Dosen Pengampu :
Eva Julianti Pramudyawardani S.E, M.Sc
Nama :
Gian Obidiel Sinuhaji
(1605622008)
Olahraga Rekreasi
Fakultas Ilmu Keolahragaan
Universitas Negeri Jakarta
KATA PENGANTAR
Puji syukur sayai haturkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa . yang telah melimpahkan rahmat
dan hidayah-Nya sehingga saya bisa menyelesaikan tugas materi “Sejarah dan tokoh
Pendidikan nasional ”.
Sebagai penyusun, sayai menyadari bahwa masih terdapat kekurangan, baik dari penyusunan
maupun tata bahasa penyampaian dalam materi Sejarah dan tokoh Pendidikan nasional . Oleh
karena itu, saya dengan rendah hati menerima saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat
memperbaiki karya ilmiah ini.
Sayai berharap semoga materi Sejarah dan tokoh Pendidikan nasional yang saya susun ini
memberikan manfaat dan juga inspirasi untuk pembaca.
Penulis
LATAR BELAKANG
Bangsa yang besar adalah bangsa yang tidak melupakan sejarah, penggalan kalimat ini populer
disampaikan oleh Ir. Soekarno sebagai founding father bangsa Indonesia. Historis dalam kejadian apa pun
adalah hal yang harus dikenang dengan mengambil segala nilai-nilai baik di dalamnya dan dijadikan
refleksi untuk menghadapi kejadian di masa sekarang dan masa yang akan datang. Kajian historis hadir
dalam setiap aspek, termasuk pendidikan. Aspek-aspek historis tersebut hadir dalam beragam hal salah
satunya adalah dari segi pendidikan. Sebagai salah satu sektor yang berperan penting dalam kemajuan
suatu bangsa dan negara, peran pendidikan adalah sebagai salah satu fondasi utama dalam pembangunan
kualitas sumber daya manusia secara utuh di negara dengan cepat. Pendidikan merupakan salah satu
usaha yang dapat dilakukan dalam membangun sektor kemajuan negara tersebut secara cepat dan tepat.
Standar nasional pendidikan diciptakan untuk membatasi kriteria minimum tentang sistem pendidikan di
seluruh wilayah Indonesia. Hal ini dilatarbelakangi oleh desentralisasi sistem pendidikan dalam kerangka
pemerintahan Indonesia yang menganut asas otonomi daerah. Terciptanya mekanisme ini tidak lepas dari
perjalanan pendidikan Indonesia yang dipengaruhi oleh berbagai kebijakan yang dibuat oleh pemerintah.
Hal ini menyebabkan mengarah pada historis pendidikan Indonesia yang menganut berbagai paham,
aliran, dan konsep-konsep pendidikan dari berbagai tokoh-tokoh Indonesia sendiri. Di era modernisasi
yang kita rasakan saat ini tidak banyak generasi muda yang mengenal dan mengetahui perjuangan para
pahlawan pendidikan yang telah merintis serta memajukan pendidikan di Indonesia. Para generasi muda
lebih memilih untuk bergelut dengan teknologi dan kemajuan zaman. Bahkan mereka tidak menyadari
mereka bisa menikmati pendidikan seperti sekarang ini berkat para pahlawan dan pejuang bangsa yang
dengan segenap kekuatannya memperjuangkan pendidikan yang layak bagi bangsa dan negaranya. 2
Persaingan dalam ilmu pengetahuan dan teknologi membuat para generasi muda lupa akan sejarah
Bangsanya. Mereka menganggap sejarah hanya segaris peristiwa yang harus dilupakan. Padahal dari
sejarah kita dapat mengetahui tentang para pejuang Bangsa yang dapat menginspirasi kita di masa
mendatang. Karena Sejarah adalah Rekonstruksi masa lalu yang menjadi cermin untuk menatap masa
depan. Memahami kemajuan negara pada hari ini tidak cukup dibangun atas realitas yang terjadi
sekarang, berterima kasih kepada para tokoh pendidik merupakan salah satu cara untuk memberikan rasa
syukur dan refleksi mengenai pendidikan pada hari ini yang sudah terbangun atas pemikiran-pemikiran
luar biasa yang diberikan dari pendapat-pendapat serta temuan mereka. Beragam aliran pendidikan baik
yang berasal dari Barat dan Indonesia memberikan keberagaman sumbangsih mengenai perkembangan
dan evaluasi pedagogik untuk kedepannya agar semakin lebih baik.
Dalam susunan pemerintahan atau Kabinet Republik Indonesia (RI) yang pertama, dibentuk
pada tanggal 19 Agustus 1945 di Jakarta, terdapat Kementerian Pendidikan dan Pengajaran.
Kementerian ini bertindak sebagai wakil pemerintah, berdasarkan tekad rakyat Indonesia untuk
mempertahankan serta mengisi.
Mengingat suasana pada waktu itu semakin panas dan kekacauan terjadi di seluruh kota
Jakarta, memaksa pusat pemerintahan RI pindah ke Jogjakarta. Namun Jogjakarta tidak mampu
menampung semua kementerian, maka kota-kota di sekitarnya yang menampungnya.
Kementerian Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan, nama baru bagi Kementerian
Pendidikan dan Pengajaran sebagai akibat dari terbentuknya Kabinet RI yang kedua tanggal 14
Nopember 1945, menempati gedung-gedung dalam Pura Mangkunegaran di Solo. Dan dari kota
inilah Kementerian Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan menyusun kembali dan
mengkoordinir kegiatan-kegiatan dengan membentuk inspeksi-inspeksi, termasuk di dalamnya
yaitu Inspeksi Pendidikan Jasmani.
Tahun 1947, organisasi olahraga yang bernama GELORA dan DJAWA TENGO TAI IKU KAI pada
waktu itu meleburkan diri bersama-sama menjadi Persatuan Olahraga Republik Indonesia
(PORI) yang berkedudukan di Solo. PORI secara resmi adalah organisasi yang mengurus dan
memimpin gerakan olahraga di Indonesia, yang pada bulan Januari 1947 mengadakan kongres
darurat dan memilih Mr. Widodo Sastrodiningrat sebagai Ketua
PORI. Pada malam peresmian PORI, Presiden Soekarno sekaligus melantik Komite Olympiade
Republik Indonesia (KORI) yang diketuai oleh Sri Sultan Hamengkubuwono IX. Tugas KORI
adalah menangani masalah keolahragaan yang ada kaitannya dengan Olympiade.
Dalam gerakan olahraga nasional ini, pihak pemerintah RI telah memberikan banyak bantuan.
PORI dan KORI dimasukkan dalam pengawasan Kementerian Pembangunan dan Pemuda, serta
kepada kedua organisasi tersebut diberikan subsidi sesuai dengan kemampuan finansial
pemerintah pada masa itu. Berkat bantuan pemerintah, PORI dapat mengembangkan
organisasinya, antara lain: (1) membangun kembali cabang-cabang olahraga yang tersebar dan
tercerai-berai; (2) membentuk induk organisasi cabang olahraga yang belum tersusun; (3)
menerbitkan majalah “Pendidikan Jasmani” yang bersimbol obor menyala dan lima gelang; dan
(4) mempersiapkan Pekan Olahraga Nasional Pertama.
Semangat olahraga nasional pada waktu itu mulai berkembang dan menyala-nyala, maka
dipandang perlu untuk terus memupuknya. Untuk maksud tersebut, PORI mengadakan
pertemuan di Solo pada tanggal 01 Mei 1948 dan memutuskan untuk mengadakan Pekan
Olahraga Nasional (PON). Kemudian ditetapkan tempat dan waktu penyelenggaraan PON I di
Solo tanggal 8-12 September 1948. PON I tersebut merupakan pecan olahraga yang sangat
berkesan dan merupakan tonggak sejarah keolahragaan penting bagi bangsa Indonesia yang
baru merdeka. Selain itu, PON I juga disebut sebagai PON Revolusi, PON Perjuangan, PON
Penyebar Semangat, dan sekaligus PON Persatuan.
Bersamaan dengan PON I, diadakan Kongres PORI II yang hasil keputusannya antara lain,
menjadikan PON sebagai peristiwa olahraga tradisional yang akan diselenggarakan setiap dua
tahun sekali,sertamenetapkan tahun 1950 sebagai tahun penyelenggaraan PON II.
Pada tanggal 19 Desember 1949, Belanda mengadakan agresinya lagi, tetapi atas perintah PBB
diadakan gencatan senjata pada bulan Agustus 1949. Setelah keamanan negara pulih kembali.
pada akhir 1949 dan ketenangan bangsa Indonesia tercapai, maka gerakan olahraga yang
terhenti itu digiatkan dan dikembangkan lagi. Bekal konsep-konsep yang telah dirintis dan
pengalaman yang telah dimiliki, dijadikan titik tolak untuk mengembangkan olahraga dan
menetapkan sistem pembinaan keolahragaan Indonesia ke dalam dua arah, yaitu: (a)
Keolahragaan di lingkungan sekolah, dibina langsung oleh pemerintah, dan (b) Keolahragaan di
lingkungan masyarakat, dibina oleh masyarakat sendiri dengan bimbingan dan pengawasan
oleh pemerintah.
Sampai Sekarang Pada masa tahun 1966, Depora dibubarkan dan tugasnya kemudian
dilaksanakan oleh lembaga yang hanya berstatus Sejarah Olahraga dan Perkembangan
Pendidikan Jasmani 33 direktorat yaitu Direktorat Olahraga yang dibawahi Direktorat Jendral
(Ditjen) Olahraga dan Pemuda. Masih suatu kemalangan lagi yang menimpa, yaitu pada tahun
1971, Ditjen Olahraga dan Pemuda kemudian berubah menjadi Ditjen Pendidikan Luar Sekolah,
Pemuda dan Olahraga. Perubahan ini berakibat berkurangny a daya operasional, karena kurangnya
dukungan organisasi, pelaksanaan, dana, dan sistem pembinaannya.
Sementara itu, berdasarkan TAP MPR No. XIV tahun 1978 yang antara lain berbunyi:
“Pendidikan dan kegiatan olahraga ditingkatkan …..”, maka Presiden Soeharto mencanangkan
Panji Olahraga, yang salah satu motto paling populer dan fenomenal yakni "mengolahragakan
masyarakat dan memasyarakatkan olahraga", disusul lagi dengan pembentukan Kelompok
Kerja (POKJA) Olahraga oleh Menko Bidang Kesejahteraan Rakyat. Pemerintah memandang
perlu mengintensifkan pengelolaan olahraga, dan sebagai jawabannya presiden menerbitkan
Keppres No. 25 tahun 1983 tentang pembentukan Menteri Negara Pemuda dan Olahraga
(MENPORA) yang mempunyai tugas pokok menangani masalah kepemudaan dan olahraga.
C. TOKOH JASMANI
Olahraga adalah proses sistematik yang berupa segala kegiatan atau usaha yang dapat mendorong
mengembangkan, dan membina potensi-potensi jasmaniah dan rohaniah seseorang sebagai perorangan
atau anggota masyarakat dalam bentuk permainan, perlombaan/ pertandingan, dan kegiatan jasmani yang
intensif untuk memperoleh rekreasi, kemenangan, dan prestasi puncak dalam rangka pembentukan
manusia Indonesia seutuhnya yang berkualitas berdasarkan Pancasila.
2. Ateng (1993)
Mengemukakan; pendidikan jasmani merupakan bagian integral dari pendidikan secara keseluruhan
melalui berbagai kegiatan jasmani yang bertujuan mengembangkan secara organik, neuromuskuler,
intelektual dan emosional.
3. Zandra Dwanita Widodo dari seluruh tokoh pendidikan tentang arti dari pendidikan jasmani, yaitu
pendidikan jasmani dapat diartikan sebagai bagian integral dari suatu proses pendidikan secara
keseluruhan, melalui kegiatan fisik yang dipilih untuk mengembangkan dan meningkatkan kemampuan
organik, neuromuskuler, interperatif, sosial, dan emosional melalui kegiatan jasmani yang intensif untuk
memperoleh rekreasi, kemenangan, dan prestasi puncak dalam rangka pembentukan manusia Indonesia
seutuhnya yang berkualitas berdasarkan Pancasila.
4. Maladi (Menpora)
pengertian olahraga yaitu mencakup segala kegiatan manusia yang ditujukan untuk melaksanakan misi
hidupnya dan cita-cita hidupnya, cita-cita nasional politik, sosial, ekonomi, kultural dan sebagainya.