Banyaknya sistem ekonomi yang tersebar di seluruh negara di dunia mampu melahirkan
adanya masalah ekonomi modern yang kerap kali dialami para pebisnis yang kerepotan
untuk menerapkannya pada bisnis yang sedang dilakukan. Tapi, di negara kita ada beberapa
sistem ekonomi yang diambil oleh para pebisnis, salah satunya adalah sistem ekonomi
Pancasila. Untuk itu, memahami pengertian sistem ekonomi pancasila sangat penting bagi
kita, masyrakat Indonesia.
Sistem ekonomi Pancasila diharapkan mampu menjadi satu sistem bisnis yang baik untuk
para pengusaha di Indonesia. Hal ini terbukti dari lahirnya para pendiri perusahaan start
up yang saat ini muncul di pasar konsumen Indonesia.
Tapi, sebagian orang masih sulit dan tidak tau apa itu sistem ekonomi Pancasila. Bahkan,
sebagian pebisnis di Indonesia acap kali sulit memahami sistem ekonomi Pancasila itu
sendiri secara mendalam. Kebanyakan dari mereka lebih memanfaatkan sistem ekonomi
tradisional daripada sistem ekonomi Pancasila.
Untuk itu, para pebisnis sudah seharusnya mempelajari dan mencari berbagai info serta
ulasan terkait sistem ekonomi Pancasila agar bisa dipahami secara utuh. Berikut ini kami
akan membahas secara lengkap tentang sistem ekonomi Pancasila, tujuan, dan penerapan
sistem ekonomi Pancasila.
Dikarena itu, sinyalemen "Pancasila telah dilupakan" memang ada indikasinya walaupun
tidak sepenuhnya benar. Di lain pihak selalu timbul pernyataan bahwa Pancasila sebagai
ideologi negara merupakan suatu pandangan yang sudah final, bahkan akhir-akhir ini disebut
sebagai pilar pertama politik kebangsaan Indonesia. Sementara itu, Yudi Latif telah
menerbitkan buku yang dinilai sebagai masterpiece mengenai Pancasila yang menjadi dasar
dari sebuah "negara paripurna". Dengan perkataan lain, dengan meminjam pengertian
Francis Fukuyama, Pancasila adalah suatu "the end of history", sebagai puncak
perkembangan pemikiran bangsa Indonesia yang sudah menjadi paradigma pemikiran,
dalam arti pemikiran yang telah mendapatkan persetujuan dari komunitas akademis yang
menjadi dasar legitimasi, kritik, maupun rekayasa sosial. Namun, karena dianggap sebagai
ideologi yang final, terkesan seolah-olah Pancasila tak bisa lagi diutak-atik oleh pemikiran
kritis. Boleh dibanggakan, tetapi tak boleh dikritik. Maka, jadinya, "pintu ijtihad" seolah-olah
telah tertutup dalam pengembangan pemikiran. Dengan perkataan lain, Pancasila sudah jadi
"ideologi tertutup". Karena tabu dibicarakan dalam pemikiran kritis yang melahirkan proses
dialektika, sementara itu masyarakat Indonesia dan dunia terus berkembang dan berubah,
maka Pancasila seolah-olah terputus dari realitas sehingga dirasakan tidak relevan lagi
untuk dibicarakan. Dari situlah, Pancasila seolah-olah telah dilupakan. Apalagi Pancasila
tidak lagi diteorisasikan jadi sumber rekayasa sosial. Alhasil timbul kesan seolah-olah
Pancasila tidak lagi hadir sebagai solusi terhadap permasalahan masyarakat karena
Pancasila tak lagi dikembangkan secara historis kontekstual. Dengan perkataan lain, ia telah
kehilangan relevansinya. Oleh karena itu, wacana mengenai gagasan Pancasila perlu
dihidupkan lagi guna menghadirkannya kembali di tengah-tengah masyarakat kiranya perlu
dipertimbangkan. Belum tentu gagasan ini bisa diterima mengingat bisa timbul kekhawatiran
tertentu. Ketika Mubyarto memperkenalkan gagasan teori dan sistem Ekonomi Pancasila,
banyak cendekiawan yang menanggapinya secara skeptis. Misalnya, Prof Sarbini
Sumawinata menganggap Ekonomi Pancasila sebagai angan-angan yang tidak konkret jika
ditanyakan bagaimana implementasinya dalam kebijakan publik. Arief Budiman juga menilai
bahwa gagasan teori Ekonomi Pancasila itu kabur karena tidak didasarkan pada teori
tentang manusia. Kritik senada ditulis Sjahrir dan Nono Anwar Makarim. Kesemuanya
diasosiasikan sebagai "orang-orang sosialis". Bahkan Sri-Edi Swasono, yang didukung para
teknokrat FEUI, lebih suka menyebut Demokrasi Ekonomi sebagai sistem ekonomi
Indonesia, yang kemudian-atas perintah Presiden Soeharto-dijabarkan prinsip-prinsipnya
oleh Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI). Karena itu pula, dalam rangka konkretisasi
gagasan, Prof Sarbini sebagai tokoh PSI dari kalangan akademisi itu meluncurkan gagasan
"Ekonomi Kerakyatan" sebagai pemikiran politik ekonomi untuk memberantas kemiskinan
dengan trilogi pembangunan perdesaannya, yaitu program pembangunan infrastruktur,
industrialisasi , dan monetisasi pedesaan, tetapi tanpa menyebut Pancasila sebagai sumber
legitimasi. Mubyarto sendiri, dalam responsnya, mengembangkan Ekonomi Pancasila
sebagai pembangunan ekonomi rakyat, terutama di desa-desa tertinggal. Di bidang politik,
pengalaman pahit dialami pula oleh konsep "Demokrasi Pancasila". Para pemikir Barat
pernah menyebutnya sebagaimana "Demokrasi Rakyat" sebagai konsep unusual
democracy atau demokrasi yang tidak lazim karena yang lazim adalah demokrasi liberal.
Demokrasi Pancasila adalah istilah lain dari "Demokrasi Terpimpin", yaitu demokrasi yang
dipimpin oleh rezim otoriter atau pemerintahan "diktator proletariat" dan di Indonesia oleh
"Pemimpin Besar Revolusi". Di situ pengertian "terpimpin" dianggap bertentangan dengan
esensi demokrasi itu sendiri. Padahal, yang dimaksud dengan Demokrasi Pancasila adalah
demokrasi yang dipimpin oleh nilai-nilai Pancasila. Pancasila sebagai kritik sosial Dari
pengalaman historis itu, menghidupkan kembali wacana tentang Pancasila mengandung
risiko. Di masa Reformasi, Pancasila sebagai suatu gagasan memang cenderung dibekukan,
dipeti-eskan, dimasukkan ke dalam museum pemikiran atau, meminjam istilah Ulil Abshar-
Abdalla, dijadikan sebagai "monumen" atau "tugu". Jika Pancasila itu disebut sebagai suatu
ideologi, maka sebuah ideologi itu, menurut Weber-Rodinson, mengandung tiga komponen:
spirit, mentalitas, dan lembaga. Spirit bisa menggerakkan seseorang atau masyarakat.
Mentalitas tecermin dalam perilaku. Adapun lembaga terkandung dalam suatu sistem,
misalnya sistem politik dan sistem ekonomi. Pemikiran kritis akan mempertanyakan realitas
atau kehadiran dari tiga komponen ideologi itu. Karena itu, menghidupkan kembali wacana
mengenai Pancasila memerlukan pemahaman, yang dalam epistemologi Wallersteinian
adalah melalui pendekatan ilmu-ilmu sosial transdisiplin, terutama antropologi, sosiologi,
ekonomi, politik, dan sejarah. Dengan pendekatan itu, Pancasila perlu diwacanakan sebagai
kritik sosial. Dari kritik sosial terhadap kondisi dan permasalahan Indonesia dan dunia, akan
terbuka kemungkinan untuk menjadikan Pancasila sebagai dasar rekayasa sosial. Dengan
teori komunikasi aktif Juergen Habermas, umpamanya, Demokrasi Pancasila dapat
dipahami sebagai sistem demokrasi deliberatif sebagaimana telah dijelaskan Frans Budi
Hardiman dari Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara. Dengan menggunakan teori
geoekonominya Samir Amin, seorang ekonom Mesir terkemuka di dunia, umpamanya,
Ekonomi Pancasila dapat ditafsirkan sebagai gagasan ekonomi perlawanan atau
pembebasan terhadap sistem dunia kapitalis yang eksploitatif terhadap kawasan pinggiran
oleh pusat metropolitan dunia di Amerika Serikat dan Eropa. Dari kritik sosial itu, bisa
dipahami gagasan yang dilontarkan Presiden Joko Widodo mengenai "membangun dari
pinggiran" yang dapat dilaksanakan sebagai rekayasa sosial. Dari teori sistem dunia kapitalis
bisa dilakukan pemahaman yang lebih baik tentang "Kesejahteraan Sosial" sebagai sistem
ekonomi Indonesia. Sri-Edi Swasono pernah menjelaskan makna Pasal 33 dan 34 UUD
1945 sebagai "Doktrin Kesejahteraan Indonesia" dengan menguraikan evolusi dan revolusi
pemikiran ekonomi sejak Adam Smith hingga krisis moneter 2008 sebagai gejala "the end of
laissez faire". Sementara itu, Subiakto Tjakrawerdaya, Menteri Koperasi dan Usaha Kecil
Menengah terakhir di masa Orde Baru, juga menjelaskan bahwa koperasi adalah sistem
ekonomi Indonesia yang bertujuan untuk mencapai "kesejahteraan sosial" sebagai ciri utama
sistem ekonomi Pancasila. Banyak teori dan penjelasan mengenai pengertian
"kesejahteraan". Misalnya pemikiran Machiavelli; aliran "Negara Kesejahteraan" yang
dipelopori Otto von Bismark, Kanselir Prusia pada akhir abad ke-19; aliran sistem pasar
sosial Jerman sesudah Perang Dunia II, atau menurut Mahbub ul-Haq yang dikembangkan
di UNDP, dan terakhir menurut Amartya K Sen yang mengusulkan indikator kesejahteraan
itu. Namun, hingga sejauh ini belum ada yang menjelaskan konsep kesejahteraan dalam
kaitannya dengan sistem koperasi sebagaimana disebut dalam Pasal 33 UUD 1945 dan sila
kelima Pancasila, yaitu "Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia". Padahal, menurut
Mubyarto, koperasi merupakan sendi ketiga sistem Ekonomi Pancasila. Karena itu, ada
kebutuhan konkret yang mendesak untuk mewacanakan kembali Pancasila dalam pemikiran
kritis dan transdisiplin. Dari wacana itu bisa lahir teori, misalnya, mengenai "Sistem Dunia
Pancasila" yang merupakan suatu model masyarakat Indonesia berdasarkan :
a. Koperasi
Koperasi adalah salah satu bentuk penerapan Pancasila yang mampu meningkatkan
perekonomian suatu institusi. Koperasi adalah bentuk usaha kolektif yang memiliki asas
kekeluargaan.
Seluruh bentuk pengelolaan dan distribusi kekayaan di dalamnya dikendalikan oleh seluruh
anggota sehingga bisa menghindari kesenjangan ekonomi antar individu. Namun, saat ini
popularitas ekonomi sudah semakin surut, kondisi ini bisa dilihat dari banyaknya bentuk
koperasi di Indonesia yang hanya tinggal papan namanya saja.
b. BUMN
BUMN atau Badan Usaha Milik Negara menunjukan adanya peran serta negara dalam hal
mengelola perekonomian dalam berbagai bidang. Ketika BUMN mengalami kondisi
privatisasi, maka hal ini bisa dipandang sebagai indikasi adanya kekurangan peran serta
negara dalam hal mengelola perekonomian.
c. Serikat Buruh
Serikat buruh adalah suatu bentuk gerakan kolektif yang dilakukan oleh kelas pekerja.
Adanya relasi antar para pekerja dan investor yang rentan di eksploitasi bisa ditekan atau
diminimalisir lewat serikat buruh.
Adanya serikat buruh yang kuat memiliki posisi tawar yang kuat pula di mata para investor.
Selain itu, kesenjangan pendapatan yang terjadi antar buruh dan pengusaha, termasuk tim
manajerial perusahaan, bisa diminimalisir jika serikat buruh mempunyai posisi yang kuat.
Jadi, ekonomi Pancasila lebih mengutamakan adanya kemakmuran bersama, bukan
kemakmuran yang hanya bisa dinikmati oleh sekelompok elit.
d. Kesimpulan
Adanya sistem ekonomi Pancasila di Indonesia diharapkan bisa menjadi salah satu dasar
yang kuat untuk para pengusaha muda di Indonesia. Sistem ekonomi Pancasila bisa sukses
dijalankan jika kondisi perekonomian dan keuangan dalam bisnis ini mampu berjalan dengan
baik, dan sistem keuangan dalam bisnis bisa bergerak dengan baik jika didukung dengan
pembukuan keuangan yang tertata rapih.