Anda di halaman 1dari 35

GAMBARAN TINGKAT KEPUASAN PASIEN KEBIDANAN TERHADAP

PELAYANAN RAWAT INAP DI RSUD SITI FATIMAH KOTA PALEMBANG

DISUSUN OLEH
ASTARY UTAMI (1919720009)
KHAIRUNNISA RUFIAR (1919720034)
DHANDI WIJAYA (1919720053)
CLAUDINE RADOT PAMELA BORU (1919720020)
MEIDI TRI YUDHA (1919720019)
ELIYANA (1919720052)
DOSEN PENGAMPU: DR. Rico Januar S, SKM, M.Kes (Epid)

PROGRAM PASCASARJANA
MAGISTER KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS KADER BANGSA PALEMBANG
2020
BAB I
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Sejalan dengan amanat Pasal 28 H, ayat (l) perubahan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 telah ditegaskan bahwa setiap orang berhak memperoleh
pelayanan kesehatan, kemudian dalam Pasal 34 ayat (3) dinyatakan negara bertanggungjawab
atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan fasilitas pelayanan umum yang layak (Depkes RI,
2008).
Menurut Wijono (1999) dalam Jon Hardi (2010) Pelayanan kesehatan yang bermutu
merupakan salah satu kebutuhan dasar yang diperlukan setiap orang. Penyedia layanan kesehatan
dituntut memberikan kepuasan kepada para pelanggannya, dengan memberikan produk yang
lebih bermutu, lebih murah dan pelayanan yang lebih baik (Subekti, 2009). Suatu pelayanan
dikatakan bermutu apabila dapat memenuhi kebutuhan pelanggannya,yakni menguasai
pengetahuan tentang kebutuhan dan kepuasan pelanggan (customer requirements) (Supranto,
2006).
Sebagai layanan kesehatan, Kemampuan rumah sakit dalam memenuhi kebutuhan pasien
dapat diukur dari tingkat kepuasan pasien. Kepuasan dimulai dari penerimaan terhadap pasien
dari pertama kali datang, sampai pasien meninggalkan rumah sakit. Kemampuan rumah sakit
dalam memyampaikan kualitas pelayanan kesehatan yang baik merupakan harapan bagi setiap
masyarakat ketika datang untuk melakukan konsultasi atas permasalahan kesehatan yang sedang
mereka rasakan (Laila, 2007).
Kepuasan pelanggan merupakan fungsi kinerja yang dipersepsikan pelayanan dan
ekspektasi pembeli (Mote, 2008). Apabila pelayanan rumah sakit baik maka pasien akan merasa
puas dan begitupun sebaliknya bila pelayanan rendah maka pasien merasa tidak puas. Menurut
Kotler (2009), kepuasan yang tinggi menimbulkan loyalitas pelanggan yang tinggi. Pasien
yang puas dengan pelayanan rumah sakit akan berdampak baik,diantaranya: menggunakan
pelayanan rumah sakit tersebut bila suatu hari membutuhkan kembali, menganjurkan orang lain
menggunakan pelayanan rumah sakit itu, membela rumah sakit itu bila ada orang lain
menjelekan pelayanan rumah sakit tersebut (Laksono, 2008).
Rumah sakit yang client oriented (mengutamakan pihak yang dilayani) memperoleh
banyak manfaat karena mengutamakan kepuasan pasien, misalnya: a)pasien yang puas pada
pelayanan rumah sakit, akan dengan senang hati mengikuti rekomendasi-rekomendasi medis
demi kesembuhan nya; b)Terciptanya citra positif dan nama baik rumah sakit karena pasien yang
puas tersebut akan memberitahukan kepuasannya kepada orang lain. Hal ini secara akumulatif
akan menguntungkan rumah sakit karena merupakan pemasaran rumah sakit secara tidak
langsung; c) Citra positif rumah sakit akan menguntungkan secara sosial dan ekonomi.
Bertambahnya jumlah pasien yang berobat, karena ingin mendapatkan pelayanan yang
memuaskan seperti yang selama ini mereka dengar akan menguntungkan rumah sakit secara
sosial dan ekonomi (meningkatnya pendapatan rumah sakit); d) Berbagai pihak yang
berkepentingan (stakeholders) rumah sakit, seperti, perusahaan asuransi, akan lebih menaruh
kepercayaan pada rumah sakit yang mempunyai citra positif; e) Di dalam rumah sakit yang
berusaha mewujudkan kepuasan pasien akan lebih diwarnai dengan situasi pelayanan yang
menjunjung hak-hak pasien. Rumah sakitpun akan berusaha sedemikian rupa sehingga
malpraktik tidak terjadi.
Pada umumnya pasien yang merasa tidak puas akan mengajukan complain (keluhan)
pada pihak rumah sakit. Komplain yang tidak segera ditangani akan mengakibatkan menurunnya
kepuasan pasien terhadap kapabilitas pelayanan kesehatan di rumah sakit tersebut (Assauri,
2003). Menurut Kotler (2009), dari pasien yang menyampaikan keluhan, sekitar 54% sampai
70% akan menggunakan kembali jasa rumah sakit jika keluhan diselesaikan. Bahkan akan naik
menjadi 95% jika pelanggan merasa keluhan itu diselesaikan dengan cepat. Selain itu, dampak
positif lainnya bila pelanggan yang keluhannya telah di selesaikan dengan memuaskan adalah
pelanggan akan menceritakan pengalaman baik yang mereka terima tersebut kepada rata-rata 5
orang. Namun pelanggan yang tidak puas rata-rata menggerutu kepada 11 orang. Hal tersebut
menggambarkan besarnya dampak buruk dari pelanggan yang tidak puas, yang harus diperbaiki
oleh pihak rumah sakit.
Rumah sakit pemerintah dalam menyelenggarakan pelayanan kesehatan masih banyak
dijumpai kekurangan sehingga jika dilihat dari segi mutu dan kepuasan masih jauh dari yang
diharapkan masyarakat. Hal ini ditunjukkan dengan masih munculnya berbagai keluhan-keluhan
pasien melalui media massa ataupun secara langsung(Mote, 2008). Jika kondisi ini tidak
direspon maka akan dapat menimbulkan citra yang kurang baik terhadap rumah sakit pemerintah
itu sendiri. Mengingat fungsi utama pemerintah adalah melayani masyarakat maka pemerintah
perlu terus berupaya meningkatkan kualitas pelayanan publik, khususnya pada bidang kesehatan
yakni rumah sakit (MenPAN, 2004).
Oleh karena itu, rumah sakit sebagai penyelenggara kesehatan dituntut untuk dapat
mengubah posisi dan peran (revitalisasi) dalam memberikan pelayanan kesehatan di instansi
publik (Subekti, 2009). Sementara itu, kondisi pengguna layanan kesehatan (pasien) saat ini
telah terjadi suatu perkembangan yang sangat dinamis, tingkat kehidupan masyarakat yang
semakin baik, merupakan indikasi dari empowering yang dialami oleh masyarakat (Widodo,
2001 dalam Mote, 2008). Pasien sudah lebih banyak tahu dan mendapat informasi,bagi pasien
pelayanan yang baik tidak hanya dikaitkan kesembuhannya dari penyakit fisik atau
meningkatkan derajat kesehatannya, tapi juga menyangkut kepuasan terhadap sikap,
keterampilan petugas dalam memberikan pelayanan, tersedianya sarana dan prasarana serta
lingkungan fisik yang memadai. Hal ini menerangkan bahwa pasien semakin sadar akan apa
yang menjadi hak dan kewajibannya yang perlu dihargai oleh pihak pemberi jasa pelayanan,
sehingga pasien semakin berani untuk mengajukan tuntutan, keinginan dan aspirasinya kepada
pihak rumah sakit di instansi pemerintah (Mote, 2008).
Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Siti Fatimah Provinsi Sumatera Selatan merupakan
rumah sakit pemerintah milik pemerintah provinsi Sumatera Selatan. RSUD Siti Fatimah
merupakan tempat rujukan bagi Rumah Sakit tipe C yang ada di Sumatera Selatan. Sebagai
rumah sakit pemerintah provinsi, RSUD Siti Fatimah dituntut untuk menunjukkan kredibilitas
dan kapabilitasnya dalam melayani masyarakat dengan mengacu kepada Standar Pelayanan
Minimum (SPM) yang akan menjadi suatu jaminan terhadap masyarakat (pasien) yang
kebutuhannya akan dilayani dengan baik oleh pemerintah provinsi sebagai abdi masyarakat.

Rumusan Masalah
Bagaimana gambaran tingkat kepuasan pasien rawat inap terhadap mutu layanan di
RSUD Siti Fatimah tahun 2020 berdasarkan 5 dimensi mutu pelayanan (Tangible, Reliability,
Responsiveness, Assurance dan Empathy) ?
Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui gambaran tingkat kepuasan pasien kebidanan rawat inap terhadap
pelayanan rawat inap di RSUD Siti Fatimah periode Juni 2020

Manfaat Penelitian
- Menambah pengetahuan dan pemahaman peneliti mengenai tingkat kepuasan pasien di
rumah sakit.
- Sebagai sumber keilmuan dan pengetahuan yang berkaitan dengan kepuasan pasien rawat
inap di rumah sakit
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Mutu Pelayanan Kesehatan


Definisi
Secara umum, mutu (quality) dapat didefinisikan sebagai keseluruhan karakteristik
barang atau jasa yang menunjukan kemampuannya dalam memuaskan kebutuhan konsumen,
baik berupa kebutuhan yang dinyatakan maupun kebutuhan yang tersirat (Satrianegara, 2009).
Menurut Sari (2008) dalam Hermanto (2010) Mutu atau Kualitas yaitu merupakan suatu
kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses dan lingkungan yang
memenuhi atau melebihi harapan. Sedangkan pelayanan bukan hanya memberikan segala macam
kebutuhan pelanggam dan kemudahan dalam prosedur pemrosesan, tetapi juga mencangkup
pemuasan yang diharapkan oleh pelanggan sehingga mereka benar-benar merasa dipuaskan
(Ramadhani, 2008).
Mutu pelayanan kesehatan adalah pelayanan kesehatan yang dapat memuaskan setiap
pemakai jasa pelayanan kesehatan yang sesuai dengan tingkat kepuasan rata-rata penduduk serta
penyelenggaraannya sesuai dengan standar dan kode etika profesi (Hermanto, 2010). Menurut
Satrianegara (2009) mutu pelayanan kesehatan adalah derajat kesempurnaan pelayanan
kesehatan yang sesuai dengan standar profesi dan standar pelayanan dengan menggunakan
potensi sumber daya yang tersedia di rumah sakit atau puskesmas secara wajar, efisien, dan
efektif serta diberikan secara aman dan memuaskan sesuai norma, etika, hukum, dan sosial
budaya dengan memperhatikan keterbatasan dan kemampuan pemerintah, serta masyarakat
konsumen. Selain itu, mutu pelayanan kesehatan diartikan berbeda sebagai berikut:
(Satrianegara, 2009)
a. Menurut pasien atau masyarakat adalah empati, menghargai, tanggap, sesuai kebutuhan, dan
ramah.
b. Menurut petugas kesehatan adalah bebas melakukan segala sesuatu secara professional sesuai
dengan ilmu pengetahuan, keterampilan, dan peralatan yang memenuhi standar.
c. Menurut manajer atau administrator adalah mendorong manajer untuk mengatur staf dan
pasien atau masyarakat dengan baik.
d. Menurut yayasan atau pemilik adalah menuntut pemilik agar memiliki tenaga profesional yang
bermutu dan cukup.
Dari batasan ini dapat dipahami bahwa mutu pelayanan dapat diketahui apabila
sebelumnya telah dilakukan penilaian, baik terhadap tingkat kesempurnaan, sifat, wujud, serta
ciri-ciri pelayanan kesehatan, ataupun kepatuhan terhadap standar pelayanan. Dalam praktik
sehari-hari melakukan penilaian ini tidaklah mudah. Penyebab utamanya ialah karena mutu
pelayanan tersebut bersifat multidimensional. Tiap orang tergantung dari latar belakang
kepentingan masing-masing dapat melakukan penilaian dari dimensi berbeda. Untuk mengatasi
adanya perbedaan dimensi tentang masalah mutu pelayanan kesehatan seharusnya memenuhi
kebutuhan dan tuntutan para pemakai jasa pelayanan yang apabila berhasil dipenuhi akan
menimbulkan rasa puas (client satisfaction) terhadap pelayanan kesehatan yang diselenggarakan
(Hermanto, 2010).

Pengukuran Mutu Pelayanan Kesehatan


Mutu pelayanan rumah sakit dapat diukur dari berbagai aspek, baik yang berpengaruh
secara langsung maupun tidak langsung terhadap pelayanan yang diberikan. Menurut Jacobalis
(1990) yang dikutip dari Anjaryani (2009), beberapa aspek yang berpengaruh terhadap mutu
pelayanan kesehatan di rumah sakit adalah sebagai berikut:
a. Aspek Klinis, yaitu komponen yang menyangkut penampilan kerja (performance)
profesionalisme di rumah sakit seperti dokter, perawat dan paramedis non perawat lainnya.
Contoh dari indikator klinik ini antara lain kejadian infeksi nasokomial, angka kematian rumah
sakit, keterkaitan dengan tindakan operasi, persalinan, penyakit-penyakit umum, atau tindakan
kasus gawat darurat dan lain-lainnya.
b. Indikator efisiensi dan efektifitas, yaitu pelayanan yang diberikan murah, tepat guna, tidak ada
diagnosa yang berlebihan dengan melihat apakah sumberdaya telah digunakan secara efisien dan
ekonomis untuk menghasilkan pelayanan yang bernutu. Hal ini dapat dilakukan dengan cara
melakukan kaji ulang pemanfaatan seperti lama hari rawat, lama tempat tidur kosong,
pemanfaatan kamar operasi, darah, obat, alat rontgen, laboratorium, listrik, air dan lain-lain.
c. Keamanan pasien, yaitu upaya perlindungan pasien dari hal-hal yang dapat membahayakan
keselamatan pasien. Hal ini lebih banyak terjadi karena kekurang telitian dalam memberikan
pelayanan keperawatan pasien, misalnya pasien jatuh dari tempat tidur, pasien jatuh di kamar
mandi, pasien diberi obat yang salah, pasien lupa diberi obat, terjadinya kebakaran dan lain-lain.
d. Kepuasan pasien atas pelayanan rumah sakit, yaitu yang berhubungan dengan kenyamanan,
keramahan, dan kecepatan pelayanan terhadap pasien. Misalnya jumlah keluhan dari pasien atau
keluarganya, hasil- hasil penelitian dengan kuesioner atau survei tentang derajat kepuasan
pasien, kritik dalam kolom suara pembaca di media cetak, pengaduan adanya malpraktek, serta
laporan dari staf medik dan perawat. Sedangkan menurut Wijono (2000), pengukuran Mutu
Pelayanan Kesehatan dilakukan dengan menggunakan indikator (tolak ukur) yang relevan
berkaitan dengan struktur, proses, dan outcomes serta Lingkungan. (Hermanto:2010)
a. Indikator Struktur
Tenaga kesehatan profesional (dokter, perawat dan sebagainya)
Perlengkapan dan peralatan kedokteran termasuk obat-obatan
Metode : Adanya standar operating prosedure masing-masing unit, dan sebagainya.
b. Indikator Proses
Memberikan petunjuk tentang pelaksanaan kegiatan pelayanan kesehatan, prosedur
asuhan yang ditempuh oleh tenaga kesehatan dalam menjalankan tugasnya. Apakah telah
sebagaimana mestinya sesuai dengan prosedur, pemeriksaan, diagnosa, pengobatan, dan
penanganan seperti yang seharusnya sesuai dengan standar.
c. Indikator outcomes
Merupakan indikator hasil daripada keadaan sebelumnya yaitu input dan proses seperti:
Bed Occupancy Ratio/ Angka penggunaan tempat tidur (BOR), Turn Over
Interval/Tenggang perputaran (TOI), Average Length of Stay/Rata-rata lamanya pasien dirawat
(ALOS).
Angka kesembuhan penyakit, Angka kematian, Angka infeksi nasokomial, Komplikasi
perawatan, Kepuasan pasien dan sebagainya. Selain itu, Azwar (1993) menyatakan bahwa
disamping adanya input dan proses maka suatu outcome juga dipengaruhi oleh lingkungan.
Lingkungan adalah keadaan sekitar yang mempengaruhi penyelenggara pelayanan kesehatan.
Keadaan lingkungan meliputi; kebijakan (policy), organisasi (organization) dan manajemen
(management) dari institusi tersebut. Keempat unsur yang saling terkait, berhubungan, dan saling
mempengaruhi tersebut akan menentukan baik tidaknya mutu pelayanan kesehatan agar sesuai
standar dan kebutuhan, yang secara sederhana dapat dijelaskan pada bagan berikut:
Selain itu, menurut Muslihuddin (1996) , mutu pelayanan rumah sakit dapat disebut baik
apabila : (Kurniana, 2008)
a. Memberikan rasa tentram kepada pasiennya yang biasanya adalah orang sakit.
b. Menyediakan pelayanan yang benar-benar profesional dari setiap lapisan pengelola rumah
sakit. Pelayanan ini bermula sejak masuknya pasien ke rumah sakit sampai keluarnya pasien dari
rumah sakit karena sembuh, meninggal atau karena alasan-alasan lainnya.
Dari kedua aspek ini dapat diartikan sebagai berikut :
 Petugas penerima pasien harus mampu melayani dengan cepat karena mungkin memerlukan
penanganan segera.
 Penanganan pertama dari perawat harus mampu membuat pasien menaruh kepercayaan bahwa
pengobatan maupun perawatannya dimulai secara benar.
 Penanganan oleh para dokter yang profesional akan menimbulkan kepercayaan pada pasien
bahwa mereka tidak salah memilih rumah sakit.
 Ruangan bersih serta nyaman, akan dapat memberikan nilai tambah kepuasan bagi pasien
yang menjalani pengobatan atau perawatan.
 Peralatan yang memadai disertai dengan profesionalisme operatornya menimbulkan persepsi
pasien tentang rumah sakit itu sendiri.
 Lingkungan rumah sakit yang nyaman dan bersih serta tidak bising, akan memberikan
kepuasan serta menunjang kecepatan

Kepuasan dan Kepuasan Pasien


Definisi Kepuasan Pasien
Kepuasan bisa diartikan sebagai upaya pemenuhan sesuatu atau membuat sesuatu
memadai (Tjipjono dan Chandra, 2005). Oxford Advanced Learner’s Dictionary
mendeskripsikan kepuasan sebagai“The good feeling that you have when you achieved
something or when something that you wanted to happen does happen”; “the act of fulfilling a
need or desire”, dan“an acceptable way of dealing with a complaint, a debt, an injury, etc.”.
Irawan (2003) meyatakan bahwa Kepuasan sebagai persepsi terhadap produk atau jasa yang telah
memenuhi harapan-harapannya, pernyataan tersebut sesuai dengan Supranto (2003) yang
menyatakan bahwa kepuasan adalah tingkat perasaan seseorang setelah membandingkan kinerja
dengan harapan-harapanya. Sedangkan beberapa pengertian kepuasan pelanggan atau pasien
yang dikemukakan oleh para ahli, diantaranya adalah sebagai berikut:
a. Kotler (2008) menandaskan bahwa kepuasan (satisfaction) adalah perasaan senang atau
kecewa seseorang yang timbul karena membandingkan kinerja yang dipersepsikan produk (atau
hasil) terhadap ekspektasi mereka.
b. Woodruff dan Gardial (2002)mendefinisikan kepuasan sebagai model kesenjangan antara
harapan (standar kinerja yang seharusnya) dengan kinerja nyata yang diterima pelanggan.
(Pohan, 2006)
c. Oliver dalam Barnes (2003) menyatakan bahwa kepuasan adalah tanggapan pelanggan atas
terpenuhinya kebutuhan.
d. Angel,et.al., (1995) mendefinisikan bahwa Kepuasan pelanggan merupakan evaluasi dimana
alternatif yang dipilih sekurang-kurangnya sama atau melampaui harapan pelanggan, sedangkan
ketidakpuasan timbul apabila hasil tidak memenuhi harapan. (Kurniana, 2008).
e. Tjiptono (2002) mengungkapkan bahwa kepuasan pelanggan merupakan evaluasi purna beli
dimana alternatif yang dipilih sekurang-kurangnya memberikan hasil (outcome) sama atau
melampaui harapan konsumen, sedangkan ketidakpuasan timbul apabila hasil yang diperoleh
tidak memenuhi harapan konsumen. (Santoso, 2012).
f.Gregory Pascoe (1983), dalam teori Contrast and Assimilation Models mendefinisikan bahwa
kepuasan pasien adalah sesuainya harapan pasien dengan perlakuan yang diterimanya selama
dalam perawatan (Anwar, 2004).
g. Strasser (1991) mendefiniskan kepuasan pasien adalah hasil suatu evaluasi (pembandingan)
dari apa yang didapat dengan apa yang diharapkan, bukan suatu sikap (rasa menyukai sesuatu
atau tidak menyukai tanpa unsur pembanding). (Pohan, 2006)
h. William Krowins dan Steven Steiber (1996), mendefinisikan kepuasan pasien adalah evaluasi
yang positif dari dimensi pelayanan yang spesifik dan didasari pada harapan pasien dan
pelayanan yang diberikan oleh provider (Anwar, 2004). 22
i.Pohan (2006) Kepuasan pasien adalah suatu tingkat perasaan pasien yang timbul sebagai akibat
dari kinerja layanan kesehatan yang diperoleh nya setelah pasien membandingkannya dengan
apa yang diharapkannya.
Dari berbagai definisi diatas mengenai kepuasan, umumnya mempunyai kesamaan yaitu
membandingkan antara harapan pasien dengan pelayanan yang diterimanya terhadap pelayanan
yang didapatkan. Dengan demikian kepuasan dan ketidakpuasan adalah bentuk kesenjangan
antara expektansi (harapan) dan kenyataan. Harapan pelanggan dapat dibentuk oleh pengalaman
masa lalu, komentar kerabatnya, kepentingan individu serta janji atau informasi pemasaran dari
saingannya (Parasuraman,1991). Pelanggan yang puas akan setia lebih lama, kurang sensitif
terhadap harga dan akan memberi komentar yang baik terhadap institusi pemberi pelayanan.
Pada perkembangan selanjutnya terpenuhi atau tidaknya tuntutan pasien tersebut terkait dengan
timbul atau tidaknya rasa puas terhadap pelayanan (Anwar, 2004).
Menurut Parasuraman, Zaithaml dan M.T. Bitner (1996) dan Adrian Palmer (2001) dalam
Hermanto (2010), untuk mengetahui mutu pelayanan yang dirasakan secara nyata oleh pelanggan
(pasien) terangkum dalam lima dimensi mutu (ServQual) yang terdiri dari:
a. Tangibles (Bukti langsung) yaitu penampilan fasilitas fisik, peralatan, personel dan media
komunikasi, misalnya; kebersihan, kerapihan dan kenyamanan ruangan, penataan interior dan
eksterior ruangan, kelengkapan, persiapan dan kebersihan alat, penampilan, kebersihan
penampilan petugas.
b. Reliability (keandalan) yaitu kemampuan untuk melaksanakan jasa yang dijanjikan dengan
tepat dan terpercaya, misalya; pelayanan pemeriksaan, pengobatan, dan perawatan yang cepat
dan tepat, jadwal pelayanan dijalankan secara tepat, prosedur pelayanan yang tidak berbelit-belit.
c. Responsiveness (ketanggapan) yaitu kemampuan untuk membantu pelanggan dan memberikan
jasa dengan cepat atau tanggap, misalnya; kemampuan dokter, bidan/perawat untuk tanggap
menyelesaikan keluhan pasien, petugas memberikan informasi yang jelas dan mudah dimengerti,
tindakan cepat pada saat pasien membutuhkan.
d. Assurance (jaminan) yaitu pengetahuan atau kesopanan petugas serta kemampuan mereka
untuk menimbulkan kepercayaan dan kenyakinan, misalnya; pengetahuan dan kemampuan medis
menetapkan diagnosa, keterampilan petugas dalam bekerja, pelayanan yang sopan dan ramah,
jaminan keamanan, kepercayaan status social, dll.
e. Empaty (empati) yaitu rasa peduli, memberikan perhatian pribadi kepada pasien, misalnya;
memberikan perhatian secara khusus kepada setiap pasien, kepedulian terhadap keluhan pasien,
pelayanan kepada semua pasien tanpa membedakan status, dll. Apabila digambarkan penilaian
pelanggan pada mutu pelayanan (servqual) adalah sebagai berikut :
Manfaat Kepuasan
Kepuasan merupakan perbandingan antara harapan dengan kenyataan pelayanan yang di
dapatkan oleh pasien. Apabila pengharapannya tidak sesuai dengan pelayanan yang diterima,
kepuasan tidak akan tercapai dan kemungkinan pasien akan kecewa serta ia akan segera
berpindah ke rumah sakit lain. Sebaliknya bila kinerja pelayanan melebihi harapan, kepuasan
akan meningkat (Laksono: 2008). Adapun pasien yang puas dengan pelayanan rumah sakit akan
a. Menggunakan pelayanan rumah sakit tersebut bila suatu hari membutuhkan kembali
b. Menganjurkan orang lain menggunakan pelayanan rumah sakit itu
c. Membela rumah sakit itu bila ada orang lain menjelekan pelayanan rumah sakit tersebut
Sedangkan menurut LeBoeuf yang dikutip dalam Laksono (2008), bila pelanggan tidak puas
maka yang terjadi adalah;
a. Pelanggan yang tidak puas 96% akan pergi atau meninggalkan perusahaan pemberi jasa
dengan diam-diam dan hanya 4% yang menyampaikan keluhannya kepada perusahaan tersebut.
b. Dari pelanggan yang Iari tersebut 3% disebabkan karena pindah tempat tinggal, 5% karena
menemukan perusahaan lain, 9% karena bujukan pesaing, 14% karena merasa tidak puas dengan
produk yang dibelinya dan 68% disebabkan karena sikap masa bodoh yang diperlihatkan oleh
pemilik, manajer atau karyawan perusahaan tersebut.

Pengukuran Kepuasan
Supriyanto (2010), mengidentifikasi empat metode untuk mengukur kepuasan pelanggan
(pasien), diantaranya :
a. Sistem keluhan dan saran
Menyediakan kesempatan dan akses yang mudah dan nyaman bagi para pelanggannya
guna menyampaikan saran, kritik, pendapat, dan keluhan mereka. Organisasi yang berorientasi
pelanggan (customer centered) memberikan kesempatan yang luas kepada para pelanggannya
untuk menyampaikan saran dan keluhan. Misalnya media yang digunakan bisa berupa kotak
saran yang ditempatkan di lokasi-lokasi strategis (yang mudah dijangkau atau sering dilewati
pelanggan), kartu komentar (yang bisa diisi langsung maupun yang dikirim via pos kepada 26
RS), saluran telepon khusus bebas pulsa(customer hot lines), website, mempekerjakan staf
khusus dan lain-lain.
b. Ghost shopping (Pembelanja Misterius)
Metode ini dilakukan untuk memperoleh gambaran kepuasan pelanggan/pasien dengan
cara mempekerjakan beberapa orang untuk berperan atau bersikap sebagai pasien dengan tujuan
untuk melihat kekurangan atau kelebihan dari pelayanan atau produk perusahaan pesaing.
c. Lost Customer Analysis
Metode ini dilakukan dengan cara pemberi pelayanan menghubungi pelanggan yang
berhenti atau pindah ke tempat pelayanan lain dan memahami mengapa hal tersebut terjadi serta
memantau peningkatan lost customer rate (angka kehilangan pelanggan) yang menunjukkan
kelemahan atau kegagalan dalam memuaskan pelanggan.
d. Survei kepuasan pelanggan
yaitu dengan melakukan survey untuk dapat memperoleh umpan balik ataupun tanggapan
secara langsung dari pelanggan.
Menurut Yohana (2009) Pengukuran kepuasan pelanggan melalui metode ini dapat
dilakukan dengan berbagai cara, diantaranya :
1) Directly reported satisfaction yakni pengukuran langsung dengan pertanyaan-pertanyaan yang
disampaikan langsung kepada pasien tentang tingkat kepuasan pasien terhadap pelayanan.
2) Derived dissatisfaction yakni pengukuran yang dilakukan dengan cara mengajukan pertanyaan
tentang seberapa besar harapan (ekspektasi) dan hasil dari kinerja pelayanan yang telah dirasakan
pasien dan persepsi pasien terhadap kinerja (perceived performance).
3) Problem analysis yakni pengukuran kepuasan yang dilakukan dengan cara meminta
responden untuk mengungkapkan atau menuliskan masalah yang berkaitan dengan pelayanan
yang telah diberikan beserta menuliskan saran-saran untuk perbaikan dalam pelayanan.
Kemudian RS akan melakukan analisis konten (content analysis) terhadap semua permasalahan
dan saran perbaikan untuk mengidentifikasi bidang-bidang utama yang membutuhkan perhatian
dan tindak lanjut segera.
4) Importance-performance analysis yakni pengukuran kepuasan yang dilakukan dengan cara
meminta responden untuk merangking berbagai elemen dari pelayanan yang ditawarkan
berdasarkan derajat pentingnya setiap elemen dan seberapa baik kinerja pelayanan masing-
masing elemen. Disamping itu, Satrianegara (2009) memaparkan bahwa indikator tingkat
kepuasan pasien, meliputi; jumlah keluhan pasien atau keluarga, surat pembaca, jumlah surat
kaleng, dan surat yang masuk dikotak saran.
Adapun masalah-masalah kepuasan pada pelayanan kesehatan dapat dikenali dengan
berbagai cara, antara lain:
a. Melalui pengamatan langsung terhadap petugas kesehatan yang sedang melakukan layanan
kesehatan
b. Melalui wawancara terhadap pasien dan keluarganya, masyarakat, serta petugas kesehatan.
c. Dengan mendengar keluhan pasien dan keluarganya, masyarakat, serta petugas kesehatan.
d. Dengan membaca serta memeriksa catatan dan laporan serta rekam
medik.

Pengukuran Kepuasan dengan Metode Service Quality (ServQual)


ServQual adalah salah satu metode yang dapat dipergunakan untuk mengukur kepuasan
pelanggan atas jasa yang diterima dan bertujuan untuk menilai tingkat harapan pasien terhadap
atribut tertentu dan juga tingkat pelayanan yang telah dirasakan. Metode yang dikembangkan
oleh Parasuraman, Zeithaml et all (1990) ini khusus digunakan untuk mengukur kepuasan
pelanggan atas jasa yang diberikan menggunakan user based-approach (pendekatan berdasarkan
pengguna) layanan, dengan mengukur mutu pelayanan secara kuantitatif dalam bentuk kuesioner
yang mengandung dimensi Service Quality yang terangkum pada data skor harapan (expected
score) dan skor persepsi (perceive score) (Sudarni, 2009). Adapun dimensi-dimensi mutu
pelayanan dalam metode Service Quality meliputi (Parasuraman.et.al., 1990)

1) Tangibles
Meliputi penampilan dan performansi dari fasilitas-fasilitas fisik, perlatan, personel, dan
material-material komunikasi yang digunakan dalam proses penyampaian layanan.
2) Reliability
Kemampuan pihak penyedia jasa dalam memberikan jasa atau pelayanan secara tepat dan
akurat sehingga pelanggan dapat mempercayai dan mengandalkannya.
3) Reponsiveness
Kemauan atau keinginan pihak penyedia jasa untuk segera memberikan bantuan
pelayanan yang dibutuhkan dengan cepat
4) Assurance
Pemahaman dan sikap kesopanan dari karyawan (contact personnel) dikaitkan dengan
kemampuan mereka dalam memberikan keyakinan kepada pelanggan bahwa pihak penyedia jasa
mampu memberikan pelayanan dengan sebaikbaiknya. Dimensi assurance terdiri dari empat
subdimensi, yaitu:
a. Competence : Keahlian dan keterampilan yang harus dimiliki penyedia jasa dalam
memberikan jasanya kepada pelanggan.
b. Credibility: Kejujuran dan tanggung jawab pihak penyedia jasa sehingga pelanggan dapat
mempercayai pihak penyedia jasa.
c. Courtesy: Etika kesopanan, raswa hormat, dan keramahan pihak penyedia jasa kepada
pelanggannya pada saat memberikan jasa pelayanan.
d. Security: Rasa aman, perasaan bebas dari rasa takut serta bebas dari keragu-raguan akan jasa
pelayanan yang diberikan oleh pihak penyedia jasa kepada pelanggannya.
5) Empathy
Pemahaman karyawan terhadap kebutuhan pelanggan serta perhatian yang diberikan oleh
karyawan. Dimensi empathy terdiri dari tiga subdimensi, yaitu:
a. Acces : Tingkat kemudahan untuk dihubungi atau ditemuinya pihak penyedia jasa oleh
pelanggan.
b. Communication: Kemampuan pihak penyedia jasa untuk selalu menginformasikan sesuatu
dalam bahasa yang mudah dimengerti oleh pelanggan dan pihak penyedia jasa selalu mau
mendengarkan apa yang disampaikan oleh pelanggan.
c. Understanding Customer: Usaha pihak penyedia jasa untuk mengetahui dan mengenal
pelanggan beserta kebutuhan-kebutuhannya.

Pelayanan Rawat inap


Definisi Rawat Inap
Rawat inap merupakan salah satu pemeliharaan kesehatan rumah sakit dimana penderita
tinggal/ mondok sedikitnya satu hari berdasarkan rujukan dari pelaksana pelayanan kesehatan
atau rumah sakit pelaksana kesehatan lain. Departemen Kesehatan Republik Indonesia (1991)
mendefinisikan pelayanan rawat inap adalah layanan terhadap pasien masuk Rumah Sakit yang
menempati tempat tidur untuk keperluan observasi, diagnosis, terapi, rehabilitasi medis dan atau
pelayanan medis lainnya.
Griffith (1987) menyatakan pelayanan rawat inap merupakan salah satu bentuk pelayanan
Rumah Sakit yang memberikan pelayanan kepada pasien yang perlu menginap untuk keperluan
observasi, diagnosis, pengobatan, bagi individu dengan keadaan medis tertentu, pada kasus
bedah, kebidanan, penyakit kronis atau rehabilitasi yang memerlukan perawatan dokter setiap
hari (Yohana, 2009). Sedangkan Anjaryani (2009) memaparkan bahwa pelayanan rawat inap
adalah suatu kelompok pelayanan kesehatan yang terdapat di rumah sakit yang merupakan
gabungan dari beberapa fungsi pelayanan. Kategori pasien yang masuk rawat inap adalah pasien
yang perlu perawatan intensif atau observasi ketat karena penyakitnya.

Alur Kerja di Rawat Inap


Pelayanan pasien di unit rawat inap, dimulai dari proses awal pasien datang hingga pasien
pulang dengan alur ke bagian penerimaan pasien (admission depertement) terlebih dahulu,
hingga pasien masuk ke ruang perawatan (pelayanan medik,keperawatan, non medik, gizi dan
lingkungan fisik) serta pelayanan administrasi dan keuangan sebelum pasien meninggalkan
rumah sakit. Pada pelatihan Manajemen Rawat Inap, Supriyanto (1997) menggambarkan alur
kerja di rawat inap pada gambar berikut (Carolin, 2003).

a. Pelayanan penerima pasien (admission)


Dahulu peran bagian penerimaan pasien amat sederhana, yaitu hanya meminta data
faktual tentang pasien agar bisa masuk rumah sakit. Sekarang dengan perubahan pola
pembiayaan (asuransi, perusahaan), cara pembayaran (Cash, credit card, transfer bank), aspek
hukum dokumen rekam medis, maka peran pengumpulan data ini menjadi sangat penting. Juga
karena pasien pertama kali datang langsung berhadapan dengan bagian penerimaan pasien, maka
bagian ini bertanggung jawab terhadap pembentukan pola hubungan rumah sakit dengan calon
pasien dan keluarganya. Sehingga komunikasi yang baik dari bagian penerimaan pasien menjadi
keharusan bagi suatu rumah sakit (Carolin, 2003).
Bagian ini merupakan tempat dimana pasien mendaftarkan diri sebelum memasuki ruang
perawatan rawat inap. Bagian penerimaan pasien merupakan wajah rumah sakit yang ditemui
pasien, untuk itu diperlukan petugas-petugas yang dapat menggunakan prosedur kerja dengan
baik, ramah, sopan, simpatik dan terampil (Depkes, 2004)
Menurut Snock (1981) dalam Carolin (2003) pelayanan di bagian penerimaan pasien
diperlukan petugas-petugas yang mempunyai dedikasi tinggi, terampil, ramah, sopan, simpatik,
luwes, penuh pengertian, mempunyai kemampuan berkomunikasi dengan baik.

b. Bagian Perawatan (Ruang Perawatan)


Selama perawatan di ruang rawat inap, pasien akan memperoleh jasa pelayanan berupa
pemeriksaan, dilakukan diagnosa penyakitnya, diberikan pengobatan atau tindakan, asuhan
keperawatan, dievaluasi kondisinya dan akhirnya pasien diperbolehkan keluar dari rumah sakit
dalam keadaan sembuh, cacat, meninggal atau dirujuk. (Carolin, 2003). Menurut ekadigunawan
C (1996) yang dikutip dari Carolin (2003), rumah sakit sesuai dengan fungsinya sebagai tempat
rujukan yang memberi pelayanan bersifat spesialistis sehingga memerlukan perawatan yang
lama. Pelayanan rawat inap paling banyak memberikan pelayanan dibandingkan unit lainnya.
Bentuk pelayanan yang diberikan adalah:
1) Pelayanan Keperawatan
Keperawatan sebagai suatu profesi di rumah sakit yang cukup potensial dalam
menyelenggarakan upaya mutu, karena selain jumlahnya yang dominan juga pelayanannya
menggunakan metode pemecahan masalah secara ilmiah melalui proses keperawatan (Anjaryani,
2009). Asuhan keperawatan meliputi :
a) Pelayanan keperawatan (Nursing Service ) adalah seluruh fungsi, tugas, kegiatan dan tanggung
jawab yang dilaksanakan oleh seorang perawat dalam praktek profesinya
b) Asuhan keperawatan (Nursing Care) adalah suatu pelayanan keperawatan langsung berupa
bantuan, bimbingan, penyuluhan, pengawalan atau perlindungan yang diberikan oleh seorang
perawat untuk memenuhi kebutuhan pasien. Pelayanan perawatan adalah memberikan pelayanan
yang dilakukan oleh perawat kepada penderita/ pasien dengan baik, yaitu memberikan
pertolongan dengan dilandasi keahlian, kepada pasien pasien yang mengalami gangguan fisik
dan gangguan kejiwaan orang dalam masa penyembuhan dan orang-orang yang kurang sehat dan
kurang kuat.
Dengan pertolongan tersebut mereka yang membutuhkan pertolongan mampu belajar
sendiri untuk hidup dengan keterbatasan yang ada dalam lingkungan. Pelayanan keperawatan
berupa bantuan yang diberikan karena adanya kelemahan fisik dan mental, keterbatasan
pengetahuan, serta kurangnya kemauan menuju kepada kemampuan melaksanakan kegiatan
hidup sehari-hari secara mandiri. Pelayanan profesional keperawatan terhadap pasien diberikan
dalam bentuk “Asuhan Keperawatan” yaitu suatu proses atau rangkaian praktek keperawatan
yang langsung diberikan kepada pasien menggunakan metolodologi “proses keperawatan” dan
berpedoman pada Standar Profesi perawat yang diberlakukan dalam penetapan “Standar Asuhan
Keperawatan” berdasarkan SK Direktorat Jendral Bina Pelayanan Medik nomor :
Y.M.00.03.2.6.7637 tahun 1993. Berdasarkan hasil International Council of Nurse (ICN),
tugas seorang perawat meliputi:
a) Melaksanakan praktek keperawatan dalam cakupan umum, termasuk didalamnya
meningkatkan derajat kesehatan, mencatat keadaan sakit dan merawat orang sakit, baik fisik
maupun mental, ataupun cacat.
b) Mengajarkan cara merawat kesehatan.
c) Berpartisipasi secara penuh sebagai anggota tim kesehatan.
d) Terlibat dalam penelitian.
Menurut teori Leebov dan Scot (1994) salah satu kriteria yang dapat digunakan untuk
mengukur kepuasan pasien antara lain adalah segi keterampilan, terutama keterampilan bersopan
santun, keterampilan dalam memberikan perawatan dan perhatian (Carolin, 2003). Semua itu
membutuhkan sikap profesionalisme dari pelayanan keperawatan yang akan memberikan
efisiensi, keamanan dan kenyamanan bagi pasien, yang pada akhirnya akan memberikan rasa
puas terhadap pasien tersebut.
Pelayanan Medis
Pelayanan Medik adalah pelayanan kesehatan yang diberikan kepada pasien sesuai
dengan ilmu pengetahuan kedokteran mutakhir, kemampuan serta fasilitas rumah sakit, dapat
dilaksanakan di unit rawat jalan, unit gawat darurat, unit rawat inap, kamar bedah dan kamar
bersalin sehingga diperlukan kebijaksanaan, prosedur kerja dan uraian tugas yang jelas di tiap-
tiap unit tersebut. Pelayanan medis di sebuah rumah sakit tergantung dari jenis rumah sakit
(umum dan khusus), kelas rumah sakit dan jenis peralatan medis serta ahli yang tersedia (tenaga
medis yang bertugas) (Anwar, 2004). Peraturan Mentri Kesehatan RI nomor
262/Menkes/Per/VII/1979 tentang standar ketenagaan dirumah sakit pemerintah, menyatakan
bahwa yang dimaksud dengan tenaga medis adalah seorang lulusan fakultas kedokteran atau
Kedokteran Gigi dan Pasca sarjana yang memberikan pelayanan medis dan pelayanan penunjang
medis. Donabedian (1980), mengatakan bahwa perilaku dokter dalam aspek manajemen,
manajemen lingkungan sosial, manajemen psikologi dan manajemen terpadu, manajemen
kontinuitas dan koordinasi kesehatan dan penyakit harus mencakup beberapa hal, yaitu :
(Anjaryani, 2009)
a) Ketepatan diagnosis
b) Ketepatan dan kecukupan terapi
c) Catatan dan dokumen pasien yang lengkap
d) Koordinasi perawatan secara kontinuitas bagi semua anggota keluarga
Menurut Departemen Kesehatan RI (1994), tentang program rujukan dari rumah sakit
bahwa pasien harus diberikan pelayanan dengan mutu yang sebaik-baiknya dengan
menggunakan tata cara dan tekhnik berdasarkan ilmu kedokteran dan kode etik yang berlaku
serta dapat dipertanggung jawabkan. Tenaga medis baik dokter umum, spesialis atau
subspesialis, maupun dokter gigi agar mempunyai pengabdian yang tinggi dalam memberikan
pelayanan pada pasien disertai kasih sayang, penuh perhatian, pengertian, memberikan rasa aman
serta harus berusaha sekuat tenaga dalam mengobati dan merawatnya. (Carolin, 2003)

Pelayanan Penunjang medis


Pelayanan penunjang medik adalah pelayanan dalam memenuhi sarana penunjang medik
bagi pasien. Pelayanan penunjang medik merupakan tugas pokok (jasa profesional) dari kegiatan
rumah sakit tetapi bersifat struktural sehingga pengontrolan oleh pihak manajemen rumah sakit
lebih mudah karena ada prosedur-prosedur khusus yang terdiri dari pelayanan radiologi,
pelayanan laboratorium, pelayanan anestesi, pelayanan gizi, pelayanan farmasi, dan pelayanan
rehabilitasi medik (Anwar, 2004). Sedangkan menurut Griffith (1987) yang dikutip dari
Anjaryani (2009), sarana penunjak medik di rumah sakit meliputi :
a) Laboratorium kimiawi, haematologi, bakteriologi, virologi otopsi, dan kamar jenajah,
b) Diagnostik imaging yaitu: gradiografi, tomografi, radioisotop, USG dan CT-Scan,
c) Laboratorium kardiopulmoner meliputi elektroka diografi tes fungsi paru dan kateteris.John
Griffith (1987) dalam Carolin (2003) juga menyebutkan bahwa pelayanan penunjang medik
harus dapat menjalankan fungsinya untuk:
a) Memuaskan pasien
b) Memuaskan dokter yang juga merupakan konsumennya
c) Memberi pelayanan yang mampu bersaing dengan pesaing lain
d) Mampu memberi harga yang kompetitif
e) Dapat meminimalkan gangguan dan kesalahan pelayanan yang merugikan.
Dengan perkembangan ilmu dan tekhnologi maka berkembang pula macam dan jenis
peralatan penunjang medis sehingga pada saat ini banyak di dapatkan alat-alat canggih yang
memerlukan biaya investasi cukup mahal.

Lingkungan Fisik
Kondisi lingkungan adalah keadaaan disekitar atau disekelilingi tempat dimana seorang
berada. Kondisi lingkungan yang berkaitan dengan tingkat kepuasan pasien rawat inap di rumah
sakit adalah kondisi yang menyangkut lingkungan fisik sekitar rawat inap seperti kebersihan
ruang rawat inap secara menyeluruh mulai dari kamar tidur sampai kamar mandi/wc,
kenyamanan, kerapihan dan keindahan dari bentuk dan tata ruangan dan penerangan
(Sukmawati, 2003). Permenkes No. 982/92 berisi tentang persyaratan kesehatan lingkungan
rumah sakit yang diantaranya adalah: (Rahayu, 2008)
a) Lokasi atau lingkungan rumah sakit: tenang, nyaman, aman, terhindar dari pencemaran, dan
selalu dalam keadaan bersih
b) Ruangan: lantai dan dinding bersih, penerangan cukup, tersedia tempat sampah, bebas bau
tidak sedap. Bebas dari gangguan serangga, tikus, dan bnatang pengganggu lainnya. Lubang
ventilasi cukup, menjamin penggantian udara dalam kamar baik.
c) Atap, langit-langit, pintu, sesuai dengan syarat yang ditentukan.

Pelayanan Bagian Administrasi (Keuangan)


Selama pasien di rumah sakit, apa yang menjadi hak pasien telah diterima sesuia dengan
kemampuan rumah sakit tersebut. Sebagai bagian terakhir proses perawatan sebelum pasien
pualang maka salah satu kewajiban yang harus dipenuhi pasien adalah memberikan honor atau
bayaran yang pantas kepada pihak pemberi jasa yakni pihak rumah sakit. Bagian administrasi
atau keuangan di rumah sakit melaksanakan proses billing yang sering diartikan sebagai proses
yang memproduksi rekening pasien mulai dari penerimaan sampai tagihan. Untuk pasien umum,
dibagian ini dilakukan prosedur penerimaan uang muka perawatan, penagihan berkala dan
penyelesaian rekening pada saat pasien akan keluar dari RS. Untuk penyelesaian rekening,
kuitansi harus dibuat rinci atas biaya pengobatan, pemeriksaan dan perawatan yang diperoleh
pasien selama di RS. Menurut Wolper (1987) Tujuan pelayanan administrasi adalah menciptakan
suasana administrasi yang lancar dan menyenangkan bagi pasien. Kesan pertama kali bagi pasien
rawat inap terbentuk sewaktu pasien berbicara pertama kali dengan penerimaan pasien. Kesan ini
sering menetap pada diri pasien dan mempengaruhi sikap mereka terhadap lembaga, staf dan
pelayanan yang mereka terima (Agustina, 2008).

Rumah Sakit
1. Definisi Rumah Sakit
Beberapa pengertian Rumah Sakit yang dikemukakan oleh para ahli, diantaranya menurut
Assosiation of Hospital Care (1947), American Hospital Assosiation (1974).Wolpen dan Pena
yang dikutip oleh Azwar (1996) adalah sebagai berikut :
a. Rumah Sakit adalah pusat dimana pelayanan kesehatan masyarakat, pendidikan serta
penelitian kedokteran diselenggarakan.
b. Rumah sakit adalah suatu alat organisasi yang terdiri dari tenaga medis profesional yang
terorganisir serta sarana kedokteran yang permanen menyelenggarakan pelayanan kedokteran,
asuhan keperawatan yang berkesinambungan, diagnosis serta pengobatan penyakit yang diderita
oleh pasien.
c. Rumah sakit adalah tempat dimana orang sakit mencari dan menerima pelayanan kedokteran
serta tempat dimana pendidikan klinik untuk mahasiswa kedokteran, perawat dan tenaga profesi
kesehatan lainnya diselenggarakan.
d. Rumah Sakit adalah sarana upaya kesehatan menyelenggarakan kegiatan pelayanan kesehatan
serta dapat dimanfaatkan untuk pendidikan tenaga kesehatan dan penelitian.
Adapun definisi Rumah Sakit Umum Daerah adalah rumah sakit yang memberi
pelayanan medis terhadap segala macam penyakit, termasuk pelayanan bersalin yang sistem
organisasi dan operasionalnya diselenggarakan oleh pemerintah daerah.

2. Tugas dan Fungsi Rumah Sakit Umum


Berdasarkan Peraturan Mentri Kesehatan RI Nomor 159b/Menkes/per/II/1988 tentang
rumah sakit, bahwa tugas rumah sakit adalah melaksanakan pelayanan kesehatan dengan
mengutamakan kegiatan penyembuhan penderita dan pemulihan cacat badan, jiwa dan
dilaksanakan secara terpadu dengan upaya peningkatan (promotif) dan pencegahan
(preventif), serta melaksanakan upaya rujukan. Adapun fungsi Rumah Sakit dapat meliputi aspek
a. Menyediakan dan menyelenggarakan pelayanan medik, penunjang medik, perawatan
rehabilitasi, pencegahan dan peningkatan kesehatan;
b. Sebagai tempat pendidikan dan atau latihan tenaga medik dan paramedik;dan
c. Sebagai tempat penelitian dan pengembangan ilmu teknologi bidang kesehatan.
Fungsi rumah sakit yang meliputi 3 aspek di atas, tidak secara keseluruhan dapat
dilakukan oleh seluruh rumah sakit milik pemerintah tetapi tergantung pada klasifikasi rumah
sakit. Berdasarkan klasifikasi rumah sakit dapat diketahui bahwa rumah sakit dengan
kategori/kelas A, mempunyai fungsi, jumlah dan kategori ketenagaan, fasilitas dan kemampuan
pelayanan yang lebih besar daripada rumah sakit dengan kelas lainnya yang lebih rendah, seperti
kelas BII, BI, C,dan kelas D.7 (Yohana, 2009).
Selain itu, berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI no 983/Menkes/SK/XI/1992
tentang pedoman Organisasi rumah sakit, maka fungsi rumah sakit adalah:
a. Menyelenggarakan pelayanan medis
b. Menyelenggarakan pelayanan penunjang medis dan non medis
c. Menyelenggarakan pelayanan dan asuhan keperawatan
d. Menyelenggarakan pelayanan rujukan
e. Menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan
f.Menyelenggarakan penelitian dan pengembangan.

3. Pelayanan di Rumah Sakit Umum Pemerintah


Menurut SK Menkes No 159/1988, membagi pelayanan rumah sakit umum pemerintah menjadi
beberapa bagian yakni antara lain: (Rahayu, 2008)
a. Layanan Rawat Inap
Layanan yang memberikan perawatan dan pengobatan terprogram dan menginap di
rumah sakit dengan mempergunakan termpat tidur sesuai dengan fasilitas dan kelas yang
diinginkan sampai diperkenankan oleh dokter yang merawat atau oleh manajemen rumah sakit
untuk meninggalkan rumah sakit.
b. Layanan Unit Gawat darurat
Layanan yang membutuhkan tindakan medis yang segera. Karena sifatnya yang
mendesak maka penanganannya membutuhkan fasilitas pelayanan dan diagnostik yang tersedia
24 jam penuh
c. Layanan Rawat Jalan
Menurut Rijadi (1997), bagian dari fasilitas yang ada di rumah sakit dengan pembagian
ruang dan jalan masuk dengan menggunakan tanda sasaran yang jelas, sehingga pasien dapat
mudah mencapai area rawat jalan (Rahayu, 2008).

4. Klasifikasi Rumah Sakit Umum Pemerintah


Rumah sakit Umum Pemerintah daerah diklasifikasikan menjadi Rumah sakit kelas A, B,
C, dan D. Klasifikasi tersebut didasarkan pada unsur pelayanan, ketenagaan, fisik dan peralatan.
a. Rumah sakit umum kelas A, adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan
kemampuan pelayanan medik spesialistik luas dan subspesialistik luas.
b. Rumah sakit umum kelas B, adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan
kemampuan pelayanan medik sekurang-kurangnya sebelas spesialistik dan subspesialistik
terbatas.
c. Rumah sakit umum kelas C, adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan
kemampuan pelayanan medik spesialistik dasar.
d. Rumah sakit umum kelas D, adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan
kemampuan pelayanan medik dasar.

Kerangka Teori
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

Ruang Lingkup Penelitian


Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Sakit Umum Daerah Siti Fatimah pada bulan Juni
2020 dengan menyebarkan kuesioner kepada pasien di ruang rawat kebidanan. Sumber data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah data primer. Data primer diperoleh melalui kuisioner
kepada pasien rawat inap.

Lokasi dan Waktu Penelitian


Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Umum Daerah Siti Fatimah provinsi Sumatera
Selatan Kota Palembang pada bulan Juni 2020.

Populasi dan Sampel


Populasi pada penelitian ini adalah pasien yang dirawat Inap di ruang kebidanan RSUD
Siti Fatimah dengan total sampel 30 subjek penelitian.

Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini berupa data primer Data primer yaitu data
yang dikumpulkan sendiri oleh peneliti. Metode pengambilan data pasien yang digunakan adalah
penyebaran angket dengan menggunakan kuisioner tertutup yang sifatnya self administered
questionare yaitu meminta responden menjawab sendiri pertanyaan, sehingga kurang
memberikan kesempatan kepada pasien untuk memberikan pendapat atau mengungkapkan
harapan dan pengalamannya secara verbal (Ramadhani, 2008). Dalam penelitian ini, data primer
berupa informasi tentang pelayanan yang diharapkan (expected service) dan pelayanan yang
diterima (perceived service) pasien meliputi kelima dimensi mutu, yakni; tangibles, reliability,
responsiveness, assurance, dan emphaty.
Adapun tekhnik pengambilan data dari responden terpilih dilakukan dengan
mendistribusikan kuesioner langsung kepada responden untuk diisi oleh responden. Sebelum
mengisi, responden diberi pengarahan oleh petugas bagaimana prosedur pengisian kuesioner.
Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuisioner dengan pertanyaan
tertutup yang disebarkan ke pasien-pasien di ruang rawat inap kebidanan RSUD Siti Fatimah.
Model kuesioner yang dipakai adalah model kuesioner tertutup dengan skala likert, yaitu skala
yang digunakan untuk mengukur sikap, pendapat dan persepsi seseorang atau kelompok orang
tentang fenomena sosial (Sugiono, 2002). Kuisioner terdiri dari beberapa item pertanyaan yang
merupakan adopsi dari penelitian Rahayu (2008). Adapun pengukuran kuisioner pada variabel
dependen menggunakan format skala likert dengan lima kriteria, yaitu skala nilai 1-5
(Ramadhani, 2008). Nilai yang dimaksud adalah skor atas jawaban responden. Skor yang
digunakan,meliputi:
1. Harapan (expected service)
STP (Sangat Tidak Penting): nilainya 1
TP (Tidak Penting) : nilainya 2
CP (Cukup Penting) : nilainya 3
P (Penting) : nilainya 4
SP (Sangat Penting) : nilainya 5
2. Kenyataan (perceived service)
STP (Sangat Tidak Puas) : nilainya 1
TP (Tidak Puas) : nilainya 2
N (Netral) : nilainya 3
P (Puas) : nilainya 4
SP (Sangat Puas) : nilainya 5
Pelayanan yang diharapkan (expected service) terdiri dari variabel tangibles, reliability,
responsiveness, assurance, dan emphaty dengan beberapa item pertanyaan. Sedangkan pelayanan
yang diterima (perceived service) juga terdiri dari variabel tangibles, reliability, responsiveness,
assurance, dan emphaty dengan masing-masing pertanyaan. Kategori “puas” dinyatakan apabila
nilai selisih harapan berbanding dengan nilai kenyataan menghasilkan nilai > 0. Dan dinyatakan
“tidak puas” apabila nilai selisih harapan berbanding dengan nilai kenyataan menghasilkan
nilai ≤ 0(Wardhana, 2011).
Analisa Data
Dalam penelitian ini, menganalisis tingkat kepuasan pasien dengan menggunakan metode
ServQual (Service Quality). Metode “ServQual” (Service Quality) merupakan suatu pendekatan
pengukuran pelayanan yang dikembangkan oleh Zeithaml, Berry dan Parasuraman untuk
mengetahui puas atau tidak puasnya pasien terhadap pelayanan yang diberikan berdasarkan gap
yang terjadi antara pelayanan yang di terima (perceived service) dengan pelayanan yang
diharapkan (expected service) pada setiap 68 dimensi Service Quality yakni bukti fisik
(tangibles), kehandalan (reliability), daya tanggap (responsiveness), jaminan (assurance), dan
empati (emphaty).
Metode servqual terdiri dari dua bagian yaitu, penilaian dan pembobotan. Penilaian
dilakukan dengan penyebaran kuesioner di mana seorang partisipan memberikan bobot (constant
sum rating scale) untuk kelima dimensi ServQual. Harapan pelanggan terhadap layanan yang
dijabarkan ke dalam lima dimensi ServQual harus bisa dipahami dan diupayakan untuk
diwujudkan. Jika pelayanan yang diterima (perceived service) tidak sesuai dengan pelayanan
yang diharapkan (expected service), itulah yang menimbulkan kekecewaan. Selisih antara
persepsi dengan harapan disebut dengan “gap” atau “kesenjangan pelayanan”, yang dirumuskan
sebagai berikut:
Kenyataan − Harapan = Gap atau K − H = Gap
 Jika gap positif (K > H) maka layanan dikatakan surprise dan memuaskan.
 Jika gap nol (K = H) maka layanan dikatakan berkualitas dan memuaskan.
 Jika gap negatif (K < H) maka layanan dikatakan kurang berkualitas dan tidak memuaskan.
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Karakteristik Responden
1. Usia
Adapun gambaran distribusi usia responden pasien rawat inap RSUD Siti Fatimah Juni
2020 sebagaimana berikut :

Distribusi Usia Responden di RSUD Siti Fatimah Juni 2020


Variabel Jumlah (n) Minimum Maximum
Umur 30 21 th 39 th

Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa dari 30 responden, usia termuda adalah
21 tahun dan tertua 39 tahun.

2. Pendidikan Akhir
Adapun gambaran distribusi pendidikan akhir responden pasien rawat inap RSUD Siti
Fatimah Juni 2020 sebagaimana berikut :
Distribusi Pendidikan Akhir Responden di RSUD Siti Fatimah Juni 2020
Pendidikan akhir Frekuensi
N %
SD - -
SLTP 2 6,6 %
SLTA 5 16,6%
DIPLOMA 9 30%
S-1 14 46,6%
S-2 - -
S-3 - -
Total 30 100%

Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa pendidikan responden terbanyak adalah


tamatan S1 yaitu 46,6 % dan paling sedikit adalah SLTP yaitu 6,6 %.
3. Pekerjaan
Adapun gambaran distribusi pekerjaan responden pasien rawat inap RSUD Siti Fatimah
Juni 2020 sebagaimana berikut :
Distribusi Pekerjaan Responden di RSUD Siti Fatimah Juni 2020
Pekerjaan Frekuensi
n %
Pelajar/mahasiswa 2 6,6%
Pegawai negeri 6 20%
Pegawai swasta 9 30%
Buruh - -
Pedagang - -
Tidak bekerja 13 43,3%
Dll…. - -
Total 30 100%

Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa pekerjaan responden terbanyak adalah tidak
bekerja yaitu 43,3 % dan paling sedikit adalah pelajar/mahasiswa yaitu 6,6 %.

4. Lama Waktu Dirawat


Adapun gambaran distribusi lama waktu dirawat pasien rawat inap RSUD Siti Fatimah
Juni 2020 sebagaimana berikut :
Distribusi lama waktu dirawat responden di RSUD Siti Fatimah Juni 2020
Lama Waktu Dirawat Frekuensi
N %
Kurang dari 3 hari 16 53,3%
3-6 hari 14 46,7%
7-15 hari - -
Diatas 15 hari - -
Total 30 100%

Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa lama waktu dirawat terbanyak adalah kurang
dari 3 hari yaitu 53,3 % dan paling sedikit adalah 3-6 hari yaitu 46,7 %.

B. Gambaran Kepuasan Pasien di Ruang Rawat Inap

1. Gambaran Kepuasan Pasien pada dimensi Tangibles / Nyata

Dimensi Harapan Kenyataan Gap Ket


Tangibles/Nyata
1 4,2 4,6 0,4 Memuaskan
2 4,1 4,4 0,3 Memuaskan
3 4,3 4,5 0,2 Memuaskan
4 4,2 4,4 0,2 Memuaskan
5 4,0 4,2 0,2 Memuaskan
Total rata-rata 4,16 4,42 0,26 Memuaskan
Ket :
1. Bangunan RS terlihat indah dan bersih
2. RS memiliki ruang tunggu yang cukup, nyaman, WC dan air
3. Ruangan di RS memiliki peralatan yang lengkap
4. Tenaga medis dan karyawan berpenampilan rapi dan bersih
5. RS memiliki papan petunjuk yang jelas

Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa untuk dimensi Tangibles kenyataan lebih besar
daripada harapan (K>H) sehingga menghasilkan nilai yang positif untuk semua item penilaian.
Berdasarkan metode ServQual (Service Quality), jika K > H maka layanan dikatakan surprise
dan memuaskan.

2. Gambaran Kepuasan Pasien pada dimensi Empathy/Empati


Dimensi Harapan Kenyataan Gap Ket
Empathy/
Empati
1 4,1 4,2 0,1 Memuaskan
2 4,0 4,1 0,1 Memuaskan
3 4,1 4,1 0 Memuaskan
4 4,1 4,5 0,4 Memuaskan
5 4,2 4,4 0,2 Memuaskan
Total rata-rata 4,1 4,26 0,16 Memuaskan
Ket :
1. dokter memberikan waktu pelayanan yang cukup pada pasien
2. perawat memberikan pelayanan sesuai dengan keinginan dan memahami kebutuhan
pasien
3. perawat memperhatikan sungguh-sungguh kepada pasien
4. dokter mendengarkan keluhan tentang penyakit yang anda derita serta memberikan jalan
keluar dalam konsultasi
5. perawat dalam melayani bersikap sopan dan ramah

Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa total rata-rata untuk dimensi Empathy
kenyataan lebih besar daripada harapan (K>H) sehingga menghasilkan nilai yang positif untuk
semua item penilaian. Berdasarkan metode ServQual (Service Quality), jika K > H maka layanan
dikatakan surprise dan memuaskan. Akan tetapi tidak semua item penilaian pada dimensi
Empathy menghasilkan penilaian K > H. pada point ketiga didapatkan K = H sehingga
menghasilkan nilai 0. Berdasarkan metode ServQual (Service Quality), jika K = H maka layanan
dikatakan berkualitas dan memuaskan.

3. Gambaran Kepuasan Pasien pada dimensi Reliability/Keandalan

Dimensi Harapan Kenyataan Gap Ket


Reliability/Keandalan
1 3,7 4,3 0,6 Memuaskan
2 3,8 4,4 0,6 Memuaskan
3 4,1 4,3 0,2 Memuaskan
4 4,2 4,4 0,2 Memuaskan
5 4,3 4,5 0,2 Memuaskan
Total rata-rata 4,02 4,38 0,36 Memuaskan
Ket :
1. Tenaga medis memberikan pelayanan teliti, hati-hati dan tepat waktu sesuai dengan yang
dijanjikan
2. Tenaga medis dan petugas lainnya, membantu jika ada permasalahan pasien
3. Perawat memberi tahu jenis penyakit secara lengkap, memberitahu cara perawatan dan
cara minum obat
4. Tenaga medis memberikan informasi kepada pasien sebelum pelayanan diberikan
5. Tenaga medis menerangkan tindakan yang akan dilakukan

Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa total rata-rata untuk dimensi Reability kenyataan
lebih besar daripada harapan (K>H) sehingga menghasilkan nilai yang positif untuk semua item
penilaian. Berdasarkan metode ServQual (Service Quality), jika K > H maka layanan dikatakan
surprise dan memuaskan.

4. Gambaran Kepuasan Pasien pada dimensi Responsiveness/ Ketanggapan

Dimensi Harapan Kenyataan Gap Ket


Responsiveness
/ Ketanggapan
1 4,1 4,6 0,5 Memuaskan
2 3,7 4,3 0,6 Memuaskan
3 4,2 4,7 0,5 Memuaskan
4 4,1 4,3 0,2 Memuaskan
5 4,3 4,6 0,3 Memuaskan
Total rata- rata 4,08 4,5 0,42 Memuaskan
Ket:
1. Tenaga medis bersedia menanggapi keluhan pasien
2. Perawat tanggap melayani pasien
3. Tenaga medis menerima dan melayani dengan baik
4. Tenaga medis melakukan tindakan secara tepat dan cepat
5. Tenaga medis melakukan tindakan sesuai prosedur
Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa total rata-rata untuk dimensi Responsiveness
kenyataan lebih besar daripada harapan (K>H) sehingga menghasilkan nilai yang positif untuk
semua item penilaian. Berdasarkan metode ServQual (Service Quality), jika K > H maka layanan
dikatakan surprise dan memuaskan.

5. Gambaran Kepuasan Pasien pada dimensi Assurance/ Kepastian


Dimensi Harapan Kenyataan Gap Ket
Assurance/
Kepastian
1 4,4 4,8 0,4 Memuaskan
2 4,2 4,5 0,3 Memuaskan
3 4,1 4,3 0,2 Memuaskan
4 4,1 4,5 0,4 Memuaskan
5 4,3 4,6 0,3 Memuaskan
Total rata-rata 4,22 4,54 0,32 Memuaskan
Ket :
1. Dokter mempunyai kemampuan dan pengetahuan dalam menetapkan diagnose penyakit
anda cukup baik, sehingga mampu menjawab setiap pertanyaan pasien secara
menyakinkan
2. Tenaga medis menyediakan obat-obatan/ alat-alat medis yang lengkap
3. Tenaga medis bersifat cekatan serta menghargai pasien
4. Dokter melayani dengan sikap meyakinkan sehingga pasien merasa aman
5. Tenaga medis mempunyai catatan medis pasien
Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa total rata-rata untuk dimensi Assurance kenyataan
lebih besar daripada harapan (K>H) sehingga menghasilkan nilai yang positif untuk semua item
penilaian. Berdasarkan metode ServQual (Service Quality), jika K > H maka layanan dikatakan
surprise dan memuaskan.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Diketahui gambaran usia pada pasien yang menjadi sampel pada penelitian ini, usia termuda
adalah 21 tahun dan tertua 39 tahun.
2. Diketahui bahwa pendidikan responden terbanyak adalah tamatan S1 yaitu 46,6 % dan paling
sedikit adalah SLTP yaitu 6,6 %
.3. Diketahui bahwa pekerjaan responden terbanyak adalah tidak bekerja yaitu 43,3 % dan paling
sedikit adalah pelajar/mahasiswa yaitu 6,6 %.
3. Diketahui bahwa lama waktu dirawat terbanyak adalah kurang dari 3 hari yaitu 53,3 % dan
paling sedikit adalah 3-6 hari yaitu 46,7 %.
4. Didapatkan hasil kenyataan lebih besar daripada harapan (K>H) untuk setiap dimensi
penilaian kepuasan (Tangibles, Empathy, Reability, Responsiveness, dan Assurance) sehingga
layanan dikatakan surprise dan memuaskan. Hal ini menunjukkan bahwa responden menyatakan
puas terhadap layanan yang didapatkan selama mereka menjalani rawat inap di RSUD Siti
Fatimah Provinsi Sumatera Selatan.

Saran
1. Penelitian ini hendaknya bisa dilakukan dalam sampel yang lebih besar dan jangka waktu
yang lebih lama.
2. RSUD Siti Fatimah harus mempertahankan kualitas pelayanan yang sudah baik
3. RSUD Siti Fatimah harus melakukan monitoring dan evaluasi secara berkala tentang kepuasan
pasien terhadap pelayanan
4. RSUD Siti Fatimah harus aktif dan selalu menyediakan sarana bagi pasien untuk
menyampaikan kritik dan saran demi kemajuan RS dan kenyamanan pasien dalam berobat.
5. RSUD Siti Fatimah harus selalu berinovatif dalam meningkatkan kualitas pelayanan

Anda mungkin juga menyukai