Anda di halaman 1dari 20

Formulasi Serum Penghambat Kerja Tirosinase yang Mengandung

Fitosom Ekstrak Biji Lengkeng (Dimocarpus longan Lour) Menggunakan


Eksipien Koproses Kasein – Xanthan Gum

Noorviana Farmawati, Effionora Anwar, Azizahwati

Fakultas Farmasi, Universitas Indonesia, Kampus UI Depok, Depok, 16424, Indonesia

E-mail : noorviana.farmawati@gmail.com

Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk memformulasikan sediaan serum yang mengandung ekstrak biji lengkeng sebagai
penghambat tirosinase dalam bentuk fitosom dengan eksipien koproses kasein dan xanthan gum sebagai basis.
Koproses eksipien yang digunakan adalah kasein dan xanthan gum dengan perbandingan 5:1 yang bertujuan
untuk memperoleh viskositas serum yang diinginkan. Pada penelitian ini digunakan metode peredaman DPPH
dan uji penghambatan aktivitas tirosinase untuk mengetahui nilai IC50 dari ekstrak biji lengkeng. Nilai IC50 dari
ekstrak biji lengkeng sebagai antioksidan adalah 6,566 µg/mL dan sebagai penghambat tirosinase adalah
1777,373 µg/mL. Ekstrak biji lengkeng diinkorporasikan dalam bentuk fitosom dan dihasilkan fitosom dengan
nilai efisiensi penjerapan sebesar 65,54% serta ukuran diameter partikel yaitu 382,59 nm. Fitosom yang telah
terbentuk lalu diformulasikan dalam sediaan serum yang mengandung eksipien koproses kasein dan xanthan
gum. Koproses kasein – xanthan gum memiliki kemampuan mengembang yang cukup baik dengan viskositas
yang tidak terlalu kental. Sediaan serum diformulasikan menggunakan eksipien koproses kasein – xanthan gum
dengan konsentrasi 3% lalu diuji stabilitas fisik serta cycling test dan terbukti stabil. Dapat disimpulkan bahwa
sediaan serum dengan koproses kasein dan xanthan gum sebagai eksipien yang mengandung fitosom ekstrak biji
lengkeng merupakan sediaan yang dapat digunakan sebagai kosmetik.

Kata Kunci : ekstrak etanol biji lengkeng, fitosom, koproses kasein – xanthan gum, penghambat
tirosinase, serum

Formulation of Serum for Tyrosinase Inhibition Containing Phytosome of Longan Seed


Extract (Dimocarpus longan Lour.) Using Coprocessed of Casein - Xanthan Gum as
Excipient

Abstract

This study was intended to formulate serum containing phytosome of longan seed extract as tyrosinase inhibitor
using coprocessed casein and xanthan gum as a base. Coprocessed of casein and xanthan gum with ratio of 5:1 was
chosen to obtain viscosity of serum as desired. Radical scavenging DPPH and tyrosinase inhibitor activity was used
to determine IC50 value from longan seed extract. IC50 value of longan seed extract as antioxidant is 6.566 µg/mL
dan as tyrosinase inhibitor is 1777.373 µg/mL. Longan seed extract was incorporated into phytosome and the
entrapment efficiency is 65.54% with diameter particle size 382.59 nm. Phytosome was formulated into serum
containing coprocessed of casein and xanthan gum as excipient. Coprocessed casein – xanthan gum had good
enough swelling index with low viscosity. Serum as formulated using 3% of coprocessed casein – xanthan gum
and showed stable condition after physical stability test and cycling test. Therefore, the conclusion is the serum
using coprocessed of casein and xanthan gum as excipient and containing phytosome of longan seed extract had
good characteristic to be applied as cosmetic.

Keywords : coprocessed casein –xanthan gum, longan seed extract, phytosome, serum,
tyrosinase inhibitor

Formulasi serum…, Noorviana Farmawati, FF UI, 2014


Pendahuluan

Kosmetik telah berkembang menjadi berbagai bentuk sediaan yang bertujuan untuk
meningkatkan kenyamanan bagi penggunanya. Salah satu dari berbagai bentuk sediaan
kosmetik yang telah berkembang akhir – akhir ini adalah serum. Serum merupakan gel
dengan viskositas yang lebih rendah. Serum memiliki kelebihan yaitu dapat memberikan efek
yang lebih nyaman dan lebih mudah menyebar di permukaan kulit karena viskositasnya yang
tidak terlalu tinggi. Untuk memperoleh basis serum dengan viskositas yang sesuai dapat
dilakukan melalui proses modifikasi eksipien. Salah satu metode yang dapat digunakan dalam
modifikasi eksipien yaitu koproses yang merupakan modifikasi eksipien secara fisik antara
dua atau lebih eksipien tanpa melalui perubahan kimia. Metode koproses bertujuan untuk
memperoleh sifat yang diinginkan antar komponen eksipien dan menutupi kekurangan dari
masing – masing komponen.
Pada penelitian ini digunakan eksipien kasein dan xanthan gum yang dimodifikasi
melalui koproses. Pemilihan kasein dan xanthan gum dalam formulasi serum bertujuan untuk
memperoleh basis serum dengan viskositas yang tidak terlalu kental serta stabil dalam
penyimpanan dan pemakaian. Kasein merupakan polimer yang tersusun atas berbagai macam
asam amino yang dapat berfungsi sebagai pengental dengan sifat hidrofilisitas yang tinggi,
kompatibilitas yang baik dan tidak toksik namun memiliki viskositas yang rendah (Elzoghby,
Fotoh, dan Elgindy, 2011). Xanthan gum merupakan gum polisakarida yang memiliki struktur
heliks ganda yang membentuk struktur tiga dimensi dan dapat mengabsorbsi sejumlah air
sehingga dapat meningkatkan viskositas (Anwar, 2012). Oleh karena itu, dalam penelitian ini
kasein dikoproses dengan xanthan gum untuk memperoleh viskositas yang tidak terlalu tinggi
namun tidak terlalu rendah sehingga menghasilkan serum yang mudah dalam aplikasinya.
Sediaan serum yang dibuat mengandung zat aktif yaitu ekstrak biji lengkeng yang
diformulasikan dalam bentuk fitosom sebagai pembawa. Ekstrak biji lengkeng dapat
menghambat kerja tirosinase dengan nilai IC50 sebesar 2,9 mg/mL (Rangkadilok,
Sitthimonchai, Worasyttayangkurn, Mahidol, Ruchirawat, dan Satayavivad, 2006).
Tirosinase merupakan enzim yang berfungsi dalam mengkatalisis dua reaksi utama dalam
melanogenesis yaitu hidroksilasi dari L-tirosin menjadi L-DOPA dan oksidasi L-DOPA
menjadi dopakuinon (Gillbro dan Olsson, 2011), sehingga dapat mencegah pembentukan
melanin yang berperan dalam proses penggelapan kulit.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Rangkadilok, Sitthimonchai,
Worasyttayangkurn, Mahidol, Ruchirawat, dan Satayavivad (2006) terhadap buah lengkeng

Formulasi serum…, Noorviana Farmawati, FF UI, 2014


diketahui bahwa biji lengkeng mengandung beberapa senyawa kimia seperti asam elagat,
asam galat, dan korilagin yang memiliki aktivitas sebagai penghambat tirosinase sehingga
dapat dimanfaatkan sebagai pencerah kulit. Oleh karena itu, pada penelitian ini, ekstrak biji
lengkeng diformulasikan dalam bentuk serum yang sebelumnya dibuat fitosom sebagai
vesikel pembawa. Fitosom merupakan teknologi untuk menginkorporasikan ekstrak tanaman
yang terstandardisasi dalam fosfolipid untuk membentuk kompleks molekuler yang
kompatibel dengan lipid (Sindhumol, Thomas, dan Mohanachandran, 2010).
Fitosom dapat diaplikasikan dalam sediaan kosmetik karena sifatnya yang lipofilik
sehingga dapat meningkatkan absorpsi topikal dari senyawa tanaman yang bersifat hidrofilik
(Bombardelli, Cristoni, dan Morqzzoni, 1994) dan dapat digunakan sebagai vesikel pembawa
dari ekstrak biji lengkeng yang bersifat polar. Selain itu, fitosom dapat digunakan untuk
membantu senyawa polar yang tidak dapat berdifusi secara pasif untuk melewati membran
biologis yang kaya akan lipid (Jain, Gupta, Thakur, Jain, Banweer, Jain, dan Jain, 2010).
Fitosom yang digunakan dalam penelitian ini akan diformulasikan dalam bentuk serum
dengan eksipien koproses kasein dan xanthan gum. Eksipien serum yang merupakan koproses
kasein – xanthan gum yang dihasilkan akan dikarakterisasi secara fisik, kimia, dan fungsional
dengan menggunakan zat aktif yaitu fitosom ekstrak biji lengkeng. Serum kemudian
dievaluasi dan diuji stabilitasnya untuk membuktikan bahwa serum yang dihasilkan dapat
diaplikasikan sebagai sediaan kosmetik.

Tinjauan Teoritis

Lengkeng ( Dimocarpus longan Lour )


Bagian tanaman yang digunakan adalah biji. Biji lengkeng (Dimocarpi longan Semen)
merupakan biji yang telah dipisahkan dari buahnya (Rangkadilok, Sitthimonchai,
Worasyttayangkurn, Mahidol, Ruchirawat, dan Satayavivad, 2006). Biji lengkeng banyak
mengandung senyawa fenolik seperti asam galat, asam elagat, korilagin, monogaloil-glukosa,
monogaloil-diglukosa, digaloil-diglukosa, penta- hingga heptagaloil-glukosa, galoil-HHDP
(heksahidroksidifenol)-glukopiranosa, pentagaloil-HHDP-glukopiranosa, dimer prosianidin
tipe A, prosianidin B2, dan kuersetin 3-O-rhamnosida. Ekstrak air dari biji lengkeng memiliki
akivitas sebagai antioksidan dengan nilai SC50 antara 10,8 – 77,3 µg/mL dan penghambat
tirosinase dengan nilai IC50 sebesar 2900 µg/mL. Hal tersebut disebabkan oleh adanya
kandungan tiga polifenol utama yang terdapat di dalam biji lengkeng yaitu asam elagat, asam
galat, dan korilagin (Rangkadilok, Sitthimonchai, Worasyttayangkurn, Mahidol, Ruchirawat,

Formulasi serum…, Noorviana Farmawati, FF UI, 2014


dan Satayavivad, 2006). Ketiga senyawa tersebut memiliki kemampuan untuk mengkelasi ion
tembaga yang terdapat pada pusat aktif tirosinase sehingga menyebabkan enzim tersebut tidak
bekerja (Tanaka, 2001).

Fitosom
Fitosom merupakan vesikel pembawa untuk menginkorporasikan ekstrak tanaman
yang larut air ke dalam fosfolipid untuk menghasilkan kompleks molekular lipid. Sebagian
besar ekstrak tanaman bersifat polar. Senyawa polar tersebut sukar diabsorpsi karena ukuran
molekul yang besar sehingga tidak dapat diabsorpsi melalui difusi pasif atau kelarutan dalam
lemak yang rendah sehingga menghambat kemampuan senyawa tersebut untuk melewati
membran biologis yang kaya akan lipid. Oleh karena itu, fitosom dapat meningkatkan
absorbsi dan penetrasi untuk obat maupun kosmetik (Jain, et al., 2010 )
Fitosom dihasilkan dari reaksi antara fosfolipid seperti fosfatidilkolin. Bagian kepala
dari fitosom berikatan dengan senyawa dari tanaman sedangkan bagian badan dan ekor akan
menyelubungi bagian kepala yang berikatan dengan senyawa dari tanaman. Fitokonstituen
yang dihasilkan merupakan kompleks lipid molekuler dengan fosfolipid, sehingga disebut
juga sebagai kompleks fito-fosfolipid.

Kasein
Kasein merupakan protein utama di dalam susu dengan konsentrasi 80% dari protein
total (Ghosh, Ali, & Dias, 2009). Kasein merupakan protein berbentuk gulungan yang tidak
memiliki struktur sekunder maupun tersier. Kasein kaya akan asam amino prolin dengan
struktur terbuka protein rheomorfik yang memiliki perbedaan antara bagian hidrofobik dan
hidrofilik. Terdapat empat jenis kasein terfosforilasi antara lain αs1-CN, αs2-CN, dan β-CN,
dan κ-CN yang memiliki pusat residu serin-fosfat untuk sekuestrasi kalsium ( Elzoghby,
Fotoh, & Elgindi, 2009). Kasein dapat diperoleh secara fraksinasi tradisional dengan
mensentrifus untuk memisahkan krim yang diikuti dengan presipitasi kasein dari susu skim
pada pH 4,6 untuk memperoleh presipitat yang kaya akan kasein dan serum yang
mengandung protein whey. Kaseinat diperoleh dengan melarutkan kembali presipitat kasein
asam dengan larutan alkali hingga dicapai pH 6,7 kemudian dikeringkan. (Livney, 2009).
Salah satu aplikasi kasein dalam sediaan farmasetik yaitu sebagai hidrogel karena memiliki
sifat hidrofilisitas yang tinggi, toksisitas yang rendah, biokompatibilitas yang baik, dan
memiliki bagian reaktif yang dapat digunakan untuk modifikasi secara kimia dalam
membentuk struktur hidrogel ( Elzoghby, Fotoh, & Elgindi, 2009).

Formulasi serum…, Noorviana Farmawati, FF UI, 2014


Xanthan Gum
Xanthan gum merupakan gum polisakarida dengan berat molekul yang besar yang
terdapat dalam garam natrium, kalium, ataupun kalsium. Xanthan gum mengandung unit
berulang dari lima residu gula yaitu dua D-glukosa, dua D-manosa, dan satu asam D-
glukoronat. Struktur yang rapat dari rantai polimer terdapat dalam larutan sebagai heliks
tunggal, ganda, ataupun rangkap tiga yang berinteraksi dengan molekul xanthan gum yang
lain untuk membentuk kompleks dengan ikatan jaringan yang longgar (Rowe, Sheskey, dan
Quinn, 2009). Xanthan gum banyak digunakan dalam bidang farmasi sebagai pembentuk gel,
pengental, penstabil, dan pensuspensi (Rowe, Sheskey, dan Quinn, 2009). Xanthan gum
mudah larut dalam ar dingin ataupun panas yang selanjutnya heliks ganda tersebut dapat
membentuk struktur tiga dimensi yang mengabsorpsi sejumlah air sehingga meningkatan
viskositas secara tajam. Penggunaan xanthan gum sebagai pengental yaitu 0,5 – 1% (Anwar,
2012).

Koproses
Koproses merupakan proses modifikasi antara dua eksipien atau lebih secara fisik
tanpa terjadi perubahan secara kimiawi. Pada koproses terbentuk interaksi pada tingkat
subpartikel yang menghasilkan sinergisme sifat fungsional yang diharapkan dan menutupi
kekurangan dari sifat masing – masing eksipien. Koproses dilakukan dengan
menginkorporasikan satu eksipien ke dalam struktur partikel dari eksipien lain yang
dikombinasikan dalam tingkat partikel. Eksipien yang dihasilkan melalui koproses akan
mengalami perubahan partikel yang meliputi bentuk, ukuran partikel, dan perubahan minor
yang terdapat dalam tingkat molekuler seperti polimorfisme. Keuntungan yang diperoleh
melalui metode koproses antara lain, tidak terjadi perubahan kimia pada eksipien yang
dihasilkan sehingga memudahkan produsen dalam pengembangan formula, adanya perbaikan
sifat fungsional dari masing – masing eksipien, serta efektivitas biaya dan waktu dalam
pengembangan eksipien baru.

Serum
Serum adalah sediaan dengan viskositas yang rendah yang menghantarkan zat aktif
melalui permukaan kulit dengan membentuk lapisan film tipis dengan mengandung bahan
aktif lebih banyak dan sedikit kandungan pelarut sehingga memilki kecenderungan konsentrat
(Draelos, 2010). Serum sebenarnya merupakan istilah komersial dalam kosmetik untuk jenis
sediaan yang memiliki komponen bioaktif lebih banyak. Teknologi pembuatan serum yang

Formulasi serum…, Noorviana Farmawati, FF UI, 2014


digunakan dalam penelitian ini merupakan teknologi dalam pembuatan gel. Serum memiliki
kelebihan dibandingkan dengan produk kosmetik tradisional dalam hal efek yang diberikan
dan kenyamanan dalam penggunaan. Serum diaplikasikan dalam jumlah yang sedikit, oleh
karena itu dalam hal pemilihan dan koproses polimer larut air harus dipertimbangkan (Mitsui,
1993).

Metode Penelitian

Lokasi dan Waktu Penelitian


Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Fitokimia, Laboratorium Kimia Analisis
Kuantitatif, Laboratorium Farmasetika Fakultas Farmasi Universitas Indonesia selama lebih
kurang 4 bulan dari bulan Februari 2014 sampai Mei 2014.

Bahan
Biji lengkeng (Dimocarpus longan Lour) diperoleh dari Badan Penelitian Tanaman
Rempah dan Obat (BALITTRO), susu sapi cair tanpa lemak (skimmed milk), Lipoid S 75
(diperoleh dari Lipoid AG, Jerman), propilen glikol (diperoleh dari Dow Chemical Co.),
BHT, asam askorbat (diperoleh dari Shandong Luwei Pharmaceutical, China), asam kojat
(diperoleh dari Sino Lion, USA), mushroom tyrosinase (diperoleh dari Sigma Aldrich,
Singapura), L-DOPA (diperoleh dari Sigma Aldrich, Singapura), kalium dihidrogen fosfat
(diperoleh dari Merck, Jerman), metil paraben, propil paraben, xanthan gum, etanol 96%,
DPPH (diperoleh dari Sigma Aldrich, Singapura), etanol 70%, metanol p.a. (diperoleh dari
Merck, Jerman), NaOH (diperoleh dari Merck, Jerman) dan aqua destilata.

Alat
Rotary vacuum evaporator (Hahn Shin HS-2005S-N), moisture analyzer (Metler
Tolredo, Jerman), timbangan analitik (Accu-Lab), penangas air (Memmert, Hongkong),
homogenizer (Omni-Multimix Inc., Malaysia), eppendorf microcentrifuge tube, pH meter
tipe-510 (Eutech Instrument, Singapura), viskometer brookfield (Brookfield, USA),
ultrasentrifugator (Hitachi Himac CP100WX), 96-well-microtiter plate, microplate reader
680 (Bio-Rad), termometer, oven (Memmert, Jerman), lemari pendingin (Toshiba, Jepang),
inkubator (Memmert, Hongkong), freeze dryer, spray drier, vortex mixer model VM-200
(Digisystem Laboratory), ayakan (Retsch, Jerman), Fourier-Transform Infra Red 8400 S
(Shimadzu, Jepang), spektrofotmeter UV-Vis (Shimadzu UV-1601, Jepang), Scanning

Formulasi serum…, Noorviana Farmawati, FF UI, 2014


Electron Microscopy, Particle Size Analyzer, kertas saring Whatman no. 40, dan alat-alat
gelas.

Ekstraksi Simplisia
Proses ekstraksi dilakukan di BALITTRO, Bogor. Sejumlah 2 kg biji lengkeng segar
diekstraksi dengan menggunakan metode maserasi menggunakan 8 L etanol 70% selama 24
jam sebanyak 3 siklus. Setelah 24 jam, dilakukan pengeringan ekstrak dengan menggunakan
rotary evaporator, penangas air dan oven vakum secara berurutan pada suhu 40 °C hingga
diperoleh ekstrak kental. (Zhang, Chen, Xiao, dan Yao, 2004, telah dimodifikasi). Ekstrak
yang diperoleh lalu dihitung rendemennya dan diuji secara kualitatif dengan pereaksi FeCl3
untuk mengetahui ada tidaknya polifenol.

Pengujian Aktivitas Antioksidan Ekstrak Biji Lengkeng


Larutan uji dibuat dengan cara 3 mL dari masing – masing konsentrasi ditambahkan 1
mL DPPH 100 µg/mL. Campuran dikocok selama 20 detik kemudian larutan uji dan larutan
kontrol positif diinkubasi pada suhu 37 °C selama 30 menit. Larutan ekstrak dibuat dalam
konsentrasi 1, 2, 3, 4, 5, 6, dan 7 µg/mL. Asam askorbat digunakan sebagai pembanding atau
kontrol positif dengan konsentrasi 0,3; 0,5; 0,7; 1,0; 2,0; 3,0 µg/mL. Uji antioksidan ekstrak
dilakukan dengan metode DPPH yang menggunakan spektrofotometer UV-Vis. Serapan atau
absorbansi larutan uji diukur pada panjang gelombang maksimum. Presentase peredaman
dihitung dengan menggunakan rumus:

Penetapan Kadar Total Fenol Ekstrak Biji Lengkeng dengan Metode Folin – Ciocalteu
Sebanyak 50 mg standar asam galat ditimbang lalu dilarutkan dalam metanol p.a.
hingga 50 ml untuk memperoleh larutan induk dengan konsentrasi 1.000 µg/mL. Larutan
induk lalu diencerkan dalam berbagai konsentrasi antara lain 150, 250, 300, 350, 400, 500
µg/mL lalu diukur serapannya dan dibuat kurva kalibrasi.
Sebanyak 1 ml larutan sampel dengan konsentrasi 5000 µg/mL ditambahkan dengan
1,5 ml larutan Folin – Ciocalteu 50% lalu larutan dihomogenkan dengan vortex selama 3
menit. Larutan didiamkan selama 5 menit, kemudian ditambahkan NaHCO3 7,5% sebanyak
1,5 ml. Larutan diinkubasi dalam ruangan gelap pada suhu ruang selama 90 menit dan diukur

Formulasi serum…, Noorviana Farmawati, FF UI, 2014


serapannya pada panjang gelombang 740 nm. Penentuan panjang gelombang maksimum
dilakukan dengan menggunakan larutan asam galat dengan konsentrasi 100 µg/mL.

Uji Penghambatan Aktivitas Tirosinase Ekstrak Biji Lengkeng terhadap Dopakrom


Sejumlah 80 µL larutan dapar fosfat ( 0,1 M , pH 6,8 ), 40 µL larutan sampel, 40 µL
larutan L-DOPA, dan 40 µL larutan tirosinase dimasukkan ke dalam 96 well – microtiter
plate. Masing – masing sampel dibuat bangko tanpa penambahan tirosinase. Larutan
kemudian diinkubasi selama 10 menit pada suhu 37 °C. Campuran diukur absorbansinya
menggunakan microplate reader pada panjang gelombang optimum. Larutan ekstrak yang
diuji dibuat dalam konsentrasi 312,5; 625,0; 1.250; 2.500; dan 5.000,0 µg/mL dan sebagai
kontrol positif digunakan asam kojat yang dibuat dalam konsentrasi 2,5; 5,0; 7,5; 10,0; 15,0;
dan 20,0 µg/mL. Uji penghambatan tirosinase ditentukan dengan mengukur absorbansi
menggunakan microplate reader pada panjang gelombang optimum. Absorbansi yang terukur
merupakan absorbansi pembentukan dopakrom. Berdasarkan absorbansi pengukuran tersebut
dihitung persentase inhibisi tirosinase menurut metode Chang et al ( 2005 ) dengan rumus
sebagai berikut :

Keterangan :
B = absorbansi kontrol dikurangi absorbansi blangko kontrol ( B1 – B0 )
S = absorbansi sampel dikurangi absorbansi blangko sampel ( S1 – S0 )

Formulasi Fitosom yang Mengandung Ekstrak Biji Lengkeng

Tabel 1. Formulasi Fitosom Ekstrak Biji Lengkeng

Bahan Jumlah
Ekstrak biji lengkeng 250 mg
Fosfatidilkolin 375 mg
Etanol 96% 50 mL

Ekstrak kental biji lengkeng dan fosfolipid yang telah ditimbang ditempatkan dalam
labu bulat 1000 mL dan dilarutkan dalam 50 mL etanol 96%. Etanol 96% diuapkan dalam
kondisi vakum dengan menggunakan rotary evaporator pada suhu 50 °C dengan kecepatan
30 hingga 150 rpm yang dilakukan secara bertahap selama 2 jam. Lapisan tipis yang

Formulasi serum…, Noorviana Farmawati, FF UI, 2014


diperoleh selanjutnya dihidrasi dengan menggunakan 40 mL dapar fosfat pH 7,4 dan
dimasukkan glass beads hingga lapisan tipis terkelupas dari labu bulat pada kecepatan 70 rpm
selama 1 jam. Suspensi fitosom selanjutnya disimpan dalam botol kaca dan dialiri gas
nitrogen. (Mishra,Yadav, Meher, dan Sinha, 2012; Yanyu, Yunmei, Zhipeng, dan Qineng,
2006, telah dimodifikasi).

Evaluasi Fitosom
a. Morfologi Fitosom
Morfologi bentuk vesikel dan ukuran fitosom dilakukan dengan menggunakan
Scanning Electron Microscope (SEM).

b. Distribusi Ukuran Partikel


Pengukuran distribusi ukuran partikel dari fitosom dilakukan dengan menggunakan
alat Particle Size Analyzer (PSA) dengan metode dynamic light scattering (pemendaran
cahaya) pada suhu 25 °C.

c. Analisis FTIR
Suspensi fitosom sebelumnya dihilangkan pelarutnya dengan metode freeze dry.
Fitosom kemudian digerus bersama serbuk KBr yang sebelumnya telah dikeringkan dengan
perbandingan 1:1 dan dimasukkan ke dalam wadah cakram untuk pengujian dengan
menggunakan FTIR dan dijalankan pada bilangan gelombang 400 hingga 4000 cm-1 (Zhang,
Tang, Xu, dan Li, 2013) .

d. Penentuan Efisiensi Penjerapan Fitosom


Ekstrak biji lengkeng yang terjerap dalam fitosom dipisahkan dari ekstrak biji
lengkeng yang tidak terjerap fitosom dengan sentrifugasi pada kecepatan 30.000 rpm selama
60 menit pada suhu 4 °C dalam keadaan vakum. Presipitat yang diperoleh disimpan dan
supernatan yang diperoleh dihitung kadar fenol total untuk mengetahui presentase penjerapan.
Supernatan diambil menggunakan pipet sebanyak 1 mL kemudian ditambahkan
dengan 1,5 ml larutan Folin – Ciocalteu 50% lalu larutan dihomogenkan dengan vortex
selama 3 menit. Larutan didiamkan selama 5 menit, kemudian ditambahkan NaHCO3 7,5%
sebanyak 1,5 ml. Larutan diinkubasi dalam ruangan gelap pada suhu ruang selama 90 menit
dan diukur serapannya pada panjang gelombang 740 nm.Setelah diperoleh persentase kadar
total fenolik supernatan kemudian dihitung persentase kadar total fenolik presipitat yang
mewakili efisiensi penjerapan fitosom.

Formulasi serum…, Noorviana Farmawati, FF UI, 2014


Ekstraksi Kasein
Susu sapi cair tanpa lemak (skimmed milk) sejumlah 2 L dipanaskan pada suhu 40 °C
kemudian dipresipitasi dengan asam asetat glasial sebanyak 40 mL. Setelah muncul endapan,
larutan susu berhenti dipanaskan dan didiamkan hingga endapan terpisah dari larutan.
Endapan dikumpulkan dengan penyaringan menggunakan kain penyaring kemudian dicuci
dengan aqua destilata dua kali, kemudian ditambahkan aqua destilata 1.500 mL. Larutan
NaOH 1 N ditambahkan hingga diperoleh pH 6,6. Larutan kasein kemudian dikeringkan
dengan spray dry dan diperoleh serbuk kasein (Nigam dan Ayyagari, 2007 yang telah
dimodifikasi).

Pembuatan Koproses Kasein dan Xanthan Gum


Kasein didispersikan pada aqua destilata dengan perbandingan 5% (b/v) dan xanthan
gum didispersikan dalam aqua destilata dengan perbandingan 1% (b/v). Kemudian kedua
larutan dicampur dengan perbandingan 5:1 (b/b) dan diaduk dengan homogenizer selama 60
menit dengan kecepatan 600 rpm. Campuran dari larutan tersebut kemudian dikeringkan
dengan menggunakan lempeng kaca yang dimasukkan ke dalam oven pada suhu 60 °C selama
14 jam. Setelah dilakukan pengeringan kemudian dihaluskan dan diayak menggunakan
ayakan 35 mesh.

Evaluasi Koproses Kasein – Xanthan Gum


a. Penampilan Fisik
Pengamatan fisik yang dilakukan terhadap hasil koproses kasein dan xanthan gum
meliputi pengamatan terhadap bentuk dan warna.

b. Bentuk dan Morfologi Partikel


Evaluasi dari bentuk dan morfologi (tekstur) dari koproses kasein dan xanthan gum
digunakan Scanning Electron Microscopy (SEM).

d. Viskositas dan Rheologi


Koproses kasein dan xanthan gum dibuat dalam konsentrasi 3,5%. Pengukuran
dilakukan dengan menggunakan viskometer Brookfied dengan kecepatan putaran
spindel diatur mulai dari 0,5; 2; 5; 10; dan 20 rpm dan kembali ke 20; 10; 5; 2; dan 0,5

Formulasi serum…, Noorviana Farmawati, FF UI, 2014


rpm. Hasil pembacaan skala dicatat untuk perhitungan viskositas dan pembuatan kurva
sifat aliran.

e. Indeks Mengembang
Serbuk yang akan diuji indeks mengembang terlebih dahulu dicetak menjadi tablet
dengan massa 500 mg lalu ditambahkan aqua destilata sebanyak 10 mL hingga semua
permukaan tablet terbasahi. Pengukuran dilakukan pada menit ke – 60, 120, 180, 240,
300, 360, 420, dan 480 dengan menghitung penambahan massa tablet. Pengukuran
indeks mengembang dilakukan terhadap serbuk kasein, xanthan gum, koproses kasein –
xanthan gum, dan pencampuran fisik kasein – xanthan gum.

Formulasi Sediaan Serum


Berdasarkan hasil optimasi basis serum, dibuat 4 formulasi dengan adanya perbedaan
pada fitosom yang dimasukkan dalam masing – masing formulasi. Pada F1 digunakan fitosom
dan eksipien koproses kasein – xanthan gum, pada F2 digunakan fitosom dan campuran fisik
kasein – xanthan gum, pada F3 digunakan ekstrak biji lengkeng dan koproses kasein –
xanthan gum, serta pada F4 digunakan eksipien koproses kasein – xanthan gum tanpa
penambahan zat aktif.
Tabel 2. Formulasi Serum Pencerah Wajah

Konsentrasi ( % b/v )
Bahan
F1 F2 F3 F4
Kompleks fitosom 40,0 40,0 - -
Ekstrak biji lengkeng - - 0,1 -
Koproses kasein – xanthan gum 3,0 - 3,0 3,0
Kasein - 2,5 - -
Xanthan gum - 0,5 - -
Propilen glikol 15,0 15,0 15,0 15,0
BHT 0,1 0,1 0,1 0,1
Metil paraben 0,18 0,18 0,18 0,18
Propil paraben 0,02 0,02 0,02 0,02
Etanol 96% 2 2 2 2
Pewangi 3 tetes 3 tetes 3 tetes 3 tetes
Aqua destilata hingga 100 100 100 100

Formulasi serum…, Noorviana Farmawati, FF UI, 2014


Koproses kasein - xanthan gum didispersikan dalam aqua destilata hingga terbentuk
massa serum. Metil paraben, BHT, dan propil paraben dilarutkan dalam campuran etanol 96%
dan propilen glikol. Larutan metil paraben, propil paraben, BHT, etanol 96%, dan propilen
glikol dicampurkan dalam massa serum yang telah terbentuk dan ditambahkan pewangi.
Tahap selanjutnya dilakukan homogenisasi menggunakan homogenizer dengan kecepatan
pengadukan sekitar 600 rpm yang ditingkatkan secara bertahap. Basis serum yang telah
terbentuk selanjutnya dimasukkan zat aktif dengan pengadukan perlahan menggunakan
homogenizer dengan kecepatan pengadukan sekitar 600 rpm selama 30 menit.

Evaluasi Sediaan Serum


a. Pengukuran Viskositas dan Sifat Alir
Pengukuran viskositas dilakukan dengan menggunakan alat viskometer Brookfield.
Sediaan dimasukkan ke dalam gelas piala kemudian spindel yang sesuai diturunkan hingga
batas spindel tercelup ke dalam sediaan, kemudian motor dan spindel dinyalakan. Kecepatan
pemutar diatur berturut – turut 0,5; 2; 5; 10; dan 20 rpm kemudian dibalik dari 20; 10; 5; 2;
dan 0,5 rpm. Angka viskositas yang ditunjukkan oleh jarum merah dicatat, kemudian
dikalikan dengan faktor koreksi pada tabel yang terdapat pada brosur alat. Nilai viskositas
dihitung kemudian dilakukan plot data yang diperoleh terhadap tekanan geser (dyne/cm2) dan
kecepatan geser (rpm).

b. Cycling test
Sediaan disimpan pada suhu 4 oC selama 24 jam kemudian dikeluarkan dan
ditempatkan pada suhu 40 oC selama 24 jam. Perlakuan ini adalah satu siklus. Percobaan
diulang sebanyak 6 siklus. Kondisi fisik sediaan dibandingkan selama percobaan dengan
sediaan sebelumnya.

c. Uji stabilitas
Stabilitas sediaan dievaluasi pada suhu 40o ± 2o C , 4o ± 2o C, dan 27o ± 2o C selama 3
minggu dengan dilakukan pengamatan organoleptis yang meliputi perubahan warna, bau,
homogenitas, pengukuran pH, serta pemeriksaan adanya sineresis.

Formulasi serum…, Noorviana Farmawati, FF UI, 2014


Hasil Penelitian dan Pembahasan
Uji Antioksidan Ekstrak Biji Lengkeng

Tabel 3. Hasil Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Biji Lengkeng

Konsentrasi Serapan
Serapan Konsentrasi Ekstrak Ekstrak
Persentase Persamaan EC50
DPPH Ekstrak dalam (A)
Peredaman (%) Regresi Linier (µg/mL)
(S0) (µg/mL) Sampel
(µg/mL) Sampel Sampel
1 2
0,6428 1 0,75 0,5669 0,5703 11,54 ± 0,374
2 1,5 0,5449 0,5444 15,27 ± 0,055
3 2,25 0,5090 0,5071 20,96 ± 0,209 y = 6,7053x +
4 3 0,4709 0,4667 27,07 ± 0,462 5,9702 6,566
5 3,75 0,4510 0,4462 30,21 ± 0,528 R2 = 0,9972
6 4,5 0,4139 0,3966 36,96 ± 1,903
7 5,25 0,3881 0,3842 39,93 ± 0,429

Berdasarkan hasil pengujian diperoleh nilai EC50 dari ekstrak biji lengkeng sebesar
6,566 µg/mL. Apabila dibandingkan terhadap nilai EC50 dari kontrol positif yaitu asam
askorbat sebesar 2,760 µg/mL dengan hasil perhitungan dan kurva kalibrasi dapat
disimpulkan bahwa ekstrak kental etanol 70% dari biji lengkeng merupakan antioksidan yang
kurang kuat apabila dibandingkan terhadap asam askorbat namun masih tergolong dalam
antioksidan yang poten.

Uji Penghambatan Aktivitas Tirosinase Ekstrak

Tabel 4. Uji Penghambatan Aktivitas Tirosinase Ekstrak Biji Lengkeng

Konsentrasi
Konsentrasi Ekstrak S Persentase Inhibisi Persamaan IC50
Ekstrak dalam B
(%) Regresi (µg/mL)
(µg/mL) Sampel
Linier
(µg/mL) S1 S2

312 62,4 0,4740 0,4740 5,01 ± 0,000


625 125 0,4560 0,4560 8,62 ± 0,000
y = 0,0255x
1250 250 0,499 0,4410 0,4380 12,22 ± 0,000 + 4,677 1777,373
R2 = 0,9921
2500 500 0,4180 0,4090 18,04 ± 0,425
5000 1000 0,3590 0,3390 32,06 ± 0,425

Formulasi serum…, Noorviana Farmawati, FF UI, 2014


Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh nilai IC50 dari ekstrak adalah sebesar
1777,373 µg/mL yang lebih rendah dari asam kojat 7,686 µg/mL. Berdasarkan nilai IC50
kemampuan ekstrak biji lengkeng untuk menghambat aktivitas tirosinase lebih lemah apabila
dibandingkan dengan asam kojat. Hal tersebut disebabkan asam kojat merupakan senyawa
murni yang telah banyak digunakan sebagai penghambat tirosinase sedangkan sampel yang
diuji masih berupa ekstrak yang belum dimurnikan.

Formulasi Fitosom Ekstrak Biji Lengkeng

Gambar 1. Morfologi fitosom dengan SEM perbesaran 1000x an 5000x

Suspensi fitosom yang diperoleh berwarna cokelat tua dan tidak berbau spesifik.
Suspensi tersebut selanjutnya disimpan dalam botol yang tertutup untuk mencegah terjadinya
kontaminasi. Berdasarkan hasil pengujian menggunakan SEM pada berbagai perbesaran
terlihat bahwa vesikel fitosom yang terbentuk berukuran hampir bulat. Secara fisik bentuk
vesikel dari fitosom telah baik dan dapat terlihat adanya zat aktif yang terjerap dalam
fosfatidilkolin. Berdasarkan hasil pemeriksaan distrubusi ukuran partikel, ukuran diameter
rata – rata vesikel fitosom adalah 352,69 nm. Hasil dari spektrum infra merah menunjukkan
pada bilangan gelombang 3500 hingga 3200 cm-1 yang merupakan bilangan gelombang untuk
gugus –OH terjadi perbedaan puncak pada spektrum ekstrak, fosfatidilkolin, dan fitosom.
Pada spektrum fitosom terjadi pelebaran pita pada bilangan gelombang 3257 cm-1 dengan
puncak yang tidak tajam seperti pada spektrum ekstrak dan fosfatidilkolin. Pada spektrum
antara ekstrak dan fitosom terjadi pergeseran dari 3000 cm-1 pada ekstrak ke 3086 cm-1 pada
fitosom. Hal tersebut menujukkan adanya interaksi berupa ikatan hidrogen yang berasal dari
cincin fenol dari ekstrak biji lengkeng dengan fosfatidilkolin pada gugus P ═ O (Zhang, Tang,
Yu, Li, 2013). Nilai efisiensi penjerapan yang diperoleh sebesar 65,54%.

Formulasi serum…, Noorviana Farmawati, FF UI, 2014


Ekstraksi Kasein
Kasein yang diperoleh dari proses ekstraksi susu sapi berupa serbuk halus berwarna
putih dan berbau susu. pH kasein hasil isolasi dengan menggunakan pH meter diperoleh pH
kasein yaitu 6,96. pH yang dihasilkan mendekati netral sebab pada saat pembuatan larutan
kasein digunakan NaOH untuk mengatur pH larutan kasein. Kasein yang diperoleh melalui
proses ekstraksi dari susu mudah larut dalam air. Oleh karena itu pengukuran viskositas
menggunakan viskometer bola jatuh. Sebelum dilakukan pengukuran dihitung terlebih dahulu
berat jenis larutan kasein 1%. Berat jenis larutan kasein 1% yaitu 1,009 g/mL. Setelah itu
dilakukan pengukuran viskositas dengan menggunakan viskometer Hoppler dan diperoleh
viskositas larutan kasein yaitu 0,0198 cps. Hal tersebut dapat disimpulkan bahwa kasein
memiliki viskositas yang rendah.

Koproses Kasein Xanthan - Gum

(a) (b) (c)


Gambar 2. Penampilan fisik serbuk kasein (a), xanthan gum (b), koproses kasein – xanthan gum (c)

(a) (b)

Formulasi serum…, Noorviana Farmawati, FF UI, 2014


(c)
Gambar 3. Morfologi kasein (a), xanthan gum (b), koproses kasein – xanthan gum (c) perbesaran 5000x

Serbuk koproses kasein dan xantan gum berbentuk serbuk halus berwarna krem dan
berbau susu dengan intensitas yang sangat lemah. Morfologi eksipien koproses kasein –
xanthan gum menggunakan SEM terlihat bentuk pilinan halus dengan tingkat kerapatan
permukaan yang lebih rendah dari xanthan gum dan berbeda dari morfologi kasein yang
berbentuk seperti bongkahan kasar dengan banyak rongga serta xanthan gum yang memiliki
permukaan yang tersusun rapat. Adanya struktur pilinan tersebut yang menyebabkan eksipien
kasein – xanthan dapat memiliki kemampuan untuk menjerap air dengan nilai viskositas yang
berada di atas kasein dan dibawah xanthan gum. Berdasarkan hasil pengujian larutan kasein
3,5% diperoleh hasil bahwa kasein memiliki viskositas 1140 cps dengan sifat alir plastis
tiksotropik. Hal tersebut menunjukkan bahwa pada proses koproses kasein dan xanthan gum
terjadi interaksi yang menyebabkan perubahan viskositas yang lebih tinggi daripada kasein.
koproses kasein dan xanthan gum memiliki indeks mengembang yang mencapai dua kali
lipat. Hal tersebut disebabkan adanya gabungan sifat fungsional antara kasein dengan xanthan
gum yaitu kasein yang mudah larut dalam air dengan xanthan gum yang mudah mengembang
dalam air. Xanthan gum memiliki struktur heliks ganda yang dapat membentuk struktur tiga
dimensi sehingga mampu menjerap molekul air. Hal tersebut menyebabkan perubahan sifat
fungsional pada koproses kasein dengan xanthan gum. Hasil dari koproses kasein dengan
xanthan gum menggunakan metode koproses menujukkan adanya pengaruh terhadap sifat
fungsional eksipien. Eksipien hasil koproses dapat digunakan sebagai basis serum dengan
viskositas yang diinginkan, yaitu di atas air dan di bawah gel sehingga mudah dalam
aplikasinya pada kulit.

Formulasi serum…, Noorviana Farmawati, FF UI, 2014


Hasil Evaluasi Formula Serum

Tabel 5. Hasil Evaluasi Keempat Formula Serum

Viskositas
Formula Warna Bau Homogenitas pH
( cps)
F1 Cokelat muda Harum Homogen 6,85 1140
F2 Cokelat muda Harum Homogen 6,86 1520
F3 Cokelat muda Harum Homogen 6,61 1120
F4 Putih Harum Homogen 6,81 760

Serum yang mengandung fitosom dengan eksipien koproses kasein dan xanthan gum
serta serum yang mengandung eksipien campuran fisik kasein dan xanthan gum berwarna
cokelat muda. Pada serum yang mengandung eksipien koproses kasein dan xanthan gum dan
campuran fisik kasein dan xanthan gum menghasilkan serum yang homogen. Serum yang
mengandung ekstrak biji lengkeng berwarna cokelat dengan intensitas warna yang lebih
tinggi pada serum yang mengandung ekstrak dengan penampilan serum yang homogen.
Sedangkan blangko serum yang hanya mengandung basis, sediaan berwarna putih. Viskositas
dari keempat formula diukur dengan menggunakan viskometer Brookfield. Serum yang
mengandung fitosom dengan eksipien koproses kasein dan xanthan gum memiliki viskositas
sebesar 1140 cps, serum yang mengandung fitosom dengan eksipien campuran fisik kasein
dan xanthan gum memiliki viskositas 1520 cps, serum yang mengandung ekstrak biji
lengkeng memiliki viskositas sebesar 1120 cps, dan blangko serum memiliki viskositas
sebesar 760 cps. Serum fitosom memiliki viskositas yang lebih tinggi daripada blangko serum
dan serum yang mengandung ekstrak sebab pada serum yang mengandung fitosom
terkandung vesikel – vesikel fitosom yang berupa partikel padatan sehingga viskositasnya
menjadi lebih tinggi. Serum yang mengandung campuran fisik kasein dan xanthan gum
memilki viskositas yang lebih tinggi sebab tidak terdapat interaksi antara kasein dengan
xanthan gum sehingga viskositas tersebut dipengaruhi oleh xanthan gum. Berdasarkan
rheogram yang dihasilkan keempat formula memiliki sifat alir plastis tiksotropik, yaitu kurva
yang dihasilkan tidak melalui titik (0,0) dan dibutuhkan yield value agar sediaan dapat
mengalir.
Cycling test merupakan uji stabilitas dipercepat untuk mengetahui adanya degradasi
kimia maupun perubahan fisik dari sediaan melalui percobaan kondisi ekstrem, misalnya
perbedaan suhu tinggi dan rendah (ICH, 2007). Suhu yang digunakan dalam cycing test yaitu

Formulasi serum…, Noorviana Farmawati, FF UI, 2014


suhu 4 °C dan 40 °C yang dilakukan selama 6 siklus. Berdasarkan hasil pengamatan
organoleptis pada keempat formula tidak ditemukan adanya perubahan fisik seperti
terbentuknya kristal ataupun pemisahan. Selain itu, dari keempat formulasi tidak terjadi
perubahan pH yang signifikan.
Pada pengujian organoleptis dari masing – masing sediaan pada uji stabilitas masing –
masing suhu tidak menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan pada warna sediaan.
Keempat formula masih berbau harum seperti pada minggu ke-0. Hal tersebut menunjukkan
bahwa dari keempat formula tidak menunjukkan adanya perubahan dari zat aktif maupun
eksipien. Pada pengujian pH dari keempat sediaan tidak menunjukkan adanya perubahan yang
terlalu besar. Pada pengujian viskositas, viskositas pada miggu ke-3 menunjukkan adanya
penambahan viskositas pada keempat formula. Hal tersebut disebabkan pada saat pengukuran
minggu ke-0 susunan molekul pada serum tersusun secara acak akibat proses pembuatan
dengan homogenizer. Setelah disimpan pada minggu ke- 3 viskositas serum kembali seperti
semula. Pada keempat formula tidak terdapat perubahan sifat alir.

Kesimpulan
a. Ekstrak etanol biji lengkeng memiliki aktivitas antioksidan dengan nilai EC50 sebesar
6,566 µg/mL dan penghambat tirosinase dengan nilai IC50 sebesar 1777,373 µg/mL.
b. Fitosom ekstrak biji lengkeng memiliki efisiensi penjerapan sebesar 65,54% dengan
ukuran diameter partikel 382,59 nm.
c. Koproses kasein dan xanthan gum dengan konsentrasi 3% dapat diformulasikan
sebagai basis serum dengan sifat alir plastis tiksoptropik dan stabil pada pengujian
stabilitas fisik dan cycling test.

Saran
Untuk perbaikan penelitian di masa yang akan datang, perlu dilakukan perbaikan
metode dalam pembuatan fitosom agar diperoleh efisiensi penjerapan yang mencapai 90%
dan dilakukan uji aktivitas penghambat tirosinase secara in vivo untuk mengetahui efektivitas
serum fitosom ekstrak biji lengkeng pada kulit manusia.

Referensi
Atkins, Peter, Paula, J.D. (2006). Physical Chemistry for Life Sciences. New York: W.H. Freeman and
Company.

Ajazuddin, Saraf, S. (2010). Application of Novel Drug Delivery System for Herbal Formulations. Fitoterapia,
81, 680-689.

Formulasi serum…, Noorviana Farmawati, FF UI, 2014


Anwar, Effionora. (2012). Eksipien dalam Sediaan Farmasi – Karakterisasi dan Aplikasi. Jakarta: Dian Rakyat,
237.

Baumann, L., Saghari, S. (2009). Cosmetic Dermatology : Principles and Practice Second Edition. USA: The
McGraw-Hill Companies, 98 – 101.

Bombardelli, E., Cristoni, A., Morqzzoni, P. (1994). Phytosome in Functional Cosmetics. Fitoterapia LXV, 5,
387 – 389.

Champe, P.C, Harvey, R.A., Ferrier, D.R. (2011). Biochemistry. Baltimore: Lippincott Williams & Wilkins.

Chang, T.S. (2009). An Updated Review of Tyrosinase Inhibitor. International Journal of Molecular Science,
10, 2440 – 2475.

Contreras-Guzman, E.S., Strong, F.C. (1982). Determination of Tocopherols (Vitamin E) by Reduction of


Cupric Ion. JAOAC 65, 1215-1222.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (1995). Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta: Departemen
Kesehatan Republik Indonesia, 7.

Draelos, Z.D (Ed). (2010). Cosmetic Dermatology. West Sussex: John Wiley & Sons Ltd, 504.

Elzoghby, A.O., Fotoh, W.S.A.E., Elgindy, N.A. (2011). Casein-based Formulations as Promising Controlled
Release Drug Delivery Systems. Journal of Controlled Release, 1,53, 206–216.

Ghosh, A., Ali, M.A., Dias, G. J., (2009). Effect of Cross-Linking on Microstructure and Physical Performance
of Casein Protein. Biomacromolecules, 10, 1681–1688

Gillbro, J.M., Olsson, M.J. (2011). The Melanogenesis and Mechanism of Skin-Lightening Agents – Existing
and New Approaches. International Journal of Cosmetic Science, 33, 210 – 221.

International Conference on Harmonisation. (2007). The GCC Guidelines for Stability Testing of Drug
Substances and Pharmaceutical Products 2nd Edition. International Conference on Harmonisation.

Jain, N., Gupta, B.P., Thakur, N., Jain, R., Banweer, J., Jain, D.K., Jain, S. (2010). Phytosome : A Novel Drug
Delivery System for Herbal Medicine. International Journal of Pharmacutical Sciences and Drug
Research, 2(4), 224-228.

Jhawat, V.C., Saini, V., Kamboj, S., Maggon, N. (2013). Transdermal Drug Delivery Systems: Approaches and
Advancements in Drug Absorption through Skin. International Journal of Pharmaceutical Sciences
Review and Research, 10, 47-56.

Katdare, A., Chaubal, M.V. (2006). Excipient Development for Pharmaceutical,


Biotechnology, and Drug Delivery Systems. London: Taylor and Francis Group.

Kedare, S.B., Singh, R.P. (2011). Genesis and Development of DPPH Method of Antioxidant Assay. J Food Sci
Technol, 48(4), 412-422.

Khan, J., Alexander, A., Ajazuddin, Saraf, S., Saraf. (2013). Recent Advances and Future Prospects of Phyto-
phospholipid Complexation Technique for Improving Pharmacokinetic Profile of Plant Actives. Journal
of Controlled Release, 168, 50-60.

Livney, Y.D. (2009). Milk Proteins as Vehicles for Bioactives. Current Opinion in Colloid & Interface Science,
15, 73–83.

Marinda, W.S. (2012). Formulasi dan Uji Stabilitas Fisik Gel Liposom yang Mengandung Fraksinasi Ekstrak
Metanol Kulit Manggis (Garcinia mangostana L) sebagai Antioksidan. Skripsi Sarjana Farmasi.
Depok: FMIPA UI

Formulasi serum…, Noorviana Farmawati, FF UI, 2014


Marwaha, M., Sandhu, D., Marwaha, R.K. (2010). Coprocessing of Excipients: A Review on Excipient
Development for Improved Tabletting Performance. International Journal of Applied Pharmaceutics, 2,
41 – 47.

Mishra, N., Yadav, N.P., Meher, J.G., Sinha, P. (2012). Phyto – vesicles : Conduit between Conventional and
Novel Drug Delivery System. Asian Pacific Journal of Tropical Biomedicine, S1728 - S1734.

Molyneux, P. (2004). The Use of the Stable Free Radical Diphenylpicrylhydrazyl (DPPH) for Estimating
Antioxidant Activity. Songklanakarin J.Sci.Technol, 26(2), 211-219.

Muehlhoff, E., Bennet, A., McMahon, D. (2013). Milk and Dairy Products in Human Nutrition. Rome: Food and
Agriculture Organization of The United Nations.

Nachaegari, S.K., Bansal, A.K. (2004). Coprocessed Excipient for Solid Dosage Forms. Pharmaceutical
Technology, 52 – 64.

Nawawi, R.H. ( 2012). Uji Aktivitas, Stabilitas Fisik dan Keamanan Sediaan Gel Pencerah Kulit yang
Mengandung Ekstrak Jamur Tiram (Pleurotus ostreatus). Tesis Magister Herbal. Depok: Departemen
Farmasi FMIPA UI.

Patel, J., Patel, R., Khambolja, K., Patel, N. (2009). An Overview of Phytosom as an Advanced Herbal Drug
Delivery System. Asian Journal of Pharmaceutical Science, 4 (6), 363 – 371.

Paye, M., Barel, A.O., Maibach, H.I. (2001). Handbook of Cosmetic Science and Technology Second Edition.
USA: Marcel Dekker Inc,.

Pristiadi. (2012). Kajian Komparatif Aktivitas Antioksidan Formula Pengawet Alami Ekstrak Kecombrang
(Nicolaia speciosa Horan) dan Pola Pemisahan Kromatografis Ekstrak Bagian – Bagian Tanaman
Kecombrang. Tesis : Jurusan Farmasi Universitas Jenderal Sudirman.

Rangkadilok, N., Sitthimonchai, S., Worasyttayangkurn, L., Mahidol, C., Ruchirawat, M., Satayavivad, J.
(2006). Evaluation of Free Radical Scavenging and Antityrosinase Activities of Standardized Longan
Fruit Extract. Food and Chemical Toxicology, 45, 328 – 336.

Rieger, M.M. (2000). Harry’s Cosmeticology. New York: Chemical Publishing Co. Inc., 895.

Rowe, R.C., Sheskey, P.J., Quinn, M.E. (2009). Handbook of Pharmaceutical Excipients Sixth Edition. London:
Pharmaceutical Press and American Pharmacist Assiciation, 17, 279, 283, 441, 654.

Semalty, A., Semalty, M., Rawat, M.S.M., Franceschi, F. (2009). Supramolecular Phospholipids-Polyphenolics
Interactions : The PHYTOSOME® Strategy to Improve The Bioavailibility of Phytochemicals.
Fitoterapia, 81, 306-314.

Tanaka, Yoshimasa. (2001). Handbook of Cosmetic Science and Technology 2nd Edition. USA: Marcell Dekker
Inc, 473 – 477.

United States Pharmacopeia 30 – National Formulary 25. (2007). The United States Pharmacopeial Convention.

Yanyu, X., Yunmei, S., Zhipeng, C., Qineng, P. (2006). The Preparation of Silybin-Phospholipid Complex and
the Study on Its Pharmacokinetic in Rats. International Journal of Pharmaceutics, 307, 77-82.

Zhang, F., Chen, B., Xiao, S., Yao, S.Z. (2004). Optimization and Comparison of Different Extraction
Techniques for Sanguinarine and Chelerythrine in Fruits of Macleaya cordata (Willd) R. Br. Separation
and Purification Technology, 283 – 290.

Zhang, J., Tang, Q., Xu, X., Li, N. (2013). Development and Evaluation of A Novel Phytosome Loaded
Chitosan Microsphere System for Curcumin Delivery. International Journal of Pharmaceutics, 168-
174.

Formulasi serum…, Noorviana Farmawati, FF UI, 2014

Anda mungkin juga menyukai