SK Kebijakan Ppa
SK Kebijakan Ppa
NOMOR :
TENTANG
KEBIJAKAN ASUHAN PASIEN OLEH DOKTER PENANGGUNG JAWAB
PELAYANAN (DPJP), PERAWAT, DAN PEMBERI PELAYANAN YANG LAIN
DI RUMAH SAKIT THURSINA
MEMUTUSKAN
Menetapkan : Keputusan direktur Rumah Sakit tentang kebijakan Asuhan pasien
Pertama oleh DPJP, perawat dan pemberi pelayanan yang lain di Rumah
Sakit
Kedua Setiap asuhan pasien di Rumah Sakit harus direncanakan oleh
DPJP, Perawat dan pemberi pelayanan yang lain dalam waktu 24
jam sejak pasien masuk rawat inap sesuai dengan penilaian awal
pasien yang tercatat dalam rekam medis
Ketiga Setiap asuhan yang diberikan kepada setiap pasien harus dicatat
oleh pemberi pelayanan dalam rekam medis
Keempat Pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan pemberian asuhan
pasien oleh DPJP, perawat dan pemberi pelayanan yang lain
Kelima Keputusan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan dan akan
dilakukan perbaikan sebagaimana mestinya apabila dikemudian
hari terdapat kekeliruan dalam penetapan ini
Ditetapkan di : Duri
Pada Tanggal : April – 2019
Direktur,
A. LATAR BELAKANG
1. Tujuan Umum :
Meningkatkan mutu pelayanan dan keselamatan pasien rumah sakit.
2. Tujuan Khusus :
a. Memberikan perlindungan kepada pasien agar memperoleh asuhan medis yang
terbaik.
b. Memberikan kemudahan kepada rumah sakit untuk mengelola penyelenggaraan
asuhan medis oleh DPJP dalam rangka memenuhi Standar Akreditasi Rumah
Sakit.
c. Memberikan panduan dan penjelasan tentang peranan DPJP.
d. Memberikan panduan dan penjelasan tentang mekanisme koordinasi, kolaborasi
interprofesional dan kerja sama tim dalam memberikan asuhan kepada pasien di
rumah sakit.
C. SASARAN
1. Para Direktur Rumah Sakit dan Para Manajer Pelayanan di Rumah sakit
2. Komite Medis
3. Para dokter pemberi asuhan medis di rumah sakit
4. Kelompok profesi medis / Kelompok staf medis.
A. DASAR HUKUM
B. PENGERTIAN
1. DPJP (Dokter Penanggung Jawap Pelayanan) : adalah seorang dokter, sesuai dengan
kewenang klinisnya terkait penyakit pasien, memberikan asuhan medis lengkap
(paket) kepada satu pasien dengan satu patologi / penyakit, dari awal sampai dengan
akhir perawatan di rumah sakit, baik pada pelayanan rawat jalan dan rawat inap.
Asuhan medis lengkap artinya rencana serta tindakan lanjutnya sesuai kebutuhan
pasien.
2. Pasien dengan lebih dari satu penyakit dikelola oleh lebih dari satu DPJP sesuai
kewenangan klinisnya, dalam pola asuhan secara tim atau terintegrasi, maka harus
ada DPJP Utama. Contoh: pasien dengan Diabetes Mellitus, Katarak dan Stroke,
dikelola oleh lebih dari satu DPJP : Dokter Spesialis penyakit Dalam, Dokter
Spesialis Mata dan Dokter Spesialis Saraf.
3. DPJP Utama : bila pasien dikelola oleh lebih dari satu DPJP, maka asuhan medis
tersebut dilakukan secara terintegrasi dan secara tim diketahui oleh seorang DPJP
Utama. Peran DPJP Utama adalah sebagai koordinator proses pengelolaan asuhan
medis bagi pasien yang bersangkutan (“Kedua Tim”), dengan tugas menjaga
Terlaksananya asuhan medis komprehensif – terpadu – efektif, demi keselamatan
pasien melalui komunikasi efektif dengan membangun sinergisme dan mencegah
duplikasi serta mendorong penyesuaian pendapat (adjustmen) antar anggota /
DPJP, mengarahkan agar tindakan masing – masing DPJP bersifat kontributif
(bukan intervensi).
4. Dokter yang memberikan pelayanan interpretatif, misalnya memberikan uraian /
data tentang hasil laboratorium atau hasil radiologi, tidak dipakai istilah DPJP,
karena tidak memberikan asuhan medis yang lengkap
5. Profesional Pemberi Asuhan – PPA adalah tenaga kesehatan yang secara langsung
memberikan asuhan kepada pasien, antara lain. Dokter, perawat, bidan, ahli gizi,
apoteker, psikolog klinis, penata anestesi, terapis fisik dsb.
6. Asuhan pasien terintegrasi dan pelayanan berfokus pada pasien (Patient Centered
Care – PPC) adalah istilah yang saling terkait, yang mengandung aspek pasien
merupakan pusat pelayanan, PPA memberikan asuhan sebagai tim interdisiplin /
klinis dengan DPJP sebagi ketua tim klinis – Clinical Leader, PPA dengan
kompetensi dan kewenangan yang memadai, yang antara lain. Terdiri dari dokter,
perawat, bidan, nutrisionis / sietisien, apoteker, penata anestesi, terapis fisik dsb.
DPJP
Perawat /
Apoteker
Bidan
Pasien
Nutrisionis
Penata Keluarga
/ Dietisien
Anestesi
Lainnya
Tugas Mandiri
2. Pemberian Pelayanan
3. Implementasi Rencana
4. Monitoring
E. ASUHAN MEDIS
Asuhan medis di rumah sakit dibberikan oleh dokter spesialis, disebut sebagai DPJP.
Di Instalasi Gawat Darurat dokter juga yang bersertifikat kegawatdaruratan, antara lain
ATLS, ACLS, PPGD, General Emergency Life Support (GELS) menjadi DPJP pada saat
asuhan awal pasien gawat-darurat. Saat pasien dikonsul / rujuk ke dokter spesialis dan
memberikan asuhan medis, maka dokter spesialis tsb menjadi DPJP pasien tsb
mengantikan DPJP sebelumnya, yaitu dokter jaga IGD tsb diatas.
Pemberian asuhan medis di rumah sakit agar mengacu kepada Buku Penyelenggaraan
Praktik Kedokteran Yang Baik di Indonesia (Kep Konsil no 18/KKI/KEP/IX/2006).
Penerapan panduan ini selain menjaga mutu asuhan dan keselamatan pasien, juga dpat
menghindari pelanggaran disiplin.
Asas, Dasar, Kaidah dan Tujuan Praktik Kedokteran di Indonesia intinya adalah sbb :
Asuhan pasien terintegrasi dan pelayanan / asuhan berfokus pada pasien (patient
centered care) adalah elemen penting dan sentral dalam asuhan pasien di rumah sakit.
Konsep inti (core concept) asuhan berfokus pada pasien terbagi dalam 2 perspektif :
1. Perspektif Pasien :
a. Martabat dan Respek.
1) Profesional pemberi asuhan mendengarkan, menghormati dan menghargai
pandangan serta pilihan pasien – keluarga.
2) Pengetahuan, nilai-nilai, kepercayaan, latar belakang kultural pasien –
keluarga dimasukkan dalam perencanaan pelayanan dan pemberi pelayanan
kesehatan.
b. Berbagi informasi.
1) Profesional pemberi asuhan mengkomunikasikan dan berbagi informasi secara
lengkap kepada pasien – keluarga.
2) Pasien – keluarga menerima informasi tepat waktu, lengkap, dan akurat.
c. Partisipasi
1) Pasien – keluarga didorong dan didukung untuk berpartisipasi dalam asuhan,
pengambilan keputusan dan pilihan mereka.
d. Kolaborasi / kerjasama
1) Rumah sakit bekerjasama dengan pasien – keluarga dalam pengembangan,
implementasi dan evaluasi kebijakan dan program. Pasien – keluarga adalah
mitra PPA.
2. Perspektif PPA
a. Tim Interdisiplin
1) Profesional pemberia asuhan diposisikan mengelilingi pasien
2) Kompetensi yang memadai
3) Berkontribusi setara dalam fungsi profesinya
4) Tugas mandiri, kolaboratif, delegatif, bekerja sebagai satu kesatuan
memberikan asuhan yang terintegrasi
b. Interprofesionalitas
1) Kolaborasi interprofesional
2) Kompetensi pada praktik kolaborasi interprofesional
3) Termasuk bermitra dengan pasien
c. DPJP adalah ketua tim klinis / clinical leader
1) DPJP melakukan koordinasi, kolaborasi, interpretasi, sintesis, review dan
mengintegrasikan asuhan pasien
d. Personalized Care
1) Keputusan klinis selalu diproses berdasarkan juga nilaii-nilai pasien
2) Setiap dokter memperlakukan pasiennya sebagaimana ia sendiri ingin
diperlakukan
1. Dalam asuhan/pelayanan berfokus pada pasien (patient centered care) para PPA
memberikan asuhan sebagai tim interdisiplin, masing-masing PPA melakukan tugas
mandiri, tugas delegatif dan tugas kolaboratif dengan pola IAR.
2. Asuhan pasien terintegrasi “dimotori” oleh DPJP dlam fungsi sebagai ketua tim klinis
(Clinical leader) yang melakukan koordinasi, kolaborasi, interpretasi, sintesis. DPJP
melakukan review rencana PPA lainya dan menverifikasinya, lihat standar PP 2.1.
elemen penilaian 5.
3. Proses review dilakukan oleh DPJP dengan membaca rencana para PPA dan
memberikan catatan/notasi pada CPPT (Catatan Pelayanan Pasien terintegrasi).
1. Setiap dokter yang bekerja di rumah sakit yang melakukan asuhan medis, termasuk
pelyanan interpretatif (antara lain Dr.Sp.PK, Dr.Sp.PA, Dr.Sp.Rad., dsb.), harus
memiliki SK dari Direktur Rumah Sakit berupa Surat Penugasan Klinis / SPK
(Clinical appointment), dengan lampiran Rincian Kewenangan Klinis / RKK
(Delineation of Clinical Privilage). Penerbitan SPK dan RKK tsb harus melalui
proses kredensial dan rekredensial yang mengacu kepada Permenkes 755/2011
tentang penyelenggaraan Komite Medik di Rumah Sakit.
2. Regulasi tentang evaluasi kinerja profesional DPJP ditetapkan Direktur Rumah Sakit
dengan mengacu ke Permenkes 755/2011 tentang penyelenggaraan Komite Medik di
Rumah Sakit dan Standar Akreditasi Rumah Sakit versi 2012, khususnya Bab KPS
(Kualifikasi dan Pendidikan Staf, Standar KPS 11).
1. Setiap pasien yang mendapat asuhan medis di rumah sakit baik rawat jalan maupun
rawat inap harus memiliki DPJP
2. Pada unit / instalasi gawat darurat, dokter gawat darurat, dokter jaga (dengan
sertifikasi kegawat daruratan, antara lain PPGD, ATLS, ACLS, GELS) menjadi DPJP
pada pemberian asuhan medis awal / penanganan kegawat daruratan. Kemudian
selanjutnya saat dilakukan konsultasi / rujuk ditempat (on side) atau konsultasi lisan
kepada dokter spesialis, dan dokter spesialis tsb memberikan asuhan medis (termasuk
instruksi secara lisan) maka dokter spesialis tsb telah menjadi DPJP pasien ysb,
sehingga saat itulah DPJP telah berganti dari dokter gawat darurat / dokter jaga IGD
kepada dokter spesialis tsb.
3. Apabila pasien mendapat asuhan medis lebih dari satu DPJP maka harus ditujuk
DPJP Utama yang berasal dari para DPJP pasien terkait. Kesemua DPJP tsb bekerja
secara tim dalam tugas mandiri maupun kolaboratif, berinteraksi dan berkoordinasi
(dibedakan dengan bekerja sendiri-sendiri).
4. Peran DPJP Utama adalah sebagai koordinator proses pengelolaan asuhan medis bagi
pasien ysb (sebagai “Ketua Tim”), dengan tugas menjaga terlaksananya asuhan medis
komprehensif – terpadu – efektif, demi keselamatan pasien melalui komunikasi yang
efektif dan membangun sinergisme dengan mendorong penyesuaian pendapat
(adjustment) antar Anggota / DPJP, mengarahkan agar tindakan masing-masing DPJP
bersifat kontributif (bukan intervensi), dan juga mencegah duplikasi serta interaksi
obat.
5. Tim membuat keputusan melalui DPJP Utama, termasuk keinginan DPJP
mengkonsultasikan ke dokter spesialis lain agar dikoordinasikan melalui DPJP
Utama. Keputusan DPJP terhadap jadwal kegiatan dan ktepatan waktu misalnya antar
lain kehadiran atau menjanjikan waktu kehadiran, adalah sangat penting bagi
pemenuhan kebutuhan pasien serta untuk kepentingan koordinasi sehari-hari.
6. Dibawah koordinasi DPJP Utama, sekurang-kurangnya ada rapat Tim yang
melibatkan semua DPJP ysb beserta profesi terkait lainya sesuai kebutuhan pasien;
rumah sakit diharapkan menyediakan ruangan untuk rapat tim di tempat-tempat
pelayanan, misalnya di Rawat Inap, ICU, UGD, dll. DPJP Utama juga bertugas untuk
menghimpun komunikasi / data tentang pasien.
7. Setiap penunjukan DPJP harus diberitahu kepada pasien dan / keluarga, dan pasien
dan / keluarga dapat menyetujuinya ataupun sebaliknya. Rumah sakit berwenang
mengubah DPJP bila terjadi pelangaran prosedur.
8. Koordinasi dan transfer informasi antar DPJP dilakukan secara lisan dan tertulis
sesuai kebutuhan. Bila ada pergantian DPJP pencatatan di rekam medis harus jelas
tentang alih tanggung jawabnya. Harap digunakan formulir daftar DPJP (Contoh
Formulir Daftar DPJP terlampir).
9. Pada unit pelayanan intensif DPJP Utama adalah dokter intensifis. Koordinasi dan
tingkatan keikut sertaan para DPJP terkait, tergantung pada sistem yang ditetapkan
dalam kebijakan rumah sakit misalnya sistem terbuka / tertutup / semi terbuka. Bila
rumah sakit memakai sistem terbuka, gunakan kriteria tsb .
10. Pada kamar operasi DPJP Bedah adalah ketua dalam seluruh kegiatan pada saat di
kamar operasi tsb.
11. Pada keadaan khusus misalnya seperti konsul saat diatas meja operasi / sedang
dioperasi, dokter yang dirujuk tsb melakukan tindakan / memberikan instruksi, maka
otomatis menjadi DPJP juga bagi pasien tsb.
12. Dalam pelaksanaan pelayanan dan asuhan pasien, bila DPJP di bantu oleh dokter
lain (antara lain dokter ruangan, residen) dimana ysb boleh menulis / mencatat di
rekam medis, maka tanggung jawab adalah tetap ada pada DPJP, sehingga DPJP
yang bersangkuatan harus memberi supervisi, dan melakukan validasi berupa
pemberian paraf / tanda tangan pada setiap catatan kegiatan tsb di rekam medis
setiap hari.
13. Asuhan pasien dilakukan oleh para profesional pemberi asuhan yang bekerja secara
tim (“Tim Interdisiplin”) sesuai konsep Pelayanan Fokus pada Pasien (Patient
Centered Care), DPJP sebagai ketua tim (Clinical / Team Leader) harus proaktif
melakukan koordinasi dan mengintegrasikan asuhan pasien, serta berkomunikasi
intensif dan efektif dalam tim. Termasuk dalam kegiatan ini adalah perencanaan
pulang (discharge plan) yang dapat dilakukan pada awal masuk rawat inap atau pada
akhir rawat inap
14. DPJP harus aktif dan intensif dalam pemberian edukasi / informasi kepada pasien
dan keluarganya. Gunakan dan kembangkan tehnik komunikasi yang berempati.
Komunikasi merupakan elemen yang penting dalam konteks Pelayanan fokus pada
pasien (Patient Centered Care), selain juga merupakan kompetensi dokter dalam area
kompetensi ke 3 (Standar Kompetensi Dokter Indonesia, KKI 2012; Penyelenggaraan
Praktik Kedokteran Yang Baik di Indonesia, KKI 2006).
15. Pendokumentasian yang di lakukan oleh DPJP di rekam medis harus mencantumkan
nama dan paraf / tanda tangan. Pendokumentasian tsb dilakukan antara lain di form
asesmen awal medis, catatan perkembangan pasien terintegrasi / CPPT (integrated
note), form asesmen pra anestesi / sedasi, intruksi pasca bedah, form edukasi /
informasi ke pasien dsb. Termasuk juga pendokumentasian keputusan hasil
pembahasan tim medis, hasil ronde bersama multi kelompok staf medis / departemen,
dsb. (contoh Formulir Catatan Perkembangan Pasien Terintegrasi dan contoh
Formulir Perintah Lisan terlampir).
16. Pada kasus tertentu DPJP sebagai ketua tim dari para profesional pemberi asuhan
bekerjasama erat dengan Manajer Pelayanan Pasien (Hospital Case Manager), sesuai
dengan Panduan Pelaksanaan Manajer Pelayanan Pasien agar terjaga kontinuitas
pelayanan baik waktu rawat inap, rencana pemulangan, tindak lanjut asuhan mandiri
dirumah, kontrol dsb.
17. Pada setiap rekam medis harus ada pencatatan (kumulatif, bila lebih dari satu)
tentang DPJP, dalam bentuk satu formulir yang di isi secara periodik sesuai kebutuhan
/ penambahan / pengurangan / penggantian, yaitu nama dan gelar setiap DPJP, tanggal
mulai dan akhir penanganan pasien, DPJP Utama nama dan gelar, tanggal mulai dan
akhir sebagai DPJP Utama. Daftar ini bukan berfungsi sebagai daftar hadir. (Formulir
Daftar DPJP, terlampir).
18. Rumah Sakit terletak jauh dari kota besar, atau di daerah terpencil, penetapan
kebijakan tentang asuhan medis yang sifatnya khusus agar di konsultasikan dengan
pemangku kepentingan antara lain Komite Medis, Fakultas Kedokteran ysb bagi
residen, Organisasi Profesi, IDI, Dinas Kesehatan, Badan Pengawas Rumah Sakit
Propinsi, Kolegium dsb.
19. Keterkaitan DPJP dengan Panduan Praktik Klinis / Alur Perjalanan Klinis / Clinical
Pathway, setiap DPJP bertanggung jawab mengupayakan peroses asuhan pasien (baik
asuhan medis maupun asuhan keperawatan atau asuhan lainyan) yang diberikan
kepada pasien patuh pada Panduan Praktek Kinis / Alur Perjalanan Klinis / Clinical
Pathway yang telah di tetapkan oleh RS. Tingkat kepatuhan pada Panduan Praktek
Klinis / Alur Perjalanan Klinis / Clinical Pathway ini akan menjadi objek Audit Klinis
dan Audit Medis.
20. Apabila dokter tidak mematuhi Alur Perjalanan Klinis / Clinical Pathway / Panduan
Praktek Klinis maka harus memberikan penjelasan tertulis dan dicatat di rekam medis.
B. SUPERVISI
1. Pada proses asuhan medis dimana dilaksanakan oleh DPJP yang dibutuhkan oleh Staf
Medis non DPJP, misalnya Residen (PPDS), Dokter Ruangan (DR), dsb, maka
diperlukan supervisi klinis medis untuk melaksanakan monitoring dan evaluasi
terhadap asuhan pelayanan klinis yang dilaksanakan. Supervisi sangat diperlukan
untuk memastikan asuhan pasien aman dan memastikan koordinasi dan kerjasama tim
yang baik adalah pengalaman belajar bagi para profesional pemberi asuhan, bahwa
pelayanan telah diberikan dengan cara yang efektif, dan juga untuk kepastian
hukumnya bagi pemegang kewenangan klinisnya.
2. Diperlukan tingkat pengawasan yang konsisten dengat tingkat pelatihan dan tingkat
kompetensi para staf medis yang membantu asuhan medis.
3. Seluruh staf medis yang terlibat dalam asuhan medis memahami proses supervisi
klinis: siapa supervisor dan frekuensi sepervisinya penandatanganan harian dari
semua catatan dan perintah, penandatanganan rencana asuhan dan kemajuan catatan
harian, atau membuat entri terpisah dalam catatan pasien. Demikian juga, jelas tentang
bagaimana bukti pengawasan yang didokumentasikan, termasuk frekuensi dan lokasi
dokumentasi.
4. Rumah sakit memiliki prosedur megidentifikasi dan memonitorinng keseragaman
proses supervisi klinis, memonitoring dan evaluasi pelayanan asuhan klinis.
5. Apabila supervisi klinis tidak dilaksanakan dengan baik maka akan menimbulkan
potensi untuk terjadinya kejadian yang tidak diharapkan, atau menurunnya mutu
asuhan medis.
6. Supervisi dan umpan balik yang dihasilkan penting untuk mengakuisisi dan
mengembangkan keterampilan klinis dan profesionalisme sluruh staf medis yang
terlibat dalam asuhan medis. Supervisi dilakukan secara bertahap meningkatkan
otoritas dan kemandirian, pengawasan dan umpan balik.
7. Supervisi yang berlebihan dapat menghambat perkembangan para staf untuk menjadi
praktisi yang kompeten dalam disiplin mereka.
8. RS harus menetapkan kebjakan tentang tingkatan supervisi masing-masing staf medis
no DPJP.
9. Tingkatan Supervisi bagi DPJP dan DR :