Anda di halaman 1dari 26

TINJAUAN PUSTAKA

TENSION PNEUMOTHORAX

PROGRAM STUDI ILMU BEDAH FAKULTAS


KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA RSUP
PROF. Dr. I.G.N.G NGOERAH
2023
I. Definisi
Tension pneumothorax adalah keadaan darurat bedah yang
membutuhkan diagnosis dan perawatan segera. Hal ini terjadi ketika
udara memasuki ruang pleural, tetapi mekanisme flap-valve
mencegahnya keluar. Tekanan intrapleura meningkat, menyebabkan
kolaps paru total dan pergeseran mediastinum ke sisi yang berlawanan,
dengan penurunan aliran balik vena dan penurunan curah jantung. Pasien
yang bernapas secara spontan sering mengalami takipnea ekstrim dan
kekurangan udara, sedangkan pasien dengan ventilasi mekanis lebih
sering menunjukkan kolaps hemodinamik. Adanya distres pernapasan
akut, emfisema subkutan, tidak adanya suara napas unilateral,
hipersonansi terhadap perkusi, dan pergeseran trakea mendukung
diagnosis tension pneumotoraks dan memerlukan dekompresi toraks
segera tanpa menunggu konfirmasi diagnosis dengan rontgen.
Dekompresi jarum atau jari pada tension pneumotoraks untuk sementara
meredakan kondisi yang mengancam jiwa ini.1

II. Epidemiologi
Insidensi dari tension pneumothoraxdi luar rumah sakit tidak
mungkin dapat ditentukan. Revisi oleh Department of Transportation
(DOT) Emergency Medical Treatment (EMT) Paramedic Curriculum
menyarankan tindakan needle thoracostomy segera pada dada pasien
yang menunjukan tanda serta gejala yang non-spesifik. Sekitar 10-
30% pasien yang dirujuk ke pusat trauma tingkat 1 di Amerika Serikat
menerima tindakan pra rumah sakit berupa needle thoracostomy
torakostomi, meskipun pada jumlah tersebut tidak semua pasien
menderita kondisi tension pneumothorax.

III. Anatomi
Batas Rongga Thoraks

2
Penampakan thorax dari luar adalah batas bawah leher dan batas
atas abdomen. Namun pada bagian dalam tidaklah demikian, batas
ronga thorax adalah :
▪ Batas belakang thorax setinggi C7, lebih tinggi dari bagian
depan karena melalui bidang yang dibentuk oleh iga pertama
agak miring kebawah
▪ Batas depan thorax setinggi vertebrae thorakal ke-2
▪ Batas bawah thorax adalah diafragma yang berbentuk seperti
kubah ke atas. Karena bentuk diafragma yang seperti kubah,
dari permukaan tidak dapat dipakai peregangan bahwa bawah
thorax adalah batas bawah costae.
▪ Batas atas thorax dapat diraba di incisura jugularis, yatu
cekungan antara caput klavikula kanan dan kiri. Incisura ini
berseberangan dengan batas atas bawah dari vertebrae thorakal
10,11,12
ke-2.

Tulang dinding dada


Dinding dada dibentuk oleh 12 tulang vertebrae thorakalis, 12
pasang iga dan sternum.

Vertebrae
Persendian vertebrae dengan tulang iga menyebabkan iga ini
mempunyai bentuk yang agak spesifik. Vertebrae thorakalis pertama
memiliki persendian yang lengkap dengan costae I dan setengah
persendian dengan costae II. Selanjutnya costae II-VIII mempunyai
dua persendian, di atas dan di bawah korpus vertebrae untuk
costae II sampai dengan VIII, sedangkan costae IX-XII hanya satu.
10,12

3
Costae
Secara umum costae ada 12 pasang kanan dan kiri, Tujuh pasang
iga pertama dinamakan costae vera (iga sejati). Costae I-VII bertambah
panjang secara bertahap, yang kemudian memendek secara bertahap.
Costae VIII-X berfungsi membentuk tepi costal sebelum menyambung
dengan tepi bawah sternum, maka disebut costae spuriae (iga palsu).
10,12
Costae XI-XII disebut costae fluctuantes (iga melayang).
Sternum
Sternum terdiri dari manubrium sterni, korpus sterni dan procesus
xiphoideus. Angulus sterni ludovici yang terbentuk antar manubrium
dan korpus sterni dapat teraba dan merupakan patokan dalam palpasi
10,12
iga ke-2 di lateralnya.

Gb. 1 Struktur Tulang Dinding Dada

4
Otot-otot pada dinding dada
Musculus pectoralis mayor dan minor merupakan musculus utama
dinding anterior thorax. Musculus atissimus dorsi, trapezius, rhomboideus,
dan musculus gelang bahu lainnya membentuk lapisan muskulus dinding
posterior thorax. Tepi bawah musculus pectoralis mayor membentuk lipatan
/ plica aksilaris anterior, lengkungan dari musculus atissimus dorsi dan
10,11
teres mayor membentuk lipatan axial posterior.

Gb.2 Muskuloskeletal dan Vaskularisasi Dinding Dada

Pleura
Pleura adalah membrane aktif serosa dengan jaringan pembuluh darah
dan limfatik. Di sana selalu ada pergerakan cairan, fagositosis debris,
menambal kebocoran udara dan kapiler. Pleura viseralis menutupi paru dan
sifatnya tidak sensitive. Pleura ini berlanjut sampai ke hilus dan mediastinum
bersama dengan pleura parietalis, yang melapisi dinding thorax dan
diafragma. Pleura parietalis mendapatkan persarafan dari nerve ending,

5
sehingga ketika terjadi penyakit atau cedera maka timbul nyeri. Pleura
sedikit melebihi tepi paru pada tiap arah dan sepenuhnya terisi dengan
10,13
ekspansi paru-paru normal.
Pleura parietalis amper semua merupakan lapisan dalam, diikuti tiga
lapisan muskulus yang mengangkat iga selama respirasi tenang. Vena arteri,
dan nervus dari tiap rongga intercostals berada di belakang tepi bawah iga.
Karenanya jarum torakosintesis atau klem yang digunakan untuk masuk
kepleura harus dipasang melewati bagian atas iga yang lebih bawah dari sela
10,13
iga yang dipilih.

Gb.3 Anatomi Pleura

Diafragma
Bagian musculus perifer berasal dari bagian bawah iga ke-6 dan
kartilago costae, dari vertebrae lumbalis, dan dari lengkung lumbosakral,
sedang bagian muscular melengkung membentuk tendosentral. Serabut
ototnya berhubungan dengan M.transverse abdominis di batas costae.
Diafragma menempel di bagian belakang costae melalui serat-serat yang
berasal dari ligamentum arcuata dan crura. Nervus prenicus mempersarafi

6
motorik dan intercostals bawah mempersarafi sensorik. Diafragma
berperan besar pada ventilasi paru selamarespirasi tenang.

IV. FISIOLOGI PERNAFASAN


Gerakan dinding dada
Sewaktu inspirasi terjadi pembesaran dinding dada kearah
ventrodorsalis dan lateralis. Pengembangan dada ini dimungkinkan karena
mobilitas artikulatio kostovertebralis, elatisitas tulang rawan iga, dan karena
sedikit bertambahnya kifosis kolumna vertebralis. Otot-otot yang berperan
dalam inspirasi adalah diafragma (otot primer inspirasi), M intercostalis
externa (otot komplementer inspirasi), dan otot-otot leher, yakni M. skalenus
dan M. sternokleidomastoideus, keduanya berperan pada inspirasi
10
paksa dengan mengangkat bagian atas rongga thorax.

Gb.4 Ilustrasi Gerakan Dinding Dada

Ekspirasi terjadi akibat proses pasif dengan melemasnya otot-otot


inspirasi sehingga rongga dada dan paru kembali ke ukuran prainspirasi.

7
Pada ekspirasi paksa, otot-otot yang berperan adalah otot-otot abdomen dan
10
mm.intercoastalis interna.
Gaya yang menggerakkan rangka dada secara umum adalah mm.
intercostalis dan mm. scalene. Otot-otot tersebut merupakan otot metametrik
primitive yang harus dimasukkan ke dalam golongan otot authochthonus
dada. Termasuk pula mm.transverses thoracis dan mm.subcostales. Otot-otot
10
tersebut dipersarafi oleh rami anterior N.spinalis dan N. intercostalis

V. Etiologi
Etiologi Tension pneumothoraxyang paling sering terjadi adalah
karena iatrogenik atau berhubungan dengan trauma. Antara lain sebagai
berikut:
▪ Trauma benda tumpul atau tajam – meliputi gangguan salah
satu pleura visceral atau parietal dan sering dengan patah tulang
rusuk (patah tulang rusuk tidak menjadi hal yang penting bagi
terjadinya Tension pneumothorax)
▪ Pemasangan kateter vena sentral (ke dalam pembuluh darah
pusat), biasanya vena subclavia atau vena jugular interna (salah
arah kateter subklavia).
▪ Komplikasi ventilator, pneumothoraks spontan,
Pneumotoraks sederhana ke Tension pneumothorax
▪ Ketidakberhasilan mengatasi pneumothoraks terbuka
ke pneumothoraks sederhana di mana fungsi pembalut luka
sebagai katup satu arah.
▪ Akupunktur, baru-baru ini telah dilaporkan
mengakibatkan pneumothoraks 4, 5.

VI. Diagnosis
Diagnosa tension pneumothorax merupakan diagnosa dari klinis,
bukan dari radiologi. Tanda-tanda klasik dari tension pneumothorax adalah

8
adanya distress nafas, takikardi, hiporensi, adanya deviasi trakea,
hilangnya suara nafas unilateral, distensi vena leher, dan bisa menjadi
sianosis pada manifestasi lanjutnya. Gelaja klinis dari tension
pneumothorax ini mungkin mirip dengan gejala klinis dari cardiac
tamponade, tetapi angka kejadian tension pneumotorax ini lebih besar dari
cardiac tamponade. Selain itu untuk membedakannya juga bisa dilakukan
dengan mengetahui bahwa dari perkusi didapatkan adanya hiperresonansi
1
pada bagian dada ipsilateral.

Pada pemeriksaan fisik thorak didapatkan :


1. Inspeksi :
a. Dapat terjadi pencembungan pada sisi yang sakit
(hiper ekspansi dinding dada)
b. Pada waktu respirasi, bagian yang sakit gerakanny tertinggal
c. Trakea dan jantung terdorong ke sisi yang sehat

2. Palpasi :
a. Pada sisi yang sakit, ruang antar iga dapat normal atau
melebar
b. Iktus jantung terdorong ke sisi toraks yang sehat
c. Fremitus suara melemah atau menghilang pada sisi yang
sakit

3. Perkusi :
a. Suara ketok pada sisi sakit, hipersonor sampai timpani
b. Batas jantung terdorong ke arah toraks yang sehat,
apabila tekanan intrapleura tinggi

4. Auskultasi :
a. Pada bagian yang sakit, suara napas melemah sampai
15
menghilang

9
Pada pemeriksaan penunjang, didapatkan :
1. Foto Röntgen
Gambaran radiologis yang tampak pada foto röntgen kasus
16
pneumotoraks antara lain :
a. Bagian pneumotoraks akan tampak lusen, rata dan paru yang
kolaps akan tampak garis yang merupakan tepi paru.
Kadang- kadang paru yang kolaps tidak membentuk garis,
akan tetapi berbentuk lobuler sesuai dengan lobus paru.
b. Paru yang mengalami kolaps hanya tampak seperti massa
radio opaque yang berada di daerah hilus. Keadaan ini
menunjukkan kolaps paru yang luas sekali. Besar kolaps
paru tidak selalu berkaitan dengan berat ringan sesak napas
yang dikeluhkan.
c. Jantung dan trakea mungkin terdorong ke sisi yang sehat,
spatium intercostals melebar, diafragma mendatar dan
tertekan ke bawah. Apabila ada pendorongan jantung atau
trakea ke arah paru yang sehat, kemungkinan besar telah
terjadi pneumotoraks ventil dengan tekanan intra pleura
yang tinggi.

10
Gb. 5 Foto Rö pneumotoraks (PA) ( bagian yang ditunjukkan dengan
anak panah merupakan bagian paru yang kolaps)

2. Analisa Gas Darah


Analisis gas darah arteri dapat memberikan gambaran
hipoksemi meskipun pada kebanyakan pasien sering tidak
diperlukan. Pada pasien dengan gagal napas yang berat secara
signifikan meningkatkan mortalitas sebesar 10%.

3. CT-scan thorax
CT-scan thoraks lebih spesifik untuk membedakan antara
emfisema bullosa dengan pneumotoraks, batas antara udara
dengan cairan intra dan ekstrapulmoner dan untuk membedakan
antara pneumotoraks spontan primer dan sekunder.

4. USG
Pneumotoraks dapat juga didiagnosis oleh USG. Udara di rongga
pleura ditampilkan pantulan gelombang yang sangat tajam. Tidak
seperti udara intrapulmoner, pantulan gelombang tidak bergerak
saat respirasi. Bagaimanapun juga, luas pneumotoraks ditentukan

11
9
dengan radiologis dada . Menggunakan Linear array
transducer (Small parts/high frequency probe) dengan pasien
dalam posisi supinasi, scan dipermukaan anterior dinding
dada menarik garis sagital (longitudinal). Scan mulai dari anterior
axillary line ke parasternal line.

Gb. 6 Anatomi Normal


Rib shadows (R) are visible as bright
reflectors with distal shadow.
The Pleura (* *) is a bright echogenic
line beneath the ribs.
Comet Tail artifacts (> arrows) arise
from normal pleura reflecting sound
waves.

Gb. 7 Gambaran Pneumotoraks


NO lung sliding back and forth
Note the pleura and ribs move
together
NO comet tail artifacts

12
Tension pneumothorax dapat berkembang (memburuk) dengan
sendirinya, terutama pada pasien dengan ventilasi tekanan positif.
Hal ini bisa segera terjadi atau dalam beberapa jam ke depan. Sebuah
takikardi hipotensi, dijelaskan dan peningkatan tekanan udara sangat
progresif dari tekanan yang semakin meningkat.

Gb. 8 Gambaran tension pneumothorax sinistra pada CXR. Tampak deviasi


trachea menjauh dari sisi dada yang sakit, mediastinal shift & depresi dari
diafragma hemiselulosa.

Dengan derajat tension pneumothorax, tidak sulit untuk menilai


bagaimana fungsi kardiovaskuler dapat terganggu akibat tension
pneumothorax, karena terdapat adanya obstruksi pada vena yang
kembali ke jantung. tension pneumothorax memang seharusnya
sudah dapat dideteksi secara klinis dalam upaya menghadapi
kolaps hemodinamik, tatalaksana dapat dilakukan dengan cara
emergency needle thoracostomy – pada ICS V sisi thorax yang
1, 7, 8.
terdampak.
Adanya (chest tube) bukan berarti pasien tidak bisa berkembang
menjadi tension pneumothorax. sehingga pemasangan chest tube
pada pasien trauma dalam posisi supinasi harus ditempatkan di

13
posterior untuk menghindari komplikasi ini. Komplikasi lain dari
tension pneumothorax lainnya seperti haemothoraks masih dapat
di-drainase melalui chest tube asalkan paru-paru telah
7, 5, 8, 10, 12.
mengembang sepenuhnya.
Tension pneumothoraxjuga dapat persisten jika ada cedera
pada jalan napas besar, mengakibatkan fistula bronkhopleura.
Dalam hal ini sebuah chest tube tidak dapat mengatasi kebocoran
udara utama. Dalam kasus ini thorakotomi biasanya ditunjukkan
7, 8.
untuk memperbaiki saluran udara dan paru-paru yang rusak.
Hati-hati juga pasien dengan tension pneumothorax bilateral, pada
kasus ini posisi trakea biasanya berada pada posisi central, sehingga
ketika dilakukan perkusi maka didapatkan suara yang sama di kedua
sisi thorak. Pasien-pasien ini biasanya secara haemodinamika
terancam atau dalam traumatic arrest. Bilateral chest decompression
dapat menjadi bagian dari prosedur tatalaksana dimana hal ini
dimungkinkan.

VII. Penatalaksanaan

Identifikasi Awal
Identifikasi awal tentang gejala pneumotorak sangat diperlukan untuk
memberikan bantuan pada pasien d e n g a n pneumotoraks. Karena penanganan
awal yang tepat pada penderita pneumotoraks sangatlah penting untuk mencegah
terjadi kematian. Dikatakan pada sebuah penelitian penanganan awal pada 85 %
penderita pneumotorak dapat ditangani dengan menggunakan manover bantuan
1
hidup dasar tanpa memerlukan tindakan pembedahan.
Untuk mengidentifikasi gejala pnemutoraks, terlebih dahulu kita harus
mengetahui manifestasi klinis dan kriteria diagnosis dari pneumotoraks.
Pertama kita melihat penyebab dari terjadinya pneumotoraks untuk mengetahui
tipe-tipe pneumotoraks apa yang kemungkinan terjadi ada penderita. Diluar

14
rumah sakit mungkin kita akan menemukan lebih banyak kejadian pneumotoraks
yang diakibatkan oleh terjadinya trauma, trauma yang terjadi bisa secara langsung
melukai dinding dada atau pun secara tidak langsung.
Penyebab tersering dari pneumotoraks yang bisa didapatkan akibat
kecelakaan lalu lintas, akibat tingginya kecepatan kendaraan bermotor
mengakibatkan resiko terjadinya kecelakaa semakin, sehingga trauma yang
terjadi akan semakin parah. Jika kita menemukan penderita ditempat kejadian,
identifikasi terlebih dahulu. Akibat benturan yang keras terhadap dinding dada
penderita akan mengeluhkan nyeri pada dinding dadanya. Disamping itu dilihat
juga apakah ada atau tidak perlukaan yang terjadi pada dinding dada, untuk
mengetahui apakah terdapat luka terbuka pada dinding dada penderita yang bisa
menimbulkan pneumotoraks terbuka.
Sesak napas akan terjadi pada penderita pneumotoraks akibat udara yang
mulai masuk mengisi rongga pleura. Jika terus berlanjut penderita akan terlihat
gelisah akibat kesulitan bernapas. Usaha dari tubuh untuk mengkompensasi
akibat sesak napas yang terjadi adalah bernapas yang cepat (takipneu) dan
denyut nadi yang meningkat (takikardia). Udara yang masuk kedalam rongga
pleura ini akan menyebakan terjadi pendesakan pada parenkim paru- paru hingga
menjadi kolaps, jadi yang mengisi rongga dada yang mengalami pneumotoraks
adalah udara, pada saat diperiksa dengan mengetuk dinding dada akan terdengar
suara hipersonor, akibat akumulasi udara pada rongga pleura. Kolapsnya
paru-paru yang terdesak oleh udara yang berada di rongga pleura ini
menyebabkan proses ventilasi dan oksigenasi berkurang atau malah tidak
terjadi, sehingga jika didengarkan dengan stetoskop suara napas tidak
1
terdengar.
Keadaan diatas akan bertambah parah jika tidak ditangani secara cepat dan
tepat. Penurunan kesadaran akan terjadi akibat perfusi oksigen ke otak yang
menurun (hipoksia). Penumpukan udara yang semakin banyak disana
menyebabkan terjadinya pendorongan pada mediastinum dan trakea kearah kontra
lateral dari paru-paru yang kolaps. Terjadinya pendesakan pada mediastinum
juga menyebabkan hambatan pada aliran vena balik, sehingga

15
terjadi distensi pada vena dileher, dan hipotensi. Semakin lama gejala ini
1,2,3,5
berlangsung penderita akan jatuh fase sianosis.

BANTUAN HIDUP DASAR (BASIC LIFE SUPPORT)

Bantuan hidup dasar merupakan suatu tindakan atau penatalaksanaan awal


yang dapat dilakukan pada saat kita menemukan korban diluar rumah sakit.
Penanganan bantuan hidup dasar ini bertujuan untuk dapat mengembalikan atau
mempertahankan oksigenasi pada korban. Bantuan hidup dasar ini digunakan
untuk mempertahankan aliran napas (airway), memberikan bantuan pernapasan
(breathing), dan evaluasi dari sistem sirkulasi darah (circulation) apakah
sudah cukup untuk memberikan perfusi oksigen yang adequat keseluruh
1
jaringan.
Tahapan-tahapan dari pemberian bantuan hidup dasar kepada korban, jika
kita menemukan seorang korban dijalan atau dimanapun, pertama jika sendiri
mintalah pertolongan dari orang-orang sekitar, serta menghubungi pelayanan
kesehatan terdekat. Sebelum kita menolong korban pastikan diri kita sendiri aman
dari lingkungan sekitar, agar kita tidak menjadi korban selanjutnya. Kemudian
setelah meminta pertolongan kepada orang disekitar barulah kita mendekati
korban. Penilaian awal yang dilakukan, mengevaluasi kesadaran korban dengan
memberikan rangsangan suara, seperti memanggil sambil menepuk-nepuk bahu
korban, jika tidak berespon kita berikan rangsangan nyeri seperti cubitan. Jika
berespon segera pindahkan pasien ketempat yang lebih aman. Setelah
memberikan rangsangan suara dan nyeri pasien tidak berespon, pertama kita
lihat aliran napasnya (airway) dengan menggunakan manuver head tilt, menaruh
tangan didahi korban kemudian mendorongnya kebelakang, dan chin lift,
mengangkat dagu korban kedua gerakan ini dilakukan secara simultan dan
gentle.
Setelah itu kita evaluasi hembusan napas dan apakah terdengar suara napas
tambahan seperti mengorok. Dilihat apa terdapat benda asing pada jalan napas

16
yang menghambat jalan napas seperti, sisa makanan, lidah yang terjatuh
kebelakang, cairan atau darah, jika terdapat sumbatan kita bersihkan atau hilang
benda asing itu dari jalan napas. Jika korban dicurigai adanya trauma pada
leher (cervical) kita gunakan manuver jaw thrus, yaitu menempatkan dua atau
tiga jari pada sudut kedua mandibular kemudian mengangkatnya keatas dan
kedepan.
Setelah (airway) jalan napas sudah lapang, kemudian kita menilai
pernapasan (breathing), disini kita mengevaluasi dari pergerakan dada korban
yang naik turun, adakah pergerakan dada yang tertingal (asimetris), pergerakan
dada yang cepat dan terdapat retraksi dari otot-otot pernapasan, atau pergerakan
dada yang tidak ada. Jika tidak ada pergerakan dada, kita lakukan pemberian
napas bantuan sebanyak dua kali kepada korban, secara mulut kemulut, 1 kali
napas bantuan dalan satu detik. Pada saat memberi napas bantuan tutup hidung
11
pasien dengan mempertahankan maneuver head tilt dan chin lift. Tujuan dari

pemberian napas bantuan ini untuk memberikan napas pancingan kepada korban
yang henti napas, karena penyebab utama terjadinya kesulitan bernapas adalah
10
kurang lapangnya jalan napas.
Fokus utama untuk menilai bagaimana tanda dan gejala klinis dari
pneumotoraks serta untuk memberikan bantuan hidup dasar pada korban di tempat
korban tersebut ditemukan, sebelum membawa korban ke pusat pelayanan
11,12
medis terdekat. Pemberian bantuan hidup dasar pada korban yang menderita

pneumotoraks secara garis besar termasuk dalam pemberian bantuan hidup dasar
pada penderita trauma dada.
Pada trauma dada ada 3 faktor penyebab yang menyebabkan nyawa korban
terancam yaitu, perdarahan, penurunan cardiac output, dan distress pernapasan.
Pada perdarahan sangat sulit untuk diidentifikasi, akibat trauma tumpul atau
trauma tajam yang mengenai pembuluh darah pada rongga toraks. Penurunan
cardiac output mungkin diakibatkan penekananan yang disebabkan oleh udara
yang menumpuk pada rongga pleura dan mendesak mediastinum sehingga
menekan dari cabang vena cava, penurunan dari aliran darah balik vena

17
3,5,12
sehingga cardiac output menurun. Distress respirasi disebabkan oleh desakan

dari penumpukan udara pada rongga pleura sehingga paru-paru yang terdesak
akan menjadi kolaps. Penderita dengan dengan trauma dada, fokus utama
yang kita perhatikan pada breathing, gejala harus dapat ditangani pada awal
12
penilaian.
Bantuan hidup dasar yang diberikan, pertama, melihat lapang tidaknya
jalan napas (airway), dengan melakukan manuver head tilt, chin lift, dan jaw
thrus jika korban dicurigai mengalami cedera cervical. Disini dilihat apakah ada
sumbatan jalan napas, yang diakibatkan oleh trauma, dilihat pergerakan napas
korban ada atau tidak, terdapat sumbatan atau tidak dari jalan napas korban
seperti benda asing atau cairan, sehingga sumbatan jalan napas dari benda asing
3,11
dapat dihilangkan
Setelah itu kita berlanjut pada breathing, disini kita evaluasi dari pergerakan
dada korban apakah simetris atau tidak, kita lihat juga distensi dari pembuluh
darah vena pada leher, luka yang terbuka, penderita biasanya akan terlihat
gelisah akibat kesulitan bernapas. Dari gejala – gejalanya kemungkinan
mengarah ke tension pneumothorax yang merupakan suatu kegawat daruratan
pada trauma dada. Pemberian oksigen terapi sangat diperlukan pada keadaan ini,
karena pemberian terapi oksigen 100% dapat meningkatkan absropsi udara pada
pleura, oksigen terapi 100% diberikan untuk menurunkan tekanan alveolar
terhadap nitrogen, sehingga nitrogen dapat dikeluarkan dan oksigen dapat masuk
melalui sistem vaskular, terjadi perbedaan tekanan antara pembuluh kapiler
jaringan dengan udara pada rongga pleura, sehingga terjadi peningkatan
3,5,8,9
absorpsi dari udara pada rongga pleura.
Kemudian menurut American College Of Chest Physician (ACCP) dan
British Thoracic Society (BTS) penanganan dapat dilanjutkan dengan jarum
dekompresi yang dilakukan pada intercostal V pada anterior axillary line.
Pengunaan pipa torakostomi digunakan pada pneumotoraks dengan gejala klinis
sulit bernapsa yang sangat berat, nyeri dada, hipoksia dan gagalnya
pemasangan jarum aspirasi dekompresi. Pada penggunaannya pipa torakostomi

18
disambungkan dengan alat yang disebut WSD (water seal drainage). WSD
mempunyai 2 komponen dasar yaitu, ruang water seal yang berfungsi sebagai
katup satu arah berisi pipa yang ditenggelamkan dibawah air, untuk
mencegah air masuk kedalam pipa pada tekanan negatif rongga pleura. dan ruang
pengendali suction. WSD dilepaskan bila paru-paru sudah mengembang
3,4
maksimal dan kebocoran udara sudah tidak ada.
Pada sirkulasi (circulation) kita menilainya dengan meraba denyut nadi,
untuk mengevaluasi kemungkinan tanda-tanda syok pada korban (denyut nadi
cepat dan lemah, akral dingin, laju pernafasan dll) jika denyut nadi tidak
teraba langsung berikan kompresi sebanyak 30 kali dengan memberikan 2 kali
11,12
napas bantuan.
Pemberian terapi cairan secara intravena dilakukan untuk resusitasi awal pada
penderita pneumotoraks dengan keadaan syok, dengan pemasangan kateter
intravena ukuran besar (minimum 16 gauge) dengan pemberian larutan elektrolit
isotonik, untuk menstabilkan volume vasukuler dengan mengganti cairan pada
1
.
ruang interstisial dan intraseluler
Pada pneumotorak terbuka, yang terdapat luka yang menganga pada dinding
dada dan udara masuk melalui perlukaan tersebut. Penanganan awal yang dapat
kita lakukan adalah tutup luka tersebut dengan menggunakan gaas steril ataupun
kain yang bersih yang ditutup pada tiga sisinya. Fungsi dari penutup ini sebagai
katup, udara dapat keluar melaluin luka, tetapi tidak dapat masuk melalui luka
tersebut. Karena jika kita tutup pada ke empat sisinya, pneumotoraks terbuka ini
akan berubah menjadi pneumotoraks terdesak, akibat udara yang masuk tidak
dapat keluar, dan terperangkap di rongga pleura.3,4,6,7,8

19
Dekompresi (needle thoracostomy / thoracostomy tube)

Tension pneumothorax membutuhkan dekompresi yang segera. Dekompresi


ini dapa dilakukan dengan memasukkan jarum ke ruang intercostal ke lima pada
anterior axillary line pada sisi dada yang terkena.
Terapi definitifnya biasanya membutuhkan insersi chest tube ke dalam ruang
pleural melalui ruang intercostal ke lima (setinggi puting susu) anterior axillary
1
line. Prinsip terapi dari tension pneumothorax ini adalah menjaga jalan nafas agar

tetap terbuka, menjaga kualitas ventilasi, oksigenasi, menghilangkan penyebab


4
traumanya dan menghilangkan udara di ruang pleura, serta mengontrol ventilasi.
Keberhasilan dari terapi yang kita lakukan bisa dinilai dari hilangnya udara
4
bebas pada ruang interpleural dan pencegahan pada rekurensi. . Pada kasus

tension pneumothorax, tidak ada pengobatan non-invasif yang dapat dilakukan


untuk menangani kondisi yang mengancam nyawa ini. tension pneumothorax
adalah kondisi yang mengancam jiwa yang membutuhkan penanganan segera.
Jika diagnosis tension pneumothorax sudah dicurigai, jangan menunda
penanganan meskipun diagnosis belum ditegakkan.
Pada kasus tension pneumothorax, langsung hubungkan pernafasan
pasien dengan 100% oksigen. Lakukan needle thoracostomy tanpa ragu. Hal-
hal tersebut seharusnya sudah dilakukan sebelum pasien mencapai rumah
sakit untuk pengobatan lebih lanjut. Setelah melakukan needle thoracostomy,
mulailah persiapan untuk melakukan torakostomi tube. Kemudian lakukan
penilaian ulang pada pasien, perhatikan ABCs (Airway, Breathing, Circulation)
pasien. Lakukan penilaian ulang foto toraks untuk menilai ekspansi paru, posisi
dari thoracostomy tube dan untuk memperbaiki adanya deviasi mediastinum.
Selanjutnya, pemeriksaan analisis gas darah dapat dilakukan.4, 5, 7, 12, 13.
Dekompresi sebaiknya dilakukan seawal mungkin pada kasus
pneumothoraks yang luasnya >15%. Pada intinya, tindakan ini bertujuan
untuk mengurangi tekanan intra pleura dengan membuat hubungan antara
rongga pleura dengan udara luar dengan cara :

20
a. Menusukkan jarum melalui dinding dada terus masuk
rongga pleura, dengan demikian tekanan udara yang positif di
rongga pleura akan berubah menjadi negatif karena mengalir
ke luar melalui jarum tersebut.
b. Membuat hubungan dengan udara luar melalui mekanisme
kontra ventil :
1) Dapat memakai infus set
Jarum ditusukkan ke dinding dada sampai ke dalam rongga
pleura, kemudian infus set yang telah dipotong pada
pangkal saringan tetesan dimasukkan ke botol yang
berisi air. Setelah klem penyumbat dibuka, akan tampak
gelembung udara yang keluar dari ujung infus set yang
berada di dalam botol.
2) Jarum abbocath
Jarum abbocath merupakan alat yang terdiri dari gabungan
jarum dan kanula. Setelah jarum ditusukkan pada posisi
yang tetap di dinding toraks sampai menembus ke rongga
pleura, jarum dicabut dan kanula tetap ditinggal. Kanula
ini kemudian dihubungkan dengan pipa plastik infus set.
Pipa infuse ini selanjutnya dimasukkan ke botol yang
berisi air. Setelah klem penyumbat dibuka, akan tampak
gelembung udara yang keluar dari ujung infuse set yang
berada di dalam botol.
3) Water Sealed Drainage (WSD)
Water Seal Drainage (WSD) adalah suatu sistem drainage
yang menggunakan water seal untuk mengalirkan udara
atau cairan dari cavum pleura (rongga pleura). Tujuannya
yaitu :
▪ Mengalirkan / drainage udara atau cairan
dari rongga pleura untuk mempertahankan
tekanan negatif rongga tersebut

21
▪ Dalam keadaan normal rongga pleura memiliki
tekanan negatif dan hanya terisi sedikit cairan
15
pleura / lubrican

Surgical Approach :

a. Open axillary minithoracotomy, prosedur dilakukan eksplorasi defek


yang menyebabkan pneumothoraks kemudian dilakukan repair dengan
Teknik suturing dan abrasi pleura. Pada prosedur ini, apabila
ditemukan penebalan pleura yang menyebabkan paru tidak bisa
mengembang, maka dapat dilakukan dekortikasi. Jika tersedia VATS
(Video Assisted Thoracoscopy), berdasarkan penelitian terkini alangkah
baiknya dilakukan VATS dibandingkan open thoracotomy, dimana
tatalaksana repair dilakukan dengan endostapling dilanjutkan
pleurodesis.

22
c. Dilakukan reseksi bila terdapat bagian paru yang mengalami
robekan atau terdapat fistel dari paru yang terdampak
d. Pleurodesis (Chemical / surgical). Masing-masing lapisan
pleura yang tebal dibuang, kemudian kedua pleura dilekatkan
satu sama lain. Chemical pleurodesis dilakukan dengan pemberian
1,15
agen sklerotik pada cavum pleura melalui chest tube.

VIII. Komplikasi
Tension pneumothorax (terjadi pada 3-5% pasien pneumotoraks)
dapat mengakibatkan kegagalan respirasi akut. Pio-pneumotoraks,
hidro- pneumotoraks/hemo-pneumotoraks, henti jantung paru dan
kematian (sangat jarang terjadi); pneumomediastinum dan emfisema
subkutan sebagai akibat komplikasi pneumotoraks spontan, biasanya
karena pecahnya bronkus, sehingga kelainan tersebut harus
ditegakkan (insidensinya sekitar 1%), pneumotoraks simultan
bilateral (insidensinya sekitar 2%), pneumotoraks kronik
(insidensinya sekitar 5 %), bila tetap ada selama waktu lebih dari 3
3
bulan .
Misdiagnosis adalah komplikasi yang paling umum terjadi dari
needle decompression. Jika diagnose pasien adalah simple
pneumotoraks, maka needle decompression akan mengubah simple
pneumotoraks menjadi tension pneumothorax. Begitu pula jika
tidak terdapat pneumotoraks, pasien akan mengalami kondisi
pneumotoraks setelah needle thoracostomy dilakukan. Sebagai
tambahan jarum akan melukai jaringan paru, yang mungkin pada
kasus langka dapat menyebabkan cedera paru atau hemotoraks. Jika
jarum yang ditempatkan terlalu dekat ke arah tulang sternum, needle
thoracostomy dapat menyebabkan hemotoraks karena laserasi dari
pembuluh darah intercosta.

23
Penempatan thoracostomy tubedapat menyebabkan kerusakan
pada jaringan saraf intercostae dan dapat menyebabkan kerusakan
jaringan parenkim paru, terutama jika menggunakan trokar untuk
penempatannya.8.

IX. Prognosis
Dubia ad bonam, apabila segera dilakukan pertolongan
dan pengobatan intensif, terutama yang mengenai penderita muda
yang sehat. Pasien dengan pneumotoraks spontan hampir
separuhnya akan mengalami kekambuhan, setelah sembuh dari
observasi maupun setelah pemasangan thoracostomy tube.
Kekambuhan jarang terjadi pada pasien-pasien pneumotoraks
yang dilakukan open thoracotomy. Pasien-pasien yang
penatalaksanaannya cukup baik, umumnya tidak dijumpai
komplikasi. Namun, pada pasien tension pneumothorax sekunder
2,3
.
prognosisnya tergantung penyakit paru yang mendasari
Follow up dilakukan setidak-tidaknya dalam satu tahun
setelah Tension pneumothorax teratasi yang dilakukan melalui
4
pengambilan x-ray setiap tiga bulan.

24
DAFTAR PUSTAKA

1. American College Of Surgeons Committee On Trauma, Student Course


Manual 7th Edition : advanced Trauma Life Support for Doctors : Bab 5
Trauma Thoraks: 65-71.
2. Aragaki-Nakahodo, A. (2022). Management of pneumothorax:
an update. Current Opinion in Pulmonary Medicine, 28(1), 62-67.
3. DeMaio, A., & Semaan, R. (2021). Management of pneumothorax. Clinics
in chest medicine, 42(4), 729-738.
4. Elsayed, H. H. (2019). Indications of Surgery in
Pneumothorax.In Pneumothorax. IntechOpen.
5. Fhlatharta, M. N., & Eaton, D. A. (2023). Pneumothorax and chest drain
insertion. Surgery (Oxford).
6. Handley A.J : Basic Life Support ; British Journal Of Anesthesia 1997; 79:
151-158
7. Huan, N. C., Sidhu, C., & Thomas, R. (2021). Pneumothorax:
classification and etiology. Clinics in chest medicine, 42(4), 711-727.
8. Jalota, R., & Sayad, E. (2020). Tension pneumothorax.
9. Kilgour, I., & Baxter, J. (2021). Needle decompression in tension
pneumothorax: anterior or lateral approach?. Journal of Paramedic
Practice, 13(8), 325-331.
10. Kim, M., & Moore, J. E. (2020). Chest trauma: current recommendations
for rib fractures, pneumothorax, and other injuries. Current
anesthesiology reports, 10, 61-68.
11. McCabe, A., Gray, J., Moloney, E., & Lane, S. IAEM Clinical Guideline:
Management of patients with tension pneumothorax in the emergency
department [v1. 0].
12. Redwan, B., Kirstein, R., Kösek, V., Thiel, B., Zirngibl, H., & Schmitz, B.
(2022). An unusual case of a tension pneumothorax. Journal of Surgical
Case Reports, 2022(11), rjac496.

25
13. Section of Injury Prevention and EMS Division of Public Health
Department of Health and Social Services: Prehospital Trauma Guidelines
For Micps In Alaska, January, 2007; 10-11 Juneau, AK 99811-0616
14. Singaraju, R. C., Durning, S. J., Battista, A., & Konopasky, A.
(2022). An Exploring procedure-based management reasoning: a case
of tension pneumothorax. Diagnosis, 9(4), 437-445.
15. Tran, J., Haussner, W., & Shah, K. (2021). Traumatic pneumothorax: a
review of current diagnostic practices and evolving management. The
Journal of Emergency Medicine, 61(5), 517-528.
16. Wong, A., Galiabovitch, E., & Bhagwat, K. (2019). Management of
primary spontaneous pneumothorax: a review. ANZ Journal of Surgery,
89(4)

26

Anda mungkin juga menyukai