaan1

b. Drikarya

Secara ringkas pandangan Driyarkara tentang pendidikan terwakili dalam sejumlah


pokok pemikiran sebagai berikut. Pertama, mendidik atau melaksanakan kegiatan
pendidikan merupakan perbuatan fundamental. Istilah fundamental menunjuk pada
dua arti. Pertama, sebagai perbuatan fundamental pendidikan bertujuan mengubah,
menentukan, dan membentuk hidup manusia. Kedua, sebagai perbuatan fundamental
pendidikan berpangkal dari sikap fundamental cinta dalam arti cinta murni, yaitu cinta
yang mengarah pada kepentingan yang dicintai bukan kepentingan yang mencintai.

Konsep pendidikan yang dipaparkan oleh Driyarkara tidak lepas dari konsep
hominisasi dan humanisasi, menurut Driyarkara hominisasi merupakan sebuah proses
yang dialami manusia untuk mencapai tingkat kemanusiannya. Pada proses yang
dialami oleh manusia ketika ia masih berada dalam kandungan manusia, kemudian
lahir dan bertumbuh seiring dengan berjalannya waktu, manusia memerlukan
1
Ahmad, T. A. (2014). Kendala Guru dalam Internalisasi Nilai Karakter pada Pembelajaran Sejarah.
Khazanah Pendidikan, h 7.
pendidikan untuk mencapai tingkat kemanusiannya karena ketika manusia lahir
sebagai mahkhluk ciptaan Tuhan maka manusia tidak dapat mengerti dan bertindak
layaknya sebagai manusia yang dibekali oleh aka budi jika tanpa disertai dengan
pendidikan. Sedangkan humanisasi merupakan tingkatan yang lebih tinggi yang dapat
dimaknai sebagai realisasi pendidikan karakter yang mendasar pada anak yang akan
berguna pada kehidupan anak dimasa mendatang (Asa, 2019). Konsep hominisasi dan
humanisasi yang disampaikan oleh Driyarkara merupakan sebuah konsep demi
pendidikan yang memanusiakan manusia muda. Pendidikan merupakan sebuah
pemanusiaan yang didalamnya terdapat proses mendidik dan dididik. Mendidik
merupakan sebuah proses untuk memberikan pengaruh pada anak secara tanggung
jawab supaya anak dapat menjadi manusia dewasa, apabila kegiatan mendidik tersebut
tidak dapat dilakukan secara baik oleh orangtua maka dapat dilakukan oleh orang lain
seperti guru dalam sekolah (Wigunawati, 2019). Pada dasarnya konsep pendidikan
yang dipaparkan oleh Driyarkara tersebut merupkan sebuan pendidikan yang
memanusiakan manusia dan mengarah pada pendidikan karakter sebagai bekal anak
untuk menghadapi kehidupan dimasa mendatang2

2. Konsep Pendidikan Perspektif Tokoh Pendidikan Outsider

a. Paulo Friere

Paulo Freire merupakan salah satu pemikir pendidikan yang berasal dari Brazil. Paulo
Freire adalah tokoh penggagas pendidikan yang terkenal dengan gagasannya yang
mampu mengembalikan harkat dan martabat manusia sebagai makhluk yang bebas.
Salah satu pemikiran pendidikan yang Paulo Freire tawarkan yaitu sebuah model
pendidikan yang dinilai mampu mempersiapkan siswa yang kreatif seperti yang termuat
dalam tujuan pemberlakukan Kurikulum 2013 yaitu untuk mempersiapkan manusia
Indonesia agar memiliki kemampuan hidup sebagai pribadi dan warga negara yang
beriman, produktif, kreatif, inovatif, dan afektif serta mampu berkontribusi pada
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, bernegara, dan peradaban dunia. Beberapa pokok
pemikiran pemikiran mengenai pendidikan Paulo Freire yang terangkum dalam struktur
fundamental pedagogik dalam Kesuma (2016: 160) diantaranya: 1. Humanisasi, proses
orang menjadi subjek yang membuat keputusan. 2. Kesadaran, sebuah totalitas
penalaran, keinginan, tubuhku, kesadaran akan diri sendiri dan dunia. 3. Dialog, sentral
dari proses pendidikan transformatif, radikal, kritis, pembebasan, praksis dan hadap-

2
Asa, A.I. (2019). Pendidikan Karakter Menurut Ki Hadjar Dewantara dan Driyarkara: Jurnal Pendidikan
Karakter. h 253.
masalah. Menarik kesimpulan dari rangkuman struktur fundamental pedagogik Freire,
dalam penelitian ini yang akan menjadi fokus penelitian yaitu pada pokok-pokok
pemikiran Paulo Freire yang memiliki relevansi terhadap pelaksanaan kurikulum 2013.
Dari ketiga pokok-pokok pemikiran tersebut, Paulo Freire menawarkan sebuah
pendekatan dalam pendidikan yang disebut dengan pendidikan hadap masalah yang
merangkum ketiga pokok pemikirannya. Konsep pendidikan Paulo Freire yang tertuang
dalam bukunya yang berjudul “Pendidikan Kaum Tertindas” (Pedagogy of the 2
oppressed), Freire menjelaskan bahwa pola pendidikan yang selama ini terjadi bahwa
hubungan antara guru dan murid dengan menggunakan model “watak bercerita”
(narrative): seorang subyek yang bercerita (guru) dan objek-objek yang patuh dan
mendengarkan (murid-murid) sehingga hubungan guru dan murid sebagai subjek-objek.
Menurut Freire (2007: X) sistem pendidikan yang ada sekarang diandaikan sebagai
sebuah “bank” (banking concept of education) di mana para peserta didik diberi ilmu
pengetahuan agar ia kelak mendatangkan hasil dengan lipat ganda. Jadi anak didik
adalah obyek investasi dan sumber deposito potensial. Depositor atau investornya
adalah para guru. Melalui konsep pendidikan gaya bank, peserta didik disini lantas
diperlakukan bagaikan “bejana kosong” yang akan diisi sebagai sasaran tabung atau
penanaman “modal ilmu pengetahuan” yang kelak nanti akan dipetik hasilnya. Peserta
didik hanya sekedar menerima pengetahuan, mencatan dan menghafal (Mansyur: 2014:
72). Berbeda dengan sistem pendidikan yang ditawarkan oleh Paulo Freire yaitu sistem
pendidikan “Hadap Masalah” (Problem Posing of Education). Peserta didik dan guru
merupakan subyek-subyek, bukan subyek-obyek dan obyek mereka adalah realita. Jadi,
keduanya saling belajar satu sama lain dan saling memanusiakan. Sehingga peserta
didik bertindak dan berfikir serta menyatakan hasil dan buah pikiran sendiri. Pemikiran
ini merupakan usaha Freire dalam membangun gagasan akan humanisme dalam
pendidikan karena baginya fitrah menjadi manusia sejati adalah menjadi pelaku atau
subyek, bukan penderita atau obyek. Tujuan pendidikan Freire adalah humanisasi. Hal
ini sejalan dengan tujuan humanisasi yang diungkapkan oleh Ki Hajar Dewantara dalam
Kesuma (2016: 127) “dharma kemanusiaan adalah mewujudkan kemanusiaan”.
Humanisasi menurutnya adalah segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak itu,
agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapatlah mencapai
keselamatan dan kebahasiaan setinggitingginya.3

b. Ivan Illich

Ivan Illich adalah salah seorang yang dianggap berideologi anarkisme pendidikan.
Anarkisme pendidikan adalah sudut pandang yang membela pemusnahan seluruh
kekangan kelembagaan terhadap kebebasan manusia, sebagai jalan untuk mewujudkan
sepenuh-penuhnya potensi-potensi manusia yang telah dibebaskan. Sebagai pemikir
Humanis dan Religius, Illich cenderung mendefinisikan pendidikan dalam arti luas.
Baginya pendidikan sama dengan hidup. Pendidikan adalah segala sesuatu yang ada
dalam kehidupan untuk mempengaruhi proses pertumbuhan dan perkembangan. Jadi
pendidikan dapat diartikan sebagai pengalaman belajar sesorang sepanjang hidupnya.
Illich juga menyadari bahwa hak setiap orang untuk belajar dipersempit oleh kewajiban
sekolah. Menurutnya, sekolah mengelompokkan orang dari segi umur yang didasarkan
pada tiga premis yang diterima begitu saja, anak hadir disekolah, anak belajar disekolah,
dan anak hanya bisa diajar di sekolah.70 Kewajiban bersekolah secara tidak terelakkan
membagi suatu masyarakat dalam kutub-kutub saling bertentangan. Kewajiban sekolah
juga menentukan peringkat atau kasta-kasta Internasional. Semua negara diurutkan
seperti kasta dimana setiap posisi suatu negara dalam pendidikan ditentukan dengan
jumlah rata-rata masyarakat bersekolah tentu ini menyakitkan.Sekolah yang
diselenggarakan di zamannya berkata bahwa mereka membentuk manusia untuk masa
depan. Tapi mereka tidak meloloskan manusia ke masa depan sebelum manusia itu telah
mengembangkan toleransi tinggi terhadap cara-cara hidup para leluhurnya, sekolah-
sekolah menawarkan pendidikan untuk hidup dan bukan pendidikan dalam kehidupan
sehari-hari.4

3
Samuel dan Herbert Ginitis, “Pendidikan Revolusioner”,(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2001), h 428.
4
Baharudin ,‟Gagasan Ivan Iliich dalam Buku Descholling Society‟ Terampil, 2 (Januari, 2014), h 131.

Anda mungkin juga menyukai