Anda di halaman 1dari 2

Budiasih Meyta Maulidah / 04010221008 / CI PMI

Jika Memeluk Hanya Sementara, Lalu Mengapa Dilakukan?


Studi Kasus Tentang Kebijakan Indonesia Dengan Fenomena Pernikahan Beda Agama

Pernikahan lazimnya dilakukan untuk menyempurnakan iman, dalam Islam.


Menyempurnakan keturunan juga merupakan salah satu alasan untuk melakukan pernikahan.
Pilihan seseorang dalam menentukan arah hidupnya pasti akan berbeda-beda setiap
individunya. Hanya dengan perasaan suka, terkadang seseorang mampu menjatuhkan
keputusan untuk segera menikah. Namun adapula orang yang selalu memikirkan langkah demi
langkah dalam memutuskan pilihannya untuk masa depan dalam jangka waktu panjang. Pilihan
dengan kepercayaan sama atau tidak juga sebenarnya perlu dipertimbangkan. Sesuai fenomena
saat ini, entah beda atau sama kepercayaan jika sayang dan suka maka dengan cara apapun
harus mendapatkannya. Individu tersebut bisa saja mengikuti segala aturan demi kelangsungan
pernikahannya, namun mungkin itu hanya sesaat sebelum pernikahan tiba.

Kebijakan di Indonesia mengenai pernikahan beda agama sudah jelas dan nyata bahwa
tidak diperbolehkan. Bebrapa persyaratan harus dilakukan untuk memperoleh perizinan untuk
menikah. Kedua belah pihak harus ada yang mengalah salah satu untuk masuk kedalam agama
pasangannya. Memeluk, mempercayai dan berpedoman pada agama sang pasangan tersebut.
Jika syarat tersebut sudah dipenuhi, maka pihak pengadilan mampu memberikan perizinan atas
pernikahan tersebut. Akhirnya nanti akan kembali memeluk agama yang lama atau terus
melanjutkan agama yang baru itu pilihan yang rasional bagi setiap individu. Hanya dengan
memenuhi persyaratan semata, lalu kembali memeluk agama yang lama juga bisa dilakukan.
Kepercayaan bukam hanya semata dengan percaya saja, namun jiwa dan raga ini juga harus
ikut serta dalam kepercayaan tersebut. Jika percaya dalam pelukan agama yang kedua, namun
jiwa dan raganya masih di agama yang pertama juga akan sia-sia.

Pelegalan pernikahan beda agama sempat diperbolehkan, namun pihak Mahkamah


Konstitusi menarik pembahasan tersebut dan tetap menyanggah pernikahan beda agama.
Menurut hukum positif yang berlaku yaitu Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang
Perkawian tidak mengenal perkawinan beda agama, sehingga pernikahan beda agama belum
bisa diresmikan di Indonesia. Sementara itu dari MUI melalui Keputusan Nomor 4/MUNAS
VII/MUI/8/2005 mengeluarkan fatwa tentang hukum larangan pernikahan beda agama. Yakni,
perkawinan beda agama adalah haram dan tidak sah, dan perkawinan laki-laki muslim dengan
wanita ahlu kitab menurut qaul mu'tamad adalah haram dan tidak sah.
Budiasih Meyta Maulidah / 04010221008 / CI PMI

Sesuai kebijakan yang ada, maka sudah jelas hukumnya bahwa nikah beda agama itu
tidak sah dan tidak diakui oleh negara. Beberapa individu yang tetap menjalankan pernikahn
beda agama rata-rata mengambil jalan alternatif berupa nikah siri. Pernikahan yang memang
sah, tapi tidak diakui negara. Berjalannya waktu, pernikahan beda agama dengan jalur nikah
siri juga tidak diperbolehkan. Peluang untuk menerobos aturan negara tersebut semakin kecil
dan tidak mungkin. Namun berbeda dengan negara lain yang sudah menghalalkan pernikahan
beda agama. Sejatinya jika kagum dengan makhluknya, maka juga seharusnya kagum pula
dengan Tuhannya. Jika sejatinya sayang dan cinta, maka berusaha mencintai kedua pihak
tersebut. Jika dirasa tidak bisa meninggalkan agamanya, maka juga seharusnya mencari
pendamping yang sama dengan kepercayaannya.

Kebijakan yang ada ini menurut saya sudah tepat dan real bijak pada porsinya. Namun
seharusnya juga diperlukan aturan tambahan setelah melewati proses persetujuan dan perizinan
oleh pihak pengadilan agama. Perizinan sudah dilewati, lalu kedua belah pihak tersebut
menikah. Perjalanan selanjutnya memang pilihan mereka masing-masing, namun seharusnya
juga mempunyai tujuan dan kepercayaan yang sama hingga akhir hayat nanti. Satu atap, satu
rumah dan bahkan satu ranjang, namun visi dan misi yang mereka miliki tidak akan sama jika
mereka tidak memeluk hal yang sama. Bukan lagi tentang toleransi, namun ini sudah masuk
dalam tahap rumah tangga yang harmonis dan sesuai harapan. Pemerintah mengeluarkan
persyaratan dengan bijak, namun bekum bisa kompleks dalam menanggapi kedepannya.
Persyaratan hanya menjadi jembatan semata tanpa ada aturan dan kebijakan lanjutan.

Sudah merasa mendapatkan apa yang diinginkan, maka individu tersebut kebanyakan
juga akan kembali ke asal mula dia berasal. Bahkan banyak pula kejadian perceraian karena
mereka satu sama lain tidak merasa cocok. Proses yang panjang untuk mencapai tujuan tersebut
hanya akan sia-sia tanpa adanya tindakan lanjutan. Semisal ada kebijakan bary mengenai
pernikahan beda agama yang sudah berhasil, maka tidak boleh kembali ke agama asal adalah
kebijakan yang tepat untuk kedepannya. Hal tersebut bukan tentang pemaksaan untuk memeluk
hal yang baru, namun justru memberikan perjalanan panjang sebagai proses untuk percaya pada
agama yang baru tersebut. Bukan maksud untuk mengurangi agama satu dengan yang lain,
namun demi keharmonisan memang lebih baik ada tindakan lanjutan setelah adanya perizinan.

Anda mungkin juga menyukai