Anda di halaman 1dari 19

BUKU JAWABAN UJIAN (BJU)

UAS TAKE HOME EXAM (THE)


SEMESTER 2022/23.1 (2022.2)

Nama Mahasiswa : Yuni Kartika

Nomor Induk Mahasiswa/NIM : 856444105

Tanggal Lahir : 15 November 2000

Kode/Nama Mata Kuliah : PDGK4405 / Pembelajaran IPS di SD

Kode/Nama Program Studi : 118 / PGSD – S1

Kode/Nama UPBJJ : 16 / PEKANBARU

Hari/Tanggal UAS THE : Jumat / 23 Desmber 2022

Tanda Tangan Peserta Ujian

Petunjuk

1. Anda wajib mengisi secara lengkap dan benar identitas pada cover BJU pada halaman ini.
2. Anda wajib mengisi dan menandatangani surat pernyataan kejujuran akademik.
3. Jawaban bisa dikerjakan dengan diketik atau tulis tangan.
4. Jawaban diunggah disertai dengan cover BJU dan surat pernyataan kejujuran akademik.

KEMENTERIAN PENDIDIKAN, KEBUDAYAAN


RISET, DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS TERBUKA
BUKU JAWABAN UJIAN
UNIVERSITAS TERBUKA

Surat Pernyataan
Mahasiswa
Kejujuran
Akademik

Yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama Mahasiswa : Yuni Kartika


NIM : 856444105
Kode/Nama Mata Kuliah : PDGK4405 / Pembelajaran IPS di SD
Fakultas : Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan
Program Studi : PGSD – S1
UPBJJ-UT : PEKANBARU

1. Saya tidak menerima naskah UAS THE dari siapapun selain mengunduh dari aplikasi THE
pada laman https://the.ut.ac.id.
2. Saya tidak memberikan naskah UAS THE kepada siapapun.
3. Saya tidak menerima dan atau memberikan bantuan dalam bentuk apapun dalam
pengerjaan soal ujian UAS THE.
4. Saya tidak melakukan plagiasi atas pekerjaan orang lain (menyalin dan mengakuinya sebagai
pekerjaan saya).
5. Saya memahami bahwa segala tindakan kecurangan akan mendapatkan hukuman sesuai
dengan aturan akademik yang berlaku di Universitas Terbuka.
6. Saya bersedia menjunjung tinggi ketertiban, kedisiplinan, dan integritas akademik dengan
tidak melakukan kecurangan, joki, menyebarluaskan soal dan jawaban UAS THE melalui
media apapun, serta tindakan tidak terpuji lainnya yang bertentangan dengan peraturan
akademik Universitas Terbuka.

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya. Apabila di kemudian hari terdapat
pelanggaran atas pernyataan di atas, saya bersedia bertanggung jawab dan menanggung sanksi
akademik yang ditetapkan oleh Universitas Terbuka.
Kepau Baru, 23 Desember 2022
Yang Membuat Pernyataan

Yuni Kartika
1. Jawab

Pilar historis-epistemologis, social studies yang pertama, berupa suatu definisi tentang
“social studies” telah dipancangkan oleh Edgar Bruce Wesley pada tahun 1937 (Barr, Barth,
dan Shermis,1977:1-2), yaitu The Social Studies are the social sciences simplified
pedagogical purposes. Maksudnya, bahwa studi sosial adalah ilmu-ilmu sosial yang
disederhanakan untuk tujuan pendidikan. Pengertian ini, kemudian dibakukan dalam The
United States of Education's Standard Terminology for Curriculum and Instruction (dalam
Barr dan kawan-kawan,1977:2) sebagai berikut: The social studies comprised of those
aspects of history, economics, politicial science, sociology, anthropology, psychology,
geography, and phiplosophywhich in practice are selected for purposes in schools and
colleges. Maksudnya, bahwa social studies berisikan aspek-aspek ilmu sejarah,
ilmuekonomi, ilmu politik, sosiologi, antropologi, psikologi, ilmu geografi, dan filsafat,
yang dipilih untuk tujuan pembelajaran sekolah dan di perguruan tinggi.

Bila dianalisis dengan cermat, di dalam pengertian awal studi sosialtersebut di atas
menyiratkan hal-hal sebagai berikut. Pertama, studi sosial merupakan disiplin dari ilmu-ilmu
sosial. Kedua, disiplin ini dikembangkan untuk memenuhi tujuan pendidikan/pembelajaran,
baik pada tingkat persekolahan maupun tingkat pendidikan tinggi. Ketiga, oleh
karenanya,aspek-aspek dari masing-masing disiplin ilmu sosial itu perlu diseleksi sesuai
dengan tujuan tersebut.

Walaupun telah ada definisi awal sebagai pilar pertama, di dalam perkembangan selanjutnya
ternyata bidang studi sosial ini didera oleh berbagai ketidakmenentuan, yang oleh pionir
studi sosial Edgar Bruce Wesley (Barr dan kawan-kawan, 1978: iv) berdasarkan
pengamatannya selama 40-an tahun dikemukakan bahwa bidang ilmu studi sosial telah lama
mengalami ketidaksepahaman dalam pendefinisian serta kebingungan dalam falsafahnya.
Keadaan itu dinilai telah menimbulkan ketidakmenentuan, ketidakberkeputusan,
ketidakbersatuan, dan ketidakmajuan. Keadaan tersebut dirasakan terutama pada masa tahun
1940-1970-an.

Jika dilihat dari definisi dan tujuannya, studi sosial menurut laporan tersebut menyiratkan
dan menyuratkan hal-hal sebagai berikut. Pertama,“social studies” merupakan mata
pelajaran dasar di seluruh jenjang pendidikan persekolahan; kedua, tujuan utama mata
pelajaran ini ialahmengembangkan siswa untuk menjadi warga negara yang memiliki
pengetahuan, nilai, sikap, dan keterampilan yang memadai untuk berperan serta dalam
kehidupan demokrasi; Ketiga, contents pelajarannya digali dan diseleksi dari sejarah dari
ilmu-ilmu sosial, serta dalam banyak hal dari humaniora dan sains; dan keempat,
pembelajarannya menggunakan cara-carayang mencerminkan kesadaran pribadi
kemasyarakatan, pengalaman budaya, dan perkembangan pribadi siswa. Kesemua itu,
mencerminkan visi, misi, dan strategi yang senapas dengan apa yang telah diajukan oleh
Barr, dan kawankawan (1978). Hal tersebut sekaligus mencerminkan bahwa pada dasawarsa
1980-an telah terjadi kristalisasi lebih pemikiran studi sosial yang lebih solid dan telah
mencairnya masalah ketidakmenentuan, ketidakberkeputusan, ketidakbersatuan, dan
ketidakmajuan yang menandai perkembangan studi sosial pada 4-5 dasawarsa sebelumnya.

Di dalam laporan NCSS yang kedua, “Charting A Course” nampak jelas upaya untuk
mempertegas visi, misi dan strategi studi sosial dalam laporan NCSS yang pertama ruang
lingkup dan urutan. Menurut laporan tersebut, untuk abad ke-21, kurikulum studi sosial
seyogianya memiliki ciri-ciri menitikberatkan pada peran warga negara pada masyarakat
yang demokrasi; memberikan pengetahuan yang kumulatif dan konsisten mulai dari TK
sampai dengan kelas 12; menuntut sejarah dan geografi menyiapkan kerangka
pengembangan bagi studi sosial; memusatkan kurikulum bukan hanya pada “major
civilization and societies”; mengembangkan jaringan keterkaitan ilmu sosial dengan
humaniora dan ilmu pengetahuan alam; menempatkan contents untuk tidak diperlakukan
sebagai hal yang harus diterima dan diingat; menuntut penerapan proses pembelajaran
interaktif, seperti menulis, melakukan pengamatan, debat, simulasi atau bermain peran,
bekerja dengan data statistik, menggunakan kemampuan berpikir kritis; memanfaatkan
(media dan sumber belajar; pemberian dukungan dari seluruh jajaran pengelola pendidikan
dan menempatkan essential knowledge dalam pembelajaran di setiap jenjang pendidikan
persekolahan.

Jika dilihat dari karakteristik dan tujuannya, pendidikan studi sosial yangdipikirkan untuk
abad ke-21 masih tetap menempatkan pendidikan kewarganegaraan, yakni pengembangan
warga negara yang bertanggung jawab dan berpartisipasi secara aktif sebagai salah satu
esensinya selain esensi pengembangan kemampuan sosial yang berkenaan dengan visi
tentang pengalaman hidupnya, pemahaman kritis terhadap ilmu-ilmu sosial, pemahaman
tentang manusia dalam konteks persatuan di dalam perbedaan, dan analisis kritis terhadap
keadaan kehidupan manusia. Hal ini mengandung arti lebih memantapkan pemikiran yang
telah mengkristal sebelumnya, sebagaimana telah dikemukakan dalam dokumen NCSS
mengenai Scope and Sequence for the Social Studies (NCSS:1983).

Pada tahun 1992, the Board of Directors of the National Council for the Social Studies
mengadopsi visi terbaru mengenai social studies, yang kemudian diterbitkan dalam
dokumen resmi NCSS pada tahun 1994 dengan judul Expectations of Excellence:
Curriculum Standards for Social Studies.Dokumen ini nampaknya yang sedang mewarnai
pemikiran dan praksis studi sosial di Amerika Serikat sampai dengan saat ini. Di dalam
dokumen tersebut, secara esensial mengandung visi, misi, dan strategi pendidikan studi
sosial, yang mengokohkan kristalisasi pemikiran yang lebih solid dan kohesif dari para
pakar dan praktisi yang tergabung dalam NCSS, yang secara sosial akademik sangat
berpengaruh di Amerika Serikat, yang juga biasanya memberi dampak yang signifikan
terhadap pemikiran dan praksis dalambidang itu di negara lain. Hal tersebut mengisyaratkan
bahwa dalam duadasawarsa terakhir, 1980 dan 1990-an, pemikiran mengenai studi sosial
yangsebelumnya dilanda penyakit ketidakmenentuan, ketidakberkeputusan,
ketidakbersatuan, dan ketidakmajuan, seperti telah dibahas pada awal bab ini, paling tidak
secara konseptual telah dapat diatasi. Hal ini, penulis pikir, merupakan suatu kemajuan besar
dalam epistemologi disiplin pendidikan studi sosial. Dengan demikian pula, dapat
diperkirakan bahwa pemikiran tersebut akan banyak mewarnai pemikiran dan praksis
pendidikan studi sosialdi Amerika Serikat dan negara lainnya pada dasawarsa awal abad ke-
21.

2. Jawab

Kehidupan bukanlah sesuatu yang diam atau statis, tetapi sesuatu yang terus-menerus
tumbuh dan berkembang. Sebagai contoh, manusia dalam kehidupannya mengalami fase-
fase tertentu, yaitu fase di dalam kandungan, lahir, bayi dan anak-anak, remaja, dewasa, dan
orang tua. Fase-fase kehidupan tersebut menunjukkan adanya kesinambungan dalam
kehidupan manusia.

Kesinambungan itu terjadi karena manusia dalam kehidupannya diikat oleh waktu dan
ruang. Ada masa lalu, masa sekarang, dan masa yang akan datang, ketiga-tiganya
menunjukkan adanya kesinambungan. Masa lalu akan menentukan masa sekarang, dan masa
sekarang akan menentukan masa depan. Waktu dalam pengertian ini dapat diartikan jam,
hari, minggu, bulan, tahun, dan bentuk waktu yang lainnya. Ruang adalah tempat di mana
manusia itu tinggal, misalkan di desa, kota, kampung, dusun, dan lain-lain. Dengan uraian
contoh tersebut, dapatlah dinyatakan bahwa ciri penting dari sejarah adalah adanya konsep
waktu dan ruang. Jadi, sejarah pada dasarnya bukan hanya bicara masa lalu, sejarah pada
dasarnya berbicara kehidupan manusia dalam konteks waktu dan ruang.

Tugas pokok ilmu sejarah berkaitan dengan waktu adalah ilmu sejarah bertugas membuka
ke masa lampau/waktu yang lalu umat manusia, memaparkan hidup manusia dalam berbagai
aspek kehidupannya dan mengikuti perkembangannya dari masa yang paling tua hingga
dewasa ini. Konsep waktu penting bagi sejarah karena tanpa diketahui dimensi waktu
lampau, kini dan masa depan maka sejarah akan mengalami kekacauan karena tidak
berpangkal dan berujung.

Para sejarawan sepakat bahwa ilmu sejarah bertugas membuka peristiwa masa lampau atau
waktu yang lalu umat manusia, memaparkan kehidupan manusia dalam berbagai aspek
kehidupannya dan mengikuti perkembangannya dari masa yang paling tua hingga masa kini.
Tugas sejarah membuka masa lampau umat manusia mengandung pengertian bahwa, sejarah
meneliti dan mengkaji peristiwa-peristiwa di dalam masyarakat yang terjadi di masa lampau.
Peristiwa pada masyarakat manusia dan masa lampau atau waktu yang lalu adalah sesuatu
yang penting dalam definisi sejarah. Peristiwa yang tidak memiliki hubungan dengan
kehidupan masyarakat manusia pada masa lampau bukanlah suatu peristiwa sejarah.
Demikian pula dengan adanya peristiwa yang terjadi di masa sekarang belum menjadi
sejarah. Dengan demikian konsep waktu menjadi sangat penting.

Ruang dan waktu adalah objek utama dari sejarah, sehingga manusia, ruang dan waktu tidak
dapat dipisahkan.

Konsep Ruang:

1) Tidak ada peristiwa yang terjadi tanpa media ruang

2) Segala tindakan dan perilaku manusia terjadi di tempat/lokasi tertentu

3) Adanya ruang memungkinkan orang membuat kategori peristiwa sejarah


berdasarkan tempatnya

4) Adanya ruang membuat pemahaman kita tentang peristiwa sejarah menjadi nyata.

Konsep Waktu:
1) Perjalanan manusia tidak lepas dari waktu
2) Masa lampau bukanlah suatu masa yang final
3) Konsep kesinambungan, yaitu masa lalu sangat menentukan apa yang terjadi pada masa
sekarang dan masa akan datang

3. Jawab

Dalam pembelajaran konvensional, kegiatan pembelajaran cenderung berpusat pada guru


dalam merancang dan menginplementasi program pembelajaran sehingga peran guru sangat
dominan dalam kegiatan pembelajaran. Model pembelajaran konvensional merupakan
model pembelajaran yang biasa di pergunakan oleh guru dalam mengajar. Guru dianggap
sebagai sentral pendidikan, sedangkan siswa hanya pasif tanpa berperan aktif mencari
informasi. Dengan model pembelajaran konvensional ini siswa lebih banyak menjelaskan
penjelasan oleh guru di depan kelas atau pekerjaan pekerjaan rumah yang diberikan oleh
guru terhadap siswa. Guru akan lebih banyak memberikan informasi-informasi, sedangkan
siswa pendengar akan merekam dan menyimak penjelasan dari guru.

Menurut kholik,(2011:17) Pembelajaran konvensional memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

1) Siswa dalah penerima informasi secara pasif, dimana siswa menerima pengetahuan
dari guru.
2) Belajar secara individual.
3) Pembelajaran sangat abstrak dan teoritis.
4) Perilaku dibangun atas kebiasaan.
5) Kebenaran bersifat absolut dan pengetahuan bersifat final.

Menurut Syahrull (2013:107), langkah-langkah model pembelajaran konvensional adalah


sebagai beriku:

1) Menyajikan tujuan. Guru menyampaikan semua tujuan pelajaran yang ingin dicapai
pada pelajaran tersebut.
2) Menyajikan informasi. Guru menyajikan informasi kepada siswa secara tahap demi
tahap dengan metode ceramah.
3) Mengecek pemahaman dan memberikan umpan balik. Guru mengecek keberhasilan
siswa dan memberikan umpan balik.
4) Memberikan kesempatan latihan lanjutan. Guru memberikan tugas tambahan untuk
dikerjakan dirumah.
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN
(RPP)

Sekolah : SD N 5 Kepau Baru


Mata Pelajaran : Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS)
Kelas/Semester : V/ I
Hari/tanggal : Jumat, 29 Juli 202
Alokasi Waktu : 3 jam pelajaran @35 menit (105 menit)

I. Standar Kompetensi
1. Menghargai berbagai peninggalan dan sejarah yang berskala nasional pada masa Hindu-
Budha dan Islam di Indonesia
II. Kompetensi Dasar
1.1 Mengenal makna peninggalan-peninggalan sejarah yang berskala nasional dan masa Hindu-
Budha dan Islam di Indonesia
III. Indikator
 Menjelaskan masa kejayaan kerajaan-kerajaan Hindu di nusantara
 Menjelaskan peninggalan kerajaan Hindu di nusantara

IV. Tujuan Pembelajaran
 Siswa dapat menjelaskan masa kejayaan kerajaan-kerajaan Hindu di nusantara
 Siswa dapat mengelompokkan peninggalan sejarah kerajaan-kerajaan Hindu
 Karakter siswa yang diharapkan: keberanian, kerjasama, dan tanggung jawab

V. Materi Pokok
 Kerajaan-kerajaan Hindu di nusantara
 Peninggalan sejarah berskala nasional pada masa Hindu di Indonesia

VI. Model Pembelajaran


Model : active learning tipe card-sort
Metode : ceramah, diskusi, presentasi, penugasan

VII. Langkah-Langkah Pembelajaran

Kegiatan Deskripsi Alokasi Waktu


Kegiatan Awal  Guru mengkondisikan siswa agar 15 Menit
siap mengikuti kegiatan
pembelajaran
 Guru membuka pelajaran dengan
mengucapkan salam dan mengajak
siswa berdoa menurut agama dan
keyakinan masing-masing.
 Guru melakukan presensi dengan
menanyakan siapa siswa yang tidak
hadir pada hari tersebut.
 Guru memotivasi siswa agar
semangat dalam mengikuti kegiatan
pembelajaran
 Guru melakukan apersepsi dengan
menanyakan “Siapa yang pernah
berkunjung ke candi?”
 Siswa mendengarkan penjelasan
dari gurutentang kegiatan yang
akan dilakukan hari ini dan tujuan
yang akan dicapai dari kegiatan
tersebut
dengan bahasa yang sederhana dan
mudah dipahami.
Kegiatan Inti  Siswa menyimak buku teks IPS 70 Menit
Bab 1 Sub-bab A: kerajaan Hindu
dan peninggalannya di Indonesia
 Guru dan siswa melakukan tanya
jawab terkait materi yang sudah
dibaca siswa
 Guru bersama siswa bertanyajawab
tentang hal-hal yang belum
diketahui siswa
 Praktikan bersama siswa
meluruskan kesalahan pemahaman,
memberikan penguatan dan
kesimpulan
Kegiatan  Siswa bersama guru menyimpulkan 20 Menit
Penutup apa yang sudah dipelajari
 Siswa mengerjakan soal evaluasi
yang diberikan oleh guru
 Setelah evaluasi selesai, praktikan
memberikan tugas (PR) sebagai
program tindak lanjut
 Salah satu siswa memimpin doa
penutup
 Guru menutup pelajaran dengan
mengucapkan salam

VIII. Media/Alat dan Sumber Belajar


1. Sumber Belajar
Tim Bina Karya Guru. 2012. IPS Terpadu untuk SD/MI Kelas V. Jakarta Erlangga
Yuliati, Reny dan Munajat, Ade. 2008. Buku Sekolah Elektronik (BSE) Ilmu Pengetahuan
Sekolah: untuk SD dan MI Kelas V. Jakarta: Pusbuk Depdiknas

IX. Penilaian dan Program Tindak Lanjut


1. Penilaian Prosedur Penilaian
a. Penilaian Kognitif
 Jenis : tugas kelompok, tes formatif (evaluasi)
 Bentuk : presentasi, isian, uraian
b. Penilaian Afektif
 Bentuk : Lembar Pengamatan Sikap
2. Instrumen Penilaian : Terlampir
3. Tindak Lanjut
 Bentuk : tugas individu (PR)
 Jenis : uraian

4. Jawab

1.  Model Pembelajaran IPS dengan Pendekatan Saintifik

Pembelajaran dengan pendekatan saintifik adalah pembelajaran yang terdiri atas


kegiatan:

 mengamati (untuk mengidentifikasi masalah yang ingin diketahui),


 merumuskan pertanyaan (dan merumuskan hipotesis),
 mengumpulkan  data/informasi dengan berbagai teknik,
 mengolah/menganalisis data/informasi dan menarik kesimpulan, dan 
 mengkomunikasikan hasil yang terdiri dari kesimpulan dan
mengkomunikasikan hasil yang terdiri dari kesimpulan dan mungkin juga
temuan lain yang di luar rumusan masalah untuk memperoleh pengetahuan,
keterampilan dan sikap. 

Langkah-langkah tersebut dapat dilanjutkan dengan kegiatan mencipta. Berikut


langkah-langkah dalam kegiatan  pembelajaran saintifik :

Langkah Pembelajaran Kegiatan Pembelajaran Kompetensi


yang
Dikembangkan
Langkah-1 Mengamati Membaca, mendengar, Melatih
menyimak, melihat (tanpa atau kesungguhan,
dengan alat). ketelitian,
mencari
informasi.
Langkah-2 Bertanya Mengajukan pertanyaan Mengembangka
tentang informasi yang tidak n kreativitas,
dipahami dari apa yang rasa ingin tahu,
diamati atau pertanyaan untuk kemampuan
mendapatkan informasi merumuskan
tambahan tentang apa yang pertanyaan
diamati (dimulai dari untuk
pertanyaan faktual sampai ke membentuk
pertanyaan yang bersifat pikiran kritis
hipotetis). yang perlu
untuk hidup
cerdas dan
belajar
sepanjang
hayat.
Langkah-3 Mengumpulkan 1. Melakukan Mengembangka
Informasi/ menalar eksperimen. n sikap teliti,
2. Membaca sumber lain jujur, sopan,
selain buku teks. menghargai
3. Mengamati pendapat orang
obyek/kejadian/aktivita lain,
s. kemampuan
4. wawancara dengan berkomunikasi,
nara sumber. menerapkan
kemampuan
mengumpulkan
informasi
melalui
berbagai cara
yang dipelajari,
mengembangka
n kebablasan
belajar dan
belajar
sepanjang
hayat.
Langkah-4 Mengolah informasi yang Mengembangka
Mengasosiasikan/mengolah sudah dikumpulkan baik n sikap jujur,
informasi/eksperimen/mencob terbatas dari hasil kegiatan teliti, disiplin,
a mengumpulkan/eksperimen taat aturan,
maupun hasil dari kegiatan kerja keras,
mengamati dan kegiatan kemampuan
mengumpulkan informasi. menerapkan
Pengolahan informasi yang prosedur dan
dikumpulkan dari yang kemampuan
bersifat menambah keluasan berpikir induktif
dan kedalaman sampai kepada serta deduktif
pengolahan informasi yang dalam
bersifat mencari solusi dari menyimpulkan.
berbagai sumber yang
memiliki pendapat yang
berbeda sampai kepada yang
bertentangan.
Langkah-5 Menyampaikan hasil Mengembangka
Mengomunikasikan/Membent pengamatan, kesimpulan n sikap jujur,
uk jejaring (networking) berdasarkan hasil analisis teliti, toleransi,
secara lisan, tertulis, atau kemampuan
media lainnya. berpikir
sistematis,
mengungkapkan
pendapat
dengan singkat
dan jelas dan
mengembangka
n berbahasa
yang baik dan
benar.

Kegiatan pembelajaran dalam metode pendekatan saintifik meliputi tiga kegiatan,


yaitu :
a. Kegiatan pendahuluan, meliputi :

1. Peserta didik dan Guru mengucapkan salam.


2. Guru mengingatkan kembali tentang konsep-konsep yang telah di pelajari
oleh peserta didik yang berkaitan  dengan materi yang akan di pelajari.
3. Peserta didik menerima informasi tentang topik dan tujuam pembelajaran
yang di sampaikan Guru.

 b. Kegiatan inti, meliputi :

1. Mengamati
2. Menanya
3. Mengumpulkan informasi/menalar
4. Mengasosiasikan/mengolah informasi/eksperimen/mencoba
5. Mengkomunikasikan/membentuk jejaring (networking).

 c. Kegiatan penutup. Meliputi :

1. Peserta didik diminta untuk meningkatkan pemahamannya mengenai materi


yang telah di pelajari dari buku- buku pelajaran atau sumber informasi lain
yang relevan.
2. Guru dapat memberikan beberapa situs di internet yang berkaitan dengan
konsep, prinsip, atau teori yang telah  di pelajari oleh peserta didik dan
kemudian meminta peserta didik untuk mengaksesnya.
3. Peserta didik menerima pesan-pesan moral dari guru.

2.  Model Pembelajaran Berbasis Masalah

Salah satu model model pembelajaran IPS yang paling umum digunakan adalah
model pembelajaran berbasis masalah (PBM). Pembelajaran Berbasis Masalah
(Problem-Based Learning) atau sering disebut PBM adalah pembelajaran yang
menggunakan masalah nyata dalam kehidupan sehari-hari (otentik).
Model pembelajaran IPS ini bersifat terbuka (open-ended) untuk diselesaikan oleh
peserta didik untuk mengembangkan keterampilan berfikir, keterampilan
menyelesaikan masalah, keterampilan sosial, keterampilan untuk belajar mandiri,
dan membangun atau memperoleh pengetahuan baru.

Langkah-langkah pembelajaran berbasis masalah (PBM) sebagai berikut :

Tabel Langkah-langkah Pembelajaran Berbasih Masalah

Tahap Deskripsi
Tahap 1 Orientasi Guru menyajikan masalah nyata kepada peserta didik.
terhadap masalah
Tahap 2 Organisasi Guru memfasilitasi peserta didik untuk memahami masalah nyata
belajar yang telah di sajikan, yaitu mengidentifikasi apa yang mereka
telah ketahui, apa yang perlu mereka ketahui, dan apa yang perlu
di lakukan untuk menyelesaikan masalah. Peserta didik berbagi
peran/tugas untuk menyelesaikan masalah tersebut.
Tahap 3 Penyelidikan Guru membimbing peserta didik melakukan pengumpulan
individual atau data/informasi (pengetahuan, konsep, teori) melalui berbagai
kelompok macam cara untuk menemukan berbagai alternatif penyelesaian
masalah.
Tahap 4 Guru membimbing peserta didik untuk menentukan penyelesaian
Pengembangan dan masalah yang paling tepat dari berbagai alternatif pemecahan
penyajian hasil masalah yang peserta didik temukan. Peserta didik menyusun
penyelesaian masalah laporan hasil penyelesaian masalah, misalnya dalam bentuk
gagasan, model, bagan, atau power point slides.
Tahap 5 Analisis dan Guru memfasilitasi peserta didik untuk melakukan refleksi atau
evaluasi proses evaluasi terhadap proses penyelesaian masalah yang dilakukan.
penyelesaian
Dalam penilaian terdapat tiga aspek, yaitu aspek pengetahuan (knowledge), sikap
(attitude), kecakapan (skill). Penilaian  aspek pengetahuan mencakup dari nilai ujian
akhir semester (UAS), ujian tengah semester (UTS), PR, kuis, dokumen,  dan
laporan-laporan.

Sedangkan penilaian sikap dapat dilihat dari penguasaan softskill, yaitu keaktifan
dan partisipasi  dalam diskusi, kemampuan bekerja sama dalam tim dan kehadiran
dalam pembelajaran. Penilaian kecakapan diukur dari  penguasaan lat batu
pembelajaran, baik software maupun kemampuan perancangan dan pengujian.

3.  Pembelajaran Berbasis Proyek

Model model pembelajaran IPS selanjutnya adalah model Pembelajaran Berbasis


Proyek (Project-Based Learning). Pembelajaran Berbasis Proyek adalah kegiatan
pembelajaran yang menggunakan  proyek/kegiatan sebagai proses pembelajaran
untuk mencapai kompetensi sikap, pengetahuan dan keterampilan.  Inti 
pembelajaran berbasis proyek terletak pada aktivitas-aktivitas peserta didik untuk
menghasilkan produk dengan  menerapkan keterampilan meneliti, menganalisis,
membuat, sampai dengan mempresentasikan produk pembelajaran  berdasarkan
pengalaman nyata.

Dan memperkenankan peserta didik untuk bekerja sendiri atau kelompok. Produk
yang  di hasilkan dalam bentuk desain, skema, karya tulis, karya seni, karya
teknologi/prakarya, dan lain-lain. Di bawah ini  adalah langkah-langkah
Pembelajaran Berbasis Proyek (PBP) :

Gambar Langkah-langkah Pembelajaran Berbasis Proyek


Hal-hal yang perlu di pertimbangkan dalam penilaian pembelajaran berbasis proyek
sebagai berikut :

 Kemampuan pengolahan. Kemampuan peserta didik dalam memilih


tema/topik yang relevan dengan bahasa dan materi pelajaran, mengelola
waktu (tugas, materi, proyek) sesuai perencanaan proyek, mencari serta
menemukan informasi/produk sesuai dengan jenis tugas proyek dan
penulisan laporan.
 Relevansi. Kesesuaian hasil tugas proyek dengan materi pelajaran yang di
berikan guru dengan mempertimbangkan pengetahuan, sikap, dan
keterampilan peserta didik dalam pembelajaran.
 Keaslian. Produk atau hasil karya tugas projek yang di kerjakan peserta didik
harus merupakan hasil karyanya sendiri baik secara individu maupun
kelompok.

4. Pembelajaran Discovery Learning-Inquiri

Sebagai model terakhir yang kami bahas dalam model model pembelajaran IPS kali
ini adalah Metode discovery learning, yang diartikan sebagai proses pembelajaran
yang terjadi bila pelajar tidak di sajikan dengan pelajaran dalam bentuk finalnya,
tetapi di harapkan siswa mampu mengorganisasikan sendiri. Sebagai strategi
pembelajaran discovery learning mempunyai prinsip yang sama dengan inquiri
maupun problem solving.

Discovery learning lebih menekankan pada konsep atau prinsip yang sebelumnya
tidak diketahui, sedangkan pada inkuiri dan problem solving masalah yang di
hadapkan pada siswa di rekayasa oleh guru.

Pembelajaran discovery learning menghendaki guru memberi kesempatan terhadap


peserta didik untuk menjadi problem solving, scientis ataupun historian. Bahan ajar
tidak disajikan dalam bentuk akhir, sehingga peserta didik dituntut untuk melakukan
kegiatan menghimpun informasi, membandingkan, mengatagorikan, menganalisis,
mengintegrasikan, mereorganisasikan bahan serta membuat kesimpulan-kesimpulan.

Langkah-langkah operasional pemebelajaran discovery learning sebagai


berikut :
a)      Persiapan

1. Menentukan tujuan pembelajaran.


2. Melakukan identifikasi karakteristik peserta didik (kemampuan awal, minat,
gaya belajar, dan sebagainya).
3. Memilih materi pelajaran.
4. Menentukan topik-topik yang harus di pelajari peserta didik secara induktif
(dari contoh-contoh generalisasi).
5. Mengembangkan bahan-bahan belajar yang berupa contoh-contoh, ilustrasi,
tugas dan sebagiannya untuk di pelajari peserta didik.
6. Mengatur topik-topik pelajaran dari yang sederhana ke kompleks, dari yang
konkret ke abstrak, atau dari tahapan aktif ikonik sampai ke simbolik.
7. Melakukan penilaian proses dan hasil belajar peserta didik.

b)      Pelaksanaan

1. Stimulisasi/pemberian rangsangan. Pertama-tama peserta didik di hadapkan


pada sesuatu yang menimbulkan masalah. Kemudian guru dapat memulai
kegiatan PBM dengan mengajukan pertanyaan, anjuran membaca buku, dan
aktivitas belajar lainnya yang mengarah pada persiapan pemecahan masalah.
2. Pernyataan/identifikasi masalah. Guru memberi kesempatan keapada peserta
didik untuk mengidentifikasi sebanyak mungkin masalah yang relevan
dengan bahan pelajaran, kemudian salah satunya dipilih dan dirumuskan
dalam bentuk jawaban sementara atas pertanyaan masalah.
3. Pengumpulan Data. Peserta didik mengumpulkan informasi sebanyak-
banyaknya yang relevan untuk membuktikan benar atau tidaknya jawaban
sementara atas pertanyaan/masalah. Peserta didik di berikan kesempatan
untuk mengumpulkan berbagai informasi yang relevan, membaca literatur,
mengamati objek, wawancara dengan narasumber, melakukan uji coba
sendiri dan sebagainya
4. Pengolahan  Data. Semua informasi hasil bacaan, wawancara, observasi, dsb.
Di olah, di klasifikasikan, dan di tabulasi bahkan bila perlu dihitung dengan
model tertentu serta di maknai.
5. Pembuktian. Pada tahap ini peserta didik melkaukan pemeriksaan secara
cermat untuk membuktikan benar atau tidaknya jawaban sementara atas
pertanyaan masalah penarikan kesimpulan/generalisasi.
6. Tahap generalisasi/menarik kesimpulan. Tahap generalisasi adalah proses
menarik sebuah kesimpulan yang dapat di jadikan prinsip umum dan berlaku
untuk semua kejadian atau masalah yang sama, dengan memperhatikan hasil
verifikasi.

c)  Penilaian

Penilaiannya dapat menggunakan metode tes dan non tes. Penilaian yang digunakan
berupa penilaian kognitif, sikap atau penilaian hasil kerja siswa. Jika penilaiannya
dalam bentuk kognitif maka dapat di nilai dengan menggunakan tes tertulis. Jika
penilaiannya menggunakan penilaian proses, sikap ataupun penilaian hasil kerja
maka pelaksanaan penilaiannya dengan pengamatan.

Anda mungkin juga menyukai