Anda di halaman 1dari 9

JEJARING AKTOR DALAM ADVOKASI TATA KELOLA PERKOTAAN BERBASIS

RUANG TERBUKA HIJAU DI MAKASAR


Indah Permata Sari (14020120140096)

ABSTRAK
Ruang Terbuka Hijau (RTH) di perkotaan saat ini menjadi salah satu masalah
yang sulit untuk dipecahkan di kota-kota besar salah satunya Makasar. Kurangnya
ruang terbuka hijau di kota Makassar mengakibatkan bencana alam dan
kurangnya udara segar. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan mengalisis
upaya pemerintah, swasta dan peran koalisi pemerintah-LSM Dalam Tata Kelola
Perkotaan Berbasis Ruang Terbuka Hijau (RTH) di Kota Makassar. Penelitian ini
adalah tergolong pada jenis penelitian deskriptif dengan pendekatan yang
digunakan adalah pendekatan kualitatif, data dikumpulkan dari literatur-literatur
sebagai penunjang. Hasil penelitian menunjukan upaya Pemerintah Kota
Makassar dalam mengoptimalkan kebijakan pengelolaan ruang terbuka hijau
(RTH) dengan berbagai Stakeholder di Kota Makassar seperti Pemerintah, Swasta,
Pengguna Taman, dan media Massa sudah terjalin dengan baik.
Kata Kunci : Kebijakan, Ruang Terbika Hijau, Advocacy Coalition Framework

PENDAHULUAN
Permasalahan lingkungan selalu menjadi isu hangat yang sering diperbincangkan, salah
satu permasalahan lingkungan yang sering terjadi berkaitan dengan kurangnya ruang terbuka
hijau. Masalah Ruang Terbuka Hijau (RTH) di Perkotaan saat ini menjadi salah satu masalah
yang sulit untuk dipecahkan di Kota-kota besar. Permasalahan Ruang Terbuka Hijau (RTH)
identik dengan kurangnya kebutuhan ruang untuk menampung penduduk dan aktivitasnya
akibat adanya konversi guna lahan tanpa memperdulikan lingkungan sekitar. Sebagian besar
ruang terutama yang terletak di pusat kota tertutup oleh jalan, bangunan gedung-gedung
tinggi yang sangat kompleks dan padat sehingga tidak ada lagi ruang untuk menciptakan
Ruang Terbuka Hijau (RTH). Menurunnya kuantitas dan kualitas ruang terbuka publik yang
ada di perkotaan berupa ruang terbuka hijau (RTH), telah mengakibatkan menurunnya
kualitas lingkungan perkotaan seperti seringnya terjadi banjir di perkotaan, tingginya polusi
udara, rawan kriminalitas, dan menurunnya produktivitas masyarakat akibat stress karena
terbatasnya ruang publik yang tersedia untuk berinteraksi.
Ruang Terbuka Hijau (RTH) merupakan salah satu elemen penting dalam suatu kota.
RTH berfungsi sebagai ruang sosial yang menjamin kualitas lingkungan dalam suatu
perkotaan dan dapat meningkatkan nilai estetika kota. Adanya Ruang Terbuka Hijau mampu
meningkatkan kualitas hidup dan membuat pikiran menjadi tenang. Dalam hal ini Ruang
Terbuka Hijau sangat dibutuhkan, oleh karena itu pemerintah membuat Peraturan Daerah
Provinsi Sulawesi Selatan Nomor 9 Tahun 2009 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2009-2029 dengan fokus membuat Ruang Terbuka Hijau
(RTH). Ruang Terbuka Hijau mencakup area memanjang atau jalur dan mengelompok, yang
penggunaannya bersifat terbuka, terdapat tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara
alamiah maupun sengaja di tanam, dan fasilitas penunjang lain seperti tempat duduk yang
dapat dimanfaatkan oleh masyarakat

Kota Makasar merupakan pusat pusat pelayanan kebutuhan sosial ekonomi masyarakat,
pusat perdagangan, dan pusat perindustrian di Sulawesi Selatan. Jumlah penduduk yang
cukup tinggi, pertumbuhan ekonomi, dan pembangunan infrastuktur yang melaju cepat
menyebabkan kerusakan lingkungan seperti hilangnya ruang terbuka hijau, rusaknya fungsi
serapan air, polusi air dan udara. Kurangnya ruang terbuka hijau di kota Makassar dapat
mengakibatkan bencana alam dan kurangnya udara segar yang dinikmati oleh masyarakat.
Untuk itu, pemerintah sebagai pelaksana kebijakan, perlu mengambil peran dalam melakukan
kerja sama dengan masyarakat dan pengusaha dalam menjaga ruang terbuka hijau di kota
makassar.

Dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang, Ruang


Terbuka Hijau (RTH) semestinya dicipakan untuk memberikan keserasian, keselarasan, dan
keseimbangan fungsi budidaya dan fungsi lindung. Kota makasar sendiri mengalami
kekurangan Ruang Terbuka Hijau (RTH) yang menyebabkan suhu udara cenderung menjadi
panas sehingga suasana perkotaan menjadi tidak nyaman bagi masyarakat. Penebangan
pohon banyak dilakukan dan pembangunan infrastruktur hanya berfokus pada keindahan kota
saja tanpa mempedulikan ruang terbuka hijau, pembangunan infrastruktur tersebuh
mengurangi jumlah ruang terbuka hijau di Kota Makassar. Pada titik sangat urgen ini
diperlukan beberapa pihak untuk ikut serta seperti Pemerintah Kota Makassar, pihak swasta,
dan masyarakat.

Taman yang ada di Kota Makassar menurut data UPTD Pengelolaan Lapangan Dan
Taman Kota Makassar adalah sebanyak 28 buah, baik yang masih terurus hingga kini maupun
yang sudah tidak terurus lagi. Belum maksimalnya pengelolaan taman menjadi faktor utama
pemicu kurangnya minat masyarakat untuk menggunakan taman. Upaya pemerintah kota
makassar dalam hal ini dinas pertamanan dan kebersihan kota makassar untuk
mengembalikan fungsi taman dan bisa menarik lagi minat masyarakat tentunya sangat
diperlukan sebagai penanggungjawab pengelola taman di kota Makassar. Dalam pengelolaan
taman kota bukan hanya wewenang pemerintah kota makassar saja akan tetapi peran swasta
dan pengguna taman (masyarakat) juga perlu dilibatkan. Oleh karena itu, dinas pertamanan
dan kebersihan kota makassar perlu melakukan kerja sama dengan pihak swasta untuk
menghadirkan taman yang nyaman untuk dinikmati oleh masyarakat seperti yang sudah
dilakukan dikota-kota besar lainnya. Agar dapat mewujudkan pengelolaan Taman Kota secara
maksimal di Kota Makassar tentunya diperlukan peran pemerintah agar membangun relasi
dengan pihak Swasta dan Masyarakat dalam pengelolaan Taman di Kota Makassar.
Pemerintah kota Makassar harus mampu melakukan upaya-upaya politik untuk
mensinergikan semua stakeholders yang terlibat dalam pengelolaan Taman di Kota Makassar.

Advokasi merupakan bagian dari aktivitas politik, advokasi sebagai aktivitas harus
dapat mempengaruhi kebijakan baik secara langsung maupun tidak langsung yang di
dalamnya menggambarkan bentuk partisipasi antar warga negara dengan para pembuat
kebijakan. Advokasi dilakukan kepada individu atau kelompok yang tidak mampu mewakili
kepentinganya dalam politik kebijakan. Menurut Aseem dan Mary advokasi merupakan
proses dalam pasar kebijakan yang memiliki hambatan dan persaingan sehingga
membutuhkan peluang untuk berkolaborasi antar aktor. Pendapat lain dari Gen dan Wreight
menyatakan aktivitas advokasi dapat berupa mobilisasi publik, tekanan publik, memengaruhi
pembuat kebijakan, perubahan langsung, dan perubahan implementasi kebijakan.

Salah satu kerangka berpikir dalam memahami advokasi koalisi yaitu Advocacy
Coalition Framework (ACF). ACF dikembangkan oleh Sabatier pada tahun 1988 untuk
menangani permasalahan kebijakan publik yang mendesak. Menurut pendapat Gen dan
Wreight menyatakan aktivitas advokasi dapat berupa mobilisasi publik, tekanan publik,
memengaruhi pembuat kebijakan, perubahan langsung, dan perubahan implementasi
kebijakan. Sewell mengartikan koalisi advokasi sebagai sekelompok orang dari berbagai
posisi seperti pejabat, pemimpin kelompok kepentingan, peneliti, dan lain-lain yang berbagi
sistem kepercayaan. Menurut teori Advocacy Coalition Framework (ACF), kelompok
advokasi terbagi menjadi dua jenis kelompok inti (core group), dan kelompok pendukung
(secondary group). Dalam penelitin ini teori Advocacy Coalition Framework (ACF) melihat
keberadaan berbagai pihak-pihak yang membentuk koalisi seperti pemerintah-swasta dan
pemerintah-LSM. ACF mengarahkan pada sistem kepercayaan yang dibangun dari setiap
anggota koalisi untuk bekerja sama dalam mewujudkan pembangunan Ruang Terbuka Hijau
(RTH).

METODE
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode penelitian kualitatif.
Metode penelitian menggunakan metode kualitatif dan pendekatan deskriptif, data
dikumpulkan dari jurnal dan literatur-literatur sebagai penunjang. Penelitian deskriptif
dengan pendekatan kualitatif bertujuan menggambarkan secara sistematis dan analitik tentang
sifat-sifat suatu individu, gejala, keadaan atau kelompok tertentu atau untuk menentukan
penyebaran suatu gejala adanya hubungan tertentu antara suatu gejala dan gejala lainnya
dalam masyarakat.
Berkaitan dengan fokus penelitian ini yaitu untuk memberikan gambaran mengenai Advocacy
Coalition Framework (ACF) Dalam Tata Kelola Perkotaan Berbasis Ruang Terbuka Hijau
(RTH) di Kota Makassar, maka jenis penelitian ini adalah deskriptif kualitatif, yaitu suatu
penelitian yang mendeskripsikan tentang perkembangan yang terjadi terhadap hutan kota
Makassar. Jenis penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian deskriptif kualitatif yaitu
penelitian yang dilakukan terhadap Ruang Terbuka Hijau yang berfokus pada Advocacy
Coalition Framework (ACF) dalam tata kelola perkotaan berbasis Ruang Terbuka Hijau
(RTH) di Kota Makasar.

PEMBAHASAN
Peran Koalisi Pemerintah, Swasta, dan Masyarakat Dalam Optimalisasi Tata Kelola
Perkotaan Berbasis Ruang Terbuka Hijau (RTH) di Kota Makasar.
Kebijakan pengelolaan ruang terbuka hijau dikota Makassar dapat terwujud secara
maksimal apabila semua stakeholders dapat bersinergi dengan baik. Untuk mengetahui peran
koalisi antara pemerintah, swasta, dan masyarakat dalam Tata Kelola Perkotaan Berbasis
Ruang Terbuka Hijau (RTH) di Kota Makasar.
1. Pemerintah
Dalam hal ini pemerintah atau lembaga dinas terkait seperti Dinas Pertamanan
dan Dinas Kehutanan menyelenggarakan pembangunan yang adil untuk
peningkatan kehidupan masyarakat kota, termasuk didalamnya bidang keamanan,
kenyamanan dan keselarasan. Berkaitan dengan RTH maka pemerintah dan dinas
terkait harus menyediakan ruang terbuka hijau koridor yang meliputi jalur hijau
kota dan jalur hijau jalan. Dalam pengelolaan ruang terbuka hijau di kota Makasar
pemerintah melalui Dinas pertamanan dan kebersihan kota Makasar melakukan
hal-hal sebagai berikut :

Perencanaan :
1) Menyiapkan Bahan Penyusunan Rencana Program dan Petunjuk
Teknis di Bidang Pertamanan.
2) Menyusun rencana program disesuaikan dengan kebutuhan
masyakarat (program pembuatan jogging area atau sarana rekreasi)
Koordinasi :
1) Kooordinasi secara internal, dilakukan sesuai dengan tugas dan fungsi
Dinas pertamanan dan kebersihan Kota Makassar. Hal ini dibuktikan
dengan pembagian tugas masing-masing pihak yang ada disetiap
taman yang ada di kota makassar.
2) Koordinasi eksternal dilakukan dengan semua stakeholder baik
swasta, masyarakat kota dan media massa
Kelembagaan :
1) Melakukan harmonisasi kelembagaan dengan lembaga-lembaga lain
seperti satpol pp kota makassar dan para pengguna taman.
Sosialisasi :
1) Melakukan sossialisai mengenai taman-taman kota bekerja sama
dengan media lokal baik cetak maupun televisi-televisi lokal.

2. Swasta
Dalam hal ini swasta tidak memiliki kewajiban untuk melaksanakan
pengadaan ruang terbuka hijau kota, dapat disediakan ruang terbuka hijau yang
memungkinkan untuk dikelola oleh swasta. Yaitu ruang terbuka hijau untuk
keindahan/estetika, ruang terbuka hijau untuk rekresai, ruang terbuka hijau lain
yang dapat dikomersilkan. Berkaitan dengan pengelolaan Ruang Terbuka
Hijau (RTH) di Kota Makasar dinas pertamanan dan kebersihan berkeja sama
dengan pihak swasta seperti Bank Daerah, Bank Sulselbar, Bank Danamon,
dan Bank Panin. Pihak swasta selalu berkontribusi dalam hal untuk
meningkatkan keindahan taman kota dengan menyumbang bibit pohon dan
dan pot-pot bunga.
3. Masyarakat
Peran masyarakat dalam pengelolaan Ruang Terbuka Hijau (RTH) di Kota
Makasar baik yang dilakukan secara individual maupun kelembagaan terbatas
sampai pada pemanfaatan dan pemeliharaan saja. Dari segi perencanaan
maupun pengadaannya, peran serta masyarakat sangat kecil sekali. Pemerintah
kota makassar dalam hal ini dinas kebersihan kota makassar selalu melibatkan
peran masyarakat dalam hal pengelolaan ruang terbuka hijau. Peran
masyarakat kota Makassar dalam pengelolaan ruang terbuka hijau ada yang
perduli ada juga acuh tak acuh. Masyarakat yang perduli banyak didominasi
dari kalangan akademisi kampus atau dari perguruan tinggi yang selalu
melakukan penelitian kelompok-kelompok masyarakat, LSM serta penggiat
dan pencinta lingkungan. Adapun masyarakat yang acuh tak acuh yaitu pada
umumnya didominasi oleh masyarakat yang tidak paham dengan manfaat
ruang terbuka hijau seperti pengemi

Analisis Peran Koalisi Pemerintah – LSM Wahana Lingkungan Hidup (WALHI)


Dalam Tata Kelola Perkotaan Berbasis Ruang Terbuka Hijau (RTH) di Kota Makasar
Peran koalisi antara pemerintah dengan LSM WALHI dengan menggunakan
pendekatan Advocacy Coalition Framework (ACF) dilihat dari keyakinan tentang kebijakan,
sumber daya, strategi, keputusan, output, dan outcomes. Dari keyakinan tentang kebijakan
menunjukan bahwa kebijakan pemerintah kota lebih menforkuskan pada optimalisasi
penggunaan lahan publik. Penggunaan lahan publik yang sudah ada harus lebih ditigkatkan
kualitas dan fasilitasnya berupa penambahan tanaman, pot-pot bunga, dan tempat duduk.
Berdasarkan Peraturan daerah kota makassar Nomor 3 Tahun 2014 tentang penataan dan
pengelolaan ruang terbuka hijau, kebijakan pemerintah kota terhadap RTH, belum
memberikan perubahan yang berarti bagi pengelolaan RTH yang ada di Kota Makassar.
WALHI juga dinilai belum memberikan kemajuan berarti bagi penambahan RTH di Kota
Makassar.
LSM melibatkan sumberdaya manusia untuk aktif dalam kegiatan-kegiatan lingkungan
seperti pemeliharaan taman, pencabutan paku pada pohon, mencabut reklame-reklame yang
menempel pada pohon, mendesain landscape taman dan bahkan pada upaya pemberdayaan
masyarakat seperti pelatihan pengelolaan limbah menjadi kompos, yang dapat berguna bagi
masyarakat dan lingkungan sekitar mereka. LSM dalam hal ini WALHI memiliki peran dalam
hal advokasi terhadap kerusakan lingkungan termasuk pembukaan lahan yang semestinya
dipergunakan untuk Ruang Terbuka Hijau disitulah WALHI melakukan langkah-langkah
hukum terhadap segala sesuatu, yang tidak mendukung perbaikan lingkungan termasuk upaya
mempertahankan RTH.
Kemudian dari strategi yang sudah dilakukan oleh pemerintah kota selain melakukan
pemeliharaan RTH, juga melibatkan berbagai stakeholder seperti LSM untuk membantu
meningkatkan keterlibatan masyarakat dalam meningkatkan RTH melalui event-event
kegiatan peduli lingkungan, seperti Komunitas Hijau dan Earth Hour Makassar. Sedangkan
strategi LSM lebih banyak melakukan upaya advokasi, terhadap masalah lingkungan. Salah
satu strategi yang dapat dilakukan untuk merangkul generasi milenial adalah event-event atau
brosur yang dibagikan ke media sosial.
Dilihat dari keputusan, menujukan bahwa pemerintah dalam membuat keputusan
mempertimbangkan masukan dari berbagai pihak termasuk LSM yang memberikan masukan
dari segi perlindungan, dampak lingkungan, dan urgensi pengelolaan RTH yang masih jauh
dari target. Output dari Koalisi Pemerintah-LSM adalah pengawasan pengalihfungsian lahan
RTH, pembinaan atau edukasi kepada masyarakat. Dimana masing-masing LSM memiliki
peran yang berbeda-beda seperti WALHI pada upaya advokasi perlindungan lahan,
Komunitas Hijau untuk edukasi atau pemberdayaan masyarakat. Sementara outcome yang
didapatkan dari adanya keterlibatan peran LSM dapat memberikan pengawasan terhadap
kerusakan lingkungan dan pengalihfungsian lahan untuk RTH yang dinilai terbatas. Hanya
saja pengawasan dari LSM ini tidaklah cukup memberikan dampak terhadap pengalifungsian
lahan hijau kota. Tapi dibutuhkan tindakan yang serius dari pemerintah untuk menghambat
penggunaan lahan atau pengalifungsian lahan hijau kota
PEMETAAN STAKEHOLDER
Stakeholder Kunci Stakeholder Pendukung
- Dinas Pertamanan dan Kebersihan - LSM WALHI
- Dinas Kehutanan

Subyek Pendukung lain


- Ruang Terbuka Hijau (RTH) - Bank Daerah, Bank Sulselbar, Bank
Danamon, dan Bank Panin

KESIMPULAN
Dapat disimpulkan bahwa upaya yang dilakukan oleh pemerintah kota Makasar dalam
melakukan optimalisasi kebijakan pengelolaan ruang terbuka hijau dengan melibatkan
berbagai stakeholders seperti swasta, masyarakat, dan media massa dirasa sudah berjalan
dengan baik. Namun, masih perlu ditingkatkan lagi agar fungsi Ruang Terbuka Hijau (RTH)
dapat terwujud lebih maksimal lagi. Berdasarkan teori Advocacy Coalition Framework
(ACF) Dalam Tata Kelola Perkotaan Berbasis Ruang Terbuka Hijau (RTH) di Kota Makassar,
peran pemerintah, swasta, dan masyarakat yakni pemerintah kota telah melakukan
pemeliharaan Ruang Terbuka Hijau , LSM dalam hal ini WALHI membantu meningkatkan
keterlibatan masyarakat dalam meningkatkan RTH dalam kegiatan pemeliharaan lingkunga,
sektor swasta
berkontribusi dalam hal untuk meningkatkan keindahan taman kota dengan menyumbang
bibit pohon dan dan pot-pot bunga.
DAFTAR PUSTAKA
Hakim, Rustam. 2010. Ruang Terbuka dan Ruang Terbuka Hijau. Jakarta: Universitas
Trisakti.
Undang-Undang Republik Indonesia. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 Tentang
Penataan Ruang.
Prianto, A. L. Kebijakan pengelolaan ruang terbuka hijau di kota Makassar. no, 26, 674-695.
Suardi, W., & Suswanta, S. (2020). Advocacy Coalition Framework Dalam Tata Kelola
Perkotaan Berbasis Ruang Terbuka Hijau Di Kota Makassar. Publik (Jurnal Ilmu
Administrasi), 9(2), 146-154.
Prakash, Aseem & Mary K. Gugerty (Eds.). Advocacy Organizations and Collective Action.
New York: Cambridge University Press, 2010.
Sabatier, Paul A. & Christopher M. Weible. “The Advocacy Coalition Framework Innovation
and Clarification” dalam Paul Sabatier (Eds.). Theories of the Policy Process.
Boulder, CO: Westview Press, 2007.

Anda mungkin juga menyukai