Triage berasal dari bahasa Perancis ‘trier’, yang memiliki arti “menseleksi”, yaitu teknik untuk menentukan prioritas penatalaksanaan pasien atau korban berdasarkan derajat kegawatannya. Triage adalah suatu sistem pembagian/klasifikasi prioritas pasien berdasarkan berat ringannya kondisi klien/kegawatannya yang memerlukan tindakan segera. Dalam triage, perawat dan dokter mempunyai batasan waktu (respon time) untuk mengkaji keadaan dan memberikan intervensi secepatnya yaitu ≤ 10 menit.
1.2. Tujuan Triage
Tujuan utama adalah untuk mengidentifikasi kondisi mengancam nyawa. Tujuan triage selanjutnya adalah untuk menetapkan tingkat atau derajat kegawatan yang memerlukan pertolongan kedaruratan. Dengan triage tenaga kesehatan akan mampu : a. Menginisiasi atau melakukan intervensi yang cepat dan tepat kepada pasien b. Menetapkan area yang paling tepat untuk dapat melaksanakan pengobatan lanjutan c. Memfasilitasi alur pasien melalui unit gawat darurat dalam proses penanggulangan/pengobatan gawat darurat Sistem Triage dipengaruhi : a. Jumlah tenaga profesional dan pola ketenagaan b. Jumlah kunjungan pasien dan pola kunjungan pasien c. Denah bangunan fisik unit gawat darurat d. Terdapatnya klinik rawat jalan dan pelayanan medis 1.3. Prinsip Triage Triage mempunyai 2 komponen : a. Menyeleksi pasien dan menyusun prioritas berdasarkan beratnya penyakit b. Alokasi dan rasionalisasi sumber daya yang ada.
1.4. Pelaksana Triage
1. Pelaksana Triage di dalam keadaan sehari hari dilakukan oleh dokter jaga UGD atau perawat yang kompeten di ruang UGD 2. Sedangkan dalam keadaan bencana di lakukan oleh perawat UGD dan di lakukan di luar atau di depan UGD. BAB II RUANG LINGKUP
Triage Pasien di RS Mata Pekanbaru Eye Center dilakukan di UGD,
dengan menggunakan 5 Sistem pelevelan START (Simple Triage and Rapid Treatment) yakni sebagai berikut : LEVEL RESPON KETERANGAN JENIS KASUS I Segera Pasien dalam keadaan kritis Cardiac arrest/henti jantung (Resusitasi) dan mengancam nyawa Anafilaksis atau anggota badannya Trauma multipel / kompleks menjadi cacat bila tidak /cedera berat yang segera mendapat membutuhkan resusitasi, pertolongan atau tindakan syok, darurat. Pasien tidak sadar (GCS 3- (Gawat Darurat) 9), over dosis, kejang, cedera kepala). Obstruksi jalan nafas berat II ≤ 15 menit Pasien berada dalam Nyeri dada akut, aritmia (Emergensi) keadaan gawat, akan jantung hebat, cedera menjadi kritis dan kepala (GCS 10 - 13), mengancam nyawa bila Gangguan pernafasan berat tidak segera mendapat (PO2 < 85%) pertolongan atau tidakan Nyeri hebat, darurat. sengatan/gigitan binatang (Gawat Tidak Darurat) berbisa Overdosis (sadar) Gangguan psikiatri berat Perdarahan Fraktur luas Pasien dengan suhu > 39oC III ≤ 30 menit Pasien berada dalam Cedera kepala (GCS 14-15) (Urgensi) keadaan tidak stabil, dapat Nyeri abdomen sedang berpotensi menimbulkan Fraktur tertutup masalah serius tetapi tidak Penyakit-penyakit akut memerlukan tindakan Trauma dengan nyeri darurat, dan tidak sedang mengancam nyawa. (Darurat Tidak Gawat) IV ≤ 60 menit Pasien datang dengan Cedera kepala ringan (tanpa (less urgent) keadaan stabil, tidak muntah dan tanda-tanda mengancam nyawa, dan vital normal), nyeri ringan tidak memerlukan tindakan Nyeri kepala ringan segera. Sakit ringan (Tidak gawat tidak darurat)
V ≤ 120 Pasien datang dengan Ganti verban
(Rutin) menit keadaan stabil, tidak Permintaan rujukan mengancam nyawa, tidak Kontrol ulang memerlukan tindakan Medical cek up segera, hanya membutuhkan perawatan lanjutan.
Penilaian dalam triage meliputi :
1. Primary survey (C,A,B) untuk menghasilkan prioritas I dan seterusnya 2. Secondary survey (Head to Toe) untuk menghasilkan prioritas I, II, III,dan selanjutnya 3. Monitoring korban akan kemungkinan terjadinya perubahan-perubahan pada C, A, B, derajat kesadaran dan tanda vital lainnya. 4. Perubahan prioritas karena perubahan kondisi korban Menurut Brooker (2008), dalam prinsip triage diberlakukan sistem prioritas, prioritas adalah penentuan mana yang harus didahulukan mengenai penanganan dan pemindahan yang mengacu pada tingkat ancaman jiwa yang timbul.: 1) Ancaman jiwa yang dapat mematikan dalam hitungan menit. 2) Dapat meninggal dalam hitungan jam. 3) Trauma ringan. 4) Sudah meninggal. Tabel 2. Klasifikasi berdasarkan Tingkat Prioritas (Labeling) KLASIFIKASI KETERANGAN Prioritas I Mengancam jiwa atau fungsi vital, perlu resusitasi dan tindakan bedah (Merah) segera, mempunyai kesempatan hidup yang besar. Penanganan dan pemindahan bersifat segera yaitu gangguan pada jalan nafas, pernafasan dan sirkulasi. Contohnya sumbatan jalan nafas, tension pneumothorak, syok hemoragik, luka terpotong pada tangan dan kaki, combutio (lukabakar) tingkat II dan III > 25% Prioritas II Potensial mengancam nyawa atau fungsi vital bila tidak segera ditangani (Kuning) dalam jangka waktu singkat. Penanganan dan pemindahan bersifat jangan terlambat. Contoh: patah tulang besar, combutio (luka bakar) tingkat II dan III < 25 %, trauma thorak / abdomen, laserasi luas, trauma bola mata. Prioritas III Perlu penanganan seperti pelayanan biasa, tidak perlu segera. (Hijau) Penanganan dan pemindahan bersifat terakhir. Contoh luka superfisial, luka-luka ringan Prioritas 0 Kemungkinan untuk hidup sangat kecil, luka sangat parah. Hanya perlu (Hitam) terapi suportif. Contoh henti jantung kritis, trauma kepala kritis Gambar 1.1 Skema triage rumah sakit BAB III TATA LAKSANA
3.1. Alur dalam proses triage :
1. Pasien datang diterima tenaga kesehatan di UGD Rumah Sakit 2. Di ruang triase dilakukan pemeriksaan singkat dan cepat (selintas) untuk menentukan derajat kegawatdaruratannya oleh tenaga kesehatan dengan cara: a. Menilai tanda vital dan kondisi umum Pasien b. Menilai kebutuhan medis c. Menilai kemungkinan bertahan hidup d. Menilai bantuan yang memungkinkan e. Memprioritaskan penanganan definitif 3. Namun bila jumlah Pasien lebih dari 50 orang, maka triase dapat dilakukan di luar ruang triase (di depan gedung UGD Rumah Sakit). 4. Pasien dibedakan menurut kegawatdaruratannya dengan memberi kode warna: a. Kategori merah : prioritas pertama (area resusitasi) Pasien cedera berat mengancam jiwa yang kemungkinan besar dapat hidup bila ditolong segera. b. Kategori kuning : prioritas kedua (area tindakan) Pasien memerlukan tindakan defenitif tidak ada ancaman jiwa segera. c. Kategori hijau : prioritas ketiga (area observasi) Pasien degan cedera minimal, dapat berjalan dan menolong diri sendiri atau mencari pertolongan. d. Kategori hitam : prioritas nol Pasien meninggal atau cedera fatal yang jelas dan tidak mungkin diresusitasi. 5. Pasien kategori merah dapat langsung diberikan tindakan di ruang resusitasi, tetapi bila memerlukan tindakan medis lebih lanjut, Pasien dapat dipindahkan ke ruang operasi atau di rujuk ke Rumah Sakit lain. 6. Pasien dengan kategori kuning yang memerlukan tindakan medis lebih lanjut dapat dipindahkan ke ruang observasi dan menunggu giliran setelah Pasien dengan kategori merah selesai ditangani. 7. Pasien dengan kategori hijau dapat dipindahkan ke rawat jalan, atau bila sudah memungkinkan untuk dipulangkan, maka Pasien diperbolehkan untuk dipulangkan. 8. Pasien kategori hitam dapat langsung dipindahkan ke kamar jenazah.
3.2. Survei Primer
a. Survei primer dilakukan dalam waktu cepat untuk mengidentifikasi kondisi yang mengancam nyawa pada Pasien. b. Batasan waktu (respon time) untuk mengkaji keadaan dan memberikan intervensi segera mungkin.
3.3. Resusitasi dan Stabilisasi
a. Tindakan resusitasi segera diberikan kepada Pasien dengan kategori merah setelah mengevaluasi potensi jalan nafas (airway), status pernafasan (breathing) dan sirkulasi ke jaringan (circulation) serta status mental Pasien yang diukur memggunakan Alert Voice/Verbal Pain Unresponsive (AVPU). b. Apabila Dokter/Dokter Gigi sedang menangani Pasien dengan kategori kuning tetapi disaat yang bersamaan datang Pasien dengan kategori merah, maka Dokter/Dokter Gigi wajib mendahulukan atau mengutamakan tindakan resusitasi kepada Pasien dengan kategori merah tersebut. c. Pelayanan resusitasi di ruang resusitasi harus dilakukan secara kerja sama tim dipimpin oleh seorang dokter yang memiliki kompetensi tertinggi untuk melakukan resusitasi sesuai dengan kewenangan klinis yang diberikan oleh pimpinan Fasilitas Pelayanan Kesehatan. d. Melakukan monitoring dan retriase terhadap tindakan resusitasi yang diberikan. Monitoring kondisi Pasien berupa pemasangan peralatan medis untuk mengetahui status tanda vital, pemasangan kateter urine, dan penilaian ulang status mental Pasien (GCS).
3.4. Survei Sekunder
a. Melakukan anamnesa (alloanamnesa/autoanamnesa) untuk mendapatkan informasi mengenai apa yang dialami Pasien pada saat kejadian, mekanisme cidera, terpapar zat-zat berbahaya, riwayat penyakit terdahulu dan riwayat obat yang dikonsumsi. b. Pemeriksaan fisik secara menyeluruh (head to toe), neurologis, dan status mental dengan menggunakan Glasgow Coma Scale (GCS). c. Menginstruksikan agar dilakukan pemeriksaan penunjang saat Pasien sudah berada dalam kondisi stabil. Pasien dikatakan stabil apabila: tanda-tanda vital normal, tidak ada lagi kehilangan darah, keluaran urin normal 0,5-1 cc/kg/jam, dan tidak ada bukti kegagalan fungsi organ. d. Pemeriksaan penunjang yang dimaksud adalah pemeriksaan laboratorium dan pencitraan yang diinstruksikan oleh dokter berdasarkan hasil kesimpulan anamnesa dan pemeriksaan fisik. e. Tindakan restraint sesuai indikasi dengan teknik terstandar yang aman, dengan tujuan untuk mengamankan Pasien,orang lain dan lingkungan dari perilaku Pasien yang tidak terkontrol.
3.5. Tata Laksana Definitif
a. Penanganan/pemberian tindakan terakhir untuk menyelesaikan permasalahan setiap Pasien. b. Penentuan tindakan yang diambil berdasarkan atas hasil kesimpulan dari anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang, yang berwenang melakukan tata laksana defintif adalah Dokter/Dokter Gigi yang terlatih. BAB IV DOKUMENTASI
Kegiatan triage di Unit Gawat Darurat Rumah Sakit Pekanbaru Eye
Center didokumentasikan di formulir UGD dan poliklinik pada kolom triage pasien pada berkas rekam medis pasien.