Anda di halaman 1dari 16

BAB I

DEFINISI
1. Definisi Triase

Triase berasal dari bahasa Perancis “trier”, yang memiliki arti “menseleksi”,
yaitu teknik untuk menentukan prioritas penatalaksanaan pasien atau korban
berdasarkan derajat kegawatannya.
Triase adalah suatu sistem pembagian/klasifikasi prioritas pasien berdasarkan
berat ringannya kondisi klien/kegawatannya yang memerlukan tindakan
segera.
Dalam triase, perawat dan dokter mempunyai batasan waktu (respon time)
untuk mengkaji keadaan dan memberikan intervensi secepatnya yaitu : 10
menit.

2. Tujuan Triase

Tujuan utama adalah untuk mengidentifikasi kondisi mengancam nyawa.


Tujuan triase selanjutnya adalah untuk menetapkan tingkat atau derajat
kegawatan yang memerlukan pertolongan kedaruratan.
Dengan triase tenaga kesehatan akan mampu :
 Menginisiasi atau melakukan intervensi yang cepat dan tepat kepada
pasien
 Menetapkan area yang paling tepat untuk dapat melaksanakan pengobatan
lanjutan
 Memfasilitasi alur pasien melalui unit gawat darurat dalam proses
penanggulangan / pengobatan gawat darurat

Sistem Triase dipengaruhi :


 Jumlah tenaga profesional dan pola ketenagaan
 Jumlah kunjungan pasien dan pola kunjungan pasien
 Denah bangunan fisik unit gawat darurat
 Terdapatnya klinik rawat jalan dan pelayanan medis

Panduan Triase - RSUBY Page 1


3. Prinsip Triase

Triase mempunyai 2 komponen :


a. Menyeleksi pasien dan menyusun prioritas berdasarkan beratnya penyakit
b. Alokasi dan rasionalisasi sumber daya yang ada
Prinsip dasarnya adalah “melakukan yang terbaik untuk sebanyak-banyaknya
korban”. Perhatian dititik beratkan pada pasien atau korban dengan kondisi
medis yang paling gawat - darurat dan paling besar kemungkinannya untuk
diselamatkan.

Panduan Triase - RSUBY Page 2


BAB II
RUANG LINGKUP

Triase Pasien dilakukan di IGD, dengan menggunakan 5 Sistem pelevelan sebagai


berikut :
LEVEL RESPON KETERANGAN JENIS KASUS
I Segera Pasien dalam keadaan kritis Cardiac arrest/henti jantung
(Resusitasi) dan mengancam nyawa atau Anafilaksis
anggota badannya menjadi Trauma multipel / kompleks /
cacat bila tidak segera cedera berat yang membu-
mendapat pertolongan atau tuhkan resusitasi, syok,
tindakan darurat. Pasien tidak sadar (GCS 3-9),
(Gawat Darurat) over dosis, kejang, cedera
kepala).
Obstruksi jalan nafas berat
II ≤ 15 menit Pasien berada dalam keadaan Nyeri dada akut, aritmia
(Emergensi) gawat, akan menjadi kritis jantung hebat, cedera kepala
dan mengan cam nyawa bila (GCS 10 - 13),
tidak segera mendapat Gangguan pernafasan berat
pertolongan atau tidakan (PO2 < 85%)
darurat. Nyeri hebat, sengatan/ gigitan
(Gawat Tidak Darurat) binatang berbisa.
Overdosis (sadar)
Gangguan psikiatri berat
Perdarahan
Fraktur luas
Pasien dengan suhu > 39oC
III ≤ 30 menit Pasien berada dalam keadaan Cedera kepala (GCS 14-15)
(Urgensi) tidak stabil, dapat berpotensi Nyeri abdomen sedang
menimbulkan masalah serius Fraktur tertutup
tetapi tidak memerlukan Penyakit-penyakit akut
tindakan darurat, dan tidak Trauma dengan nyeri sedang
mengancam nyawa.
(Darurat Tidak Gawat)
IV ≤ 60 menit Pasien datang dengan keadaan Cedera kepala ringan (tanpa
(less urgent) stabil, tidak mengancam muntah dan tanda-tanda vital
nyawa, dan tidak memerlukan normal), nyeri ringan
tindakan segera. Nyeri kepala ringan
(Tidak gawat tidak darurat) Sakit ringan
V ≤ 120 menit Pasien datang dengan keadaan Ganti verban
(Rutin) stabil, tidak mengancam Permintaan rujukan
nyawa, tidak memerlukan Kontrol ulang
tindakan segera, hanya Medical cek up
membutuhkan perawatan
lanjutan.

Panduan Triase - RSUBY Page 3


Penilaian dalam triase meliputi :

1. Primary survey (C,A,B) untuk menghasilkan prioritas I dan seterusnya


2. Secondary survey (Head to Toe) untuk menghasilkan prioritas I, II, III,dan
selanjutnya
3. Monitoring korban akan kemungkinan terjadinya perubahan-perubahan pada
C, A, B, derajat kesadaran dan tanda vital lainnya.
4. Perubahan prioritas karena perubahan kondisi korban

Menurut Brooker (2008), dalam prinsip triage diberlakukan sistem prioritas,


prioritas adalah penentuan mana yang harus didahulukan mengenai penanganan
dan pemindahan yang mengacu pada tingkat ancaman jiwa yang timbul.:

1) Ancaman jiwa yang dapat mematikan dalam hitungan menit.


2) Dapat meninggal dalam hitungan jam.
3) Trauma ringan.
4) Sudah meninggal.

Tabel 2. Klasifikasi berdasarkan Tingkat Prioritas (Labeling)

KLASIFIKASI KETERANGAN
Prioritas I Mengancam jiwa atau fungsi vital, perlu resusitasi dan tindakan bedah
(Merah) segera, mempunyai kesempatan hidup yang besar. Penanganan dan
pemindahan bersifat segera yaitu gangguan pada jalan nafas, pernafasan
dan sirkulasi. Contohnya sumbatan jalan nafas, tension pneumothorak,
syok hemoragik, luka terpotong pada tangan dan kaki, combutio
(lukabakar) tingkat II dan III > 25%
Prioritas II Potensial mengancam nyawa atau fungsi vital bila tidak segera ditangani
(Kuning) dalam jangka waktu singkat. Penanganan dan pemindahan bersifat
jangan terlambat. Contoh: patah tulang besar, combutio (luka bakar)
tingkat II dan III < 25 %, trauma thorak / abdomen, laserasi luas,
trauma bola mata.

Panduan Triase - RSUBY Page 4


Prioritas III Perlu penanganan seperti pelayanan biasa, tidak perlu segera.
(Hijau) Penanganan dan pemindahan bersifat terakhir. Contoh luka superfisial,
luka-luka ringan
Prioritas 0 Kemungkinan untuk hidup sangat kecil, luka sangat parah. Hanya perlu
(Hitam) terapi suportif. Contoh henti jantung kritis, trauma kepala kritis

Gambar 1.1
Skema triase rumah sakit

Panduan Triase - RSUBY Page 5


BAB III
TATA LAKSANA

Proses triase dimulai ketika pasien masuk ke pintu IGD. Perawat triase harus
mulai memperkenalkan diri, kemudian menanyakan riwayat singkat dan
melakukan pengkajian, misalnya melihat sekilas kearah pasien yang berada di
brankar sebelum mengarahkan ke ruang perawatan yang tepat.

Pengumpulan data subjektif dan objektif harus dilakukan dengan cepat, tidak
lebih dari 5 menit karena pengkajian ini tidak termasuk pengkajian perawat
utama. Perawat triage bertanggung jawab untuk menempatkan pasien di area
pengobatan yang tepat; misalnya bagian trauma dengan peralatan khusus, bagian
jantung dengan monitor jantung dan tekanan darah, dll. Tanpa memikirkan
dimana pasien pertama kali ditempatkan setelah triage, setiap pasien tersebut
harus dikaji ulang oleh perawat utama sedikitnya sekali setiap 60 menit.

Untuk pasien yang dikategorikan sebagai pasien yang mendesak atau gawat
darurat, pengkajian dilakukan setiap 5 - 15 menit / lebih bila perlu. Setiap
pengkajian ulang harus didokumentasikan dalam rekam medis. Informasi baru
dapat mengubah kategorisasi keakutan dan lokasi pasien di area pengobatan.
Misalnya kebutuhan untuk memindahkan pasien yang awalnya berada di area
pengobatan minor ke tempat tidur bermonitor ketika pasien tampak mual atau
mengalami sesak nafas, sinkop, atau diaforesis. (Iyer, 2004).

Bila kondisi pasien ketika datang sudah tampak tanda - tanda objektif bahwa ia
mengalami gangguan pada airway, breathing, dan circulation, maka pasien
ditangani terlebih dahulu. Pengkajian awal hanya didasarkan atas data objektif
dan data subjektif sekunder dari pihak keluarga. Setelah keadaan pasien membaik,
data pengkajian kemudian dilengkapi dengan data subjektif yang berasal langsung
dari pasien (data primer).

Panduan Triase - RSUBY Page 6


Alur dalam proses triage :
1) Pasien datang diterima petugas / paramedis IGD.

2) Di ruang triage dilakukan anamnese dan pemeriksaan singkat dan


cepat(selintas) untuk menentukan derajat kegawatannya oleh perawat.

3) Bila jumlah penderita / korban yang ada lebih dari 50 orang, maka triage
dapat dilakukan di luar ruang triage (di depan gedung IGD).

4) Penderita dibedakan menurut kegawatannya dengan memberi kode warna:


a) Segera - Immediate (merah)
Pasien mengalami cedera mengancam jiwa yang kemungkinan besar dapat
hidup bila ditolong segera. Misalnya: Tension pneumothorax, distress
pernafasan (RR< 30x/mnt),perdarahan internal, dsb.
b) Tunda - Delayed (kuning)
Pasien memerlukan tindakan defintif tetapi tidak ada ancaman jiwa segera.
Misalnya : Perdarahan laserasi terkontrol, fraktur tertutup pada ekstrimitas
dengan perdarahan terkontrol, luka bakar < 25% luas permukaan tubuh, dsb.
c) Minimal (hijau).
Pasien mendapat cedera minimal, dapat berjalan dan menolong diri sendiri
atau mencari pertolongan. Misalnya : Laserasi minor, memar, lecet dan luka
bakar superfisial.
d) Expextant (hitam)
Pasien meninggal dunia atau DOA.

5) Penderita / korban mendapatkan prioritas pelayanan dengan urutan warna:


merah, kuning, hijau dan hitam.

6) Tetapkan sesuai kebutuhan pasien preventif, kuratif, paliatif atau rehabilitatif.

7) Penderita / korban kategori triase merah dapat langsung diberikan pengobatan


diruang tindakan IGD. Tetapi bila memerlukan tindakan medis lebih lanjut,
penderita/korban dapat dipindahkan ke ruang operasi atau dirujuk ke RS lain.

Panduan Triase - RSUBY Page 7


8) Pasien dirujuk ke rumah sakit lain setelah mendapat penanganan dan pasien
dalam keadaan stabil.

9) Penderita dengan kategori triase kuning yang memerlukan tindakan medis


lebih lanjut dapat dipindahkan ke ruang observasi dan menunggu giliran
setelah pasien dengan kategori triase merah selesai ditangani.

10) Penderita dengan kategori triase hijau dapat dipindahkan ke rawat jalan atau
bila sudah memungkinkan untuk dipulangkan, maka penderita / korban dapat
diperbolehkan untuk pulang.

11) Penderita kategori triase hitam dapat langsung dipindahkan ke kamar jenazah.

Panduan Triase - RSUBY Page 8


BAB IV

DOKUMENTASI

Dokumen adalah suatu catatan yang dapat dibuktikan atau dijadikan bukti dalam
persoalan hukum, sedangkan pendokumentasian adalah pekerjaan mencatat atau
merekam peristiwa dan objek maupun aktifitas pemberian jasa (pelayanan) yang
dianggap berharga dan penting. Dokumentasi asuhan dalam pelayanan
keperawatan adalah bagian dari kegiatan yang harus dikerjakan oleh perawat
setelah memberi asuhan kepada pasien.

Dokumentasi merupakan suatu informasi lengkap meliputi status kesehatan


pasien, kebutuhan pasien, kegiatan asuhan keperawatan serta respons pasien
terhadap asuhan yang diterimanya. Dengan demikian dokumentasi keperawatan
mempunyai porsi yang besar dari catatan klinis pasien yang menginformasikan
faktor tertentu atau situasi yang terjadi selama asuhan dilaksanakan. Disamping
itu catatan juga dapat sebagai wahana komunikasi dan koordinasi antar profesi
(Interdisipliner) yang dapat dipergunakan untuk mengungkap suatu fakta aktual
untuk dipertanggung-jawabkan.

Dokumentasi asuhan keperawatan merupakan bagian integral dari asuhan


keperawatan yang dilaksanakan sesuai standar. Dengan demikian pemahaman dan
ketrampilan dalam menerapkan standar dengan baik merupakan suatu hal yang
mutlak bagi setiap tenaga keperawatan agar mampu membuat dokumentasi
keperawatan secara baik dan benar.

Dokumentasi yang berasal dari kebijakan yang mencerminkan standar nasional


berperan sebagai alat manajemen resiko bagi perawat IGD. Hal tersebut
memungkinkan peninjau yang objektif menyimpulkan bahwa perawat sudah
melakukan pemantauan dengan tepat dan mengkomunikasikan perkembangan
pasien kepada tim kesehatan. Pencatatan, baik dengan komputer, catatan naratif,
atau lembar alur harus menunjukkan bahwa perawat gawat darurat telah

Panduan Triase - RSUBY Page 9


melakukan pengkajian dan komunikasi, perencanaan dan kolaborasi,
implementasi dan evaluasi perawatan yang diberikan, dan melaporkan data
penting pada dokter selama situasi serius. Lebih jauh lagi, catatan tersebut harus
menunjukkan bahwa perawat gawat darurat bertindak sebagai advokat pasien
ketika terjadi penyimpangan standar perawatan yang mengancam keselamatan
pasien.

Pada tahap pengkajian proses triage, mencakup dokumentasi :


 Informasi dasar : nama, umur, jenis kelamin, cedera, penyebab cedera,
pertolongan pertama yang telah diberikan
 Tanda-tanda vital : tensi, nadi, respirasi, kesadaran
 Diagnosis singkat tapi lengkap
 Kategori triage
 Urutan tindakan preoperatif secara lengkap

Rencana perawatan lebih sering tercermin dalam instruksi dokter serta


dokumentasi pengkajian dan intervensi keperawatan daripada dalam tulisan
rencana perawatan formal (dalam bentuk tulisan tersendiri). Oleh karena itu,
dokumentasi oleh perawat pada saat instruksi tersebut ditulis dan
diimplementasikan secara berurutan, serta pada saat terjadi perubahan status
pasien atau informasi klinis yang dikomunikasikan kepada dokter
secara bersamaan akan membentuk “landasan” perawatan yang mencerminkan
ketaatan pada standar perawatan sebagai pedoman.

Dalam implementasi perawat gawat darurat harus mampu melakukan dan


mendokumentasikan tindakan medis dan keperawatan, termasuk waktu,sesuai
dengan standar yang disetujui. Perawat harus mengevaluasi secara kontinu
perawatan pasien berdasarkan hasil yang dapat diobservasi untuk menentukan
perkembangan pasien ke arah hasil dan tujuan dan harus mendokumentasikan
respon pasien terhadap intervensi pengobatan dan perkembangannya. Standar
Joint Commision (1996) menyatakan bahwa rekam medis menerima pasien yang
sifatnya gawat darurat, mendesak, dan segera harus mencantumkan kesimpulan

Panduan Triase - RSUBY Page 10


pada saat terminasi pengobatan, termasuk disposisi akhir, kondisi pada saat
pemulangan, dan instruksi perawatan tindak lanjut.

Komunikasi dan dokumentasi dalam pelaksanaan Triase pasien menggunakan


metode SBAR yaitu :

Panduan Triase - RSUBY Page 11


Format pendokumentasian model SBAR adalah sebagai berikut :

• Diagnosa Medis
S • Masalah Keperawatan

• Sign and symptome dari masing-masing masalah


keperawatan:
• Data subjektif
B • Data Objektif

• Analisa dari data-data yang ada di background ( B )


sesuai masalah keperawatan
A • Mengacu kepada tujuan dan kriteria hasil masing-
masing diagnosa keperawatan.

• Intervensi mandiri/ kolaborasi yang prioritas


dikerjakan
R • Hal-hal khusus yang harus menjadi perhatian

Disyahkan : Di Depok
Pada Tanggal : 1 November 2016
Direktur
Rumah Sakit Umum Bhakti Yudha,

Drg. SJAHRUL AMRI, MHA

Panduan Triase - RSUBY Page 12


Daftar Pustaka

1. Depkes (2005), Pedoman Pelayanan Keperawatan Gawat Darurat, Jakarta.

2. Depkes (2009), Undang-Undang Republik Indonesia Nomor : 46 Tentang


Rumah Sakit, Jakarta.

3. Dahlan M Sopiyudin, (2008). Statistik Kedokteran dan Kesehatan, Jakarta:


Salemba Medika.

Panduan Triase - RSUBY Page 13


PANDUAN TRIASE
RUMAH SAKIT UMUM BHAKTI YUDHA DEPOK

RUMAH SAKIT BHAKTI YUDHA


JL. RAYA SAWANGAN No. 2 A DEPOK 16436
TILP. 021. 7520082 FAX. 021.7520510

Panduan Triase - RSUBY Page 14


KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT yang


telah memberikan limpahan rahmat dan kemuliaan serta
kemudahan yang diberikan kepada kita semua, sehingga dengan
ijin Nya Panduan Triase RSU. Bhakti Yudha dapat terselesaikan.

Panduan Triase RSU. Bhakti Yudha acuan bagi


dokter dan perawat dalam klasifikasi prioritas pasien
berdasarkan berat ringannya kondisi klien / kegawatannya yang
memerlukan tindakan segera. Dengan tujuan utamanya untuk
mengidentifikasi kondisi mengancam nyawa.

Semoga Panduan Triase RSU. Bhakti Yudha ini


dapat bermanfaat dan dapat digunakan sebaik-baiknya, serta
mampu meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan di RS.
Bhakti Yudha.

Depok, Nopember 2016

Tim Penyusun

Panduan Triase - RSUBY Page 15


DAFTAR ISI

Halaman Judul ………………………………………………………… i

Daftar Isi ………………………………………………………………. ii

Kata Pengantar ...........…………………………………………………. iii

BAB I. DEFINISI ..................................................................................... 1

BAB II. RUANG LINGKUP ................................................................... 3

BAB III. TATA LAKSANA .................................................................... 6

BAB IV. DOKUMENTASI ....................................................................... 9

Panduan Triase - RSUBY Page 16

Anda mungkin juga menyukai