Anda di halaman 1dari 19

ARTIKEL

TEORI BELAJAR HUMANISTIK

Diajukan Kepada Dosen Pengampu Bapak Dr. H. Subiyantoro, M.Ag,


Untuk Memenuhi Syarat Memperoleh Penilaian Tugas
Mata Kuliah Teori Pembelajaran dan Perkembangan Peserta Didik, Kelas A1

Disusun oleh :
Aqmarina Bella Agustin (18204010015)
Moh. Fatkur Rohman (18204010016)
Yuan Nisa Madjid (18204010017)
Siti Bandiyah (18204010018)

PROGRAM MAGISTER
PRODI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
2019
A. Latar Belakang
Manusia tidak bisa lepas dari kegiatan belajar. Sejak manusia lahir sampai
menjelang akhir hayatnya manusia masih bersentuhan dengan kegiatan
belajar. Kegiatan belajar ini juga merupakan karakeristik penting yang
membedakan manusia dengan makhluk hidup lainnya. Belajar merupakan
sebuah proses yang terjadi pada manusia yakni dengan cara berpikir, merasa,
dan bergerak untuk memahami setiap kenyataan yang diinginkan untuk
menghasilkan sebuah prilaku, pengetahuan, teknologi, atau hal lain yang
berupa karya dan karsa dari manusia tersebut.
Belajar menurut Hilgrad dan Bower memiliki arti untuk memperoleh
pengetahuan atau menguasai pengetahuan melalui pengalaman, mengingat,
menguasai, dan mendapatkan informasi atau menemukan.1 Adanya keinginan
atau dorongan dalam diri seseorang untuk belajar menurut Arden N.
Frandesen antara lain karena adanya sifat ingin tahu dan ingin menyelidiki
dunia lebih luas, adanya sifat kreatif yang ada pada manusia dan keinginan
untuk maju, adanya keinginan untuk mendapatkan simpati dari orang tua,
guru, dan teman-teman, adanya keinginan untuk memperbaiki kegagalan
yang lalu dengan usaha yang baru baik dengan koperasi maupun dengan
kompetensi, adanya keinginana untuk mendapatkan rasa aman, adanya
ganjaran atau hukuman sebagai akhir dari pada bealajar.2 Oleh karena itu,
belajar tak lain bertujuan agar dapat membawa perubahan bagi si pelaku baik
pengetahuan, sikap, dan keterampilan dari berbagai informasi dan
pengalaman yang didapatkan.
Banyak aliran psikologi dan pandangan para ahli pendidikan yang yang
membahas teori belajar salah satunya adalah teori humanistik. Teori
humanistik ini muncul dari ketidak setujuan atas pandangan psikoanalisis dan
behavioristic yang dimana menurut pandangan humanistik, kedua teori bejar
tersebut terlalu kaku, pasif, dan menunjukkan sikap pesimis (utamanya teori

1
Baharuddin dan Nur Wahyuni, Teori Belajar dan Pembelajaran, (Jogjakarta : Ar-Ruzz
Media, 2012),13
2
Max Darsono, Belajar dan Pembelajaran, (Semarang : IKIP Semarang Press, 2001),
192
psikoanalisis). Teori humanistik beranggapan bahwa perlu adanya penekanan
terhadap sikap saling menghargai dan tanpa prasangka dalam membantu
individu mengatasi masalah-masalah kehidupannya.
Oleh karena itu, dalam makalah ini akan dibahas mengenai bagaimana
konsep dari teori belajar humanistik, siapa saja tokoh yang menganut teori
ini, kelebihan dan kekurangan, serta aplikasi dan implikasi teori humanistik
dalam pembelajaran.
B. Rumusan masalah
1. Bagaimana konsep dari teori belajar humanistik menurut para tokoh?
2. Apa kekurangan dan kelebihan dari teori belajar humanistik?
3. Bagaimana aplikasi teori humanistik dalam pembelajaran?
4. Bagaimana implementasi teori humanistik dalam pembelajaran?
C. Pembahasan
1. Konsep Dasar Teori Belajar Humanistik
Dalam perspektif sejarah, aliran humanistik lahir dan mulai
dikembangkan pada tahun 1950 - an. Humanistik berpedoman untuk
kembali memanusiakan manusia, dengan memaksimalkan potensi –
potensi yang dimilikinya. Humanistik memandang dua aliran
pendahulunya, behavioristik dan psikoanalistik, sebagai sebuah aliran
yang dianggap sebagai dehumanizing, pandangan yang diartikan
melecehkan nilai nilai manusia. Behavioristik dalam proses
pembentukannya, dianggap terlalu fokus dengan penelitian tingkah laku
pada hewan, dan menganalisis kepribadiannya secara fragmentaris.3
Sedangkan teori psikoanalistik Sigmeund Freud, juga dikritik karena
memandang tingkah laku manusia terbentuk atas adanya dorongan
primitif dan animalistik.
Aliran humanistik dibentuk atas kritikan pada teori behavioristik
dan psikoanalistik. Para ilmuwan aliran humanistik, mencoba menyusun
sebuah konsep teori, yang mencoba mengembalikan pemahaman potensi

3
Syamsu Yusuf dan A. Juntika Nurihsan, Teori Kepribadian, (Bandung : PT Remaja
Rosdakarya, 2011), hlm. 141.
– potensi manusia, dengan menggunakan manusia sebagai subjek dan
objek penelitian. Maka, aliran ini mengatakan bahwa, sesungguhnya
perkembangan kepribadian manusia, terletak pada proses atau kejadian,
yakni bagaimana manusia membangun dirinya sendiri untuk dapat
melakukan hal – hal yang positif.4
Untuk dapat memahami teori dari aliran humanistik, berikut
pemakalah akan membahas hal – hal penting terkait dengan aliran ini.
a. Pengertian Aliran Humanistik

Teori yang berusaha mengubah keyakinan atau pandangan orang

Humanistik Perhatian dan motivasi belajar berkembang di dalam diri tergantung dirinya

Belajar bukan sebauh paksaan, melainkan dibiarkan belajar secara bebas

Dari peta konsep di atas, dapat dipahami bahwa aliran humanistik


ialah sebuah aliran yang menganggap bahwa manusia mempunyai
potensi – potensi mendasar, dan ia mempunyai keleluasaan untuk
menentukan pembelajaran pada dirinya sendiri. Memanusiakan manusia
ialah sebuah konsep mutlak yang harus dicapai oleh pengikut aliran ini.
Dalam proses pembelajaran, fokus dari pembelajaran dan pendidikan
manusia ditujukan untuk membentuk manusia sesuai dengan apa yang
dicita – citakan. Belajar bukanlah sebuah paksaan, melainkan sebuah
bentuk kesadaran dalam diri seseorang untuk memaksimalkan potensi –
potensi yang ia miliki. Tentunya, disertai dengan adanya motivasi yang
kuat dalam dirinya sendiri.
Humanistik memandang bahwa belajar bukanlah sekedar
mengembangkan kualitas kognitif saja, melainkan juga mengembangkan
seluruh proses yang berkaitan dengan seluruh aspek dan domain –

4
Muhammad Tabrani dan Arif Mustofa, Belajar dan Pembelajaran, (Yogyakarta : Ar
Ruzz Media, 2013), hlm. 157.
domain yang ada pada individu.5 Adapun domain yang dimaksud adalah
domain kognitif, afektif dan psikomotorik. Dengan kata lain,
pembelajaran dalam konsep humanistik menitikberatkan pada pentingnya
mengontrol emosi dan perasaan, menjaga komunikasi secara terbuka, dan
memaksimalkan nilai – nilai yang dimiliki oleh setiap siswa.6
Para ahli psikologi pendidikan menyatakan bahwa pendidikan
humanistik pada dasarnya bukanlah sebuah strategi dalam pembelajaran,
melainkan sebuah filosofi dalam proses belajar. Filosofi belajar dalam
konsep humanistik adalah memerhatikan keunikan – keunikan yang
dimiliki oleh setiap peserta didik, dan percaya bahwa mereka mempunyai
cara tersendiri untuk mengonstruksi pengetahuan yang dipelajarinya.
Dengan demikian, nilai – nilai kemanusiaan yang ada dalam diri peserta
didik dapat dikembangkan dengan baik.
2. Tokoh – tokoh Teori Humanistik
Dalam aliran teori humanistik, ada beberapa tokoh yang dikenal
atas dasar pemikirannya. Berikut pemakalah akan menuliskan beberapa
tokoh penting dalam aliran humanistik.
a. Bloom dan Krathwohl
Bloom dan Krathwohl menunjukkan apa yang dikuasai oleh
peserta didik, yang mencangkup pada tiga aspek7 berikut :
1) Kognitif
Dalam aspek ini, Bloom dan Krathwohl membaginya pada enam
tingkatan berikut :
a) Pengetahuan (mengingat dan menghafal)
b) Pemahaman (menginterpretasikan)
c) Aplikasi (menggunakan konsep untuk memecahkan masalah)
d) Analisis (menjabarkan suatu konsep)

5
Baharudin dan Esa Nur Wahyuni, Teori Belajar dan Pembelajaran, (Yogyakarta : Ar
Ruzz Media, 2012), hlm. 142.
6
Ibid, hlm. 142.
7
Muhammad Tabrani dan Arif Mustofa, Belajar dan Pembelajaran, (Yogyakarta : Ar
Ruzz Media, 2013), hlm. 162.
e) Sintesis (menggabungkan bagian – bagian konsep menjadi
suatu konsep utuh)
f) Evaluasi (membandingkan nilai, ide, metode, dan sebagainya).
2) Psikomotor
Dalam aspek psikomotor, setidaknya ada lima tingkatan
pemahaman peserta didik :
a) Peniruan (menirukan gerak)
b) Penggunaan (menggunakan konsep untuk melakukan gerak)
c) Ketepatan (melakukan gerak dengan benar)
d) Perangkaian (melakukan beberapa gerakan sekaligus dengan
benar)
e) Naturalisasi (melakukan gerak secara wajar).
3) Afektif
Untuk ranah afektif, Bloom dan Krathwohl membaginya dalam
lima tingkatan :
a) Pengenalan (ingin menerima, sadar akan adanya sesuatu)
b) Merespons (aktif berpartisipasi)
c) Penghargaan (menerima nilai – nilai, setia pada nilai tertentu)
d) Pengorganisasian (menghubung – hubungkan nilai)
e) Pengamalan (menjadikan nilai sebagai bagian dari pola hidup)
b. Abraham Maslow
Singkat terkait biografi Maslow. Beliau dilahirkan pada tahun
1908 di Broklyn, New York.8 Merupakan anak sulung dari tujuh
bersaudara. Semasa hidupnya, Maslow tumbuh dalam lingkungan
keluarga yang kurang menyenangkan. Ayahnya bersikap dingin dan
tidak akrab, serta sering tidak berada di rumah. Sedangkan ibunya,
cenderung bersifat galak dan kejam, bahkan suatu ketika saat Maslow
membawa dua ekor anak kucing ke rumah, ibunya langsung
membunuh dua anak kucing tersebut, serta menganiaya Maslow.

8
Syamsu Yusuf dan A. Juntika Nurihsan, Teori Kepribadian, (Bandung : PT Remaja
Rosdakarya, 2011), hlm. 153.
Dari peristiwa masa kecilnya ini, kemudian Maslow mulai
aktif menulis dengan menggunakan filsafat – filsafat atas dasar
peristiwa pahit yang dialaminya. Seluruh penelitian dan teori –
teorinya, juga didasarkan pada pengalaman semasa kecilnya.
Sebagai seorang aliran humanistik, Maslow mendasarkan
teorinya pada asumsi bahwa di dalam diri individu terdapat dua hal,
yaitu :
1) Suatu usaha positif untuk berkembang.
2) Kekuatan untuk melawan ataupun menolak sebuah proses
perkembangan.
Secara garis besar, teori Maslow ini menjelaskan bahwa setiap
individu pada dasarnya memiliki ketakutan untuk berusaha dan
berkembang. Ketakutan ini bersifat mempengaruhi dalam mengambil
keputusan, ataupun perihal menentukan langkah ke depan. Akan
tetapi, disisi lain seorang individu juga mempunyai motivasi dan
dorongan untuk menggapai cita – cita yang diinginkan, sesuai dengan
potensi dan kemampuan yang dimilikinya, sehingga seseorang
tersebut mampu menemukan dan menerima dirinya sendiri (self).
Maslow dalam teorinya mengemukakan bahwa motivasi
manusia diorganisasikan ke dalam sebuah bentuk hierarki kebutuhan
sistematis9, diawali dari kebutuhan yang paling mendasar hingga yang
paling kompleks. Berikut klasifikasi kebutuhan sistematis menurut
Maslow :
1) Kebutuhan Fisiologis
2) Kebutuhan Rasa Aman
3) Kebutuhan Pengakuan dan Kasih Sayang
4) Kebutuhan Penghargaan
5) Kebutuhan Kognitif
6) Kebutuhan Estetika
7) Kebutuhan Aktualisasi Diri

9
Ibid, hlm. 156.
c. Kolb
Kolb adalah seorang ahli penganut aliran humanistik.
Menurutnya, tahap belajar seorang individu terbagi menjadi empat
tahap10 sebagai berikut :
1) Pengalaman Konkret
Dalam tahapan ini, seseorang mengalami dan mengamati suatu
peristiwa secara langsung, mampu menceritakan kembali
peristiwa tersebut dengan mendetail berdasarkan pengamatannya.
Tetapi, ia belum mampu memahami makna dan hakikat dari
peristiwa tersebut.
2) Pengalaman Aktif dan Reflektif
Tahapan ini menjelaskan bahwa seseorang semakin lama akan
mampu mengamati dan mengobservasi secara aktif terhadap
peristiwa – peristiwa yang dialami dalam kehidupannya. Mulai
berupaya untuk mencari jawaban, memikirkan esensi dari
peristiwa tersebut, dan melakukan refleksi terhadap dirinya.
3) Konseptualisasi
Dalam tahapan ini, seseorang sudah mulai mampu untuk
membuat dan mengembangkan teori, konsep, ataupun hukum
tentang sesuatu yang menjadi obyek penelitiannya.
4) Eksperimentasi Aktif
Dalam tahapan terakhir ini, menurut Kolb seseorang mampu
melakukan eksperimen aktif, mengaplikasikan konsep – konsep
dan teori – teori ke dalam situasi nyata. Berpikir secara deduktif
untuk menguji kebenaran dari teori – teori tersebut.
d. Honey dan Mumford
Honey dan Mumford ialah tokoh ilmuwan yang juga penganut
dari aliran humanistik. Teorinya tentang belajar diilhami dari
pemikiran Kolb tentang tahapan belajar. Berdasarkan pada teori Kolb,

10
Makmun Khairani, Psikologi Belajar, (Yogyakarta : Aswaja Pressindo, 2013), hlm. 58
– 59.
mereka mencetuskan sebuah teori tentang pembagian siswa, sebagai
berikut :
1) Kelompok Aktifis
Yang termasuk ke dalam kelompok ini adalah mereka yang
senang melibatkan diri dalam berbagai kegiatan dengan tujuan
untuk mendapatkan pengalaman baru.
2) Kelompok Reflektor
Orang – orang yang tergolong dalam kelompok reflektor ialah
kebalikan dari karakter - karakter kelompok aktifis.
3) Kelompok Teoritis
Orang – orang tipe teoritis memiliki kecenderungan untuk sangat
kritis, suka menganalisis, dan berpikir rasional dengan
menggunakan penalarannya.
4) Kelompok Pragmatis
Orang – orang yang memiliki sifat praktis, dan tidak mau bertele
– tele dalam menghadapi sesuatu. Tidak suka terhadap konsep,
teori, dan dalil – dalil.
e. Jurgen Habermas
Jurgen Habermas ialah seorang tokoh aliran humanistik yang
berpendapat bahwa belajar akan terjadi apabila ada interaksi antara
individu dengan lingkungannya.11 Lingkungan yang dimaksud oleh
Habermas adalah lingkungan alam dan lingkungan sosial yang saling
memiliki keterkaitan antara satu sama lain. Atas dasar pemikirannya
tersebut, Habermas membagi tipe belajar menjadi tiga bagian12 sebagai
berikut :
1) Technical Learning
Belajar teknis adalah proses belajar seseorang hingga ia
mampu berinteraksi dengan lingkungan alamnya secara benar.
Untuk dapat mengelola dan berinteraksi dengan alam secara benar,

11
Ibid, hlm. 62.
12
Ibid, hlm. 62.
maka menurut Habermas ilmu – ilmu yang berperan penting dalam
proses belajar teknis adalah ilmu – ilmu alam atau sains.
2) Practical Learning
Dalam konsep belajar praktis, Habermas berpendapat
bahwa belajar praktis adalah konsep belajar manusia untuk dapat
berinteraksi dengan baik, antara individu tersebut dengan orang –
orang di sekitarnya.13 Dalam konsep ini, yang menjadi titik fokus
pembelajarannya adalah aspek sosial kemasyarakatan. Oleh karena
itu, ilmu – ilmu yang dipelajari juga berkaitan dengan sosial,
seperti halnya sosiologi, psikologi, komunikasi dan antropologi.
3) Emancipatory Learning
Belajar emansipatori dalam konsep Habermas adalah
sebuah upaya belajar seorang individu untuk memahami terjadinya
perubahan dan informasi culture yang ada di lingkungannya.
Pada konsep ini, Habermas mengatakan bahwa esensi
terjadinya sebuah pertukaran informasi, dan trasnformasi antar
budaya ialah sebuah tingkatan tertinggi yang akan dicapai dalam
konsep pembelajaran emansipatori. Sebab, terjadinya transformasi
kultural ialah sebuah tujuan dari pendidikan paling tinggi.

3. Kelebihan dan Kekurangan Teori Humanistik


a. Kelebihan Teori Belajar Humanistik
1) Tumbuhnya Kreatifitas Peserta Didik.
Dengan belajar aktif dan mengenali diri maka kreatifitas yang
sesuai dengan karakternya akan muncul dengan sendirinya.
Dengan begitu akan muncul keragaman karya. Jika berlanjut
kepada nilai jual misalnya maka itu juga akan menambah
pemasukan atau paling tidak ada perasaan senang karena
karyanya dihargai.

13
Muhammad Tabrani dan Arif Mustofa, Belajar dan Pembelajaran, (Yogyakarta : Ar
Ruzz Media, 2013), hlm. 162.
2) Semakin Canggihnya Tekhnologi Maka Akan Semakin Maju
Perkembangan Belajarnya.
Canggihnya tekhnologi ternyata mampu membangun motivasi
dalam diri peserta didik untuk belajar. Hal inilah yang membuat
pikirannya terasah untuk menemukan pengetahuan baru.
3) Tugas Guru Berkurang.
Dengan peserta didik yang leibatkan dirinya dalam proses belajar
itu juga akan mengurangi tugas guru, karena guru hanyalah
fasilitator peserta didik. Guru tidak lagi memberikan ceramah
yang panjang, cukup dengan memberikan pengarahan-
pengarahan.
4) Mendekatkan Satu dengan yang lainnya.
Bimbingan guru kepada peserta didik akan mempererat hubungan
antar keduanya. Seringnya berkomunikasi akan menciptakan
suasana yang nyaman karena peserta didik tidak merasa takut atau
tertekan. Begitupun antar peserta didik. Berdiskusi atau belajar
kelompok akan membuat persahabatan semakin erta, memahami
satu sama lain, menghargai perbedaan dan menumbuhkan rasa
tolong menolong.
5) Teori ini cocok untuk diterapkan dalam materi pembelajaran yang
bersifat pembentukan kepribadian, hati nurani, perubahan sikap
dan analisis terhadap fenomena sosial.14
Pembelajaran humanistik memandang manusia sebagai subyek
yang bebas merdeka untuk menentukkan arah hidupnya. Manusia
bertanggungjawab penuh atas hidupnya sendiri dan juga atas
hidup orang lain. Pendidikan yang humanistik menekankan
bahwa pendidikan pertama-tama dan yang utama adalah
bagaimana menjalin komunikasi dan relasi personal antara

14
M. Thobroni, Belajar dan Pembelajaran Teori Dan Praktek, ( Jakarta : Ar-Ruzz
Media, 2015), Hlm. 147.
pribadi-pribadi dan antar pribadi dan kelompok di dalam
komunitas sekolah.15
6) Indikator dari keberhasilan alokasi ini adalah siswa merasa
senang, bergairah, berinisiatif dalam belajar dan terjadi perubahan
pola pikir, perilaku dan sikap atas kemauan sendiri.
7) Siswa diharapkan menjadi manusia yang bebas, tidak terikat oleh
pendapat orang lain dan mengatur pribadinya sendiri secara
bertanggung jawab tanpa mengurangi hak-hak orang lain atau
melanggar aturan, norma, disiplin atau etika yang berlaku.
8) Selalu mengedepankan akan hal-hal yang bernuansa demokratis,
partisipatif-dialogis dan humanis.
9) Kontrol dan rekayasa terhadap proses belajar dan pembelajaran
atau lebih luas lagi, rekayasa terhadap system pendiidkan bisa
dilakukan secara terarah, jelas dan pasti.
10) Cocok untuk memperoleh kemampuan yang membutuhkan unsur-
unsur seperti kecepatan, spontanitas, kelenturan, dan sebagainya.
11) Murid diajarkan untuk mandiri, sehingga guru tidak banyak
memberikan ceramah.
12) Kemampuan hidup bersama (komunal-bermasyarakat) manusia
yang tentunya mempunyai pandangan yang berbeda-beda.
b. Kekurangan Teori Belajar Humanistik
1) Pemahaman yang kurang jelas dapat menghambat pembelajaran.
Guru biasanya tidak memberikan informasi yang lengkap
sehingga peserta didik yang kurang referensi akan kesulitan untuk
belajar.
2) Kebebasan yang diberikan akan cenderung disalahgunakan.
Misalnya saja guru menugaskan peserta didik untuk berdiskusi
sesuai kelompok, pasti ada beberapa peserta didik yang
mengandalkan teman atau tidak mau bekerja sama.

15
Arbayah, Model Pembelajaran Humanistik, Jurnal Dinamika Ilmu, Vol. 13. No. 2,
Desember 2013. Hlm. 206
3) Pemusatan Pikiran akan berkurang.
Dalam hal ini guru tidak sepenuhnya mengawasi karena system
belajar yang seperti ini adalah siswa yang berperan aktif menggali
potensi, sehingga peserta didik akan memanfaatkan keadaan yang
ada. Misalnya dalam mencari referensi menggunakan internet
peserta didik malah bermain game atau mengatifkan akun sosial
media. Secara otomatis pemusatan pikiran dalam belajar akan
terganggu.
4) Siswa yang tidak mau memahami potensi dirinya akan
ketinggalan dalam proses belajar.16
Menurut teori humanistik, tujuan belajar adalah untuk
memanusiakan manusia, proses belajar dianggap berhasil jika si
pelajar memahami lingkungannya dan dirinya sendiri. Siswa
dalam proses belajarnya harus berusaha agar lambat laun ia
mampu mencapai aktualisasi diri dengan sebaik-baiknya.17 Maka
dari itu jika siswa tidak mau memahmai dirinya maka akn
ketinggalan belajarnya.
5) Kekurangan-kekurangan yang semakin menjadi tradisi.
Dalam pembuatan tugas peserta didik yang malas akan berinisiatif
mengcopy pekerjaan temannya. Hal ini akan mengurangi
kepercayaan guru maupun temannya.
6) Teori humanistik tidak bisa diuji dengan mudah.
7) Banyak konsep dalam psikologi humanistik, seperti misalnya
orang yang telah berhasil mengaktualisasikan dirinya, ini masih
buram dan subjektif.
8) Psikologi humanistik mengalami pembiasaan terhadap nilai
individualistis.

16
Http://Www.Perpustakaan-Online.Blogspot.Com/2008/04/Teori-Belajar-
Humanistik.Html. Tanggal Diakses 19 April 2019, Jam 14:08
17
Abd.Qodir, Teori Belajar Huamnistik Dalam Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa,
Jurnal Pedagogik, Vol. 04 No. 02, Juli-Desember 2017, ISSN : 2354-7960, E-ISSN: 2528-
5793,Hlm. 193
9) Proses belajar tidak akan berhasil jika tidak ada motivasi dan
lingkungan yang mendukung.
10) Bersifat individu, dan sulit untuk diterapkan dalam konteks yang
lebih praktis.

4. Aplikasi Teori Humanistik dalam Pembelajaran


Dalam prakteknya, teori humanistik ini cenderung mengarahkan siswa
untuk berfikir induktif, memengtingkan pengalaman, serta membutuhkan
keterlibatan siswa secara aktif dalam proses pembelajaran. Berikut merupakan
langkah-langkah pembelajarang humanistik: 18
a. Menentukan tujuan pembelajaran
b. Menentukan materi pelajaran
c. Mengidentifikasi kemampuan awal siswa
d. Mengidentifikasi topik-topik pelajaran yang memungkinkan siswa secara
aktif melibatkan diri atau megalami kesulitan dalam belajar.
Pendekatan humanistik diikhtisarkan sebagai berikut:19
a. Siswa akan maju menurut iramanya sendiri dengan suatu perangkat materi
yang sudah ditentukan lebih dulu untuk mencapai suatu perangkat tujuan
yang telah ditentukan pula dan para siswa bebas menentukan cara sendiri
dalam mencapai tujuan mereka sendiri.
b. Pendidikan aliran humanistik mempunyai perhatian yang murni dalam
pengembangan anak-anak perbedaan-perbedaan individual.
c. Ada perhatian yang kuat terhadap pertumbuhan pribadi dan perkembangan
siswa secara individual. Tekanan pada perkembangan secara individual dan
hubungan-hubungan manusia ini adalah suatu usaha untuk mengimbangi
keadaan-keadaan baru yang selalu meningkat yang dijumpai oleh siswa, baik
didalam masyarakat bahkan mungkin juga di rumah mereka sendiri.
Model Pendidikan Humanistik :
Pendidikan humanistik menekankan bahwa pendidikan pertama dan yang
utama adalah bagaimana menjalin komunikasi dan relasi personal antara
pribadi-pribadi dan atar pribadi dan kelompok di dalam komunitas sekolah.

18
Asri Budiningsih, Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta: Rineka Cipta, 2005), hlm. 76-
77
19
Muhammad Thocroni & Arif Mustofa, Belajar dan Pembelajaran...., hlm. 240
Mendidik tidak sekedar mentrasfer ilmu pengetahuan, melatih kemampuan
verbal kepada siswa, namun merupakan bantuan agar peserta didik dapat
menumbuhkembangkan secara optimal sesuai dengan esensi dari pendidikan itu
sendiri.
Disini sikap kita sebagai pendidik sudah selayaknya menghormati dan
menghargai siswa apa adanya. Sehingga dalam melakukan sebuah proses
pembelajaran membutuhkan beberapa model yang memang tepat untuk di
terapkan kepada siswa. Berikut adalah model pembelajaran humanistik:
a. Humanizing of the classroom
Pendidikan model ini bertumpu pada tiga hal, yakni menyadari diri
sebagai suatu proses pertumbuhan yang sedang dan akan terus berubah,
mengenali konsep dan identitas diri, dan menyatupadukan kesadaran hati
dan pikiran.20 Model pembelajaran humanizing of the classroom ini
dilatarbelakangi oleh kondisi sekolah otoriter, tidak manusiawi, sehingga
banyak menyebabkan peserta didik putus asa, yang akhirnya mengakhiri
hidupnya dengan bunuh diri. Kasus ini banyak terjadi di Amerika Serikat
dan Jepang. Humanizing of the classroom disetuskan oleh John P. Miller
yang terfokus pada pengembangan model pendidikan afektif. Pendidikan
model ini tertumpu pada tiga hal: menyadari diri sebagai suatu proses
pertumbuhan yang sedang dan akan terus berubah, mengenali konsep dan
identitas diri, dan menyatu padukan kesadaran hati dan pikiran. Perubahan
yang dilakukan tidak terbatas pada substansi materi saja, tetapi yang lebih
penting pada aspek metodologis yang dipandang sangat manusiawi.21
b. Active learning
Merupakan strategi pembelajaran yang lebih banyak melibatkan
peserta didik dalam mengakses berbagai informasi dan pengetahuan untuk
dibahas dan dikaji dalam proses pembelajaran di kelas, sehingga mereka
mendapatkan berbagai pengalaman yang dapat meningkatkan
kompetensinya. Selain itu, belajar aktif juga memungkinkan peserta didik

20
Arbayah, Model Pembelajaran Humanistik, Jurnal Dinamika Ilmu, Vol 13 No. 2,
Desember 2013, hlm. 216
mengembangkan kemampuan analisis dan sitesis serta mampu merumuskan
nilai0nilai baru yang diambil dari hasil analisis mereka sendiri.22
Model pembelajaran ini dicetuskan oleh Melvin L. Silberman.
Asumsi dasar yang dibangun dari model pembelajaran ini adalah bahwa
belajar bukan merupakan konsekuensi otomatis dari penyampaian informasi
kepada siswa. Nelajar membutuhkan keterlibatan mental dan tindakan
sekaligus. Pada saat kegiatan belajar itu aktif, siswa melaKukan sebagian
besar pekerjaan belajar dengan baik. Mereka mempelajari gagasan-gagasan
ide-ide, memecahkan berbagai masalah dan menerapkanyang mereka
pelajari pada realitas yang mereka temui.
c. Quantum learning
Merupakan cara pengubahan bermacam-macam interaksi, hubungan
dan inspirasi yang ada di dalam dan disekitar momen belajar. Dalam
prakteknya, quantum learning mengasumsikan bahwa jika siswa mampu
menggunakan potensi nalar dan emosinya secara baik, maka mereka akan
mampu membuat loncatan prestasi yang tidak bisa terduga sebelumnya
dengan hasil yang luar biasa. Salah satu konsep dasar dari metode ini adalah
belajar itu harus mengasyikkan dan berlangsung dalam suasana gembira,
sehingga jembatan yang ada di oatak akan mampu menyerap informasi baru
dan dapat terekam dengan baik.23
d. The accelered learning
The accelered learning merupakan pembelajaran yang dipercepat.
Konsep dasar dari pembelajaran ini adalah bahwa pembelajaran itu
berlangsung secara cepat, menyenangkan dan memuaskan. Pemilik konsep
ini adalah Dave Meier yang menyarankan kepada guru agar dalam
mengelola kelas menggunakan pendekatan Somantic, Auditory, Visual dan
Intellectual (SAVI). Somatic dimaksudkan sebagai learning by moving and
doing. Auditory adalah learning by talking and hearing. Visual diartikan
dengan learning by observing and picturing. Dan Intellectual maksudnya
adalah learning by problem solving and reflecting. Bobbi DePorter
menganggap accelered learning dapat memungkinkan siswa untuk belajar

22
Abdul Qodir, Teori Belajar Humanistik Dalam Menigkatkan Prestasi Belajar Siswa,
Jurnal Pedagogik, Vol 04 No. 02 Juli-Desember, 2017, hlm. 194
23
Arbayah, Model Pembelajaran Humanistik,....hlm. 217
dengan kecepatan mengesankan, dengan uapaya yang normal dan dibarengi
dengan kegembiraan. Kurikulum tidak semata-mata belajar ilmu untuk ilmu,
tetapi belajar ilmu untuk sepenuhnya diabadikan pada proses dan upaya
memanusiakan manusia secara manusiawi.24

5. Implikasi Teori Humanistik dalam Pembelajaran


Perhatian teori humanistik ini tertuju pada masalah bagaimana
tiap-tiap individu dipengaruhi dan dibimbing oleh maksud-maksud
pribadi yang mereka hubungkan dengan pengalaman mereka sendiri.
Menurut para pendidik yang beraliran humanistik, dalam penyusunan dan
penyajian materi pelajaran harus sesuai dengan perasaan dan perhatian
siswa. Oleh karena itu Hamacheek menuturkan bahwa guru-guru yang
efektif (baik) itu adalah guru yang “manusiawi”. Mereka mempunyai rasa
humor, adil, menarik, lebih demokratis daripada autokratik, dan mereka
mampu berhubungan dengan mudah dan wajar pada para siswa baik
secara perorangan maupun kelompok.25
Teori humanistik yang fokus terhadap mengembangkan potensi
dalam diri siswa ini, dalam proses pembelajaran memiliki implikasi
sebagai berikut:
a. Guru sebagai fasilitator
Psikologi humanistic memberi perhatian atas guru sebagai
fasilitator yang berikut ini adalah berbagai cara untuk memberi
kemudahan belajar dan berbagai kualitas fasilitator. Cara ini
merupakan ikhtisar yang sangat singkat dari beberapa petunjuk
berikut :
1) Fasilitator sebgaiknya memberi perhatian kepada penciptaan
suasana awal, situasi kelompok, atau pengalaman kelas.

24
Mursidin, Moral Sumber Pendidikan: Sebuah Formula Pendidikan Budi Pekerti di
Sekolah dan Madrasah, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2011), hlm. 23
25
Baharuddin dan Nur Wahyuni, Teori Belajar …,237
2) Fasilitator membantu untuk memperoleh dan memperjelas tujuan
tujuan peroragan didalam kelas dan juga tujuan-tujuan kelompok
yang bersifat umum.
b. Guru mencoba mengatur dan menyediakan sumber-sumber untuk
belajar yang paling luas dan mudah dimanfaatkan para siswa untuk
membantu mencapai tujuan mereka.
c. Guru menempatkan dirinya sebagai suatu sumber yang fleksibel
untuk dapat dimanfaatkan oleh kelompok.
d. Dalam menanggapi ungkapan-ungkapan di dalam kelompok kelas,
seorang guru akan menerima baik isi yang bersifat intelktual dan
sikap-sikap perasaan, serta mencoba untuk menanggapi dengan cara
yang sesuai, baik bagi individual ataupun bagi kelompok
e. Bila cuaca penerima telah mantap, fasilitator berangsur-angsur dapat
berperan sebagai seorang siswa yang turut berpartisipasi, seorang
anggota kelompok, dan turut menyatakan pandangannya sebagai
seorang individu seperti siswa yang lain.
f. Guru mengambil prakarsa untuk ikut serta dalam kelompok,
perasaannya,dan juga pikirannya dengan tidak menuntut dan juga
tidak memaksakan tetapi sebagai suatu andil secara pribadi yang
boleh saja digunakan atau ditolak oleh siswa.
g. Guru harus tetap waspada terhadap ungkapan-ungkapan yang
menandakan adanya perasaan yang dalam dan kuat selama belajar.
h. Saat berperan sebagai seorang fasilitator, pimpinan (guru) harus
mencoba mengenali dan menerima keterbatasan-keterbatasan
dirinya.26
Jadi initinya, dalam teroi humanistik ini tujuan utama dari
pendidik adalah untuk membantu siswa dalam mengembangkan dirinya
yaitu membantu masing-masing individu untuk mengenal diri mereka
sendiri sebagai manusia yang unik dan mewujudkan potendi-potensi yang

26
M.Thobroni, Belajar dan Pembelajaran Teori dan Praktik, (Yogyakarta : Ar-Ruzz
Media, 2015), Hlm. 149
ada pada diri mereka sendiri. Sehingga implikasi dari teori ini yakni
menjadikan seorang guru sebagai fasilitator.

Daftar Pustaka
Arbayah. Model Pembelajaran Humanistik, Jurnal Dinamika Ilmu, Vol. 13. No.
2, Desember 2013. Hlm. 206
Baharuddin dan Nur Wahyuni. 2012. Teori Belajar dan Pembelajaran.
Yogyakarta : Ar-Ruzz Media.
Budiningsih, Asri. 2005. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.
Darsono, Max. 2001. Belajar dan Pembelajaran. Semarang : IKIP Semarang
Press.
Http://www.Perpustakaan-Online.Blogspot.Com/2008/04/Teori-Belajar
Humanistik.Html. Tanggal Diakses 19 April 2019, Jam 14:08
Khairani, Makmun. 2013. Psikologi Belajar. Yogyakarta : Aswaja Pressindo.
Muhammad Tabrani dan Arif Mustofa, Belajar dan Pembelajaran, (Yogyakarta :
Ar Ruzz Media, 2013), hlm. 157.
Mursidin. 2011. Moral Sumber Pendidikan: Sebuah Formula Pendidikan Budi
Pekerti di Sekolah dan Madrasah. Bogor: Ghalia Indonesia.
Qodir, Abdul. Teori Belajar Huamnistik Dalam Meningkatkan Prestasi Belajar
Siswa, Jurnal Pedagogik, Vol. 04 No. 02, Juli-Desember 2017, ISSN :
2354-7960, E-ISSN: 2528-5793,Hlm. 193
Thabrani, Muhammad dan Arif Mustofa. 2013. Belajar dan Pembelajaran.
Yogyakarta : Ar Ruzz Media.
Thobroni, M. 2015. Belajar dan Pembelajaran Teori Dan Praktek. Jakarta : Ar-
Ruzz Media.
Yusuf, Syamsu dan A. Juntika Nurihsan. 2011. Teori Kepribadian. Bandung : PT
Remaja Rosdakarya.

Anda mungkin juga menyukai