Anda di halaman 1dari 5

Pengobatan kista Bartholin bergantung pada gejala pasien.

 Suatu kista tanpa gejala


mungkin tidak memerlukan pengobatan, kista yang menimbulkan gejala dan abses
kelenjar memerlukan drainase.

Jika kistanya tidak besar dan tidak menimbulkan gangguan, tidak perlu dilakukan
tindakan apa-apa. Dalam hal lain perlu dilakukan pembedahan. Tindakan itu terdiri atas
ekstirpasi, akan tetapi tindakan ini bisa menimbulkan perdarahan. Akhir-akhir ini
dianjurkan marsupialisasi sebagai tindakan tanpa resiko sayatan dan isi kista
dikeluarkan, dinding kista yang terbuka dijahit pada kulit vulva yang terbuka pada
sayatan.
1. Bartholinitis : Antibiotik spektrum luas
2. Kista Bartholin :
 Kecil, asimptomatik → dibiarkan
 Simptomatis/ rekuren → pembedahan berupa insisi + word catheter
→ marsupialisasi
→ laser varporization dinding kista
3. Abses bartholin :
Insisi (bedah drainase) + word catheter, ekstirpasi
Penanganan abses bartholin sama dengan penanganan kista bartholin simptomatis,
namun ada sedikit perbedaan. Prinsipnya berikan terapi antibiotik spektrum luas, dan
lakukan pemeriksaan kultur pus oleh karena ada kemungkinan disebabkan gonorrhea
atau chlamydia, meskipun 67% disebabkan oleh flora normal vagina.
a. Kateter Word
Indikasi : Kista bartholini
Keuntungan :
 Minimal trauma, nyeri sedikit
 Coitus tidak terganggu
 Tindakan sederhana
Teknik :
a. Anestesi lokal
b. Insisi 2 cm
c. Kateter dipasang, balon diisi dengan 2-3 ml air
d. Pertahankan 3-4 minggu, dalam waktu ini duktus akan mengalami epithelialisasi
e. Kateter diangkat
Kateter word memang dirancang untuk kasus kista/abses bartholin. Setelah
dipasang, kateter word ini dibiarkan selama 4 minggu dan penderita dianjurkan untuk
tidak melakukan aktivitas seksual, sampai kateter dilepas. Setelah 4 minggu akan
terbentuk saluran drainase baru dari kista bartholin Secara kosmetik hasilnya cukup
bagus karena orifisiumnya akan mengecil dan hampir tidak terlihat.

Gambar 2.Kateter Word

b. Marsupialisasi
Indikasi : Kista bartholin kronik dan berulang
Keuntungan :
 Komplikasi < dari ekstirpasi
 Fungsi lubrikasi dipertahankan
Kerugian : Rekurensi 10-15% karena penutupan dan fibrosis orifisium
Teknik :
a. Posisi lithotomy
b. Lakukan pemeriksaan bimanual untuk menentukan luasnya kista
c. Tindakan aseptik & antiseptik
d. Labia diretraksi dengan benang 3.0 sehingga tampak introitus vagina
e. Buat insisi di atas mukosa vagina pada perbatasan dengan introitus sampai
mencapai dinding kista
f. Dinding kista diinsisi, keluarkan semua isinya
g. Dinding kista dipegang dengan klem Allis
h. Dinding kista dijahit secara terputus dengan benang absorbable 3.0 kolateral
dengan kulit introitus, ke medial dengan mukosa vagina
i. Tidak diperlukan tampon/drain
Marsupialisasi adalah pilihan terapi apabila setelah penggunaan kateter word
terjadi rekurensi atau tidak ada kateter word. Prinsipnya adalah membuat insisi elips
dengan scalpel di luar atau di dalam cincin hymen (jangan di luar labia mayor karena
dapat timbul fistel). Insisi harus cukup dalam mengiris kulit dan dinding kista di
bawahnya (untuk kemudian dibuang). Apabila terdapat lokulasi, dibersihkan.
Kemudian dinding kista didekatkan dengan kulit menggunakan benang 3.0 atau 4.0
dan dijahit interrupted. Angka rekurens sekitar 10%.

Gambar 3. Marsupialisasi

c. Eksisi/Ekstirpasi
Indikasi :
 Abses/kista persisten
 Abses/kista rekuren
 Terdapat indurasi pada basal kista yang sulit dicapai dengan marsupialisasi
 Kista pada usia > 40 tahun (dapat menjadi ganas)
Keuntungan : Kecil kemungkinan rekuren
Kerugian/Komplikasi :
 Perdarahan (a.pudenda)
 Hematoma
 Selulitis
 Pembentukan luka yang nyeri
 Sisa jaringan kista yang tidak terangkat sepenuhnya rekuren
 Fungsi lubrikasi (-)
Eksisi dilakukan jika terjadi rekurensi berulang. Sebaiknya tindakan ini dilakukan
di kamar operasi oleh karena biasanya akan terjadi perdarahan yang banyak yang
berasal dari plexus venosus bulbus vestibuli, dan pernah dilaporkan terjadinya septik
syok pasca tindakan. Komplikasi lain adalah selulitis dan dyspareuni.

d. Pengobatan Medikamentosa.
Antibiotik sebagai terapi empirik untuk pengobatan penyakit menular seksual
biasanya digunakan untuk mengobati infeksi Gonococcal dan Chlamydia.Idealnya,
antibiotik harus segera diberikan sebelum dilakukan insisi dan drainase. Beberapa
antibiotik yang digunakan dalam pengobatan
1. Ceftriaxone.
Ceftriaxone adalah sefalosporin generasi ketiga dengan efisiensi spektrum luas
terhadap bakteri gram-negatif, efficacy yang lebih rendah terhadap bakteri gram-
positif, dan  efficacy yang lebih tinggi terhadap bakteri resisten. Dengan mengikat
pada satu atau lebih penicillin-binding protein, akan menghambat sintesis dari dinding
sel bakteri dan menghambat pertumbuhan bakteri. Dosis yang dianjurkan: 125 mg IM
sebagai single dose .
2. Ciprofloxacin.
Sebuah monoterapi alternatif untuk ceftriaxone. Merupakan antibiotik tipe
bakterisida yang menghambat sintesis DNA bakteri dan, oleh sebab itu akan
menghambat pertumbuhan bakteri dengan menginhibisi DNA-gyrase pada
bakteri.Dosis yang dianjurkan: 250 mg PO 1 kali sehari.
3. Doxycycline
Menghambat sintesis protein dan replikasi bakteri dengan cara berikatan  dengan
30S dan 50S subunit ribosom dari bakteri. Diindikasikan untuk Ctrachomatis.Dosis
yang dianjurkan: 100 mg PO 2 kali sehari selama 7 hari.
4. Azitromisin
Digunakan untuk mengobati infeksi ringan sampai sedang yang disebabkan oleh
beberapa strain organisme. Alternatif monoterapi untuk C trachomatis.

Anda mungkin juga menyukai