Anda di halaman 1dari 9

KHUTBAH IDUL FITHRI 1444 H

GEMA SERUAN KEMENANGAN

ُ ْ
،‫هلل ال رح ْمد‬ ‫َْر ر‬ ‫ْر‬ ُ َّ ‫ُ ْ ر ر َ ر‬ ‫ُ ْر‬ ‫ُ ْر‬
ِ ‫ هللا أ ك َ ُب و‬،‫ ال ِإله ِإال هللا هللا أك َ ُب‬،‫ هللا أك َ ُب‬،‫ هللا أك َ ُب‬،‫هللا أك َ ُب‬
“Allah Maha Besar, Allah Maha Besar, Allah Maha Besar, tiada tuhan selain Allah yang Maha
Besar. Allah Maha Besar dan segala puji hanya milik Allah.
ً ‫ُ ْ ً ر‬ ‫َ ْ ر ُ ر ر‬ ُ ‫ْر َ ْ ر ْ ر‬
،‫أص ْيال‬ ِ ‫هللا أك َ ُبك ِب ْ ًبا والح ْمد‬
ِ ‫هلل ك ِث ْ ًبا وس ْبحان‬
ِ ‫هللا بك ررة و‬
Allah Maha Besar sebesar-besarnya, segala puji bagi-Nya sebanyak-banyaknya, Maha Suci Allah
dari pagi hingga petang hari.
َ
‫اب َو ْحد ُه‬ ْ ‫أع َّز ُج ْن َد ُه َو َه َز َم‬
َ ‫األح َز‬ َ ‫ َو‬،‫َص َع ْب َد ُه‬ ُ ‫َال إ َل َه إ َّال‬
َ َ ‫ َو َن‬،‫ َص َد َق َو ْع َد ُه‬،‫هللا َو ْح َد ُه‬
ِ ِ
Tiada tuhan selain Allah, sendiri. Yang benar janji-Nya, yang memberi kemenangan kepada
hamba-Nya, yang memuliakan prajurit-Nya sendirian.
‫ر‬ َْ َ َ ِّ ُ َ ‫ر ر ر ْ ُ ُ َّ َّ ُ ُ ْ ْ نر‬ َّ ‫ر َ ر‬
،‫ي له الد ْي رن رول ْو ك ِر ره الك ِاف ُر ْون‬ ْ ‫ال ِإله ِإال هللا وال نعبد ِإال ِإياه مخ ِل ِص‬
Tiada tuhan selain Allah, dan kita tidak beribadah kecuali hanya kepada Allah, mengikhlaskan
agama hanya kepada-Nya, walaupun orang-orang kafir membenci.
ْ ْ ْ َّ ‫ر َ ر‬
‫ هللا أك َر ُب روهلل ال رح ْمد‬،‫ال ِإله ِإال هللا هللا أك َر ُب‬

Tiada tuhan selain Allah. Allah Maha Besar, bagi Allah-lah segala puji.”

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah,


Pagi hari ini, ratusan juta manusia di seluruh dunia mengumandangkan takbir, tahmid, tasbih
dan tahlil. Kita sucikan namaNya dengan membaca ”Subhanallah”. Kita puji namaNya dengan
”Alhamdulillah”. kita Esakan Dia dengan kalimat ”La Ilaha Illallah”. Dan kita agungkan nama-
Nya dengan gema: ”Allahu Akbar”. Kalimat pengakuan seorang hamba yang kecil dan lemah
dihadapan Allah Sang Pencipta dan Penguasa Alam.

Takbir bergema di seluruh dunia. Seakan Allah menegaskan ke semua makhluk bumi, kepada
seluruh jin dan manusia, termasuk kepada para raja dan pemimpin bangsa dimanapun, bahwa
sesungguhnya Dia lah Rabb semesta alam. Dia Sang Penguasa Alam. Dia yang Maha Kuat, yang
Maha Besar, yang Maha Perkasa. Semuanya tunduk pada-Nya. Semua kekuasaan, Dia yang
mengaturNya, dan semua kekayaan, Dia pemiliknya.

1
َ ََ
ُ ‫ان ه‬ َۡ ‫َ ه‬
َّ ‫ّلِل ُج ُن ۡو ُد‬
‫اّلِل َعز ۡي ًزا َح ِك ۡي ًما‬ ‫الس ٰم ٰو ِت َواال ۡرضؕ وك‬ ِ ِ‫و‬
“Dan milik Allah bala tentara langit dan bumi. Dan Allah Mahaperkasa, Mahabijaksana”. (QS al-
Fath: 7).

ْ ُ ْ ُ ْ ُ
‫هللا أك َر ُب‬ ،‫هللا أك َر ُب‬ ،‫هللا أك َر ُب‬
Kumandang pujian yang bukan hanya keluar dari lisan, tetapi ia menghunjam dari lubuk hati
yang paling dalam, dari ruh dan jiwa kita.
َ ‫ر ْر‬
‫اس رم ر ِّربك اْل ْعل‬
ْ ‫رس ِّبح‬
ِ
“Sucikanlah nama Rabbmu Yang Maha Tinggi”
‫َّ ر ْ ْ ر ْ َّ ُ ر ِّ ُ ر ْ ر ر َٰ ْ ر ر ْ ر ُ ر‬
‫ون رت ْسب ر‬ ‫ُ ر ِّ ُ َ ُ َّ ر ر ُ َّ ْ ُ ر ْ ر‬
ۗ ‫يح ُه ْم‬ ِ ‫ه‬ ‫ق‬ ‫ف‬ ‫ت‬ ‫َّل‬ ‫ن‬ ‫ك‬ِ ‫ل‬‫و‬ ‫ه‬ِ ‫د‬
ِ ‫م‬‫ح‬‫ب‬ِ ‫ح‬ ‫ب‬‫س‬ ‫ي‬ ‫َّل‬ ‫إ‬ِ ‫ء‬ٍ ‫ش‬
‫ي‬ ‫ن‬ ‫م‬ِ ‫ن‬ ‫إ‬
ِ ‫و‬ ۚ ‫ن‬ ‫يه‬
ِ ‫ف‬ِ
ْ ‫ض رو رم‬
‫ن‬ ُ ‫اْل ْر‬ ‫تسبح له السماوات السبع و‬

“Langit yang tujuh, bumi, dan semua yang ada di dalamnya bertasbih kepada Allah. Dan tidak
ada sesuatupun melainkan bertasbih dengan memuji-Nya, tetapi kamu sekalian tidak mengerti
tasbih mereka”. (QS. Al-Isra: 44)
“Tidakkah mereka memperhatikan langit yang ada di atas mereka, bagaimana cara kami
membangunnya dan menghiasinya dengan bintang-bintang, dan tidak ada retak-retak
sedikitpun. Dan bumi kami hamparkan dan kami pancangkan di atasnya gunung-gunung yang
kokoh, dan Kami tumbuhkan di atasnya tanaman-tanaman yang indah.” (QS. Qaaf: 6).

Inilah diantara ruh Idul Fithri, bahwa hidup seorang mukmin senantiasa dilandasi dengan
mentauhidkan, mensucikan, mengagungkan, dan membesarkan Allah. Maka sungguh tak patut
bagi kita mengagungkan selain Allah, berlebihan memandang harta, jabatan, kekuasaan, atau
apapun. Maka renungilah kumandang takbir dan pujian kepada Allah yang tak pernah henti itu.

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah,


Terasa baru saja kita mengucapkan marhaban ya Ramadhan. Namun tetiba sekarang kita harus
berpisah dengannya. Spanduk baliho di masjid-masjid pun terasa masih basah, tetiba dengan
rasa haru kita turunkan. Ramadhan yang begitu indah. Masjid-masjid ramai, ummat Islam
mengejar sholat berjama’ah, tarawih, tilawah al-Qur’an, dan berbagi makanan berbuka puasa.

Jangankan makanan haram, bahkan yang halal pun kita jaga dengan hati-hati. Tak ingin
mengotori pandangan, pendengaran dan lisan dari hal-hal yang kotor, ghibah, bahkan dari
pembicaraan yang tak bermanfaat.

2
Secara khusus, kita pun telah berupaya mengikuti sunnah Nabi dan orang-orang sholeh dulu,
yakni itikaf, merenungi betapa kecil dan lemah diri ini dihadapan-Mu ya Rabb. Berlinang air
mata mengakui dosa-dosa dan kelalaian, memohon ampun, seraya melantunkan doa dengan
َ ْ َ ْ ْ ُ ُ َ َ َّ ُ َّ
khusyu, ‫ف ع ِّن‬
ُ ‫ب ال َعف َو فاع‬
ُّ ‫الله َّم إنك عف ٌّو تح‬
ِ ِ
Ruh dari itikaf adalah melepaskan ikatan dunia, dan fokus pada ikatan yang satu, yakni ikatan
pada Allah Ta’ala. Itikaf adalah simulasi berpisah dengan dunia. Begitulah yang kita baca saat
Rasulullah melakukan itikaf. Dunia yang sehari-hari ramai dengan berbagai pemandangan,
berita, kejadian, informasi-informasi yang sering tak berpola, tak tentu arah, yang terkadang
mengubah orientasi kita. Seorang mukmin, tak boleh hilang arah hidupnya. Seorang mukmin,
tak merasa rugi jika ia meninggalkan dunia ini. Tidak juga merasa takut. Inilah jiwa-jiwa yang
terlatih saat itikaf. Terlatih untuk istiqomah, hanya mengharap rahmat dan ridho Allah Ta’ala.
َ ُ ُ ُ ْ ُ ْ َّ َّ َ ْ ْ ُ ِ ْ َ َ ْ ُ َ ْ َ َ َ ْ ُ َ َ َّ َ ُ َ ٰۤ َ ْ ُ ْ َ َ ُ َِّ َِ َ َ ْ ُ َ َ ْ َّ ُ ُ ‫َّ َّ ْ َ َ ُ ْ َ ُّ َ ه‬
‫ن كنت ْم ت ْو َعد ْون‬
ِ ِ ‫ِان ال ِذين قالوا ربنا اّلِل ثم استقاموا تتنل علي ِهم المل ِٕىكة اّل تخافوا وّل تحزنوا واب ِشوا ِبالجن ِة ال‬
“Sesungguhnya orang-orang yang berkata, “Rabb kami adalah Allah” kemudian mereka
meneguhkan pendiriannya, maka malaikat-malaikat akan turun kepada mereka (dengan
berkata), “Janganlah kamu merasa takut dan janganlah kamu bersedih hati; dan bergembiralah
dengan (memperoleh) surga yang telah dijanjikan kepadamu.” (QS Fushilat:30)

Suasana Ramadhan memang penuh dengan udara dan nuansa kebaikan. Ramadhan begitu
lembut membentuk kita agar memiliki jiwa yang sabar, mampu mengendalikan amarah,
pemaaf, penyantun, penyayang, dan pemurah. Semangat memberi dan berbagi ini menjadi
ritual khusus di akhir Ramadhan hingga pelaksanan sholat Id. Itulah ibadah zakat. Tak ada
muslim yang berani meninggalkan zakat. Dia harus memberi, sebab bukankah dia pun hidup
karena pemberian Allah Ta’ala. Kepedulian terhadap nasib sesama, hingga merasakan bagai
satu tubuh, satu bagian sakit, seluruhnya ikut merasakan sakit. Fenomena yang menakjubkan!
Tidak ada tempat bagi kedengkian, keserakahan, perpecahan, maupun kejahatan.

ْ ِ ‫الش َأ ْق‬
‫َص‬ ّ َِّ ‫اغ‬ َ
َ ِ ِ ‫اغ ْال َخ ْن أ ْقب ْل َو َيا َب‬
َ ِ ِ ‫َب‬
ِ
“Wahai Pencari kebaikan sambutlah, wahai Pencari kejelekan berhentilah”. (HR. Tirmidzi).

Inilah Ramadhan. Allah membina jiwa-jiwa muslim bukan hanya untuk mencintai persatuan
dan persaudaraan, tapi juga Allah membina jiwa-jiwa agar terbang ke langit, memiliki sifat-sifat
yang tinggi lagi mulia, meninggalkan perilaku rendah dan kotor.

3
Bahkan di kisah-kisah generasi kejayaan Islam dulu, mereka menyelesaikan hutang piutangnya
dengan kecintaan dan kelapangan pada saudaranya saat jelang Ramadhan. Para gubernur dan
pimpinan yang sholeh saat itu meminta para tahanan di penjara untuk bertaubat, lalu
membebaskan mereka, agar mereka bisa menikmati jamuan Rabbani, merasakan sejuk dan
tenangnya udara Ramadhan, berkumpul bersama keluarganya, memohon ampunan Allah, dan
menjalankan berbagai ibadah.

Benarlah jika para ulama menyebutkan bahwa Ramadhan adalah rabi’ul mukmin, musim semi
orang-orang beriman. Siapa yang tak suka musim semi, dimana bunga tumbuh berwarna-
warna, indah dipandang mata. Inilah saat dimana ruh-ruh orang-orang beriman bertemu
dengan keberkahan bulan ini. Dan semakin terasa saat 10 hari akhir Ramadhan. Hari-hari yang
begitu menenangkan. Malam-malam yang penuh kekhusyu’an, kesyahduan, dan kenikmatan
yang tak akan bisa kita temui di malam-malam lain.

Generasi sholeh dulu sangat bersedih saat akan berpisah dengan Ramadhan. Mereka diliputi
kegundahan yang besar, antara penuh harap dan takut. Begitu istimewa dan bahagianya jika
Allah menerima amal mereka, namun sangat berduka jika amalnya tertolak. Adalah Ali bin Abi
Tholib dan Ibnu Mas'ud, mereka keluar di malam hari terakhir Ramadhan kemudian berkata,
ُ ‫ َو َأ ُّي َها ْال َم ْر ُح‬،‫ول َهن ًيئا‬
‫وم‬ ُ ‫ َأ ُّي َها ا ْل َم ْق ُب‬،‫الل ْي َل َة َف ُن َع ّزيه‬
َّ ُ ُ ْ َ ْ ُ ُ ْ َ ْ َ َ ْ َ َ
‫ ومن هذا المحروم المردود‬،‫يه‬
ّ َ ُ َ َ َ ْ َّ ُ ُ ْ َ ْ َ َ ْ َ
ِ ِ ِ ‫ْمن هذا المقبول الليلة فنهن‬
َ َ ُ َّ ‫ود َج َ َن‬
‫اّلِل ُم ِص َيبتك‬
ُ ُ َْ
‫المرد‬
َ
“Wahai, Siapakah gerangan di antara kita yang diterima amalannya untuk kita beri ucapan
selamat, dan siapakah gerangan di antara kita yang ditolak amalannya mari kita melayatnya.
Wahai orang yang diterima amalannya, berbahagialah engkau. Dan wahai orang yang ditolak
amalannya, semoga Allah mengganti musibahmu ”

ْ ُ ْ ُ ْ ُ
‫هللا أك َر ُب‬ ،‫هللا أك َر ُب‬ ،‫هللا أك َر ُب‬
Begitu banyak tarbiyah ilahiyah yang kita dapatkan dari Ramadhan. Selain penanaman nilai-
nilai tauhid, ibadah, akhlaq, juga tentang betapa mulia dan tingginya diinul Islam. Islam yang
harusnya menjadi ideologi, sikap, dan pemikiran yang memiliki ‘izzah. Begitupun dengan
ummatnya, ummat yang memiliki ‘izzah.

Demikianlah alQur’an menyebutkannya dalam ayat-ayat yang khotib bacakan di muqoddimah.


Ajaran dengan pesan kuat agar umatnya harus memiliki posisi yang tinggi, membangun

4
persatuan dan kekuatan yang solid untuk meraih kemenangan. Perhatikanlah berbagai ucapan
ُ َ ْ َّ َ ُ َ َ َ َ ‫ َو َن‬،‫ص َد َق َو ْع َد ُه‬.
dzikir. Misalnya kalimah ‫ َوأعز ُجنده‬،‫َص ع ْبده‬ َ “Allah yang Maha benar janjinya,

memenangkan hamba-hamba-Nya, memuliakan prajurit yang berjuang untuk agamanya”.


Ataupun kalimah adzan, setelah ajakan hayya ‘alashsholah, disambung dengan hayya ‘alal falah,
“mari raih kemenangan”. Seruan kemenangan ini berkumandang minimal 5x sehari semalam.

Dan sungguh menakjubkan, seruan adzan ini tak pernah berhenti berkumandang di bumi ini.
Saat fajar menyingsing, adzan bergema di sekitar Papua, lalu disusul beberapa saat di Maluku
Ternate, lalu bergerak ke kota-kota di Sulawesi. Usai di Sulawesi, seruan kemenangan
berkumandang di Nusa Tenggara dan Bali, pindah ke Kalimantan, masuk ke Jawa Timur, lalu
Jawa Tengah. Beberapa saat kemudian adzan sudah terdengar di Jawa Barat dan Jakarta.
Sumatera pun penuh dengar seruan adzan dari Lampung hingga Aceh.

Dari Indonesia, adzan terdengar syahdu di Singapura, Malaysia, Thailand, menyusul Vietnam,
Bangladesh, India, Pakistan, Rusia. Tak berhenti. Adzan pun menyusul terdengar di Mekkah dan
Madinah, Yaman, Emirat Arab, Kuwait, Mesir, Turki, hingga jazirah Afrika. Masyaa Allah,
Allaahu akbar, Allaahu akbar, Allaahu akbar. Bumi yang senantiasa bergema seruan ketinggian
dan keagungan Islam.

Begitulah syariat Islam. Allah menghendaki kita menjadi pemenang dan pengendali di bumi ini,
khalifatu fil ardh. Menjadi subjek, menjadi leader, bukan menjadi objek, atau menjadi bulan-
bulanan, atau menjadi follower yang sekedar ikut-ikutan. Jumlahnya banyak namun seperti
buih yang terombang-ambing di lautan.
‫نر ر َ ر‬ ‫ر ْ ُ ْ نر ر ر َّ ْ ر‬ ُ ‫رو ِ ه ْ َّ ُ ر ر‬
‫ي َّل ري ْعل ُمون‬ْ ‫ي ول َٰ ِكن ال ُمن ِاف ِق‬ْ ‫ول ِه و ِللمؤ ِم ِن‬
ِ ‫ّلِل ال ِعزة و ِلرس‬
ِ
“Padahal kekuatan itu hanyalah bagi Allah, bagi Rasul-Nya dan bagi orang-orang mukmin, tetapi
orang-orang munafik itu tiada mengetahui.” (QS Munafiqun:8)

Namun sayang, hingga saat ini di beberapa negeri, masih banyak saudara kita yang belum
merasakan ketinggian dan kebesaran Islam, sehingga tidak jarang diantara mereka yang
simpati pada pemikiran, kelompok ataupun tokoh-tokoh yang anti Islam. Mereka lebih percaya
dan bahkan memberikan loyalitasnya pada kelompok atau tokoh-tokoh yang tidak berpihak
pada Islam, yang dekat pada keyakinan musyrik, atau membela kaum LGBT, free sex, atau
merusak negeri tercinta dengan merampas hak orang lain, korupsi, atau faham komunis yang

5
sangat benci pada Islam. Atau lebih bersimpati pada mereka yang bersahabat dengan yahudi,
padahal yahudi telah sering merusak masjid suci al-Aqsho, menganiaya bahkan membunuh
saudara kita, saat sedang beribadah di bulan Ramadhan.

Oleh karena itu, momentum Ramadhan ini semoga mampu menyadarkan kita bahwa betapa
luhur dan tingginya sistem Islam, membimbing kita agar memiliki ‘izzah. Ummat yang mulia,
bukan hina. Pemenang, bukan pecundang. Dulu ummat Islam dan ulama bersatu dengan para
pejuang negeri ini hingga Indonesia merdeka pada tahun 1945, dengan darah dan air mata,
hingga berkumandanglah Indonesia Raya, dan itu pun terjadi pada bulan Ramadhan.

Ma’asyiral muslimin,
Sungguh Ramadhan adalah tentang produktivitas dan kekuatan. Betapa banyak kemenangan
Islam yang gemilang terjadi pada bulan Ramadhan. Lihatlah bagaimana ummat Islam yang
dipimpin oleh Rasulullah berhasil melumpuhkan musyrikin yang sering merusak, menyiksa,
dan menghalangi dakwah Islam, yang dipimpin oleh Abu Sofyan pada peristiwa Badar tahun 2
Hijriyah. Begitu juga Fathu Mekkah terjadi pada Ramadhan tahun 8H. Peristiwa Qadisiyah
tahun 15H. Andalusia (Spanyol sekarang) ditaklukkan oleh Thoriq bin Ziyad pada Ramadhan
92H. Demikian juga penaklukan kerajaan Mongol yang terkenal sangat bengis, pembebasan
Baitul Maqdis oleh Shalahuddin al-Ayyubi, dan masih banyak yang lain. Mereka adalah para
pahlawan Islam yang telah berhasil membebaskan manusia, membangun negeri-negerinya
menjadi makmur, hidup dengan aman, damai, adil, dan sejahtera.

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah.

Mari kita teruskan kebaikan-kebaikan yang telah kita rajut selama Ramadhan kemarin. Mari
kita jaga semangat persaudaraan, kepedulian, dan kemauan untuk berbagi. Ramadhan boleh
meninggalkan kita, tetapi Al-Qur’an dan masjid-masjid tidak boleh kita tinggalkan. Kita
bukanlah hamba Ramadhan, tetapi kita adalah hamba Allah. Mari kita jaga amalan sholat
berjama’ah, shaum sunnah, qiyamullail, menyantuni faqir miskin, menjadi pribadi yang pemaaf
dan penyabar, pribadi yang memiliki semangat perjuangan membela dan berpihak pada Islam.

Allah Ta’ala mengingatkan kita agar tidak menjadi seperti seseorang yang merusak rajutan
amal kebaikan yang selama ini telah ia lakukan begitu rapi dan sabar.
ً َ َْ ُ َ ‫ر ر ُ ُ َ ه رر ر ْ ر‬
‫روَّل تكونوا كال ِ يت نقضت غ ْزل رها ِم ْن رب ْع ِد ق َّو ٍة أنكاثا‬
6
“Dan janganlah kamu seperti seorang perempuan yang menguraikan benangnya yang sudah
dipintal dengan kuat, menjadi cerai berai kembali” (an-Nahl:92).

Demikianlah perumpamaan orang-orang yang tak mampu menjaga kebaikan-kebaikan yang


telah ia lakukan, bahkan merusaknya. Salafunashsholeh dulu berkata, “Suatu kaum, mereka
bersungguh-sungguh beribadah di Ramadhan. Akan tetapi, ketika Ramadhan berakhir mereka
pun meninggalkan amalan ibadah tersebut. Sejelek-jelek kaum adalah mereka yang mengenal
Allah hanya di bulan Ramadhan...”. Na’udzubillaahi min dzalik.

ْ ُ ْ ُ ْ ُ
‫هللا أك َر ُب‬ ،‫هللا أك َر ُب‬ ،‫هللا أك َر ُب‬
Sebagai alumni madrasah Ramadhan, marilah kita berusaha untuk menjadi pembela dan
penolong agama Allah, meneruskan risalah yang telah diperjuangkan oleh Rasulullah dan para
sahabat mulia. Dulu, 1 Syawwal tahun 2H, saat pertama kali para sahabat melakukan sholat id,
mereka keluar menuju lapangan dengan langkah terseok-seok. Luka masih terasa sakit, darah
belum mengering, usai menaklukan musuh-musuh Islam di Perang Badar. Kenanglah duka
Rasulullah saat menyampaikan khutbah id pertama kali. Tak kuat ia berdiri, bersandar pada
bahu Bilal bin Rabah, sebab Rasulullah masih terluka, usai membela agama Allah dari orang-
orang yang hendak memadamkannya. Di hari itu, usai perang yang meletihkan itu, mereka
mengucapkan doa, “Allahummaj’alna minal ‘aaidin wal faaiidzin”. Lalu usai sholat para sahabat
ُ ْ َ َّ ُ َّ ََ
saling mendoakan, ‫تق َّب َل اّلِل ِمنا و ِمنك ْم‬

Itulah suasana Idul Fithri pertama dalam sejarah. Kenanglah itu jamaah sekalian, agar semakin
mencintai Rasulullah, juga menumbuhkan motivasi dan rasa tanggung jawab kita sebagai
muslim yang baik.

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah.


Pada penghujung khutbah ini, marilah kita sama-sama menundukkan kepala dan merendahkan
hati, tunduk dan berdoa kepada Allah, Pemilik Segala Keagungan.
‫َّ ر ر ْ ٌ ر ْ ٌ ُ ْ ُ َّ ْ ر‬ ‫ُْ ْ ر رْ ر‬ ‫ي رو ْال ُم ْؤم رن َ ر ْ ر‬
‫ي رو ْال ُم ْسل رمات رو ْال ُم ْؤمن ْ نر‬
‫اغف ْر ل ْل ُم ْسلم ْ نر‬
ْ َّ ُ ‫َ ه‬
‫ات‬
ِ ‫ات ِانك س ِميع ق ِريب م ِجيب الدعو‬
ِ ‫ات اْلحي ِاء ِمنهم واْلمو‬ِ ِ ِْ ِ ِ ِ ِِْ ِ ِ ‫اللهم‬.
Ya Allah, ampunilah dosa kaum muslimin dan muslimat, mu’minin dan mu’minat, baik yang
masih hidup maupun yang telah wafat. Sesungguhnya Engkau Maha Mendengar, Dekat dan
Mengabulkan doa.
ُ ‫يع ْال َعل‬ َ ْ َ َ َّ َ َ َ َ َ َ َ ْ ُ ُ َ َ َ ْ ُ ُ َ َ َ َ َ َ َ َ َّ ََ َ
‫يم‬ ِ
ُ ‫السم‬
ِ
َّ ‫ت‬ ‫َرَّبنا تق َّب ْل ِمنا ِصيامنا و ِقيمنا وركوعنا وسجودنا و ِتَلوتنا ِإنك أن‬

7
Ya Allah, terimalah puasa kami, shalat kami, ruku' kami, sujud kami dan tilawah kami.
Sesungguhnya Engkau Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.
‫ر ر َّ ر ر‬ ‫َ ه ُ َّ ْ ُ ْ ر ر َّ ر ر ْ ُ َّ ْ ر ر ْ ر ْ َ ر ر َّ ر ر ْ ُ ْ ر ْ نر ْ َ ر ر َّ ر ر ْ ر‬
‫ي رواغ ِف ْر لنا ف ِانك خ ْْ ُب الغ ِاف ِر ْي رن رو ْار رح ْمنا ف ِانك خ ْْ ُب‬ ْ ‫اِصين وافتح لنا ف ِانك خ ْب الف ِات ِح‬ ِ ِ ‫اللهم انُصنا ف ِانك خ ْب الن‬
َ ْ ‫ه ْ نر‬ ْ ‫الرازق ْ نر ر ْ ر ر ر ِّ ر ر ْ ر‬ ْ ‫الراحم ْ نر ر ْ ُ ْ ر ر َّ ر ر‬
‫ي روالك ِاف ِر ْي رن‬ْ ‫ي واه ِدنا ونجنا ِمن القو ِم الظ ِال ِم‬ ْ ِ ِ َّ ‫ي وارزقنا ف ِانك خ ْ ُب‬ ْ ِ ِ َّ .
Ya Allah, tolonglah kami, sesungguhnya Engkau adalah sebaik-baik pemberi pertolongan.
Menangkanlah kami, sesungguhnya Engkau adalah sebaik-baik pemberi kemenangan.
Ampunilah kami, sesungguhnya Engkau adalah sebaik-baik pemberi ampun. Rahmatilah kami,
sesungguhnya Engkau adalah sebaik-baik pemberi rahmat. Berilah kami rezki sesungguhnya
Engkau adalah sebaik-baik pemberi rizki. Tunjukilah kami dan lindungilah kami dari kaum
yang zhalim dan kafir.
Ya Rabb, masukkan kami kepada hamba-hambaMu yang beruntung mendapatkan keagungan
lailatul qadr. Kami meminta dengan sungguh-sungguh dan kerendahan diri padaMu ya Rabb,
pilih kami menjadi hamba-Mu yang mendapatkan lailatul qadr. Wafatkan kami dalam keadaan
mukmin yang sholeh, yang Engkau ridhoi. Wafatkan kami dalam keadan husnul khotimah,
jangan Engkau wafatkan kami dalam keadaan su’ul khotimah.
َ ‫ر ه‬ ْ ْ ّ َ
‫الل ُه َّم اغ ِف ْ ِرلنا رو ِل رو ِالدينا رو ْار رح ْم ُه رماك رم رارَّب ري ِانا رص ِغ ْْ ربا‬.
Ya Allah, ampunilah dosa kami dan dosa kedua orang tua kami, sayangilah mereka ya
Rabb…sayangi mereka ya Rabb, seperti mereka menyayangi kami di waktu kecil. Ibu yang telah
melahirkan kami dengan teramat sakit, lelah, berdarah-darah dan susah payah, perjuangan
hidup mati demi lahirnya kami ke dunia ini, lalu ia menjaga, membesarkan dan mendidik kami.
Ayah yang seakan tak pernah lelah mencari nafkah. Hujan dingin dan panas terik menerpa
tubuh ringkihnya, menyekolahkan kami, melindungi kami. Mereka yang terus mendoakan
kami, meski terkadang mereka dalam kondisi sakit dan kepayahan demi kebahagiaan kami.
Sungguh tak mampu kami membalas budi baik, perjuangan dan pengorbanan mereka. Ampuni
mereka ya Rabb, sayangi mereka, masukkan mereka ke dalam Surga-Mu.

َّ ‫ر َّ ر َ ر ن ُّ ْ ر ر ر ر ً ر ن ر ر ر ر ر ً ر ر ر ر ر‬
‫اب الن ِار‬‫ربنا ا ِتنا ِف الدنيا حسنة و ِف اْل ِخرِة حسنة و ِقنا عذ‬
‫ْن‬
‫العالمي‬ ‫ْن‬
‫أجمعي والحمد هلل رب‬ ‫خب خلقك سيدنا و نبينا محمد وعل آله وصحبه‬
ْ ‫وصل اللهم عل‬

Al-faqir, Zulkarnaen Umar.

8
9

Anda mungkin juga menyukai