OLEH:
LA ODE AQIL RABIUL AWAL
C1G121129
A. Latar Belakang
Mekanisme kehidupan berpedoman pada prinsip hubungan timbal balik antara manusia dengan
lingkungan alam. Manusia beradaptasi dan berkegiatan dalam rangka untuk bertahan hidup, manusia
kemudian melakukan pemanfaatan lingkungan alam. Dalam pemanfaatan lingkungan alam ini, manusia
membuat alat atau teknologi.teknologi yang kemudian digunakan untuk memudahkan manusia dalam
memanfaatkan alam untuk menjaga keberlangsungan hidup.Disinilah dalam pola kehidupan ini tercipta
tiga hubungan timbal balikantara manusia, teknologi, dan lingkungan. Hubungan relasional ini yang
disebut sebagai ekologi sosial.
Idealnya hubungan ekologi sosial ini bersifat harmonis, yaitu manusia mampu menciptakan
teknologi yang berpihak dengan lingkunga alam, serta menggunakan teknologi dalam memanfaatkan dan
merawat alam untuk keberlangsungan hidup Dengan harmonisasi ini manusia dapat menjaga hubungan
ideal dangan lingkungan alam. Manusia dapat mengembangkan sistem teknologi yang merawat dan
memelihara alam. Peran manusia dalam kedudukannya sebagai mahluk rasional, sosial, dan natural bisa
terbentuk dengan baik.
Manusia bisa memenuhi kebutuhan personal melalui kemampuan rasional dalam menciptakan
teknologi ramah lingkungan. Teknologi ini digunakan untuk pemanfaatan dan kelestarian lingkungan
untuk kelangsungan hidup manusia, sehingga hubungan manusia dengan alam dan sosial terbentuk
dengan baik. Pola ideal hungan manusia, teknologi, dan lingkungan terbentuk dalam kesatuan ekologis
sosial yang ideal. Semuanya memiliki kedudukan yang sama dalam kesadaran manusia. Dengan ini tugas
manusia sebagai kholifah fii ard’atau pemimpin di bumi bisa berjalan dengan baik manusia bisa hidup
dalam sistem kodratinya sebagai mahluk Allah yang bijaksana.
Konflik adalah suatu pertentangan secara langsung dan sadar antara individu atau kelompok untuk
mencapai cita-cita bersama, pihaklawan yang telibat dalam konflik itu perlu dihabisi terlebih dahulu.
Dalam situasi konflik, karna adanya perasaan permusuhan yang kuat, kerap kali peniadaan lawan lebih
penting dari pencapaian cita-cita
Setiap bangsa membutuhkan dan berhak mencita-citakan basis industri yang efesien untuk memenuhi
kebutuhan masyarakat yang terus berubah. Industri mengekstraksi material dari basis sumber daya alam,
dan memasukkan baik produk maupun limbah kelingkungan hidup manusia. Dengan kata lain, industri
mengakibatkan berbagai perubahan dan pemanfaatan energi dan sumber daya alam. Industri telah
meningkatkan permintaan (demand) akan sumber daya alam (yang tak terperbaharui) dan memaksakan
daya tampung sistem alam untuk menyerap hasil sampingan berupa limbah.
Pembangunan industri tidak akan terlepas dari dampaknya industri dapat mengakibatkan pencemaran
terhadap lingkungan. Pencemaran yang ditimbulkan oleh industri diakibatkan adanya limbah yang keluar
dari pabrik dan mengandung bahan beracun dan berbahaya (B-3). Bahan pencemaran keluar bersama-
sama dengan bahan buangan (limbah) melalui media udara, air, dan tanah yang merupakan komponen
ekosistem alam. Bahan buangan dari pabrik dan masuk kelingkunga n dapat diidentifikasi sebagai sumber
pencemaran
Pembangunan pabrik aspal mizsing plant (AMP) milik PT MPS di Kecamatan Lasalepa Kabupaten M
didirikan pada tahun 2015 sesuai Akta Pendirian No. 13 yang teleh mendapat pengesahan dari Dinas
Perizinan yang terletak di Desa , menghasilkan aspal berbentuk padat yang diekspor ke toraja dan luwu
pabri aspal itu sendiri mulai beroperasi pada bulan Desember 2015 dan pengoperasian pegolahan aspal
disana tergantung pada APBD. Desa pana dijadikan sebagai lokasi untuk pengolahan aspal karena
dianggap strategis. Adapun jenis aspal yang digunakan pada lokasi tersebut yaitu Aspal curah yang
diambil. Tetapi dengan keberadaan pengolahan aspal hal tersebut sangat mengganggu masyarakat karena
limbah yang dikeluarkan dari hasil olahan aspal tersebut di buang atau dialirkan ke sungai, dimana sungai
tersebut menjadi alternatif masyarakat untuk melakukan sebagaian aktivitas sehari -harinya. Sungai
tersebut dicemari oleh limbah dari pengolahan aspal yang mana nampak seperti minyak atau oli yang
membuat masyarakat sebagian mengeluhkan, belum lagi jarak antara pabrik dengan pemukiman warga
hanya sekitar 50-70 meter dan mengakibatkan pencemaran lingkungan dan merusak ekosistem akibat dari
pencemaran tersebut membuat warga menderita beberapa penyakit seperti Inpeksi Saluran Pernapasan
Akut, (ISPA) dan penyakit kulit belum lagi operasional AMP mencemari lahan pertanian yang menjadi
sumber pendapatan warga setempat ditambah banyak hal yang diabaikan perusahaan AMP yang membuat
konflik sosial antar masyarakat
Aksi penolakan keberadaan operasional alat AMP milik PT.MPS yang sangat merugikan masyarakat
yang merusak lingkungan dan mengganggu kesehatan masyarakat sekitar serta menuntut pemerintah
Enrekang segera mencabut izin keberadaan operasional alat AMP PT. MPS segera memindahkan alat
AMP. Hal ini akan menjadi bahan penting kedepannya mengenai kebijakan pemerintah untuk bagaimana
menyelesaikan konflik antara masyarakat dan pihak perusahaan terlebih karena warga sudah berkali-kali
melakukan protes mulai dari pihak DPRD hingga di kantor Bupati. Dari penjelasan diatas maka penulis
tertarik untuk mengkaji lebih jauh masalah tersebut dengan mengangkat judul penelitian tentang
“Strategi Kebijakan Pemerintah Dalam Resolusi Konflik Limbah Pabrik Aspal Di Kecamatan
lasalepa Kabupaten muna’’
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan rumusan masalah diatas dapat dirumuskan masalah yang diangkat dalam penelitian ini
adalah:
Bagaimana strategi yang digunakan pemerintah dalam resolusi konflik limbah dan polusi pabrik aspal
mixing plant yang dioperasikan pleh PT. MPS.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3. Pengertian Pemerintah
Istilah pemerintah berasal dari kata “perintah” yang berarti menyuruh melakukan sesuatu sehingga
dapat di katakan bahwa pemerintah adalah kekuasaan yang memerintah suatu Negara (daerah Negara)
atau badan tertinggi yang memerintah suatu Negara, seperti kabinet merupakan suatu pemerintah.
UndangUndang Nomor 6 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, lahir dalam kanca retaknya
reformasi di Indonesia. Kelahiran undang-undang tersebut untuk menjawab kebutuhan tuntutan reformasi
yang memberikan implikasi dan simplikasi terhadap kedudukan DPRD berbalik menjadi lebih kuat di
banding kekuasaan eksekutif, dengan beberapa kewenagan yang di miliki, antara lain kewenangan
memilih kepala daerah dan kewajiban kepala daerah untuk memberikan laporan pertanggungjawaban
mengenai penyelenggaraan pemerintah daerah, serta beberapa hak lainnya misalnya hak meminta
keterangan, hak penyelidikan, hak menyatakan pendapat, dan hak menentukan anggaran DPRD.
Sedangkan yang dimaksud pemerintah daerah adalah kepala daerah sebagi unsur penyelenggara
pemerintah daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadikan kewenangan
daerah otonom.
Kepala daerah dalam konteks Indonesia adalah gubernur (kepala daerah provinsi), bupati (kepala
daerah kabupaten), atau walikota (kepala daerah kota). Kepala daerah dibantu oleh seorang wakil kepala
daerah. Sejak tahun 2005, pasangan kepala daerah dan wakil kepala daerah dipilih langsung oleh rakyat
melalui pemilihan umum. Pasangan tersebut dicalonkan oleh partai politk atau independen.
Setiap daerah dipimpin oleh kepala pemerintah daerah yang disebut kepala daerah. Kepala daerah
untuk provinsi disebut gubernur, untuk kabupaten disebut bupati dan untuk kota adalah walikota, serta di
bantu oleh wakilnya. Kepala daerah juga mempunyai kewajiban untuk memberikan laporan
penyelenggaraan pemerintahan daerah kepada pemerintah dan memberikan laporan keterangan
pertanggungjawaban kepada DPRD, serta menginformasikan laporan penyelenggaraan pemerintah
daerah kepada masyarakat.
Tugas dan fungsi pemerintah, pemerintah merupakan suatu gejala yang berhubungan dalam
kehidupan bermasyarakat yaitu hubungan manusia dengan setiap kelompok termasuk dalam keluarga.
Masyarakat sebagai suatu gabungan dari sistem sosial, akan senantiasa menyangkut unsur-unsur
pemenuhan kebutuhan dasar manusia seperti keselamatan, istirahat, pakaian dan makanan. Dalan
memenuhi kebutuhan dasar itu, manusia perlu bekerja sama dan berkelompok dengan orang lain.
Lahirnya pemerintah pada awalnya adalah untuk menjaga suatu sistem ketertiban didalam masyarakat,
sehingga masyarakat tersebut bisa menjalankan kehidupan secara wajar. Seiring dengan perkembangan
masyarakat modern yang ditandai dengan meningkatnya kebutuhan, peran pemerintah kemudian berubah
menjadi melayani masyarakat. Pemerintah moderen dengan kata lain pada hakekatnya adalah pelayan
kepada masyarakat.
Pemerintah tidaklah diadakan untuk melayani diri sendiri, tetapi untuk melayani masyarakat
untuk menciptakan kondisi yang memungkinkan setiap anggota mengembangkan kemampuan dan
kreatifitasnya demi mencapai kemajuan bersama (Osborne, 2000) mengatakan bahwa pemerintah yang
demokrasi lahir untuk melayani warganya dan karena itulah tugas pemerintah adalah mencari cara untuk
menyenangkan warganya. Dengan demikian lahirnya pemerintah memberikan pemahaman bahwa
kehadiran suatu pemerintah merupakan manifestasi dari kehendak masyarakat yang bertujuan untuk
berbuat baik bagi kehidupan dan kepentingan masyrakat, pemerintah dapat dipandang sebagai suatu ilmu
yaitu suatu yang mengajarkan bagaimana yang terbaik dalam mengarahkan dan memimpin pelayan
umum.
4. Pengertian Strategi Kebijakan Pemerintah
Strategi Kebijakan yang dilakukan pada sektor pemerintah merupakan upaya pemilihan strategi
kebijakan yang dilakukan pemerintah untuk mencapai tujuan di masa depan dengan menganalisis situasi
dan kondisi negara di masa sekarang dan masa depan. Dalam penyelenggaraan pemerintah, terdapat
perbedaan pengelolaan dengan sektor privat. Perbedaan ini terutama disebabkan adanya perbedaan
karakteristik. Ketika kinerja organisasi termasuk pemerintahan dan negara dibahas, hampir pasti ada yang
menempati posisi pada dua titik ekstrem yaitu terburuk (terendah) dan terbaik (tertinggi). Namun
demikian juga hampir dapat dipastikan bahwa yang berada pada dua posisi ekstrem tersebut hanya
berjumlah sedikit. Jumlah yang paling banyak akan berada pada posisi tengah (intermediate), tidak
istimewa tetapi juga tidak berada dalam posisi paling rendah. Setidaknya jumlah yang berada pada
masing-masing titik ekstrem tidak sebanyak yang berada pada posisi di tengah. Itulah yang juga dialami
oleh pemerintah dan negara di dunia sekarang ini (Suwarsono, 2012).
Dalam konteks negara sering dikenal dengan empat macam tingkatan: kuat (strong), lemah
(weak), gagal (failed), dan kolaps (collapsed). Posisi tersebut biasanya dikaitkan dengan kemampuan
negara (pemerintah) menjaga stabilitas politik sekaligus menyediakan kebutuhan pokok rakyatnya,
ekonomi, dan politik secara berkelanjutan. Jika terus gagal, pemerintah menjadi kehilangan legitimasi
kehadirannya di mata dan hati rakyat. Negara dan pemerintahannya sepertinya tidak ada, bahkan terkesan
tidak eksis untuk jangka waktu yang berkepanjangan
Pertanyaan yang tersisa kemudian adalah apakah kinerja pemerintah dan negara tersebut
sepenuhnya terkait dengan pilihan strategi yang digunakan. Dalam dunia bisnis biasanya dapat ditemukan
hubungan kausalitas yang jelas antara pilihan dan eksekusi strategi dengan kinerja yang diraih. Hubungan
sebabakibat semakin terlihat transparan ketika perusahaan berada dalam lingkungan bisnis yang relatif
stabil.Ketika lingkungannya memiliki tingkat keguncangan (turbulensi) yang tinggi, bisa jadi analisis
sebab-akibat tidak dapat terlihat. Kaitan antara strategi dan kinerja sepertinya tidak begitu mudah
ditemukan pada organisasi pemerintahan. Karakteristik khas pemerintahan menjadikannya lebih mudah
untuk diarahkan meraih hal-hal yang termasuk dalam kategori sedangsedang saja. Tidak mudah untuk
berpikir jangka panjang dan rasional, apalagi disertai dengan target kinerja yang sangat baik, terutama
jika politisi dan birokrat pemangku kekuasaan ternyata tidak memiliki waktu berkuasa yang cukup.
Kepentingan mereka cenderung ditempatkan pada prioritas yang lebih tinggi dibanding kepentingan
publik (Mulgan dalam Suwarsono: 2012).
Dengan kata lain, diperlukan rekayasa politik jika dikehendaki adanya pemerintahan yang
memiliki orientasi strategis. Kehadiran strategis bukan sebuah keniscayaan. Inilah yang secara implicit
dikatakan oleh (Meyers J Steven Kelman, 2009). Bukan tidak mungkin pemerintahan memiliki peluang
yang besar untuk meraih keberhasilan, sekalipun memiliki program dan strategi yang ambisius. Ketika
pemerintah berhasil memenuhi syarat-syarat pendahuluan yang diperlukan, kemungkinan keberhasilan
tetap terbuka. Hanya saja syarat-syarat yang diperlukan tampak begitu banyak dan tidak mudah untuk
dipenuhi. Sepertinya keberhasilan strategi selalu memerlukan kerja ekstra yang mungkin justru bisa jadi
berupa kerja ekstra luar biasa.
B. Konsep Strategi Penyelesaian Konflik
1. Pengertian Konflik
Menurut (Setiadi, 2011) Istilah konflik secara etimologis berasal dari bahasa latin “con” yang berarti
bersama dan “fligere” yang berarti benturan atau tabrakan. Lebih lanjut Webster dalam (Pearce, 2008)
menyatakan bahwa “conflict” dalam bahasa aslinya berarti suatu “perkelahian, peperangan, atau
perjuangan” yaitu berupa konfrontasi fisik antara beberapa pihak. Tetapi arti kata itu berkembang dengan
masukan “ketidaksepakatan yang tajam atau oposisi atas berbagai kep entingan ide, dan lain-lain”.
Dengan demikian istilah tersebut sekarang juga menyentuh aspek psikologi, dibalik konfrontasi fisik yang
terjadi selain konfrontasi fisik itu sendiri.
2. Bentuk Konflik
Secara garis besar konflik dalam masyarakat dapat diklarifikasikan kedalam beberapa bentuk berikut ini :
a) Berdasarkan Sifatnya
Berdasarkan sifatnya, menurut (Lauer, 2001) konflik dapat dibedakan menjadi konflik destruktif
dan konflik konstruktif.
a. Konflik Destruktif merupakan konflik yang muncul karena adanya perasaan tidak senang, rasa
bencidan dendam dari seorang ataupun kelompok terhadap pihak lain. Pada konflik ini terjadi
bentrok-bentrok fisik yang mengakibatkan hilangnya nyawa dan harta benda seperti konflik Poso,
Ambon, Kupang, Sambas dan lain sebagainya.
b. Konflik Konstruktif merupakan konflik yang bersifat fungsional, konflik ini muncul karena
adanya perbedaan pendapat dari kelompok-kelompok dalam menghadapi suatu permasalahan.
Konflik ini akan menghasilkan suatu konsensus dari berbagai pendapat tersebut dan
menghasilkan suatu perbaikan. Misalnya perbedaan pendapat dalam sebuah organisasi.
b) Berdasarkan posisi pelaku yang berkonflik
Berdasarkan posisi pelaku yang berkonflik (Kusnadi, 2002) membaginya menjadi 3 konflik yaitu :
a. Konflik Vertikal merupakan konflik antar komponen masyarakat didalam suatu struktur yang memiliki
hierarki. Contohnya konflik yang terjadi antara atasan dengan bawahan dalam sebuah kantor.
b. Konflik horisontal merupakan konflik yang terjadi antar individu atau kelompok yang memiliki
kedudukan yang relatif sama. Contohnya konflik yang terjadi antar organisasi massa.
c. Konflik diagonal merupakan konflik yang terjadi karena adanya ketidakadilan alokasi sumber daya
keseluruh organisasi sehingga menimbulkan pertentangan yang ekstrem. Contohnya konflik yang terjadi
di Aceh.
d. Konflik tenurial merupakan persoalan ketidakpastian tata batas hutan yang tidak hanya menimpah
masyarakat adat ataupun masyarakat lokal yang berdiam dan memanfaatkan lahan dan sumber daya di
dalam kawasan hutan, tetapi juga institusi yang memiliki usaha kehutanan dan pemerintah. Ketidak
pastian areal kawasan hutan adalah salah satu yang menghambat efektivitas tata kelolah hutan di
Indonesia misalnya dari seluruh kawasan hutan seluaa 130 juta hektar maka areal yang telah selesai ditata
batas temu gelang baru sekitar 12% (14,2 juta hektar) ketidak pastian ini memicu munculnya konflik
tenurial (lahan) dengan berbagai pihak yang berkepentingan dengan kawasan hutan. padahal setidak-
tidaknya terdapat 50 juta orang yang bermukim disekitar kawasan hutan dengan lebih dari 33 ribu yang
berbata san dengan kawasan hutan
Untuk memberikan kepastian hukum atas kawasan hutan, maka diperlukan proses pengukuhan
kawasan hutan, dimana seluruh proses yang harus dilakukan adalah penunjukan, penetapan batas,
pemetaan dan penetapan kawasan hutan. Proses ini semua adalah untuk menuju suatu kawasan hutan
yang” legal dan legitimate” pemerintah lewat kemenhut telah mengatur proses pengukuhan kawasan
hutan lewat berbagai aturan, diantaranya peraturan pemerintah nomor 44/2004 tentang perencanaan
hutan, permenhut nomor P.47/2010 tentang panitia tata batas dan permenhut P.50/Menhut-II/2011tentang
pengukuhan kawasan hutan. Terkadang juga suatu kawasan hutan negara baru merupakan penunjukan
tetapi telah diterbitkan izin bagi konsesi, padahal seharusnya baru pada tahap penetapan itu memiliki
kekuatan hukum dan baru di katakana sebagai hutan negara. Dalam rekomendasi yang dikeluarkan oleh
konferensi internasioal tenang tenurial dan tata kelolah hutan dan kewirausahaaan pada tahun 2011
direkomendasikan hal-hal sebagai berikut:
1. Memperkuat legalitas kawasan hutan
2. Memperkuat kepastian hak semua pihak atas kawasan hutan
3. Menciptakan sistem yang efektif untuk percepatan pengukuhan kawasan hutan
4. Mendorong pembentukan kebijakan terpadu dan penguasaan tanah dan kawasan hutan dan kordinasi
kewenangan antara sektor yang terikat dengan urusan penguasaan tanah dan kawasan hutan
Pengurasan hutan dilakukan lewat sistem pengolahan hutan dengan prinsip ilmia modern (scientific
forestry,kehutanan ilmia). Hutan dilihat sebagai sebuah unik kesatuan, keteraturan produksi dalam rangka
untuk menghasilkan efesiensi pengolahan untuk memperoleh keuntungan bagi negara dan pelaku bisnis
atau untuk mengakumulasi modal
c) Pengertian Strategi Penyelesaian Konflik
Menurut (Nasikun, 2003) menjelaskan beberapa strategi penyelesaian konflik yang lazim dipakai
yakni, konsiliasi, mediasi, arbitrasi, koersi (paksaan). Urutan ini berdasarkan kebiasaan orang mencari
penyelesaian suatu masalah yakni, cara yang tidak formal lebih dahulu, kemudian cara formal jika cara
pertama membawa hasil. Berikut penjelasan dari ke empat bentuk strategi penyelesaian konflik menurut
(Nasikun, 2003), yakni :
1. Konsiliasi (conciliation): pengendalian semacam ini terwujud melalui lembaga-lembaga tertentu yang
memungkinkan tumbuhnya pola diskusi dan pengambilan keputusan-keputusan diantara pihak-pihak yang
berlawanan mengenai persoalan-persoalan yang mereka pertentangkan.
2. Mediasi (mediation): bentuk ini dilakukan bila kedua belah pihak yang bersengketa bersama-sama
sepakat untuk memberikan nasihat-nasihat tentang bagaimana mereka sebaiknya menyelesaikan
pertentangan mereka.
3. Arbitrasi : berasal dari bahasa latin arbitrium artinya melalui pengendalian, dengan seorang hakim
(arbiter) sebagai pengambil keputusan. Arbitrasi berbeda dengan konsoliasi dan mediasi. Seorang arbiter
memberi keputusan yang mengikat kedua belah pihak yang bersengketa, artinya keputusan seorang hakim
harus ditaati. Apabila salah satu pihak tidak menerima keputusan itu ia dapat naik banding kepada
pengadilan yang lebih tinggi sampai instansi pengadilan nasional yang tinggi.
4. Persiatan : didalam hal ini kedua belah p ihak yang bertentangan bersepakat untuk memberikan
keputusan-keputusan tertentu untuk menyelesaikan konflik yang terjadi diantara mereka.
Sedangkan menurut (Supriyadi, 2012), menjelaskan bahwa Pendekatan penyelesaian konflik oleh
pemimpin dikategorikan dalam dua dimensi ialah kerjasama/tidak kerjasama dan tegas/tidak tegas.
Dengan menggunakan kedua macam dimensi tersebut ada 5 macam pendekatan penyelesaian konflik
yakni :
a. Kompetisi
Penyelesaian konflik yang menggambarkan satu pihak mengalahkan atau mengorbankan yang
lain. Penyelesaian bentuk kompetisi dikenal dengan istilah win-lose orientation.
b. Akomodasi
Penyelesaian konflik yang menggambarkan kompetisi bayangan cermin yang memberikan
keseluruhannya penyelesaian pada pihak lain tanpa ada usaha memperjuangkan tujuannya sendiri.
Proses tersebut adalah taktik perdamaian.
c. Sharing
Suatu pendekatan penyelesaian kompromistis antara dominasi kelompok dan kelompok damai.
Satu pihak memberi dan yang lkain menerima sesuatu. Kedua kelompok berpikiran moderat,
tidak lengkap, tetapi memuaskan.
d. Kolaborasi
Bentuk usaha penyelesaian konflik yang memuaskan kedua belah pihak. Usaha ini adalah
pendekatan pemecahan problem (problem-solving approach) yang memerlukan integrasi dari
kedua pihak.
e. Penghindaran
Menyangkut ketidakpedulian dari kedua kelompok. Keadaaan ini menggambarkan penarikan
kepentingan atau mengacuhkan kepentingan kelompok lain.
d) Langkah-Langkah Penyelesaian Masalah Menurut G. Polya
Goerge Polya dalam Veby (2012), memberikan saran untuk mengajar mahasiswa matematika dan
mini ensiklopedia istilah heuristik. Buku yang telah diterjemahkan dalam 17 bahasa dan telah terjual
lebih dari satu juta eksemplar ini, memperkenalkan 4 langkah dalam penyelesaian masalah yang disebut
Heuristik. Heuristik adalah suatu langkah-langkah umum yang memandu pemecah masalah dalam
menemukan solusi masalah. Heuristik tidak menjamin solusi yang tepat, tetapi hanya memandu dalam
menemukan solusi dan tidak menuntut langkah berurutan. Empat langkah tersebut yaitu memahami
masalah, merencanakan pemecahan, melaksanakan rencana, dan melihat kembali.
a. Memahami Masalah
Pelajar seringkali gagal dalam menyelesaikan masalah karena semata-mata mereka tidak
memahami masalah yang dihadapinya. Atau mungkin ketika suatu masalah diberikan kepada
anak dan anak itu langsung dapat menyelesaikan masalah tersebut dengan benar, namun soal
tersebut tidak dapat dikatakan sebagai masalah. Untuk dapat memahami suatu masalah yang
harus dilakukan adalah pahami bahasa atau istilah yang digunakan dalam masalah tersebut,
merumuskan apa yang diketahui, apa yang ditanyakan, apakah informasi yang diperoleh cukup,
kondisi/syarat apa saja yang harus terpenuhi, nyatakan atau tuliskan masalah dalam bentuk yang
lebih operasional sehingga mempermudah untuk dipecahkan. Kemampuan dalam menyelesaikan
suatu masalah dapat diperoleh dengan rutin menyelesaikan masalah. Berdasarkan hasil dari
banyak penelitian, anak yang rutin dalam latihan pemecahan masalah akan memiliki nilai tes
pemecahan masalah yang lebih tinggi dibandingkan dengan anak yang jarang berlatih
mengerjakan soal-soal pemecahan masalah. Selain itu, ketertarikan dalam menghadapi tantangan
dan kemauan untuk menyelesaikan masalah merupakan modal utama dalam pemecahan masalah.
b. Merencanakan Pemecahan
Memilih rencana pemecahan masalah yang sesuai bergantung dari seberapa sering
pengalaman kita menyelesaikan masalah sebelumnya. Semakin sering kita mengerjakan latihan
pemecahan masalah maka pola penyelesaian masalah itu akan semakin mudah didapatkan. Untuk
merencanakan pemecahan masalah kita dapat mencari kemungkinan-kemungkinan yang dapat
terjadi atau mengingat-ingat kembali masalah yang pernah diselesaikan yang memiliki kemiripan
sifat / pola dengan masalah yang akan dipecahkan. Kemudian barulah menyusun prosedur
penyelesaiannya.
c. Melaksanakan Rencana
Langkah ini lebih mudah dari pada merencanakan pemecahan masalah, yang harus
dilakukan hanyalah menjalankan strategi yang telah dibuat dengan ketekunana dan ketelitian
untuk mendapatkan penyelesaian.
d. Melihat Kembali
Kegiatan pada langkah ini adalah menganalisi dan mengevaluasi apakah strategi yang
diterapkan dan hasil yang diperoleh benar, apakah ada strategi lain yang lebih efektif, apakah
strategi yang dibuat dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah sejenis, atau apakah strategi
dapat dibuat generalisasinya. Ini bertujuan untuk menetapkan keyakinan dan memantapkan
pengalaman untuk mencoba masalah baru yang akan datang.
Penyelesaian Konflik
Masyarakat
DAFTAR PUSTAKA
Anderson, J. (1979). Public Policy Making (Second ed). New York: Holt Renehart and Winston
New York.
David, r fred. (2011). strategic management. jakarta: buku 1 edisi 2.
Friedrich, J. C. (1963). Man and His Government. Newyork: Mc Graw-Hill.
George, P. (1985). How to Solve It A New Aspect of Mathematical Method. United States Of
America: Pricenton University Press.
Harold, K. A. L. D. (1970). Power and Societ. New Haven: Yale University Press.
Imron, A. (2002). Kebijakan Pendidikan Di Indonesia. Jakarta: Pt Bumi Aksara.
Kuncoro, M. (2005). Strategi Bagaimana Meraih Keunggulan Kompetitif. Jakarta: Erlanga.
Kusnadi. (2002). Konflik Sosial Nelayan Kemiskinan dan Perebutan Sumber Daya Perikanan.
Yogyakarta: Pelangi Aksara.
Lauer, H. R. (2001). Perspektif Tentang Perubahan Sosial. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Meyersp J Steven Kelman. (2009). Successfully Executing Ambitious Strategies In Government:
An Empirical Analysis. Harvard Kennedy School Of Government: Faculty Research Working
Paper Series.
Muin, I. (2013). SOsiologi untuk SMA/MA Kelas X Kelompok Peminatan IlmuIlmu Sosial.
Jakarta: Erlangga Hal : 25-26.
Nasikun. (2003). Sistem Sosial Indonesia. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Osborne, G. T. and D. (2000). Mewirausahakan Birokrasi. Jakarta: Pustaka Binaman Pressindo.
Pearce, R. B. R. & A. J. I. (2008). Manajemen Strategi Formulasi Implementasi dan
Pengendalian. Jakarta: Salemba Empat.
Sanderson, K. S. (2011). Makrosiologi. Jakarta: Rajawali Press.
Sangaji, A. (2000). PLTA Lore Lindu : Orang Lindu Menolak Pindah. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
65
Scott, C. J. (2000). Senjata Orang-Orang yang Kalah (Bentuk-Bentuk Perlawanan Sehari-hari
Kaum Tani). Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Setiadi, K. U. dan M. E. (2011). Pengantar Sosiologi. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia 511 hal.
Soekanto, S. (2000). Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Supriyadi, G. (2012). Manajemen Konflik Organisasi. Grasindo.
Suwarsono, M. (2012). Manajemen Strategik. Yogyakarta: UUPA Edisi ke 3.
Tjiptono, F. (2006). Strategi Pemasaran.Yogyakarta: Andi Offset MP YKPN 2000.
Weber, M. (2006). Essay in Sociology Terj Noorkholis Sosiologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Zubir, Z. (2002). Raikalime Kaum Pinggiran Studi Tentang Ideologi Isu Strategi dan Dampak
Gerakan. Yogyakarta: Insist Press.
Peraturan Perundang-Undangan
UUD NOMOR 32 tahun 2009 pasal 36 ayat (1) tentang perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup (UUPPLH).