Anda di halaman 1dari 16

1.

TOPOLOGI PERUBAHAN ORGANISASI KEMENTRIAN PENDIDIKAN DAN


KEBUDAYAAN

Sejarah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Awal


Kemerdekaan (1945-1950)

Pada prakemerdekaan pendidikan bukan untuk mencerdaskan kaum pribumi, melainkan lebih
pada kepentingan kolonial penjajah. Pada bagian ini, semangat menggeloraan ke-Indonesia-
an begitu kental sebagai bagian dari membangun identitas diri sebagai bangsa merdeka.
Karena itu tidaklah berlebihan jika instruksi menteri saat itu pun berkait dengan upaya
memompa semangat perjuangan dengan mewajibkan bagi sekolah untuk mengibarkan sang
merah putih setiap hari di halaman sekolah, menyanyikan lagu Indonesia Raya, hingga
menghapuskan nyanyian Jepang Kimigayo. Organisasi kementerian yang saat itu masih
bernama Kementerian Pengajaran pun masih sangat sederhana. Tapi kesadaran untuk
menyiapkan kurikulum sudah dilakukan.

Menteri Pengajaran yang pertama dalam sejarah Republik Indonesia adalah Ki Hadjar
Dewantara. Pada Kabinet Syahrir I, Menteri Pengajaran dipercayakan kepada Mr. Mulia. Mr.
Mulia melakukan berbagai langkah seperti meneruskan kebijakan menteri sebelumnya di
bidang kurikulum berwawasan kebangsaan, memperbaiki sarana dan prasarana pendidikan,
serta menambah jumlah pengajar. Pada Kabinet Syahrir II, Menteri Pengajaran dijabat
Muhammad Sjafei sampai tanggal 2 Oktober 1946. Selanjutnya Menteri Pengajaran
dipercayakan kepada Mr. Soewandi hingga 27 Juni 1947. Pada era kepemimpinan Mr.
Soewandi ini terbentuk Panitia Penyelidik Pengajaran Republik Indonesia yang diketuai Ki
Hadjar Dewantara. Panitia ini bertujuan meletakkan dasar-dasar dan susunan pengajaran baru.
Era Demokrasi Liberal (1951-1959)

Dapat dikatakan pada masa ini stabilitas politik menjadi sesuatu yang langka, demikian
halnya dengan program yang bisa dijadikan tonggak, tidak bisa dideskripsikan dengan baik.
Selama masa demokrasi liberal, sekitar sembilan tahun, telah terjadi tujuh kali pergantian
kabinet. Kabinet Natsir yang terbentuk tanggal 6 September 1950, menunjuk Dr. Bahder
Johan sebagai Menteri Pengajaran Pendidikan dan Kebudayaan (PP dan K). Mulai bulan
April 1951 Kabinet Natsir digantikan Kabinet Sukiman yang menunjuk Mr. Wongsonegoro
sebagai Menteri PP dan K. Selanjutnya Dr. Bahder Johan menjabat Menteri PP dan K sekali
lagi, kemudian digantikan Mr. Mohammad Yamin, RM. Soewandi, Ki Sarino
Mangunpranoto, dan Prof. Dr. Prijono. Pada periode ini, kebijakan pendidikan merupakan
kelanjutan kebijakan menteri periode sebelumnya. Yang menonjol pada era ini adalah
lahirnya payung hukum legal formal di bidang pendidikan yaitu UU Pokok Pendidikan
Nomor 4 Tahun 1950.
Era Demokrasi Terpimpin (1959-1966)
Dekrit Presiden 5 Juli 1959 mengakhiri era demokrasi parlementer, digantikan era demokrasi
terpimpin. Di era demokrasi terpimpin banyak ujian yang menimpa bangsa Indonesia.
Konfrontasi dengan Belanda dalam masalah Irian Barat, sampai peristiwa G30S/PKI menjadi
ujian berat bagi bangsa Indonesia. Dalam Kabinet Kerja I, 10 Juli 1959 – 18 Februari 1960,
status kementerian diubah menjadi menteri muda. Kementerian yang mengurusi pendidikan
dibagi menjadi tiga menteri muda. Menteri Muda Bidang Sosial Kulturil dipegang Dr. Prijono,
Menteri Muda PP dan K dipegang Sudibjo, dan Menteri Muda Urusan Pengerahan Tenaga
Rakyat dipegang Sujono.

Era Orde Baru (1966-1998)

Setelah Pemberontakan G30S/PKI berhasil dipadamkan, terjadilah peralihan dari demokrasi


terpimpin ke demokrasi Pancasila. Era tersebut dikenal dengan nama Orde Baru yang
dipimpin Presiden Soeharto. Kebijakan di bidang pendidikan di era Orde Baru cukup banyak
dan beragam mengingat orde ini memegang kekuasaan cukup lama yaitu 32 tahun.

Kebijakan-kebijakan tersebut antara lain kewajiban penataran P4 bagi peserta didik,


normalisasi kehidupan kampus, bina siswa melalui OSIS, ejaan Bahasa Indonesia yang
disempurnakan atau EYD, kuliah kerja nyata (KKN) bagi mahasiswa, merintis sekolah
pembangunan, dan lain-lain. Pada era ini tepatnya tahun 1978 tahun ajaran baru digeser ke
bulan Juni. Pembangunan infrastruktur pendidikan juga berkembang pesat pada era Orde
Baru tersebut. Menteri pendidikan dan kebudayaan di era Orde Baru antara lain Dr. Daud
Joesoef, Prof. Dr. Nugroho Notosusanto, Prof. Dr. Faud Hassan, Prof. Dr. Ing. Wardiman
Djojonegoro, dan Prof. Dr. Wiranto Aris Munandar.

Era Reformasi (1998-2011)

Setelah berjaya memenangkan enam kali Pemilu, Orde Baru pada akhirnya sampai pada akhir
perjalanannya. Pada tahun 1998 Indonesia diterpa krisis politik dan ekonomi. Demonstrasi
besar-besaran di tahun tersebut berhasil memaksa Presiden Soeharto meletakkan jabatannya.
Kabinet pertama di era reformasi adalah kabinet hasil Pemilu 1999 yang dipimpin Presiden
Abdurrahman Wahid. Pada masa ini Departemen Pendidikan dan Kebudayaan diubah
menjadi Departemen Pendidikan Nasional dengan menunjuk Dr. Yahya Muhaimin sebagai
Menteri Pendidikan Nasional. Pada tahun 2001 MPR menurunkan Presiden Abdurrahman
Wahid dalam sidang istimewa MPR dan mengangkat Megawati Soekarnoputri sebagai
presiden.

Surat Edaran (SE) tersebut diterbitkan dengan memperhatikan situasi pandemi Covid-
19 2022

“Dengan mempertimbangkan situasi pandemi Covid-19 saat ini serta berdasarkan hasil
pembahasan bersama antara Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi
(Kemenkomarvest), Kementerian Agama (Kemenag), Kementerian Kesehatan (Kemenkes)
serta Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), dan Kemendikbudristek, diperlukan adanya
dikresi Surat Keputusan Bersama (SKB) 4 Menteri yang mengatur Pembelajaran Tatap Muka
(PTM) Seratus Persen di Masa Pandemi Covid-19”, jelas Sekretaris Jenderal
Kemendikbudristek, Suharti di Jakarta, (1/8).

“Kesepakatan di atas juga berdasarkan masukan dari berbagai pihak di luar kementerian
terkait. Kita ingin pembelajaran di satuan pendidikan dapat berjalan dengan baik namun
dengan tetap meminimalkan resiko penularan Covid-19 di satuan pendidikan”, sambung
Suharti.

Pemerintah Daerah juga didorong untuk merespon dengan cepat bila mendapat
informasi/surveilans epidemiologis, untuk selanjutnya melakukan penelusuran kontak erat
(tracing) dan tes Covid-19 lalu melakukan penetapan kluster penularan Covid-19 di satuan
pendidikan berdasarkan hasil yang diperoleh. Selain itu Pemerintah Daerah juga diharuskan
untuk melakukan pengawasan dan memberikan pembinaan terhadap penyelenggaraan PTM
yang masih berlangsung di daerahnya, terutama dalam hal memastikan penerapan protokol
kesehatan secara ketat oleh satuan pendidikan, pelaksanaan penemuan kasus aktif (active case
finding) di satuan pendidikan baik melalui pelacakan kontak dari penemuan kasus aktif,
survei berkala maupun penggunaan aplikasi Peduli Lindungi.
B.KRONOLOGIS BENTUK DAN STRUKTUR ORGANISASI DARI AWAL SAMPAI
AKHIR

a. Pengembangan Organisasi di Kementrian Pendidikan dan Budaya Republik Indonesia

Profil Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan


Perpres 72 Tahun 2019 menjelaskan bahwa Kemendikbud mempunyai tugas
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pendidikan anak usia dini, pendidikan
dasar, pendidikan menengah, pendidikan tinggi, dan pendidikan masyarakat, serta
pengelolaan kebudayaan untuk membantu Presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan
negara.
Struktur Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan
A. Tugas Pokok dan Fungsi Unita Utama Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan Republik Indonesia
Unit Utama di lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud)
diatur dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 11 Tahun 2015 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Berikut adalah tugas dan
fungsi unit-unit utama di lingkungan Kemendikbud:
1. Sekretariat Jenderal
Sekretariat Jenderal mempunyai tugas menyelenggarakan koordinasi pelaksanaan
tugas, pembinaan, dan pemberian dukungan administrasi kepada seluruh unit organisasi
di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Sekretariat Jenderal menyelenggarakan
fungsi:

a. Koordinasi kegiatan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan;

b. Koordinasi dan penyusunan rencana, program, dan anggaran Kementerian


Pendidikan dan Kebudayaan;
c. Pembinaan dan pemberian dukungan administrasi yang meliputi
ketatausahaan, kepegawaian, keuangan, kerumahtanggaan, kerja sama,
hubungan masyarakat, arsip, dan dokumentasi Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan;
d. Pembinaan dan penataan organisasi dan tata laksana;

e. Koordinasi dan penyusunan peraturan perundang-undangan serta


pelaksanaan advokasi hukum;
f. Penyelenggaraan pengelolaan barang milik/kekayaan negara dan layanan
pengadaan barang/jasa; dan
g. Pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh Menteri.

2. Inspektorat Jenderal
Inspektorat Jenderal mempunyai tugas menyelenggarakan pengawasan internal di
lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Inspektorat Jenderal Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan menyelenggarakan fungsi:
a. Penyusunan kebijakan teknis pengawasan intern di lingkungan Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan;
b. Pelaksanaan pengawasan intern di lingkungan Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan terhadap kinerja dan keuangan melalui audit, reviu, evaluasi,
pemantauan, dan kegiatan pengawasan lainnya;
c. Pelaksanaan pengawasan untuk tujuan tertentu atas penugasan Menteri;

d. Penyusunan laporan hasil pengawasan di lingkungan Kementerian Pendidikan dan


Kebudayaan;
e. Pelaksanaan administrasi Inspektorat Jenderal; dan

f. Pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh Menteri.

3. Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini dan Pnendidikan Masyarakat


Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini dan Pendidikan Masyarakat mempunyai tugas
menyelenggarakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang pendidikan anak usia
dini dan pendidikan masyarakat. Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini dan
Pendidikan Masyarakat menyelenggarakan fungsi:

a. Perumusan kebijakan di bidang kurikulum, peserta didik, sarana dan prasarana,


pendanaan, dan tata kelola pendidikan anak usia dini dan pendidikan masyarakat;
b. Pelaksanaan kebijakan di bidang peningkatan kualitas pendidikan karakter peserta
didik, fasilitasi sumber daya, pemberian izin dan kerja sama penyelenggaraan
satuan dan/atau program yang diselenggarakan perwakilan negara asing atau
lembaga asing, dan penjaminan mutu pendidikan anak usia dini dan pendidikan
masyarakat;
c. Penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang kurikulum, peserta
didik, sarana dan prasarana, pendanaan, dan tata kelola pendidikan anak usia dini
dan pendidikan masyarakat;
d. Pemberian bimbingan teknis dan supervisi di bidang pendidikan anak usia dini
dan pendidikan masyarakat;
e. Pelaksanaan evaluasi dan pelaporan di bidang pendidikan anak usia dini dan
pendidikan masyarakat;
f. Pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini dan
Pendidikan Masyarakat; dan
g. Pelaksanaan fungsi lain yang diberikan Menteri.

4. Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah


Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah mempunyai tugas
menyelenggarakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang pendidikan dasar dan
menengah. Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah menyelenggarakan
fungsi:

a. Perumusan kebijakan di bidang kurikulum, peserta didik, sarana dan prasarana,


pendanaan, dan tata kelola pendidikan dasar dan menengah;
b. Pelaksanaan kebijakan di bidang peningkatan kualitas pendidikan karakter peserta
didik, fasilitasi sumberdaya, pemberian izin dan kerja sama penyelenggaraan
satuan pendidikan yang diselenggarakan perwakilan negara asing atau lembaga
asing, penyelenggaraan pendidikan di daerah khusus dan daerah tertinggal
(pendidikan layanan khusus), dan penjaminan mutu pendidikan dasar dan
menengah;
c. Fasilitasi pembangunan teaching factory dan technopark di lingkungan Sekolah
Menengah Kejuruan;
d. Penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang pendidikan dasar dan
menengah;
e. Pemberian bimbingan teknis dan supervisi di bidang pendidikan dasar dan
menengah;
f. Pelaksanaan evaluasi dan pelaporan di bidang pendidikan dasar dan menengah;

g. Pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah;


dan
h. Pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh Menteri.
5. Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan
Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan mempunyai tugas
menyelenggarakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang pembinaan guru,
pendidik lainnya, dan tenaga kependidikan. Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia
Dini, Nonformal, dan Informal menyelenggarakan fungsi:
a. Perumusan kebijakan di bidang pembinaan guru, pendidik lainnya, dan tenaga
kependidikan;
b. Pelaksanaan kebijakan di bidang penyusunan rencana kebutuhan dan
pengendalian formasi, pengembangan karir, peningkatan kualifikasi dan
kompetensi, pemindahan, dan peningkatan kesejahteraan guru dan pendidik
lainnya;
c. Pelaksanaan kebijakan di bidang penyusunan rencana kebutuhan, peningkatan
kualifikasi dan kompetensi, pemindahan lintas daerah provinsi, dan peningkatan
kesejahteraan tenaga kependidikan;
d. Penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang pembinaan guru,
pendidik lainnya, dan tenaga kependidikan;
e. Pemberian bimbingan teknis dan supervisi di bidang pembinaan guru, pendidik
lainnya, dan tenaga kependidikan;
f. Pelaksanaan evaluasi dan pelaporan di bidang pembinaan guru, pendidik lainnya,
dan tenaga kependidikan;
g. Pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan; dan

h. Pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh Menteri.

6. Direktorat Jenderal Kebudayaan


Direktorat Jenderal Kebudayaan mempunyai tugas menyelenggarakan perumusan dan
pelaksanaan kebijakan di bidang kebudayaan, perfilman, kesenian, tradisi, sejarah, cagar
budaya, permuseuman, warisan budaya, dan kebudayaan lainnya. Direktorat Jenderal
Kebudayaan menyelenggarakan fungsi:
a. Perumusan kebijakan di bidang kebudayaan, perfilman, kesenian, tradisi, sejarah,
cagar budaya, permuseuman, warisan budaya, dan kebudayaan lainnya;
b. Pelaksanaan kebijakan di bidang pembinaan dan pelestarian kesenian, sejarah, dan
tradisi;
c. Pelaksanaan kebijakan di bidang peningkatan pemahaman nilai-nilai kesejarahan
dan wawasan kebangsaan;
d. Pelaksanaan kebijakan di bidang pembinaan lembaga kepercayaan terhadap
Tuhan Yang Maha Esa, pengelolaan cagar budaya, warisan budaya nasional dan
dunia, dan museum nasional, pembinaan dan perizinan perfilman nasional,
promosi, diplomasi, dan pertukaran budaya antar daerah dan antar negara, serta
pembinaan dan pengembangan tenaga kebudayaan;
e. Penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang kebudayaan,
perfilman, kesenian, tradisi, sejarah, cagar budaya, permuseuman, warisan
budaya, dan kebudayaan lainnya;
f. Pemberian bimbingan teknis dan supervisi di bidang kebudayaan, perfilman,
kesenian, tradisi, sejarah, cagar budaya, permuseuman, warisan budaya, dan
kebudayaan lainnya;
g. Pelaksanaan evaluasi dan pelaporan di bidang kebudayaan, perfilman, kesenian,
tradisi, sejarah, cagar budaya, permuseuman, warisan budaya, dan kebudayaan
lainnya;
h. Pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal Kebudayaan; dan

i. Pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh Menteri.

7. Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa


Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa mempunyai tugas melaksanakan
pengembangan, pembinaan, dan pelindungan di bidang bahasa dan sastra. Badan
Pengembangan dan Pembinaan Bahasa menyelenggarakan fungsi:
a. Penyusunan kebijakan teknis, rencana, program, dan anggaran pengembangan,
pembinaan, dan pelindungan bahasa dan sastra;
b. Pelaksanaan pengembangan, pembinaan, dan pelindungan bahasa dan sastra;
c. Pemantauan, evaluasi, dan pelaporan pelaksanaan pengembangan, pembinaan, dan
pelindungan bahasa dan sastra;
d. Pelaksanaan administrasi Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa; dan

e. Pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh Menteri.

8. Badan Penelitian dan Pengembangan


Badan Penelitian dan Pengembangan mempunyai tugas melaksanakan penelitian dan
pengembangan di bidang pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan
menengah, dan pendidikan masyarakat, serta kebudayaan. Badan Penelitian dan
Pengembangan menyelenggarakan fungsi:

a. Penyusunan kebijakan teknis, program, dan anggaran penelitian dan


pengembangan di bidang pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan
menengah, dan pendidikan masyarakat, serta kebudayaan;
b. Pelaksanaan penelitian dan pengembangan di bidang pendidikan anak usia dini,
pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan masyarakat, serta
kebudayaan;
c. Pemantauan, evaluasi, dan pelaporan pelaksanaan penelitian dan pengembangan di
bidang pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan
pendidikan masyarakat, serta kebudayaan;
d. Pelaksanaan administrasi Badan Penelitian dan Pengembangan; dan

e. Pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh Menteri.


1. Peningkatan Mutu dan Relevansi Pembelajaran yang Berorientasi pada Pembentukan
Karakter
2. Peningkatan Jati Diri Bangsa melalui Pelestarian Bahasa sebagai Pengantar Pendidikan
Peningkatan Sistem Tata Kelola yang Transparan dan Akuntabel dengan Melibatkan Publik
A. TOPOLOGI PERUBAHAN ORGANISASI PT SUCOFINDO

Berbagai gejolak perubahan yang terjadi pada lingkungan bisnis, menuntut individu maupun
organisasi untuk melakukan penyesuaian yang berkelanjutan. Penyesuaian ini dapat dilakukan
melalui praktik manajemen perubahan, di mana terjadi proses penyejajaran yang berkelanjutan
antara organisasi dengan pasarnya, dan melakukannya secara lebih tanggap daripada para
pesaingnya ( Upaya untuk berhasil melakukan perubahan harus dimulai dengan memastikan
adanya cukup orang yang bertindak dengan urgensi yang memadai. Hal ini dapat terwujud jika
organisasi sigap mengidentifikasi peluang dan potensi masalah yang mungkin akan dihadapi
organisasi di masa mendatang (John Kotter dan Dan Cohen, 2014: 21). Ini pun yang turut
dilakukan oleh PT. Sucofindo (persero), meski tergolong sebagai BUMN yang telah matang dari
segi usia maupun pengalaman, tidak berarti membuatnya terbebas dari tantangan perubahan.
Seperti yang terjadi di tahun 2018, intervensi lingkungan eksternal berupa perubahan teknologi
dan perubahan regulasi pemerintah dalam menghadapi pesaing asing di sektor yang sama,
menjadi tantangan utama yang harus dihadapi oleh PT. Sucofindo. Kontras dengan hal itu,
kebutuhan internal menuntut PT. Sucofindo untuk meningkatkan kapasitas dan kapabilitas
sumber daya yang dimiliki untuk meningkatkan daya saing.

Menyikapi hal tersebut, berdasarkan hasil kajian tabloid internal PT. Sucofindo di tahun 2018,
diketahui jika Sucofindo tengah memantapkan diri untuk melakukan perubahan melalui
transformasi yang terarah pada pembenahan SDM dan inovasi teknologi ( dan untuk mencapai
sasaran tersebut, berdasarkan hasil Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) pada Maret 2018,
telah diputuskan bahwa PT. Sucofindo akan melakukan pengembangan organisasi melalui
penambahan struktur Direktorat SDM dan penunjukkan Direktur SDM, sebagai titik awal upaya
pembenahan SDM perusahaan. Sumber daya manusia merupakan aset penting yang memegang
kunci keberhasilan dari kegiatan transformasi (Sopiah dan Etta, 2018: 228). Hal ini sejalan
dengan pandangan John Kotter dalam Wibowo (2016: 211) bahwa ada tahapan di mana
organisasi perlu merekrut, mempromosikan, dan mengembangkan pegawai yang dinilai mampu
melaksanakan perubahan visi. Maka dari itu, merujuk pada kondisi di mana banyak pegawai usia
lanjut yang akan pensiun dalam lima tahun ke depan, mendorong urgensi bagi PT. Sucofindo
untuk mulai mempersiapkan SDM dengan talenta-talenta baru yang lebih produktif dan inovatif,
sebagai pengganti dari SDM lama. Hal tersebut diwujudkan melalui beberapa perubahan
prosedur pengelolaan SDM, seperti program rekrutmen yang kini lebih terbuka pasca
diberlakukannya sistem online, serta program pengembangan yang sistematis untuk
mempersiapkan kaderisasi untuk mengisi jabatan struktural.

Perlu diketahui jika tujuan dari rekrutmen adalah menerima pelamar sebanyak-banyaknya, sesuai
dengan kualifikasi kebutuhan perusahaan, dari berbagai sumber, sehingga memungkinkan
terjaringnya calon pegawai dengan kualitas tertinggi dari yang terbaik (Rivai dalam Sopiah dan
Etta, 2018: 262). Untuk mencapai hal tersebut, diberlakukannya program rekrutmen
Management trainee (MT) yang dibentuk dengan fokus pengembangan karir di level manajemen,
dengan berbasis online. Program ini merupakan wujud diberlakukannya perubahan prosedur
serta teknologi melalui pemanfaatan digitalisasi, yang dapat meningkatkan akurasi hasil,
melipatgandakan kecepatan, serta lebih efektif dan efisien dibandingkan sistem berbasis offline
(Rhenald Kasali, 2018: 22). Di sisi lain, untuk program kaderisasi posisi-posisi struktural,
perusahaan menyeleksi pegawai potensial untuk mengikuti kegiatan Officer Development
Program (ODP). Perubahan terhadap struktur, prosedur, dan teknologi bisa menjadi sangat
penting, namun tidak diragukan jika perubahan sentral sesungguhnya terletak pada perubahan
perilaku individu (John Kotter dan Dan Cohen, 2014: 3). Organisasi sangat memerlukan adanya
perubahan sikap yang signifikan dalam apa yang pegawai kerjakan. Bagi Sucofindo sendiri,
perubahan sikap menuju kedisiplinan sangat diharapkan dari seluruh insan perusahaan. Penangan
terkait kedisiplinan ini pada dasarnya telah diberlakukan sejak 1 juni 2015 melalui peraturan
khusus yang tertuang dalam Keputusan Direksi Nomor 22/KD/2015 tentang peraturan disiplin
pegawai. Namun demikian, pelanggaran masih terus terjadi, seperti yang tercatat pada periode
Oktober 4

22 hingga Desember 2017, berdasarkan No. SKD 740/ SKD/ 2017 terjadi pelanggaran yang
dilakukan oleh Divisi Pengembangan Bisnis Korporat (PBK). Adapun pelanggaran lain yang
tercatat oleh Tim Satuan Pengendali Operasi (Satdalop) terkait dijualnya sampel pasca analisis
yang sudah tidak terpakai, di mana hal ini menyalahi prosedur yang telah ditetapkan. Sisanya,
terjadi pelanggaran ringan berkaitan dengan masalah disiplin kehadiran sepanjang Januari hingga
Maret Kondisi ini menunjukkan jika upaya perubahan sikap belum sepenuhnya didukung oleh
keseluruhan insan Sucofindo. Maka dari itu, pada Maret 2018, dibentuk dan ditugaskannya Tim
Satuan Tugas (Satgas) Kampanye Budaya, yang pada tahun ini menitikberatkan pada tema
penerapan disiplin waktu terkait absensi. Berdasarkan dari data yang diperoleh oleh peneliti,
benar bahwasanya PT. Sucofindo telah menyadari pentingnya upaya perubahan untuk
beradaptasi dengan kondisi lingkungan bisnis saat ini. Namun demikian, seperti pendapat
Wibowo (2016: 148) bahwa untuk mengelola perubahan, diperlukan SDM yang memahami
tujuan suatu perubahan dan memiliki kompetensi untuk melakukannya, namun kesalahan yang
umumnya terjadi, banyak organisasi yang lebih berfokus pada merubah struktur, prosedur, dan
teknologi yang pada dasarnya mudah dikendalikan, padahal nyatanya masalah utama terletak
pada merubah perilaku SDM. Kondisi tersebut yang mengindikasikan diperlukannya manajemen
perubahan oleh PT. Sucofindo untuk memastikan upaya perubahan dapat berjalan dengan baik,
dan mencapai hasil seperti yang diharapkan
B. KRONOLOGIS BENTUK DAN STRUKTUR ORGANISASI DARI AWAL
SAMAPI AKHIR

1. Struktur Organisasi PT. Sucofindo

Gambar 1.1
Struktur Organisasi PT.
Sucofindo

`(Sumber: https://www.sucofindo.co.id “Company Profile”)


Memperlihatkan masing-masing jabatan yang ada, stuktur organisasi lengkap dengan wewenang
dan tanggung jawab yang diemban oleh pemimpin dan pegawainnya. Pegawai juga
membutuhkan rasa aman, hubungan yang baik antara atasan dengan bawahan, perlakuan serta
dukungan yang baik dari lingkungan perusahaan agar dapat membantu para pegawai merasa
aman dan nyaman dalam lingkungan organisasinya. Dalam pesan komunikasi antara atasan ke
bawahan biasanya terdapat permasalahan yang diantaranya yaitu pola interaksi, keterbukaan,
pengaruh ke atas, jarak informasi-sematik,efektif verseus atasan tidak efektif, sifat-sifat pribadi,
umpan balik, dan pengaruh variabel-variabel organisasi sistemik pada kualitas umum
komunikasi atasan dan bawahan. Oleh karena itu pesan di dalam suatu komunikasi atasan dan
bawahan maupun sebaliknya menjadi sangat penting dalam mengartikan pesan yang
disampaiakan oleh atasan ke bawahan maupun dari bawahan kepada atasan agar pesan yang
disampaikan dapat dipahami dan dimegerti demi tercapainnya kinerja yang baik dan tujuan
organisasi yang optimal. Organisasi tempat peneliti beraktivitas adalah PT. Sucofindo (Persero)
pusat yang merupakan perusahaan terbesar di bidang inspeksi, supervisi, pengujian dan
pengkajian (ISPP) pertama di Indonesia, yang dimiliki oleh pemerintah (BUMN). PT Sucofindo
(Persero) menitikberatkan pada kwalitas pelayanan yang kepercayaan, rasa hormat dan
pengertian kepada pelanggan. Dilihat dari sisi Public Relations hal itu merupakan salah satu
fungsi Public Relations yaitu membina hubungan yang harmonis antara organisasi dengan
publik, baik internal maupun eksternal11. Peneliti tertarik untuk melakukan penelitian pada PT.
Sucofindo (Persero) karena perusahaan ini pada dasarnya adalah perusahaan pemerintah yang
birokratis, perlu diteliti mengenai masalah pesan komunikasi atasan ke bawahan (downward
communication) dan bawahan ke atasan (upward communication) tersebut demi berlangsungnya
tujuan perusahaan itu sendiri terutama pada permasalahan mengenai pesan-pesan tugas. Dengan
kondisi yang demikian ini apakah pesan komunikasi atasan ke bawahan (downward
communication) dan bawahan ke atasan (upward communication) sudah berjalan dengan baik
sesuai dengan tujuan yang dicapai pada perusahaan tersebut, terutama dalam stuktur organisasi
pegawainya. Berdasarkan studi kasus yang dipilih adalah divisi rekayasa & transportasi. Dalam
melakukan observasi peneliti menemukan adanya jalur komunikasi atau hirarki yang panjang
dalam proses aliran informasi internalnya serta sumber daya manusia yang cukup banyak
dibandingkan dengan divisi lain. Divisi ini jobs descriptionnya adalah memberikan jasa
engineering dan pemeriksaan atas kondisi serta mutu peralatan industri melalui pemeriksaan
kwalitas dan kondisi, sertifikasi, serta pemeriksaan mesin dan peralatan bukan baru. Rosady,
Ruslan, Praktik & Solusi PR: Dalam Situasi Krisis & Pemulihan Citra. Penerbit, Ghalia
Indonesia, Edisi Kedua, Jakarta, 1994. hal 34, Dari uraian di atas, penulis akan meneliti
bagaimana proses aliran informasi ke bawah (downward communication) dan ke atas (upward
communication) oleh PT Sucofindo (Persero) pusat, yang berlokasi di Jl. Raya Pasar Minggu
Kav. 34 Jakarta Selatan. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari – Mei 2007 1.2

Anda mungkin juga menyukai