Anda di halaman 1dari 58

RG-FIP-251

LAPORAN RESEARCH GROUP

TAHUN ANGGARAN 2018

PENDIDIKAN KARAKTER MELALUI GERAKAN LITERASI SEKOLAH DI


SD MUHAMMADIYAH SAPEN YOGYAKARTA

Oleh:

Dr. Wuri Wuryandani, S.Pd., M.Pd.


Suparlan, M.Pd.I.
Fathurrohman, M.Pd.
Luluk Agustin R.
Ririn Hidayati

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN


UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
TAHUN 2018

1
PRAKATA
Pendidikan merupakan hal penting yang perlu dilakukan di era sekarang ini.
Hal ini didasarkan pada alasan bahwa banyak terjadi perilaku menyimpang baik di
kalangan ana-anak, remaja, maupun orang dewasa. Lingkup terjadinya perilaku
menyimpang juga merata di lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat. sekolah
sebagai lembaga pendididikan formal merupakan salah pihak yang memiliki
tanggung jawab untuk mengembangkan karakter peserta didik.

Pelaksanaan pendidikan karakter di sekolah dapat dilakukan melalui


pembiasaan, keteladanan, ekstra kurikuler, budaya sekolah, dan kerjasama dengan
orang tua. Banyak program yang dapat menjadi motor penggerak pelaksanaan
pendidikan karakter di sekolah, salah satunya adalag Gerakan Literasi Sekolah
(GLS). Program GLS adalah program yang baru beberapa tahun ini digercarkan.
Kegiatan GLS yang terbgi dalam tiga tahap yaitu pembiasaan, pengembangan, dan
pembelajaran dapat menjadi alat untuk menginternalisasikan nilai karakter kepada
siswa jika muatan materinya dikaitkan dengan nilai-nilai karakter.

Penelitian ini bermaksud untuk meneliti pendidikan karakter melalui GLS di


SD Muhammadiyah Sapen Yogyakarta. Sekolah Dasar Muhammadiyah Sapen
merupakan salah satu sekolah yang fokus pengembangan karakter siswa menjadi
sebuah titik berat. Bnyak kegiatan yang diprogramkan sekolah ini, salah satunya
GLS. Sekolah Dasar Muhammadiyah Sapen melaksanakan GLS sejak pemerintah
menggulirkan program GLS. Oleh karena itu peneliti berasumsi bahwa sekolah ini
telah mampu mengemas pendidikan karakter melalui GLS secara baik.

Yogyakarta, 25 Juli 2018

Penyusun

2
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menggali tentang pendidikan karakter melalui
gerakan literasi sekolah di SD Muhammadiyah Sapen Yogyakarta. Penelitian ini
dilatarbelakangi oleh permasalahan pentingnya dilakukan pendidikan karakter salah
satunya melalui GLS di jenjang sekolah dasar.
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif.
Subjek penelitian adalah kepala sekolah, guru, tim literasi sekolah, dan siswa di SD
Muhammadiyah Sapen Yogyakarta. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah observasi, wawancara, dan dokumentasi. Teknik pemeriksaan
keabsahan data yang digunakan adalah teknik triangulasi metode.Teknik analisis
yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis induktif, yaitu analisis
yang bertolak dari data dan bermuara pada simpulan-simpulan umum. Langkah-
langkah analisis data tersebut meliputi: reduksi data, unitisasi dan kategorisasi,
display data, dan penarikan kesimpulan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa program gerakan literasi sekolah di SD
Muhammadiyah Sapen Yogyakarta mampu menumbuhkan nilai-nilai karakter siswa.
Kegiata literasi dilakukan melalui 3 tahap, yaitu pembiasaan, pengembangan, dan
pembelajaran. Dalam melaksanakan program tersebut guru bekerja sama dengan
pustakawan sekolah. Tahap-tahap kegiatan literasi dilaksanakan berdasarakan rambu-
rambu yang gerakan literasi sekolah dari pemerintah. Nilai-nilai karakter yang
berkembang melalui gerakan literasi di sekolah tersebut adalah gemar membaca,
disiplin, tanggung jawab, percaya diri, menghargai prestasi, kreatif, dan komunikatif.
Kata kunci: pendidikan karakter, gerakan literasi sekolah, sekolah dasar

3
DAFTAR ISI
Halaman Sampul ……………………………………………………………………1
Prakata ……………………………………………………………………………. 2
Halaman Pengesahan……………………………………………………………… 3
Abstrak Dan Summary …………………………………………………………… 4
Daftar Isi ……………………………………………………………………………5
Daftar Tabel ……………………………………………………………………… 6
Daftar Gambar……………………………………………………………………….7
Daftar Lampiran ………………………………………………………………......8
Bab I. Pendahuluan ……………………………………………………………… 9
Bab II Kajian Pustaka …………………………………………………………….14
Bab III Metode Penelitian ………………………………………………………….31
Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan ………………………………………….34
Bab V Kesimpulan dan Saran...........……………………………………………… 56
Daftar Pustaka …………………………………………………………………… 57

4
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Nilai dan Deskripsi Nilai Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa …… 20
Tabel 2. Pihak yang Berperan Aktif Dalam Kegiatan Literasi ………………….. 27
Tabel 3. Tahap Pelaksanaan Gerakan Literasi Sekolah ………………………… .31

5
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Komponen Dalam Analisis Data (Interctive model)................................. 35

6
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan proses untuk mempersiapkan siswa menjadi generasi
penerus bangsa yang berkualitas baik dari sisi pengetahuan, sikap maupun
keterampilan. Sumber daya manusia yang berkualitas ini diharapkan dapat
menjalankan perannya sebagai warga Negara yang baik dalam bingkai Negara
Kesatuan Republik Indonesia. Oleh karena itu dalam pelaksanaan pendidikan
harus menyentuh aspek kognitif, afektif, maupun psikomotor secara komprehensif.
Dalam upaya menjadikan siswa menjadi generasi penerus bangsa yang
berkualitas, penguatan pendidikan karakter merupakan salah satu hal yang harus
dilakukan. Pendidikan karakter merupakan hal penting yang harus dilakukan di era
sekarang ini. Jika diamati dalam keseharian kehidupan di era sekarang banyak
terjadi perilaku menyimpang yang bertentangan dengan nilai-nilai karakter.
Perilaku menyimpang ini terjadi pada kalangan anak-anak, remaja, maupun
dewasa. Demikian pula lingkup kejadiannya merambah dari lingkungan keluarga,
sekolah, dan masyarakat.
Sekolah dasar merupakan lembaga pendidikan yang meletakkan dasar nilai
untuk siswa menempuh jenjang pendidikan selanjutnya. Oleh karena itu di sekolah
dasar, hendaknya siswa tidak hanya dikembangkan aspek kognitifnya saja, tetapi
juga aspek afektif dan psikomotor. Dengan demikian, harapannya kelak ketika
siswa sudah memiliki bekal karakter yang baik, maka dalam kehidupannya mereka
akan senantiasa berperilaku sesuai dengan tuntunan nilai karakter yang baik.
Pelaksanaan pendidikan karakter di sekolah khususnya dapat dilakukan
melalui berbagai cara dan media. Salah satu cara yang dapat dilakukan melalui
Gerakan Literasi Sekolah (GLS). Literasi merupakan salah satu hal penting yang
dapat digunakan untuk mengintegrasikan nilai-nilai karakter. Literasi dimaknai
sebagai keterampilan berbahasa yang merupakan dasar bagi pengembangan melek
dalam berbagai hal. Kaitannya dengan pendidikan karakter, maka muatan literasi

7
dapat saja berupa berbagai materi yang dapat mengembangkan karakter siswa.
Sehingga ketika siswa melakukan kegiatan literasi akan mendapatkan pesan-pesan
nilai karakter di dalamnya.
Permasalahan yang sering muncul manakala literasi dimaknai sebagai
membaca saja tanpa dipedulikan pemahaman terhadap makna yang terkandung di
dalam bacaannya. Literasi juga sering dimaknai sebagai kemampuan membaca
saja, tidak melibatkan kemampuan yang lainnya. Bahkan tidak jarang ketika
mendengar istilah literasi itu identik dengan muatan kebahasaan. Permasalahan
lain yang muncul dalam hal budaya literasi adalah manakala terjadinya rendahnya
minat baca baik di lingkungan keluarga, sekolah, maupun masyarakat. Ketika
dilakukan pra survey penelitian, beberapa siswa mengatakan bahwa mereka malas
ketika harus membaca teks cerita pada soal bahasa ataupun soal cerita matematika.
Hal ini tentunya akan menimbulkan masalah karena mau tidak mau untuk
menyelesaikan soal tersebut, jika membaca saja tidak mau.
Masih terkait dengan masalah dalam hal literasi manakala siswa sekedar
membaca teks yang terdapat di dalam buku, tanpa tahu maknanya. Padahal mkna
yang terkandung dalam sebuah bacaan tentunya sangat beragam, salah satunya
nilai-nilai karakter. Jika siswa mampu menangkap makna yang ada di dalam
sebuah bacaan atau media yang mereka tonton tentu akan banyak nilai-nilai
karakter yang menginternalisasi ke dalam dirinya, sehingga dapat dijadikan
pijakan untuk diikuti dalam perilaku sehari-harinya.
Sekolah Dasar Muhammadiyah Sapen merupakan salah satu sekolah dasar di
Wilayah UPT Yogyakarta Utara yang memiliki fokus pada pengembangan
karakter siswa, di samping juga pengembangan aspek kognitif dan psikomotor.
Sekolah ini juga merupakan sekolah yang sangat giat mengembangkan budaya
literasi dalam kegiatan kesehariannya. Salah satu muatan literasi yang
dikembangkan di sekolah ini adalah karakter siswa. Dalam hal literasi SD
Muhammadiyah Sapen memiliki tim literasi sekolah yang melibatkan guru,
pustakawan, dan kepala sekolah dalam pelaksanaanya. Berdasarkan temuan

8
penelitian yang dilakukan oleh Bagyoastuti dan Wijayanti (2016: 131) bahwa
perpustakaan melalui pustakawan di SD Muhammadiyah Sapen memiliki peran
sebagai (1) manajer perpustakaan, (2) ahli informasi dan penggiat literasi
informasi, (3) pelaku instruksional, dan (4) kolaborator. Pemberdayaan
perpustakaan diarahkan pada tigas aspek, yaitu (1) peningkatan kolaborasi antara
pustakawan dengan guru, (2) pengembangan keterampilan literasi informasi yang
terintegrasi ke dalam pembelajaran, dan (3) peningkatan partisipasi warga sekolah
terhadap pengembangan koleksi pustaka. Temuan penelitian tersebut menunjukkan
bahwa SD Muhammadiyah Sapen merupakan sekolah yang sangat giat
mengembangkan budaya literasi.
Sekolah Dasar SD Muhammadiyah Sapen merupakan sekolah yang memiliki
perhatian dalam hal pengembangan karakter siswa secara komprehensif.
Pengembangan karakter siswa di sekolah dilaksanakan melalui kegiatan apapun
yang terdapat di sekolah. Kegiatan literasi merupakan salah satu cara yang
ditempuh untuk mengembangkan karakter siswa di sekolah ini. Berbagai media
digunakan dalam kegiatan literasi untuk mengembangkan karakter siswa.
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka dalam penelitian ini
hendak menggali tentang pendidikan karakter melalui GLS di SD Muhammadiyah
Sapen Yogyakarta. Penelitian ini akan menggali pendidikan karakter dari seluruh
aspek pelaksanaan GLS baik dari sisi proses maupun muatannya. Penelitian ini
akan menggali keterlibatan perpustakaan dan fasilitas lain di SD Muhammadiyah
Sapen dalam mendukung keberhasilan pendidikan karakter melalui GLS.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, dapat dirumuskan masalah
sebagai berikut:
1. Bagaimana pelaksanaan gerakan literasi sekolah di SD Muhammadiyah
Sapen Yogyakarta?”.
2. Nilai-nilai karakter apa saja yang ditanamkan melalaui gerakan literasi
sekolah di SD Muhammadiyah Sapen Yogyakarta?

9
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini untuk:
1. Menggali pelaksanaan gerakan literasi sekolah di SD
Muhammadiyah Sapen Yogyakarta.
2. Menemukan nilai-nilai karakter yang ditanamkan melalaui gerakan
literasi sekolah di SD Muhammadiyah Sapen Yogyakarta.
D. Manfaat
1. Praktis
Secara praktis penelitian ini bermanfaat untuk:
a. Kepala Sekolah
Bagi kepala sekolah penelitian ini dapat dijadikan pertimbangan utuk
mengambil kebijakan sekolah berkaitan dengan pelaksanaan pendidikan
karakter melalui GLS.
b. Guru
Bagi guru penelitian ini diharapkan dapat memberikan wawasan praktik
pendidikan karakter melalui GLS. Guru dalam hal ini dapat meniru praktik-
praktik pembelajaranyang telah dilakukan di SD Muhammadiyah Sapen
Yogykarta.
c. Tim Literasi Sekolah
Bagi TLS sebagai penggiat GLS penelitian ini dapat dijadikan rujukan
untuk menentukan praktik-praktik GLS melalui berbagai kegiatan baik pada
tahap pembiasaan, pengembangan, maupun pembelajaran.
2. Teoritis
Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan
kajian ilmu pengetahuan terkait dengan pendidikan karakter dan gerakan
literasi sekolah.

10
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Kajian Teori
1. Hakekat Karakter dan Pendidikan Karakter
a. Pengertian Karakter
Karakter merupakan salah satu hal yang memperoleh perhatian di dunia
pendidikan dewasa ini. Berbagai strategi dan program yang ditawarkan guna
mendukung keberhasilan pendidikan karakter yang diselenggarakan melalui
lembaga pendidikan formal, yaitu sekolah. Pendidikan karakter muncul bukanlah
tanpa didasarkan pada latar belakang tertentu. Pendidikan karakter muncul dan
diperlukan karena seiring dengan banyaknya perilaku menyimpang yang tejadi di
era sekarang ini. Pendidikan karakter merupakan program yang bukan sekedar
mengembangkan kemampuan kognitif siswa, tetapi juga menyentuh ranah afektif
dan psikomotor.
Wynne (1991: 139) menjelaskan bahwa karakter berasal dari bahasa Yunani
yang berarti to mark (menandai) dan memfokuskan pada perilaku nyata sehari-hari
yang dapat diamati. Jadi pendidikan karakter perlu menghasilkan perubahan
perilaku siswa yang diwujudkan dalam aktivitasnya sehari-hari. Tokoh yang lain
yaitu Lickona (1991: 51) menjelaskan bahwa pengertian karakter terkait dengan
tiga hal, yaitu pengetahuan moral, perasaan moral, dan perilaku moral. Karakter
yang baik adalah mencakup pengetahuan tentang hal yang baik, menginginkan
yang baik, dan melakukan kebiasaan baik dari pikiran, kebiasaan hati, dan
kebiasaan tindakan.
Karakter manusia tidak akan berkembang secara optimal tanpa dukungan
lingkungan sosial di sekitarnya. Lickona (1991: 63) menjelaskan bahwa karakter
tidak berfungsi dalam ruang hampa, ini berfungsi dalam lingkungan sosial. Dalam
bukunya Educating for Character (1991) ia mengistilahkan “character doesn’t
function in a vacuum, it functions in a social environtment”. Lingkungan biasanya
menekankan pada nilai moral yang diinginkan. Misalnya ketika lingkungan

11
tersebut berkehendak menjadikan disiplin adalah yang utama untuk ditanamkan,
maka dalam kesehariannya perilaku orang-orang di lingkungan tersebut diwarnai
dengan sikap disiplin. Demikian pula iklim yang dikembangkan di lingkungan
tersebut adalah iklim yang mendukung perilaku disiplin warganya.
Berdasarkan penjelasan di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa
karakter menyangkut perilaku manusia yang positif. Karakter diartikan sebagai
hal-hal baik yang ditunjukkan manusia dalam perilakunya sehari-hari. Seorang
manusia dikatakan berkarakter jika memiliki tiga dimensi karakter yang baik yaitu
pengetahuan moral, perasaan moral, dan perilaku moral. Dalam kehidupan sehari-
hari karakter yang dimiliki seseorang akan membawa dampak bagi kehidupan
sosial di sekelilingnya. Orang-orang yang memiliki karakter baik, akan lebih
mudah diterima lingkungan daripada orang yang tidak berkarakter. Oleh karena itu
dalam kehidupan sehari-hari perlu terus menjaga perilaku yang menunjukkan
karakter yang baik agar dihargai oleh orang di sekitar kita.
b. Komponen-Komponen Karakter yang Baik
Karakter yang baik memiliki komponen yang terdiri dari moral knowing
(pengetahuan moral), moral feeling (perasaan moral), dan moral action (perilaku
moral). Penjelasan tentang komponen karakter yang baik dari gambar tersebut
adalah sebagai berikut:
1) Moral knowing atau pengetahuan moral, terdiri dari enam komponen sebagai
berikut:
a) Moral awareness, kesadaran moral memiliki dua aspek, yaitu pertama
tanggung jawab moral untuk menggunakan kecerdasannya untuk melihat
situasi yang meminta penilaian atau pertimbangan moral, dan berpikir hati-
hati tentang apa yang benar dengan perilaku tersebut. Aspek yang kedua
adalah penyelesaian masalah untuk diinformasikan.
b) Knowing moral values,pengetahuan tentang nilai-nilai moral terdiri dari
menghormati kehidupan dan kebebasan, tanggung jawab terhadap orang lain,

12
kejujuran, keadilan, toleransi, courtesy, disiplin diri, integritas, kebaikan,
kasih sayang, dan keberanian mengartikan bahwa banyak cara untuk menjadi
orang baik. Pengetahuan moral juga berarti pemahaman bagaimana untuk
menerapkan ke dalam situasi yang berbeda.
d) Perspective taking, yaitu kemampuan untuk mengambil sudut pandang orang
lain, melihat situasi saat mereka melihatnya, membayangkan bagaimana
mereka berpikir, bereaksi, dan merasa.
e) Moral reasoning atau alasan moral, yaitu terlibat untuk memahami apa
artinya moral dan mengapa kita harus bermoral.
f) Decision-making atau pembuatan keputusan, yaitu seseorang yang mampu
berpikir cara memecahkan masalah moral dan memiliki keterampilan
mengambil keputusan reflektif.
g) Self knowledge atau pengetahuan diri. Mendaptakan pengetahuan moral
tentang diri sendiri merupakan hal yang sangat sulit, tetapi diperlukan untuk
pengembangan karakter. Untuk menjadi orang yang bermoral dibutuhkan
kemampuan untuk dapat meninjau perilaku diri sendiri dan mengevaluasinya
secara kritis.
2) Moral feeling atau perasaan moral ada enam komponen, yaitu:
a) Conscience atau hati nurani, memiliki dua sisi yaitu : sisi pengetahuan
kognitif tentang perasaan benar, dan sisi emosional yang berupa kewajiban
untuk melakukan hal yang benar.
b) Self esteem atau harga diri, harga diri. Ketika kita memiliki harga diri yang
sehat, maka kita akan menghargai diri kita sendiri. Ketika kita memiliki
harga diri, cenderung untuk kurang bergantung pada orang lain. Studi
menunjukkan bahwa anak-anak dengan harga diri yang tinggi lebih tahan
terhadap tekanan teman sebaya.

13
e) Empathy atau empati, dapat diidentifikasi sebagai pengalaman, atau keadaan
orang lain. Empati memungkinkan seseorang untuk mampu merasakan apa
yang dirasakan orang lain.
f) Loving the good atau mencintai kebaikan, merupakan bentuk tertinggi dari
karakter. Ketika orang menyukai kebaikan, mereka senang berbuat baik dan
memiliki keinginan moralitas, tidak menganggap moralitas hanya sekedar
tugas.
g) Self control atau kontrol diri. Kontrol diri membantu kita menjadi etis dan
mengekang diri. Kontrol diri berfungsi untuk mengurangi perilaku
menyimpang di kalangan remaja.
i) Humility atau kerendahan hati,merupakan bagian yang penting karakter yang
baik. Kerendahan hati adalah sisi afektif dari pengetahuan diri. Keduanya
merupakan keterbukaan yang tulus untuk kebenaran dan keinginan untuk
bertindak memperbaiki kegagalan yang terjadi.
3) Moral action atau tindakan moral ada tiga komponen, yaitu:
a) Competence atau kompetensi, yaitu kemampuan untuk mengubah penilaian
moral dan perasaan ke dalam tindakan moral yang efektif.
b) Will atau keinginan. Pilihan yang tepat dalam situasi moral biasanya sangat
sulit. Menjadi baik sering membutuhkan tindakan nyata daripada sebuah
keinginan. Hal ini membutuhkan mobilisasi energi moral untuk melakukan
apa yang kita pikir.
c) Habit atau kebiasaan. Dalam banyak situasi perilaku moral ada karena
kebiasaan. Melakukan hal yang benar muncul karena kekuatan kebiasaan.
Komponen-komponen di atas merupakan komponen karakter yang baik.
Seseorang dikatakan memiliki karakter yang baik apabila antara pengetahuan
moral, perasaan moral, dan perilaku moral umumnya akan bekerja bersama dan
saling mendukung satu sama lain. Dengan demikian jika orang hanya memiliki

14
satu atau dua komponen karakter yang baik, belum bisa ia dikatakan sebagai orang
yang berkarakter baik.
Berdasarkan uraian di atas tentang karakter dapat disimpulkan bahwa karakter
merupakan cerminan dari perilaku seseorang. Perilaku ini dapat diamati dan
dievaluasi serta berlangsung dalam waktu yang lama dan terus menerus. Seseorang
dikatakan memiliki karakter yang baik manakala dalam dirinya terkandung aspek
pengetahuan moral, perasaan moral, dan perilaku moral. Jadi pengetahuan moral
yang dimiliki seseorang yang berkarakter baik harus mampu diaplikasikan dalam
aktivitasnya sehari-hari yang dapat diamati dan dinilai oleh orang lain. Dalam
membentuk seseorang agar berkarakter baik perlu mendapat dukungan dari
lingkungan sosial di mana individu tersebut berada.
2. Pendidikan Karakter (Character Education)
Pendidikan karakter adalah hal yang penting untuk ditanamkan kepada siswa
sebagai calon generasi penerus bangsa. Orang tua, pendidik, institusi agama,
organisasi kepemudaan memiliki tanggung jawab yang besar untuk membangun
karakter, nilai, dan moral pada generasi muda (Krischenbaum, 1995: 3).
Pendidikan karakter bukanlah tanggung jawab segelintir orang atau lembaga
tertentu saja, akan tetapi merupakan tanggung jawab bersama, baik lingkungan
keluarga, sekolah, dan masyarakat. Ketiga lingkungan pendidikan tersebut harus
bekerja bersama-sama untuk mendukung konsistensi dan kontinuitas pendidikan
karakter, sehingga dapat tercapai tujuan yang telah ditetapkan.
Pendidikan karakter penting untuk dilakukan dalam rangka mengatasi
masalah-masalah penyimpangan moral yang banyak terjadi akhir-akhir ini. Bebeau
dkk. (1999: 19) menjelaskan bahwa pendidikan karakter diperlukan sebagai sarana
untuk melawan penyimpangan dan anarkhi para pemuda. Untuk mendukung
keberhasilan pendidikan karakter perlu dilakukan sosialisasi tentang moral dasar
yang perlu dimiliki anak dan remaja untuk mencegah remaja melakukan kejahatan
yang dapat merugikan diri remaja itu sendiri maupun orang lain. Sosialisasi moral

15
dasar dalam pendidikan karakter ini bertujuan untuk menciptakan remaja yang
melek moral.
Melalui pendidikan karakter akan tertanam nilai-nilai karakter yang baik di
dalam diri individu. Nilai-nilai karakter yang baik akan menuntun seseorang dalam
berperilaku sehari-hari. Pendapat tersebut senada dengan yang disampaikan
Wibowo (2012: 36) bahwa pendidikan karakter merupakan proses pendidikan
yang menanamkan dan mengembangkan karakter-karakter luhur kepada anak
didik, sehingga mereka memiliki karakter luhur, dan menerapkan serta
mempraktikan dalam kehidupannya, baik di lingkungan keluarga, warga
masyarakat, maupun warga negara. Berdasarkan pengertian tersebut, maka yang
bertanggung jawab dalam mengembangkan pendidikan karakter tidak hanya
sekolah, tetapi sinergis antara keluarga, sekolah, dan masyarakat.
Pendidikan karakter tidak dapat dilakukan di dalam suatu ruang hampa
(vacuum tube) yang bebas nilai, karena karakter sangat erat (bounded) dengan
kehidupan (Suryadi, 2012: 96). Berdasarkan penjelasan tersebut maka pendidikan
karakter di sekolah tidak akan berhasil jika pembelajarannya hanya berupa hafalan
secara verbalistik saja. Tidak ada jaminan jika pendidikan karakter itu berdiri
sendiri sebagai mata pelajaran, maka akan berhasil dengan baik. Oleh karena
itulah maka pelaksanaan pendidikan karakter di sekolah hendaknya dapat
dilakukan dengan mengintegrasikan ke dalam mata pelajaran.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan pendidikan
karakter bukan merupakan tanggung jawab segelintir orang atau kelompok saja,
tetapi perlu adanya jalinan kerjasama yang baik antara lingkungan keluarga,
sekolah, dan masyarakat. Diharapkan melalui pelaksanaan pendidikan karakter
yang baik di dalam tiga lingkungan pendidikan tersebut, maka akan mampu
mempersiapkan peserta didik menjadi generasi muda yang berkarakter. Dengan
demikian perilaku anarkhi yang sering terjadi akhir-akhir ini dapat diminimalkan
kejadiannya.

16
3. Nilai Karakter yang Perlu Dikembangkan
Pendidikan karakter merupakan sebuah proses untuk menginternalisasikan
nilai-nilai karakter kepada siswa. Nilai-nilai tersebut adalah merupakan nilai
positif yang akan menuntuk siswa ke arah perilaku yang baik. Berbekal nilai yang
kuat diharapkan ke depannya siswa akan mudah bersosialisasi dengan orang lain di
sekitarnya. Beberapa nilai karakter yang diinternalisasikan kepada siswa adalah
sebagai berikut:
Tabel 1. Nilai dan Deskripsi Nilai Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa
No. Nilai Deskripsi
1 Religius Sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang dianutnya, toleran terhadap
pelaksana ibadah agama lain, dan hidup rukun terhadap pemeluk agama lain.
2 Jujur Perilaku yang dilaksanakan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya
dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan.
3 Toleransi Sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan agama, suku, etnis, pendapat, sikap, dan tindakan orang
lain yang berbeda dari dirinya.
4 Disiplin Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan.
5 Kerja Keras Perilaku yang menunjukkan upaya sungguh-sungguh dalam mengatasi berbagai hambatan belajar dan
tugas, serta menyelesaikan tugas dengan sebaik-baiknya.
6 Kreatif Berfikir dan melakukan sesuatu untuk menghasilkan cara atau hasil baru dari sesuatu yang telah
dimiliki.
7 Mandiri Sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain dalam menyelesaikan tugasnya.
8 Demokratis Cara berfikir, bersikap, dan bertindak yang menilai sama hak dan kewajiban dirinya dan orang lain.
9 Rasa Ingin Sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih mendalam dan meluas dari sesuatu
Tahu yang dipelajarinya, dilihat, dan didengar.
10 Semangat Cara berfikir, bertindak, dan berwawasan yang menempatkan kepentingan diri dan kelompoknya.
Kebangsaan
11 Cinta Tanah Air Cara berfikir, bersikap, dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan yang
tinggi terhadap bangsa, lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan politik bangsa.
12 Menghargai Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat,
Prestasi dan mengakui, serta menghormati keberhasilan orang lain.
13 Bersahabat / Tindakan yang memperhatikan rasa senang berbicara, bergaul, dan bekerja sama dengan orang lain.
Komunikatif
14 Cinta Damai Sikap, perkataan dan tindakan yang menyebabkan orang lain merasa senang dan aman atas
kehadirannya.
15 Gemar Kebiasaan menyediakan waktu untuk membaca berbagai bacaan yang memberikan kebajikan bagi
Membaca dirinya.
16 Peduli Sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah kerusakan pada lingkungan alam sekitarnya, dan
Lingkungan mengembangkan upaya-upaya untuk memperbaiki kerusakan alam yang sudah terjadi.
17 Peduli Sosial Sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi bantuan pada orang lain dan masyarakat yang
membutuhkan.
18 Tanggung Sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya, yang seharusnya dia
Jawab lakukan, terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial, budaya), negara dan Tuhan Yang
Maha Esa.
Sumber : Kementerian Pendidikan Nasional (2010: 9-10)

4. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Keberhasilan Pendidikan Karakter


Dalam psikologi karakter, ketika akan menghilangkan perilaku moral yang
jelek, dan membantu orang untuk menjadi lebih baik, maka perlu memperhatikan

17
dampak lingkungan (Lickona, 1991: 63). Ini berarti bahwa lingkungan memiliki
pengaruh yang kuat dalam pembentukan karakter seseorang. Siswa yang
dikembangkan karakternya hidup dalam tiga lingkungan yang berbeda yaitu
keluarga, sekolah dan masyarakat. Kerjasama, konsistensi dan kontinyuitas dalam
pelaksanaan pendidikan karakter perlu ada di dalam tiga lingkungan pendidikan
tersebut.
Sekolah sebagai salah satu lingkungan yang berpengaruh terhadap
keberhasilan pendidikan karakter perlu menciptakan lingkungan moral yang
mendukung ketercapaian nilai-nilai karakter baik yang akan dikembangkan.
Lingkungan secara bertahap akan membentuk kesadaran moral siswa untuk
terbiasa berpikir, memiliki perasaan, dan bertindak sesuai dengan nilai moral. Di
sinilah pengembangan nilai karakter dapat dicapai, yaitu manakala dalam diri
peserta didik sudah terbentuk pembiasaan untuk berpikir, berperasaan, dan
berperilaku sesuai nilai moral yang ada.
Keberhasilan pendidikan karakter di sekolah dipengaruhi oleh beberapa
faktor yang saling berhubungan satu sama lain. Menurut Wibowo (2012: 45) agar
implementasi pendidikan karakter di sekolah dapat berhasil, maka syarat utama
yang harus dipenuhi antara lain pertama teladan dari guru, karyawan, pimpinan
sekolah, dan para pemangku kebijakan sekolah. Pendidikan karakter bukanlah
tanggung jawab sebagian guru semata, atau bidang studi tertentu tetapi tanggung
jawab seluruh warga sekolah. Menjadi tidak bijak ketika ada perilaku siswa yang
menyimpang kemudian menjadikan pihak tertentu menjadi penyebabnya, misalnya
kegagalan mata pelajaran agama, PKn, atau yang lainnya. Kedua, pendidikan
karakter dilakukan secara konsisten dan secara terus menerus. Pendidikan karakter
perlu dilakukan melalui pembiasaan yang konsisten dan terus menerus, sehingga
nilai-nilai karakter benar-benar dapat terinternalisasi dalam diri siswa secara utuh.
Ketiga, penanaman nilai-nilai karakter utama. Nilai-nilai karakter yang utama akan
mendasari tumbuhnya karakter lainnya, sehingga nilai karakter utama penting
untuk ditumbuhkan dalam diri siswa.

18
Character Education Partnership (CEP) dalam Character Education Quality
Standards and its Eleven Principles of Effective Character Education (CEP,
2005a, 2005b) menjelaskan bahwa bentuk pendidikan karakter yang komprehensif
memuat 11 prinsip sebagai berikut:
a. mempromosikan nilai-nilai etika inti sebagai dasar karakter yang baik;
b. mendefinisikan karakter secara komprehensif dengan memasukkan berpikir,
merasa, dan perilaku;
c. menggunakan pendekatan yang komprehensif, proaktif, dan efektif untuk
pengembangan karakter;
d. menciptakan kepedulian komunitas sekolah;
e. memberikan kesempatan siswa untuk tindakan moral;
f. memasukkan kurikulum akademik yang bermakna dan menantang yang
menghormati semua peserta didik, mengembangkan karakter mereka, dan
membantu mereka untuk sukses;
g. berusaha untuk mendorong motivasi diri siswa;
h. melibatkan staf sekolah dalam pembelajaran dan komunitas moral yang
bertanggung jawab dalam pendidikan karakter dan upaya untuk mematuhi nilai-
nilai inti yang sama dalam membimbing pendidikan siswa;
i. memupuk kepemimpinan moral bersama dan mendukung inisiatif pendidikan
karakter dalam jangka panjang;
j. melibatkan keluarga dan anggota masyarakat sebagai mitra dalam upaya
pembangunan karakter;
k. mengevaluasi karakter sekolah, fungsi staf sekolah sebagai pendidik karakter,
dan sejauh mana siswa memanifestasikan karakter yang baik (Glanzer &
Milson, 2006:. 534).
Pelaksanaan pendidikan karakter harus didasarkan pada prinsip-prinsip

tertentu agar ketercapaian tujuan dapat secara optimal diraih. Akbar (2011: 17)

19
menjelaskan prinsip-prinsip yang harus dipegang sekolah dalam pelaksanaan

pendidikan karakter sebagai berikut :

a. Mempromosikan nilai-nilai efektif yang berintikan dari nilai-nilai Pancasila


b. Nilai-nilai yang diinernalisasikan dapat membantu peserta didik memahami dan
menjadi manusia yang berkarakter baik.
c. Nilai-nilai yang diinternalisasikan dapat diaplikasikan dalam praktik kehidupan
komunitas sekolah secara konsisten.
d. Nilai-nilai yang diinternalisasikan dapat diaplikasikan dalam praktik kehidupan
komunitas sekolah secara konsisten.
e. Pengembangan nilai-nilai dan karakter terjadi dalam hubungan peserta didik
dengan pendidik, tenaga kependidikan, keluarga, dan lingkungan masyarakat
sebagai bagian dari sistem pendekatan utuh pendidikan karakter.
f. Nilai utama diwujudkan dengan dukungan lingkungan belajar yang kondusif
dimana peserta didik dapat menggali nilai-nilai dari dirinya sendiri dan dari
lingkungan belajarnya.
g. Pengembangan karakter dilakukan oleh pendidik dan tenaga kependidikan yang
kompeten dan patut diteladani.
h. Memfungsikan seluruh staf sekolah sebagai komunitas moral yang berbagi
tanggung jawab untuk pendidikan karakter dan setia pada nilai dasar yang sama.
i. Kepala sekolah, guru-guru, staf administrasi, laboran, dan pengelola kantin di
sekolah menjalankan kepemimpinan moral, memberi dukungan dan jaringan
secara luas dalam membangun inisiatif pendidikan karakter.
j. Memfungsikan keluarga dan anggota masyarakat sebagai mitra dalam usaha
membangun karakter dengan prinsip saling menghargai, setara, dan memberi
manfaat.
k. Pengembangan budaya sekolah dilaksanakan dengan prinsip terpadu, konsisten,
menyenangkan dan berkelanjutan.

20
l. Pembelajaran nilai dalam rangka pendidikan karakter dilakukan melalui
pembelajaran yang berorientasi pada PAKEM (Pembelajaran Aktif, Kreatif,
Efektif, Menyenangkan) baik melalui program intrakurikuler maupun
ekstrakurikuler.
m. Mengevaluasi pendidikan karakter di sekolah, tenaga pendidik dan
kependidikan sebagai pendidik karakter, dan mewujudkan karakter positif
dalam kehidupan peserta didik.
n. Menerapkan pendekatan menyeluruh dalam implementasi pendidikan karakter
di sekolah dasar.
2. Gerakan Literasi Sekolah
a. Pengertian Gerakan Literasi Sekolah
Literasi merupakan salah satu program kegiatan yang dapat digunakan
untuk mengembangkan nilai-nilai karakter apabila dilaksanakan dengan
berbasis pada pendidikan karakter. Abidin (2015) menjelaskan bahwa
multiliterasi dimaknai sebagai keterampilan menggunakan beragam cara untuk
menyatakan dan memahami ide-ide dan informasi dengan menggunakan
bentuk-bentuk teks konvensional maupun bentuk-bentuk inovatif, simbol dan
multimedia. Teks yang digunakan dalam kegiatan literasi ini salah satunya
dapat memuat nilai-nilai karakter, sehingga mampu untuk mengembangkan
karakter siswa melalui kegiatan literasi.

Gerakan Literasi Sekolah merupakan merupakan suatu usaha atau


kegiatan yang bersifat partisipatif dengan melibatkan warga sekolah (peserta
didik, guru, kepala sekolah, tenaga kependidikan, pengawas sekolah, Komite
Sekolah, orang tua/wali murid peserta didik), akademisi, penerbit, media massa,
masyarakat (tokoh masyarakat yang dapat merepresentasikan keteladanan,
dunia usaha, dll.), dan pemangku kepentingan di bawah koordinasi Direktorat
Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan (Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah, 2016: 7). Berlandaskan

21
pada pengertian tersebut, maka pelaksanaan program GLS menjadi seluruh
tanggung jawab warga sekolah, keluarga dan masyarakat.

b. Komponen Literasi
Berbicara tentang literasi tidak terbatas hanya sekedar pada membaca dan
menulis, tetapi mencakup keterampilan berpikir menggunakan sumber-sumber
pengetahuan dalam bentuk cetak, visual, digital, dan auditori. Kemampuan
tersebut pada abad 21 ini dikenal dengan istilah literasi informasi. Clay (2001)
dan Ferguson dalam Kemdikbud (2016: 8-9) menjabarkan bahwa komponen
literasi informasi terdiri atas literasi dini, literasi dasar, literasi perpustakaan,
literasi media, literasi teknologi, dan literasi visual. Komponen literasi tersebut
dijelaskan sebagai berikut:
1) Literasi Dini (Early Literacy), yaitu kemampuan untuk menyimak,
memahami bahasa lisan, dan berkomunikasi melalui gambar dan lisan yang
dibentuk oleh pengalamannya berinteraksi dengan lingkungan sosialnya di
rumah. Pengalaman peserta didik dalam berkomunikasi dengan bahasa ibu
menjadi fondasi perkembangan literasi dasar.
2) Literasi Dasar (Basic Literacy), yaitu kemampuan untuk mendengarkan,
berbicara, membaca, menulis, dan menghitung (counting) berkaitan dengan
kemampuan analisis untuk memperhitungkan (calculating), mempersepsikan
informasi (perceiving), mengomunikasikan, serta menggambarkan informasi
(drawing) berdasarkan pemahaman dan pengambilan kesimpulan pribadi.
3) Literasi Perpustakaan (Library Literacy), antara lain, memberikan
pemahaman cara membedakan bacaan fiksi dan nonfiksi, memanfaatkan
koleksi referensi dan periodikal, memahami Dewey Decimal System sebagai
klasifikasi pengetahuan yang memudahkan dalam menggunakan
perpustakaan, memahami penggunaan katalog dan pengindeksan, hingga
memiliki pengetahuan dalam memahami informasi ketika sedang
menyelesaikan sebuah tulisan, penelitian, pekerjaan, atau mengatasi masalah.

22
4) Literasi Media (Media Literacy), yaitu kemampuan untuk mengetahui
berbagai bentuk media yang berbeda, seperti media cetak, media elektronik
(media radio, media televisi), media digital (media internet), dan memahami
tujuan penggunaannya.
5) Literasi Teknologi (Technology Literacy), yaitu kemampuan memahami
kelengkapan yang mengikuti teknologi seperti peranti keras (hardware),
peranti lunak (software), serta etika dan etiket dalam memanfaatkan
teknologi. Berikutnya, kemampuan dalam memahami teknologi untuk
mencetak, mempresentasikan, dan mengakses internet. Dalam praktiknya,
juga pemahaman menggunakan komputer (Computer Literacy) yang di
dalamnya mencakup menghidupkan dan mematikan komputer, menyimpan
dan mengelola data, serta mengoperasikan program perangkat lunak. Sejalan
dengan membanjirnya informasi karena perkembangan teknologi saat ini,
diperlukan pemahaman yang baik dalam mengelola informasi yang
dibutuhkan masyarakat.
6) Literasi Visual (Visual Literacy), adalah pemahaman tingkat lanjut antara
literasi media dan literasi teknologi, yang mengembangkan kemampuan dan
kebutuhan belajar dengan memanfaatkan materi visual dan audiovisual
secara kritis dan bermartabat. Tafsir terhadap materi visual yang tidak
terbendung, baik dalam bentuk cetak, auditori, maupun digital (perpaduan
ketiganya disebut teks multimodal), perlu dikelola dengan baik.
Bagaimanapun di dalamnya banyak manipulasi dan hiburan yang benarbenar
perlu disaring berdasarkan etika dan kepatutan.
Jenis-jenis komponen literasi tersebut berdampak pada pihak mana
saja yang terlibat dalam kegiatan literasi. Berikut disajikan tabel tentang pihak
yang ikut berperan aktif terlibat dalam masing-masing komponen literasi
tersebut.

23
Tabel 2. Pihak yang Berperan Aktif Dalam Kegiatan Literasi
No. Komponen Literasi Pihak yang Berperan Aktif
1. Literasi usia dini Orang tua dan keluarga, guru/PAUD
pamong/pengasuh
2. Literasi dasar Pendidikan formal
3. Literasi perpustakaan Pendidikan formal
4. Literasi teknologi Pendidikan formal dan keluarga
5. Literasi media Pendidikan formal, keluarga, dan lingkungan
sosial (tetangga/masyarakat sekitar)
6. Literasi visual Pendidikan formal, keluarga, dan lingkungan
sosial
c. Tahap Implementasi Gerakan Literasi Sekolah
Penumbuhan literasi di sekolah dilakukan melalui kegiatan rutin dan
insidental. Baik melalui kegiatan rutin maupun insidental kegiatan literasi
dilaksanakan melalui 3 tahap yaitu pembiasaan, pengembangan, dan
pemelajaran. Untuk melaksanakan ketiga kegiatan tersebut diperlukan kegiatan
persiapan. Tahap pelaksanaan GLS dijelaskan dalam Kemdikbud (2017:10-11)
sebagai berikut:
1) Persiapan
a) Rapat koordinasi untuk membicarakan maksud dan tujuan dilaksanakannya
literasi di sekolah. Kegiatan ini melibatkan Kepala Sekolah, Wakil Kepala
Sekolah, dan Perwakilan Guru dan Karyawan. Kegiatan ini bertujuan untuk:
a) pemahaman tentang literasi, b) pembentukan tim literasi sekolah (TSL), c)
penyusunan garis besar program kerja literasi sekolah (dilanjutkan oleh
TLS), dan d) persiapan materi sosialisasi literasi

24
b) Pembentukan Tim Literasi di Sekolah (TLS). Tim ini diberi tugas melalui
Surat Keputusan Kepala Sekolah yang berisi tugas pokok dan fungsinya.
Jumlah tim yang diperlukan menyesuaikan kebutuhan sekolah.
c) Sosialisasi. Kegiatan sosialisasi dilakukan kepada guru, karyawan, siswa,
komite sekolah, dan orang tua.
d) Persiapan sarana dan prasarana untuk menumbuhkembangkan budaya literasi
di sekolah. sarana dan prasana yang diperlukan adalah: a) perpustakaan
sekolah, b) pojok baca di kelas, dan lingkungan sekolah, c) satu set buku
teks, d) web sekolah yang disertai interface literasi, e) akses internet di
lingkungan sekolah, f) banner, spanduk, poster, dan leaflet budaya literasi.
2) Pelaksanaan, dilakukan melalui pembiasaan, pengembangan, dan
pembelajaran.
Berdasarkan beberapa sumber, dapat disarikan tujuh karakteristik
pembelajaran yang menerapkan strategi literasi yang dapat mengembangkan
kemampuan metakognitif (Beers 2010: 20-21; Pahl & Rowsell 2005: 82,
dalam Kemdikbud, 2017: 14) antara lain: 1) Pemantauan pemahaman teks
(siswa merekam pemahamannya sebelum, ketika, dan setelah membaca), 2)
Penggunaan berbagai moda selama pembelajaran (literasi multimoda), 3)
Instruksi yang jelas dan eksplisit. 4) Pemanfaatan alat bantu seperti pengatur
grafis dan daftar cek, 5) Respon terhadap berbagai jenis pertanyaan, 6)
Membuat pertanyaan, 7) Analisis, sintesis, dan evaluasi teks, dan 8)
Meringkas isi teks.
d. Strategi Membangun Budaya Literasi Sekolah
Berhasi tidaknya pelaksanaan GLS tentunya tergantung pada strategi yang
dilakukan. Beberapa strategi yang dapat dilakukan dalam implementasi GLS
adalah sebagai berikut:
1) Mengkondisikan lingkungan fisik ramah literasi
Lingkungan fisik merupakan satu hal penting yang harus diperhatikan
untuk mendukung tercapainya tujuan suatu program. Demikian pula dengan

25
GLS, penting memperhatikan ketersediaan lingkungan fisik yang ramah dan
mendukung program tersebut. Dalam hal ini sekolah dapat melakukan
pemajangan karya di seluruh area sekolah, termasuk koridor, kantor kepala
sekolah, dan guru. Karya yang dipajang diganti secara rutin agar semua siswa
mendapatkan kesempatan. Kecuali itu lingkungan yang ramah literasi dapat
dilakukan dengan cara memberikan kemudahan kepada siswa untuk mengkses
bahan bacaan yang terdapat di seluruh sudut baca di semua kelas.
2) Mengupayakan lingkungan sosial dan afektif sebagai model komunikasi dan
interaksi yang literat.
Lingkungan sosial dan afektif ini dapat dibentuk melalui pengakuan atas
capaian peserta didik sepanjang tahun. Hal ini dilakukan melalui pemberian
penghargaan yang dapat dilakukan secara rutin. Kegiatan pemberian
penghargaan ini dilakukan secara mingguan, bulanan, atau per semester.
Penghargaan yang diberikan tidak terbatas pada penghargaan akademis, tetapi
juga sikap dan usaha peserta didik. Pengakuan terhadap capaian peserta didik
juga dapat dilakukan melalui kegiatan lomba-lomba yang diadakan oleh
sekolah. Kegiatan ini dapat dilaksanakan untuk memperingati momen-momen
tertentu.
3) Mengupayakan sekolah sebagai lingkungan akademik yang literat.
Lingkungan akademik dalam pelaksanaan GLS dapat dilakukan dengan
proses perencanaan dan pelaksanaan GLS di sekolah. salah satu kegiatan yang
dapat dilakukan adalah membudayakan kegiatan membaca dalam hati atau guru
membacakan nyaring salah satu buku dalam waktu 15 menit sebelum
pembelajaran. Dalam kegiatan ini perlu dukungan tenaga guru atau staf lain
yang memahami tentang GLS.
e. Tahap Pelaksanaan Gerakan Literasi Sekolah
Pelaksanaan GLS dilakukan dalam 3 tahap yaitu pembiasaan,
pengembangan, dan pembelajaran. Dalam masing-masing tahap pelaksanaan GLS

26
memiliki kegiatan yang berbeda satu dengan lainnya. Secara rinci tahap
pelaksanaan GLS diuraikan pada penjelasan sebagai berikut:
1) Tahap ke-1: Pembiasaan kegiatan membaca yang menyenangkan di ekosistem
sekolah . Pembiasaan ini bertujuan untuk menumbuhkan minat terhadap bacaan
dan terhadap kegiatan membaca dalam diri warga sekolah. Penumbuhan minat
baca merupakan hal fundamental bagi pengembangan kemampuan literasi peserta
didik.
2) Tahap ke-2: Pengembangan minat baca untuk meningkatkan kemampuan
literasi Kegiatan literasi pada tahap ini bertujuan mengembangkan kemampuan
memahami bacaan dan mengaitkannya dengan pengalaman pribadi, berpikir
kritis, dan mengolah kemampuan komunikasi secara kreatif melalui kegiatan
menanggapi bacaan pengayaan.
3) Tahap ke-3: Pelaksanaan pembelajaran berbasis literasi Kegiatan literasi pada
tahap pembelajaran bertujuan mengembangkan kemampuan memahami teks dan
mengaitkannya dengan pengalaman pribadi, berpikir kritis, dan mengolah
kemampuan komunikasi secara kreatif melalui kegiatan menanggapi teks buku
bacaan pengayaan dan buku pelajaran . Dalam tahap ini ada tagihan yang sifatnya
akademis (terkait dengan mata pelajaran). Kegiatan membaca pada tahap ini
untuk mendukung pelaksanaan Kurikulum 2013 yang mensyaratkan peserta didik
membaca buku nonteks pelajaran yang dapat berupa buku tentang pengetahuan
umum, kegemaran, minat khusus, atau teks multimodal, dan juga dapat dikaitkan
dengan mata pelajaran tertentu (kemdikbud, 2016).
Lebih lanjut dalam Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah Tahun 2016
dijelaskan ketiga tahap pelaksanaan GLS sebagai berikut:

27
Tabel 3. Tahap Pelaksanaan Gerakan Literasi Sekolah
Tahapan Kegiatan
Pembiasaan 1. Lima belas menit membaca setiap hari sebelum jam pelajaran melalui kegiatan
(belum ada membacakan buku dengan nyaring ( read aloud ) atau seluruh warga sekolah
tagihan) membaca dalam hati (sustained silent reading).
2. Membangun lingkungan fisik sekolah yang kaya literasi, antara lain: (1)
menyediakan perpustakaan sekolah, sudut baca, dan area baca yang nyaman; (2)
pengembangan sarana lain (UKS, kantin, kebun sekolah); dan (3) penyediaan
koleksi teks cetak, visual, digital, maupun multimodal yang mudah diakses oleh
seluruh warga sekolah; (4) pembuatan bahan kaya teks (print-rich materials)
Pengembangan 1. Lima belas menit membaca setiap hari sebelum jam pelajaran melalui kegiatan
(ada tagihan membacakan buku dengan nyaring, membaca dalam hati, membaca bersama,
sederhana untuk dan/atau membaca terpandu diikuti kegiatan lain dengan tagihan non-
penilaian non- akademik, contoh: membuat peta cerita ( story map ), menggunakan graphic
akademik) organizers , bincang buku.
2. Mengembangkan lingkungan fisik, sosial, afektif sekolah yang kaya literasi
dan menciptakan ekosistem sekolah yang menghargai keterbukaan dan
kegemaran terhadap pengetahuan dengan berbagai kegiatan, antara lain: (a)
memberikan penghargaan kepada capaian perilaku positif, kepedulian sosial,
dan semangat belajar peserta didik; penghargaan ini dapat dilakukan pada
setiap upacara bendera Hari Senin dan/atau peringatan lain; (b) kegiatan-
kegiatan akademik lain yang mendukung terciptanya budaya literasi di sekolah
(belajar di kebun sekolah, belajar di lingkungan luar sekolah, wisata
perpustakaan kota/daerah dan taman bacaan masyarakat, dll.)
3. Pengembangan kemampuan literasi melalui kegiatan di perpustakaan
sekolah/perpustakaan kota/daerah atau taman bacaan masyarakat atau sudut
baca kelas dengan berbagai kegiatan, antara lain: (a) membacakan buku
dengan nyaring, membaca dalam hati membaca bersama ( shared reading ),
membaca terpandu ( guided reading ), menonton film pendek, dan/atau
membaca teks visual/digital (materi dari internet); (b) peserta didik merespon
teks (cetak/visual/digital), fiksi dan nonfiksi, melalui beberapa kegiatan
sederhana seperti menggambar, membuat peta konsep, berdiskusi, dan
berbincang tentang buku.
Pembelajaran 1. Lima belas menit membaca setiap hari sebelum jam pelajaran melalui kegiatan
(ada tagihan membacakan buku dengan nyaring, membaca dalam hati, membaca bersama,
akademik) dan/atau membaca terpandu diikuti kegiatan lain dengan tagihan non-akademik
dan akademik.
2. Kegiatan literasi dalam pembelajaran, disesuaikan dengan tagihan akademik di
kurikulum 2013.
3. Melaksanakan berbagai strategi untuk memahami teks dalam semua mata
pelajaran (misalnya, dengan menggunakan graphic organizers ).
4. 4. Menggunakan lingkungan fisik, sosial afektif, dan akademik disertai beragam
bacaan (cetak, visual, auditori, digital) yang kaya literasi di luar buku teks
pelajaran untuk memperkaya pengetahuan dalam mata pelajaran.

28
B. Penelitian Yang Relevan
1. Rahayu, Dengeng, dan Akbar (2017) yang berjudul Gerakan Literasi Sekolah
Sebagai Upaya Penumbuhan Karakter Siswa di Sekolah Dasar. Penelitian tersebut
menunjukkan temuan bahwa salah satu cara untuk menerapkan pendidikan
karakter di sekolah dasar yaitu melalui Gerakan Literasi Sekolah (GLS). GLS
merupakan program yang bertujuan untuk menumbuhkan budi pekerti siswa
melalui pembudayaan ekosistem literasi sekolah. Gerakan Literasi Sekolah di
sekolah dasar dilaksanakan dalam tiga tahap, yaitu tahap pembiasaan,
pengembangan dan pembelajaran. Ketiga tahap tersebut mempunyai tujuan,
kegiatan, pengelolaan lingkungan literat serta peran yang berbeda dalam
menumbuhkan karakter siswa. Ketiga tahapan pelaksanaan GLS dan ekosistem
literat di sekolah dasar yang dapat menumbuhkan karakter pada siswa melalui
tahapan pembiasaan, pengembangan, dan pembelajaran.
2. Penelitian yang dilakukan Rahayu (2015) yang berjudul Penumbuhan Budi
Pekerti Melalui Gerakan Literasi Sekolah, menemukan data bahwa
pengembangan karakter merupakan aktivitas pembiasaan sikap dan perilaku
positif di sekolah secara bertahap dari pendidikan dasar hingga pendidikan yang
lebih tinggi. Salah satu pembiasaan yang dilakukan adalah literasi. Pembiasaan
membaca buku pada 15 menit pertama setiap hari dapat dilakukan untuk
mengembangkan karakter siswa. Penerapan GLS dilakukan secara bertahap yaitu
pembiasaan, pengembangan, dan pembelajaran. GLS mampu membentuk
ekosistem sekolah yang baik untuk membangun karakter peserta didik.
3. Penelitian yang dilakukan Wijayanti, dan Bagyoastuti (2016), yang berjudul
Peran Kepala Sekolah Dan Pustakawan Dalam Pemberdayaan Perpustakaan SD
Muhammadiyah Sapen Dan SD Negeri Giwangan, menemukan data bahwa
bahwa pemberdayaan perpustakaan sekolah dasar dimulai manakala terdapat
dukungan kepala sekolah dan hadirnya pustakawan penuh waktu yang
profesional. Kepala sekolah berperan sebagai (1) manajer sekolah, (2) pemimpin
instruksional, dan (3) agen perubahan. Pustakawan berperan sebagai (1) manajer

29
perpustakaan, (2) ahli informasi dan penggiat literasi informasi, (3) pelaku
instruksional, dan (4) kolaborator. Pemberdayaan perpustakaan diarahkan pada
tigas aspek, yaitu (1) peningkatan kolaborasi antara pustakawan dengan guru, (2)
pengembangan keterampilan literasi informasi yang terintegrasi ke dalam
pembelajaran, dan (3) peningkatan partisipasi warga sekolah terhadap
pengembangan koleksi pustaka.
Berdasarkan kajian penelitian yang relevan, maka disimpulkan bahwa GLS
dapat dijadikan sebagai cara untuk melaksanakan pendidikan karakter di sekolah.
Pada penelitian akan mengungkap pendidikan karakter yang lebih luas, tidak
terbatas pada karakter gemar membaca.

30
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan
kualitatif, karena bermaksud menggambarkan, mengungkap, dan menjelaskan
tentang pendidikan karakter melalui gerakan literasi sekolah SD Muhammadiyah
Sapen Yogyakarta.
B. Subjek Penelitian
Subjek penelitian adalah kepala sekolah, guru, pustakawan, dan siswa di
SD Muhammadiyah Sapen Yogyakarta. Pemilihan subjek penelitian tersebut
didasarkan atas teknik purposive. Harapannya melalui subjek penelitian yang telah
diplih dapat diperoleh data yang berkaitan dengan pendidikan karalkter melalui
gerakan literasi sekolah di SD Muhammadiyah Sapen Yogyakarta. Pertimbangan
dalam pemilihan subjek penelitian tersebut bahwa orang-orang yang dipilih
sebagai subjek penelitian memiliki wawasan yang dalam tentang masalah yang
dikaji dalam penelitian ini yaitu pendidikan karakter melalui gerakan literasi
sekolah.
C. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
observasi, wawancara, dan dokumentasi.
1. Wawancara
Teknik wawancara dalam penelitian ini digunakan untuk memperoleh
keterangan, informasi atau penjelasan-penjelasan dari subjek penelitian tentang
fokus masalah yang akan diungkap oleh peneliti. Subjek penelitian yang
diwawancarai dalam penelitian adalah kepala sekolah, guru, pustakawan, dan
siswa SD Muhammadiyah Sapen Yogyakarta. Data yang diambil melalui teknik
wawancara adalah informasi tentang kebijakan, program, dan proses pendidikan
karakter melalui gerakan literasi sekolah.
2. Observasi

31
Observasi dalam pengertian psikologik, bukanlah merupakan aktivitas
dalam arti yang sempit, yakni memperhatikan sesuatu dengan menggunakan
mata. Dalam penelitian ini objek yang akan diobservasi adalah aktivitas literasi
baik yang merupakan kegiatan rutin maupun insidental. Pengamatan juga
dilakukan terhadap seluruh proses aktivitas literasi baik yang terjadi di dalam
proses pembelajaran ataupun di luar proses pembelajaran.
3. Dokumentasi
Teknik pengumpulan data dengan dokumentasi adalah pengambilan data
yang diperoleh melalui dokumen-dokumen (Usman dan Akbar, 2001: 173).
Menurut Moleong (2000: 163) dokumen terbagi atas internal dan eksternal.
Dokumen internal berupa memo, pengumuman, instruksi, aturan suatu lembaga
masyarakat tertentu yang digunakan dalam kalangan sendiri. Termasuk di
dalamnya risalah atau laporan rapat, keputusan pimpinan kantor, dan
semacamnya. Dokumen yang dikaji dalam penelitian ini adalah dokumen
kurikulum yang dimiliki sekolah dan RPP, program gerakan literasi sekolah.

D. Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data


Untuk mendapatkan data yang dapat dipertanggungjawabkan secara
ilmiah, maka dari data yang telah terkumpul terlebih dahulu dilakukan
pemeriksaan keabsahannya. Dalam penelitian ini teknik pemeriksaan keabsahan
data yang digunakan adalah teknik triangulasi metode. Triangulasi dilakukan
dengan cara membandingkan data yang diperoleh melalui wawancara, observasi,
dan dokumentasi. Jika pada proses triangulasi data tersebut valid, maka dijadikan
sebagai data untuk menjawab fokus masalah penelitian.
E. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data kualitatif yang digunakan dalam penelitian ini adalah
teknik analisis induktif, yaitu analisis yang bertolak dari data dan bermuara pada
simpulan-simpulan umum. Langkah-langkah analisis data tersebut meliputi:
reduksi data, unitisasi dan kategorisasi, display data, dan penarikan kesimpulan.

32
Secara sistematik analisis data pada data kualitatif dapat digambarkan sebagai
berikut:

Data
collection

Data
Display

Data
Reduction
Conclusion:
drawing/verifying

Gambar 1: Komponen Dalam Analisis Data (Interctive model)


Sumber: Sugiyono, 2008: 338

33
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian
1. Pelaksanaan Gerakan Literasi Sekolah di SD Muhammadiyah Sapen
Yogyakarta
Gerakan Literasi Sekolah (GLS) di SD Muhammadiyah Sapen
bukanlah hal yang baru. Ini yang membedakan dengan sekolah-sekolah lain,
dimana GLS baru diintensifkan pelaksanaannya di era sekarang ini saat
pemerintah dengan semangatnya yang tinggi mencanangkan gerakan literasi
sekolah. Berdasarkan hasil wawancara dengan guru, kepala sekolah, dan
pustakawan diperoleh data bahwa Sekolah Dasar Muhammadiyah Sapen telah
melaksanakan GLS sejak tahun 2008. Kegiatan literasi di sekolah ini banyak
dilakukan melalui pemanfaatan fasilitas perpustakaan sekolah.
Pada tahun 2008 saat itu kegiatan literasi lebih diarahkan untuk
membiasakan siswa berkunjung dan memanfaatkan perpustakaan sebagai
sumber belajar. Dengan demikian siswa tidak hanya mengenal pembelajaran
melulu di dalam kelas. Perpustakaan harapannya tidak hanya dimaknai sebagai
tempat menyimpan buku, tetapi tempat memanfaatkan buku dalam mendukung
keberhasilan proses belajar mengajar.
Pelaksanaan GLS di masa-masa awal yaitu tahun 2008-2009
dilakukan dengan mengaktifkan guru kelas untuk memanfatkan buku-buku
referensi yang ada di perpustakaan guna mendukung pembelajaran di kelas.
Kegiatan ini diawali dengan guru kelas dalam hal ini mengindentifikasi
kompetensi dasar yang akan dicapai siswa dalam proses belajar mengajar.
Selanjutnya pustakawan akan mempersiapkan buku yang dibutuhkan, dan
memfasilitasi siswa dalam kegiatan pembelajaran di perpustakaan. Tidak serta
merta guru dan pustakawan membiarkan siswa melakukan kegiatan literasi
dengan sendirinya. Akan tetapi kolaborasi antara guru kelas, siswa dan
pustakawan di SD Muhammadiyah Sapen ini ditumbuhkan dengan sangat baik.

34
tidak jarang pustakawan bahkan dilibatkan untuk masuk kelas memberikan
pemahaman kepada siswa tentang kegiatan literasi yang akan dilakukan di
perpustakaan. Dalam kegiatan ini siswa dipahamkan untuk melaksanakan
literasi informasi, menemukan buku dalam katalog, menggunakan pustaka,
serta menuliskan pustaka secara tepat.
Pada awal pelaksanaan literasi tidak banyak guru yang terlibat. Akan
tetapi seiring dengan berjalannya waktu, dan manfaat dari kegiatan literasi
dinilai sangat baik untuk pengembangan siswa, maka sebagian besar guru kelas
di SD Muhammadiyah Sapen Yogyakarta telah melaksanakan GLS. Hal ini
senada dengan yang diungkapkan guru kelas sebagai berikut: “awalnya hanya
kelas saya yang melaksanakan, tetapi kemudian bapak/ibu guru yang lain
mengikuti untuk mencoba kegiatan literasi di kelasnya”.
Ketika pemerintah mencanangkan gerakan literasi sekolah, maka SD
Muhammadiyah Sapen tinggal melanjutkan dan menata untuk pelaksanaan
GLS di tahun-tahun sebelumnya adar menjadi lebih baik dan sesuai dengan
indikator-indikator pencapaian iklim sekolah yang literate. Keseriusan sekolah
ini dalam mengimplementasikan GLS sesuai dengan program pemerintah
ditandai dengan dicantumkannya GLS dalam salah satu bagian roadmap
sekolah. Dalam roadmap sekolah dituliskan bahwa salah satu yang akan
dicapai SD Muhammadiyah Sapen Yogyakarta adalah literate school. Kegiatan
yang dilakukan anatara lain membiasakan siswa dengan 15 menit membaca,
memfasilitasi buku, merubah mindset guru untuk memberikan ruang literasi
dalam kegiatan pembelajaran, membentuk Tim Literasi Sekolah (TLS).
Dukungan sekolah terhadap program GLS yang dicanangkan
pemerintah juga disampaikan oleh Kepala Sekolah, yang menjelaskan bahwa
dalam salah satu komponen RAPBS yang mencantumkan komponen dukungan
anggaran sekolah terhadapap pelaksanakan kegiatan literasi. RAPBS sekolah
tidak hanya diputuskan oleh pihak sekolah secara sendiri, tetapi melalui

35
musyawarah dengan komite sekolah, dan persetujuan Persyarikatan
Muhammadiyah.
Berdasarkan data yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa SD
Muhammadiyah Sapen merupakan sekolah yang sangat mendukung
keterlaksanaan program GLS dari pemerintah. Sekolah ini melaksanakan
kegiatan literasi secara utuh dalam pembelajaran sehari-harinya. Hal ini
dibuktikan dengan adanya dukungan baik dari sisi guru, sarana dan prasarana,
biaya, pustakawan, kepala sekolah, dan komite sekolah.
Sejalan dengan program GLS yang dicanangkan pemerintah, maka SD
Muhammadiyah Sapen juga melaksakan tahapan GLS pada tahap pembiasaan,
pengembangan, dan pembelajaran. Secara lebin rinci kegiatan GLS di SD
Muhammadiyah Sapen diuraikan sebagai berikut:
a. Tahap Pembiasaan
Pelaksanaan GLS pada tahap pembiasaan di SD Muhammadiyah Sapen
Yogyakarta dilakukan dengan pembiasan 15 menit membaca setiap harinya.
Pelaksanaan kegiatan ini belangsung di semua kelas tanpa terkecuali.
Teknik pelaksanaaan pembiasaan membaca 15 menit ini diserahkan kepada
masing-masing guru kelas. beberapa guru kelas melaksanakannya di pagi
hari, ada juga yang selepas anak-anak mengerjakan tugas sekolah, atau
selepas istirahat.
Ketika dilakukan wawancara dengan guru diperoleh data bahwa
kegiatan literasi pada tahap pembiasaan diarahkan untuk mengembangkan
kemampuan berfikir kritis dan komunikasi. Penjelasan guru tersebut
didukung dengan data dokumen, bahwa kemampuan komunikasi di kelas
rendah ditargetkan untuk siswa mampu mengartikulasikan empati terhadap
tokoh cerita. Adapun untuk kemampuan berfikir kritis ditujukan untuk siswa
mampu memisahkan fakta dan fiksi. Berbeda dengan kelas tinggi,
kemampuan komunikasi pada jenjang kelas ini ditujukan untuk siswa
mampu mempresentasikan cerita dengan efektif. Sedangkan kemampuan

36
berfikir kritis bagi siswa kelas tinggi ditujukan untuk siswa mampu
mengetahui jenis tulisan dalam media dan tujuannya.
Berdasarkan hasil observasi, kegiatan dalam kegiatan pembiasaan
tampak bahwa siswa kelas rendah setelah aktivitas membaca 15 menit,
siswa distimulasi oleh guru untuk menunjukkan rasa empatinya terhadap
tokoh yang terdapat dalam bacaan. Berbagai bentuk ekspresi empati
ditunjukkan siswa. Ada yang gembira, maupun sedih, sesuai dengan
karakter masing-masing tokoh cerita yang dibaca.Adapun untuk siswa kelas
tinggi dibiasakan untuk mampu menceritakan secara singkat tentang isi
cerita kepada teman atau bapak/ibu guru. Siswa tampak senang dan percaya
diri menyampaikan cerita tentang isi bacaannya kepada teman-temannya.
Beberapa siswa bercerita dengan disertai bahasa tubuh yang sesuai dengan
isi ceritanya.
Pada tahap pembiasaan, langkah yang ditempuh sekolah selanjutnya
adalah dengan menyediakan perpustakaan sekolah. SD Muhammadiyah
Sapen Yogyakarta memiliki perpustakaan yang sangat representatif untuk
siswa. Berdasarkan hasil wawancara dengan guru dan pustakawan,
perpustakaan An Nafid menjadi tempat anak-anak untuk membaca, maupun
melaksanakan proses belajar mengajar. Mengingat jumlah kelas yang sangat
banyak khusus untuk penggunaan perpustakaan sebagai tempat
dilaksanakannya proses belajar mengajar diadakan jadwal khusus.
Perpustakaan menjadi tempat siswa saat istirahat, maupun ketika menunggu
dijemput orang tuanya selepas jam sekolah berakhir. Di dalam perpustakaan
siswa membaca berbagai buku yang tersedia.
Data hasil wawancara didukung pula dengan data hasil observasi.
Dalam kesehariannya aktivitas membaca menjadi kebiasaan siswa di SD
Muhammadiyah Sapen. Kegiatan itu dapat berlangsung di kelas maupun di
perpustakaan.

37
Gambar 2 : Aktivitas Membaca di Perpustakaan
Data kunjungan perustakaan di SD Muhammadiyah Sapen Yogyakarta
juga mendukung temuan bahwa kuantitas berkunjungnya siswa ke
perpustakaan sangat tinggi. Setiap siswa mengisi buku kunjungan saat ke
perpustakaan. Demikian juga data tentang penggunaan perpustakaan untuk
kegiatan pembelajaran. Dikarenakan jumlah kelas di SD Muhammadiyah
Sapen yang sangat banyak, maka penggunaan perpustakaan untuk
pembelajaran dijadwalkan secara bergiliran masing-masing kelas. Tidak
hanya itu, untuk membiasakan siswa tertib dalam peminjaman buku, maka
diagram bagan alur peminjaman buku juga terdokumentasi dengan baik.

Gambar 3: Diagram Alur Peminjaman Buku

Sekolah Dasar Muhammadiyah Sapen dalam melaksanakan gerakan


literasi sekolah selalu memperkaya koleksi perpustakaan baik berupa bahan
teks cetak, maupun digital. Bahan cetak yang tersedia berupa buku bacaan
umum, ensiklopedi, buku bacaan tentang sejarah dan tokoh-tokoh

38
Muhammadiyah. Adapun bahan digital yang tersedia berupa CD yang
mengandung film-film tentang perjuangan islam, film cinta lingkungan, film
tentang nilai-nilai kepedulian, dan sebagainya. Koleksi perpustakaan
terdokumentasi dengan rapi sehingga memudahkan siswa mencarinya.
Suasana yang terlihat seperti gambar di bawah ini:

Gambar 4 : Sudut Koleksi Teks Bacaan Perpustakaan

Gambar 5 : Dokumen Layanan Perpustakaan


Penciptaan lingkungan sekolah yang literate dilakukan SD
Muhammadiyah Sapen dengan pengembangan sarana lain, seperti UKS dan
halaman sekolah. pada area UKS siswa dapat menemukan berbagai sarana
literasi terkait dengan kesehatan. Banyak tersedia poster-poster kesehatan di
sana. Adapun di halaman sekolah fasilitas literasi yang tersedia adalah
terkait dengan pembinaan kepedulian lingkungan sekolah. Slogan-slogan
terkait dengan cinta lingkungan yang dapat ditemukan antara lain intailah
tanaman”, “dilarang menginjak rumput”, “jagalah kebersihan”, “gunakan air
secukupnya”, dan sebagainya.
Secara umum pelaksanaan literasi pada tahap pembiasaan di SD
Muhammadiyah Sapen telah dijalankan dengan baik. Hal ini ditandai

39
dengan dukungan sarana dan prasara yang memadai untuk keterlaksanaan
gerakan literasi sekolah. Upaya sekolah untuk mengoptimalkan peran
perpustakaan dalam pelaksanaan gerakan literasi sekolah sangat baik.
Demikian juga penciptaan iklim sekolah yang literat, serta dukungan
fasilitas dan sarana lainnya. Kerjasama antara kepala sekolah, guru,
pustakawan, staf UKS terkait dengan pelaksanaan gerakan literasi juga
terlihat kompak seiring dan sejalan.
b. Tahap Pengembangan
Literasi pada tahap pengembangan di SD Muhammadiyah Sapen
Yogyakarta dilakukan dengan kegiatan lima belas membaca menggunakan
berbagai metode seperti membaca bersama, membaca dalam hati, membaca
nyaring, dengan diikuti tagihan non akademik. Ketika dilakukan observasi
diperoleh data bahwa kegiatan siswa setelah membaca adalah menuliskan isi
bacaan ke dalam buku yang disediakan khusus untuk literasi. Dalam
menuliskan hasil dari apa yang dibaca diawali dengan mengidentifikasi judul,
pengarang, dan kategori buku. Kategori buku di sini dapat masuk pada
dongeng, fabel, atau jenis buku lainnya. Selain itu ada juga yang tagihannya
berupa karya mini book. Berbagai bentuk mini book dibuat oleh siswa dengan
segara kreativitasnya. Siswa tampak senang mengikuti aktivitas kegiatan
tersebut.
Data hasil observasi tersebut senada dengan data hasil wawancara
guru, kepala sekolah, dan pustakawan yang menjelaskan bahwa pada tahap
pengembangan kegiatan literasi dilakukan dengan aktivitas membaca yang
disertai dengan tagihan non akademik. Aktivitas membaca dilakukan di
masing-masing kelas, perpustakaan, atau laboratorium TIK jika membutuhkan
dukungan alat-alat digital seperti computer, LCD, speaker, dan lain-lain.
Data hasil wawancara dan observasi didukung pula dengan data
dokumentasi berupa hasil tagihan karya non akademik siswa berupa mini
book, mini dictionary, maupun hasil presentasi siswa. Kompleksitas bentuk

40
karya siswa yang ditagihkan disesuaikan dengan jenjang kelas masing-
masing. Jenjang kelas rendah tentu akan lebih sederhana dibandingkan untuk
kelas tinggi. Beberapa contoh tagihan non akademik kegiatan literasi adalah
sebagai berikut:

Gambar 6 : Sampul Mini Book Hasil Karya Siswa

Gambar 7 : Struktur Isi Mini Book

Gambar 8 : Salah Satu Isi Mini Book

41
Kegiatan lain yang merupakan implementasi tahap pengembangan
dalam gerakan literasi sekolah di SD Muhammadiyah Sapen dilakukan
dengan menciptakan lingkungan fisik, sosial, afektif yang kaya literasi. Salah
satu kegiatan yng dilakukan pada tahun 2017 adalah Gebyar Literasi.
Kegiatan ini dilakukan untuk mengapresiasi kemampuan siswa pada bidang
literasi. Dalam kegiatan ini berbagai bentuk kegiatan seperti berpantun,
berpuisi, membuat cerita pendek dilakukan. Bagi siswa yang berprestasi akan
memperoleh penghargaan dari sekolah.

Gambar 9 : Penghargaan Hasil Karya Siswa Dalam Gebyar Literasi


Aktivitas lain dalam tahap pengembangan yang dilakukan adalah
mengajak siswa untuk belajar dari lingkungan luar sekolah. SD
Muhammadiyah Sapen memiliki sarana pembelajaran luar sekolah di daerah
Gamiran, Kota Yogyakarta yaitu Bumi Kridha Gambiran. Kegiatan yang
dilakukan di tempat tersebut terkait dengan literasi adalah siswa dapat
melakukan identifikasi berbagai jenis tanaman yang tersedia dari sisi tulang
daun, jenis akar, manfaat, dan sebagainya. Hasil identifikasi siswa terhadap
tumbuhan yang ada di lingkungan BKG didiskusikan antar teman maupun
bapak/ibu guru yang lain.
Pada semester genap 2017-2018 juga dilaksanakan kunjungan ke Grha
Tama Pustaka. Siswa diajak berliterasi di sana. Siswa boleh memanfaatkan
fasilitas yang tersedia di perpustakaan tersebut. Berbagai buku yang dibaca
siswa selanjutnya didiskusikan antar teman atau dengan bapak/ibu gurunya.

42
Aktivitas ini dilaksanakan sehari pembelajaran bagi siswa kelas 3. Kegiatan
dimulai pukul 07.00 WIB hingga pukul 12.00 WIB.
Berdasarkan uraian data di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
gerakan literasi sekolah di SD Muhammadiyah Sapen pada tahap
pengembangan telah dilaksanakan. Hal ini ditandai dengan kegiatan-kegiatan
gebyar literasi sebagai ajang memberikan apresiasi kepada siswa atas
kemampuan literasinya, tagihan penilaian non akademik terhadap aktivitas
literasi seperti membaca 15 menit seperti membuat mini book, kamus kecil,
daftar kata-kata sulid, dan lain-lain. Kegiatan literasi pada tahap
pengembangan lainnya dilaksanakan dengan aktivitas literasi di sarana
outdoor learning Bhumi Krida Gambiran, dan kunjungan ke Graha Tama
Pustaka.
c. Tahap Pembelajaran
Gerakan litersi sekolah pada tahap pembelajaran di SD
Muhammadiyah Sapen Yogyakarta dilaksanakan dengan kegiatan berliterasi
yang disertai tagihan penilaian akademik. Sekolah tersebut telah
melaksanakan kurikulum 2013, sehingga tagihan penilaian akademik yang
dilakukan guru disesuaikan dengan kompetensi dasar yang ada dalam
kurikulum 2013. Aktivitas membaca 15 menit dalam tahap pembelajaran
dilaksanakan dengan memberikan bahan bacaan yang disesuaikan dengan
tema pembelajaran pada hari yang disepakati. Selanjutnya siswa diberikan
tagihan penilaian yang berkaitan dengan kompetensi yang hendak dicapai.
Dalam rangka mendukung pelaksanaan literasi pada tahap
pembelajaran, sekolah memberikan dukungan penuh terhadap sarana dan
prasarana sekolah yang berkaitan dengan ketercapaian kompetensi dasar. Pada
kurikulum 2013 yang bersifat tematik integratif, maka aktivitas literasi
dilakukan dengan mengintegrasikan beberapa muatan pembelajaran yang
telah disusun oleh guru. Pelaksanaannya dibantu sepenuhnya oleh pustakawan
selalu penanggung jawab penggunaan perpustakaan.

43
Aktivitas literasi pada tahap pembelajaran juga dilakukan dengan
outdoor learning. sebagai contoh kegiatan yang dilakukan adalah kunjungan
ke Kantor Pos saat tema pembelajarannya terkait dengan pekerjaan. Kegiatan
literasi informasi tentang perpustakaan dilaksanakan dalam kegiatan ini.
Kegiatan ini dikaitkan dengan muatan pembelajaran IPS, Bahasa Indonesia,
Matematika, dan PKn. IPS berkaitan dengan jenis-jenis pekerjaan, Bahasa
Indonesia terkait dengan mendeskripsikan tentang pekerjaan tukang pos,
Matematika terkait dengan jumlah benda-benda pos, PKn terkait dengan
penghargaan terhadap pekerjaan.Pada pelaksanaan aktivitas literasi guru
mempersiapkan lembar kerja yang disesuaikan dengan tema pembelajaran
hari itu. Lembar kerja yang disusun disesuaikan dengan tema, sub tema, dan
kompetensi dasar yang telah ditentukan.

Gambar 10 : Hasil Karya Literasi Tahap Pembelajaran Terkait


Pengenalan Wilayah Indonesia

Gambar 11 : Hasil Karya Literasi Terkait Dengan Tema Diriku

44
Gambar : RPP Aktivitas Literasi

Gambar 12 : Karya Literasi Tentang Organ Tubuh Manusia


Berdasarkan uraian data di atas dapat disimpulkan bahwa SD
Muhammadiyah Sapen melaksanakan literasi pada tahap pembelajaran dengan
disesuaikan dengan kurikulum 2013. Segala aktivitas literasi dikaitkan dengan
tema, sub tema, dan kompetensi dasar yang akan dicapai dalam kegiatan
pembelajaran tersebut. Kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan bersifat
tematik integratif sesuai dengan panduan kurikulum 2013.
2. Nilai-nilai Karakter Dalam Gerakan Literasi Sekolah di SD Muhammadiyah
Sapen Yogyakarta

45
Berdasarkan data hasil penelitian menunjukkah bahwa SD
Muhammadiyah Sapen merupakan sekolah yang memiliki perhatian besar
terhadap gerakan literasi sekolah. Kegiatan literasi di sekolah ini sudah
dimulai jauh hari sebelum pemerintah secara resmi mencangkan program
Gerakan Literasi Sekolah di tahun 2013. Fokus perhatian sekolah ini terhadap
literasi sudah dimulai sejak tahun 2008. Pada waktu itu kegiatan literasi
ditujukan untuk membiasakan siswa untuk berkunjung ke perpustakaan
sekolah.
Pembiasaan kunjungan ke perpustakaan pada saat itu dilaksanakan
agar siswa tidak hanya mengenal pembelajaran melulu di dalam kelas. Dalam
hal ini siswa diharapkan dapat memahami bahwa perpustakaan tidak hanya
dimaknai sebagai tempat menyimpan buku, tetapi tempat memanfaatkan buku
dalam mendukung keberhasilan proses belajar mengajar. Selain itu juga siswa
dapat memanfaatkan perpustakaan sebagai tempat belajar yang nyaman, selain
di kelas.
Pada masa awal pelaksanaan gerakan literasi sekolah pada tahun 2008-
2009, dilakukan dengan mengaktifkan guru kelas untuk memanfatkan buku-
buku referensi yang ada di perpustakaan guna mendukung pembelajaran di
kelas. Kegiatan ini diawali dengan guru kelas dalam hal ini mengindentifikasi
kompetensi dasar yang akan dicapai siswa dalam proses belajar mengajar.
Selanjutnya pustakawan akan mempersiapkan buku yang dibutuhkan, dan
memfasilitasi siswa dalam kegiatan pembelajaran di perpustakaan. Tidak serta
merta guru dan pustakawan membiarkan siswa melakukan kegiatan literasi
dengan sendirinya, akan tetapi kolaborasi antara guru kelas, siswa dan
pustakawan di SD Muhammadiyah Sapen ini ditumbuhkan dengan sangat
baik. tidak jarang pustakawan bahkan dilibatkan untuk masuk kelas
memberikan pemahaman kepada siswa tentang kegiatan literasi yang akan
dilakukan di perpustakaan. Dalam kegiatan ini siswa dipahamkan untuk

46
melaksanakan literasi informasi, menemukan buku dalam katalog,
menggunakan pustaka, serta menuliskan pustaka secara tepat.
Ketika pemerintah mencanangkan gerakan literasi sekolah di tahun
2013, maka sekolah tersebut tinggal melanjutkan dan menata pelaksanaan
gerakan literasi pada tahun-tahun sebelumnya agar menjadi lebih baik dan
sesuai dengan indikator-indikator pencapaian iklim sekolah yang literat.
Keseriusan sekolah ini dalam mengimplementasikan GLS sesuai dengan
program pemerintah ditandai dengan dicantumkannya GLS dalam salah satu
bagian roadmap sekolah. Dalam roadmap sekolah dituliskan bahwa salah satu
yang akan dicapai SD Muhammadiyah Sapen Yogyakarta adalah literate
school. Kegiatan yang dilakukan anatara lain membiasakan siswa dengan 15
menit membaca, memfasilitasi buku, merubah mindset guru untuk
memberikan ruang literasi dalam kegiatan pembelajaran, membentuk Tim
Literasi Sekolah (TLS).
Pelaksanaan Gerakan Literasi Sekolah di sekolah tersebut memperoleh
dukungan penuh dari pihak sekolah, orang tua dan masyarakat. Salah satu
komponen dalam anggaran sekolah dicantumkan komponen dana untuk
pelaksanakan kegiatan literasi. Rancangan anggaran tersebut dikomunikasikan
dengan orang tua, dan masyarakat melalui komite sekolah, dan yayasan.
Dengan demikian dukungan dana terhadap pelaksanaan gerakan literasi
sekolah tidak hanya menjadi keputusan pihak sekolah saja secara individu.
Hal ini dilakukan agar gerakan literasi sekolah yang dilaksanakan di sekolah
tersebut tersosialisasi dan memperoleh dukungan dari seluruh pihak sehingga
ketercapaiannya menjadi lebih optimal.
Pelaksanaan gerakan literasi di SD Muhammadiyah Sapen tidak hanya
bertujuan untuk membiasakan siswa membaca, tetapi juga untuk
menumbuhkan nilai-nilai karakter dalam diri siswa. Hal ini dilatarbelakangi
karena pendidikan karakter merupakan salah satu program unggulan. Sekolah

47
Dasar Muhammadiyah Sapen merupakan sekolah yang memiliki visi dan misi
kuat untuk pengembangan karakter peserta didik.
Pelaksanaan gerakan literasi sekolah dilaksanakan dalam tiga tahap,
yaitu pembiasaan, pengembangan, dan pembelajaran. Pada tahap pembiasaan
gerakan literasi dilakukan dengan membiasakan siswa membaca 15 menit di
pagi hari sebelum pelajaran dimulai. Pelaksanaan membaca 15 menit ini
dilakukan dengan cara guru membacakan nyaring sebuah teks bacaan ataupun
meminta siswa membaca sendiri bacaan yang ada di sudut baca atau
perpustakaan mini masing-masing kelas. Koleksi sudut baca atau
perpustakaan mini di kelas diperoleh dari bahan bacaan yang diawa siswa atau
beberapa koleksi dari perpustakaan sekolah. kegitan literasi pada tahap ini
menumbuhkan karakter gemar membaca, teliti, saling berbagi, dan toleransi.
Untuk mendukung terlaksananya gerakan literasi sekolah pada tahap
pembiasaan, maka sekolah menyediakan berbagai sarana literasi di seluruh
sudut sekolah yang dapat dijangkau peserta didik. Di area sekitar
perpustakaan sekolah tersedia banyak koleksi buku dengan didukung fasilitas
membaca yang sangat nyaman. Di beberapa ruang sekolah lainnya juga
dengan mudah diperoleh fasilitas literasi baik visual, maupun digital. Pada
tahap pembiasaan kegiatan literasi ini tidak ada tagihan yang harus dikerjakan
siswa.
Gerakan literasi sekolah juga berkembang pada tahap kedua yaitu
pengembangan. Kegiatan di tahap pengembangan tidak berbeda jauh dengan
pembiasaan. Hanya saja pada tahap pengembangan ada tagihan berupa
penilaian non akademik yang dilakukan. Salah satu kegiatan yang
dilaksanakan adalah Gebyar Literasi. Dalam kegiatan ini siswa diminta
membuat karya puisi, pantun, atau cerita yang kemudian dikompetisikan antar
kelas. Bagi siswa yang menghasilkan karya terbaik akan memperoleh
penghargaan dari sekolah. Tujuan kegiatan tersebut adalah memotivasi siswa
untuk mengembangkan diri dalam hal berliterasi. Nilai karakter yang

48
ditumbuhkan adalah menghargai prestasi, kreatif, gemar membaca,
komunikatif, dan disiplin.
Kegiatan lain dalam tahap pengembangan adalah dengan cara
mengajak siswa menonton film pendek yang durasinya disesuaikan dengan
masing-masing usia perkembangan siswa. Tidak berhenti pada selesainya
tayangan film, tetapi dilanjutkan dengan siswa diminta memberikan
tanggapan terhadap isi cerita yang telah ditontonnya. Tanggapan itu dapat
disampaikan secara lisan maupun tertulis. Biasanya guru akan memberikan
pertanyaan seputar isi film yang ditonton siswa. Dalam kegiatan ini
terkandung karakter tanggung jawab, demokrasi, dan rasa ingin tahu.
Kegiatan pengembangan yang lainnya adalah memfasilitasi siswa
membuat buku saku hasil dari gerakan literasi. Setiap siswa difasilitasi untuk
membaca teks bacaan tertentu, kemudian diminta menuangkan dalam buku
satu berdasarkan kreativitas masing-masing. Berbagai bentuk hasil karya
siswa dipajang di masing-masing kelas oleh guru. Kegiatan ini bertujuan
untuk menumbuhkan karakter gemar membaca, kreatif, mandiri, percaya diri,
tanggung jawab, dan menghargai prestasi.
Tahap gerakan literasi sekolah juga dilaksanakan pada pembelajaran.
Pada tahap ini aktivitas literasi disertai dengan tagihan akademik berdasarkan
kurikulum yang berlaku. Kurikulum yang berlaku adalah kurikulum 2013,
sehingga tagihan akademik yang menjadi tolok ukur didasarkan pada capaian-
capaian komperensi dasar seluruh muatan pembelajaran. Pada tahap ini guru
akan memberikan aktivitas literasi disesuaikan dengan kompetensi dasar yang
akan dicapai, sehingga di akhir kegiatan literasi aka nada pengukuran terhadap
kompetensi dasar tersebut. Kegiatan berliterasi dilakukan dengan
memanfaatkan pustaka yang ada di perpustakaan, area sekolah, dan sarana
visual ataupun elektronik lainnya yang ada di lingkungan sekolah. di samping
itu tidak jarang siswa diberi aktivitas untuk mencari bahan bacaan dari buku
atau majalah lainnya. Kegiatan tersebut dilakukan untuk menumbuhkan

49
karakter gemar membaca, kreatif, komunikatif, disiplin, menghargai prestasi,
percaya diri, dan tanggung jawab.
Karakter gemar membaca dapat dilihat manakala siswa memiliki
kebiasaan menyediakan waktu untuk membaca berbagai jenis bacaan yang
tersedia. Kegiatan ini dikondisikan oleh guru kelas. Dalam kegiatan di kelas,
aktivitas membaca ini dilaksanakan dengan cara memotivasi siswa untuk
segera selesai mengerjakan tugas kelas. Bagi siswa yang lebih dulu selesai
akan memperoleh kesempatan membaca bahan bacaan di sudut baca lebih
lama. Siswa juga memiliki kesempatan memilih berbagai jenis bacaan yang
tersedia.
Penumbuhan karakter kreatif pada program gerakan literasi sekolah
muncul mana siswa didorong untuk mampu membuat karya-karya inovasi
setelah mereka melaksanakan aktivitas literasi. Kegiatan setelah anak-anak
berliterasi adalah menyusun mini dictionary, membuat pantun, puisi, dan mini
book. Dalam kegiatan ini kreativitas anak-anak berkembang dengan berbagai
bentuk. Guru hanya memberikan rambu-rambu yang harus ada, untuk bentuk
dan desainnya diserahkan kepada siswa.
Karakter komunikatif dalam kegiatan literasi tumbuh manakala siswa
harus melakukan aktivitas bertukar pikiran dengan siswa lain tentang isi
bacaan. Tidak jarang guru meminta siswa untuk menceritakan isi bacaan
kepada siswa yang lain secara lisan. Karakter komunikatif juga tumbuh
melalui kegiatan berdiskusi tentang berbagai hal berkaitan dengan produk
literasi yang akan dibuat masing-masing siswa. Kegiatan literasi
mengantarkan siswa menjadi lebih aktif berbicara dengan guru maupun siswa
yang lain. Beberapa guru juga mendorong karakter komunikatif melalui
kegiatan presentasi hasil aktivitas literasi yang dilakukan siswa.
Pengembangan karakter disiplin melalui kegiatan literasi muncul
manakala siswa mematuhi aturan main yang disepakati. Sebagai contoh siswa
boleh membaca berbagai jenis bacaan jika sudah menyelesaikan tugas dari

50
guru. Setelah selesai, siswa harus tertib mengembalikan buku ke tempatnya.
Karakter disiplin juga muncul saat siswa tidak boleh ramai membaca, mereka
cukup membaca dalam hati.
Karakter lain yang tumbuh melalui aktivitas literasi adalah percaya
diri. Siswa dilatih untuk percaya terhadap kemampuan diri sendiri yang
ditunjukkan melalui berbagai perilaku. Sebagai temuan dalam penelitian ini
adalah percaya diri melakukan presentasi, membuat puisi, membacakan puisi,
membuat pantun, menghias buku kecil, menyusun kamus mini, dan
sebagainya. Melalui kegiatan literasi siswa menjadi lebih yakin bahwa
masing-masing memiliki potensi yang dapat berkembang.
Berdasarkan temuan penelitian di atas, dapat disimpulkan bahwa
program gerakan literasi sekolah di SD Muhammadiyah Sapen Yogyakarta
mampu menumbuhkan nilai-nilai karakter siswa. Kegiata literasi dilakukan
melalui 3 tahap, yaitu pembiasaan, pengembangan, dan pembelajaran. Dalam
melaksanakan program tersebut guru bekerja sama dengan pustakawan
sekolah. Tahap-tahap kegiatan literasi dilaksanakan berdasarakan rambu-
rambu yang gerakan literasi sekolah dari pemerintah. Nilai-nilai karakter yang
berkembang melalui gerakan literasi di sekolah tersebut adalah gemar
membaca, disiplin, tanggung jawab, percaya diri, menghargai prestasi, kreatif,
dan komunikatif.
B. PEMBAHASAN
Gerakan Literasi Sekolah merupakan kegiatan yang penting dilaksanakan.
Aktivitas literasi tidak hanya dimaknai sebagai kegiatan untuk membaca saja,
namun lebih kepada siswa paham tentang isi bacaan. Melalui pemahaman
terhadap isi bacaan, siswa akan paham tentang pesan yang terdapat di dalamnya.
Dengan demikian pesan isi teks bacaan atau media yang lain tersampaikan
kepada siswa.
Berdasarkan data hasil penelitian menunjukkan bahwa aktivitas dalam
literasi dapat dimanfaatkan untuk berbagai hal, salah satunya menanamkan nilai-

51
nilai karakter. Dalam praktiknya literasi di sekolah dilakukan dalam 3 (tiga) tahap
yaitu pembiasaan, pengembangan, dan pembelajaran. Ketiganya dapat dijadikan
sebagai media bagi guru untuk menumbuhkan nilai-nilai karakter kepada siswa.
Nilai-nilai karakter yang tumbuh melalui kegiatan literasi adalah disiplin,
tanggung jawab,, kreatif, percaya diri, gemar membaca, dan menghargai prestasi.
Program literasi yang dicanangkan pemerintah, kemudian diimplementaskan
di sekolah-sekolah termasuk dalam hal ini sekolah dasar bukanlah tanpa alasan.
Salah satu alasan yang mendasari adalah keprihatinan bahwa kegiatan membaca
di era sekarang ini sering terkalahkan dengan kegiatan lain yang lebih menarik
bagi siswa. Hasil penelitian Francois (2012: 580) menunjukkan data bahwa
sekolah tidak mampu mendukung perkembangan membaca siswa secara
memadai. Oleh karena itu pembiasaan untuk membaca perlu diupayakan di
berbagai jenjang dan lingkungan sekolah. Sekolah dasar adalah salah satunya.
Implementasi gerakan literasi sekolah di sekolah dasar tidak hanya
dilakukan di Indonesia. Berdasarkan hasil penelitian Ioannidou (2015: 177)
dijelaskan bahwa praktik literasi telah dilakukan di kelas awal di Yunani. Hasil
temuan ini menunjukkan bahwa praktik mengajar berbasis literasi telah dilakukan
untuk kelompok usia 5 tahun 9 bulan hingga 9 tahun 9 bulan. Jika dikonversi ke
usia sekolah dasar di Indonesia maka akan setara dengan siswa kelas 1 hingga 3.
Kelompok ini masuk ke dalam kelas rendah sekolah dasar. Praktik literasi yang
dilakukan mempengaruhi kemampuan pemahaman keaksaran di kelompok kelas
tersebut. Artinya kemampuan siswa untuk memahami teks bacaan menjadi lebih
baik dengan adanya praktik literasi. Tentunya kebijakan sekolah dasar dalam
melaksanakan gerakan literasi sekolah harapannya juga agar tingkat pemahaman
siswa terhadap berbagai jenis media literasi, baik digital maupun teks bacaan
menjadi lebih baik. Dengan demikian siswa mampu memahami pesan yang ada
dalam berbagai jenis bacaan yang dibacanya.
Selanjutnya Francois menyarankan bahwa untuk melaksanakan kegiatan
literasiperlu menyediakan waktu, ruang, guru, dan pemimpin yang mendukung

52
aktivitas membaca siswa. Hal ini sejalan dengan pendapat yang disampaikan oleh
Kemdikbud (2016) bahwa salah satu pendukung keberhasilan kegiatan literasi
adalah penciptaan iklim sekolah yang literat. Lingkungan sekolah yang literate
sudah diimplementasikan di sekolah dasar berdasarkan indikator-indikator
aktivitas literasi yang telah ditetapkan pemerintah. Hal ini terwujud dalam bentuk
pembiasaan membaca 15 menit, penghargaan terhadap aktivitas literasi melalui
kegiatan ”Gebyar Literasi”, penyediaan sudut baca, fasilitas literasi yang tidak
hanya teks, tetapi juga digital, serta optimalisasi peran perpustakaan.
Kaitannya dengan pendidikan karakter, aktivitas literasi akan mampu
menumbuhkan karakter siswa apabila pesan-pesan teks bacaan atau media literasi
yang lain memiliki muatan nilai karakter yang hendak ditanamkan kepada siswa.
Banyak media yang dapat digunakan dalam aktivitas literasi di sekolah. Salah
satu media yang digunakan adalah digital. Di era kemajuan teknologi seperti
sekarang ini media digital banyak dimanfaatkan di berbagai aspek kehidupan, pun
dalam kegiatan literasi. Hal ini sesuai dengan pendapat Koltay (2011: 211) bahwa
di era digital kesadaran tentang pemanfaatan media digital sangat penting
dilakukan. Contoh media digital yang dapat digunakan adalah film-film yang
bermuatan nilai karakter.
Pendidikan karakter melalui kegiatan literasi ditujukan agar berbagai media
literasi tentang nilai-nilai kerakter yang digunakan dapat dipahami sehingga
menstimulasi siswa untuk diwujudkan dalam bentuk perilaku. Perryl & Homan
(2015: 422) menjelaskan bahwa dunia literasi yang diimplementasikan dalam
bentuk kegiatan membaca dan menulis dapat digunakan untuk menstimulasi
siswa untuk mampu menghadapi masalah, hiburan, yang berhubungan dengan
kehidupan rohani atau agama. Berbicara masalah karakter tentunya tidak terlepas
dari istilah moral yang berkaitan dengan perilaku baik. Hal tersebut terkait juga
dengan kehidupan rohani manusia.
Alasan lain pelaksanaan pendidikan karakter melalui aktivitas literasi
didasarkan pada pendapat Yua, ect. (2011: 452) yang menjelaskan bahwa terdapat

53
koreasi positif antara pengetahuan dengan praktik, dan antara pengetahuan
dengan sikap. Penelitian yang dilakukan Yua tersebut terkait dengan literasi
kesehatan. Hal ini tentu tidak menutup kemungkinan dijadikan terobosan bagi
sekolah dalam melaksanakan pendidikan karakter melalui literasi. Mengapa
demikian? Karena di dalam pendidikan karakter juga membutuhkan korelasi
antara pengetahuan, sikap dan perilaku. Melalui media literasi diharapkan siswa
akan memperoleh pengetahuan yang menjadi dasar mereka untuk bersikap dan
berperilaku sesuai dengan yang dipahami.
Pendidikan karakter yang dilakukan sekolah harapannya sampai pada
pembentukan perilaku siswa. Hal ini didasarkan pada pendapat Lickona (1991)
bahwa komponen karakter yang baik meliputi moral knowing, moral feeling, dan
moral action. Pada komponen moral knowing siswa dikembangkan pada ranah
pengetahuan tentang nilai-nilai karakter yang diprogramkan sekolah. Selanjutnya
pada komponen moral feeling, siswa ditumbuhkan perasaan moralnya terhadap
masalah-masalah yang berkaitan dengan nilai-nilai karakter. Berbekal moral
knowing dan moral feeling yang baik, diharapkan siswa akan berkembang optimal
pada moral action. Pada komponen ini keberhasilan pendidikan karakter dapart
dilihat dari perilaku moral yang ditunjukkan siswa sehari-hari. Dalam komponen
moral action yang perlu mendapat perhatian bahwa perilaku baik menjadi sebuah
kemauan, kemampuan, dan biasa. Artinya bahwa perilaku baik terus menerus
dilakukan sesuai tahap-tahap perkembangan siswa.
Terkait dengan pendidikan karakter yang harus sampai pada perilaku yang
ditunjukkan siswa sehari-hari, Wynne (1991: 139) menjelaskan bahwa karakter
berasal dari bahasa Yunani yang berarti to mark (menandai) dan memfokuskan
pada perilaku nyata sehari-hari yang dapat diamati. Hal tersebut dapat dimaknai
bahwa pendidikan karakter yang berhasil bukan hanya terbatas pada
pengembangan pengetahuan tentang hal-hal yang baik, namun sampai pada
membiasakan siswa berperilaku baik.

54
Berdasarkan kajian di atas maka pendidikan karakter melalui kegiatan
literasi di sekolah dasar tepat dilakukan. Tidak sekedar pada menumbuhkan
kebiasaan gemar membaca pada siswa, atau pemahaman terhadap isi bacaan
tetapi banyak hal yang dapat dikembangkan. Perilaku yang baik dapat dilatihkan
melalui kegiatan literasi. Dalam pelaksanaannya sekolah perlu menentukan
program kebijakan yang mendukung keberhasilan gerakan literasi sekolah.
Kebijakan sekolah ini akan lebih optimal dilaksanakan jika disosialisasikan
kepada seluruh warga sekolah termasuk komite sekolah dan orang tua.

55
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Berdasarkan temuan penelitian di atas, dapat disimpulkan bahwa
program gerakan literasi sekolah di SD Muhammadiyah Sapen Yogyakarta
mampu menumbuhkan nilai-nilai karakter siswa. Kegiata literasi dilakukan
melalui 3 tahap, yaitu pembiasaan, pengembangan, dan pembelajaran. Dalam
melaksanakan program tersebut guru bekerja sama dengan pustakawan
sekolah. Tahap-tahap kegiatan literasi dilaksanakan berdasarakan rambu-
rambu yang gerakan literasi sekolah dari pemerintah. Nilai-nilai karakter yang
berkembang melalui gerakan literasi di sekolah tersebut adalah gemar
membaca, disiplin, tanggung jawab, percaya diri, menghargai prestasi, kreatif,
dan komunikatif.
B. SARAN
Berdasarkan temuan penelitian dapat diberikan saran sebagai berikut:
1. Dalam pelaksanaan gerakan literasi sekolah perlu intensifikasi kerjasama
antara sekolah, orang tua dan masyarakat.
2. Beberapa kemampuan guru untuk mendukung kegiatan literasi seperti
membaca berbagai jenis bacaan perlu terus diupdate agar terus berkembang
menjadi lebih baik.

56
DAFTAR PUSTAKA

--------. (2016). Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah. Jakarta: Direktorat Jenderal
Pendidikan Dasar Dan Menengah Kementerian Pendidikan Dan Kebudayaan

--------. (2017). Strategi Literasi Dalam Pembelajaran Di Sekolah Menengah


Pertama (Materi Penyegaran Instruktur Kurikulum 2013). Jakarta: Satgas
GLS Ditjen Dikdasmen Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

Bebeau, M.J., Rest, J.R., & Narvaez, D. (1999). Beyond the promise: a perspective
on research in moral education. Educational Reasearcher. 28 (18), hlm. 18-26.

Francois, C. 2012. Getting at the Core of Literacy Improvement: A Case Study of an


Urban Secondary School. Education and Urban Society. Vol. 46(5), pp. 580 –
605.

Ioannidou, E. 2015. Critical literacy in the first year of primary school: some insights
from Greek Cypriot classrooms. Journal of Early Childhood Literacy. Vol.
15(2), pp. 177–202.
Kemendiknas. (2010). Desain Induk Pendidikan Karakter. Jakarta: Kemendiknas.

Koltay, T. 2011. The media and the literacies: media literacy, information literacy,
digital literacy. Media, Culture & Society. No. 33(2), pp. 211 –221.
Lickona, T. (1991). Educating for character. New York: Bantam Books.

Perryl, K.H., & Homan, A. 2015. “What I Feel in My Heart”: Literacy Practices of
and for the Self Among Adults With Limited or No Schooling. Journal of
Literacy Research, Vol. 46 (4), pp. 422 –454.

Rahayu, R.A., Degeng N., S., & Akbar S. 2017. Gerakan Literasi Sekolah Sebagai
Upaya Penumbuhan Karakter Siswa Sekolah Dasar. Prosiding TEP & PDs
Transformasi Pendidikan Abad 21, No. 15 pp. 1060 – 1067.

Rahayu, T. 2015. Penumbuhan Budi Pekerti Melalui Gerakan Literasi Sekolah.


Proceedings The Progressive and Fun Education Seminar.

Suryadi, A. (2012). Outlook 2025 pembangunan pendidikan indonesia: menuju


kualitas yang berdaya saing secara global (the indonesian education outlook
2025: toward a sustainable world class quality level). Jakarta: Badan
penelitian dan Pengembangan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Wibowo, A. (2012). Pendidikan karakter: strategi membangun karakter bangsa


berperadaban. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

57
Wynne, E. A. (1991). Character and Academics in The Elementary School. Dalam
Benninga J.S. (Penyunting). Moral, character, and civic education in the
elementary school. New York: Teachers College, Columbia University.

Yua, X., ect. 2011. Study on student health literacy gained through health education
in elementary and middle schools in China. Health Education Journal. Vol.
71(4), pp. 452 –460.

58

Anda mungkin juga menyukai