Anda di halaman 1dari 10

Kisah ini berawal dari pertemuan Saya dan Winda di awal tahun 2021.

Tepatnya pada
tanggal 20 Februari 2021 dikediaman Pribadi Bu Jen yaitu di Kabupaten Muaro Bungo Provinsi
Jambi. Pada awalnya kami tidak saling mengenal satu sama lain meskipun berasal dari daerah
yang sama yaitu sama-sama berasal dari Inderapura Kecamatan Pancung Soal Kabupaten Pesisir
Selatan Provinsi Sumatera Barat. Selain itu, saya dan Winda sekolah di SMA yang sama yakni
SMA N 1 Pancung Soal dan ternyata Winda juga merupakan adik Kandung dari salah satu teman
dekat dan teman satu tongkrongan saya di kampung halaman Inderapura. Sebenarnya kalau
dilihat dari sektor lingkungan dan pertemanan saya dan Winda tidak terlalu jauh berbeda. Tapi,
tetap saja kami tidak saling mengenal satu sama lain.

Ada satu hal yang menarik, tatkala ketika saya dan Winda meggunakan sepeda motor
yang sama ketika mengikuti seleksi tes kami masing-masing. Winda mengikuti seleksi tes CPNS
Guru sekolah dasar untuk penempatan wilayah kerja kabupaten Muaro Bungo. Sementara itu,
saya mengikuti seleksi tes rekrutmen sebagai karyawan di salah satu BANK BUMN di
kabupaten Muaro Bungo. Namun, untuk lokasi tes dan seleksinya sama-sama dilaksanakan di ibu
kota provinsi yaitu di kota Jambi.

ketika telah berada di kota Jambi, untuk sampai ke lokasi tes saya meminjam sepeda
motor Deki untuk mengikuti ujian Psikotes BANK BUMN dan Winda Juga meminjam motor
Deki untuk mengikuti ujian TKD (tes kompetensi dasar) CPNS. hanya saja pada tahun yang
berbeda, Saya di akhir tahun 2017 dan Winda di pertengahan tahun 2018. Deki merupakan
seorang mahasiswa fakultas Hukum di Universitas Jambi dan Deki juga berasal dari Inderapura
Kecamatan Pancung Soal Kabupaten Pesisir Selatan Provinsi Sumatera Barat.

Sebuah kebetulan yang menarik bagi saya.

hal tersebut sama-sama diketahui pada saat awal-awal perkenalan saya dan winda. kami
bercerita tentang suka-duka dalam mengikuti tes di kota yang sama-sama belum pernah kami
kunjungi dan sebuah kota yang jauh dari kampung halaman.

Di awal perkenalan juga saya bertanya ke Winda “kenapa ikut tes CPNS di Wilayah
Kerja Bungo?” dan Winda menjawab “menurut perkiraan dan pertimbangan saya persentase
lulus di Bungo lebih tinggi dibandingkan di Pesisir Selatan. Dan juga kalaupun saya lulus di
Pesisir Selatan kita juga tidak akan bertemu”.
”Satu”
Perjalanan singkat Hijrah ke Muaro Bungo
Dimulai dari perjalanan saya untuk sampai tinggal, menetap dan bekerja di kabupaten
Muaro Bungo. Sebelum pindah ke Muaro Bungo saya sudah bekerja sebagai karyawan disalah
satu Perusahaan swasta yang bergerak di bidang keuangan dan pembiayaan di kota Padang.
Namun, saya ditugaskan di Regional Office (RO) Air Haji di kecamatan Linggo Sari Baganti
Kabupaten Pesisir Selatan Provinsi Sumatera Barat. Saya bertugas dan bekerja di perusahaan
tersebut terhitung dari bulan Desember tahun 2015 hingga bulan Januari 2018.

Hampir sepanjang tahun 2017 saya mengikuti tes rekrutmen karyawan di salah satu
BANK BUMN untuk penempatan diwilayah kerja Kabupaten Muaro Bungo Provinsi Jambi
hingga dinyatakan saya lulus dan diterima sebagai karyawan dengan status Pekerja Outsourcing
dan PKWT (perjanjian kerja waktu tertentu) pada tanggal 4 Februari 2018. Maka, hijrahlah ke
Muaro Bungo dan berkantor di wilayah kerja Desa Kuamang Kuning Kecamatan Pelepat Ilir
Kabupaten Muaro Bungo Provinsi Jambi.

Perjalanan saya di Muaro Bungo pun dimulai.

Sementara itu, Winda memulai perjalanannya ke Muaro Bungo pada awal tahun 2019.
Sebelumnya, Winda merupakan seorang Guru Honorer di SDN 11 Pancung Soal Kabupaten
Pesisir Selatan Provinsi Sumatera Barat. Winda bertugas sebagai Guru Honorer terbilang cukup
singkat, hanya beberapa bulan saja. Dimulai dari pertengahan tahun 2018 dan berakhir pada
Desember 2018.

Pada tahun 2018 itu, Winda memutuskan untuk mengikuti seleksi tes CPNS Guru
Sekolah Dasar melalui jalur “Cum laude” untuk wilayah kerja Kabupaten Muaro Bungo.
Berkat Doa, usaha dan kerja kerasnya Winda dinyatakan Lulus sebagai CPNS Guru di
SD Negeri 55/II Telentam Blok B kecamatan Tanah Sepenggal Kabupaten Muaro Bungo
Provinsi Jambi untuk Tahun Anggaran (TA) 2019.

Perjalanan Winda di Muaro Bungo pun dimulai.

“Dua”
Titik awal Komunikasi terjalin
Dari tahun 2019 hingga tahun 2021 atau sekitar 2 (dua) tahun sama-sama merantau ke
muaro Bungo saya dan Winda masih saja belum saling jumpa dan berkenalan. Padahal Winda
sering menginap dan mampir kerumah Bu Jen, Bu Jen “notabenenya” adalah keluarga dari
Mama Saya. Hanya saja, saya belum pernah bersilaturrahim dan bertamu kerumah Bu Jen kurun
waktu tahun 2018 hingga tahun 2021 awal.

Bu jen adalah orang baik, tipikal “dunsanak” yang perhatian dan peduli ke “dunsanak”
nya yang lain. Sejak awal kepindahan saya ke Muaro Bungo, Bu jen sering kali menghubungi
saya via telfon, Whatsapp hingga “Direct Message” Instagram agar saya bersilaturrrahim
kerumah beliau. Namun, kenyataannya hamper 3 (tiga) tahun saya tidak kunjung bersilaturrahim
ke Rumah beliau dengan beberapa alasan dan lain hal. Sedangkan, Winda ke muaro Bungo
langsung berkunjung dan bersilaturrahim kerumah Bu Jen. Winda dan Bu Jen juga memiliki
hubungan keluarga melalui jalur Ipar. Saudara laki-laki Winda Menikah dengan Anak Kandung
dari saudari Perempuan Bu Jen.

Ketika dua orang baik saling bertemu seperti Winda dan Bu Jen maka yang terbentuk
adalah sebuah kekeluargaan.

Komunikasi saya dan Winda dimulai pada pertengahan tahun 2020 melalui “Direct
Message” Instagram. Namun, tidak ada sesuatu yang “personal” dari percakapan kami kala itu.
Hanya seputar kampung halaman dan perencanaan “mudik” lebaran bersama pada tahun 2020
tersebut. Tetapi, di tahun 2020 angka covid 19 sangat tinggi sehingga banyak daerah yang
menetapkan status PSBB (pembatasan social berskala besar) dan larangan dari pemerintah untuk
“Mudik”.

Winda merupakan tipikal manusia yang taat aturan sehingga Ia memutuskan untuk tidak
“Mudik” Lebaran tahun 2020 tersebut. Sementara itu, saya tetap “Mudik” ke kampung Halaman
dengan menumpang Mobil pribadi yang mengangkut Ikan dari Pesisir Selatan Ke Muaro Bungo.
Atas hal tersebut saya dan Winda belum ditakdirkan untuk bertemu.

2020 pun hampir dipenghujung tahun, komunikasi melalui “DM” Instagram tetap
berlanjut tanpa saling bertukar nomor “Handphone” masing-masing.

“Tiga”
Pra Pertemuan
Di penghujung tahun 2020 itu komunikasi saya dengan Winda sempat terputus karena
saya sibuk dengan kegiatan kantor dan juga pernikahan Sepupu saya di awal bulan Desember
2020. Ada satu momen dimana disaat ada jadwal libur nasional tepatnya hari raya Natal, om
Ifrizal bersama keluarganya dan juga Mama saya pergi Liburan ke Palembang. Om Ifrizal adalah
saudara Laki-Laki dari Mama Saya.

Sebelum ke Palembang mereka semua mampir ke Muaro Bungo dan juga mengajak saya
untuk ikut Liburan ke Palembang dan kebetulan saya juga ada jatah libur nasional maka bisa ikut
bersama mereka ke Palembang untuk Liburan.

Pada momen inilah Winda saya ceritakan ke Mama, om dan yang lainnya karena pada
saat itu Mama ingin saya segera menikah. Dalam pembahasan tentang Winda, tidak ada hal yang
serius hanya saja secara kebetulan Melani (anak sulung om Ifrizal) telah lama kenal dengan
Winda dan saat itu Melani terlihat senang hingga merekomendasikan supaya saya dan Winda
lekas bertemu dan berkenalan. Karena menurut Melani Winda adalah orang yang sangat baik dan
santun, Tipikal istri Idaman.

Setelah satu bulan berselang, tepatnya di awal bulan Februari 2021 saya mengajukan cuti
untuk libur beberapa hari dan pulang ke kampung halaman bersama dengan Adi. Adi merupakan
teman masa kecil saya yang telah terlebih dahulu merantau di Kabupaten Muaro Bungo dan telah
memiliki Istri dan seorang anak di waktu itu. Adi sendiri merupakan seorang Atlet dan karyawan
di salah satu BANK BUMN di kabupaten Muaro Bungo Provinsi Jambi.

Saya dan Adi mengajukan cuti tahunan secara bersamaan ke kantor kami masing-masing
untuk melepas penat dan pulang ke kampung halaman yaitu ke Inderapura Kecamatan Pancung
Soal Kabupaten Pesisir Selatan Provinsi Sumatera Barat.

Beberapa hari sebelum pulang kampung saya dan Adi bertemu untuk membahas
persiapan cuti dan jadwal keberangkatan ke Inderapura.

Pada momen pertemuan ini, saya bercerita tentang Winda ke Adi. Saat itu, Adi memiliki
ide untuk mengajak Winda Pulang ke Inderapura bersama kami, dan saya pun mencoba
mengajak Winda untuk ikut pulang kampung bersama kami melalui “DM” Instagram. saat itu,
Winda membalas “DM” dengan mengatakan “Insya Allah” dan kemungkinan besar akan ikut
Pulang kampung bersama saya dan Adi. Namun, dua hari sebelum jadwal pulang kampung
Winda mengatakan tidak jadi ikut bersama kami karena ada kegiatan disekolah yang tidak bisa
ditinggalkan.

Pada momen itu, sekali lagi saya dan Winda belum ditakdirkan untuk bertemu.

Akhirnya, saya dan Adi pulang ke Kampung Halaman dan saat itu Winda minta tolong
untuk menjemput kiriman barang dari keluarganya di Inderapura untuk dibawa ke Muaro Bungo.
waktu itu saya berfikir, ini akan saya manfaatkan dan bisa jadi alasan saya untuk bertemu
dengan Winda secara langsung. Dan juga saya meminta nomor “handphone” Winda dengan
alasan agar lebih mudah untuk berkomunikasi. Dan juga saya punya alasan kuat lainnya untuk
minta no Handphone Winda karena saya akan menjemput kiriman kerumah keluarganya yang di
Inderapura. Komunikasi pun bisa berjalan lebih “intens” antara saya dan Winda yang
sebelumnya hanya berkomunikasi melalui “DM” Instagram.

Saat liburan singkat di kampung halaman, setelah beberapa hari berada dirumah ada
sebuah percakapan serius antara saya dengan Mama, dimana beliau memilih topik pembicaraan
tentang pernikahan.

Beliau meminta saya untuk memantapkan hati untuk segera menikah, dimana beliau
berkata “secara umur Rafi sudah pantas untuk berkeluarga, dan selain itu Mama juga punya
masalah kesehatan. Jadi, Mama minta Rafi segera mencari calon istri dan bawa calon menantu
kerumah dan dikenalkan dengan Mama”. Di percakapan itu, saya tidak menolak atas permintaan
beliau dan juga tidak “meng-iyakan” permintaan beliau.

Merasa kurang puas dengan jawaban yang saya berikan, beliau mengajukan beberapa
nama wanita untuk saya agar bisa saling mengenal satu sama lain. Namun, dari beberapa nama
yang disebut Mama. tidak ada satupun nama Winda diantara nama-nama itu. Akhirnya saya
merespon dengan berkata “Bagaimana kalau untuk hal yang satu ini, Rafi mencari sendiri Ma”.
Dan saya menyebut nama Winda ke Mama, dan beliau merespon dengan beberapa pertanyaan ke
saya. Ada satu pertanyaan yang saya ingat dengan jelas dari beliau “apakah winda yang Rafi
sebut ini, sama dengan Winda yang kita bahas sewaktu liburan di Palembang?”. Dan saya
menjawab “iya ma”.

Setelah beberapa saat, beliau meminta kepada saya agar segera dikenalkan dengan
Winda. Saya hanya berkata “sabar Ma, karena Rafi belum pernah bertemu dengan Winda dan
hanya sesekali berkomunikasi melalui telfon dan itupun tidak ada membahas sesuatu hal yang
personal”. Saya meyakinkan beliau “Insya Allah” dalam waktu dekat Mama akan bisa bertemu
dan berkenalan dengan Winda. Jadi, pada dasarnya waktu itu saya menyebut nama Winda untuk
menyenangkan hati beliau saja.

“Empat”
pertemuan
Setelah berakhirnya masa cuti, saya dan Adi pun bertolak kembali ke Muaro Bungo
untuk melanjutkan rutinitas pekerjaan seperti biasanya. Sebelum berangkat ke Muaro Bungo
saya dan Adi singgah dan bertamu kerumah keluarga Winda di Inderapura.. Inilah momen
pertama kali saya bertemu dengan “Ibung”. ”Ibung” adalah sebutan untuk orang tua asuh
sekaligus kakak perempuan Winda, karena Winda sejak dini ketika berusia 4,5 tahun telah
ditinggal oleh Almh. Ibu kandungnya. Hal inipun saya ketahui setelah beberapa waktu mengenal
Winda.

Kembali lagi ke cerita pertemuan saya dengan “Ibung” untuk menjemput barang kiriman
Winda yang akan kami bawa ke Muaro Bungo. Ketika di rumah itu, “Ibung” menerima kami
dengan sambutan hangat dan sangat baik. Tidak beberapa lama berbincang saya dan Adi pun
pamit untuk berangkat ke Muaro Bungo dan “Ibung” menitipkan barang kiriman tersebut kepada
kami untuk diserahkan ke Winda.

Perjalanan ke muaro Bungo pun dimulai.

Perjalanan dari Inderapura ke Muaro Bungo itu berkisar antara 8-9 Jam perjalanan darat
melalui jalur kerinci. Hampir sepanjang perjalanan ke muaro Bungo saya dan Adi berbincang
seputar dunia pernikahan. Dalam hal ini, Adi lebih berpengalaman karena Ia telah berkeluarga.
Jadi, di perbincangan tersebut Adi banyak memberikan “wejangan” kepada saya yaitu seputar
Jodoh, Rumah Tangga dan termasuk Wanita seperti apa yang cocok dan sesuai dengan saya
apabila menikah nanti. karena Adi mengetahui segala hal tentang saya dan juga segala
kekurangan yang saya miliki.

Di percakapan panjang itu, Adi juga bertanya beberapa hal tentang Winda kepada saya,
namun tidak banyak yang bisa saya ceritakan ke Adi karena saya belum begitu dekat dan
mengenal Winda lebih jauh.

Setelah melalui perjalanan panjang dan jauh, akhirnya kami sampai ke tujuan yaitu di
Kabupaten Muaro Bungo. Kami sampai di Muaro Bungo sekitar Pukul 22.30 WIB, dan hal
pertama yang saya lakukan adalah menelfon Winda untuk memberi kabar kami telah sampai.
Selain itu, saya dan Adi juga berniat bertamu dan mengantar barang kiriman dari “Ibung” untuk
Winda yang dimana Winda tinggal di Dusun Candi kelurahan Rantau Ambacang Kecamatan
Tanah Sepenggal Kabupaten Muaro Bungo Provinsi Jambi. Namun, dengan nada sopan dan
kalimat santun Winda menolak dan menyatakan keberetan atas niat saya dan Adi dengan alasan
yang tepat bahwa malam telah larut dan juga tak elok di mata tetangga apabila Winda menerima
tamu laki-laki di jam yang telah larut dimalam itu.

Dan untuk kesekian kalinya saya dan Winda belum ditakdirkan untuk bertemu.

Setelah beberapa hari kemudian, saya dan Winda berjanji untuk bertemu dirumah Bu Jen.
saya dan Winda pun bertemu untuk pertama kalinya pada tanggal 20 februari 2021. Kesan
pertama dari pertemuan saya dengan Winda adalah ramah dan santun.

Ada cerita sebelum pertemuan saya dengan Winda di hari sabtu tanggal 20 Februari 2021
tersebut. Dimana saya sangat gugup untuk bertamu kerumah Bu Jen dan tidak percaya diri untuk
bertemu dengan Winda, semenjak pagi hari sabtu saya merasa sangat grogi sampai Mama
meyakinkan dan menguatkan mental saya via telfon seluler untuk bertemu Winda. Di samping
itu, Winda juga memberikan masukan agar saya bertamu kerumah Bu Jen di hari itu. winda juga
berkata “kalau abg tidak kerumah Bu Jen hari ini, berarti dilain hari kalau Abang kerumah Bu
jen akan pergi Sendiri saja karena “Adik” tidak akan menemani Abang lagi kalau dilain hari”.
Akhirnya, saya memberanikan diri dan bertamu kerumah Bu Jen dan sekaligus bertemu dengan
Winda.

Pertemuan saya dengan Winda terbilang cukup lama untuk orang yang baru kenal, saya
dan Winda bertemu sekitar 4 jam dan langsung mengajak Winda untuk nongkrong dengan
teman-teman saya di salah satu café di Muaro Bungo. Dirumah Bu jen, saya tidak terlalu banyak
berbincang dengan Winda hanya mengamati saja ketika Bu Jen dan Winda saling bertukar cerita.
Sebelum mengajak Winda keluar dan nongkrong, winda meminta saya meminta izin terlebih
dahulu ke Bu Jen. tentu saja, bukan perkara sulit, karena Bu Jen adalah keluarga saya juga.
Namun, saat itu beliau berpesan untuk menjaga sikap dan tepat waktu untuk pulang kerumah
beliau lagi dan jangan sampai larut malam.

Untuk pertama kalinya Winda nongkrong dengan teman-teman saya dan untuk pertama
kalinya juga saya membawa wanita ditongkrongan dan memperkenalkan ke mereka sebagai
calon istri saya. Namun, saya hanya berani memperkenalkan Winda sebagai calon istri melalui
Group Whatsapp kami saja. Dan tentu saja dengan sedikit usil seperti Doni, Tasa dan Mbak
Wulan berkata “oooohh, ini ya fi calon istrinya” dan saya menyuruh mereka semua untuk tutup
mulut. Di saat itu juga saya melihat ekspresi Winda agak sedikit canggung untuk disebut sebagai
calon istri yang notabenenya itu adalah pertemuan pertama Winda dengan saya.

Setelah 1,5 jam nongkrong, saya dan Winda izin pamit pulang duluan ke rumah. Saya
mengantar Winda kerumah Bu Jen dan saya kembali pulang kekontrakan. Saat, dikontrakan saya
langsung menelfon Mama dan bercerita tentang pertemuan saya dengan Winda dan dengan
percaya diri saya mengatakan ke Mama bahwa Winda adalah calon istri saya. Dan Mama pun
terdengar bahagia dengan pernyataan yang saya ucapkan.

Setelah pertemuan pertama tersebut, saya tahu Winda tidak langsung jatuh Cinta kepada
saya dan begitupun sebaliknya. Namun, untuk menentukan Winda adalah Calon Istri Idaman
versi saya, itu bukanlah perkara sulit. Melihat karakter Winda secara langsung dan dengan segala
aura positif yang selalu Ia tampilkan dimanapun Ia berada tentu saja akan sangat menarik bagi
saya. Ada beberapa hal yang tidak saya sampaikan secara langsung ke Winda setelah pertemuan
pertama kami berlangsung. Saya tidak langsung memberitahu dan meminta Winda untuk
menjadi calon istri saya. Tetapi, semenjak pertemuan pertama itu terjadi, saya dan Winda saling
terbuka tentang kepribadian, keluarga dan rencana-rencana yang akan direalisasikan kedepannya.
Hubungan kami pun semakin dekat dan erat dan terlihat memiliki visi yang sama untuk menatap
masa depan.
“Lima”
Pasca pertemuan
Pada tahap awal perkenalan dan pertemuan saya dan Winda tidak sering bertemu,
meskipun sama-sama berada di kabupaten Muaro Bungo namun lokasi domisili kami terbilang
cukup jauh antara Kecamatan Tanah Sepenggal dengan Kecamatan Pelepat Ilir berkisar 2,5 jam
perjalanan dengan menggunakan sepeda motor. Lagipula, kami memiliki kesibukan dan aktivitas
masing-masing.

Setelah pertemuan pertama di salah satu café di Muaro Bungo, saya berniat untuk
mengunjungi alamat domisili Winda di Dusun Candi dan sekaligus mengunjungi SD N
55/Telentam Blok B tempat Winda mengajar. Akhirnya, saya pun ke Dusun Candi untuk
bertemu dengan Winda. Berkunjung ke Dusun Candi bukanlah yang pertama bagi saya,
sebelumnya saya sudah pernah berkunjung ke Dusun Candi bersama Doni, Tasa, dan Wulan.
Namun, saat kunjungan pertama tersebut saya belum kenal dengan Winda.

Saya berkunjung dan bertemu dengan Winda untuk pertama kalinya di Dusun Candi pada
hari Sabtu sore di tanggal 27 Februari tahun 2021. Winda tinggal disebuah rumah keluarga dari
kepala sekolahnya. Winda tinggal dirumah tersebut bersama dengan Meri. Meri merupakan
teman seangkatan CPNS Winda, mereka berdua sama-sama anak rantau dimana Meri berasal
dari Palembang dan Winda dari Pesisir Selatan. Di Dusun Candi itu, WInda dan Meri sama-sama
memiliki Ibu angkat yang sama yaitu yang dipanggil dengan sebutan Buk Na. ada yang cukup
menarik bagi saya, dimana ketika berkunjung di Dusun Candi tersebut saya dikenalkan dengan
beberapa orang dan termasuk Buk Na dan Winda berkata “semua yang Winda kenalkan ke
Abang adalah keluarga Winda disini. Jadi, kalau Abang main kesini atau mau mengajak Winda
pergi keluar harus seizin keluarga disini terlebih dahulu”.

Setelah selesai menunaikan Sholat Ashar, saya dan Winda lanjut “mengobrol”
dirumahnya. Di rumah tersebut ada Meri dan Sherli. Sherli merupakan anak dari Buk Na. Winda,
Meri dan Sherli adalah sahabat, saudara, dan sekaligus keluarga dan mereka bertiga sulit
dipisahkan.
Ada percakapan saya dan Winda di sore itu yang akan saya tulis disini :

Winda : “Jadi, tujuan abang kesini mau ngapain?”

Saya : “Abang mau lihat dimana Winda tinggal dan mau tahu dimana Winda mengajar?”

Winda : “sekarang kan Abang sudah tahu dimana Winda tinggal. Terus sekarang mau lihat
tempat Winda Mengajar? Winda Mengajar di telentam lho. Yakin mau ke telentam?”

Saya : “yook, Gas ke telentam”.

Setelah menjawab seperti itu, mereka bertiga langsung tertawa dan terlihat Sherli dan
Meri tidak mau ke Telentam. Meri pun berkata “winda pergi berdua Bang Rafi ya, kami tunggu
di Candi saja”. Akhirnya, saya dan Winda pergi ke telentam. Ternyata akses jalan ke Telentam
tidak terlalu bagus karena banyak jalan yang rusak, agak sempit, ada turunan yang agak curam
dan sepi. Sebenarnya, perjalanan dari Candi ke telentam tidaklah terlau jauh sekitar 7-8 km.
hanya saja akses jalan yang tidak terlalu bagus mengakibatkan waktu tempuh menjadi sedikit
lebih lama sekitar 15-20 menit.

Anda mungkin juga menyukai