Anda di halaman 1dari 5

Nama: Bagas Septian K.

Kelas: XII MIPA 6/06


Kerangka Novel Sejarah Pribadi
1. Orientasi
Paragraf 1: Identitasku dan latar belakang keluarga
Paragraf 2: Lingkungan keluargaku
2. Rangkaian Kejadian
Paragraf 3: Masa pertama kalinya aku bersekolah di TK
Paragraf 4: Lingkungan SD-ku dan masa-masa SD-ku
Paragraf 5: Lingkungan SMP-ku dan masa-masa SMP-ku
Paragraf 6: Lingkungan SMA-ku dan masa-masa SMA-ku saat kelas 10
3. Menuju Konflik
Paragraf 7: Virus corona pertama kali muncul di Indonesia yang
mengharuskan aku untuk bersekolah secara daring
Paragraf 8: Rasa bosan ketika terus menerus berdiam diri di dalam rumah
4. Komplikasi
Paragraf 9: Kasus positif virus corona terus meningkat, ekonomi keluargaku
mulai menurun dan satu persatu kerabat keluarga jauhku meninggal dunia
Paragraf 10: Kakek dari ibuku meninggal dunia dan pembelajaran daring
masih berlanjut meskipun telah ada percobaan tatap muka
5. Evaluasi
Paragraf 11: Kasus virus corona mulai menurun, pemerintah mulai
melaksanakan vaksin gratis kepada masyarakat dan ekonomi keluargaku
membaik
6. Koda
Paragraf 12: Pesan moral untuk tetap bersabar menghadapi masalah
Pengembangan Novel Sejarah Pribadi
Belajar Untuk Sabar Menghadapi Masalah
Di suatu pagi yang cerah, di bawah langit yang biru dengan teriknya matahari
yang baru saja terbit, lahirlah seorang anak laki-laki yang sehat tepatnya pada
tanggal 25 September 2003. Aku dilahirkan oleh dua pasangan dari kota
Lamongan. Mereka memberiku nama Bagas Septian Kusdiantoso. Ayah dan
ibuku membawa aku dan saudaraku untuk tinggal di sebuah rumah yang terletak
di kota Banyuwangi. Banyuwangi adalah sebuah kota kecil yang terletak di
ujung timur Pulau Jawa. Kota ini adalah tempat dimana aku tumbuh dan
dibesarkan oleh kedua orangtuaku.
Situasi rumahku pada waktu itu, ketika aku masih kecil, banyak pohon
rindang yang mengelili rumahku. Suasana rumahku selalu sejuk di setiap
harinya. Keadaan nyaman seperti itu, membuatku betah untuk tinggal di rumah
itu hingga kini. Aku adalah anak kedua dari tiga bersaudara. Pada saat aku kecil,
aku merupakan sosok yang pendiam. Aku adalah seorang anak yang sedikit
bicara dibandingkan dengan dua saudaraku.
Aku mulai masuk sekolah pada usia 5 tahun. Ibuku menyekolahkanku di
salah satu TK di Banyuwangi yang bernama TK Islam Mentari. TK Islam
Mentari adalah sebuah sekolah kecil yang berada tak jauh dari rumahku. TK ini
juga dulunya merupakan sekolah kakakku. Pada saat pertama kali aku masuk
sekolah, ibuku menyuruhku untuk dapat berinteraksi dengan teman-temanku.
Karena aku adalah anak yang pendiam dan malu untuk berbicara dengan orang
lain. Namun, karena ibuku terus menerus menyuruhku untuk berinteraksi
dengan orang lain, akhirnya aku tumbuh menjadi anak yang berani dan mandiri.
Berselang 2 tahun, akhirnya aku masuk ke jenjang sekolah dasar. Aku
bersekolah di salah satu SD di Banyuwangi yaitu SDN 4 Penganjuran. Lokasi
SD tempatku bersekolah terletak di tengah kota. Situasi depan SD-ku ini selalu
ramai karena didepan SD-ku ini merupakan jalan raya besar yang selalu
dilewati oleh banyak kendaraan. Ketika masuk SD, aku lebih banyak memiliki
teman. Aku pun merasa tumbuh menjadi anak yang lebih berani dan lebih
mandiri. Tak terasa masa SD-ku selam 6 tahun itu telah berjalan dengan cepat.
Waktu seolah terus berjalan tanpa menunggu atau menanti siapapun. Masa SD-
ku selama 6 tahun itu cukup menyenangkan, hingga akhirnya aku lulus dan
masuk di SMPN 1 Banyuwangi.
Aku masuk SMP pada usia 12 tahun. Sama halnya dengan SD-ku, SMPN 1
Banyuwangi juga berada di tengah kota. Letak SMPN 1 Banyuwangi
bersebrangan dengan SDN 4 Penganjuran. Banyak teman-teman dari TK dan
SD-ku yang juga bersekolah di SMP ini. Masa SMP adalah masa dimana aku
tumbuh dari seorang anak-anak menjadi seorang remaja. Masa-masa di SMP-ku
cukup menyenangkan, karena banyak kegiatan yang diadakan di sana, seperti
dies natalis, homestay, perkemahan dan lain sebagainya. Aku pun tamat SMP
pada usia 15 tahun.
Setelah lulus dari SMP, aku bersekolah di SMAN 1 Giri. Di masa SMA ini
aku tumbuh menjadi seorang remaja yang lebih dewasa. Aku lebih banyak
mengenal orang-orang baru yang berasal dari berbagai SMP di Banyuwangi.
Pada saat aku kelas 10 aku telah banyak melakukan kegiatan sekolah, seperti
kegiatan MPLS, penjelajahan pramuka dan juga menghadiri acara GPGNSS.
Namun setelah itu, masa-masa SMA-ku tidaklah lagi banyak kegiatan, karena
tiba-tiba sebuah wabah virus datang yang mengharuskanku untuk bersekolah di
rumah.
Pada hari senin, tanggal 2 Maret 2020, kasus virus corona pertama kali
muncul di Indonesia, tepatnya di kota Depok, Jawa Barat. Hari demi hari, virus
tersebut telah menyebar dan mulai bermunculan di kota-kota lain. Kemudian,
Virus tersebut menyebar dengan cepat ke seluruh Indonesia, Wabah tersebut
seolah menyelimuti negara ini. Hingga akhirnya Pemerintah Jawa Timur
mengumumkan libur sekolah selama 2 minggu pada tanggal 23 Maret 2020.
Akhirnya aku melaksanakan sekolah secara daring di rumah. Pada saat
mendengar kabar libur sekolah 2 minggu, aku merasa cukup senang. Mengenai
kabar tersebut, aku langsung menyampaikannya pada ibuku.
“Ma, dina iki libur dadi aku gak usah sekolah.”
“Iyo mama wis eroh teko berita iki mau.”
Pada saat itu, aku masih kelas 10 dan aku melanjutkan kegiatan sekolahku
dengan daring di rumah. Aku merasa hari-hariku tenang dengan bersekolah di
rumah. Yang kulakukan sehari-hari hanyalah mengerjakan tugas dan bermain
game.
Ketika libur sekolah 2 minggu ini hampir selesai, tiba-tiba Pemerintah Jawa
Timur memperpanjang masa libur sekolah hingga 2 minggu kedepan karena
angka kasus COVID-19 yang terus meningkat dan belum menurun. Setiap
harinya, kasus-kasus virus corona ini terus melonjak dengan cepat. Yang aku
lakukan pada saat itu hanyalah berdiam diri di rumah dengan mengerjakan
tugas-tugas yang diberikan oleh bapak/ibu guru. Lalu, setelah tugas-tugas telah
selesai, aku selalu lanjut bermain game di rumah seharian. Hingga akhirnya,
hari demi hari aku merasa sangat bosan dengan keadaan seperti ini. Di setiap
malam aku selalu tidur terbaring sambil melamun menatap langit-langit rumah.
Langit-langit rumah tersebut seolah menatapku dalam keheningan.
Libur yang awalnya hanya 2 minggu tersebut, menjadi diperpanjang terus
menerus karena angka kasus positif virus corona yang terus meningkat dan
tidak mengalami penurunan kasus. Aku yang awalnya merasa nyaman dengan
pembelajaran daring di rumah, lama-lama menjadi bosan. Setiap hari yang
dilakukan hanya mengerjakan tugas-tugas yang diberikan oleh bapak/ibu guru
tanpa bertemu dengan teman-teman sekelas. Pikiranku pun menjadi tidak tenang
dan kesehatan mental kurang baik. Lalu, keluargaku mendengar kabar bahwa
kerabat-kerabat saudaraku di Lamongan ada yang meninggal. Satu persatu
kerabat keluargaku meninggal dunia karena terjangkit virus COVID-19. Ayah
dan ibuku pun mulai bingung dengan keadaan saat ini karena ekonomi mulai
menurun. Ekonomi keluargaku menurun layaknya air sumur yang mulai
mengering. Pendapatan ayahku pun telah dipotong akibat dari pandemi virus
corona ini. Padahal di tahun 2020, kakakku telah masuk ke jenjang perkuliahan
dimana dalam perkuliahan itu membutuhkan dana yang tidak sedikit. Aku pun
bingung dengan keadaan seperti ini yang tidak kunjung membaik. Aku pun
berkata kepada ibuku.
“Mama lak butuh duwit, nyelang duwitku sek gapopo ma.” Lantas ibuku
menjawab.
“Iyo mas, engko lak mama nyelang duwite, sampeyan tak omongi.”
Hingga akhirnya aku pun naik ke kelas 11, dan keadaannya masih tetap sama.

Pada awal tahun 2021, kakek dari ibuku telah meninggal dunia karena sakit
di umur yang sudah tua. Sayangnya, keluargaku tidak dapat pergi ke Lamongan
karena keadaan yang pada saat itu kurang mendukung. Aku pun berkata kepada
ibuku.
“Mama kudu sing sabar, keadaan koyo ngene iki memang ujian teko Allah.”
Ibuku pun mengikhlaskan kematian kakekku. Yang bisa kami lakukan pada saat
itu hanyalah berdoa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Pada saat aku kelas 11
semester 2, sekolah mulai melaksanakan percobaan pembelajaran tatap muka
tetapi, sebagian besar pembelajaranku di kelas 11 masih dengan daring. Aku
merasa tidak nyaman dengan sekolah daring ini. Yang aku inginkan hanya
sekolah tatap muka hingga seterusnya agar bisa berkumpul kembali bersama
dengan teman-temanku. Hingga akhirnya, aku naik ke kelas 12 namun
keadaannya masih tetap sama. Aku masih melaksanakan kegiatan belajar
dengan daring di rumah.
Pada pertengahan tahun 2021 akhirnya kasus virus corona mulai menurun di
Indonesia. Pemerintah Indonesia pun mulai melaksanakan vaksin gratis ke
masyarakat dan khususnya kepada murid-murid sekolah agar bisa bersekolah
dengan tatap muka. Beberapa hari setelah divaksin, aku mencoba untuk pergi
keluar bersama temanku untuk menenangkan pikiran dari lelahnya mengerjakan
tugas. Kondisi ekonomi keluargaku pun mulai membaik. Aku merasa sangat
senang karena lebih dari 1 tahun akhirnya, hal-hal baik mulai berdatangan.
Dengan begitu, yang aku harapkan adalah kasus-kasus virus corona hilang dari
Indonesia, agar masyarakat dapat beraktivitas kembali untuk mencari nafkah.
Karena di masa sulit sekarang ini, banyak dari mereka yang kesulitan dalam
memperoleh nafkah.

Dengan kejadian seperti ini, aku menjadi berfikir bahwa masih banyak orang
diluar sana yang kondisinya lebih buruk dari aku sendiri. Jadi, aku tidak boleh
terlalu mengeluh dengan keadaan yang sulit sekarang ini. Karena orangtuaku
pasti sudah banyak makan asam dan garam kehidupan, namun mereka tetap
dapat menghadapi masalah dengan kepala dingin. Dengan begitu, aku menjadi
tahu bahwa seharusnya aku harus lebih bersabar ketika ada masalah. Aku
merasa senang ketika mendengar kabar bahwa akan dilaksanakan sekolah tatap
muka secara terus menerus bagi siswa kelas 12. Dengan begitu, aku dapat
mengikuti pelajaran dengan baik. Dan, aku berharap kasus virus corona di
Indonesia cepat selesai, agar seluruh masyarakat dapat melanjutkan aktivitasnya
kembali seperti biasanya.

Anda mungkin juga menyukai