Anda di halaman 1dari 3

Saya bernama Trinusa Ali Akbar, biasa dipanggil Ali, anak sulung dari tiga bersaudara.

Saya
lahir di Pontianak, 7 Mei 2003. Sekarang tinggal dan bersekolah di Boja, Kendal.

Ayahku seorang marketing yang bekerja di sebuah perusahaan Alat Kesehatan dan ibuku
hanya seorang ibu rumah tangga. Kami tinggal di sebuah komplek kontrakan di daerah
Pondok Kopi, Jakarta Timur. Ketika saya berumur 5 tahun, saya memiliki adik perempuan
bernama Advira Mutiarani Putrie, biasa dipanggil Rani. Saya masuk TK Islam di daerah
Pondok Kopi, bersama teman masa kecilku, Empik.

Pada suatu hari, ibu meminta untuk pulang kampung dan sementara tinggal di kampung
halamannya bersamaku dan adikku di Tambak Rejo, Padang, Sumatra Barat. Ayahku
menyetujuinya, ayahku berkunjung ke Padang setahun sekali. Ibuku ingin menjadi PNS dan
ayahku membantunya agar bisa menjadi PNS. Setelah menjadi seorang PNS ibuku menjadi
orang yang sangat sibuk, sehingga di sana saya dirawat oleh kakek dan nenek. Di Padang
saya memiliki sepupu perempuan bernama Icha. Dia tinggal bersama kami. Saya TK Islam di
daerah Tambak Rejo, Padang.

Saya masuk SD Inpres di daerah Tambak Rejo, di sana saya memiliki banyak teman. Ibuku
sangat sibuk dengan pekerjaannya sebagai PNS, jarang sekali memperhatikan kami. Dia
selalu berangkat di pagi hari dan pulang pada malam hari. Pernah pada suatu hari di hari
Sabtu saya meminta padanya agar menjemput saya ketika pulang sekolah. Akan tetapi, dia
tidak menjemputku. Sesampainya di rumah ketika saya bertanya padanya, dia mengatakan
bahwa dia lupa. Saya kecewa ketika mendengar perkataan tersebut. Pada saat libur kenaikan
kelas dia mengajakku pergi berlibur di taman hiburan bersama dengan sepupu perempuanku.
Saya senang karena bisa menghabiskan waktu bersamanya walaupun hanya sebentar.

Pada suatu hari ketika ayahku berkunjung saya mengeluhkan tentang ibuku yang sangat sibuk
dengan pekerjaannya sebagai PNS dan terkadang jarang pulang ke rumah dengan alasan ada
tugas dinas ke luar kota. Dan suatu hari ayahku mengatakan bahwa ayahku akan bercerai
dengan ibuku. Saya yang pada saat itu tidak mengerti tentang perceraian senang
mendengarnya berharap semoga ibu sering di rumah bersamaku. Setelah mengatakan itu dia
mengajakku pergi untuk jalan-jalan menggunakan mobil bersama teman ayahku. Saya
kemudian mengajak adikku yang berumur 2 tahun dan sepupu perempuanku ingin ikut
bersama kami, lalu ayahku mengiyakan. Di tengah perjalanan sepupu perempuanku diajak
turun oleh ayahku dan kemudian mencarikannya becak, untuk pulang ke rumah. Setelah itu,
kami melanjutkan perjalanan dan akhirnya kami sampai di bandara. Di sana saya diminta
ayahku untuk ganti baju, setelah mengganti baju akhirnya kami masuk bandara dan berangkat
ke Jakarta. Saat naik pesawat adik perempuanku mengatakan bahwa ingin naik pesawat yang
dia lihat di jendela, ayahku mengatakan bahwa kami telah naik pesawat.

Di Jakarta saya bertemu kembali dengan Empik tetapi semua berubah. Pada suatu hari
ayahku mengajakku dan adikku untuk ke rumah saudara di Cibubur. Di sana kami menginap
beberapa hari dan akhirnya kami mengontrak di daerah Cibubur. Selama setahun saya
menghabiskan waktu bermain bersama adikku dan bibiku. Terkadang ayahku mengajakku
dan adikku untuk jalan jalan.
Saya dan adikku kemudian dirawat oleh bibiku di Wonogiri. Di sana kami menghabiskan
waktu bersama sepupu. Saya sekolah di SDN 1 Bayemharjo dan saya mengulang kembali
dari kelas 1 SD. Sedangkan adikku sekolah di TK tempat bibiku mengajar. Pada saat
kenaikan kelas 3 saya pindah ke Semarang. Di sana kami dirawat oleh saudara selama
setahun. Saya sekolah di SDN 4 Kemijen. Dan kemudian kami pindah ke Meteseh, Boja,
Kendal. Saya masuk SDN 3 Meteseh, adikku masuk TK Tunas Bangsa. Kami dirawat oleh
saudara. Kemudian pada saat masuk SMP, bibiku meminta agar saya pindah ke Wonogiri
lagi. Lalu ayahku mengatakan tidak boleh dan menjelaskan bahwa kami tidak ingin
merepotkan orang lain lagi. Saya masuk SMPN 1 Boja. Ketika saya SMP kelas 1 ayahku
menikah dengan seseorang yang dia kenal dari sosial media, dia berasal dari Bekasi bernama
Imas.

Pada suatu hari, ayahku mengatakan bahwa dia ingin bekerja di Jakarta. Kami mengiyakan
keinginannya. Di sana dia tinggal di kontrakan saudara ibuku di daerah Pekayon, Bekasi.
Ketika kenaikan kelas, ibuku bertanya ingin ikut dengannya ke Bekasi atau tetap di sini
bersama dengan saudara. Saya akhirnya ikut bersama ibuku ke Bekasi. Di sana saya sekolah
di SMPN 7 Bekasi dan adikku masuk SD Negeri di daerah Pekayon. Sebelum masuk saya
diberi tes ujian. Saya yang belum belajar sama sekali terkejut dengan beberapa pertanyaan
yang tidak saya ketahui, saya mengerjakan semampunya sambil berdoa agar bisa masuk.
Akhirnya saya diterima masuk SMP.

Di sana saya menemukan banyak teman dan berbagai kenangan. Sebulan kemudian ayahku
pindah pekerjaan ke Semarang. Kami sekeluarga akhirnya kembali ke Meteseh, Boja,
Kendal. Pada saat itu saya tidak bisa kembali lagi ke SMPN 1 Boja. Sehingga saya masuk ke
SMP PGRI 3 Boja. Banyak temanku yang mengatakan bahwa SMP tersebut banyak siswa
yang nakal. Saya tidak terlalu memikirkan hal tersebut dan percaya bahwa yang buruk tidak
selalu buruk dan yang baik tidak selalu baik. Di sana saya menemukan guru yang memiliki
kesabaran yang tinggi dan kemampuan mengajar yang sangat baik. Pada saat kelas 9 saya
bingung antara masuk SMA atau SMK, saya bertanya kepada orang tua. Lalu ayahku
menyarankan agar masuk SMA. Saya kemudian bertekad agar bisa masuk SMAN 1 Boja dan
membuktikan bahwa yang buruk tidak selamanya buruk.

Pada saat pendaftaran saya sangat terkejut dengan syarat yang mengharuskan membawa Akta
Kelahiran Asli yang saya miliki hanya cetak hitam putih berstempel warna. Akhirnya saya
bertanya dengan teman saya tentang Akta Kelahiran Asli, dia mengatakan bahwa Akta
Kelahiran Asli hanya dilihat saja kemudian dikembalikan lagi. Saya yang mendengar hal
tersebut bernafas lega. Akan tetapi, pada saat saya memberikan Akta Kelahiranku ternyata
tidak dikembalikan dan disimpan oleh pihak sekolah. Saya bingung tentang masa saat lulus
SMA nanti bagaimana dengan Akta Kelahiranku akankah dikembalikan atau diapakan. Saya
bertanya dengan ayahku dan ibu kandungku. Ayahku mengatakan yang bisa membantu hanya
ibuku sedangkan ibuku mengatakan tidak bisa membantuku. Dengan berat hati saya
menerima keadaan ini sembari berharap ada jawaban tentang kejadian ini.

Selama awal masuk SMA saya menjalaninya dengan cukup lancar meskipun banyak kejadian
yang menghampiri. Dan akhirnya pandemi Covid-19 menyerang yang membuat para murid
harus di rumah saja. Saya yang masih optimis bahwa pandemi ini hanya berlalu sesaat belajar
dengan giat. Akan tetapi, beberapa bulan selama pandemi saya mulai kehilangan asa untuk
belajar dan tidak mengetahui arah ke depan saya harus bagaimana. Pada saat kelas 12 ini saya
masih bingung tentang masa depan saya, saya hanya bisa berharap semoga pandemi ini
segera berakhir.

Masa-masa sekolah mulai dari TK, SD, SMP hingga SMA sangat banyak kenangan yang
tercipta. Suka duka bersama teman-teman memang begitu berharga, apalagi hingga saat ini
saya juga masih sering berkomunikasi dengan teman-teman sekolah. Meskipun saat ini masih
pandemi saya berharap agar pandemi segera pergi agar saya bisa kembali sekolah seperti
semula dan saya bisa menentukan masa depan saya.

Anda mungkin juga menyukai