Anda di halaman 1dari 13

Sanitasi Berbasis Masyarakat

Lead to sustainability of sanitation program

Dalam beberapa dekade terakhir, sanitasi merupakan salah satu bidang yang menjadi
fokus utama dalam pengembangan suatu negara khususnya negara berkembang (Developing
Country) seperti Indonesia. Terdapat beberapa definisi sanitasi dari beberapa ahli seperti halnya
Dr. Azrul Azwar yang menitikberatkan definisi sanitasi pada pengawasan terhadap berbagai
faktor lingkungan yang mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat. Sedangkan menurut Ehler
& Steel, sanitasi adalah upaya pencegahan penyakit dengan cara mengeliminasi atau mengontrol
faktor lingkungan yang berkaitan dengan rantai transmisi penyebaran penyakit. Yang dimaksud
rantai transmisi penyebaran penyakit adalah siklus terjadinya atau mewabahnya suatu penyakit
mulai dari sumber penyakit, vector penyakit hingga reservoir (tempat vector penyakit tinggal)
sebelum akhirnya menjangkit manusia.
Sementara itu menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, yang dimaksud dengan sanitasi
adalah suatu upaya pencegahan penyakit yang menitikberatkan kegiatannya kepada usaha-usaha
kesehatan lingkungan hidup manusia. Di dalam Undang-Undang Kesehatan No.23 tahun 1992
pasal 22 disebutkan bahwa kesehatan lingkungan diselenggarakan untuk mewujudkan kualitas
lingkungan yang sehat, yang dapat dilakukan dengan melalui peningkatan sanitasi lingkungan,
baik yang menyangkut tempat maupun terhadap bentuk atau wujud substantifnya yang berupa
fisik, kimia, atau biologis termasuk perubahan perilaku.
Kualitas lingkungan yang sehat adalah keadaan lingkungan yang bebas dari resiko yang
membahayakan kesehatan dan keselamatan hidup manusia, melalui pemukiman antara lain
rumah tinggal dan asrama atau yang sejenisnya, melalui lingkungan kerja antra perkantoran dan
kawasan industry atau sejenis. Sedangkan upaya yang harus dilakukan dalam menjaga dan
memelihara kesehatan lingkungan adalah obyek sanitasi meliputi seluruh tempat kita
tinggal/bekerja seperti: dapur, restoran, taman, public area, ruang kantor, rumah.

Dalam sebuah program sanitasi yang berkelanjutan dan tepat guna maka harus ada
partisipasi dari masyarakat yang menjadi tujuan tersebut, oleh karena itu umumnya pendekatan
sanitasi menggunakan community based atau berbasis masyarakat. Menurut PMI, Community
Based atau pendekatan yang berbasis masyarakat adalah upaya pemberdayaan kapasitas
masyarakat untuk dapat mengenali, menalaah dan mengambil inisiatif untuk memecahkan
permasalahan yang ada secara mandiri. Dengan kata lain, segala program yang berbasis
masyarakat menitikberatkan pada kemauan dan usaha dari masyarakat itu sendiri agar dapat
mengatasi permasalahan terutama permasalahan sanitasi secara mandiri.
Tujuan dari pendekakatan yang berbasis masyarakat adalah meningkatnya kapasitas
masyarakat dan mencoba untuk menurunkan kerentanan individu, keluarga dan masyarakat luas
serta adanya perubahan pola hidup masyarakat dalam upaya menangani permasalahan yang
terjadi di lingkungannya. Disamping itu program berbasis masyarakat menggunakan pendekatan
yang berbasis realita bahwa dengan cara-cara yang relatif sederhana dan mudah dilaksanakan ,
maka masyarakat di kalangan bawahpun dapat melakukan perubahan yang positif untuk menuju
ke arah yang lebih baik.
Keunggulan dari pendekatan berbasis masyarakat mengarahkan perkembangan pada: (1)
Kesadaran masyarakat akan pentingnya partisipasi dalam proses pembangunan; (2) Pengetahuan
tentang konsep teknologi tepat guna, indigenous technology, indigenous knowledge dan
indigenous institutions sebagai akibat kegagalan konsep transfer teknologi; (3) Tuntunan
masyarakat dunia tentang hak asasi, keadilan, dan kepastian hukum dalam proses pembangunan
dan keberadaan fasilitator; (4) Konsep pembangunan berkelanjutan (sustainable development),
yang merupakan suatu alternatif paradigma pembangunan baru; (5) Lembaga swadaya
masyarakat; (6) Meningkatkan kesadaran akan pentingnya pendekatan pengembangan
masyarakat dalam praksis pembangunan.
Jika dikaitkan dengan sanitasi, maka Sanitasi Berbasis Masyarakat adalah suatu
program yang dirancang untuk memperbaiki sanitasi di lingkungan permukiman yang padat,
kumuh dan miskin yang difokuskan pada penanganan pembuangan air limbah domestic dengan
memberdayakan masyarakat yang berada di lingkungan tersebut sebagai aktor perbaikan. Di
Indonesia, pemerintah memiliki program Sanitasi Total Berbasis Masyarakat yaitu program
sanitasi yang ditujukan untuk mengubah perilaku masyarakat agar lebih higienis dan saniter

dengan pendekatan patisipastif diawali dengan proses pemicuan untuk menimbulkan rasa jijik
dan ngeri terhadap lingkungan yang kotor. Beberapa metode yang digunakan pada program ini
adalah :
1. Alat utama PRA dalam Sanitasi Total Berbasis Masyarakat Pemetaan, yang bertujuan
untuk mengetahui / melihat peta wilayah BAB masyarakat serta sebagai alat monitoring
(pasca triggering, setelah ada mobilisasi masyarakat).
2. Transect Walk, bertujuan untuk melihat dan mengetahui tempat yang paling sering
dijadikan tempat BAB. Dengan mengajak masyarakat berjalan ke sana dan berdiskusi di
tempat tersebut, diharapkan masyarakat akan merasa jijik dan bagi orang yang biasa BAB
di tempat tersebut diharapkan akan terpicu rasa malunya.
3. Alur Kontaminasi (Oral Fecal); mengajak masyarakat untuk melihat bagaimana kotoran
manusia dapat dimakan oleh manusia yang lainnya.
4. Simulasi air yang telah terkontaminasi; mengajak masyarakat untuk melihat bagaimana
kotoran manusia dapat dimakan oleh manusia yang lainnya
5. Diskusi Kelompok (FGD); bersama-sama dengan masyarakat melihat kondisi yang ada
dan menganalisanya sehingga diharapkan dengan sendirinya masyarakat dapat
merumuskan apa yang sebaiknya dilakukan atau tidak dilakukan. Pembahasannya
meliputi:
FGD untuk menghitung jumlah tinja dari masyarakat yang BAB di sembarang

tempat selama 1 hari, 1 bulan, dan dalam 1 tahunnya.


FGD tentang privacy, agama, kemiskinan, dan lain-lain
Elemen-elemen yang harus dipicu, dan alat-alat PRA yang digunakan untuk
pemicuan faktor-faktor tersebut.

Prinsip-prinsip utama yang diperlukan dalam menjalankan program berbasis masyarakat


adalah sebagai berikut

Program Sanitasi Tanggap Kebutuhan


Masyarakat yang layak mengikuti Sanimas dapat bersaing mendapatkan program ini
dengan cara menunjukkan komitmen serta kesiapan untuk melaksanakan sistem

sesuai keinginan mereka


Pengambilan Keputusan Sepenuhnya di Tangan Masyarakat
Peran LSM/Swasta dan pemerintah hanya sebatas sebagai fasilitator.
Keberpihakan pada warga penghasilan rendah

Orientasi kegiatan ditujukan kepada penduduk miskin yang bermukim di permukiman

padat perkotaan berdasarkan kebutuhan.


Otonomi dan Desentralisasi
Masyarakat mendapat kepercayaan dan kesempatan yang luas dalam prses

perencanaan, pelaksanaan, pengawasan , pemanfaatan dan pengelolaan hasilnya.


Partisipatif
Masyarakat terlibat aktif dalm proses perencanaan, pelaksanaan, pengawasan,

pemanfaatan dan pengelolaan hasilnya.


Keswadayaan
Kemampuan masyarakat menjadi faktor pendorong utama dalam keberhasilan
kegiatan, baik proses perencanaan, pelaksanaan, pengawasan maupun pemanfaatan
hasil kegiatan.

Permasalahan Sanitasi di Lingkungan Urban, Periurban dan Desa

Permasalahan Sanitasi di Kota Denpasar (Urban)


Kota Denpasar merupakan kota dengan pertumbuhan ekonomi dan penduduk tertinggi di
Provinsi Bali. Dengan area seluas 123,98 km2 dengan populasi tahun 2010 adalah 788.445 jiwa
maka didapat kepadatan kota Denpasar 6400 jiwa/km2. Untuk sebuah kota besar, jumlah ini
menunjukan bahwa Kota Denpasar adalah salah satu kota terpadat di Indonesia. Urbanisasi dan

Transmigrasi yang tidak terkontrol membuat banyak masyarakat yang datang dari daerah
pedesaan maupun daerah di luar Bali pergi ke Denpasar untuk mengadu nasib. Hal ini juga
memicu naiknya jumlah penduduk kota Denpasar namun menurunnya tingkat kesejahteraan dan
kesehatan masyarakat.
Sampah dan air limbah spesifik seperti B3 maupun resto merupakan salah satu
permasalahan sanitasi yang mengganjal perkembangan kota Denpasar. Pada tahun 2011 tercatat
total volume sampah yang masuk ke TPA menurut Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota
Denpasar adalah 826.363 m3. Hal ini tentunya menambah beban yang berat kepada TPA Suwung
sebagai TPA utama di Denpasar, dimana selain terus bertambahnya volume sampah di TPA
Suwung, program yang dijalankan dalam pengelolaan sampah selama ini hanya berkutat kepada
program Kumpul Angkut Buang tanpa adanya pemrosesan seperti reduksi 3R disumber
maupun di TPS. Sejumlah 826.363 m3 itu hanyalah sampah yang masuk ke TPA, sampah yang
dibuang ke sungai tidak masuk ke dalam perhitungan tersebut. Menurut DKP, jika diestimasikan
dengan sampah yang dibuang ke sungai maka tahun 2011 sampah kota Denpasar mencapai
1.151.341 m3.
Sampah merupakan permasalahan yang kompleks dan paling sering dijumpai di kotakota besar. Hal ini dikarenakan banyaknya masyarakat yang membawa budaya buang sampah
sembarangan dan perilaku konsumtif ke lingkungan perkotaan membuat jumlah sampah yang
terkumpul melebihi kapasitas pewadahan dan pengangkutan sehingga banyak akhirnya sampah
yang dibuang ke sembarang tempat seperti sungai dan drainase. Contoh sampah yang menumpuk
di Tukad Badung (salah satu sungai terbesar Denpasar) dapat dilihat pada lampiran video.
Oleh karena permasalahan sampah yang menumpuk tersebut maka pemerintah kota
Denpasar membuat beberapa langkah-langkah untuk menangani permasalahan sanitasi ini salah
satunya adalah program clean and green. Program ini menitikberatkan kepada reduksi timbulan
sampah dengan metode 3R sehingga sampah yang masuk ke TPA Suwung dapat ditekan.

Permasalahan Sanitasi di Kabupaten Kulon Progo, Jogjakarta (Peri-urban)

Daerah Istimewa Yogyakarta termasuk daerah yang memiliki persediaan air yang
melimpah, baik air yang mengandung garam maupun air yang tidak mengandung garam atau air
tanah. Namun akhir-akhir ini, di beberapa daerah-daerah periurban terjadi kekeringan atau
kekurangan air, seperti di beberapa kecamatan di Bantul, yakni Kecamatan Pundong, Kecamatan
Pajangan, Kecamatan Dlingo, Kecamatan Imogiri, Kecamatan Sedayu dan Kecamatan
Banguntapan. Selain kecamatan-kecamatan tersebut, warga Bantul yang tinggal di pinggiran
sungai juga kekurangan air bersih, lantaran tidak bisa menggunakan air sumur yang keruh dan
beraroma tidak sedap akibat endapan lumpur. Krisis air tersebut terjadi di Desa Glondong,
Kecamatan Kasihan, Bantul. Masalah sanitasi lainnya di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta,
adalah di Kabupaten Kulon Progo, yakni masih banyaknya penduduk yang BABS (Buang Air
Besar Sembarangan), kurangnya sarana MCK di lokasi rumah pintar, kurangnya pengetahun
mengenai sanitasi, dan tidak adanya pilot project prasarana sarana pengolah air limbah yang
dapat direplikasi di tempat lain.
Dengan melihat latar belakang masalah sanitasi di Kabupaten Kulon Progo , maka
dijadikan sebagai sebab dibentuknya sanitasi berbasis masyarakat. Dusun Segajih, Desa
Hargotirto, Kokap,

Kulon Progo adalah tempat yang dijadikan sebagai lokasi peninjauan

pembangunan sanitasi oleh masyarakat atau yang dinamakan Sanimas (Sanitasi Masyarakat)
plus. Peninjauan itu merupakan rangkaian dari peresmian Desa Sejahtera Hargotirto yang
dipusatkan di Waduk Sermo, DIY. Kegiatan itu merupakan kerja sama antara SIKIB dengan
LPPM (Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat) UGM. Dalam peninjauan tersebut,
ditekankan akan pentingnya pasokan air bersih untuk sanimas tersebut.
Pasokan air bersih yang lancar dan teratur akan membuat sanimas ini dapat terus
digunakan. Sistem yang digunakan adalah sistem MCK plus dan perpipaan yang dilengkapi
dengan IPAL sistem DEWATs dan Bio-Digester. Sanimas plus dibangun bertujuan untuk sarana
kebersihan maupun untuk fasilitas Mandi Cuci Kakus (MCK) warga masyarakat. Sedangkan arti
kata plus di sini adalah penambahan sarana biogas yang mampu memproduksi gas dari kotoran
tinja dalam septiktank sehingga dapat dimanfaatkan untuk kebutuhan rumah tangga yaitu
memasak. Itu berarti sanimas plus juga sebagai daur ulang limbah yang ramah lingkungan
(recycle). Tujuan dari berdirinya Sanimas plus ini adalah yang pertama menjaga sanitasi dan
kesehatan masyarakat Kokap Kulon Progo. Yang kedua adalah menjaga kualitas sumber air
bersih Waduk Sermo, yang kita tahu, air dari Waduk Sermo kita gunakan sebagai berbagai

keperluan pertanian, seperti irigasi. Dan yang ketiga adalah menanamkan kebiasaan hidup sehat
masyarakat Kokap dengan tidak buang air kecil atau besar di sembarang tempat. Ini adalah
sanitasi dalam penanggulangan air limbah.

Permasalahan Sanitasi Desa Dauh Peken (Tabanan)


Berdasarkan Buku Putih Sanitasi Kabupaten Tabanan, Kecamatan Tabanan
memiliki salah satu desa kumuh yang berada dekat dengan kawasan perkotaan, yakni Desa Dauh
Peken. Selain memiliki jumlah penduduk yang tinggi, Desa Dauh Peken termasuk desa dengan
kondisi sanitasi beresiko tinggi. Indikator kondisi sanitasi resiko tinggi diantaranya kepadatan
penduduk yang tinggi, ketersediaan prasarana dan sarana sanitasi yang sangat rendah, serta
perilaku masyarakat yang tidak higienis dan saniter.
Desa Dauh Peken merupakan desa kumuh yang terletak di Kecamatan Tabanan
dengan luas wilayah masing-masing 4,49 km2. Berdasarkan data Kecamatan Tabanan Dalam
Angka Tahun 2015, jumlah penduduk Desa Dauh Peken adalah 11.742 jiwa (3.336 KK). Desa
Dauh Peken termasuk ke dalam desa dengan kondisi sanitasi beresiko tinggi. Salah satu hal yang
mempengaruhi hal tersebut adalah rendahnya ketersediaan prasarana dan sarana sanitasi di
wilayah desa, meliputi jamban sehat, sistem penyaluran air limbah (SPAL), septic tank, instalasi
pengolahan air limbah (IPAL) Komunal, serta instalasi pengolahan lumpur tinja (IPLT). Selain
itu, kondisi sanitasi beresiko tinggi juga disebabkan oleh rendahnya pola hidup bersih dan sehat
(PHBS) yang terjadi di Desa Delod Peken dan Dauh Peken.
Salah satu program pemerintah Kabupaten Tabanan dalam mengelola air limbah
domestik adalah dengan melakukan pemberdayaan masyarakat melalui program Sanitasi
Berbasis Masyarakat (Sanimas). Hingga tahun 2014, 4 dari 7 banjar di Desa Dauh Peken telah
melaksanakan Sanimas. Dalam program sanimas, dibangun IPAL skala komunal yang melayani
sejumlah KK di lingkup wilayah banjar di daerah tersebut. Meskipun Desa Dauh Peken memiliki
karakter permukiman padat, namun masih memiliki ruang yang cukup untuk membangun
instalasi perngolahan limbah cair domestik beserta sistem penyalurannya dapat memanfaatkan
ruang di pekarangan rumah ataupun lingkungan sekitar. Hal tersebut diperkuat dengan analisis
yang dilakukan oleh pokja sanitasi yang mengindikasikan kebutuhan instalasi pengolahan limbah

cair domestik di permukiman difokuskan pada pengolahan limbah cair di rumah tangga dan atau
skala yang lebih besar atau masyarakat.
Dalam pelaksanaan program sanitasi berbasis masyarakat, setiap banjar memiliki
Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) yang melaksanakan dan mengelola operasional program
sanitasi. Program sanimas di Desa Dauh Peken berupa pembangunan instalasi pengolahan air
limbah skala komunal. Teknologi pengolahan air limbah yang digunakan adalah anaerobic
baffled reactor (ABR). Pemilihan teknologi ABR didasari atas keuntungan berupa kebutuhan
lahan tidak terlalu luas, mudah dalam operasional dan pemeliharaan, serta memiliki efisiensi
removal BOD dan COD yang tinggi. Teknologi ABR dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1 ABR di wilayah Desa Dauh Peken

Slow Sand Filter

Slow Sand Filter atau dikenal dengan nama saringan pasir lambat merupakan jenis
saringan pasir yang digunakan untuk proses penyaringan polutan dari air baku. Berbeda dengan
saringan pasir cepat, saringan pasir lambat membutuhkan waktu detensi yang lebih lama karena
menitikberatkan pada proses biologi sehingga filter dirancang sedemikian rupa agar air dapat

melewati saringan secara perlahan-lahan. Secara umum, proses pengolahan air bersih dengan
saringan pasir lambat konvensional terdiri atas unit proses yakni bangunan penyadap, bak
penampung, saringan pasir lambat dan bak penampung air bersih.
Unit pengolahan air dengan saringan pasir lambat merupakan suatu paket. Air baku yang
digunakan yakni air sungai atau air danau yang tingkat kekeruhannya tidak terlalu tinggi. Jika
tingkat kekeruhan air bakunya cukup tinggi misalnya pada waktu musim hujan, maka agar
supaya beban saringan pasir lambat tidak telalu besar, maka perlu dilengkapi dengan peralatan
pengolahan pendahuluan misalnya bak pengendapan awal dengan atau tanpa koagulasi bahan
dengan bahan kimia.
Umumnya disain konstruksi dirancang setelah didapat hasil dari survai lapangan baik
mengenai kuantitas maupun kualitas. Dalam gambar desain telah ditetapkan proses pengolahan
yang dibutuhkan serta tata letak tiap unit yang beroperasi. Kapasitas pengolahan dapat dirancang
dengan berbagai macam ukuran sesuai dengan kebutuhan yang diperlukan.
Biasanya saringan pasir lambat hanya terdiri dari sebuah bak yang terbuat dari beton,
ferosemen, bata semen atau bak fiber glass untuk menampung air dan media penyaring pasir.
Bak ini dilengkapi dengan sistem saluran bawah, inlet, outlet dan peralatan kontrol.
Untuk sistem saringan pasir lambat konvensional terdapat dua tipe saringan yakni :

Saringan pasir lambat dengan kontrol pada inlet (Gambar 2).

Saringan pasir lambat dengan kontrol pada outlet. (Gambar 3).

Kedua sistem saringan pasir lambat tersebut mengunakan sistem penyaringan dari atas ke
bawah (down Flow).
Kapasitas pengolahan dapat dirancang dengan berbagai macam ukuran sesuai dengan

kebutuhan yang diperlukan. Biasanya saringan pasir lambat hanya terdiri dari sebuah bak yang
terbuat dari beton, ferosemen, bata semen atau bak fiber glass untuk menampung air dan media

penyaring pasir. Bak ini dilengkapi dengan sistem saluran bawah, inlet, outlet dan peralatan
kontrol.

Gambar 2 Komponen Dasar Saringan Pasir Lambat dengan Kontrol Inlet


Keterangan :
A.Kran untuk inlet air baku
B. Kran untuk penggelontoran air supernatant
C. Kran untuk pencucian balik unggun pasir dengan air bersih
D. Kran untuk pengeluaran/pengurasan air olahan yang masih kotor
E. Kran pengatur laju penyaringan
F. Indikator laju alir
G. Weir inlet kran distribusi
H. Kran distribusi
I. Kran penguras bak air bersih

Struktur inlet dibuat sedemikian rupa sehingga air masuk ke dalam saringan tidak
merusak atau mengaduk permukaan media pasir bagian atas. Struktur inlet ini biasanya
berbentuk segi empat dan dapat berfungsi juga untuk mengeringkan air yang berada di atas
media penyaring (pasir). Tinggi lapisan air yang berada di atas media penyaring (supernatant)

dibuat sedemikian rupa agar dapat menghasilkan tekanan (head) sehingga dapat mendorong air
mengalir melalui unggun pasir. Di samping itu juga berfungsi agar dapat memberikan waktu
tinggal air yang akan diolah di dalam unggun pasir sesuai dengan kriteria disain.

Gambar 3 Komponen Dasar Saringan Pasir Lambat dengan Kontrol Outlet

Keterangan :
A. Kran untuk inlet air baku
B. Kran untuk penggelontoran air supernatant
C. Kran untuk pencucian balik unggun pasir dengan air bersih
D. Kran untuk pengeluaran/pengurasan air olahan yang masih kotor
E. Kran pengatur laju penyaringan
F. Indikator laju alir
G. Weir inlet kran distribusi
H. Kran distribusi
I. Kran penguras bak air bersih
Teknologi saringan pasir lambat yang banyak diterapkan di Indonesia biasanya adalah
saringan pasir lambat konvesional dengan arah aliran dari atas ke bawah (down flow), sehingga
jika kekeruhan air baku naik, terutama pada waktu hujan, maka sering terjadi penyumbatan pada

saringan pasir, sehingga perlu dilakukan pencucian secara manual dengan cara mengeruk media
pasirnya dan dicuci, setelah bersih dipasang lagi seperti semula, sehingga memerlukan tenaga
yang cucup banyak. Ditambah lagi dengan faktor iklim di Indonesia yakni ada musim hujan air
baku yang ada mempunyai kekeruhan yang sangat tinggi. Hal inilah yang sering menyebabkan
saringan pasir lambat yang telah dibangun kurang berfungsi dengan baik, terutama pada musim
hujan.
Jika tingkat kekeruhan air bakunya cukup tinggi misalnya pada waktu musim hujan,
maka agar supaya beban saringan pasir lambat tidak telalu besar, maka perlu dilengkapi dengan
peralatan pengolahan pendahuluan misalnya bak pengendapan awal atau saringan "Up Flow"
dengan media berikil atau batu pecah, dan pasir kwarsa / silika. Selanjutnya dari bak saringan
awal, air dialirkan ke bak saringan utama dengan arah aliran dari bawah ke atas (Up Flow). Air
yang keluar dari bak saringan pasir Up Flow tersebut merupakan air olahan dan di alirkan ke bak
penampung air bersih, selanjutnya didistribusikan ke konsumen dengan cara gravitasi atau
dengan memakai pompa.

Gambar 4 Diagram Pengolahan Saringan Pasir Lambat Up-Flow

Contoh Gambar Teknis Saringan Pasir Lambat :

Gambar 5 Tampak Atas Slow sand filter

Referensi :
1.
2.
3.
4.

http://www.kelair.bppt.go.id/Sitpa/Artikel/Pasir/pasir.html
https://www.academia.edu/23593705/Review_Sanitation_Kec_Tabanan?auto=download
http://pmimurakata.blogspot.co.id/2010/11/pengertian-dan-konsep-pendekatan.html
http://www.slideshare.net/metrosanita/tujuan-pendekatan-dan-prinsip-sanimas-sanitasi-

berbasis-masyarakat
5. https://en.wikipedia.org/wiki/Slow_sand_filter

Anda mungkin juga menyukai