Anda di halaman 1dari 6

E-ISSN: 2621-3737

Hak Penangkapan Ikan Tradisional Nelayan Indonesia Di Kawasan Ashmore


Reef
Ahmad Rifki Nurfebriansyah1, Widyawati Boediningsih2
Fakultas Hukum Universitas Narotama Surabaya1,2
rifkiarn@gmail.com 1, widyawati@narotama.ac.id

Published: 01/02/2023
How to Cite:
Nurfebriansyah, A.R., Boediningsih, W. (2023). Hak Penangkapan Ikan Tradisional Nelayan Indonesia Di Kawasan Ashmore
Reef. KERTHA WICAKSANA: Sarana Komunikasi Dosen dan Mahasiswa. 17 (1), Pp 9-14.
https://doi.org/10.22225/kw.17.1.2023.9-14

Abstrak
Penelitian ini akan menguraikan mengenai bentuk pengakuan hukum nelayan tradisional Indonesia dalam
menangkap ikan secara tradisional di bawah Hukum Internasional. Dalam perjanjian internasional telah disepakati
bersama bahwa adanya jaminan hak serta kewajiban terhadap negara pantai dalam pengelolaan wilayah laut beserta
isi di dalamnya. Hal tersebut mencangkup hak kepada nelayan tradisional dalam mengelola hasil laut. Sehingga
nelayan tradisional diberikan hak untuk dapat mengambil kekayaan laut seperti ikan secara tradisional tanpa adanya
larangan dengan bentuk apapun. Namun demikian hal tersebut nampak berbeda pada Kawasan Ashmore Reef.
Beberapa kasus menunjukkan adanya diskriminasi dan larangan terhadap nelayan tradisional Indonesia untuk dapat
menangkap ikan di wilayah tersebut. Tujua dalam penelitian ini adalah untuk mengetaui hak penangkapan ikan
tradisional nelayan indonesia di kawasan ashmore reef. Metode yang digunakan dalam Penelitian ini adalah
menggunakan metode penelitian hukum normative deskriptif. Berdasarkan hasil penelitian yang didapatkan
menunjukkan bahwa Australia dan Indonesia merupakan negara yang sama-sama mengakui perjanjian internasional
dan sama-sama menyepakati MoU Box 1974. Klaim Australia terhadap kawasan konservasi di Ashmore Reef
memberikan pengaruh terhadap kesepakatan atas hak nelayan tradisional.
Kata Kunci: Nelayan Tradisional; Nelayan Indonesia; Ashmore Reef; Perjanjian Internasional

I. INTRODUCTION 2018).
Indonesia merupakan negara yang terkenal Dalam UNCLOS 1982 telah diatur
dengan garis pantai yang panjang. Setidaknya mengenai kedaulatan negara atas negara pantai. Hal
terdapat 17.466 pulau yang tersusun dari miangas tersebut dapat dilihat bahwa status hukum laut
hingga pulau rote, dari Sabang hingga Merauke. teritorial, ruang udara di atas laut teritorial serta
Tidak dapat dipungkiri hal tersebut menciptakan dasar dan tanah di bawahnya menyatakan
Indonesia 2/3 wilayahnya merupakan perairaran kedaulatan suatu negara pantai sifatnya meluas dan
dengan luas 3.257.357 km2. Dengan pulau- mampu melampaui wilayah darat dan perairan
pulaunya yang berada antara daratan Asia dan pedalamannya dan, dalam hal suatu negara
Australia serta samudera Hindia dan Samudra kepulauan, perairan kepulauannya, hingga suatu
Pasifik. Samudera Hindia yang panjang garis tepi bagian laut yang berdekatan, yang disebut dengan
laut 95,181 kilometer, perairan 5,8 juta km2, laut laut teritorial.
teritorial 0,3 juta km2, perairan nusantara 2,8 juta Kedaulatan dalam negara pantai meliputi ruang
km2, serta zona eksklusif ekonomi seluas 2,7 juta udara di atas laut teritorial serta dasar dan tanah di
km2 yang memberikan keuntungan ekonomi dan bawahnya. Kedaulatan atas laut teritorial
politik. Tentunya wilayah tersebut kemudian di dilaksanakan dan wajib tunduk pada konvensi dan
manfaatkan dan di optimalkan oleh Indonesia aturan-aturan hukum internasional lainnya.
sebagi bagian dari kedaulatan negara (Siswanto, Termasuk ZEE 200 mil dari garis dasar ke arah

KERTHA WICAKSANA Sarana Komunikasi Dosen dan Mahasiswa Volume 17, Nomor 1 2023 — CC-BY-SA 4.0 License Halaman 9
Hak Penangkapan Ikan Tradisional Nelayan Indonesia Di Kawasan Ashmore Reef

laut lepas. Namun apabila jarak antara keduanya dalam konteks keilmuan hukum dan metode
kurang dari 400 mil maka dapat ditentukan penelitian hukum dalam konteks penemuan dan
dengan menggunakan garis median (Buntoro, penerapan hukum, dalam konteksnya yang
1982). pertama, pada umumnya dilakukan oleh peneliti
Praktik tersebut sebenarnya terjadi di hukum akademis ini, memiliki dua jenis penelitian
Indonesia dalam menetapkan batas lautnya hukum yaitu: penelitian hukum normatif dan
dengan Australia yang umumnya terletak di penelitian hukum sosiologis. Penelitian hukum
selatan wilayah Indonesia atau sebelah utara normatif dipengaruhi oleh doktrin hukum murni
wilayah Australia. Dalam pandangan hukum laut, dan positivisme, sedangkan penelitian hukum
hak untuk berdaulat dan kewajiban negara pantai sosiologis dipengaruhi oleh doktrin sosiologi
pemilik ZEE harus tetap menghormati hak yang hukum (sosiologi of law) maupun ilmu hukum
sudah ada sebelumnya termasuk apabila terdapat sosilogis (sociological jurisprudence) (Sonata,
kepentingan yang sah lainnya. 2014).
Salah satu bentuk hak berdaulat negara pantai
yakni hak untuk melakukan pemanfaatan ikan III. RESULT AND DISCUSSION
secara tradisional oleh nelayan tradisional. • Dampak Perubahan Status Kawasan
Penangkapan ikan secara tradisional oleh nelayan Konservasi Ashmore Reef Terhadap Aktivitas
tradisional sebenarnya telah dilakukan secara Nelayan Tradisional
menerus dan turun temurun. Pemanfaatan dan Pemakaian sumber energi alam yang sejalan
penangkapan ini guna sebagai bagian memenuhi dengan kebijakan area, menetapkan kalau negeri
kebutuhan kehidupan dan bukan sebagai bentuk tepi laut berkewajiban buat melaksanakan
industri skala yang besar. konservasi sumber energi biologi serta melindungi
Berubahnya status hukum Ashmore Reef dari lingkungannya. Tidak hanya itu, negeri tepi laut
awalnya merupakan fishing ground bagi nelayan berkewajiban buat mengakomodasi hak- hak
tradisional Indonesia berubah menjadi wilayah negeri lain yang legal bagi hukum internasional.
konservasi alam. Berita Acara Kesepakatan 1989 Pemerintah Australia pula membagikan syarat
telah memberikan batasan terhadap kegiatan untuk Nelayan Tradisional Indonesia kalau
penaangkapan ikan bagi nelayan di wilayah penangkapan ikan cuma sebatas kebutuhan tiap
Ashmore Reef (Noor Fatia Lastika Sari, 2015). hari (subsisten) ataupun penangkapan ikan di
Kebijakan nasional Australia telah membatasi pesisir cuma bisa dicoba sampai 12 mil laut AFZ
akses dan kegiatan dalam melaksanakan serta laut teritorial dekat dengan Ashmore Reef,
penangkapan ikan bagi nelayan tradisional Cartier Islet, Seringapetam Reef, Scott Reef,
Indonesia sebagaimana diatur dalam dokumen Jelajahi Pulau. Syarat ini diambil dalam rangka
perjanjian dan justru dinyatakan sebagai Illegal penerapan Australian Fisheries Act 1952 serta
Fishing. Dalam pandangan hukum internasional, Australian Continental Shelf Act 1968.
hal ini memerlukan adanya kesepakatan yang Keterbatasan ini pasti berakibat besar untuk
lebih lanjut antara Indonesia dan Australia dalam Nelayan Tradisional Indonesia, mengingat tipe
hak penangkapan ikan bagi nelayan tradisional di biota yang dilarang jadi biota merupakan turun
Ashmore Reef. Tujua dalam penelitian ini adalah temurun selaku tangkapan sasaran nelayan
untuk mengetaui hak penangkapan ikan tradisional Indonesia (Retnowati, 2011).
tradisional nelayan indonesia di kawasan ashmore Utara Australia merupakan permasalahan yang
reef. legal serta tidak melanggar hukum. Undang-
undang Perikanan Australia menekankan kalau
II. METHOD perikanan tradisional merupakan perikanan yang
Penelitian ini menggunakan penelitian hukum dicoba oleh warga adat serta dari luar wilayah
normatif. Dimana dalam prosesnya dilakukan dengan memakai perahu, perlengkapan, tata cara
pendekatan terhadap prinsip-prinsip hukum yang digunakan secara substansial cocok dengan
seperti UNCLOS 1982, perjanjian internasional tradisi mereka. Nyatanya Australia lewat hukum
yang telah disepakati, dan kebijakan hukum yang nasionalnya menekankan ciri tradisional yang
dianggap relevan terhadap penelitian ini diukur dari segi tata cara teknis serta perlengkapan
(Soekanto, 2015). Metode penelitian hukum penangkapan ikan yang digunakan, serta tidak

Halaman 10 KERTHA WICAKSANA Sarana Komunikasi Dosen dan Mahasiswa Volume 17, Nomor 1 2023 — CC-BY-SA 4.0 License
Hak Penangkapan Ikan Tradisional Nelayan Indonesia Di Kawasan Ashmore Reef

membagikan batas tradisional dalam konteks Solokaek) pada pertengahan abad ke- 17 sampai
waktu. Perbandingan pemikiran antara pemerintah akhir abad ke- 19. Sebanyak 85% nelayan serta
Australia serta Indonesia tentang Hak 80% kapal yang masuk ke perairan Australia
Penangkapan Ikan Tradisional Nelayan. Dapat berasal dari Rote, 5, 6% nelayan serta 6,7%
dikatakan, mereka tidak mengakui Hak kapal dari Madura serta Raas, dan 3% nelayan
Penangkapan Ikan Tradisional mereka sendiri serta 5% nelayan kapal dari Sulawesi sudah
sebab tidak masuk dalam logika pasar. berlayar ke tepi laut Australia (Jacklyn
Tidak terdapatnya pengakuan ini pula Fiorentina, I Made Pasek Diantha, 2016).
tercermin dalam Undang- Undang Pengelolaan Pelaut Bugis dikenal sudah meningkatkan
Perikanan Australia tahun 1991, yang cuma sistem hukum pelayaran serta mempunyai hukum
mengakui hak penangkapan ikan bagi undang- maritim yang disusun oleh Amanna Gappa,
undang, izin penangkapan ikan, izin ilmiah, izin pimpinan warga Wajo di Makassar, dari tahun
kapal penangkap ikan asing serta izin perjanjian, 1679 sampai 1723. Satu bab dari ketentuan ini
serta tidak mengangkut sebutan hak penangkapan berisi catatan wilayah keberangkatan serta tujuan
ikan tradisional ataupun hak penangkapan ikan kapal Bugis pada masa itu, serta membagikan
asli. Pemanfaatan sumber energi perikanan di petunjuk tentang rute ekspedisi. Tidak hanya itu,
perairan perbatasan serta Ashmore Reef Undang- Undang Kelautan Suku Bugis
sepatutnya tidak cuma fokus pada aktivitas mengendalikan rencana ekspedisi tahunan pelaut
penangkapan ikan namun pula pengelolaan Sulawesi Selatan, tercantum Suku Bugis,
sumber energi perikanan yang berkepanjangan. Makassar serta Bajo di barat laut Australia, yang
Sistem pengelolaan sumberdaya sangat diiringi oleh 3 puluh pelaut, yang tiap- tiap
dibutuhkan dengan membagikan batas jumlah mempunyai awak dekat 3 puluh orang.
hasil tangkapan serta tipe ikan tertentu yang boleh Pada tahun 1729, dalam pelayaran yang
ditangkap oleh nelayan tradisional. Penangkapan dipandu oleh Musuh Mpura, perahu yang
nelayan tradisional Indonesia yang nyaris tiap sepatutnya berlayar ke Batavia terseret ke selatan
tahun terjalin nyatanya memegang aspek batasan. sampai menggapai suatu pulau kecil yang berjarak
Semenjak dini tahun 2000 sampai 2006, dekat 80 mil dari Pulau Rote, Nusa Solokaek
Perikanan yang melintasi batasan negeri di (Pulau Pasir) selaku Ashmore Reef buat Rote.
perairan Australia berjumlah 2.500 orang serta Rakyat Suku Bajo serta nelayan dari Indonesia
365 kapal ditangkap sebab dikira Illegal Fishing. Timur semacam Pulau Rote, Buton, Flores,
Pada 2007, jumlahnya turun jadi 979 orang serta Madura, Maluku, Sulawesi serta sekitarnya sudah
134 kapal, di mana 201 orang ditangkap di turun dari abad ke-17 pada aktivitas penangkapan
Darwin. Disusul tahun 2008, menyusut jadi 557 ikan secara tradisional di perairan selatan Nusa
orang, tahun 2009 terdapat 124 nelayan serta 102 Tenggara Timur sampai tepi laut barat Australia.
awak kapal, dan 15 kapal yang disita, tahun 2010 Suku Bajo pula diyakini oleh sebagian besar
menyusut jadi 48 orang yang ditangkap serta penduduk Pulau Rote selaku penemu Ashmore
ditahan sebab dikira melaksanakan illegal fishing Reef. Salah satu fakta sejarah yang menunjang
di perairan Australia, spesialnya di Ashmore. perihal ini merupakan pesan yang ditulis oleh
karang. seseorang pejabat Industri Hindia Timur Belanda
• Hak Ikan Tradisional Dalam Perspektif Hukum di Kupang pada bertepatan pada 14 Mei 1728 yang
Internasional memberi tahu kepada Gubernur Jenderal Batavia
Keberadaan nelayan tradisional di perairan kalau nampak 40 perahu kecil Bajo di dekat
timur Indonesia tidak lepas dari sejarah perairan Pulau Rote serta berlayar selatan
perburuan teripang. Tidak hanya teripang, (Australia) buat mencari serta menangkap
mereka pula bawa mutiara, kerang, cangkang teripang.
penyu, sirip hiu, serta sarang burung dari Klaim sepihak Australia didasarkan pada
Australia utara. Sejarah perdagangan Indonesia temuan pulau seluas 155,40 km2, oleh Kapten
dengan Tiongkok pada abad 16- 17 mendesak Samuel Ashmore pada tahun 1811. Pemerintah
timbulnya perikanan Teripang Indonesia. Inggris menetapkan Ashmore Reef selaku
Nelayan Tradisional Indonesia diperkirakan koloninya pada tahun 1878 serta secara formal
memahami Karang Ashmore (Pulau Pasir/ Nusa diserahkan kepada otoritas Persemakmuran

KERTHA WICAKSANA Sarana Komunikasi Dosen dan Mahasiswa Volume 17, Nomor 1 2023 — CC-BY-SA 4.0 License Halaman 11
Hak Penangkapan Ikan Tradisional Nelayan Indonesia Di Kawasan Ashmore Reef

Australia lewat Ashmore serta Cartier Acceptance memakai tata cara ataupun tata cara penangkapan
Act 1933. Pada tahun 1942, Inggris memasukkan ikan tradisional.
Ashmore Reef di dasar administrasi Northern Berkaitan dengan Pasal 51 ayat (1), Awal,
Territory sampai 1978. Sehabis 1978, daerah negara- negara kepulauan wajib menghormati
tersebut dinyatakan selaku bagian dari yurisdiksi kesepakatan- kesepakatan antara negara- negara
langsung Negeri Federal Australia. Ketegangan orang sebelah serta mengakui Hak Penangkapan
antara kedua negeri diawali pada tahun 1974, kala Ikan Tradisional dari negara- negara yang
Ashmore Reef dinyatakan selaku bagian dari berbatasan langsung dengan wilayah- wilayah
negeri Australia lewat MoU Box 1974. tertentu di dalam perairan kepulauan. Kedua,
Terdapatnya MoU Box 1974 ialah wujud aktivitas penangkapan ikan tersebut sudah dicoba
pengakuan terhadap hak penangkapan ikan secara tradisional semenjak lama, serta tidak bisa
tradisional Indonesia oleh Pemerintah Australia diberikan kepada pihak yang lebih dahulu tidak
(Irawati, 2011). sempat menangkap ikan di perairan tersebut
(Malonda, 2014) memaknai konsep Hak (tradisional). Sebutan tradisional mengacu pada
Penangkapan Ikan Secara Tradisional timbul aktivitas serta Kerutinan yang dicoba,
sebab dalam praktiknya sesuatu warga nelayan perlengkapan, tipe tangkapan, serta daerah
sudah melaksanakan kegiatannya secara turun perairan yang didatangi (Aroef Hukmanan Rais,
temurun serta berlangsung lama. Kualifikasi Hak Tuah Nanda Merlia Wulandari, 2018).
Penangkapan Ikan Tradisional, merupakan : Ketiga, konsep berbatasan langsung
a. Keberadaan sesungguhnya dari aktivitas mengacu pada daerah perairan yang berbatasan
penangkapan ikan yang lumayan lama wajib secara geografis. Keempat, daerah- daerah tertentu
diresmikan; yang tercantum dalam perairan kepulauan berarti
b. Wilayah yang didatangi oleh nelayan ialah aktivitas perikanan tidak bisa dicoba di segala
wilayah penangkapan ikan yang didatangi wajib daerah nusantara, melainkan cuma pada daerah-
relatif konstan; daerah tertentu yang secara historis jadi wilayah
c. Nelayan itu sendiri, dalam makna hak cuma tangkapan air (catchment zona). Kelima, ketentuan
diberikan kepada nelayan yang sama yang sempat serta syarat dalam melakukan hak serta aktivitas
mendatangi wilayah tersebut secara tradisional; adat tersebut wajib bersumber pada permintaan
d. Terhadap perlengkapan serta kapal yang serta konvensi yang diatur lewat perjanjian
digunakan dan jumlah tangkapan, dalam makna bilateral. Pasal ini mendefinisikan nelayan
buat penuhi ketentuan bagi penafsiran hak tradisional selaku nelayan yang mata pencaharian
penangkapan ikan secara tradisional, pemakaian utamanya langsung melaksanakan penangkapan
kapal wajib relatif tradisional. ikan secara tradisional di daerah perikanan yang
Sebutan “tradisi” dalam Pasal 1 MoU diatur dalam perjanjian.
Kotak 1974 dimaksudkan buat cara-cara yang Definisi ini tidak mengatakan siapa nelayan
digunakan nelayan untuk mendapatkan hak akses tradisional atau karakteristik apa yang perlu
ke perairan Australia, bukan sebab mereka sudah dikatakan nelayan tradisional untuk mendapatkan
lama terletak serta melaksanakan aktivitas hak penangkapan ikan secara tradisional. Konvensi
penangkapan ikan di daerah tersebut. Untuk PBB tentang Hukum Laut 1982 memberi dua
Nelayan Tradisional Indonesia, Nelayan negara tepi laut lebih banyak wewenang untuk
Tradisional dimaksud selaku mereka yang secara mengontrol perjanjian bilateral yang mengakui hak
turun temurun melaksanakan aktivitas pelayaran penangkapan ikan tradisional (Wuryandari, 2014).
serta penangkapan ikan di wilayah tersebut Tidak hanya negara kepulauan yang wajib
semenjak lama. Dari frasa ini, MoU Box 1974 mengakui hak penangkapan ikan secara
berlaku untuk seluruh Nelayan Tradisional tradisional. Hak menangkap ikan dengan cara
Indonesia yang beroperasi di AFZ serta Landas tradisional juga dimiliki oleh nelayan tradisional,
Kontinen Australia. Dengan demikian, kualifikasi yang telah menangkap atau mempraktikkannya
tradisional Nelayan bisa didetetapkan lewat: tipe secara turun temurun dan telah lama tinggal di
biota yang diturunkan secara turun temurun oleh suatu wilayah tertentu. Indonesia dan Australia
nelayan, berbentuk organisme menetap; daerah menandatangani nota kesepahaman (MoU) pada
pembedahan yang dicoba di perairan Australia; tahun 1974 yang mengakui hak nelayan tradisional

Halaman 12 KERTHA WICAKSANA Sarana Komunikasi Dosen dan Mahasiswa Volume 17, Nomor 1 2023 — CC-BY-SA 4.0 License
Hak Penangkapan Ikan Tradisional Nelayan Indonesia Di Kawasan Ashmore Reef

Indonesia untuk menangkap ikan di perairan usaha (Pasal 27 ayat (5) SIPI, serta Pasal 28 ayat
Australia. (4) SIKPI), maka pelaksanaan persyaratan sistem
Karena Australia bukan negara kepulauan, pengawasan penangkapan ikan untuk kapal (Pasal
pemberian hak tersebut lebih didasarkan pada 7 ayat (3)), pungutan perikanan (Pasal 48 ayat (2)),
fakta sejarah beberapa Nelayan Tradisional dan pengenaan sanksi pidana, UU Perikanan
Indonesia yang secara historis menangkap Indonesia mengacu pada pengutamaan nelayan
komoditas tertentu di perairan Australia yang kecil dan pembudidaya ikan kecil. Hak-hak
telah menjadi kebiasaan mereka. Menurut Pacta nelayan tradisional dikesampingkan oleh sistem
Sunt Servanda, MoU Box 1974 dan Pasal 51 hukum internasional, dan Konvensi Indonesia-
Paragraf 1 UNCLOS 1982, soft law dan konvensi Australia yang sebenarnya mengakui kegiatan
mengenai kegiatan penangkapan ikan tradisional penangkapan ikan secara tradisional di wilayah
sudah ada sebelum rezim The Law of the Sea, tertentu Australia sebagaimana dituangkan dalam
tetapi statusnya selalu mengikat secara hokum MoU Box 1974 di atas, sebenarnya mengalami
(Adhuri, 2006) permohonan, kedua belah pihak kesulitan dalam pelaksanaannya, yang
harus beritikad baik untuk melaksanakan syarat- mengakibatkan kasus-kasus masalah penangkapan
syarat perjanjian sesuai dengan isi, semangat, ikan yang sudah berlangsung lama oleh nelayan
maksud, dan tujuan perjanjian, dengan tetap dari Indonesia di perairan Australia (Halim, 2015).
menghormati semua hak dan kewajiban, serta Awal inkonsistensi pengertian “Nelayan
tidak melakukan hal-hal yang dapat menghambat Tradisional” yang dimengerti Australia serta
upaya untuk mencapai maksud dan tujuan Indonesia dalam MoU Box 1974 serta Agreed
perjanjian. Minutes 1989 yang disepakati kedua negeri buat
Di Indonesia, hak penangkapan ikan secara mengakomodasi hak penangkapan ikan tradisional
tradisional telah diakui di Indonesia sejak zaman nelayan Indonesia di perairan Australia menuai
penjajahan, Staatblad 1916 No.157, yaitu tentang uraian yang bias serta merugikan nelayan
aturan pengambilan bunga karang, teripang, dan Indonesia. Australia mengartikan kapal tradisional
mutiara Lokan. Jarak tidak lebih dari 3 nm dari selaku perahu dayung ataupun kapal layar dengan
tepi laut Hindia Belanda, Pasal 2 sangat jelas perlengkapan tangkap tradisional. Sedangkan itu,
bahwa mereka memiliki hak penangkapan ikan Indonesia menyangka nelayan tradisional sudah
tradisional setempat. Mirip dengan Staatblad menangkap ikan secara turun temurun di Australia,
No.145 Tahun 1927, yang menyatakan bahwa buat kapal tradisional berbentuk perahu layar serta
hanya nelayan yang telah melakukannya secara perahu motor tempel dengan kapasitas kurang dari
turun-temurun diperbolehkan menangkap hiu di 5 GT (Purwati, 2005).
perairan tiga mil laut dari garis laut (Solihin, Pemakaian sebutan “tradisional” yang
2010). termuat dalam Kotak MoU 1974 sudah
UU Nomor 31 Tahun 2004 tentang menghalangi hak- hak nelayan buat tumbuh serta
Perikanan tidak memberikan definisi yang jelas hak buat mengakses perikanan di wilayah
tentang istilah “nelayan tradisional”. Satu-satunya tangkapannya. Tetapi demikian, baik MoU Box
definisi yang diberikan undang-undang tersebut 1974 ataupun Agreed Minutes 1989 selaku Pacta
adalah “orang yang mata pencahariannya Sunt Servanda untuk kedua negeri serta sifatnya
menangkap ikan”. untuk memenuhi kebutuhan lex specialis yang dikuatkan oleh Pasal 51 Ayat (1)
sehari-hari” adalah para nelayan kecil. Berikut UNCLOS 1982 tentang Hak- Hak Hak
bagian dari Undang-Undang No. 45 Tahun 2009 Penangkapan Ikan Tradisional, keberadaannya
Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun wajib dihormati serta dijalankan keluar semacam
2004 tentang Perikanan, yang mempersempit yang dimaksudkan.
penafsiran bagi nelayan kecil dengan mewajibkan
mereka menggunakan kapal penangkap ikan IV. CONCLUSION
dengan ukuran optimal 5 GT (ton kotor). Nelayan Proteksi hukum untuk nelayan Indonesia dalam
tidak hanya menangkap ikan untuk mencari pemikiran hak penangkapan ikan tradisional bagi
nafkah dan sebagai kebutuhan. perspektif hukum internasional dipastikan oleh
Dengan merekomendasikan agar nelayan United Nations on the Law of the Sea 1982 dan
kecil dibebaskan dari kewajiban memiliki izin konvensi yang dicapai oleh Pemerintah Australia

KERTHA WICAKSANA Sarana Komunikasi Dosen dan Mahasiswa Volume 17, Nomor 1 2023 — CC-BY-SA 4.0 License Halaman 13
Hak Penangkapan Ikan Tradisional Nelayan Indonesia Di Kawasan Ashmore Reef

serta Pemerintah Republik Indonesia ialah MoU Universitas Islam Bandung, 27(1).
Box 1974, serta Kabar Kegiatan Konvensi 1989. Jacklyn Fiorentina, I Made Pasek Diantha, I. M. B. A.
Penangkapan nelayan tradisional Indonesia hanya (2016). Tinjauan Hukum Laut Internasional
bisa dicoba apabila perbuatan tersebut melampaui Mengenai Perlindungan Hukum Nelayan
Tradisional Indonesia. Kertha Negara, 4(1).
syarat- syarat yang didetetapkan dalam Mou Box
Malonda, D. (2014). Karakteristik Hak Penangkapan
1974 dan Kabar Kegiatan Konvensi 1989 Ikan Secara Tradisional (Traditional Fishing
tercantum melaksanakan tindak pidana di luar Rights) Nelayan Tradisional Indonesia Menurut
kawasan Ashmore Reef di sisi daerah Australia. Ketentuan Unclos 1982. Universitas Atma Jaya
Bersumber pada syarat hukum laut, pemerintah Yogyakarta.
kedua negeri wajib mengupayakan keterlibatan Noor Fatia Lastika Sari, S. Z. (2015). Ashmore reef
Nelayan Tradisional dalam Pengelolaan serta nelayan rote dan masalah pelintas batas perairan
Konservasi Sumber Energi Laut Berkepanjangan. Indonesia Australia 1974 - 2007 = Ashmore reef
rotenese fishermen and cases of the cross borders
REFERENCES between Indonesian Australian waters 1974 – 2007.
Adhuri, L. E. V. (2006). Fishing In Fishing Out: Universitas Indonesia Library.
Transboundary Issues and the Territorialization of Purwati, P. (2005). Teripang Indonesia: Komposisi
Blue Space.Taipei: Center for 17 Asia-Pacific Jenis dan Sejarah Perikanan. Jakarta: Oseana,
Area Studies (CAPAS) and International Institute 30(2), 11–18.
for Asian Studies (IIAS). Retnowati, E. (2011). Nelayan Indonesia Dalam
Aroef Hukmanan Rais, Tuah Nanda Merlia Wulandari, Pusaran Kemiskinan Struktural (Perspektif Sosial,
E. D. (2018). Aktivitas Penangkapan Dan Produksi Ekonomi Dan Hukum). Jurnal Perspektif, 16(3).
Ikan Di Kabupaten Hulu Sungai Utara Kalimantan Siswanto, H. W. (2018). Pendidikan Budaya Bahari
Selatan. Jurnal penelitian perikanan indonesia, Memperkuat Jati Diri Bangsa. Jurnal Pendidikan
24(4). Ilmu Sosial, 27(2).
Buntoro, K. (1982). Wilayah Nusantara Dalam Soekanto, S. (2015). Penelitian hukum normatif : suatu
Perspektif Hukum Laut dan Beberapa Implikasi. tinjauan singkat. Jakarta: Rajawali Pers.
Jakarta Timur. Solihin, A. (2010). Konflik Illegal Fishing di Perbatasan
Halim, L. (2015). Perlindungan Hukum Terhadap Indonesia-Australia. Marine Fisheries, 1(1), 29–36.
Hak-Hak Masyarakat Hukum Adat Dalam Sonata, D. L. (2014). Metode Penelitian Hukum
Pengelolaan Sumber Daya Alam Di Wilayah Normatif Dan Empiris: Karakteristik Khas Dari
Pesisir Dan Laut. Faculty Of Law. Metode Meneliti Hukum. Jurnal Ilmu Hukum, 8(1).
Irawati, O. W. (2011). Tanggung Jawab Negara Dalam Wuryandari, G. (2014). Menerobos batas: Nelayan
Melindungi Hak Nelayan Tradisional Indonesia di Tradisional di Perairan Australia, Permasalahan dan
Perairan Australia. Mimbar, Fakultas Ilmu Hukum Prospek. Jurnalpenelitian politik, 11(1).

Halaman 14 KERTHA WICAKSANA Sarana Komunikasi Dosen dan Mahasiswa Volume 17, Nomor 1 2023 — CC-BY-SA 4.0 License

Anda mungkin juga menyukai