Tugas Makalah Patofisiologis Seputri Yusid Wilda (221015201243)
Tugas Makalah Patofisiologis Seputri Yusid Wilda (221015201243)
PATOFISIOLOGI
Oleh :
Dosen :
2023
TORCH
A. PENGERTIAN
1.) Toxoplasma
Infeksi Toxoplasma disebabkan oleh parasit yang disebut Toxoplasma gondi.
Pada umumnya, infeksi Toxoplasma terjadi tanpa disertai gejala yang spesifik.
Kira-kira hanya 10-20% kasu infeksi. Toxoplasma yang disertai gejala ringan,
mirip gejala influenza, bisa timbul rasa lelah, malaise, demam, dan umumnya
tidak menimbulkan masalah. Infeksi Toxoplasma berbahaya bila terjadi saat ibu
sedang hamil atau pada orang dengan sistem kekebalan tubuh terganggu (misalnya
penderita AIDS, pasien transpalasi organ yang mendapatkan obat penekan respon
imun). Jika wanita hamil terinfeksi Toxoplasma maka akibat yang dapat terjadi
adalah abortus spontan atau keguguran (4%), lahir mati (3%) atau bayi menderita
Toxoplasmosis bawaan. Pada Toxoplasmosis bawaan, gejala dapat muncul setelah
dewasa, misalnya kelinan mata dan telinga, retardasi mental, kejang-kejang dan
ensefalitasi.
2.) Rubella
Infeksi Rubella ditandai dengan demam akut, ruam pada kulit dan pembesaran
kelenjar getah bening. Infeksi ini disebabkan oleh virus Rubella, dapat menyerang
anak-anak dan dewasa muda. Infeksi Rubella berbahaya bila terjadi pada wanita
hamil muda, karena dapat menyebabkan kelainan pada bayinya.jika infeksi terjadi
pada bulan pertama kehamilan maka resiko terjadinya kelainan adalah 50%,
sedangkan jika infeksi terjadi trimester pertama maka resikonya menjadi 25%
(menurut America College of Obstatrician and Gvnecologists,1981).
3.) Cytomegalovirus
Infeksi CMV disebabkan oleh virus Cytomegalo, dan virus ini termasuk
golongan virus keluarga herpes. Seperti halnya keluarga herpes lainnya, virus
CMV dapat tinggal secara laten dalam tubuh dan CMV merupakan salah satu
penyebab infeksi yang berbahaya bagi janin bila infeksi terjadi saat ibu sedang
hamil. Jika ibu terinfeksi, maka janin yang dikandung mempunyai resiko tertular
sehingga mengalami gangguan misalnya pembesaran hati, kuning, ekapuran otak,
ketulian retardasi mental, dan lain-lain.
4.) Herpes
Infeksi herpes pada alat genital (kelamin) disebabkan oleh herpes simpleks
tipe II (HSV II). Virus ini dapat berada dalam bentuk laten, menjalar melalui
serabut syaraf sensorik dan berdiam diganglion sistem syaraf otonom. Bayi yang
dilahirkan dari ibu yang terinfeksi HSV II biasanya memperlihatkan lepuh pada
kuli, tetapi hal ini tidak selalu muncul sehingga mungkin tidak diketahui. Infeksi
HSV II pada bayi yang baru lahir dapat berakibat fatal (lebih dari 50 kasus).
B. ETIOLOGI
1.) Toxoplasma
Infeksi toxoplasma disebabkan oleh parasit yang disebut Toxoplasma gondi.
Tokoplasma gondi adalah protozoa yang dapat ditemukan pada pada hampir
semua hewan dan unggas berdarah panas. Akan tetapi kucing adalah inang
primernya. Kotoran kucing pada makanan yang berasal dari hewan yang kurang
masak, yang mengandung oocysts dari toxoplasma gondi dapat menjadi jalan
penyebarannya. Contoh lainnya adalah pada saat berkebun atau saat membenahi
tanaman dipekarangan, kemudian tangan yang masih belum dibersihkan
melakukan kontak dengan mulut.
2.) Rubella
Virus ini pertama kali ditemukan di amerika pada tahun 1966, Rubella pernah
menjadi endemic di banyak negara di dunia, virus ini menyebar melalui droplet.
Periode inkubasinya adalah 14-21 hari.
3.) Cytomegalovirus
Penularan CMVakan terjadi jika ada kontak langsung dengan ciran tubuh
penderita seperti air seni, air ludah, air mata, sperma dan air susu ibu. Bisa juga
terjadi karena transplatasi organ.Kebanyakan penularan terjadi karena cairan
tubuh penderita menyentuh tangan individu yang rentan.Kemudian diabsorpsi
melalui hidung dan tangan.Teknik mencuci tangan dengan sederhana
manggunakan sabun cukup efektif untuk membuang virus dari tangan.Golongan
sosial ekonomi rendah lebih rentan terkena infeksi.Rumah sakit juga marupakan
tempat penularan virus ini, terutama unit dialisis, perawatan neonatal dan ruang
anak.Penularan melalui hubungan seksual juga dapat terjadi melalui cariran semen
ataupun lendir endoserviks. Virus juga dapat ditularkan pada bayi melalui sekresi
vagina pada saat lahir atau pada ia menyusu. Namun infeksi ini biasanya tidak
menimbulkan tanda dan gejala klinis.Resiko infeksi kongenital CMV paling besar
terdapat pada wanita yang sebelumnya tidak pernah terinfeksi dan mereka yang
terinfeksi pertama kali ketika hamil.Meskipun jarang, sitomegalovirus kongenital
tetap dapat terulang pada ibu hamil yang pernah mempunyai anak dengan
sitomegalovirus kongenital pada kehamilan terdahulu.Penularan dapat terjadi pada
setiap saat dalam kehamilan tetapi semakin muda umur kehamilan semakin berat
gejala pada janinnya.Infeksi CMV lebih sering terjadi di negara berkembang dan
di masyarakat denga status sosial ekonomi lebih rendah dan merupakan penyeirus
paling signifikan cacat lahir di negara-negara industri. CMV tampaknya memiliki
dampak besar pada parameter pada kekebalan tubuh di kemudian hari dan dapat
menyebabkan peningkatan morbiditas dan kematian.
4.) Herpes
Virus herpes simpleks tipe I dan II merupakan virus horminis DNA.
Pembagian tipe I dan II berdasarkan karakteristik pertumbuhan pada media kultur,
antigenic, dan lokasi klinis (tempat predileksi)
C. TANDA DAN GEJALA
1.) Toxoplasma
a. Pada ibu
Terkadang Toxoplasma dapat menimbulkan beberapa gejala seperti
gejala influenza, timbul rasa lelah, malaise, dan demam.Akan tetapi umumnya
tidak menimbulkan masalah yang berarti.Pada umumnya, infeksi Toxoplasma
tarjadi tanpa disertai gejala yang spesifik. Walaupun demikian, ada beberapa
gejala yang mengkin ditemukan pada orang yang terinfeksi toksoplasma,
gejala-gejala tersebut adalah :
D. KLASIFIKASI
Penularan dapat disebut penularan dari ibu ke anak (mother-to-child
transmission). Infeksi yang dapat ditularkan vertical dapat disebut infeksi perinatal
(perinatal infaction) jika ditularkan pada periode perinatal, yaitu periode yang dimulai
pada masa gestasional 22 minggu sampai 28 ( dengan variasi regional untuk definisi)
dan berakhir tujuh hari penuh setelah kelahiran. Istilah infeksi kongenital (congenital
infection) dapat digunakan jika infeksi uang ditularkan vertical itu masih terus dialami
setelah melahirkan. Contoh : Beberapa infeksi yang ditularkan vertikel dimasukkan ke
dalam kompleks TORCH, yang merupakan singkatan dari:
T- Toxoplasmosis / toxoplasma gondii
O- Other infections (see below)
R- Rubella
C- Cytomegalovirus
H- Herpes simplex virus-2 atau neonatal herpes simplex
E. PATOFISIOLOGI
1.) Toxoplasma
Toxoplasma gondii mempunyai 3 fase dalam hidupnya. Tiga fase ini terbagi
lagi menjadi 5 tingkat siklus : fase proliferatif, stadium kista, fase schizogoni,
gematogoni, dan fase ookista. Siklus aseksual terdiri dari fase proliferasi dan
stadium kista.Fase ini dapat terjadi dalam bermacam-macam inang, sedangkan
siklus seksual secara spesifik hanya terdapat pada kucing. Kucing menjadi
terinfeksi setelah ia memakan mamalia, seperti tikus yang terinfeksi. Kista dalam
tubuh kucing dapat terbentuk setelah infeksi kronis yang berhubungan dengan
imunutas tubuh.Kiista terbentuk intraseldan kemudian terdapat secara bebas di
dalam jaringan sebagai stadium tidak aktif dan dapat menetap dalam jaringan
tanpa menimbulkan reaksi inflamasi.Kista pada binatang yang terinfeksi menjadi
infeksius, jika termakan oleh kornivora dan toksoplasma tersebut masuk melalui
usus.Infeksi pada manusia dapat terjadi saat makan daging yang kurang matang,
sayur-sayuran yang tidak di masak, makanan yang terkontaminasi kotoran kucing
melalui lalat atau serangga.Juga ada kemungkinan terinfeksi saat menghirup udara
yang terdapat ookista yang beterbangan. Cara penularang lain yang sangat penting
adalah pada jalur maternofetal. Ibu yang mendapat infeksi akut saat kehamilannya
dapat menularkannya pada janin melalui plasenta.Imunitas maternal tampaknya
memberikan perlindungan terhadap penularan transplasental parasite
tersebut.Dengan demikian, toxoplasmosis kongenital dapat terjadi jika ibu
mendapatkan infeksi tersebut selama kehamilannya.
2.) Rubella
Virus sesudah masuk melalui saluran pernafasan akan menyebabkan
peradangan pada mukosa saluran pernafasan untuk kemudian menyebar keseluruh
tubuh. dari saluran pernafasan inilah virus akan menyerang ke sekelilingnya. Pada
infeksi rubella yang diperoleh post natal virus rubella akan dieksresikan dari
faring. pada rubella yang kongenal saluran pernafasan dan urin akan tetap
mengeksresikan virus sampai usia 2 tahun. hal ini perlu diperhatikan dalam
perawatan bayi di rumah sakit dan di rumah untuk mencegah terjadinya penularan.
Sesudah sembuh tubuh akan membentuk kekebalan baik berupa antibodi maupun
kekebalan seluler yang akan mencegah terjadinya infeksi ulangan.
3.) Cytomegalovirus
Masa inkubasi CMV:
a. Setelah lahir 3-12 minggu
b. Setelah tranfusi 3-12 minggu
c. Setelah transplatasi 4 minggu – 4 bulan
d. Urin sering mengandung CMV dari beberapa bulan sampai beberapa tahun
setelah infeksi.Virus tersebut dapat tetap tidak aktif dalam tubuh seseorang
tetapi masih dapat diaktifkan kembali. Hingga kini beluum ada imunisasi
untuk mencegah penyakit ini
4.) Herpes
HSV-1 menyebabkan munculnya gelembung berisi cairan yang terasa nyeri
pada mukosa mulut, wajah, dan sekitar mata.HSV-2 atau herpes genital ditularkan
melalui hubungan seksual dan menyebabkan vegina terlihat seperti bercak dengan
luka mungkin muncul iritasi, penurunan kesadaran yang disertai pusing, dan
kekuningan pada kulit (jaundice) dan kesulitan bernafas atau kejang.Biasanya
hilang dalam 2 minggu infeksi, infeksi pertama HSV adalah yang paling berat dan
dimulai setelah masa inkubasi 4-6 hari.Gejala yang timbul meliputi nyeri,
inflamasi dan kemerahan pada kulit (eritema), dan diikuti dengan pembentukan
gelembung-gelembung yang berisi cairan bening yang selanjutnya dapat
berkembang menjadi nanah diikuti dengan pembentukan keropeng atau kerang
(scab).Setelah infeksi pertama, HSV memiliki kemampuan unik untuk bermigrasi
sampai pada syaraf sensorik tepi menuju spinal ganglia dan berdormansi sampai
diaktifasi kembali. Pengaktifan virus yang berdormansi tersebut dapat disebabkan
penurunan daya tahan tubuh, stress, depresi, alergi pada makanan, demam, trauma
pada mukosa genital, menstruasi, kurang tidur, dan sinar ultraviolet.
F. PEMERIKSA DIAGNOSTIC
1.) Urinalisis,kulkur, dan sensitivitas : Bakteriuria asimtomatik mungkin muncul ;
ISK dapat disebabkan oleh GBS, gonore, atau IMS lain.
2.) Toksoplasmosis : serum untuk titer antibody dengan riwayat pemajaan;
identifikasi mikroskopik protozoa.
3.) Rubella : serum untuk titer antibody.
4.) CMV : serologi: titer virus positif; adanya CMV didalam urin
5.) HSV : pengkajian riwayat secara seksama tentang gejala atau lesi dimasalalu;
pemeriksaan fisik utuk limfadenopati dan lesi; diagnose ditegakkan oleh kultur
virus dari lesi aktif.
6.) Hepatitis A : serologi untuk mendekteksi antibodi imonogloblin M (IgM)
dilakukan guna memastikan infeksi yang dicurigai.
7.) Hepatitis B : serologi: semua ibu harus diskrining pada kunjungan prenatal
pertama,yang diulang kemudia pada kehamilan jika mereka mempunyai
perilaku resiko-tinggi atau berasal dari kelompok resiko-tinggi (misal, Orang
Asia, Amerika Tengah, Penduduk Asli Kepulauan Karibia).
8.) HIV : skrining serologi untuk semua ibu yang memiliki perilaku resiko-tinggi
(rujuk kerencana asuhan HIV/AIDS)
9.) GBS : semua ibu yang memiliki usia gestasi 36-37 minggu harus dikultur area
anorektal dan vaginanya.
10.) Klamidia : jika memungkinkan, kultur serviks, dan faringeal pada kunjungan
prenatal pertama ; ulangi pada trimester ketiga untuk klien resiko-tinggi.
11.) Sifilis : skrining ketika kunjungan prenatal pertama dan ulangi pada akhir
trimester ketiga ; VDRL atau RPR digunakn sebagai uji skrining, namun dapat
memberikan hasil positif-palsu; untuk memastikan hal yang positif: mikroskopi
medan gelap positif untuk Treponema pallidum dari eksudat syanker atau lesi
sekunder; absorbs antibody treponemal fluoresen (fluorescent treponemal
antibody absorbed, FTA-ABS) positif ; dan uji mikrohemaglutinasi untuk
antiodi T. pallidum (MHA-TP).
12.) Human papilloma virus (HPV): inpeksi fisik vulva, perineum, anus, vagina dan
serviks bila lesi HPV dicurigai atau tampak pada suatu tempat; ibu dengan HPV
pada vulva atau pasangan dengan HPV harus menjalani Pap smear.
B. Etiologi.
Penularan virus HIV/AIDS terjadi karena beberapa hal, di antaranya ;
1. Penularan melalui darah, penularan melalui hubungan seks (pelecehan seksual). (WHO,
2003).
2. Hubungan seksual yang berganti-ganti pasangan.
3. Perempuan yang menggunakan obat bius injeksi dan bergantian memakai alat suntik.
4. Individu yang terpajan ke semen atau cairan vagina sewaktu berhubungan kelamin
dengan orang yang terinfeksi HIV..
5. Orang yang melakukuan transfusi darah dengan orang yang terinfeksi HIV, berarti setiap
orang yang terpajan darah yang tercemar melalui transfusi atau jarum suntik yang
terkontaminasi.
C. Cara penularan dari Ibu pada anak.
Penularan HIV dari ibu ke anak terjadi karena wanita yang menderita HIV/AIDS
sebagian besar masih berusia subur, sehingga terdapat resiko penularan infeksi yang
terjadi pada saat kehamilan (Richard, et al., 1997). Selain itu juga karena terinfeksi dari
suami atau pasangan yang sudah terinfeksi HIV/AIDS karena sering berganti-ganti
pasangan dan gaya hidup. Berdasarkan CDC Amerika, prevalensi penularan HIV dari ibu
ke bayi adalah 0,01% sampai 0,7%. Apabila ibu baru terinfeksi HIV dan belum ada
gejala AIDS, kemungkinan bayi terinfeksi sebanyak 20% sampai 35%, sedangkan jika
gejala AIDS sudah tampak jelas maka kemungkinannya akan meningkat mencapai 50%
(PELKESI, 1995).
Penularan ini dapat terjadi dalam 3 periode:
1. Periode kehamilan.
Selama kehamilan, kemungkinan bayi tertular HIV sangat kecil. Hal ini
disebabkan karena terdapatnya plasenta yang tidak dapat ditembus oleh virus itu sendiri.
Oksigen, makanan, antibodi dan obat-obatan memang dapat menembus plasenta, tetapi
tidak oleh HIV.
Plasenta justru melindungi janin dari infeksi HIV. Perlindungan menjadi tidak
efektif apabila ibu:
a. Mengalami infeksi viral, bakterial, dan parasit (terutama malaria) pada plasenta
selama kehamilan.
b. Terinfeksi HIV selama kehamilan, membuat meningkatnya muatan virus pada saat
itu.
c. Mempunyai daya tahan tubuh yang menurun.
d. Mengalami malnutrisi selama kehamilan yang secara tidak langsung berkontribusi
untuk terjadinya penularan dari ibu ke anak.
2. Periode persalinan.
Pada periode ini, resiko terjadinya penularan HIV lebih besar jika dibandingkan
periode kehamilan. Penularan terjadi melalui transfusi fetomaternal atau kontak antara
kulit atau membrane mukosa bayi dengan darah atau sekresi maternal saat melahirkan.
Semakin lama proses persalinan, maka semakin besar pula resiko penularan terjadi. Oleh
karena itu, lamanya persalinan dapat dipersingkat dengan section caesaria.
Faktor yang mempengaruhi tingginya risiko penularan dari ibu ke anak selama
proses persalinan adalah:
D. Manifestasi Klinis.
Manifestasi klinis yang tampak dibagi menjadi 2, yaitu:
1. Manifestasi Klinis Mayor
a. Demam berkepanjangan lebih dari 3 bulan.
b. Diare kronis lebih dari satu bulan berulang maupun terus-menerus.
c. Penurunan berat badan lebih dari 10% dalam 3 tiga bulan.
d. TBC.
2. Manifestasi Klinis Minor.
a. Batuk kronis selama lebih dari satu bulan.
b. Infeksi pada mulut dan jamur disebabkan karena jamur Candida Albicans.
c. Pembengkakan kelenjar getah bening yang menetap di seluruh tubuh.
d. Munculnya Herpes zoster berulang dan bercak-bercak gatal di seluruh tubuh.
E. Diagnosis.
1. VCT (Voluntary Counseling Testing)
VCT adalah suatu pembinaan dua arah atau dialog yang berlangsung tak terputus
antara konselor dan kliennya untuk mencegah penularan HIV, memberikan dukungan
moral, informasi, serta dukungan lainnya kepada ODHA, keluarga , dan
lingkungannya. Tujuan VCT.
a. Upaya pencegahan HIV/AIDS.
b. Upaya untuk mengurangi kegelisahan, meningkatkan persepsi/pengetahuan
mereka tentang faktor-faktor resiko penyebab seseorang terinfeksi HIV
c. Upaya pengembangan perubahan perilaku, sehingga secara dini mengarahkan
mereka menuju ke program pelayanan dan dukungan termasuk akses terapi
antiretroviral, serta membantu mengurangi stigma dalam masyarakat
2. Pemerikasaan Laboratorium.
a. Tes serologis: tes antibodi serum terdiri dari skrining HIV dan ELISA;
tes blot western untuk mendeteksi adanya antibodi terhadap beberapa protein
spesifik HIV ; penurunan sel T limfosit; jumlah sel T4 helper; jumlah sel T8
dengan perbandingan 2:1 dengan sel T4; peningkatan nilai kuantitatif P24
(protein pembungkus HIV); peningkatan kadar IgG, Ig M dan Ig A; reaksi rantai
polymerase untuk mendeteksi DNA virus dalam jumlah sedikit pada infeksi sel
perifer monoseluler; serta tes PHS (pembungkus hepatitis B dan antibodi,sifilis,
CMV mungkin positif).
b. Pemeriksaan histologis, sitologis urin ,darah, feces, cairan spina, luka, sputum,
dan sekresi.
c. Tes neurologis: EEG, MRI, CT Scan otak, EMG.
d. Tes lainnya: sinar X dada menyatakan perkembangan filtrasi interstisial dari
PCV tahap lanjut atau adanya komplikasi lain; tes fungsi pulmonal untuk
deteksi awal pneumonia interstisial; Scan gallium; biopsy; branskokopi.
3. Tes Antibodi.
a. Tes ELISA, untuk menunjukkan bahwa seseorang terinfeksi atau pernah
terinfeksi HIV.
b. Western blot asay/ Indirect Fluorescent Antibody (IFA), untuk mengenali
antibodi HIV dan memastikan seropositifitas HIV.
c. Indirect immunoflouresence, sebagai pengganti pemerikasaan western blot
untuk memastikan seropositifitas.
d. Radio immuno precipitation assay, mendeteksi protein pada antibodi.
e.
4. Pendeteksian HIV.
Dilakukan dengan pemeriksaan P24 antigen capture assay dengan kadar yang sangat
rendah. Bisa juga dengan pemerikasaan kultur HIV atau kultur plasma kuantitatif
untuk mengevaluasi efek anti virus, dan pemeriksaan viremia plasma untuk mengukur
beban virus (viral burden).
F. Penatalaksanaan.
HIV menyebabkan terjadinya penurunan kekebalan tubuh sehingga pasien rentan
terhadap serangan infeksi oportunistik. ARV bisa diberikan pada pasien untuk
menghentikan aktivitas virus, memulihkan sistem imun dan mengurangi terjadinya
infeksi oportunistik, memperbaiki kualitas hidup dan memperpanjang usia harapan hidup
penderita HIV/AIDS. Obat ARV terdiri atas beberapa golongan seperti nucleoside
reversetranscriptase inhibitor, nucleotide reverse transcriptase inhibitor, non-nucleoside
reverse transcriptase inhibitor, dan inhibitor protease.
G. Pencegahan.
Pencegahan penularan HIV dari ibu ke bayi dapat dicegah melalui tiga cara, dan
bisa dilakukan mulai saat masa kehamilan, saat persalinan, dan setelah persalinan. Cara
tersebut yaitu:
1. Penggunaan obat Antiretroviral selama kehamilan, saat persalinan dan untuk bayi yang
baru dilahirkan. Pemberian antiretroviral bertujuan agar viral load menjadi lebih rendah
sehingga jumlah virus yang ada dalam darah dan cairan tubuh kurang efektif untuk
menularkan HIV. Resiko penularan akan sangat rendah (1-2%) apabila terapi ARV ini
dipakai. Namun jika ibu tidak memakai ARV sebelum dia mulai sakit melahirkan, ada
dua cara yang dapat mengurangi separuh penularan ini. AZT dan 3TC dipakai selama
waktu persalinan, dan untuk ibu dan bayi selama satu minggu setelah lahir. Satu tablet
nevirapine pada waktu mulai sakit melahirkan, kemudian satu tablet lagi diberi pada bayi
2–3 hari setelah lahir. Menggabungkan nevirapine dan AZT selama persalinan
mengurangi penularan menjadi hanya 2 persen. Namun, resistansi terhadap nevirapine
dapat muncul pada hingga 20 persen perempuan yang memakai satu tablet waktu hamil.
Hal ini mengurangi keberhasilan ART yang dipakai kemudian oleh ibu. Resistansi ini
juga dapat disebarkan pada bayi waktu menyusui. Walaupun begitu, terapi jangka
pendek ini lebih terjangkau di negara berkembang.
2. Penanganan obstetrik selama persalinan. Persalinan sebaiknya dipilih dengan
menggunakan metode Sectio caesaria karena metode ini terbukti mengurangi resiko
penularan HIV dari ibu ke bayi sampai 80%. Apabila pembedahan ini disertai dengan
penggunaan terapi antiretroviral, maka resiko dapat diturunkan sampai 87%. Walaupun
demikian, pembedahan ini juga mempunyai resiko karena kondisi imunitas ibu yang
rendah yang bisa memperlambat penyembuhan luka. Oleh karena itu, persalinan per
vagina atau sectio caesaria harus dipertimbangkan sesuai kondisi gizi, keuangan, dan
faktor lain.
3. Penatalaksanaan selama menyusui. Pemberian susu formula sebagai pengganti ASI
sangat dianjurkan untuk bayi dengan ibu yang positif HIV. Karena sesuai dengan hasil
penelitian, didapatkan bahwa ± 14 % bayi terinfeksi HIV melalui ASI yang terinfeksi.
INFEKSI SALURAN KEMIH(ISK)
A. Definisi
Pielonefritis adalah penyakit yang sebenarnya merupakan bagian dari Infeksi Saluran
Kemi, namun lebih dikenal dengan Infeksi Saluran Kemih (ISK), ISK merupakan infeksi
bakteri pada piala ginjal, tunulus, dan jaringan interstinal dari salah satu atau kedua gunjal
(Brunner & Suddarth, 2002)
Dari segi anatomi infeksi saluran kemih dapat diklasifikasikan menjadi 2 macam yaitu
Dari segi iklinik infeksi saluran kemih dapat diklasifikasikan menjadi 2 macam yaitu :
Infeksi saluran kemih pada masa neonatus bermanifestasi setelah 72 jam kehidupan.
Insidensinya berkisar antara 0,1 sampai 1% pada semua neonatus. Lebih sering pada anak
lelaki dan neonatus preterm dan dapat meningkat menjadi 10% pada bayi berat badan lahir
rendah. Pada usia 1 sampai 5 tahun prevalensinya meningkat antara pria dan wanita masing-
masing sekitar 4,5% dan 0,5% dan sekitar 8% wanita pernah mendapat infeksi saluran kemih
pada masa kanak-kanaknya. Pada masa remaja, prevalensi infeksi saluran kemih meningkat
secara dramatis dari 1% sebelum puber hingga menjadi 4% pada masa setelah puber.
Kenaikan ini pada umumnya dihubungkan dengan perilaku seksual, dimana pada usia
pertumbuhan sebagian remaja sudah mulai melakukan aktivitas seksual.
Selama periode usia beberapa bulan dan lebih dari 65 tahun, perempuan cenderung
menderita ISK disbanding laki-laki. ISK berulang pada laki-laki jarang dilaporkan, kecuali
disertai faktor predisposisi (pencetus). Prevalensi bakteriuri asimtomatik lebih sering
ditemukan pada perempuan. Prevalensi selama periode sekolah 1% meningkat menjadi 5%
selama periode aktif secara seksual. Prevalensi infeksi asimtomatik meningkat mencapai
30%, baik laki-laki maupun perempuan bila disertai faktor pencetus
C. Etiologi
a. Escherichia coli menyebabkan 75% ISK tanpa komplikasi dan bakteri ini juga sering
ditemukan pada ISK dengan komplikasi.
b. Proteus yaitu suatu batang Gram negatif yang menyebabkan urin basa dan
memudahkan pembentukan batu struvit.
c. Klebsiella sering menyebabkan ISK tanpa komplikasi yang didapatkan dari
komunitas.
d. Enterococcus penyebab terbanyak ISK akibat bakteri Gram positif, sering
disebabkan oleh terapi dengan antibiotika sebelumnya, pemasangan instrumen
urologis, atau uropati obstruktif.
e. Pseudomonas sering disebabkan oleh uropati obstruktif.
f. Staphylococcus (pada pasien yang menderita diabetes) mungkin mengindikasikan
adanya abses intrarenal atau “tumpahan” dari bakteremia alih-alih ISK yang
sebenarnya
(Saputra., 2010)
D. Patofisiologi
Etiologi Pielonefritis multifaktorial dan secara jelas menunjukkan tidak seimbangnya
antara pejamu dan patogen. Penyebaran bakteri secara hematogen pada saluran kemih
mungkin dapat muncul meskipun sangat jarang. Kebanyakan pielonefritis berasal dari
kandung kencing kemudian asenden sehingga menyebabkan pielonefritis.
Ketika bakteri masuk kedalam parenkim ginjal dengan tekanan yang sangat tinggi,
daerah fokal infeksi dan inflamasi semakin berkembang dan beberapa tahap kompleks
inflamasi bertingkat terbentuk. Bila proses ini tidak dicegah dengan pengobatan, hal ini dapat
menyebabkan kerusakan ginjal berat atau jaringan parut. Lebih lanjut, bila infeksi berulang
terus menerus tanpa terapi yang adekuat, hasil jangka panjang adanya jaringan parut ginjal
yang signifikan, yang lebih ekstrim lagi menyebabkan refluk nephropahy, yang menyebabkan
end stage renal disease.
Pada saluran kemih yang sehat, naiknya infeksi ini biasanya bisa dicegah oleh aliran
air kemih yang akan membersihkan organisme dan oleh penutupan ureter di tempat
masuknya ke kandung kemih. Berbagai penyumbatan fisik pada aliran air kemih (misalnya
batu ginjal atau pembesaran prostat) atau arus balik air kemih dari kandung kemih ke dalam
ureter, akan meningkatkan kemungkinan terjadinya infeksi ginjal. Infeksi juga bisa dibawa ke
ginjal dari bagian tubuh lainnya melalui aliran darah
Pada infeksi saluran kemih, bakteri telah mencapai kandung kencing dan atau ginjal
yang menyebabkan respon lokal pejamu. Diperkirakan infeksi bakteri meningkatkan respon
sitokin Interleukin-6 lainnya yang diperantarai mediator pejamu. Berdasarkan penelitian di
Denver tahun 2010, IL -6 urin meningkat dalam 6 jam pertama setelah terjadinya proses
infeksi dengan tingkat sensitifitas 88%, 22 sedangkan dari hasil penelitian di swedia tahun
1997, menyatakan adanya peningkatan IL-6 di urin pada 24 jam pertama proses infeksi dan
tetap meningkat setelah 6 jam dimulainya terapi serta IL-6 serum meningkat lebih lama pada
pasien bakterinemia.
Secara ringkas dapat dilihat pada gambar 3 yang menerangkan patofisiologi
pielonefritis yang disebabkan oleh Escherichia coli sebagai berikut ini
E.Tanda dan gejala
Gejala klinis infeksi saluran kemih tidak khas dan bahkan pada sebagian pasien tanpa
gejala. Gejala klinis infeksi saluran kemih sesuai dengan bagian saluran kemih yang
terinfeksi sebagai berikut: (Tessy dkk, 2004).
1. Pasien infeksi saluran kemih bagian bawah, keluhan pasien biasanya berupa rasa sakit
atau rasa panas di uretra sewaktu kencing dengan air kemih sedikitsedikit serta rasa tidak
enak di daerah suprapubik.
2. Pasien infeksi saluran kemih bagian atas dapat ditemukan gejala sakit kepala, malaise,
mual, muntah, demam, menggigil, rasa tidak enak, atau nyeri di pinggang.
F. Diagnosa
Diagnosis pada infeksi saluran kemih dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut :
1. Urinalisis
a. Leukosuria atau piuria: merupakan salah satu petunjuk penting adanya ISK.
Leukosuria positif bila terdapat lebih dari 5 leukosit/lapang pandang besar
(LPB) sediment air kemih
b. Hematuria: hematuria positif bila terdapat 5-10 eritrosit/LPB sediment air
kemih. Hematuria disebabkan oleh berbagai keadaan patologis baik berupa
kerusakan glomerulus ataupun urolitiasis.
2. Bakteriologis
a. Mikroskopis : satu bakteri lapangan pandang minyak emersi. 102 -103
organisme koliform / mL urin plus piuria
b. Biakan bakteri
c. Tes kimiawi : tes reduksi griess nitrate berupa perubahan warna pada uji carik
4. Hitung koloni: hitung koloni sekitar 100.000 koloni per milliliter urin dari urin
tampung aliran tengah atau dari specimen dalam kateter dianggap sebagai criteria
utama adanya infeksi.
5. Metode tes
a. Tes dipstick multistrip untuk WBC (tes esterase lekosit) dan nitrit (tes Griess
untuk pengurangan nitrat).
b. Tes esterase lekosit positif: maka pasien mengalami piuria.
c. Tes pengurangan nitrat, Griess positif jika terdapat bakteri yang mengurangi
nitrat urin normal menjadi nitrit. Praktis semua gram negatif dapat mereduksi
nitrat menjadi nitrit, yang tampil sebagai perubahan warna tertentu pada strip.
Kuman-kuman grampositif tidak terdeteksi.
d. Penyakit Menular Seksual (PMS):Uretritia akut akibat organisme menular secara
seksual (misal, klamidia trakomatis, neisseria gonorrhoeae, herpes simplek).
7. Tes ABC (Antibody Coated Bacteria) adalah cara imunologi guna menentukan infeksi
saluran kemih yang letaknya lebih tinggi. Dalam hal ini tubuli secara lokal
membentuk antibodies terhadap kuman, yang bereaksi dengan antigen yang berada di
dinding kuman. Kompleks yang terbentuk dapat diperlihatkan dengan cara
imunofluoresensi
(Tjay dan Rahardja, 2007).
G. Penatalaksanaan
Tujuan dan pengobatan infeksi saluran kemih adalah untuk menurunkan morbiditas
berupa simptom, pengangkatan bakteri penyebab, mencegah agar tidak terjadi rekurensi
dan kerusakan struktur orga n saluran kemih (Junizaf, et al., 1994)
Berikut adalah beberapa agen antimikroba yang biasa digunakan untuk pengobatan
infeksi saluran kemih :
1) Kotrimoksazol (Trimetropim-Sulfametoksazol)
Trimetropim dan sulfametoksazol menghambat reaksi enzimatik obligat pada
dua tahap yang berurutan pada mikroba sehingga kombinasi kedua obat memberikan
efek sinergi. Kombinasi ini lebih dikenal dengan nama kotrimoxazol yang sangat
berguna untuk pengobatan infeksi saluran kemih. Trimetoprim pada umumnya 20-
100 kali lebih poten daripada sulfametoksazol sehingga sediaan kombinasi
diformulasikan untuk mendapatkan sulfametoksazol in vivo 20 kali lebih besar
daripada trimetoprim (Departemen Farmakologi dan Terapeutik., 2007).
2) Fluoroquinolon
Fluoroquinolon efektif untuk infeksi saluran kemih dengan atau tanpa
penyulit termasuk yang disebabkan oleh kuman-kuman yang multiresisten dan P.
aeruginosa (Departemen Farmakologi dan Terapeutik, 2007). Fluoroquinolon
merupakan agen yang efektif untuk infeksi saluran kemih walaupun infeksiinfeksi
itu disebabkan oleh bakteri yang resisten terhadap banyak obat seperti pseudomonas
(Katzung., 2004).
Ciprofloxacin, levofloxacin, norfloxacin dan ofloxacin merupakan kelompok
fluoroquinolon lama yang mempunyai daya antibakteri jauh lebih kuat dibandingkan
kelompok quinolon lama. Kelompok fluoroquinolon lama ini mempunyai daya
antibakteri yang sangat kuat terhadap E. coli, Klebsiella, Enterobacter, Proteus, H.
influenzae. Providencia, Serratia, Salmonella, N. meningitidis, N. gonorrhoeae, B.
catarrhalis dan Yersinia enterocolitica (Departemen Farmakologi dan Terapeutik.,
2007).
3) Ciprofloxacin
Ciprofloxacin aktif terhadap bakteri Gram positif dan Gram negatif.
Ciprofloxacin terutama aktif terhadap kuman Gram negatif termasuk Salmonella,
Shigella, Campilobakter, Neisseria, dan Pseudomonas. Penggunaan ciprofloxacin
termasuk untuk infeksi saluran napas, saluran kemih, sistem pencernaan, dan gonore
serta septikemia oleh organisme yang sensitif (BPOM., 2008).
4) Ofloxacin
Ofloxacin digunakan untuk infeksi saluran kemih, saluran nafas bagian bawah,
gonoroe, uretritis, dan serfisitis non gonokokkus (BPOM., 2008).
5) Levofloxacin
Levofloxacin aktif terhadap organisme Gram positif dan Gram negatif.
Memiliki aktifitas yang lebih besar terhadap Pneumokokkus dibandingkan
ciprofloxacin (BPOM., 2008).
6) Norfloxacin
Nofloxacin adalah kelompok fluoroquinolon yang paling tidak efektif terhadap
organisme Gram negatif maupun Gram positif dengan MIC yang empat kali sampai
delapan kali lebih tinggi dibandingkan dengan yang dimiliki oleh ciprofloxacin yang
merupakan prototipe obat tersebut (Katzung., 2004).
7) Sefalosporin
Spektrum kerja sefalosporin luas dan meliputi banyak kuman Gram positif dan
Gram negatif termasuk E. coli, Klebsiella, dan Proteus. Berkhasiat bakterisid dalam
fase pertumbuhan kuman berdasarkan penghambat sintesa peptidoglikan yang
diperlukan kuman untuk ketangguhan dindingnya. Kepekaannya terhadap beta-
laktamase lebih rendah daripada penisilin (Tjay dan Rahardja.,2007).
Sefalosporin dibagi menjadi 4 generasi berdasarkan aktifitas antimikrobanya.
Sefalosporin aktif terhadap kuman Gram positif maupun Gram negatif tetapi
spektrum antimikroba masing-masing derivat bervariasi. Sefalosporin generasi
ketiga dalam bentuk tunggal atau kombinasi dengan aminoglikosida merupakan obat
pilihan utama untuk infeksi berat oleh Klebsiella, Enterobacter, Proteus,
Provedencia, Serratia dan Haemophillus spesies (Departemen Farmakologi dan
Terapeutik., 2007).
8) Aminoglikosida
Aminoglikosida merupakan antibiotik dengan spektrum luas tetapi tidak boleh
digunakan pada setiap jenis infeksi oleh kuman yang sensitif karena resistensi
terhadap aminoglikosida relatif cepat berkembang, toksisitasnya relatif tinggi, dan
tersedianya berbagai antibiotik lain yang cukup efektif dan toksisitasnya lebih
rendah. Gentamisin yang sudah cukup luas digunakan dibeberapa tempat sudah
menunjukkan resistensi yang cukup tinggi (Departemen Farmakologi dan
Terapeutik., 2007).
Penggunaan antibiotik untuk pengobatan infeksi saluran kemih pada pasien dewasa
menurut Guidelines on Urological Infections tahun 2010 dan Obstetrics, Gynaecology,
Paediatrics and Dental Drug Guidelines tahun 2007 dapat dilihat pada table.
COVID 19
A.Definisi
Coronavirus merupakan virus RNA strain tunggal positif, berkapsul dan tidak
bersegmen. Coronavirus tergolong ordo Nidovirales, keluarga Coronaviridae.
Coronaviridae dibagi dua subkeluarga dibedakan berdasarkan serotipe dan karakteristik
genom. Terdapat empat genus yaitu alpha coronavirus, betacoronavirus, deltacoronavirus
dan gamma coronavirus (Burhan, et.al, 2020).
Virus COVID-19 merupakan indikasi dari transmisi virus SARS & MERS. Virus ini
membuat penderita nya terinfeksi beberapa penyakitt sebagai gejalanya. Virus ini dapat
dengan mudah menular kedalam sebuah populasi dan jumlah yang terinfeksi cenderung
meningkat (Ying, et.al, 2020).
1.1 Karakteristik
Coronavirus memiliki kapsul, partikel berbentuk bulat atau elips, sering
pleimorfik dengan diameter sekitar 50-200m.5 Semua virus ordo Nidovirales
memiliki kapsul, tidak bersegmen, dan virus positif RNA serta memiliki genom RNA
sangat panjang.12 Struktur coronavirus membentuk struktur seperti kubus dengan
protein S berlokasi di permukaan virus. Protein S atau spike protein merupakan salah
satu protein antigen utama virus dan merupakan struktur utama untuk penulisan gen.
Protein S ini berperan dalam penempelan dan masuknya virus kedalam sel host
(interaksi protein S dengan reseptornya di sel inang).
B. Penularan COVID-19
Coronavirus terutama menginfeksi dewasa atau anak usia lebih tua, dengan gejala
klinis ringan seperti common cold dan faringitis sampai berat seperti SARS atau MERS
serta beberapa strain menyebabkan diare pada dewasa. Infeksi Coronavirus biasanya
sering terjadi pada musim dingin dan semi. Hal tersebut terkait dengan faktor iklim dan
pergerakan atau perpindahan populasi yang cenderung banyak perjalanan atau
perpindahan. Selain itu, terkait dengan karakteristik Coronavirus yang lebih menyukai
suhu dingin dan kelembaban tidak terlalu tinggi.
Di Indonesia, khususnya di Provinsi Riau pasien yang terinfeksi COVID-19
berjumlah 12 orang. Jumlah tersebut terbilang banyak jika kita perhitungkan awal mula
COVID-19 menginfeksi pasien pertama di Provinsi Riau.
Tabel 1. Data sebaran COVID-19 di Provinsi Riau, 8 April 2020 (Corona Riau.go.id) :
No Kabupaten ODP PDP Positif
1 Pekanbaru 1.691 43 5
2 Dumai 490 14 1
3 Bengkalis 2.246 7 1
4 Siak 1.214 4 0
5 Meranti 2.629 0 0
6 Pelalawan 600 10 2
7 Indragiri Hilir 3.119 2 0
8 Indragiri Hulu 101 0 0
9 Kuantan Singingi 1.347 1 0
10 Kampar 2.338 10 2
11 Rokan Hulu 1.834 5 1
12 Rokan Hilir 1.487 2 0
Total 19.096 98 12
Keterangan :
PDP = Pasien dalam pantauan
ODP = Orang dalam pantauan
Berdasarkan data sebaran COVID-19 di Riau dapat dilihat bahwa sebaran
pasien yang terinfeksi COVID-19 semakin melonjak jumlah nya dari hari ke hari.
Sebaran pasian COVID-19 pun beragam mulai dari anak-anak, remaja hingga orang
dewasa. Namun, yang lebih mendominasi adalah pasien golongan orang tua yang
memiliki riwayat penyakit khusus yang lebih rentan terinfeksi COVID-19.
Kenaikan jumlah pasien COVID-19 pun semakin melonjak semenjak WNI
asal Negara Malaysia dipulang kan usai negara tersebut menerapkan kebijakan
lockdown. WNI asal Malaysia di pulang kan melalui Kabupaten Bengkalis dan
Meranti. WNI yang baru pulang dari negara jiran pun diharuskan mengisolasi diri
secara mandiri selama 14 hari untuk memantau penularan COVID-19.
Reeder, S.J., Leonide, LM., Deborah, K.G. 2011. Keperawatan Maternitas Kesehatan
Wanita,Bayi & Keluarga Volume 2. Edisi 18.Jakarta. EGC
Bobak, I.M., Deitra, L.L., Margaret,D.J., Snannon, E.P.2004. Buku Ajar Keperawatan
Maternitas. Edisi 4. Jakarta. EGC
Fakultas Kedokteran Universitas Pedjajaran Bandung. 1984. Obstetri Patologi. Bandung :
Elstar Offset.
Mochtar, Rustam. Prof. DR. 1989. Sypnosis Obstetrik : Obstetrik Patologi. Edisi I. Jakarta :
EGC
Prawiroharjo, Sarwono. 1976. Ilmu Kebidanan. Jakarta : yayasan Bina Pustaka.
Brunner and Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, edisi 8 volume 2.
Jakarta : EGC
Coyle, E. A. & Prince, R. A.. 2005. Urinary Tract Infection and Prostatitis, in 7th Edition.
The McGraw Hill Comparies, Inc., USA
Departemen Farmakologi dan Terapeutik. 2007. Farmakologi Dan Terapi, Edisi Kelima.
Balai Penerbit Fakultas Kedokteran UI, Jakarta
Hadi, U. 2006.Resistensi Antibiotik, In: Sudoyo, A.W., Setiyohadi, B., Alwi, I., Simadibrata K,
M. & Setiati, S. (Eds), Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III Edisi IV. Pusat
Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran UI. Jakarta.
Katzung, B.G. 2004. Farmakologi Dasar dan Klinik. Penerjemah: Agoes, H.A. Edisi ke VI.
Jakarta: Buku Kedokteran EGC
Tessy A, Ardayo, Suwanto. 2004. Infeksi saluran kemih. Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. Jilid 3. Edisi 3. Jakarta: Balai Penerbit FKUI
Tjay, T. H., dan Rahardja, K. 2007. Obat-Obat Penting Khasiat, Penggunaan, dan Efek-Efek
Sampingnya. Edisi ke VI. Jakarta: PT Elex Media Komputindo
Chih-Cheng Lai, Tzu-Ping Shih, Wen-Chien Ko, Hung-Jen Tang & Po-Ren Hsue. 2020.
Severe acute respiratory syndrome coronavirus 2 (SARS-CoV-2) and coronavirus
disease-2019 (COVID-19): The epidemic and the challenges. International Journal of
Antimicrobial. 5; 1-9.
Erlina Burhan, Fathiyah Isbaniah, dkk. 2020. Pneumonia COVID-19. Perhimpunan Dokter
Paru Indonesia : Jakarta.
Corona Riau : 8 April 2020. Data Pantauan COVID-19 di Riau. Diakses pada : Rabu, 8 April
2020 : 19.21 WIB.
Tribun News : 22 Maret 2020. Begini awal mula corona masuk Indonesia. Diakses pada :
Rabu, 8 April 2020 : 13.53 WIB.
World Health Organization. (2020). Coronavirus disease 2019 (COVID-19): situation report,
67.
Ying Liu, Albert A. Gayle, Annelies Wilder-Smith, and Joacim Rocklöv. 2020. The
reproductive number of COVID-19 is higher compared to SARS coronavirus. Journal
of Travel Medicine. 1-4.