Anda di halaman 1dari 10

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/327663934

(online) PROFIL PEMECAHAN MASALAH PECAHAN SISWA SD BERDASARKAN


ADVERSITY QUOTIENT

Article · July 2018

CITATIONS READS

0 237

10 authors, including:

Ade Irfan Dwi Juniati


Universitas Abulyatama Universitas Negeri Surabaya
4 PUBLICATIONS   1 CITATION    91 PUBLICATIONS   107 CITATIONS   

SEE PROFILE SEE PROFILE

Agung Lukito

48 PUBLICATIONS   75 CITATIONS   

SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

the cognitive process of student, prospective teacher and teacher View project

Spatial Thinking is defied as the knowledge, skill, and habits of mind to use concepts of space, tools of representation like maps and graphs and processes of reasoning to
organize and solve problems. View project

All content following this page was uploaded by Ade Irfan on 15 September 2018.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


APOTEMA : Jurnal Program Studi Pendidikan Matematika, Volume 4, No. 2. Juli 2018
ISSN: 2407-8840 (print)
ISSN: 2580-9253 (online)

PROFIL PEMECAHAN MASALAH PECAHAN SISWA SD


BERDASARKAN ADVERSITY QUOTIENT
Ade Irfan1), Dwi Juniati2), Agung Lukito3)*
1)
Universitas Abulyatama, Pendidikan Matematika, Aceh Besar
2), 3)
Universitas Negeri Surabaya, Pendidikan Matematika, Surabaya
*Coresponding Author : agunglukito@unesa.ac.id

Abstrak
Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan profil pemecahan masalah pecahan siswa SD berdasarkan
Adversity quotient. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara berbasis tugas pemecahan masalah
pecahan berdasarkan tahapan Polya. Subjek dalam penelitian ini yaitu siswa kelas V SD dengan kategori
climber, camper, dan quitter. Validasi data dilakukan dengan membandingkan hasil wawnacara berbasis tugas
TMP-1 dan TPMP-2. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa subjek climber, memahami masalah
dengan mengakses informasi dengan membaca dengan suara keras sesuai naskah soal hanya satu kali,
mengidentifikasi apa yang diketahui dan ditanyakan secara lisan kemudian menuliskannya dengan membuat
sketsa gambar, menyusun rencana penyelesaian masalah dengan menyebutkan akan membuat sketsa gambar
dan menjelaskan dengan menceritakannya dan hanya memiliki satu rencana penyelesaian masalah. Dalam
melaksanakan rencana, melaksanakanya sesuai dengan rencana yang dikemukakan dengan membuat sketsa
gambar kemudian membuat garis-garis (mencoret-coret/mengarsir) pada bagian dari sketsa gambar serta
menjelaskan secara lisan. Namun, tidak menggunakan alat bantu ketika membuat gambar, memeriksa kembali
penyelesaian masalahnya dengan menjelaskan secara lisan serta merasa yakin jawabannya sudah benar
dengan alasan mengerjakan dengan teliti. Sementara itu, profil pemecahan masalah pecahan dari subjek
camper, memahami masalah dengan mengakses informasi dengan membaca dengan suara keras sesuai naskah
soal hanya satu kali, mengidentifikasi apa yang diketahui dan ditanyakan dengan lisan kemudian
menuliskannya dengan bahasa verbal. Menyusun rencana penyelesain masalah dengan menyebutkan
membayangkan ilustrasi gambar lalu menghitung dengan menuliskannya, memperoleh rencana setelah
membaca soal dan hanya memiliki satu rencana penyelesaian masalahnya, melaksanakan penyelesaiannya
berbeda dengan rencana yang telah dikemukakannya dengan menulis jawabannya dengan bahasa verbal
kemudian membuat sketsa gambar dengan tidak menggunakan alat bantu menggambar kemudian
menjelaskannya secara lisan, memeriksa kembali jawabannya secara lisan dan menunjuk pada sketsa gambar.
Sedangkan, profil pemecahan masalah pecahan dari subjek quitter, memahami masalah dengan mengakses
informasi dengan membaca dengan suara keras sesuai naskah soal hanya satu kali, mengidentifikasi apa yang
diketahui dan ditanyakan secara lisan kemudian menuliskannya dengan membuat sketsa gambar, menyusun
rencana penyelesaian masalah dengan menyebutkan akan membuat sketsa gambar dan mencari dengan
menghitung, memperoleh rencana dari diri sendiri dan hanya memiliki satu rencana penyelesaian masalah,
dalam melaksanakan rencana penyelesaian masalah, melaksanakannya sedikit berbeda dengan rencana yang
dikemukakan dengan membuat sketsa gambar kemudian membuat garis-garis (mencoret-coret/mengarsir)
pada bagian dari sketsa gambar untuk menjawab bagian yang ditanyakan serta menjelaskan secara lisan.
Tidak menggunakan alat bantu ketika membuat gambar. Memeriksa kembali penyelesaian masalahnya
dengan menjelaskan secara lisan dan menunjuk gambar serta merasa yakin jawabannya sudah benar dengan
alasan sudah mencarinya.

Kata Kunci: Pemecahan masalah, Masalah pecahan, Adversity Quotient.


Abtract
This research aims to describe the profile of fractions problem solving of elementary school students
based on Adversity Quotient. Data collecting is done with fraction-problem-solving task-based interview in
accordance to the stages of problem solving by Polya. Subjects in this study were the fifth grade elementary
school students that had category climber, camper, and a quitter. The data validation was done by comparing
the results of the task-based interview TPMP 1 and TPMP 2. The results showed that the profile of the subject
fraction problem solving: in understanding the problem, subject climber was accessing information by reading

Ade Irfan1), Dwi Juniati2), Agung Lukito3)* : Profil Pemecahan Masalah Pecahan Siswa ............................... 1
APOTEMA : Jurnal Program Studi Pendidikan Matematika, Volume 4, No. 2. Juli 2018
ISSN: 2407-8840 (print)
ISSN: 2580-9253 (online)

the problem aloud in one time, identifying what was known and what was asked orally, then sketched images.
In devising plan, subject climber said to make sketch of image and tried to explain it. The subject only had
one problem-solving plan. In carrying out the plan, subject climber implemented solving the problems in
accordance with the plan. To answer the problem, the subject drew a sketch then created lines (shading) on
the part of the sketch drawings and explained verbally. Subject climber did not use drawing tools when
making images. Subject climber checked back solution to the problem by explaining verbally and felt sure the
answer was correct because to solved the problems carefully. Meanwhile, the profile of the subject camper of
fraction problem solving was in understanding the problem, the subject accessed information by reading the
problem aloud in one time, identified what was known and what was asked orally, then wrote it in verbal
language. In devising plan, subject camper said to imagine the illustration of an image and calculated and
wrote it down. The subject obtained the plan after reading the problem and had only one solution to the
problem. In carrying out the plan, subject camper implemented different strategy as in the devised plan. The
subject wrote the answer with verbal language then sketched an image without using drawing tools and then
explained it verbally. The subject camper checked back the answer by explaining the answer verbally while
pointing the sketched image. Meanwhile, the profile of fraction problem solving of quitter subject was in
understanding the problem, the subject accessed information by reading the problem aloud in one time,
identified what was known and what was asked orally, then wrote it and drew a sketch for it. Subject quitter
said to make drawings and find the answer by calculating. In devising plan, the subject did it by herself and
had only one problem-solving plan. In carrying out the plan, subject quitter implemented slightly different
strategy with the devised plan. To answer the problem, the subject drew a sketch and created lines (shading)
on the part of the sketch and then explained the answer verbally. Subject quitter did not use drawing tools
when making images. Subject quitter checked back solution to the problem by explaining verbally and
pointed to the image. The subject was sure that the answer was correct because they already checked it.
Keywords: Problem Solving, fraction problems, Adversity Quotient

PENDAHULUAN dan minat dalam mempelajari matematika, serta


Dalam KTSP Sekolah Dasar (SD), sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan
matematika merupakan kelompok mata pelajaran masalah (BSNP, 2006: 148). Hal ini menunjukkan
ilmu pengetahuan dan teknologi. Wujud dari bahwa pemecahan masalah telah menjadi sentral dan
matematika menurut kurikulum pendidikan dasar dan fokus dalam pembelajaran matematika. Menurut
pendidikan menengah berupa matematika sekolah. Polya (1973: 5-6) terdapat 4 tahap dalam pemecahan
Matematika sekolah adalah unsur atau bagian-bagian masalah, yaitu: (1) Memahami masalah; (2)
matematika yang dipilih berdasarkan atau Menyusun rencana penyelesaian masalah; (3)
berorientasi kepada kepentingan kependidikan dan Melaksanakan rencana penyelesaian masalah; dan (4)
pengembangan teknologi (Soedjadi, 2000: 37). Memeriksa kembali penyelesaian masalah.
Adapun tujuan diajarkannya pelajaran matematika di Dalam pembelajaran matematika, masalah yang
sekolah, antara lain: agar peserta didik memiliki diberikan kepada siswa berbentuk soal. Masalah
kemampuan; (1) memahami konsep matematika, matematika yang berkaitan dengan kehidupan nyata
menjelaskan keterkaitan antar konsep dan
biasanya dituangkan melalui soal-soal berbentuk
mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara
luwes, akurat, efisien dan tepat dalam pemecahan cerita. Menurut Abidin (dalam Raharjo, 2009: 2) soal
masalah; (2) Menggunakan penalaran pada pola dan cerita adalah soal yang disajikan dalam cerita
sifat, melakukan manipulasi matematika dalam pendek. Cerita yang diungkapkan di sini merupakan
membuat generalisasi, menyusun bukti, atau masalah dalam kehidupan sehari-hari atau masalah
menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika; (3) lainnya. Pemberian soal cerita di SD merupakan
Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan suatu upaya dalam mencapai tujuan pendidikan
memahami masalah, merancang model matematika,
matematika untuk masa depan yang bersifat formal
menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang
diperoleh; (4) Mengkomunikasikan gagasan dengan dan material. Dengan diberikannya soal berbentuk
simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk cerita tentang kehidupan sehari-hari, diharapkan
memperjelas keadaan atau masalah; (5) Memiliki siswa menyadari pentingnya matematika dalam
sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan serta dapat melatih keterampilan
kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, pemecahan masalah bagi siswa. Namun tidak semua

Ade Irfan1), Dwi Juniati2), Agung Lukito3)* : Profil Pemecahan Masalah Pecahan Siswa ............................... 2
APOTEMA : Jurnal Program Studi Pendidikan Matematika, Volume 4, No. 2. Juli 2018
ISSN: 2407-8840 (print)
ISSN: 2580-9253 (online)

soal dalam matematika merupakan masalah. Hudojo dari permasalahan, begitu ada kesulitan ia akan
(1979) menjelaskan bahwa, masalah adalah suatu memilih mundur dan tidak berani menghadapi
soal yang ingin dipecahkan oleh seseorang (termasuk permasalahan. Siswa camper adalah anak yang tidak
mau mengambil resiko terlalu besar dan merasa puas
siswa), tetapi cara/langkah untuk memecahkannya
Salah satu materi pelajaran matematika di
tidak segera ditemukan oleh orang (siswa) itu. SD dan menjadi fokus dalam penelitian ini adalah
Sementara itu, Hudojo (2001: 163) mengatakan pecahan. Pecahan merupakan salah satu materi
bahwa, dua syarat agar pertanyaan (soal) menjadi penting yang harus dikuasai oleh siswa, hal ini
masalah bagi siswa yaitu: (1) Pertanyaan tersebut dikarenakan materi pecahan berkaitan dengan materi
harus dapat dimengerti oleh siswa, dan merupakan lain seperti desimal, perbandingan dan skala serta
tantangan baginya untuk menjawabnya, dan (2) pengukuran. Namun kenyataanya, siswa SD masih
kesulitan dalam mempelajari materi pecahan. Hasil
Pertanyaan tersebut tidak dapat dijawab dengan
penelitan menjelaskan bahwa: siswa masih memiliki
prosedur rutin yang telah diketahui siswa. kesulitan belajar pecahan dalam matematika
Berdasarkan pengertian tentang masalah (McGuire dalam Suharna, 2012: 7), kesalahan karena
yang dikemukan di atas, maka dapat dikatakan menerapkan algoritma yang salah, misalnya pada
bahwa masalah merupakan suatu tantangan operasi penjumlahan dan pengurangan dua pecahan
(challenge) yang tidak dapat dipecahkan dengan biasa (Usodo 2001). Sementara itu, Sugiatno (2010)
menggunakan prosedur rutin yang sudah diketahui menyatakan bahwa kesulitan siswa dalam materi
oleh siswa serta adanya tuntutan bagi siswa untuk penjumlahan dan pengurangan pecahan cenderung
menghadapi tantangan itu. Di sinilah peran Adversity terjadi berulang pada subjek yang berbeda.
Quotient (AQ). Stoltz (2000) menjelaskan bahwa, Berdasarkan urain di atas dapat diketahui bahwa
AQ adalah the capacity of the person to deal with the pentingnya seorang guru untuk mengetahui profil
adversities of his life (kemampuan seseorang untuk
pemecahan masalah pecahan siswanya. Dengan
menghadapi tantangan kesengsaraan dalam
hidupnya). Dengan kata lain, AQ merupakan mengetahui profil pemecahan masalah pecahan,
inteligensi khusus yang berkaitan dengan diharapkan guru dapat memperoleh gambaran
kemampuan seseorang dalam menghadapi tantangan tentang proses yang dilakukan siswa dalam
dalam problematika hidup. Stoltz (2000: 17) memperoleh jawaban dan kelemahan siswa dalam
mengelompokkan orang ke dalam tiga kategori AQ, memecahkan masalah pecahan sehingga guru dapat
yaitu: quitter (AQ rendah), camper (AQ sedang), dan menentukan strategi pembelajaran yang sesuai.
climber (AQ tinggi). Siswa quitter berusaha menjauh

MASALAH PECAHAN menjadi masalah bagi siswa apabila memenuhi syarat


Masalah sering diasumsikan sebagai (1) Pertanyaan yang dihadapkan kepada seseorang
kesulitan, hambatan, gangguan, ketidakpuasan, atau siswa haruslah dapat dimengerti oleh siswa tersebut,
kesenjangan. Secara umum hampir semua ahli namun pertanyaan itu harus merupakan tantangan
psikologi sepakat bahwa : problem is a gap or baginya untuk menjawabnya. (2) Pertanyaan tersebut
discrepancy between present sate and future state or tidak dapat dijawab dengan prosedur rutin yang telah
desired goal (Suharnan, 2005: 283). Sementara itu, diketahui siswa. Karena itu, faktor waktu untuk
Krulik, Rudnick dan Milou (2003: 91) menjelaskan menyelesaikan masalah janganlah dipandang sebagai
bahwa masalah adalah suatu situasi atau sejenisnya hal yang esensial.
yang dihadapi oleh seorang atau kelompok yang Dalam penelitian ini, masalah matematika
menghendaki keputusan dan seseorang itu mencari yang akan digunakan merupakan masalah untuk
jalan untuk memperoleh pemecahan. Pehkonen menemukan yang berkaitan dengan pecahan yang
(1997: 64) menyatakan bahwa masalah merupakan disajikan dalam bentuk soal cerita. Namun, tidak
suatu informasi tugas di mana individu diharuskan semua soal cerita pecahan merupakan masalah. Soal
untuk menghubungkan informasi yang diketahui cerita pecahan dikatakan masalah jika soal itu
dengan cara yang baru untuk mengerjakan tugas merupakan tantangan dan untuk menjawabnya tidak
tersebut. Hudojo (2001: 162) menjelaskan bahwa ada prosedur rutin yang telah diketahui siswa. Dalam
suatu pertanyaan akan merupakan masalah hanya jika menyelesaikan soal tersebut diperlukan pemikiran
seseorang tidak mempunyai aturan-aturan tertentu lebih lanjut dan analisa-analisa karena prosedurnya
yang segera dapat dipergunakan untuk menemukan tidak sama atau mirip dengan prosedur yang telah
jawaban pertanyaan tersebut. Selanjutnya Hudojo dipelajari siswa.
(2001: 163) menerangkan bahwa pertanyaan akan

Ade Irfan1), Dwi Juniati2), Agung Lukito3)* : Profil Pemecahan Masalah Pecahan Siswa ............................... 3
APOTEMA : Jurnal Program Studi Pendidikan Matematika, Volume 4, No. 2. Juli 2018
ISSN: 2407-8840 (print)
ISSN: 2580-9253 (online)

Berdasarkan pada uraian di atas, dapat pemecahan masalah yang dianjurkan mengarahkan
disimpulkan bahwa masalah pecahan dalam siswa untuk selalu dapat menyadari potensi
penelitian ini merupakan soal pecahan yang disajikan kemampuannya untuk digunakan dalam pemecahan
dalam bentuk soal cerita yang merupakan tantangan
masalah. Berdasarkan uraian di atas, pemecahan
dan tidak dapat diselesaikan dengan prosedur rutin
yang telah diketahui siswa serta diperlukan masalah pecahan dalam penelitian ini didefinisikan
pemikiran lebih lanjut untuk menyelesaikannya. sebagai proses yang dilakukan oleh siswa untuk
menemukan solusi dari soal cerita materi pecahan
PEMECAHAN MASALAH yang diberikan yang terdiri dari empat langkah
Setiap masalah harus dicari cara pemecahan masalah yaitu: (1) memahami masalah,
penyelesaiannya hingga akhirnya sampai pada tujuan (2) menyusun rencana penyelesaiannya, (3)
yang diinginkan. Selain itu, masalah juga merupakan melaksanakan rencana penyelesaian, (4) memeriksa
soal yang tidak mempunyai prosedur rutin dalam kembali hasil yang diperoleh.
menyelesaikannya, maka tentunya akan diperlukan
waktu yang relatif lama dalam memecahkan atau PROFIL PEMECAHAN MASALAH PECAHAN
menyelesaikan soal tersebut. Polya (1949: 1) Profil pemecahan masalah pecahan siswa
menjelaskan bahwa pemecahan masalah adalah climber, camper dan quitter di SD IT Nurul Islah
menemukan makna yang dicari sampai akhirnya Banda Aceh berdasarkan tahap Polya menjadi tujuan
dapat dipahami dengan jelas. Dengan kata lain, dari penelitian ini. Dalam memperoleh profil ini,
memecahkan masalah berarti mencari cara peneliti melakukan pengamatan dan bertanya pada
menyelesaikan masalah, mencari jalan terbaik dari siswa melalui wawancara mendalam berbasis tugas
kesulitan, menemukan cara di sekitar rintangan, yang dilakukan secara semi terstruktur, hal ini
kemudian mencapai tujuan yang diinginkan dengan dikarenakan dalam wawancara tersebut akan
alat yang sesuai. Menurut Krulik dan Rudnick (dalam memberi ruang bagi berkembangnya pertanyaan-
Carson, 2007: 7) pemecahan masalah merupakan pertanyaan selama siswa memecahkan masalah.
suatu cara yang dilakukan seseorang dengan Alasan dilakukan pengamatan dan wawancara pada
menggunakan pengetahuan, keterampilan, dan siswa karena peneliti lebih mengutamakan proses
pemahaman untuk memenuhi tuntutan situasi yang pemecahan masalah yang dilakukan siswa dari pada
tidak familiar. Pada penelitian ini, tahap-tahap hasil yang diperolehnya berupa skor. Data-data yang
pemecahan masalah yang digunakan siswa dalam diperoleh dari kegiatan tersebut, kemudian
memecahkan masalah adalah sesuai dengan tahap- diungkapkan apa adanya.
tahap pemecahan masalah yang dikemukakan oleh Untuk mempermudah memperoleh data
Polya. Tahap-tahap pemecahan masalah yang tentang profil pemecahan masalah pecahan, peneliti
dikembangkan oleh Polya, memuat rincian langkah menyusun poin-poin penting atau indikator pada
yang semestinya ditempuh oleh siswa, sehingga setiap tahap pemecahan masalah pecahan. Berikut
pemecahan masalah dapat dilakukan secara efisien indikator pemecahan masalah pecahan berdasarkan
dan diperoleh solusi yang tepat. Langkah-langkah tahap pemecahan masalah oleh Polya.

Tabel 1. Indikator Pemecahan Masalah Pecahan Berdasarkan Tahap Pemecahan Masalah oleh Polya.
Tahap Pemecahan Masalah Oleh
Indikator
Polya
Mengetahui informasi-informasi yang diberikan dan pertanyaan yang diajukan
Memahami Masalah
pada masalah pecahan.
Menyusun rencana penyelesaian Memikirkan rencana pemecahan masalah pecahan yang digunakan.
masalah
1. Melaksanakan rencana penyelesaian masalah pecahan yang telah dibuat.
Melaksanakan rencana
2. Menjelaskan pelaksanaan rencana penyelesaian masalah pecahan yang telah
penyelesaian masalah
dibuat.
Mengevaluasi penyelesaian masalah pecahan yang telah dibuat. Apakah
Memeriksa kembali penyelesaian
rencananya sesuai dengan pelaksanaannya, kemudian langkah-langkahnya
masalah
sudah benar.

Ade Irfan1), Dwi Juniati2), Agung Lukito3)* : Profil Pemecahan Masalah Pecahan Siswa ............................... 4
APOTEMA : Jurnal Program Studi Pendidikan Matematika, Volume 4, No. 2. Juli 2018
ISSN: 2407-8840 (print)
ISSN: 2580-9253 (online)

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa memahami masalah, menyusun rencana penyelesaian
profil pemecahan masalah pecahan siswa SD dalam masalah, melaksanakan rencana penyelesaian
penelitian ini adalah deskripsi atau gambaran apa masalah dan memeriksa kembali penyelesaian
adanya siswa dalam pemecahan masalah pecahan masalah.
berdasarkan tahap Polya yang meliputi tahap

ADVERSITY QUOTIENT dan kegembiraan, kesehatan esmosional, kesehatan


Stoltz (2000: 9) menyatakan bahwa, jasmani, ketekunan, produktivitas, pengetahuan,
Adversity Quotient (AQ) merupakan kemampuan energi, pengharapan, daya tahan, tingkah laku, umur
seseorang dalam menghadapi kesulitan yang panjang, dan respon terhadap perubahan.
menghadangnya atau disingkat kecerdasan Stoltz (2000: 17) mengelompokkan orang kedalam
mengatasi kesulitan. Selain itu, beberapa istilah yang tiga kategori AQ, yaitu: quitter (AQ rendah), camper
sering dipadankan dengan Adversity Quotient, misal (AQ sedang), dan climber (AQ tinggi). Orang yang
kecerdasan ketangguhan, daya juang, kecerdasan termasuk kategori quitter memiliki AQ 0 sampai
ketahanmalangan, potensi kegigihan, serta dengan 59. Seseorang camper memiliki AQ sebesar
kecerdasan keuletan dan tahan banting (Sudarman, 95 sampai dengan 134, dan seorang climber
2008: 23). memiliki AQ 166 sampai dengan 200. Istilah quitter,
Stoltz (2000: 9) berpendapat bahwa ada tiga camper , dan climber berdasarkan pada sebuah kisah
bentuk yang dapat dijabarkan dari Adversity para pendaki gunung yang hendak menaklukkan
Quotient yaitu : (1) AQ adalah suatu kerangka kerja puncak everest (Stoltz, 2000: 3-5). Seorang pendaki
konseptual yang baru untuk memahami dan ada yang menyerah sebelum pendakian selesai, ada
meningkatkan semua segi kesuksesan. (2) AQ adalah yang merasa cukup puas sampai pada ketinggian
suatu ukuran untuk mengetahui respons seseorang tertentu, dan ada pula yang benar-benar
dalam menghadapi kesulitan. (3) AQ adalah berkeinginan menaklukan puncak gunung tersebut.
serangkaian peralatan yang memiliki dasar ilmiah Stoltz mengistilahkan orang yang berhenti di tengah
untuk memperbaiki respon seseorang terhadap jalan sebelum usai sebagai quitter, kemudian mereka
kesulitan. Lebih lanjut Stoltz (2000: 93) mengatakan yang merasa puas berada pada posisi tertentu
bahwa AQ dapat meramalkan: kinerja, motivasi, sebagai camper, sedangkan yang terus ingin sukses
pemberdayaan, kreativitas, kebahagiaan, vitalitas sampai puncak sebagai climber.

METODE PENELITIAN wawancara semi terstruktur. Wawancara semi


Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini terstruktur mengacu pada pedoman wawancara yang
ada dua yaitu instrumen utama dan instrumen berupa pertanyaan-pertanyaan yang akan diajukan
pendukung. Instrumen utama dalam penelitian ini dengan harapan memperoleh data yang memadai
adalah peneliti sendiri. Sementara instrumen tentang profil pemecahan masalah pecahan
pendukungnya berupa angket Adversity Response berdasarkan tahap-tahap pemecahan masalah
Profile (ARP), pedoman wawancara, dan lembar menurut Polya. Jika pada saat pelaksanaan
tugas pemecahan masalah pecahan (TPMP). wawancara masih ada informasi yang dirasa kurang,
Penelitian ini dilaksanakan pada kelas V Sekolah maka peneliti dapat mengajukan pertanyaan diluar
Dasar (SD). Pemilihan subjek dimulai dengan pedoman wawancara yang telah disusun.
mengedarkan angket Adversity Response Profile Validasi data dalam penelitian ini dilakukan
(ARP). Angket Adversity Response Profile (ARP) dengan membandingkan hasil wawancara berbasis
tersebut diberikan kepada siswa kelas V SD. tugas dari TPMP 1 dengan hasil wawancara berbasis
Kemudian siswa mengerjakan ARP tersebut. Skor tugas dari TPMP 2 (setara dengan soal yang
angket ARP setiap siswa dijumlahkan dan pertama) dalam waktu yang berbeda, Sugiyono
berdasarkan skor ARP tersebut, siswa (2012: 127) menamakannya triangulasi waktu. Jika
dikelompokkan dalam 3 (tiga) kategori siswa yaitu diperoleh kecenderungan yang sama maka
siswa quitter,camper dan climber. Kemudian dari pengumpulan data terhadap subjek tersebut telah
setiap kategori AQ dipilih masing-masing satu orang selesai dan dapat ditarik simpulan. Tetapi jika data
siswa quitter,camper dan climber. hasil wawancara berbasis tugas dari TPMP 1 dan
Pengumpulan data dalam penelitian ini TPMP 2 menunjukkan kecenderungan yang berbeda
dilakukan melalui wawancara berbasis tugas maka dilakukan wawancara berbasis tugas dari
terhadap masing-masing subjek penelitian. TPMP 3 (setara dengan soal yang pertama dan
Wawancara dalam penelitian menggunakan kedua).

Ade Irfan1), Dwi Juniati2), Agung Lukito3)* : Profil Pemecahan Masalah Pecahan Siswa ............................... 5
APOTEMA : Jurnal Program Studi Pendidikan Matematika, Volume 4, No. 2. Juli 2018
ISSN: 2407-8840 (print)
ISSN: 2580-9253 (online)

Analisis data dalam penelitian ini dilakukan secara tersebut sesuai dengan hasil penelitian Sudarman
berkelanjutan dan mengikuti konsep yang (2010) yang menyatakan bahwa siswa climber
ditawarkan oleh Miles dan Huberman (1992: 16) mempunyai proses berpikir asimilisai dan abstraksi
yang meliputi tiga macam kegiatan yaitu: reduksi
reflektif dalam menyelesaikan masalah.
data, penyajian data, dan penarikan
kesimpulan/verifikasi.
Subjek Camper
Subjek memahami masalah dengan
HASIL DAN PEMBAHASAN
mengakses informasi dengan membaca soal dengan
Subjek Climber
Subjek memahami masalah dengan suara keras hanya satu kali dan mengidentifikasi hal
mengakses informasi dengan membaca soal dengan yang diketahui dan ditanyakan secara lisan
suara keras hanya satu kali kemudian kemudian menuliskan apa yang diketahui dan
mengidentifikasi hal yang diketahui dan ditanyakan ditanyakan dengan menggunakan bahasa verbal
secara lisan, menuliskan hal yang diketahui dan dengan tidak menjelaskan secara lisan. Hal ini sesuai
ditanyakan dengan membuat sketsa gambar serta dengan karakter camper yaitu menunjukkan sedikit
membuat garis-garis (mencoret/mengarsir) pada semangat, beberapa usaha, dan tidak menggunakan
sketsa gambar. Dengan kata lain dapat dikatakan seluruh kemampuannya (Stoltz: 2000). Suhartono
bahwa, subjek ketika memahami masalah telah (2010) dalam penelitiannya memperoleh hal yang
mempunyai tujuan dan arah dalam menyelesaikan sama bahwa siswa camper mereka mensintesis ide
masalah. Hal ini sesuai dengan Stoltz (2000: 20) berdasarkan konsep yang mudah saja.
menyatakan bahwa climber adalah pemikir yang Subjek menyusun rencana penyelesaian masalah
selalu memikirkan kemungkinan-kemungkinan dan dengan menyebutkan membayangkan ilustrasi
mempunyai tujuan atau target yang ingin dicapainya. gambar lalu menghitung dengan menuliskannya.
Subjek menyusun rencana penyelesaian masalah Subjek menyebutkan memperoleh rencana setelah
dengan menyebutkan akan membuat sketsa gambar membaca soal dan hanya memiliki satu rencana
dan menjelaskan dengan menceritakannya. subjek penyelesaian masalahnya.
menyebutkan hanya memiliki satu rencana Dalam pelaksanaannya subjek
penyelesaian masalah. kemudian subjek menyelesaikan masalah berbeda dengan rencana
melaksanakannya sesuai dengan rencana dengan yang telah dikemukakan. Subjek melaksanakan
membuat sketsa gambar kemudian membuat garis- penyelesaian masalah dengan menuliskan
garis (mencoret-coret/mengarsir) pada bagian-bagian jawabannya dengan bahasa verbal kemudian
dari sketsa gambar untuk menjawab bagian yang membuat sketsa gambar kemudian menjelaskan
ditanyakan. hal ini sesuai dengan penelitian secara lisan ketika diajukan pertanyaan. Stoltz
Suhartono (2012) bahwa siswa AQ tinggi selalu (2000: 22) menyatakan bahwa mereka Itulah
berusaha untuk menyelesaikan masalah yang camper, yang merasa puas dengan mencukupkan
dihadapinya. Sesuai dengan hasil penelitian tersebut, diri.
Stoltz (2000: 24) mengatakan bahwa climber sangat Subjek memeriksa kembali
gigih, ulet, tabah dan terus bekerja keras. penyelesaiannya dengan menjelaskan secara lisan
Subjek memeriksa kembali penyelesaian dan menunjuk pada sketsa gambar. Hal ini sesuai
masalah dengan menjelaskan secara lisan dengan dengan Stoltz (2000) yang menjelaskan bahwa
menunjuk sketsa gambar dan membuat garis-garis karena bosan mereka mengakhiri pekerjaanya, tidak
(mencoret-coret/mengarsir) pada sketsa gambar mengambil resiko, mengambil jalan yang aman,
tersebut serta menulis dan yakin jawabannya sudah lebih memilih mempertahankan kenyamanan dan
benar dengan alasan sudah mengerjakan dengan tidak memanfaatkan potensi mereka sepenuhnya.
teliti. Hal ini sesuai dengan Stoltz (2000: 24) yang Sementara itu, Suhartono (2010) menemukan hal
menjelaskan bahwa climbers sering merasa yakin yang sama dalam penelitiannya, bahwa camper
pada sesuatu yang lebih besar daripada diri mereka. merasa puas dengan jawabannya.
Penyelesain masalah yang dilakukan siswa climber
Subjek Quitter

Ade Irfan1), Dwi Juniati2), Agung Lukito3)* : Profil Pemecahan Masalah Pecahan Siswa ............................... 6
APOTEMA : Jurnal Program Studi Pendidikan Matematika, Volume 4, No. 2. Juli 2018
ISSN: 2407-8840 (print)
ISSN: 2580-9253 (online)

Subjek memahami masalah dengan Sedangkan ketika melaksanakan


mengakses informasi dengan membaca soal dengan penyelesaian masalah, subjek membuat sketsa
suara keras hanya satu kali, mengidentifikasi apa gambar dan membuat garis untuk menandai bagian
yang diketahui dan ditanyakan secara lisan, yang diketahui dan ditanyakan, terlihat adanya
menuliskan apa yang diketahui dan ditanyakan ketidaksesuaian antara rencana dan penyelesaian
dengan membuat sketsa gambar serta membuat masalahnya. Inilah quitter, rencana yang disusun
garis. Hal ini tidak sesuai dengan teori yang tidak memberi sumbangan yang berarti dalam
mengatakan bahwa quitter mereka akan menyerah pekerjaan mereka (Stoltz, 2000: 25).
dan berhenti tanpa diiringi usaha dalam Subjek menjelaskan kembali jawabannya
menyelesaikan soal matematika (Stoltz, 2000). secara lisan dengan menunjuk sketsa gambar tanpa
Subjek menyusun rencana penyelesaian masalah menulis dan membuat garis (mencoret-
dengan menyebutkan akan membuat sketsa gambar coret/mengarsir) lagi. Hal ini sesuai dengan Stoltz
dan mencari dengan menghitung. Subjek (2000: 25) yang menjelaskan bahwa quitter bekerja
menyebutkan memperoleh rencana tersebut dari diri sekedarnya saja. Suhartono (2010) dalam hasil
sendiri dan hanya memiliki satu rencana penelitiannya menjelaskan bahwa, siswa quitter
penyelesaian masalah. tidak mau mencoba ide-ide yang lain.
apa yang diketahui dan apa yang ditanyakan secara
SIMPULAN lisan. Lalu menuliskan apa yang diketahui dan
1. Subjek climber memahami masalah dengan ditanyakan dengan menggunakan bahasa verbal.
mengakses informasi dengan membaca soal dengan Subjek camper menyusun rencana penyelesaian
suara keras hanya satu kali kemudian masalah dengan menyebutkan membayangkan
mengidentifikasi apa yang diketahui dan apa yang ilustrasi gambar lalu menghitung dengan
ditanyakan secara lisan. Menuliskan apa yang menuliskannya. Subjek quitter menyebutkan
diketahui dan apa yang ditanyakan dengan membuat memperoleh rencana setelah membaca soal dan
sketsa gambar serta membuat garis-garis hanya memiliki satu rencana penyelesaian
(mencoret/mengarsir) pada sketsa gambar. Subjek masalahnya. Subjek camper melaksanakan rencana
climber menyusun rencana penyelesaian masalah penyelesaian masalah sedikit berbeda dengan
dengan menyebutkan membuat sketsa gambar dan rencana yang dikemukakan sebelumnya. Subjek
menjelaskan dengan menceritakannya. Subjek camper menuliskan jawabannya dengan bahasa
climber menyebutkan hanya memiliki satu rencana verbal kemudian membuat sketsa gambar serta tidak
penyelesaian masalah. Subjek climber melaksanakan menggunakan alat bantu ketika membuat gambar.
rencana penyelesaian masalah sesuai dengan rencana Kemudian menjelaskan secara lisan dengan
yang telah dikemukakan sebelumnya kemudian menjawab pertanyaan yang diajukan. Subjek camper
melaksanakannya dengan membuat sketsa gambar memeriksa kembali penyelesaian masalah dengan
kemudian membuat garis-garis (mencoret- menjelaskan kembali jawabannya secara lisan
coret/mengarsir) pada bagian-bagian dari sketsa dengan menunjuk pada sketsa gambar. kemudian
gambar untuk menjawab bagian yang ditanyakan merasa yakin jawabannya sudah benar dengan
tidak menggunakan alat bantu ketika menggambar. alasan sudah menghitungnya.
Lalu menjelaskan secara lisan dan menunjuk serta 3. Subjek quitter memahami masalah yaitu
membuat garis-garis (mencoret/mengarsir) untuk mengakses informasi dengan membaca soal dengan
menandai bagian-bagian yang diketahui untuk suara keras dan hanya satu kali. Kemudian
menjawab bagian yang ditanyakan. Subjek mengidentifikasi apa yang diketahui dan ditanyakan
memeriksa kembali penyelesaian masalah dengan secara lisan. Lalu menuliskan apa yang diketahui
menjelaskan kembali jawabannya secara lisan dan ditanyakan dengan membuat sketsa gambar
dengan menunjuk sketsa gambar dan membuat serta membuat garis-garis. Subjek quitter menyusun
garis-garis (mencoret-coret/mengarsir) pada sketsa rencana penyelesaian masalah dengan menyebutkan
gambar tersebut serta menuliskannya. Subjek akan membuat sketsa gambar dan mencari dengan
merasa yakin jawabannya sudah benar dengan menghitung. Subjek quitter menyebutkan
alasan sudah mengerjakan dengan teliti. memperoleh rencana dari diri sendiri dan hanya
2. Subjek camper memahami masalah yaitu memiliki satu rencana penyelesaian masalah. Subjek
mengakses informasi dengan membaca soal bersuara quitter melaksanakan rencana penyelesaian masalah
keras hanya satu kali. Kemudian mengidentifikasi yang berbeda sedikit dengan rencana yang

Ade Irfan1), Dwi Juniati2), Agung Lukito3)* : Profil Pemecahan Masalah Pecahan Siswa ............................... 7
APOTEMA : Jurnal Program Studi Pendidikan Matematika, Volume 4, No. 2. Juli 2018
ISSN: 2407-8840 (print)
ISSN: 2580-9253 (online)

dikemukakan sebelumnya. Subjek quitter membuat Subjek quitter memeriksa kembali penyelesaian
sketsa gambar dan membuat garis untuk menandai masalah dengan menjelaskan kembali jawabannya
bagian-bagian ditanyakan serta tidak menggunakan secara lisan dengan menunjuk sketsa gambar.
alat bantu ketika menggambar. Menjelaskan secara Merasa yakin jawabannya sudah benar dengan
lisan untuk menjawab pertanyaan yang diajukan. alasan sudah mencarinya.

SARAN perhatian pada siswa dengan AQ rendah dan


tidak mengabaikan siswa dengan AQ tinggi.
1. Dari hasil penelitian diketahui bahwa, secara
umum ada perbedaan kualitas antara profil
pemecahan masalah pecahan siswa climber, 2. Berdasarkan temuan penleitian ini yang
camper dan quitter. Dapat dikatakan bahwa dijelaskan dalam BAB V bagian kelemahan
siswa climber lebih berkualitas pemecahan penelitian, diharapkan ada kajian mendalam
masalahnya daripada siswa camper dan tentang cara siswa dalam menyusun rencana
siswa quitter, hal ini terlihat pada setiap penyelesaian masalah pecahan secara
langkah pemecahan masalah yang dilakukan lengkap serta ada peneliti lanjutan yang
oleh siswa climber. Oleh karena itu, peneliti mengkaji juga tentang pemecahan masalah
menyarankan agar para pendidik dan siswa pecahan dengan tinjauan perbedaan
hendaknya menyadari bahwa setiap siswa kemampuan matematika siswa dan
mempunyai potensi AQ yang setiap saat perbedaan jenis kelamin. Sehingga dapat
harus ditingkatkan dan jika memungkinkan memperkaya teori tentang pemecahan
seorang pendidik lebih memberikan masalah pecahan siswa.

Krulik, Stephen, Rudnick, Jesse & Milou, Eric. 2003.


DAFTAR PUSTAKA Teaching Mathematics in Middle School.
Boston: Pearson Education. Inc.
Bell, Frederick H. 1981. Teaching and Learning Murni, Atma. 1998. Penelusuran Kemampuan Guru
Mathematics (in Secondary School). Kelas VI SD Dalam Menyelesaikan Soal
Dubuque, Iowa: Wm. C. Brown Company Cerita Yang Memuat Perbandinga. Tesis.
Publisher. Surabaya: PPs Univeritas Negeri Surabaya.
BSNP. 2006. Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Pehkonen, Erkki. 1997. The State of Art in
Dasar dan Menengah. Jakarta. Mathematical Creativity. The International
Carson, Jarmin. 2007. A Probem With Problem Journal on Mathematics Education. Vol. 29,
Solving: Teaching Thinking Without Teaching No. 3, pp.63-67.
Knowledge. The Mathematics Educator Vol. Pehkonen, Erkki. 2011. Problem Solving in
17 No. 2,7-14. Mathematics Education in Finland. Finland:
Depdiknas. 2006. Peraturan Menteri Pendidikan University of Helsinki.
Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang Polya, G. 1949. Solving Mathematical Problems in
Standar Isi Untuk Satuan Pendidikan Dasar High School. Dalam Mugno, George.
dan Menengah. Jakarta: Depdiknas. Bringing Problem in Solving Into The Class
Hudojo, H. 1979. Pengembangan kurikulum Room.
matematika dan pelaksanaanya di depan Polya, G. 1973. How to solve It. New Jersey:
kelas. Surabaya: Usaha Nasional. Princeton University Press.
Hudojo, H. 2001. Pengembangan Kurikulum dan Polya, G. 1980. On Solving Mathematical Problems
Pembelajaran Matematika. Malang: Jurusan in High School. Dalam laterell, Carmen M.
Pendidikan Matematika FMIPA Universitas What Is Problem Solving Ability.
Negeri Malang. Raharjo, Mursidi. 2009. Pembelajaran Soal Cerita
Ismarlinda. 2005. Hubungan Antara Daya Juang, Di SD. Yogyakarta: PPPPTK Matematika.
Kemampuan Awal, dan Interaksi Sosial Raharjo, Mursidi. 2011. Pembelajaran Soal Cerita
dengan Hasil Belajar Matematika Siswa SMU Operasi Hitung Campuran Di Sekolah Dasar.
Negeri Jakarta Timur. Jurnal Penelitian dan Yogyakarta: PPPPTK Matematika.
Evaluasi Pendidikan Presisi. Vol. IV No. 2 Rifa’at, Muhammad, Dkk. 1996. Pembelajaran
Juli 2005. Pengertian Pecahan Bersama Siswa Kelas
Kennedy, Leonard. 1994. Guiding Children’s Satu SMP IKIP Malang. Jurnal Forum
Learning of Mathematics. California: Penelitian Kependidikan. Malang: IKIP
Wadsworth Publishing Company. Malang.

Ade Irfan1), Dwi Juniati2), Agung Lukito3)* : Profil Pemecahan Masalah Pecahan Siswa ............................... 8
APOTEMA : Jurnal Program Studi Pendidikan Matematika, Volume 4, No. 2. Juli 2018
ISSN: 2407-8840 (print)
ISSN: 2580-9253 (online)

Royani, Muhammad. 2008. Pendekatan Realistik Berdasarkan Adversity Quotient. Tesis.


Dalam Soal Cerita Pada Buku Matematika Surabaya. PPs Univeritas Negeri Surabaya.
Sekolah Dasar. Jurnal Ilmiah Kependidikan Sukayasa. 2011. Karakteristik Penalaran Siswa SMP
dan Kemasyarakatan Vol 3. No. 1. dalam memecahkan Masalah Geomentri
Siswono, Tatag. Y. E. 2008. Model Pembelajaran Ditinjau dari Perbedaan Gender dan Tingkat
Matematika Berbasis Pengajuan dan Kemampuan Matematika. Disertasi. PPs
Pemecahan Masalah Untuk Meningkatkan Univeritas Negeri Surabaya.
Kemampuan Berpikir Kreatif. Surabaya: Stoltz, P. G. 2000. Adversity Quotient: Mengubah
Unesa University Press. Hambatan Menjadi Peluang. Terjemahan
Siswono, Tatag. Y. E. 2010. Penelitian Pendidikan oleh: T. Hermaya, Jakarta: Gramedia
Matematika. Surabaya: Unesa University Widiasarana Indonesia (GRASINDO).
Press. Usodo, Budi. 2001. Diagnostik Kesulitan Belajar
Shadiq, Fadjar. 2004. Penalaran, Pemecahan Topik Pecahan dan Alternatif Pemecahannya.
Masalah dan Komunikasi Dalam Tesis. Surabaya. PPs Univeritas Negeri
Pembelajaran Matematika. Yogyakarta : Surabaya.
Depdiknas Ditjen Pendidikan Dasar dan Waidi. 2006. Mengapa Banyak Mahasiswa UT yang
Menengah PPPG Matematika. Drop Out. suaramerdeka.com
Sudarman. 2008. Proses Berpikir Siswa SMP Woolfolk, A. 2005. Educational Psychology (Ninth
Berdasarkan Adversity Quotient (AQ) dalam Edition). Boston: Pearson and Allyn & Bacon.
menyelesaikan masalah matematika. Yuliani, Anik. 1999. Pola Kesalahan Pada Operasi
Disertasi. Surabaya: PPs Univeritas Negeri Pembagian Bilangan Pecahan: Studi Kasus
Surabaya. Pada 4 Siswa Kelas VII B SMP N Depok
Sudarman. 2009. Proses Berpikir Siswa Climber Sleman Tahun Pelajaran 2008/2009. Bandung.
Dalam Menyelesaikan masalah Matematika. Jurnal STKIP Siliwangi Bandung
Jurnal Didaktika. Vol. 10 No.1
Sudarman. 2010. Proses Berpikir Siswa SMP Biografi Penulis
Berdasarkan Adversity Quotient (AQ) Dalam
Menyelesaikan masalah Matematika. Ade Irfan
Disertasi. Surabaya: PPs-Univeritas Negeri Penulis adalah dosen Program Studi Pendidikan
Surabaya. Matematika FKIP Universitas Abulyatama.
Soedjadi, R. 2000. Kiat Pendidikan Matematika di Pendidikan terakhir penulis adalah Program Magister
Indonesia: Konstanti Keadaan Masa Kini (S2) Pendidikan Matematika Universitas Negeri
Menuju Harapan Masa Depan. Jakarta: Surabaya, lulus tahun 2013.
Direktorat Jendera Pendidikan Tinggi,
Departemen Pendidikan Nasional.
Sujono. 1988. Pengajaran Matematika untuk Sekolah
Menengah. Jakarta: Dirjen Dikti.
Sugiatno. 2010. Model Sajian Verbal-Model-Abtrak
dan Model-Verbal-Abstrak Untuk Materi
Penjumlahan Dan Pengurangan Pecahan di
Sekolah Menengah Pertama. Pontianak. Jurnal
Cakrawala Kependidikan Vo. 8. No.2 Tahun
2010: FKIP-PMIPA, Universitas
Tanjungpura.
Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Pendidikan
pendekatan kuantitatif, kualitatif dan R&D.
Bandung: Alfabeta.
Suharna, Hery. 2012. Profil Berpikir Reflektif
(Reflective Thinking) Siswa SD Dalam
Pemecahan Masalah Pecahan Berdasarkan
Kemampuan Matematika Tesis. Surabaya. PPs
Univeritas Negeri Surabaya.
Suhartono. 2012. Proses Berpikir Kreatif Siswa SMP
Dalam Memecahkan Masalah Matematika

Ade Irfan1), Dwi Juniati2), Agung Lukito3)* : Profil Pemecahan Masalah Pecahan Siswa ............................... 9

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai