Anda di halaman 1dari 57

PROPOSAL SKRIPSI

FORMULASI DAN KARAKTERISASI SEDIAAN


KRIM LULUR DARI CRUDE PAPAIN

Diajukan oleh

Jessica Intan Ferlia


NPM 2018210247

UNIVERSITAS PANCASILA
FAKULTAS FARMASI
JAKARTA
Agustus 2021
UNIVERSITAS PANCASILA
FAKULTAS FARMASI
JAKARTA

PERSETUJUAN PROPOSAL SKRIPSI

NAMA : Jessica Intan Ferlia

NPM : 2018210247

PEMINATAN : FARMASI SAINS DAN TEKNOLOGI

JUDUL : FORMULASI DAN KARAKTERISASI SEDIAAN KRIM


LULUR DARI CRUDE PAPAIN

Disetujui oleh:

Pembimbing:

(Apt. Drs. Moch Futuchul Arifin, M.Si.)


… 2021
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Kulit kusam merupakan salah satu masalah kulit yang disebabkan oleh
penumpukan sel kulit mati. Untuk mencegah kulit menjadi kusam dapat
digunakan bahan-bahan yang bersifat sebagai eksfoliator baik sintetik maupun
alami. Eksfoliator alami dapat ditemukan pada salah satu komponen dari
tanaman pepaya (Carica papaya L.) yaitu enzim papain yang merupakan enzim
proteolitik. Papain dalam industri kosmetik dibuat sebagai sediaan pembersih
kulit dengan melarutkan sel-sel kulit mati yang melekat pada kulit sehingga kulit
menjadi halus dan cerah (1, 2).
Berdasarkan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Kardono et al, losion
papain 1% dilakukan pengujian efektivitas papain dalam mencerahkan kulit
dengan uji aktivitas inhibisi terhadap enzim tirosinase didapatkan persen inhibisi
enzim tirosinase sebesar 68,42% (3). Hasil penelitian lainnya menyimpulkan
bahwa konsentrasi papain yang paling baik untuk mencerahkan kulit dengan
proses eksfoliasi adalah 0,2% (4). Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan
oleh Anggraini, untuk mengetahui efektivitas krim papain kasar getah buah
pepaya, papain diformulasikan ke dalam bentuk sediaan krim emulsi tipe air
dalam minyak (A/M) (5). Dari segi kenyamanan pemakaian di kulit, krim tipe
air dalam minyak kurang nyaman karena sulit untuk dibersihkan dan terasa
berminyak (6).
Pada penelitian ini akan dilakukan pengembangan formulasi sediaan krim
tipe minyak dalam air (M/A) menggunakan serbuk kasar papain (crude papain
kering) yang digunakan sebagai lulur dengan tujuan meningkatkan kenyamanan
pemakaian karena mudah dibersihkan, tidak berminyak, dan memiliki
kemampuan menyebar yang baik (7). Adanya scrub pada sediaan ini akan
mempermudah pengangkatan sel kulit mati namun tetap praktis digunakan (8,
9).
Konsentrasi papain murni yang dapat digunakan sebagai eksfoliator berkisar
antara 0,1% sampai 5% sehingga pada pembuatan krim lulur ini, digunakan
crude papain kering dengan konsentrasi dua kali konsentrasi tertinggi papain
murni yang berfungsi sebagai eksfoliator, yaitu 10% (4, 6, 10). Selain itu
digunakan trietanolamin (TEA) stearat sebagai emulgator insitu yang cocok
untuk tipe krim minyak dalam air (M/A) karena akan membentuk krim yang
sangat stabil (11).
Untuk menentukan formula krim lulur yang optimum, maka digunakan
rancangan faktorial 22 dengan dua faktor yaitu emulgator asam stearat -
trietanolamin dan agen pengental setil alkohol. Konsentrasi yang digunakan
untuk asam stearat – trietanolamin yaitu (15%) – (2-4%) karena asam stearat –
trietanolamin pada rentang konsentrasi (1-20%) – (2-4%) dapat berfungsi
sebagai emulgator sedangkan untuk setil alkohol yaitu (2-5%) karena setil
alkohol pada rentang konsentrasi (2-10%) dapat berfungsi sebagai pengental
(12). Serbuk papain kasar dikarakterisasi dengan pengukuran aktivitas
proteolitik menggunakan metode spektrofotometri UV-VIS pada panjang
gelombang maksimum 275 nm dengan substrat kasein dan baku pembanding
tirosin. Formula optimum dianalisis menggunakan response optimizer software
minitab 19 (6). Sediaan krim lulur dilakukan pengamatan organoleptis, uji pH,
uji viskositas, uji daya sebar, uji homogenitas, uji tipe krim dan uji aktivitas
proteolitiknya melalui uji pelepasan menggunakan alat sel difusi Franz (6, 13).

B. PERUMUSAN MASALAH
1. Apakah crude papain kering dapat diformulasikan ke dalam sediaan
krim lulur yang memenuhi persyaratan mutu fisik dan kimia?

2. Apakah sediaan krim lulur crude papain kering dapat menunjukkan


aktivitas proteolitik melalui uji pelepasan menggunakan alat sel difusi
Franz?

3. Apakah dapat ditentukan konsentrasi optimum dari asam stearat -


trietanolamin (TEA) sebagai emulgator dan setil alkohol sebagai agen
pengental menggunakan rancangan faktorial 22?

C. TUJUAN PENELITIAN
1. Memformulasikan crude papain kering ke dalam bentuk sediaan krim
lulur yang memenuhi persyaratan mutu fisik dan kimia
2. Menentukan aktivitas proteolitik pada sediaan krim lulur melalui uji
pelepasan menggunakan alat sel difusi Franz.
3. Menentukan konsentrasi optimum dari asam stearat - trietanolamin
(TEA) sebagai emulgator dan setil alkohol sebagai agen pengental
menggunakan rancangan faktorial 22

D. MANFAAT PENELITIAN
Dari hasil penelitian diharapkan dapat memberikan pengetahuan dan
manfaat tentang:
1. Formulasi dan karakterisasi krim tipe minyak dalam air (M/A) yang
digunakan sebagai lulur
2. Aktivitas proteolitik pada sediaan krim lulur crude papain kering
melalui uji pelepasan menggunakan alat sel difusi Franz.
3. Pemanfaatan rancangan faktorial 22 dalam menentukan konsentrasi
optimum asam stearat – trietanolamin (TEA) sebagai emulgator dan
setil alkohol sebagai agen pengental
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. PEPAYA (Carica papaya L.)

Gambar II. 1 Buah pepaya (Carica papaya L.) (14)

1. Tinjauan Botani
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Kelas : Magnoliopsida
Bangsa : Brassicales
Suku : Caricaceae
Marga : Carica
Jenis : Carica papaya L.
Nama Umum : Pepaya
Nama Daerah : Gedang (Sunda), Kates (Jawa)
Nama Asing : Papaya (Inggris), Fan mu gua (Cina) (15)
2. Morfologi Tanaman
a. Akar
Akar tanaman pepaya adalah akar dengan sistem akar tunggang atau
radix primaria karena akar lembaga tumbuh terus menerus menjadi akar
pokok yang bercabang-cabang menjadi akar-akar yang lebih kecil.
Jumlah dari akar tanaman pepaya tidak terlalu banyak dan tidak kuat.
Akar tanaman pepaya berbentuk bulat, berwarna putih kekuningan.
b. Batang
Batang pada tanaman pepaya memiliki bentuk seperti bulatan-bulatan
dengan permukaan yang berbentuk bercak-bercak ditangkainya seperti
spiral yang merupakan bekas daun patahan tangkai daun. Tinggi
tanaman pepaya bisa mencapai lima sampai sepuluh meter dengan arah
tumbuh tegak lurus, teksturnya tidak kokoh bahkan mudah lunak.
Batang tanaman pepaya memiliki sel gabus, yaitu lubang seperti
rongga-rongga pada inti sel.
c. Daun
Daun tanaman pepaya merupakan daun tunggal, berukuran besar,
bercangap menjari, bergerigi dan memiliki bagian-bagian tangkai daun
dan helaian daun berwarna hijau pekat. Ujung daun tanaman pepaya
meruncing dan tangkai daunnya memiliki rongga. Permukaan daun
tanaman pepaya licin dan sedikit mengkilat. Susunan tulang daun-daun
tanaman pepaya adalah menjari, daun yang muda terbentuk di bagian
tengah tanaman.
d. Bunga
Bunga tanaman pepaya termasuk bunga majemuk yang tersusun pada
sebuah tangkai. Terdapat tiga jenis bunga dalam satu tanaman pepaya,
yaitu bunga jantan (masculus), bunga betina (femiculus), dan bunga
sempurna (hermafrodit). Bunga tanaman pepaya memiliki bakal buah
ber-ruang satu. Kelopak bunga terletak dalam satu lingkaran dengan 5
sepala yang saling menempel, mahkota dalam satu lingkaran dengan 5
petala yang saling berlepasan. Bentuk bunga tanaman pepaya
menyerupai lonceng atau terompet berwarna kekuningan.
e. Buah
Buah tanaman pepaya merupakan buah sejati tunggal, yaitu bunga
hanya memiliki satu calon buah. Buah tanaman pepaya memiliki bentuk
bulat hingga memanjang dengan ujung yang biasanya meruncing.
Warna buah tanaman pepaya ketika muda berwarna hijau gelap, dan
setelah masak berwarna hijau muda hingga kuning. Daging buah
berasal dari karpela yang menebal, berwarna kuning hingga merah.
Bagian tengah buah pepaya berongga dengan biji buah berwarna hitam
atau kehitaman dan terbungkus semacam lapisan berlendir untuk
mencegahnya dari kekeringan (16, 17).
3. Kandungan Kimia Pepaya
Tanaman pepaya memiliki kandungannya masing-masing pada tiap organ.
Pada daun dan inti kayu pepaya mengandung alkaloid carpinin, carpain,
pseudocarpain, vitamin C dan E, kolin, dan karposid. Tunas pepaya
mengandung flavonoid kuersetin, mirisetin, dan kaempferol. Buah pepaya
mengandung karotenoid yang terdiri dari beta karoten, crytoxanthin,
violaxanthin, zeaxanthin. Selain itu juga terdapat kandungan monoterpenoid
yaitu linalool,4-terpinol serta mengandung berbagai mineral seperti kalsium,
potasium, magnesium, besi, zink, dan mangan. Buah pepaya mentah
mengandung enzim papain dan chymopapain, glutamin cyclotransferase,
peptidase A dan B, dan lysozyme. Pada biji pepaya terdapat kandungan
senyawa glukosinolat seperti benzil isotiosianat, benziltiourea, beta-
sitosterol, minyak pepaya, caricin, enzim mirosin (18).
4. Khasiat Pepaya
Setiap bagian tanaman pepaya memiliki khasiat yang bermanfaat bagi
manusia. Kulit buah pepaya mengandung vitamin A yang bermanfaat untuk
memperbaiki kulit yang rusak dengan cara melembabkan kulit dan
melindungi kulit dari sinar matahari. Kandungan flavonoid dan asam fenolik
pada daun dan buah berkhasiat sebagai antioksidan sehingga dapat
mencegah penuaan dini. Selain itu buah pepaya diketahui dapat
mempercepat penyembuhan luka (18).
Enzim papain pada buah pepaya mentah dapat membantu mengangkat
sel kulit mati pada kulit dan menggantinya dengan sel-sel kulit baru yang
sehat sehingga dapat mencerahkan kulit (19). Kandungan flavonoid dan
alkaloid pada biji pepaya dilaporkan berpotensi sebagai stimulator dalam
pertumbuhan rambut dan memperkuat akar rambut sehingga banyak
digunakan dalam produk sampo dan kondisioner (20).

B. ENZIM PROTEASE
Protease merupakan enzim golongan hidrolase yang banyak digunakan dalam
bidang industri. Protease berfungsi menghidrolisis ikatan peptida dalam protein
menjadi oligopeptide dan asam-asam amino. Berdasarkan cara pemotongan
ikatan peptida, enzim protease dapat dibagi menjadi eksopeptidase dan
endopeptidase. Eksopeptidase terdiri atas karboksi-ekso-peptidase yang
memotong peptida dari arah gugus karboksil terminal dan amino-ekso-peptidase
dari gugus amino terminal, sedangkan endopeptidase memecah ikatan peptida
dari dalam (21, 22).
Berdasarkan komponen sisi aktifnya, protease dikelompokkan menjadi empat
kelompok yaitu protease serin, protease sistein, protease aspartate, protease
metal. Protease serin merupakan endopeptidase yang memiliki asam amino serin
pada sisi katalitiknya, terdiri dari dua kelompok yang berbeda yaitu kimotripsin
(enzim-enzim mamalia) dan subtilisin (enzim bakteri). Protease sistein memiliki
gugus SH pada sisi aktifnya dan memiliki aktivitas optimal pada pH netral,
contoh protease sistein adalah papain, bromelin, dan katerpin. Protease aspartate
merupakan asam amino yang kaya akan aspartate dan glutamate yang
menyebabkan protease ini bekerja pada pH rendah, contoh protease aspartate
yaitu pepsin, kimosin, dan renin. Protease metal merupakan protease yang
aktivitasnya tergantung pada ikatan yang kuat pada kation divalent, kelompok
protease metal Zn merupakan salah satu kelompok protease yang sering
ditemukan pada bakteri dan jamur (22).
Berdasarkan sumbernya, enzim protease dikategorikan menjadi tiga yaitu
hewani, nabati, dan mikroba. Jenis protease yang berasal dari tanaman yaitu
papain, bromelain, dan keratinase (22).

C. PAPAIN

Gambar II. 2 Getah pepaya (Carica papaya L.) (23)

Papain merupakan enzim proteolitik yang diambil dari getah pepaya (Carica
papaya L.). getah pepaya tersebut terdapat di semua bagian tanaman pepaya,
kecuali akar dan biji. Getah dari buah umumnya lebih baik dibandingkan dari
batang atau daunnya karena jumlah getah yang dihasilkan cukup banyak dan
daya enzimatiknya cukup tinggi (24).
Dalam dunia industri, dikenal dua jenis papain, yaitu papain kasar (crude
papain) dan papain murni (crystal papain). papain kasar merupakan getah
pepaya yang langsung dikeringkan tanpa perlakuan sebelumnya kecuali
penambahan antioksidan. Papain murni (crystal papain) adalah hasil pemisahan
dan pemurnian papain kasar menjadi empat macam proteolitik, yaitu papain,
chymopapain A, chymopapain B, dan papaya peptidase. Papain memiliki daya
enzimatis yang sangat tinggi sehingga banyak digunakan dalam industri farmasi
(25, 26).
Papain merupakan enzim protease yang mengandung 212 asam amino
dengan massa molecular 21.000-23.000 g/mol (27). Papain distabilisasi dengan
tiga jembatan disulfida dimana molekul terlipat di sepanjang jembatan sehingga
membentuk interaksi yang kuat diantara rantai samping. Struktur 3D papain
terdiri dari 2 domain struktur yang berbeda dengan celah diantaranya yang
mengandung sisi aktif. Papain mengandung enam sulfhidril dan satu sistein
bebas yang merupakan bagian dari sisi aktif (28). Papain memiliki kemampuan
menghidrolisis dengan pH optimum sekitar 6,0 sampai 7 tergantung pada
substratnya dan suhu optimum 50˚ hingga 60 ˚C (27, 29). untuk pH optimal
substrat albumin maupun kasein adalah 7,0 dan untuk substrat gelatin adalah 5,0.
Enzim papain relatif tahan terhadap suhu karena dilaporkan tetap stabil
walaupun pada suhu tinggi (28). Selain itu enzim papain juga tidak mengandung
karbohidrat sehingga mempunya energi aktivasi yang lebih rendah karena lebih
murni dibandingkan enzim lain.
Aktivitas enzim papain dapat meningkat dengan adanya penambahan
senyawa-senyawa pereduksi seperti sistein, garam sulfit atau pengkelat seperti
EDTA. Aktivitas katalitik enzim papain menurun apabila enzim ini direaksikan
dengan senyawa pengganggu gugus tiol yaitu oksidator, senyawa disulfida, ion
logam berat dan senyawa pengalkil. Enzim papain stabil terhadap senyawa
pendenaturasi (29).
Enzim papain saat ini banyak digunakan dalam bidang kosmetik sebagai agen
pengeksfoliasi yaitu mengangkat sel kulit mati sehingga kulit tampak lebih sehat
dan cerah. Selain itu, papain diketahui dapat melembabkan kulit karena semakin
tinggi konsentrasi papain maka semakin tinggi kapasitas penahanan air pada
stratum corneum (2).

D. KULIT
1. Definisi Kulit
Kulit merupakan organ tubuh yang paling luas, yaitu 1,5 sampai 2 m 2,
dengan berat 4 kg yang menutupi permukaan tubuh dan memiliki fungsi
utama sebagai pelindung dari berbagai macam gangguan dan rangsangan
luar. Fungsi perlindungan ini terjadi melalui sejumlah mekanisme biologis
seperti pembentukan lapisan tanduk yang terus menerus, respirasi dan
pengaturan suhu tubuh, produksi sebum dan keringat, pembentukan pigmen
melanin untuk melindungi dari bahaya sinar ultraviolet matahari, sebagai
peraba dan perasa, serta pertahanan terhadap datangnya tekanan dan infeksi
dari luar. Selain itu, kulit merupakan suatu kelenjar holokrin yang besar.
Kulit menyokong penampilan dan kepribadian seseorang dan menjadi ciri
berbagai
tanda
kehidupan,
yaitu ras,
genetik,
estetik,
budaya, dan
bangsa (30).
2. Struktur
Kulit

Gambar II. 3 Struktur kulit (31)

Kulit tersusun atas 3 lapisan utama, yaitu:


a. Lapisan epidermis
Ketebalan epidermis berbeda-beda pada berbagai bagian tubuh, yang
paling tebal berukuran 1 milimeter, misalnya pada telapak kaki dan
telapak tangan, dan lapisan yang tipis berukkuran 0,1 millimeter
terdapat pada kelompok mata, pipi, dahi, dan perut. Epidermis mulai
dari bagian terluar hingga ke dalam dibagi atas 5 lapisan, yakni:
1) Lapisan tanduk (stratum corneum)
Terdiri atas beberapa lapis sel yang gepeng, mati, tidak memiliki
inti, tidak terdapat proses metabolism, tidak berwarna, dan sangat
sedikit mengandung air. Lapisan ini Sebagian besar terdiri dari
keratin, jenis protein yang tidak larut dalam air dan sangat resisten
terhadap bahan-bahan kimia. Hal ini berkaitan dengan fungsi kulit
untuk memproteksi tubuh dari pengaruh luar. Secara alami, sel-sel
yang sudah mati di permukaan kulit akan melepaskan diri untuk
beregenerasi. Permukaan stratum corneum dilapisi oleh suatu
lapisan pelindung lembab tipis yang bersifat asam, disebut mantel
asam kulit.
2) Lapisan jernih (stratum lucidum)
Letaknya tepat dibawah stratum corneum, merupakan lapisan yang
tipis, jernih, mengandung eleidin, sangat jelas pada telapak tangan
dan telapak kaki. Antara stratum lucidum dan stratum granulosum
terdapat lapisan keratin tipis yang disebut rein’s barrier yang
bersifat impermeabel.
3) Lapisan berbutir-butir (stratum granulosum)
Lapisan ini tersusun oleh sel-sel yang berbentuk poligonal, berbutir
kasar, dan terdapat inti sel yang mengkerut diantaranya.
4) Lapisan malphigi (stratum spinosum atau malphigi layer)
Lapisan ini memiliki sel yang berbentuk kubus berukuran macam-
macam dan seperti berduri. Intinya besar dan oval, terletak
ditengah. Diantara sel-sel lapisan malphigi terdapat jembatan antar
sel yang terdiri ats protoplasma dan tonofibril atau keratin.
5) Lapisan basal (stratum germinativum atau membran basalis)
Lapisan ini merupakan lapisan terbawah dari epidermis yang terdiri
atas sel-sel kubus yang tersusun vertical, dan pada taut
dermoepidermal berbasis seperti pagar. Lapisan basal menuju ke
permukaan kulit sehingga akhirnya menjadi sel-sel yang mati,
kering dan gepeng dalam stratum corneum. Kandungan lemak
dalam lapisan ini sekitar 13% sampai 14%. Pada stratum
germinativum terdapat sel-sel melanosit, yaitu sel-sel yang tidak
mengalami keratinisasi dan fungsinya hanya membentuk pigmen
melanin dan memberikannya kepada sel-sel keratinosit melalui
dendrit-dendritnya (32, 33).
b. Lapisan dermis
Lapisan ini terdiri dari bahan dasar serabut kolagen dan elastin, yang
berada di dalam substansi dasar yang bersifat koloid dan terbuat dari
gelatin mukopolisakarida. Lapisan dermis berfungsi sebagai tempat
ujung saraf perasa, tempat adanya kelenjar keringat, kelenjar minyak,
pembuluh-pembuluh darah dan kelenjar getah bening serta otot
penggerak rambut (33, 34).
c. Lapisan subkutis
Lapisan ini merupakan kelanjutan dermis, terdiri atas jaringan ikat
longgar berisi sel-sel lemak didalamnya. Sel lemak merupakan sel
bulat, besar, dengan inti terdesak ke pinggir karena sitoplasma lemak
yang bertambah. Sel-sel ini membentuk kelompok yang dipisahkan
dengan yang lainnya oleh trabekula (32). Lapisan lemak ini juga
merupakan bantalan kulit, isolasi untuk mempertahankan suhu tubuh
dan tempat penyimpanan energi (33).
3. Fungsi Kulit
a. Proteksi
Serabut elastis yang terdapat pada dermis serta jaringan lemak subkutan
berfungsi mencegah trauma mekanik langsung terhadap interior tubuh.
Lapisan tanduk dan mantel lemak kulit menjaga kadar air tubuh dengan
cara mencegah masuknya air dari luar tubuh dan mencegah penguapan
air, selain itu juga berfungsi sebagai barrier terhadap racun dari luar.
Mantel asam kulit dapat mencegah pertumbuhan bakteri di kulit.
b. Thermoregulasi
Kulit mengatur temperature tubuh melalui mekanisme dilatasi dan
konstriksi pembuluh kapiler dan melalui perspirasi, yang keduanya
dipengaruhi saraf otonom. Pada saat temperatur badan menurun terjadi
vasokonstriksi, sedangkan pada saat temperatur badan meningkat terjadi
vasodilatasi untuk meningkatkan pembuangan panas.
c. Persepsi sensoris
Kulit bertanggung jawab sebagai indera terhadap rangsangan dari luar
berupa tekanan, raba, suhu, dan nyeri melalui beberapa reseptor seperti
Benda Meissner, Diskus Merkell, dan Korpuskula Golgi sebagai
reseptor raba, Korpuskula Pacini sebagai reseptor tekanan, Korpuskula
Ruffini dan Benda Krauss sebagai reseptor suhu dan Nervus End Plate
sebagai reseptor nyeri. Rangsangan dari luar diterima oleh reseptor-
reseptor tersebut dan diteruskan ke sistem saraf pusat dan selanjutnya
diinterpretasi oleh korteks serebri.
d. Absorbsi
Beberapa bahan dapat diabsorbsi kulit masuk ke dalam tubuh melalui
dua jalur yaitu melalui epidermis dan melalui kelenjar sebasea. Material
yang mudah larut dalam lemak lebih mudah diabsorbsi dibanding air
dan material yang larut dalam air.
e. Pembentukan pigmen
Sel pembentukan pigmen atau melanosit sekunder dilapisan basal dan
berasal dari rigi saraf. Paparan sinar matahari mempengaruhi produksi
melanin, bila paparan produksi melanin akan meningkat. Pigmen
disebarkan menuju kelapisan atas epidermis melalui dendrit pada
melanosit. Ke arah dermis pigmen, disebar melalui sel melanofat.
Selain oleh pigmen, warna kulit dibentuk oleh Hb reduksi, HB oksidasi
dan karoten.
f. Ekskresi
Kelenjar kulit mengeluarkan zat-zat yang tidak berguna untuk sisa
metabolisme alami seperti NaCl, asam sitrat, ammonia, urea, dan
sedikit lemak. Kelenjar lemak pada fetus, atas pengaruh hormon
androgen, akan menghasilkan sebum untuk melindungi kulitnya
terhadap cairan ammonium yang pada waktu lahir disebut sebagai
vernix caseosa.
g. Keratinisasi
Lapisan epidermis dewasa mempunyai 3 jenis sel utama yaitu
keratinosit, sel Langerhans dan melanosit. Keratinosit akan
mengadakan pembelahan, memperbanyak diri, berdiferensiasi, terdesak
menuju ke permukaan kulit sehingga terjadi perputaran perubahan dari
sel basal menjadi spinosum dan terdegradasi menjadi lapisan tanduk
(33, 35).

E. KOSMETIK
1. Definisi Kosmetik
Istilah kosmetik berasal dari kata Yunani “kosmetikos” yang berarti
keterampilan menghias atau mengatur. Definisi kosmetik dalam Peraturan
BPOM Nomor 8 Tahun 2021 adalah bahan atau sediaan yang dimaksudkan
untuk digunakan pada bagian luar tubuh manusia (epidermis, rambut, kuku,
bibir, dan organ genital bagian luar) atau gigi dan membran mukosa mulut
terutama untuk membersihkan, mewangikan, mengubah penampilan
dan/atau memperbaiki bau badan atau melindungi atau memelihara tubuh
pada kondisi baik (33, 36).
Tujuan utama penggunaan kosmetik pada masyarakat modern adalah
untuk kebersihan pribadi, meningkatkan daya tarik melalui make up,
meningkatkan rasa percaya diri dan perasaan tenang, melindungi kulit dan
rambut dari kerusakan sinar UV, polusi dan faktor lingkungan yang lain,
mencegah penuaan dini secara umum, membantu seseorang lebih menikmati
dan menghargai hidup (37).
2. Penggolongan Kosmetik
a. Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI
1) Preparat untuk bayi, misalnya minyak bayi, bedak bayi
2) Preparat untuk mandi, misalnya sabun mandi
3) Preparat untuk mata, misalnya maskara, eye-shadow
4) Preparat wangi-wangian, misalnya parfum, toilet water
5) Preparat untuk rambut, misalnya hair foam, hair spray
6) Preparat pewarna rambut, misalnya cat rambut
7) Preparat make-up (kecuali mata), misalnya bedak, lipstick
8) Preparat untuk kebersihan mulut, misalnya pasta gigi, mouth wash
9) Preparat untuk kebersihan badan, misalnya deodorant
10) Preparat kuku, misalnya cat kuku, nail lotion
11) Preparat perawatan kulit, misalnya pembersih, pelembab
12) Preparat cukur, misalnya sabun cukur
13) Preparat untuk suntan dan sunscreen, misalnya sunscreen
foundation
b. Berdasarkan sifat dan cara pembuatan
1) Kosmetik modern, dibuat dari bahan kimia dan diolah secara
modern
2) Kosmetik tradisional, dibuat dari bahan alam dan diolah
berdasarkan cara yang turun temurun
c. Berdasarkan kegunaan bagi kulit
1) Kosmetik perawatan kulit (skin-care cosmetics)
Jenis ini perlu untuk merawat kebersihan dan kesehatan kulit.
Termasuk didalamnya adalah:
a) Kosmetik untuk membersihkan kulit (cleanser), misalnya
sabun, cleanser cream, cleansing milk, dan penyegar kulit
b) Kosmetik untuk melembabkan kulit (moisturizer), misalnya
moisturizing cream, night cream, antiwrinkle cream
c) Kosmetik pelindung kulit, misalnya sunscreen cream dan
sunscreen foundation
d) Kosmetik untuk menipiskan atau mengampelas kulit (peeling),
misalnya scrub cream yang berisikan butiran-butiran bulat
halus yang berfungsi sebagai pengampelas
2) Kosmetik riasan (dekoratif atau make-up)
Jenis ini diperlukan untuk merias dan menutup cacat pada kulit
sehingga menghasilkan penampilan yang lebih menarik serta
menimbulkan efek psikologis yang baik, seperti percaya diri (33).

F. KRIM
Krim adalah bentuk sediaan setengah padat mengandung satu atau lebih bahan
obat terlarut atau terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai (38). Berdasarkan
fase internalnya, krim dibagi menjadi 2 yaitu krim minyak dalam air (M/A) dan
krim air dalam minyak (A/M). Krim air dalam minyak mengandung air kurang
dari 25% dengan minyak sebagai medium pendispersi. Krim minyak dalam air
mengandung air lebih dari 31%. Krim minyak dalam air lebih ditujukan untuk
penggunaan kosmetika karena mudah diaplikasikan pada kulit, mudah dicuci,
kurang berminyak, dan relatif lebih mudah dibersihkan (38, 39). Krim air dalam
minyak kurang disukai dalam kosmetika karena komponen minyak yang lama
tertinggal di kulit dan cenderung sukar dibersihkan sehingga menimbulkan rasa
tidak nyaman (40).
1. Kualitas Dasar Krim
a. Stabil, krim harus bebas dari inkopatibilitas, stabil pada suhu kamar, dan
kelembaban yang ada di dalam kamar
b. Lunak, zat yang terdapat di dalam krim tidak boleh mengeras sehingga
bahan obat yang terkandung dalam krim dapat dengan mudah
dikeluarkan dari wadahnya
c. Mudah dipakai, penggunaan krim ditujukan untuk mempermudah
pengaplikasian bahan obat pada pasien
d. Terdistribusi merata, obat harus terdispersi merata melalui dasar krim
padat atau cair pada penggunaan (41).
2. Kelebihan dan Kekurangan Krim
a. Kelebihan krim
1) Mudah menyebar merata
2) Mudah digunakan
3) Praktis
4) Mudah dibersihkan atau dicuci
5) Tidak lengket
6) Memberikan rasa dingin
7) Bahan untuk pemakaian topikal jumlah yang diabsorbsi tidak cukup
beracun
8) Dapat digunakan sebagai kosmetik
b. Kekurangan krim
1) Sulit dalam pembuatannya karena pembuatan krim, harus dalam
keadaan panas
2) Mudah pecah disebabkan oleh pengadukan yang tidak konstan
3) Mudah kering dan mudah rusak bila disimpan tidak ditempat yang
tidak sesuai dengan petunjuk penyimpanan (42, 43).
3. Sistem HLB (Hydrophile Lipophile Balance)
Umumnya masing-masing zat pengemulsi mempunyai suatu bagian
hidrofilik dan suatu bagian lipofilik dengan salah satu diantaranya lebih atau
kurang dominan untuk membentuk emulsi. Hydrophilic-Lyphophilic
Balance (HLB) adalah harga yang harus dimiliki oleh sebuah emulgator
sehingga pertemuan antara fase lipofil dengan air dapat menghasilkan emulsi
dengan tingkat dispersitas dan stabilitas yang optimal. Sistem HLB
digunakan untuk menyatakan perbandingan sifat hidrofilik dan lipofilik dari
suatu emulgator. Umumnya emulgator dengan nilai HLB antara 3 sampai 6
akan menghasilkan emulsi air dalam minyak. Sedangkan emulgator dengan
nilai HLB antara 8 sampai 18 akan menghasilkan emulsi minyak dalam air
(42).
4. Komposisi Krim
Suatu krim terdiri atas bahan aktif dan bahan dasar (basis) krim. Bahan dasar
terdiri dari fase minyak dan fase air yang dicampur dengan penambahan
bahan pengemulsi (emulgator) kemudian akan membentuk basis krim. Selain
karakteristik formula yang diinginkan, maka sering ditambahkan bahan-
bahan tambahan antara lain, pengawet, pengkelat, pengental, pewarna,
pelembab, pewangi dan sebagainya. Pada penelitian ini digunakan bahan-
bahan pembentuk krim sebagai berikut:
a. Emulgator
Emulgator adalah surfaktan yang mengurangi tegangan antarmuka antara
minyak dan air, mengelilingi tetesan-tetesan terdispersi dengan lapisan
yang kuat sehingga mencegah koalesensi dan pemecahan fase terdispersi.
Kestabilan emulsi terutama dipengaruhi oleh variasi dan jumlah
emulgator (44). Emulgator yang digunakan harus dapat dicampurkan
dengan bahan formulatif lainnya dan tidak boleh mengganggu stabilitas
atau efikasi dari zat terapeutik (42). Salah satu bahan yang biasa
digunakan sebagai emulgator dalam sediaan krim adalah asam stearat dan
trietanolamin. Asam stearat digunakan dalam krim yang mudah dicuci
dengan air, sebagai zat pengemulsi untuk memperoleh konsistensi krim
tertentu serta untuk memperoleh efek yang tidak menyilaukan pada kulit
(44). Jika asam stearat digunakan sebagai pengemulsi, maka umumnya
trietanolamin ditambahkan secukupnya agar bereaksi secara insitu
dengan 8% sampai 20% asam stearat menghasilkan suatu garam, yaitu
TEA stearat yang berfungsi sebagai emulgator untuk tipe emulsi tipe
M/A (11).
b. Pengental
Salah satu faktor yang mempengaruhi stabilitas fisik krim adalah
viskositas atau kekentalan (45). Tiksotropi dalam suatu krim adalah hal
yang diinginkan karena krim harus dapat menyebar dan viskositas yang
lebih tinggi dapat meningkatkan kestabilan (43). Setil alkohol merupakan
bahan yang dapat digunakan sebagai stiffening agent atau pengental yang
dapat meningkatkan viskositas krim sehingga laju pemisahan fase
terdispersi dan fase pendispersi semakin kecil (46).
c. Humektan
Penetrasi obat dan karakteristik lembut dalam sediaan krim dapat
diciptakan dengan penambahan bahan tambahan yaitu yang berfungsi
sebagai humektan (47). Humektan merupakan suatu bahan yang dapat
mempertahankan air pada sediaan. Humektan berfungsi untuk
memperbaiki stabilitas suatu bahan dalam jangka waktu yang lama,
selain itu untuk melindungi komponen-komponen yang terikat kuat di
dalam bahan termasuk air, lemak, dan komponen lainnya (48). Propilen
glikol merupakan salah satu humektan yang banyak digunakan pada
sediaan kosmetik. Penggunaan propilen glikol diharapkan dapat
meningkatkan stabilitas sediaan yang dihasilkan.
d. Pengawet
Suatu campuran lemak dan air yang bersentuhan seringkali
memungkinkan menetapnya mikroorganisme. Oleh karena itu pada suatu
sediaan krim diperlukan bahan yang berfungsi sebagai pengawet.
Pengawet yang digunakan harus memiliki kriteria umum seperti
toksisitas rendah, kestabilan pada pemanasan dan penyimpanan, dapat
bercampur secara kimia, biaya yang terjangkau, dan rasa, bau serta
warnanya dapat diterima (43). Metil paraben dan propil paraben
merupakan antimikroba yang efektif dan paling sering digunakan dalam
sediaan kosmetik. Metil paraben dan propil paraben dapat bekerja secara
sinergis untuk meningkatkan aktivitasnya sehingga hasilnya lebih efektif
(12, 49).

G. LULUR
Ada kotoran pada kulit yang tidak dapat dibersihkan dengan jenis-jenis kosmetik
pembersih biasa, yaitu sel-sel kulit yang sudah mati di permukaan kulit yang jika
tidak diangkat akan menyebabkan kulit menebal, nampak kusam dan mudah
terjadi penyumbatan pori-pori kulit sehingga memudahkan terjadinya jerawat.
Selain itu, regenerasi sel-sel kulit lama dengan sel-sel kulit yang baru menjadi
terhambat (33).
Untuk mengangkat sel-sel kulit mati di permukaan kulit dibutuhkan bahan
yang agak kasar, seperti kosmetik pengampelas kulit yang umumnya dinamakan
dengan lulur. Lulur adalah sediaan kosmetik yang ditambahkan butiran-butiran
kasar yang bersifat sebagai pengampelas (abrasiver) agar bisa mengangkat sel
kulit mati dari epidermis. Lulur yang baik memiliki butiran yang tidak terlalu
kasar sehingga tidak melukai kulit namun tidak terlalu halus sehingga tetap
dapat berfungsi sebagai pengampelas, tidak terlalu runcing, dan tidak boleh
terlalu bulat sehingga menjadi licin seperti kelereng dan tidak dapat bekerja
sebagai pengampelas (33). Luluran merupakan aktivitas menghilangkan kotoran,
minyak atau sel kulit mati yang dilakukan dengan pijatan di seluruh tubuh yang
dapat menyebabkan kulit menjadi halus dan cerah (50).
1. Jenis Lulur
Lulur dibagi menjadi dua jenis, yaitu lulur tradisional dan lulur modern.
a. Lulur tradisional
Terbuat dari bahan rempah-rempah dan tepung yang teksturnya kasar
yang digunakan dengan cara dioleskan atau digosokkan secara perlahan
keseluruh tubuh.
b. Lulur modern
Terbuat dari butiran scrub yang dilengkapi dengan lotion yang rata-rata
terbuat dari susu. Lulur modern menggunakan campuran bahan alami
yang berupa ekstrak agar lulur tahan lama dan penggunaanya dirancang
lebih praktis sehingga mudah dalam penggunaannya (50).
2. Bentuk Lulur
a. Lulur bubuk
Lulur ini berupa serbuk kering yang sebelum digunakan harus dicairkan
terlebih dahulu sehinga berbentuk seperti pasta yang tidak terlalu cair
dan tidak terlalu padat kemudian dapat dioleskan ke tubuh dalam
kondisi kering.
b. Lulur krim
Lulur ini berbentuk seperti pasta atau adonan kental yang langsung
dapat digunakan di kulit dalam kondisi lembab atau sudah dibasahi
terlebih dahulu.
c. Lulur kocok
Lulur ini berbentuk cair tetapi tidak larut (suspensi), sebelum
penggunaannya lulur ini harus dikocok terlebih dahulu yang kemudian
dapat dioleskan pada kulit yang kering (50).
3. Manfaat Lulur
a. Memperbaiki tekstur kulit
b. Membuat kulit tampak sehat dan berseri
c. Mengurangi kerutan dan garis halus
d. Mencegah timbulnya jerawat
e. Mencegah penuaan dini dengan menstimulasi produksi kolagen
f. Membersihkan pori-pori yang tersumbat
g. Membantu produk kosmetik lain masuk ke dalam kulit (51).

H. VISKOSITAS DAN REOLOGI


Viskositas adalah suatu pernyataan “tahanan untuk mengalir” dari suatu sistem
yang mendapatkan suatu tekanan. Makin kental suatu cairan, maka besar gaya
yang dibutuhkan untuk membuatnya mengalir pada kecepatan tertentu. Dalam
teknologi farmasi berhubungan dengan kemudahan dalam penuangan dari
wadah, penekanan atau pemencetan dari tube, pemeliharaan bentuk produk
dalam suatu wadah atau setelah bahan produk dikeluarkan dan aplikasi produk di
atas kulit sehingga sangat penting untuk menjamin stabilitas fisik suatu sediaan.
Rheologi berasal dari Bahasa Yunani rheo (mengalir) dan logos (ilmu), yang
dimaksudnya untuk menggambarkan aliran-aliran cairan dan deformasi dari
padatan. Sifat reologi sistem farmasetik dapat mempengaruhi pemilihan
peralatan pemrosesan yang digunakan dalam pembuatan produk tersebut.
Peralatan yang tidak sesuai, bila dipandang dari sifat reologi ini, akan
menyebabkan hasil yang tidak diinginkan, paling tidak dalam karakteristik
alirannya.
Penggolongan bahan menurut tipe aliran dan deformasi adalah sebagai
berikut:
1. Sistem Newton
Sistem ini dimiliki oleh cairan murni, seperti air, gliserin, propilen glikol
yang memiliki viskositas yang selalu konstan dimana kecepatan geser
berbanding lurus dengan tahanan geser (gaya yang diperlukan untuk
menekan permukaan) sehingga membentuk garis lurus melalui titik nol
pada grafik sifat alirnya. Semakin besar viskositas suatu cairan, maka
semakin besar pula gaya per satuan luas (tahan geser) yang diperlukan
untuk menghasilkan kecepatan tertentu. Sistem ini memiliki viskositas
yang tetap pada tempratur dan tekanan tertentu, viskositasnya tidak
tergantung pada kecepatan geser.
2. Sistem Non-newton
Zat-zat yang memiliki disperse heterogeny cairan atau padatan seperti
larutan koloid, emulsi, suspensi cair dan salep masuk ke dalam kelas ini.
Viskositas pada sistem ini dipengaruhi oleh kecepatan geser sehingga
tidak mempunyai viskositas absolute sehingga grafik sifat alirnya bukan
garis lurus. Zat non-newton dianalisis dalam viskometer dan hasilnya
diplot maka diperoleh berbagai kurva konsistensi yang menggambarkan
adanya lima kelas aliran, yaitu:
a. Aliran plastis
Tersusun dari partikel-partikel yang terflokulasi dalam suspensi.
Kurvanya memotong sumbu shearing (tekanan geser) sehingga cairan
tidak akan mengalir bila tidak diberi tekanan. Makin banyak suspensi
yang terflokulasi, maka semakin tinggi yield value-nya.
b. Aliran pseudoplastis
Aliran yang terdapat pada sediaan farmasi yang mengandung polimer
seperti natrium alginate, metil selulosa dan natrium karboksimetil
selulosa. Viskositasnya berkurang dengan naiknya kecepatan geser
atau aliran.
c. Aliran dilatan
Zat-zat yang mempunyai sifat aliran dilatan adalah suspensi yang
berkonsentrasi tinggi dari partikel-partikel kecil yang mengalami
deflokulasi. Jika tekanan dihilangkan, maka sistem dilatan akan
Kembali ke keadaan fluiditas semula.
d. Tiksotropi
Tiksotropi diharapkan dimiliki sediaan cair yang memiliki konsistensi
yang tinggi tetapi mudah dituang dan disebar. Contohnya suspensi
dalam penyimpanan yang akan tersuspensi kembali Ketika dikocok
sehingga partikel-partikel tetap berada dalam keadaan tersuspensi.
Makin tinggi tiksotropi, maka akan semakin rendah laju
pengendapannya (52, 53).

I. SEL DIFUSI FRANZ


Difusi adalah proses perpindahan massa molekul suatu zat yang berhubungan
dengan adanya perbedaan konsentrasi aliran molekul melalui suatu batas,
misalnya membran polimer (54). Formulasi suatu sediaan krim yang baik harus
dapat memberikan pelepasan yang optimal ke dalam lapisan kulit. Studi
penetrasi kulit secara in vitro dilakukan untuk mengukur kecepatan dan jumlah
senyawa yang melewati kulit, dimana hal tersebut bergantung pada obat, bentuk
sediaan, bahan eksperimen, bahan peningkat penetrasi, dan variable formulasi
lainnya (55).
Salah satu metode untuk menguji daya penetrasi suatu sediaan secara in vitro
yaitu dengan menggunakan sel difusi Franz. Pengujian dengan sel difusi Franz
memiliki beberapa keuntungan, yaitu tidak memerlukan pengambilan sampel
secara berkelanjutan dan hanya memerlukan sedikit sampel untuk analisis (56).
Sel difusi Franz terbagi atas dua kompartemen yaitu kompartemen donor dan
kompartemen reseptro dan dipisahkan oleh suatu membran atau potongan kulit.
Membran yang digunakan dapat berupa kulit manusia, kulit hewan atau kulit
sintetis.

Membran diletakkan diantara kedua kompartemen yang dilengkapi dengan


O-ring untuk menjaga letak membran. Selanjutnya kompartemen reseptor diisi

Gambar II. 4 Alat sel difusi Franz (57)

dengan larutan penerima. Suhu pada sel dijaga dengan sirkulasi air
menggunakan water jacket disekeliling kompartemen reseptor. Sediaan yang
akan diuji diaplikasikan pada membran kulit. Kemudian interval waktu tertentu
cairan dari kompartemen reseptor diambil beberapa ml dan segera digantikan
dengan cairan yang sama sejumlah cairan yang diambil. Selanjutnya jumlah obat
yang terpenetrasi melalui kulit dapat dianalisis dengan metode yang sesuai (58).

J. RANCANGAN FAKTORIAL
Rancangan faktorial adalah rancangan dimana dalam satu keadaan dicobakan
secara bersamaan dari dua atau lebih percobaan-percobaan tunggal. Pada
percobaan faktorial, selain dapat diketahui masing-masing pengaruh faktor, juga
dapat diketahui pengaruh gabungan (interaksi) dari faktor yang dicobakan.
Dalam rancangan faktorial dikenal istilah “faktor” dan “level” dari berbagai
faktor. Faktor merupakan setiap besaran yang mempengaruhi respon yang
merupakan sifat atau hasil percobaan yang diamati. Level merupakan nilai atau
tetapan faktor. Dalam penelitian ini, digunakan rancangan faktorial 2 2 dengan
dua faktor atau variabel bebas yaitu konsentrasi emulgator asam stearate-
trietanolamin dan konsentrasi pengental setil alkohol pada masing-masing level
rendah dan tinggi sehingga akan didapatkan 4 formula (59).

Tabel II. 1 Rancangan Faktorial 22

Level
Faktor
Rendah Tinggi
Asam stearat 15% 15%
Trietanolamin 2% 4%
Setil alkohol 2% 5%

K. DATA PREFORMULASI
1. Asam Stearat
Bobot molekul : 284,47
Sinonim : Acidum staricum, Cetylacetic acid
Rumus molekul : C18H36O2
Pemerian : Padatan kristal keras, putih atau agak kuning,
agak mengkilap, atau bubuk putih atau putih
kekuningan, sedikit berbau dan rasa seperti
lilin
Kelarutan : Mudah larut dalam benxene, karbon
tetraklorida, kloroform dan eter, larut dalam
etanol (95%), heksan dan propilen glikol;
praktis tidak larut dalam air
Titik lebur : 69-70˚
Nilai HLB : 15
Kegunaan : Emulsifying agent
Konsentrasi : 1-20%
Inkompatibilitas : Tidak bercampur dengan sebagian logam
hidroksida, basa, bahan pereduksi, dan bahan
pengoksidasi
Stabilitas : Merupakan bahan yang stabil, hindari dari
cahaya
2. Trietanolamin
Bobot molekul : 149,19
Sinonim : TEA, Triethylolamin, Trihydroxytriethilamine
Rumus molekul : C6H15NO3
Pemerian : Cairan kental, tidak berwarna sampai kuning
pucat dengan bau amoniak lemah.
Kelarutan : Bercampur dengan aseton, sangat mudah larut
dalam benzene, bercampur dengan karbon
tetraklorida, methanol dan air, agak sukar larut
dalam etil eter.
Titik lebur : 20-21℃
Kegunaan : Emulsifying agent.
Konsentrasi : 2-4%
Inkompabilitas : Bereaksi dengan asam mineral membentuk
kristal garam dan ester, dengan asam lemak
yang tinggi trietanolamin menjadi garam yang
larut dalam air dan mempunyai karakteristik
seperti sabun, trietanolamin juga akan bereaksi
dengan logam membentuk garam kompleks
Stabilitas : Dapat menjadi cokelat bila terpapar udara dan
cahaya.
3. Setil Alkohol
Bobot molekul : 242,44
Sinonim : Alcoholum cetylicum, Alcohol cetylicus
Rumus molekul : C16H34O
Pemerian : Serpihan putih licin, granul, atau kubus, putih;
bau khas lemah; rasa lemah.
Kelarutan : Tidak larut dalam air; larut dalam etanol dan
dalam eter, kelarutan bertambah dengan
naiknya suhu.
Titik lebur : 45-52℃
Kegunaan : Pengental
Konsentrasi : 2-10%
Inkompabilitas : Tidak bercampur dengan bahan pengoksidasi
kuat.
Stabilitas : Stabil dengan adanya asam, alkalis, cahaya
dan udara, hal tersebut tidak akan
menyebabkan tengik.
4. Propilen Glikol
Bobot molekul : 76,09
Sinonim : Methyl ethylene glycol, methyl glycol,
propane-1,2- diol.
Rumus molekul : C3H8O2
Pemerian : Cairan kental, jernih, tidak berwarna; rasa
khas; praktis tidak berbau; menyerap air pada
udara lembab.
Kelarutan : Dapat bercampur dengan air, dengan aseton,
dan dengan kloroform; larut dalam eter dan
dalam beberapa minyak esensial; tidak dapat
bercampur dengan minyak lemak.
Kegunaan : Humektan
Konsentrasi : ≈15%
Inkompabilitas : Inkompatibel dengan pengoksidasi seperti
kalium permanganat.
Stabilitas : Stabil pada suhu sejuk pada tempat yang
tertutup baik.
5. Metil Paraben
Bobot molekul : 152,15
Sinonim : Methylis parahydroxybenzoate, Nipagin M,
Methyl-P-Hydroxybenzoat.
Rumus molekul : C8H8O3
Pemerian : Hablur kecil, tidak berwarna atau serbuk
hablur, putih; tidak berbau.
Kelarutan : Sukar larut dalam air, dalam benzen dan dalam
karbon tetraklorida; mudah larut dalam etanol
dan dalam eter
pH : 4-8
Kegunaan : Pengawet
Konsentrasi : 0,02-0,3%
Inkompabilitas : Menyebabkan pembentukan misel,
inkompatibel dengan bahan lain seperti
bentonit, magnesium trisilikat, talk, tragakan,
sodium alginate, essensial oil, sorbitol dan
atropine. Aktivitas berkurang dengan surfaktan
nonionik seperti polysorbate 80. Dapat
terhidrolisis dengan adanya asam kuat dan
basa lemah.
Stabilitas : Larut pada pH 3-6 stabil (dekomposisi kurang
dari 10%), pada pH 8 atau lebih cepat
terhidrolisis.
6. Propil Paraben
Bobot molekul : 180,20
Sinonim : Asam 4-hydroxybenzoic, propil ester, nipagin
P, nipasol M, propagin
Rumus molekul : C10H12O3
Pemerian : Serbuk putih atau hablur kecil; tidak berwarna.
Kelarutan : Sangat sukar larut dalam air; sukar larut dalam
air mendidih; mudah larut dalam etanol dan
dalam eter.
pH : 4-8
Kegunaan : Pengawet
Konsentrasi : 0,01-0,6%
Inkompabilitas : Menjadi tidak berwarna dengan adanya besi
dan terhidrolisis dengan adanya asam kuat dan
basa lemah. Aktifitas berkurang dengan
surfaktan nonionik seperti polysorbat 80,
menyebabkan pembentukan misel,
inkompatibel dengan bahan lain seperti
bentonit, magnesium trisilikat, talk, tragakan,
sodium alginate, essensial oil, sorbitol dan
atropine.
Stabilitas : Larut air pada pH 3-6 stabil selama 4 tahun
pada suhu kamar (dekomposisi kurang dari
10%), pada pH 8 atau lebih akan mempercepat
hidrolisis (lebih dari 10% setelah 60 hari pada
suhu kamar).
7. Tepung Beras
Sinonim : Pati beras, amylum, amylum oryzae, rice
starch
Rumus molekul : (C6H10O5)n
Pemerian : Serbuk halus; putih; tidak berbau; tidak berasa
mengandung granul berbentuk bulat atau biji-
bijian yang ukuran dan bentuknya tergantung
jenis
Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air dingin dan dalam
etanol (95%) P; larut dalam air panas.
pH : 4-8
Kegunaan : Scrub
Konsentrasi : 4% (61)
Inkompabilitas : Tidak inkompatibel dengan bahan
pengoksidasi kuat. Terbentuk senyawa
inkulusi berwarna dengan iodin.
Stabilitas : Dilindungi dari kelembaban tinggi, disimpan
dalam wadah tertutup rapat di tempat sejuk.
8. Aquadest
Bobot molekul : 18,02
Rumus molekul : H2O
Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau
Kegunaan : Pelarut
Inkompabilitas : Dapat bereaksi dengan obat dan eksipien lain
yang rentan terhadap hidrolisis pada suhu
tinggi, bereaksi dengan logam alkali dan
oksidanya
Stabilitas : Stabil secara kimia pada semua keadaan fisik
(12, 38, 60).

L. LANDASAN TEORI
Kulit merupakan organ yang esensial dan vital serta merupakan cermin
kesehatan dan kehidupan. Kulit juga sangat kompleks, elastis, dan sensitif, serta
bervariasi pada keadaan iklim, umur, seks, ras dan lokasi tubuh. Dengan
bertambahnya usia kulit akan mengalami penuaan dengan tanda-tanda kulit
terasa kasar, kusam, jerawat dan bersisik serta bercak-bercak (62). Pergantian
kulit terjadi pada sel-sel bagian luar kulit dengan pergantian kulit tua dengan
kulit muda biasanya terjadi dalam tempo 28 hari namun seiring bertambahnya
usia dan lingkungan kondisi tertentu pergantian kulit tidak terjadi secara alami
sehingga terjadi penumpukan sel kulit mati pada permukaan kulit (2, 63). Untuk
mempercepat pergantian sel kulit mati dapat dilakukan dengan menggunakan
lulur yang mengandung eksfoliator, yaitu bahan yang dapat membantu
pengangkatan sel kulit mati sehingga kulit tampak bersih dan cerah (2).
Papain merupakan enzim protease yang diperoleh dari lateks buah pepaya
muda dengan menorehnya dan kemudian dikumpulkan dan dikeringkan (3, 5).
Enzim papain dapat berperan sebagai eksfoliator untuk mengangkat sel-sel kulit
mati dengan cara menghidrolisis ikatan peptida menjadi molekul yang lebih
sederhana yaitu asam amino (5). Konsentrasi papain murni yang dapat
digunakan sebagai eksfoliator berkisar antara 0,1% sampai 5% karena jika
konsentrasi kurang dari 0,1% maka tidak akan ada efek apapun pada kulit
sedangkan jika lebih dari 5% maka dapat menyebabkan iritasi kulit sehingga
pada penelitian ini, digunakan crude papain kering dengan konsentrasi dua kali
konsentrasi tertinggi papain murni yang berfungsi sebagai eksfoliator, yaitu 10%
(2, 4, 10).
Pada penelitian ini akan dibuat sediaan krim lulur dari crude papain yang
bertujuan untuk memudahkan dan meningkatkan kenyamanan saat pemakaian.
Bentuk sediaan krim memiliki beberapa keuntungan, yaitu kemampuan
penyebarannya yang baik pada kulit, memberikan efek dingin karena lambatnya
penguapan air pada kulit, tidak terjadi penyumbatan dikulit, memberikan efek
dingin karena lambatnya penguapan air pada kulit, mudah dicuci dengan air,
serta pelepasan obat yang baik (64). Krim tipe minyak dalam air (M/A) lebih
ditujukan untuk penggunaan kosmetik dibandingkan tipe air dalam minyak
(A/M) karena mudah dibersihkan dan tidak meninggalkan rasa berminyak
sehingga nyaman untuk digunakan (7, 38). Formula krim dikembangkan menjadi
formula krim lulur yang mengandung scrub untuk mempermudah pengangkatan
sel kulit mati.
Dalam pembuatan sediaan krim digunakan kombinasi asam stearat dan
trietanolamin (TEA) yang bereaksi secara insitu menghasilkan suatu garam,
yaitu TEA stearat yang berfungsi sebagai emulgator krim tipe minyak dalam air
(M/A) (11). Setil alkohol digunakan sebagai emolien dan zat pengental untuk
meningkatkan viskositas sehingga dapat meningkatkan stabilitas sediaan (65).
Propilen glikol digunakan sebagai humektan untuk mengikat air di sediaan agar
tidak menguap sehingga krim tidak kering dan melembabkan kulit (66). Metil
paraben dan propil paraben digunakan sebagai kombinasi pengawet yang
memiliki aktivitas antimikroba yang kuat (12). Tepung beras digunakan sebagai
bahan pembuat scrub untuk memberikan gaya gesek sehingga dapat membantu
mengangkat sel kulit mati (9). Sediaan krim lulur yang dihasilkan dilakukan
pengamatan organoleptis, uji pH, uji viskositas, uji daya sebar, uji homogenitas,
uji tipe krim dan uji aktivitas proteolitiknya melalui uji pelepasan menggunakan
alat sel difusi Franz (6, 13).
Uji pelepasan dilakukan untuk mengetahui aktivitas proteolitik serbuk kasar
papain pada sediaan krim lulur yang menggambarkan kemampuannya dalam
melisis sel-sel mati. Alat yang digunakan pada uji pelepasan ini adalah alat sel
difusi Franz yang dianalisis dengan menggunakan spektrofotometer UV-VIS
pada panjang gelombang serapan maksimum, dan kadar atau aktivitas papain
dapat ditentukan menggunakan kurva baku tirosin atau melalui persamaan
regresi liniernya (6). Media yang digunakan adalah dapar fosfat pH 7,4 yang
dimasukkan dalam kompartemen reseptor. Pemilihan media dimaksudkan untuk
menyerupai pH fisiologis tubuh. Selama uji, kompartemen reseptor dijaga
suhunya pada 37±0,5°C karena suhu ini sesuai dengan suhu tubuh (66).
Untuk memperoleh formula krim lulur yang optimum, maka digunakan
rancangan faktorial 22 dengan dua faktor yaitu asam stearat (15%) -
trietanolamin (2-4%) karena pada range konsentrasi tersebut asam stearat-
trietanolamin dapat berfungsi sebagai emulgator serta setil alkohol (2-5%)
karena setil alkohol dapat digunakan sebagai pengental pada range konsentrasi
(2-10%) (12). Penentuan formula optimum dianalisis menggunakan response
optimizer minitab 19 dengan melihat efek faktor dan interaksi terhadap respon
uji. Respon uji meliputi data viskositas, daya sebar, pH dan aktivitas papain (6).
M. HIPOTESIS
1. Crude papain kering dapat diformulasikan ke dalam sediaan krim lulur yang
memenuhi persyaratan mutu fisik dan kimia
2. Aktivitas proteolitik sediaan krim lulur dapat ditentukan melalui uji
pelepasan menggunakan alat sel difusi Franz
3. Diperoleh formula optimum dari asam stearat-trietanolamin (TEA) sebagai
emulgator dan setil alkohol sebagai agen pengental dengan rancangan
faktorial 22 menggunakan response optimizer software minitab 19
BAB III
RENCANA PENELITIAN

A. PRINSIP PENELITIAN
Penelitian dimulai dengan melakukan determinasi bahan buah pepaya (Carica
papaya L.) yang diperoleh dari BALITTRO, disadap buah pepaya hingga
diperoleh getah buah pepaya, ditambahkan 0,07% larutan natrium metabisulfit
(1:2) dan diaduk hingga merata kemudian dikeringkan dengan alat semprot
kering (spray dryer) hingga diperoleh serbuk kasar papain (crude papain). Crude
papain selanjutnya diformulasikan ke dalam bentuk sediaan krim lulur. Krim
lulur yang terbentuk dilakukan pengamatan organoleptis, uji pH, uji viskositas,
uji daya sebar, uji homogenitas, uji tipe krim dan uji aktivitas proteolitiknya
melalui uji pelepasan menggunakan alat sel difusi Franz. Formula optimum
ditentukan dengan rancangan faktorial 22 dan dianalisis menggunakan response
optimizer software minitab 19.

B. TEMPAT PENELITIAN
Pelaksanaan penelitian dilakukan di Laboratorium Skripsi Fakultas Farmasi,
Universitas Pancasila, Srengseng Sawah-Jagakarsa, Jakarta Selatan, DKI
Jakarta, Indonesia.

C. TAHAP PENELITIAN
Tahap-tahap yang dilakukan dalam penelitian ini:
1. Determinasi buah pepaya
2. Penyediaan bahan penelitian getah buah pepaya
3. Pembuatan serbuk kasar papain (crude papain kering)
4. Karakterisasi serbuk kasar papain
a. Organoleptis
b. Kadar air
c. Distribusi ukuran partikel
d. Pengukuran aktivitas serbuk kasar papain
1) Penentuan panjang gelombang maksimum baku tirosin
2) Penentuan operating time (OT) baku tirosin
3) Pembuatan kurva kalibrasi tirosin
4) Pengukuran aktivitas proteolitik serbuk kasar papain
5. Formulasi sediaan krim lulur crude papain kering
6. Optimasi kecepatan dan waktu pengadukan pembuatan krim lulur
7. Pembuatan sediaan krim lulur crude papain kering
8. Karakterisasi sediaan krim lulur
a. Uji organoleptis
b. Uji pH
c. Uji viskositas dan sifat alir
d. Uji daya sebar
e. Uji homogenitas
f. Uji tipe krim
g. Uji aktivitas proteolitik sediaan krim lulur crude papain kering melalui
uji pelepasan
1) Pembuatan media dapar fosfat 7,4
2) Penentuan panjang gelombang maksimum tirosin dalam pelarut
dapar fosfat 7,4
3) Penentuan kurva kalibrasi baku tirosin dalam pelarut dapar fosfat
7,4
4) Pembuatan membran dengan kertas Whatmann no.1 dan cairan
Spangler
5) Pengujian difusi dari sediaan krim lulur menggunakan alat sel
difusi Franz
9. Analisis efek faktor dan interaksi menggunakan software minitab 19
10. Penetapan formula optimum menggunakan software minitab 19
BAB IV
ALAT, BAHAN DAN METODE PENELITIAN

A. ALAT
Timbangan analitik, alat-alat gelas laboratorium (Pyrex), Magnetic Stirrer,
Viskometer (Brookfield tipe RV), pH meter, moisturemeter (Karl Fischer),
mikroskop (Olympus tipe UV 1601), Alat Uji Kemampuan Menyebar,
spektrofotometer UV-Vis (Shimadzu UV-1900), alat sel difusi Franz.

B. BAHAN
Getah Pepaya (Crude Papain), Natrium Metabisulfit, Tirosin, Kasein, Natrium
Fosfat, Asam Sitrat, Dinatrium Edetat, Sistein HCl Monohidrat P, Trikloroasetat
(TCA), Asam Stearat, Trietanolamin (TEA), Setil Alkohol, Propilen Glikol,
Propil Paraben, Metil Paraben, Amylum Oryzae, Aquadest.

C. METODE PENELITIAN
1. Determinasi Tanaman
Determinasi buah pepaya dilakukan di Herbarium Depokensis (DEP),
Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,
Universitas Indonesia, Depok, Jawa Barat.
2. Penyediaan Bahan Penelitian
Bahan utama yang digunakan untuk penelitian adalah getah buah pepaya
(Carica papaya L.) yang diperoleh dari BALITRO, Bogor.
3. Pembuatan Serbuk Kasar Papain
Getah pepaya hasil penyadapan dicampur dengan 0,07% larutan natrium
metabisulfit (1:2), lalu diaduk sampai merata dengan alat pengaduk.
Campuran ini akan membentuk suspensi getah berwarna putih susu yang
agak kental. Selanjutnya, suspensi getah dikeringkan dengan alat semprot
kering (spray dryer) pada suhu inlet 170 oC dan suhu outlet 60-70oC sehingga
diperoleh serbuk kasar papain (6).
4. Karakterisasi Serbuk Kasar Papain
a. Organoleptik
Pengujian dilakukan secara visual dengan melihat bentuk, warna, bau,
dan rasa dari serbuk kasar papain
b. Kadar Air
Ditetapkan dengan metode Karl Fischer. Ditimbang serbuk papain lebih
kurang 3-5 mg dengan timbangan microbalance, dicatat sebagai W1,
kemudian dimasukkan ke dalam alat. Ditimbang kembali sisa serbuk
pada wadah untuk ditimbang, dicatat sebagai W2. Dimasukkan data W1
dan W2 kemudian kadar air akan tercetak secara otomatis. Persyaratan
kadar air <10%.
c. Distribusi Ukuran Partikel
Distribusi ukuran partikel ditentukan dengan metode mikroskop optik.
Serbuk kasar papain disuspensikan dalam parafin cair, ditempatkan pada
kaca objek dan diperiksa di mikroskop. Di bawah mikroskop, pada
tempat dimana partikel dapat terlihat, diletakkan mikrometer untuk
menunjukkan ukuran partikel tersebut. Dilakukan kalibrasi alat,
kemudian jumlah partikel yang harus dihitung sekitar 300-500 agar
mendapatkan perkiraan yang baik pada distribusi.
d. Pengukuran Aktivitas Serbuk Kasar Papain
1) Penentuan Panjang Gelombang Maksimum Baku Tirosin
a) Dibuat larutan 50 ppm dengan cara: 10 mg tirosin dilarutkan
dengan air suling sampai 100,0 ml kemudian dipipet 5 ml,
diencerkan dengan air suling sampai 10,0 ml
b) Dilakukan pengukuran serapan tirosin pada panjang gelombang
250-350 nm
c) Dari hasil pengukuran, dapat diperoleh panjang gelombang
maksimum dengan melihat hasil serapan yang tinggi
2) Penentuan Operating Time
a) Disiapkan substrat kasein dengan cara:
Didispersikan sejumlah 1 g kasein dalam 50 ml natrium fosfat
0,05 M, dipanaskan dalam penangas air mendidih selama 30
menit sambil sering diaduk. Didinginkan sampai suhu kamar,
untuk mencegah pengendapan kasein ditambahkan asam sitrat
0,05 M hingga pH 6,0 ± 0,1. Diencerkan dengan air hingga 100,0
ml (Larutan A)
b) Disiapkan larutan dapar fosfat-sistein-edetat dengan cara:
Dilarutkan sejumlah 3,55 g dinatrium fosfat anhidrat P dalam
400 mLair, ditambahkan 7 g dinatrium edetat P dan 3,05 g sistein
HCl monohidrat P, campur, diatur hingga pH 6,0 ± 0,1 dengan
HCl 1 N atau NaOH 1 N. Diencerkan dengan air sampai 500 ml
(larutan B)
c) Disiapkan larutan sampel dengan cara:
Ditimbang seksama ±100 mg serbuk kasar papain, dilarutkan
dalam larutan B hingga 100 ml. Sejumlah 2 ml larutan dipipet ke
dalam labu ukur 50 ml, diencerkan dengan larutan B hingga 50
ml (larutan C)
d) Disiapkan 2 tabung reaksi dan diberi tanda S dan B
e) Dimasukkan sejumlah 5 ml larutan A ke dalam tabung S.
dipanaskan di atas penangas air pada suhu 40oC selama 10 menit
f) Ditambahkan 1 ml larutan C dan 1 ml larutan B ke dalamnya.
Dihomogenkan, sumbat, dan panaskan kembali hingga 1 jam
g) Setelah 1 jam, ditambahkan 3 ml larutan TCA, kocok kuat
h) Pada tabung B, dilakukan proses yang sama mulai dari tahap e
dan selanjutnya, tabung B akan digunakan sebagai blanko
i) Dipanaskan seluruh tabung (S dan B) pada suhu 40 oC selama 30
menit agar protein menggumpal sempurna
j) Larutan selanjutnya disaring dengan kertas Whatmann No.40
atau yang sejenis. Sejumlah 3 ml filtrat pertama dibuang dan
filtrat selanjutnya ditampung
k) Diambil cuplikan dari dalam filtrat tersebut pada menit ke-5, 10,
15, 20, 25, 30, 35, 40, 45, 50, 55, dan 60 setelah penyaringan
l) Diukur serapan dari masing-masing cuplikan dengan
spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang maksimum
yang diperoleh
m) Hasil pengukuran serapan dengan waktu diplotkan pada kertas
grafik
n) Ditetapkan operating time pada waktu dimana grafik
menunjukkan serapan tetap
3) Pembuatan Kurva Kalibrasi Tirosin
a) Dibuat satu seri larutan 100 ppm (larutan induk) dengan cara: 10
mg tirosin dilarutkan dengan air suling sampai 100 ml (larutan
A)
b) Dibuat tujuh seri konsentrasi dari larutan A sebanyak 10 ml,
yaitu: 25 ppm, 35 ppm, 45 ppm, 55 ppm, 65 ppm, 75 ppm, 85
ppm
c) Dibuat konsentrasi 25 ppm dengan cara:
Sejumlah 2,5 ml dipipet dari larutan A, lalu diencerkan dengan
air suling hingga 10 ml
d) Dibuat konsentrasi 35 ppm, 45 ppm, 55 ppm, 65 ppm, 75 ppm,
dan 85 ppm seperti pada tahap c
e) Diukur serapannya tiap seri larutan pada panjang gelombang
maksimum
f) Dibuat kurva kalibrasi yang menyatakan hubungan antara
serapan dan konsentrasi larutan
4) Pengukuran Aktivitas Proteolitik Metode AOAC
a) Disiapkan substrat kasein dengan cara:
Didispersikan sejumlah 1 g kasein ke dalam 50 ml natrium fosfat
0,05 M, dipanaskan dalam penangas air suhu 40°C selama 30
menit sambil diaduk. Didinginkan sampai suhu kamar,
ditambahkan asam sitrat 0,05 M hingga pH 6,0±0,1 untuk
mencegah pengendapan kasein. Diencerkan dengan air hingga
100 ml (Larutan A)
b) Disiapkan larutan dapar fosfat-sistein-edetat dengan cara:
Dilarutkan sejumlah 3,55 g dinatrium andhidrat P dalam 400 ml
air, ditambahkan 7 g dinatrium edetat P dan 3,05 g sistein HCl
monohidrat P, dicampur, diatur hingga pH 6,0±0,1 dengan HCl 1
N atau NaOH 1 N. diencerkan dengan air hingga 500 ml
(Larutan B)
c) Disiapkan larutan sampel dengan cara:
Ditimbang seksama ±100 mg serbuk kasar papain, dilarutkan
dalam larutan B hingga 100 ml. dipipet sejumlah 2 ml larutan ke
dalam labu ukur 50 ml, diencerkan dengan larutan B hingga 50
ml (Larutan C)
d) Disiapkan 2 tabung reaksi, diberi tanda S dan B
e) Dimasukkan sebanyak masing-masing 5 ml larutan A ke dalam
tabung S, dipanaskan pada suhu 40°C selama 10 menit.
Ditambahkan 1 ml larutan C dan 1 ml larutan B, dipanaskan
selama 1 jam, ditambahkan 3 ml larutan TCA, dikocok kuat
f) Pada tabung B (blanko), dilakukan proses seperti tahap e
g) Dipanaskan seluruh tabung (S dan B) pada suhu 40°C selama 30
menit agar protein menggumpal sempurna
h) Disaring dengan kertas Whatmann no. 40 atau yang sejenis.
Dibuang sejumlah 3 ml filtrat pertama dan ditampung filtrat
selanjutnya
i) Diambil cuplikan dari dalam filtrat tersebut dalam waktu
operating time dan diukur serapannya pada panjang gelombang
maksimum (6, 67).
5. Formulasi Sediaan Krim Lulur Crude Papain Kering Dengan
Rancangan Faktorial 22
Tabel IV. 1 Formula krim lulur crude papain kering

Konsentrasi (%)
Bahan
F1 F2 F3 F4
Crude papain
6. 10 10 10 10
kering
Asam stearat 15 15 15 15
Trietanolamin
2 4 2 4
(TEA)
Setil alkohol 2 2 5 5
Propilen glikol 10 10 10 10
Propil paraben 0,1 0,1 0,1 0,1
Metil paraben 0,1 0,1 0,1 0,1
Tepung beras 4 4 4 4
Aquadest ad 100 100 100 100

Optimasi Kecepatan dan Waktu Pengadukan Pembuatan Krim Lulur


Krim lulur crude papain dilakukan optimasi kecepatan pengadukan dimulai
dari 100, 200 dan 300 rpm dan untuk optimasi waktu pengadukan dimulai
dari 10,15 dan 20 menit. Sediaan diamati homogenitasnya pada setiap
kecepatan dan waktu pengadukan hingga diperoleh kecepatan dan waktu
pengadukan yang optimum.
7. Pembuatan Sediaan Krim Lulur Crude Papain Kering
a. Disiapkan alat dan bahan
b. Ditimbang bahan-bahan yang akan digunakan sesuai dengan formula
c. Diayak tepung beras dengan nomor mesh 30 dan 40
d. Dibuat basis krim dengan cara fase minyak (asam stearat dan setil
alkohol) dalam cawan penguap lalu dilebur diatas penangas air suhu 70-
75℃
e. Dilarutkan metil paraben dan propil paraben dalam propilen glikol
f. Dicampurkan fase air (larutan metil paraben dan propil paraben dalam
propilen glikol), ditambahkan trietanolamin (TEA) dan air sisa ke dalam
gelas piala dan suhu dijaga di atas penangas air dengan suhu 70- 75℃
g. Fase minyak yang telah dilebur sempurna dimasukkan ke dalam fase air
sedikit demi sedikit, kemudian dihomogenkan dengan magnetic stirrer
hingga terbentuk basis krim pada kecepatan dan waktu optimum yang
telah didapatkan
h. Dilarutkan crude papain kering ke dalam sedikit air sisa, dimasukkan ke
dalam basis krim kemudian dimasukkan tepung beras yang telah diayak.
Diaduk sampai larut, kemudian dihomogenkan selama 15 menit hingga
terbentuk krim lulur yang homogen lalu didinginkan
i. Dilakukan evaluasi sediaan krim lulur
8. Karakterisasi Sediaan Krim Lulur
a. Uji Organoleptik
Dilakukan pengamatan secara visual meliputi bentuk, warna, dan bau
(13).
b. Uji pH
1) Elektroda dikalibrasi dengan larutan dapar standar (dapar fosfat
ekuimolal dan kalium biftalat)
2) Dibuat pengenceran krim lulur 10% dengan cara:10 gram krim lulur
diencerkan dengan 100 ml air
3) Elektroda pengukur dicelupkan ke dalam hasil pengenceran krim
lulur 10% sampai ujung elektroda tercelup semua dan angka
digitalnya stabil
4) Nilai pH yang didapat kemudian dicatat. Persyaratan pH yang
ditentukan adalah 4,5-6,5 (38).
c. Uji Viskositas dan Sifat Alir
Uji viskositas bertujuan untuk mengetahui kekentalan krim lulur.
Penentuan viskositas dilakukan dengan menggunakan viskometer
Brookfield dengan cara mengamati angka pada jarum viskometer dengan
kecepatan tertentu. Sediaan krim lulur yang akan ditentukan
viskositasnya dimasukkan ke dalam wadah berbentuk silinder. Viskositas
ditentukan dengan menggunakan rpm terendah sampai rpm tertinggi
menggunakan spindle yang sesuai. Skala yang terbaca tidak boleh kurang
dari 10 dan tidak boleh lebih dari 100 dengan interval waktu 10 menit.
Viskositas dapat dihitung dengan rumus:
Viskositas (n) = skala x faktor perkalian (Cps)
Gaya (F) = skala x Kv (dyne/cm2)
Diketahui Kvs = 7187,00 dyne cm2
Faktor perkalian dapat dilihat pada table yang sesuai dengan
kecepatan dan spindel yang digunakan. Sifat alir sediaan dapat diketahui
dengan cara membuat kurva antara kecepatan geser (rpm) dengan
tekanan geser (dyne/cm2). Kemudian diplotkan pada kertas grafik
dengan gaya sebagai sumbu x dan rpm sebagai sumbu y.
d. Uji Daya Sebar
Uji daya sebar bertujuan untuk mengetahui kemampuan penyebaran krim
lulur pada kulit. Uji daya sebar dilakukan dengan cara krim lulur
sebanyak 0,5 gram diletakan pada lempengan kaca arloji, atau kaca objek
dan cawan petri yang dilapisi kertas grafik, kemudian diberi beban pada
kaca arloji atau kaca objek dan cawan petri selama 1 menit dengan beban
50 gr, 100 gr dan 200 gr kemudian diukur rata-rata diameternya dari
beberapa sisi (13).
e. Uji Homogenitas
Sebanyak 0,5 g krim lulur diambil dari masing-masing formula,
dioleskan menggunakan spatula pada pelat kaca. Saat diraba dan
digosokkan, massa lulur krim harus menunjukkan susunan homogen
pada kaca (61).
f. Uji Tipe Krim

1) Sebanyak 1 tetes sediaan ditempatkan pada gelas objek


2) Ditambah 1 tetes larutan Sudan III, dicampur merata, diamati
dibawah mikroskop, jika terjadi warna merah homogen pada fase
luar, maka tipe krim adalah air dalam minyak (a/m)

3) Sebanyak 1 tetes sediaan ditempatkan berbeda di atas gelas objek


4) Ditambah 1 tetes larutan metilen biru, dicampur merata, diamati
dibawah mikroskop, jika terjadi warna biru homogen pada fase luar,
maka tipe krim adalah minyak dalam air (m/a) (43).
g. Uji Aktivitas Proteolitik Sediaan Krim Lulur Crude Papain Kering
Melalui Uji Pelepasan
1) Pembuatan Media Dapar Fosfat 7,4
Dibuat cairan penerima berupa larutan dapar fosfat pH 7,4 dengan
cara mencampurkan 500 ml larutan kalium dihydrogen fosfat 0,1 M
dan 391 ml larutan natrium hidroksida 0,1 N. larutan digenapkan
dengan air suling bebas karbondioksida hingga tepat 1 L.
2) Penentuan Panjang Gelombang Maksimum Tirosin Dalam Pelarut
Dapar Fosfat 7,4
Dibuat larutan tirosin dengan konsentrasi 10 µg/ml di dalam larutan
dapar fosfat pH 7,4. Serapan larutan tersebut diukur pada panjang
gelombang 200 – 400 nm dengan alat spektrofotometer UV-VIS
3) Penentuan Kurva Kalibrasi Baku Tirosin Dalam Pelarut Dapar
Fosfat 7,4
Dibuat larutan tirosin dengan konsentrasi 1 mg/ml di dalam larutan
dapar fosfat pH 7,4. Dari larutan tersebut diambil 2,5 ml larutan lalu
diencerkan hingga 50 ml dan diperoleh larutan stok dengan
konsentrasi 50 µg/ml. dari larutan stok diambil berturut-turut 0,5;
2,5; 5,0; 7,5; 10; 12,5 dan 15,0 ml larutan kemudian dimasukkan ke
dalam labu takar 25 ml dan digenapkan hingga volume 25 ml dengan
larutan dapar fosfat pH 7,4. Diperoleh larutan dengan konsentrasi 1;
5; 15; 20; 25 dan 30 µg/ml. Larutan diukur serapannya pada panjang
gelombang yang sesuai dengan hasil pengukuran panjang gelombang
maksimum.
4) Pembuatan Membran Dengan Kertas Whatmann No.1 Dan Cairan
Spangler
Kertas Whatman no.1 dibacam dengan cairan Spangler.
Komposisi cairan Spangler:
Minyak kelapa 15%
Asam oleat 15%
Vaselin putih 15%
Kolesterol 5%
Asam stearat 5%
Skualen 5%
Parafin cair 10%
Asam palmitat 10%
Minyak zaitun 20%
Seluruh bahan dileburkan diawali dengan bahan bertitik lebur
tertinggi. Kertas Whatmann No. 1 ditimbang, direndam dalam cairan
Spangler selama 15 menit. Kertas diangkat dan diletakkkan diantara
2 kertas saring agar cairan Spangler terhisap. Membran buatan yang
telah siap, ditimbang untuk mengetahui jumlah cairan yang diserap.
Jumlah cairan yang terserap dihitung dengan rumus:
(W 1−W 0)
Persentase cairan Spangler terserap¿ × 100 %
W0
Keterangan: W0 = berat membrane sebelum dibacam
W1 = berat membran sesudah dibacam
Membran memenuhi syarat uji keseragaman membran jika
persentase cairan Spangler terserap antara 102,19 – 131,22%.
5) Pengujian Difusi Dari Sediaan Krim Lulur Menggunakan Alat Sel
Difusi Franz
a) Ditimbang 1 gram krim lulur, diratakan pada pelat sel difusi
kemudian ditutup dengan membran Spangler
b) Dijepit membran dengan cincin penjepit untuk menghindari
masuknya udara
c) Dipasang sambungan antara kompartemen donor dan reseptor,
pada sambungan dioleskan vaselin untuk mencegah kebocoran
d) Dimasukkan 200 ml larutan dapar fosfat pH 7,4 ke dalam
kompartemen reseptor
e) Ditutup kedua kompartemen, dimasukkan sel difusi ke dalam
tangas air 37°C
f) Dijalankan alat selama 30 menit, diaduk dengan kecepatan 250
rpm
g) Diambil 5 ml sampel pada kompartemen akseptor saat krim
lulur mulai mengering
h) Dianalisis menggunakan spektrofotometer UV-VIS pada
panjang gelombang serapan maksimum
i) Ditentukan kadar per aktivitas papain menggunakan kurva baku
tirosin atau melalui persamaan regresi linier (6,68).
9. Analisis Efek Faktor dan Interaksi Menggunakan Software Minitab 19
Pada penelitian ini digunakan rancangan faktorial 22 dengan 2 faktor, yaitu
emulgator asam stearat (15%) – trietanolamin (2%-4%) dan pengental setil
alkohol (2%-5%). Data respon uji meliputi viskositas, daya sebar, aktivitas
proteolitik dan pH.
10. Penetapan Formula Optimum Menggunakan Software Minitab 19
Pada penelitian ini digunakan rancangan faktorial 22 dengan 2 faktor, yaitu
emulgator asam stearat (15%) – trietanolamin (2%-4%) dan pengental setil
alkohol (2%-5%). Data respon uji meliputi viskositas, daya sebar, aktivitas
proteolitik dan pH masing-masing dianalisis dengan software minitab 19
untuk melihat efek faktor dan interaksi terhadap respon uji. Formula
optimum krim lulur dianalisis menggunakan response optimizer software
minitab 19. Maka hipotesis dalam penelitian ini:
a. Hipotesis
1) Hipotesis 1
(H0) : Crude papain kering tidak dapat diformulasikan ke dalam
bentuk sediaan krim lulur yang memenuhi persyaratan mutu
fisik dan kimia
(H1) : Crude papain kering dapat diformulasikan ke dalam bentuk
sediaan krim lulur yang memenuhi persyaratan mutu fisik
dan kimia
2) Hipotesis 2
(H0) : Aktivitas proteolitik sediaan krim lulur tidak dapat ditentukan
melalui uji pelepasan menggunakan sel difusi Franz
(H1) : Aktivitas proteolitik sediaan krim lulur dapat ditentukan
melalui uji pelepasan menggunakan sel difusi Franz

3) Hipotesis 3
(H0) : Tidak dapat ditentukan formula optimum dari emulgator dan
pengental krim lulur crude papain dengan rancangan faktorial
22 menggunakan response optimizer software minitab 19
(H1) : Dapat ditentukan formula optimum dari emulgator dan
pengental krim lulur crude papain dengan rancangan faktorial
22 menggunakan response optimizer software minitab 19
Asumsi:
H0 (Hipotesis Nol) : Tidak ada perbedaan bermakna
H1 (Hipotesis Alternatif) : Ada perbedaan bermakna
DAFTAR PUSTAKA

1. Srujana A, Priya NN, Mirza A. Study on papaya antioxidants and solid soap
formulations based on crude papain. Int.J.Curr.Microbiol.App.Sci.
2020;9(11):369.
2. Banchhor M, Saraf S. Potentiality of papain as an antiaging agent in cosmetic
formulation. Phcog Rev. 2008;2(4):268.
3. Kardono LBS, Liandhajani, Artanti N, Iskandar YM, Sutaryo SMB.
Development of papaya latex, papaya extract (Carica papaya L.) and yam bena
tuber extract (Pachyrrhizus erosus (L.) Urb.) for skin lightening lotion based on
tirosinase inhibition and antioxidant activities. JIFI. 2013;11(2):192-5.
4. Lopes PS, Ruas GW, Baby AR, et al. In vitro safety assessment of papain on
human skin: a qualitative light and transmission electron microscopy (TEM)
study. RBCF. 2008;44(1):154.
5. Anggraini D, Susanti E, Saputra N. Efektivitas krim papain kasar getah buah
pepaya (Carica papaya L.) yang diolah dengan metode freeze drying terhadap
penyembuhan penebalan kulit (Callus). Pharmauho. 2020;6(1):2.
6. Arifin MF, Syarmalina, Serlahwaty D, Nabilah S, Hasanah DM, Azhar H.
Optimasi formula emulgel serbuk kasar papain. JIFI. 2015;13(1):2.
7. Ittiqo DH, Ardiansyah, Fitriana Y. Formulasi dan uji kecerahan ekstrak krim
lulur daun kelor (Moringa oleifera) sebagai pemutih kulit pada tikus putih
(Rattus norvegicus). Lumbung Farmasi. 2021;2(1):41.
8. Daswi DR, Salim H, Karim D. Formulasi sediaan lulur krim yang mengandung
tepung jintan hitam (Nigella sativa L.) dengan variasi konsentrasi trietanolamin.
Media Farmasi. 2020;16(1):19.
9. Yulianti, Binarjo. Pengaruh ukuran partikel tepung beras terhadap daya angkat
sel kulit mati lulur bedak dingin. Prosiding kongres ilmiah XVIII:382.
10. Baik SJ, Kang BY, Kim EJ, Suwon. Cosmetic composition for exfoliating skin
keratin. U.S. Patent. 2013. h. 1-3.
11. Elcistia R, Zulkarnain AK. Optimasi formula sediaan krim o/w kombinasi
oksibenzon dan titanium dioksida serta uji aktivitas tabir suryanya secara in
vivo. Majalah Farmaseutik. 2018;14(2):64.
12. Rowe RC, Sheskey PJ, Quinn ME. Handbook of Pharmaceutical Excipients. 3rd
ed. London: The Pharmaceutical Press; 2009.
13. Purwaningsih NS, Romlah SN, Choiruniisa A. Literature review uji evaluasi
sediaan krim. Edu Masda Journal. 2020; 4(2):108.
14. Gambar II.1 Buah Pepaya (Carica papaya L.). diambil dari:
https://www.merdeka.com/sehat/6-manfaat-sehat-mengonsumsi-pepaya-
muda.html
15. Karunamoorthi K, Kim HM, Jegajeevanram K, Xavier J, Vijayalakshmi J.
Papaya: A gifted nutraceutical plant- a critical review of recent human health
research. 2014;4(1):2.
16. Anonim. Klasifikasi dan morfologi tanaman pepaya. Diakses dari
https://agrotek.id/morfologi-dan-klasifikasi-tanaman-pepaya/
17. Anonim. Klasifikasi dan ciri-ciri morfologi pepaya. Diakses dari
https://www.materipertanian.com/klasifikasi-dan-ciri-ciri-morfologi-pepaya/
18. Milind, Parle, Gurditta. Basketful Benefits Of Papaya. International Research
Journal Of Pharmacy. 2011;2(7):6-12.
19. Aravind G, Bhowmik D. Traditional and Medicinal Uses of Carica papaya.
Journal of Medicinal Plants Studies. 2013;1(1):7-15.
20. Meilani A, Kanedi M, Yulianty, Nurcahyani N. Uji efektivitas pemberian
ekstrak biji pepaya (Carica papaya L.) terhadap pertumbuhan rambut kelinci
(Oryctolagus cuniculus (Linnaeus, 1758)). Jurnal Kelitbangan. 2019;7(3):222-7.
21. Guangrong H, Tiejing Y, Po H, Jiaxing J. Purification and characterization of a
protease from thermophilic bacillus strain HS08. African Journal of
Biotechnology. 2006;5(24):2433-8.
22. Rao MB, Tanksale AM, Ghatge MS, Desphande VV. Molecular and
biotechnological aspects of microbial proteases. Microbiol Mol Biol Rev.
1998;62(3):600-2.
23. Gambar II.2 Getah pepaya (Carica papaya L.). Diambil dari:
https://www.merdeka.com/sehat/6-manfaat-sehat-mengonsumsi-pepaya-
muda.html
24. Krishna KL, Paridhavi M, Patel JA. Review on nutritional, medicinal and
pharmacological properties of papaya (Carica papaya L.). Natural Product
Radiance. 2008;7(4):364-370.
25. Warisno. Budi daya pepaya. Yogyakarta: Penerbit Kanisius. 2003.
26. Kalie M. Beratanam pepaya. Jakarta: Penebar Swadaya. 1999.
27. Ratnaningrum D, Kosasih W, Priatni S. The comparative stufy of papain enzyme
from papaya fruits California variant and Indonesian local variant. J. Kim Terap.
Indones. 2017;19(2):42.
28. Amri E, Mamboya F. Papain, a plant enzyme of biological importance: A
review. American Journal of Biochemistry and Biotechnology. 2012;8(2):99-
100.
29. Ismaya D. Proses pemisahan enzim papain dari buah pepaya dengan ekstraksi
padat-cair (skripsi). Depok: Universitas Indonesia. 2013.
30. Barel AO, Paye M, Maibach HI. Handbook of cosmetic science and technology
3rd edition. New York: Informa Healthcare. 2009.
31. Gambar II.3 Struktur kulit. Diambil dari:
https://struktur.shareinspire.me/2019/07/gambar-struktur-kulit-sebagai-alat.html
32. Tortora GJ, Anagnostakos NP. Principles of anatomy and physiology 6 th edition.
New York: Harper and Row Publisher. 1990.
33. Tranggono RIS, Latifah F. Buku pegangan dasar kosmetologi. Edisi 2. Jakarta:
Sagung Seto; 2014, h. 9-25.
34. Syaifuddin. Anatomi tubuh manusia. Edisi 2. Jakarta: Salemba Medika; 2009, h.
404.
35. Fatmawati A, Khairi N, Yusuf NA. Sains dan Teknologi Kosmetik Yogyakarta:
CV Budi Utama; 2017.
36. Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia (BPOM RI). 2021.
Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia
Nomor 8 Tahun 2021 tentang Bentuk dan Jenis Sediaan Kosmetika Tertentu
yang dapat Diproduksi oleh Industri Kosmetika yang memiliki Sertifikat
Produksi Kosmetika Golongan B. Jakarta: Badan Pengawas Obat dan Makanan
Republik Indonesia.
37. Mitsui T. New cosmetic science. Edisi 2. Amsterdam: Elsevier Science; 1998.
38. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Farmakope Indonesia. Edisi VI.
Jakarta: Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan; 1995. h. 55.
39. Wolff K, Goldsmith L, Katz S, Gilchrest B, Paller AS, Leffell D. Fitzpatrick's
Dermatology in General Medicine. 7th Edition. New York: McGraw-Hill, 2008.
40. Sharma S. Topical Drug Delivery System. A Review Pharmaceut. Rev. 6. 2008.
41. Anief M. Manajemen Farmasi.Yogyakarta:Gadjah Mada University Press, 2005.
42. Ansel, C. Howard. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Jakarta: UI Press; 1985.
h. 376-382.
43. Lachman L, Lieberman HA, Kanig JL. Teori dan Praktek Farmasi Industri, Edisi
Ketiga. Jakarta: UI Press. 1994. h. 1031-2.
44. Hasniar, Yusriadi, Khumaidi A. Formulasi krim antioksidan ekstrak daun kapas
(Gossypium sp.). Galenika Journal of Pharmacy. 2015;1(1):10.
45. Utari KDP, Unique IGANP, Aryani NWG, Arisanti CIS, Samirana PO. Optimasi
formula krim ekstrak rimpang kunyit (Curcuma domestica) dengan variasi
konsentrasi setil alkohol sebagai agen pengental. Jurnal Farmasi Udayana.
2019;7(2): 41.
46. Murrukmihadi M, Ananda R, Handayani TU. Pengaruh penambahan carbomer
934 dan setil alkohol sebagai emulgator dalam sediaan krim ekstrak etanolik
bunga kembang sepatu (Hibiscus rosa-sinensis L.) terhadap sifat fisik dan
aktivitas antibakteri pada Staphylococcus aureus. Majalah Farmaseutik.
2012;8(2): 153.
47. Santoso J, Herowati R, Murrukmihadi M. Optimasi formula krim ekstrak
polyherbal sebagai antibakteri dengan kombinasi gliserin, sorbitol dan
propilenglikol sebagai humektan. Jurnal Para Pemikir. 2018;7(2):270.
48. Sukmawati A, Laeha MN, Suprapto. Efek gliserin sebagai humectant terhadap
sifat fisik dan stabilitas vitamin C dalam sabun padat. Pharmacon: Jurnal
Farmasi Indonesia. 2017;14(2):41.
49. Hajkova R, Solich P, Dvorak J, Sicha J. Simultaneous determination of
methylparaben, propylparaben, hydrocortisone acetate and its degradation
products in a topical cream by RP-HPLC. J. Pharm. Biomed. Anal. 2003;32:
922.
50. Isfianti DE. Pemanfaatan limbah kulit buah jeruk nipis (Citrus aurantifolia) dan
daun kelor (Moringa oleifera Lamk) untuk pembuatan lulur tradisional sebagai
alternatif “Green Cosmetics”. E-journal. 2018; 7(2): 75-6.
51. Hilton K. 60 Amazing DIY Body Scrubs: Delightful Homemade Body Care
Recipes For A Soft & Radiant Skin. PublishDrive. 2014.
52. Moechtar. Farmasi Fisika Bagian Larutan dan Sistem Dispersi. Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press; 1989. h. 57-60.
53. Sinko PJ. MARTIN Farmasi Fisika dan Ilmu Farmasetika. 5th ed. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2006. h. 706-714.
54. Martin A, Swarbick J, Cammarata A. Farmasi Fisik 2. Edisi 3. Jakarta: UI Press.
1993.
55. Witt K, Bucks D. Studying in vitro skin preparation and drug release to optimize
dermatological formulations. Pharmaceutical Technology. 2003; 3(1): 22-5.
56. Salamanca CH, Ocampo AB, Lasso JC, Camacho N, Yarce CJ. Franz diffusion
sell approach for pre-formulation characterization of ketoprofen semi-solid
dosage forms. Pharmaceutics. 2018; 10(3): 1-2.
57. Gambar II.4 Alat sel difusi Franz. Diambil dari:
https://docplayer.info/51417214-Pengaruh-etanol-dan-asam-oleat-terhadap-
penetrasi-transdermal-nanoemulsi-glukosamin-secara-in-vitro-menggunakan-
sel-difusi-franz-skripsi.html http://en.limacpharmed.com/franz-diffusion-cell/
58. Fang JY, Yu SY, Wu PC, Huang YB, Tsai YH. In vitro skin permeation of
estradiol from various proniosome formulations. International Journal of
Pharmaceutics. 2001. H. 93.
59. Zaki A, Wuryandari T, Suparti. Analisis varian percobaan faktorial dua faktor
RAKL dengan metode fixed additive main effects and multiplicative interaction.
Jurnal Gaussian. 2014; 3(4); 529-536.
60. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Farmakope Indonesia. Edisi III.
Jakarta: Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan; 1979. h. 93.
61. Hakim ZR, Meliana D, Utami PI. Formulasi dan uji sifat fisik sediaan lulur krim
dari ekstrak etanol daun sirsak (Annona muricata L.) serta penentuan aktivitas
antioksidannya. Jurnal Sains Farmasi & Klinis. 2020;7(2):137.
62. Wasitaatmadja. Penuntun Kosmetik Medik. Jakarta: Universitas Indonesia.
1997.
63. Juwita AP, Yamlean PVY, Edy HJ. Formulasi krim ekstrak etanol daun lamun
(Syringodium isoetifolium). Pharmacon. 2013; 2(2):9.
64. Nining, Radjab NS, Kholifah N. Kombinasi trietanolamin stearat dan setil
alkohol dalam stabilitas fisik krim M/A ekstrak Psidium guajava L. Scientia.
2019; 9(1):18.
65. Hendradi, Esti, et al. Pengaruh gliserin dan propilenglikol terhadap karakteristik
fisik, kimia dan SPF sediaan krim tipe O/W ekstrak biji kakao (Theobroma
cacao L.). PharmaScientia. 2013; 2(1):36.
66. Benson HAE, Watkinson AC. Transdermal and Topical Drug Delivery:
Principles and Practice. 1st edition. 2012. h. 89.
67. National Academy of Sciences. Food Chemical Codex. Edisi Kelima.
Washington DC: The National Academy Press; 2004.
68. Astuti KW, Sumirtapura YC, Wiwik NN. Difusi natrium diklofenak dalam gel
methocel 400 pada berbagai pH. Jurnal Kimia. 2012;6(1):18-19.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Skema Kerja Penelitian

Buah Pepaya (Carica papaya L.)

Determinasi
Penyadapan getah buah pepaya

Getah Buah Pepaya


 Pengumpulan dan penyediaan bahan
 Pengeringan menggunakan spray dryer dengan
0,07% larutan natrium metabisulfit (1:2)

Serbuk Kasar Papain (Crude


Papain Kering) Pemeriksaan organoleptik
Penetapan kadar air
Distribusi ukuran partikel
Pengukuran aktivitas proteolitik
Formulasi krim lulur
Krim Lulur Crude Papain Kering

F1 F2 F3 F4
Karakterisasi krim lulur (uji organoleptik, uji pH, uji
viskositas dan sifat alir, uji daya sebar, uji
homogenitas, uji tipe krim, uji aktivitas proteolitik)
Penentuan formula optimum menggunakan
Formula Optimum Krim Lulur software Minitab 19
Crude Papain
Lampiran 2. Jadwal Kegiatan

2021 2022
No
Kegiatan Ok
. Sep Nov Des Jan Feb Mar Apr
t
Penelusuran
1.
Pustaka
Penyusunan
2. Makalah
Proposal
Ujian
3.
Proposal
Persiapan
4.
Lapangan
Pelaksanaan
5.
Penelitian
Pengolahan
6.
Data
Analisis
7.
Data
Penyusunan
8. Buku
Skripsi
Ujian
9. Sidang
Skripsi

Anda mungkin juga menyukai