Anda di halaman 1dari 88

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PADANG

FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN


IKTERUS NEONATORUM DI RUANG RAWATAN
KEBIDANAN RSI. SITI RAHMAH PADANG
TAHUN 2017

Skripsi

Diajukan sebagai Persyaratan dalam Menyelesaikan Pendidikan DIV Kebidanan


Politeknik Kesehatan Kemenkes Padang

Oleh :

FATMAWATI
NIM. 164330656

PRODI DIV KEBIDANAN JURUSAN KEBIDANAN


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PADANG
TAHUN 2017

1
PERNYATAAN PERSETUJUAN
Skripsi

“Faktor Risiko yang Berhubungan dengan Ikterus Neonatorum


di Ruang Rawatan Kebidanan RSI. Siti Rahmah Padang
Tahun 2017”

Oleh :

Fatmawati
NIM. 164330656

Skripsi ini telah diperiksa dan disetujui oleh Pembimbing Skripsi Program Studi
DIV Kebidanan Padang Politeknik Kesehatan Kemenkes Padang
dan telah siap untuk dipertahankan dihadapan Tim Penguji
Skripsi Politeknik Kesehatan Kemenkes Padang

Padang, November 2017


Menyetujui

Pembimbing I Pembimbing II

( Elda Yusefni, S.ST, M. Keb ) ( Elsyie Yuniarti, SKM, MM )


NIP. 19690409 199502 2 001 NIP.19810628 200604 2 001

Ka. Program Studi DIV Kebidanan


Politeknik Kesehatan Kemenkes Padang

( Elda Yusefni, S.ST, M.Keb )


NIP. 19690409 199502 2 001
PERNYATAAN PENGESAHAN PENGUJI
Skripsi

“Faktor Risiko yang Berhubungan dengan Ikterus Neonatorum


di Ruang Rawatan Kebidanan RSI. Siti Rahmah Padang
Tahun 2017”

Oleh :

Fatmawati
NIM. 164330656

Skripsi ini telah diuji dan di pertahankan di depan penguji ujian skripsi
Penelitian Program Studi DIV Kebidanan Padang Politeknik
Kesehatan Kemenkes Padang dan telah Dinyatakan telah
memenuhi syarat untuk diterima

Padang, Mei 2017


Tim Penguji

Pembimbing I Pembimbing II

( Elda Yusefni, S.ST, M. Keb ) ( Elsyie Yuniarti, SKM, MM )

Anggota Penguji I, Anggota Penguji II, Anggota Penguji III

Widdefrita, S.SiT, M.KM Mardiani Bebasari, S.SiT, M.Keb Dewi Susanti, S.SiT, M.Keb
PROGRAM STUD DIV KEBIDANAN JURUSAN KEBIDANAN
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PADANG

Skripsi, November 2017


Fatmawati

Faktor Risiko yang Berhubungan dengan Ikterus Neonatorum di Ruang


Rawatan Kebidanan RSI. Siti Rahmah Padang Tahun 2017

vi + 56 Halaman + 10 Tabel + 3 Gambar + 9 Lampiran

ABSTRAK

Data RSI. Siti Rahmah Padang pada tahun 2016, dari 290 bayi yang
dirawat terdapat 95 orang (32,76%) yang mengalami ikterus neonatorum.
Penelitian ini bertujuan untuk melihat faktor risiko yang berhubungan dengan
ikterus neonatorum di Ruang Rawatan Kebidanan RSI. Siti Rahmah Padang tahun
2017.

Jenis penelitian ini adalah analitik dengan desain cross sectional yang
telah dilakukan di Ruang Rawatan Kebidanan RSI. Siti Rahmah Padang dari
bulan April sampai November 2017. Populasi semua neonatus yang ada di Ruang
Rawatan Kebidanan sebanyak 63 orang dengan teknik sampel adalah acidental
sampling. Pengumpulan data menggunakan daftar tilik, observasi, rekam medis
dan wawancara. Kemudian data dianalisis secara univariat dan bivariat dengan uji
statistik chi-square.

Hasil penelitian didapatkan 39,7% neonatus mengalami ikterus


neonatorum. Sebesar 36,5% ibu dengan usia kehamilan preterm. Sebesar 38,1%
berat badan lahir bayi yang tidak normal. Sebesar 36,5% ibu kurang baik dalam
memberikan ASI pada neonatus. Ada hubungan usia kehamilan ibu (p = 0,000),
berat badan lahir bayi (p = 0,000) dan frekuensi pemberian ASI (p = 0,000)
dengan kejadian ikterus neonatorum.

Hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa ada hubungan usia kehamilan


ibu, berat badan lahir bayi dan frekuensi pemberian ASI dengan kejadian ikterus
neonatorum, maka diharapkan kepada petugas kesehatan khususnya bidan yang
ada di Ruang Rawatan Kebidanan lebih meningkatkan mutu pelayanan terutama
dalam memberikan asuhan kebidanan pada neonatus yang mengalami ikterus
dengan menggunakan manajemen kebidanan secara lengkap (komprehensif).

Kata Kunci : Ikterus Neonatorum, Usia kEhamilan, Berat Badan Lahir


Bayi, Frekuensi Pemberian ASI
Daftar Pustaka : 32 (2009 – 2016)
POLITEKNIK HEALTH KEMENKES PADANG
D IV MIDWIFE PROGRAM STUDY MAJORING IN MIDWIFERY

Scription, November 2017


Fatmawati

Risk Factors Associated with Jaundice Neonatorum in RSI Midwifery Room.


Siti Rahmah Padang Year 2017

vi + 56 Pages + 10 Tables + 3 Images + 9 Attachments

ABSTRACT

RSI data. Siti Rahmah Padang in 2016, from 290 treated babies there were
95 people (32,76%) who had jaundice neonatorum. This study aims to look at risk
factors associated with neonatal jaundice in the RSI Midwifery Room. Siti
Rahmah Padang in 2017.

This type of research is analytical with cross sectional design that has been
done in RSI Midwifery Room. Siti Rahmah Padang in April - November 2017.
The population of all neonates in the Midwifery Room as many as 63 people with
the sample technique is the total sampling. Data collection using data collection
format. Then the data were analyzed univariat and bivariate with chi-square
statistic test.

The result showed 39,7% neonatus had jaundice of neonatorum. As many


as 36.5% of mothers with preterm pregnancy. 38.1% of infant birth weight is not
normal. 36.5% of mothers are not good at giving breast milk to neonates. There
was a relationship between maternal age (p = 0,000), infant birth weight (p =
0,000) and frequency of breast feeding (p = 0,000) with neonatorum jaundice.

The result of this research can be concluded that there is correlation


between maternal age, infant birth weight and frequency of breastfeeding with
neonatorum jaundice occurrence, hence expected to health officer specially
midwife in Midwifery Room to improve service quality especially in giving
midwifery care to neonates who experienced jaundice by using complete
(comprehensive) midwifery management.

Keywords : Jaundice Neonatorum, Age of Pregnancy, Birth Weight Baby,


Frequency of Breastfeeding
References : 32 (2009 - 2016)
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur peneliti ucapkan kehadirat Allah SWT, dimana dengan

berkat serta rahmat dan karunia-Nya, penulisan skripsi yang berjudul “Faktor

Risiko yang Berhubungan dengan Ikterus Neonatorum di Ruang Rawatan

Kebidanan RSI. Siti Rahmah Padang Tahun 2017”, ini dapat diselesaikan oleh

peneliti walaupun menemui kesulitan maupun rintangan.

Penyusunan dan penulisan skripsi ini merupakan suatu rangkaian dari

proses pendidikan secara menyeluruh di Program Studi DIV Kebidanan di

Politeknik Kesehatan Kemenkes Padang dan juga sebagai prasyarat dalam

menyelesaikan Pendidikan Diploma IV Kebidanan pada masa akhir pendidikan.

Pada kesempatan ini peneliti ingin menyampaikan rasa terima kasih yang

sebesar-besarnya atas segala bimbingan, pengarahan dari Ibu Elda Yusefni, S.ST,

M. Keb selaku Pembimbing I dan Kepala Program Studi DIV Kebidanan

Politeknik Kesehatan Kemenkes Padang serta Ibu Elsyie Yuniarti, SKM, MM

selaku pembimbing II yang telah mengarahkan, membimbing dan memberikan

masukan sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini dan berbagai pihak

yang peneliti terima, sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini. Ucapan

terima kasih ini penulis tujuan kepada :

1. Bapak Sunardi, M.Kes selaku Direktur Politeknik Kesehatan Kemenkes

Padang.

2. Ibu Hj. Erwani, SKM, M.Kes selaku Ketua Jurusan Kebidanan Politeknik

Kesehatan Kemenkes Padang.


3. Pimpinan dan beserta staf RSI. Siti Rahmah Padang yang telah memberikan

izin dalam pengambilan data untuk penelitian.

4. Dosen beserta staf Jurusan Kebidanan Politeknik Kesehatan Kemenkes

Padang.

5. Teristimewa buat suami, anak dan orang tua yang telah memberikan semangat

dan doa dalam menyelesaikan skripsi ini.

6. Rekan-rekan seperjuangan dan semua pihak yang tidak dapat disebutkan

namanya satu persatu.

Dalam penulisan skripsi ini peneliti menyadari akan keterbatasan

kemampuan yang ada, sehingga peneliti merasa masih ada yang belum sempurna

baik dalam isi maupun dalam penyajiannya. Untuk itu peneliti selalu terbuka atas

kritik dan saran yang membangun guna penyempurnaan skripsi ini serta peneliti

berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat.

Padang, November 2017

Peneliti
DAFTAR ISI

ABSTRAK ......................................................................................................
ABSTRACT ....................................................................................................
PERNYATAAN PERSETUJUAN ................................................................
PERNYATAAN PENGESAHAN .................................................................
KATA PENGANTAR ................................................................................... i
DAFTAR ISI .................................................................................................. iii
DAFTAR TABEL .......................................................................................... iv
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... v
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. vi

BAB I PENDAHULUAN
A. ............................................................................................. Latar
Belakang ........................................................................................ 1
B. ............................................................................................. Perumusan
Masalah ......................................................................................... 4
C. ............................................................................................. Tujuan
Penelitian ....................................................................................... 4
1. ......................................................................................... Tujuan
Umum ...................................................................................... 4
2. ......................................................................................... Tujuan
Khusus ..................................................................................... 4
D. ............................................................................................. Manfaat
Penelitian ....................................................................................... 5
E............................................................................................... Ruang
Lingkup Penelitian ........................................................................ 6

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN


A. ............................................................................................. Ikterus
Neonatorum ................................................................................... 7
B. ............................................................................................. Faktor
Risiko Kejadian Ikterus pada Bayi Baru Lahir ............................. 20
C. ............................................................................................. Kerangka
Teori .............................................................................................. 30
D. ............................................................................................. Kerangka
Konsep ........................................................................................... 31
E............................................................................................... Definisi
Operasional ................................................................................... 32
F. .............................................................................................. Hipotesis
........................................................................................................ 33

BAB III METODE PENELITIAN


A. ............................................................................................. Jenis dan
Desain Penelitian ........................................................................... 34
B. ............................................................................................. Tempat
dan Waktu Penelitian .................................................................... 34
C. ............................................................................................. Populasi
dan Sampel .................................................................................... 34
D. ............................................................................................. Jenis dan
Teknik Pengumpulan Data ............................................................ 36
E............................................................................................... Teknik
Pengolahan Data ............................................................................ 36
F. .............................................................................................. Analisis
Data ............................................................................................... 37

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN


A. ............................................................................................. Gambaran
Umum Tempat Penelitian ............................................................. 39
B. ............................................................................................. Hasil
Penelitian ....................................................................................... 39
C. ............................................................................................. Pembahasa
n ..................................................................................................... 44

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN


A. ............................................................................................. Kesimpula
n ..................................................................................................... 55
B. ............................................................................................. Saran
........................................................................................................ 56

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Kadar Bilirubin Berdasarkan Rumus Kramer ....................................... 11

Tabel 2.2 Penatalaksanaan Hiperbillirubin pada Neoantus Cukup Bulan yang


Sehat (American Academy of Pediatrics) .............................................. 20

Tabel 2.3 Defenisi Operasional ............................................................................... 32

Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Kejadian Ikterus Neonatorum di Ruang


Rawatan Kebidanan RSI. Siti Rahmah Padang Tahun 2017 ................ 39

Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Usia Kehamilan Ibu di Ruang Rawatan


Kebidanan RSI. Siti Rahmah Padang Tahun 2017 ............................... 40

Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Berat Badan Lahir Bayi di Ruang Rawatan
Kebidanan RSI. Siti Rahmah Padang Tahun 2017 ............................... 40

Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Frekuensi Pemberian ASI di Ruang Rawatan


Kebidanan RSI. Siti Rahmah Padang Tahun 2017 ............................... 41

Tabel 4.5 Hubungan Usia Kehamilan Ibu dengan Ikterus Neonatorum di


Ruang Rawatan Kebidanan RSI. Siti Rahmah Padang Tahun 2017 .... 41

Tabel 4.6 Hubungan Berat Badan Lahir Bayi dengan Ikterus Neonatorum
di Ruang Rawatan Kebidanan RSI. Siti Rahmah Padang Tahun
2017 ......................................................................................................... 42

Tabel 4.7 Hubungan Frekuensi Pemberian ASI dengan Ikterus Neonatorum


di Ruang Rawatan Kebidanan RSI. Siti Rahmah Padang Tahun
2017 ......................................................................................................... 43
DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Cara Menentukan Bilirubin dengan Rumus Kramer ........................... 11

Gambar 2.2 Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Ikterus ................ 30

Gambar 2.3 Kerangka Konsep Penelitian Faktor Risiko yang Berhubungan


dengan Ikterus Neonatorum di Ruang Rawatan Kebidanan RSI. Siti
Rahmah Padang Tahun 2016 ................................................................ 31
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran A : Gant Chart


Lampiran B : Surat Izin Penelitian
Lampiran C : Surat Balasan Penelitian
Lampiran D : Surat Permohonan Kepada Responden
Lampiran E : Lembar Persetujuan Responden
Lampiran F : Kuesioner Penelitian
Lampiran G : Master Tabel
Lampiran H : Hasil Analisis Data
Lampiran I : Lembaran Konsultasi
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pembangunan kesehatan dewasa ini masih diwarnai oleh rawannya

derajat kematian ibu dan anak, terutama pada kelompok yang paling rawan

yaitu ibu hamil, ibu bersalin dan bayi pada masa perinatal (masa antara 28

minggu dalam kandungan sampai 7 hari setalah kelahiran). Penyebab utama

kematian perinatal pada minggu pertama kehidupan adalah komplikasi

kehamilan dan persalinan seperti asfiksia, sepsis, komplikasi berat lahir rendah

dan ikterus neonatorum.1,2

Menurut World Health Organization (WHO), secara global sekitar 6,6

juta bayi meninggal pada tahun 2013, sebagian besar disebabkan oleh ikterus

neonatorum. Tahun 2014, 73% kematian neonatal di seluruh dunia terjadi

dalam tujuh hari kehidupan, salah satunya penyebabnya adalah adanya

produksi bilirubin yang berlebih atau disebut juga dengan ikterus, sedangkan

pada tahun 2015 ditemukan jumlah bayi dengan kasus ikterus neonatorum

sebesar 79,6%. Di Amerika Serikat, dari 4 juta neonatus yang lahir setiap

tahunnya, sekitar 65% menderita ikterus dalam minggu pertama

kehidupannya.3

Di Indonesia, didapatkan data ikterus neonatorum dari beberapa rumah

sakit pendidikan, diantaranya RSCM dengan prevalensi ikterus pada bayi baru

lahir tahun 2013 sebesar 58% untuk kadar bilirubin ≥5 mg/dL dan 29,3%

untuk kadar bilirubin ≥12 mg/dL pada minggu pertama kehidupan. Rumah
Sakit Dr. Sardjito melaporkan sebanyak 85% bayi sehat cukup bulan

mempunyai kadar bilirubin ≥5 mg/dL dan 23,8% mempunyai kadar bilirubin

≥13 mg/dL. Rumah Sakit Dr. Kariadi Semarang dengan prevalensi ikterus

neonatorum sebesar 13,7%. Rumah Sakit Dr.Soetomo Surabaya sebesar 30%.

Penelitian yang dilakukan oleh Deswita (2014) tentang hubungan pendidikan

kesehatan dengan kejadian ikterus di RSUP Dr. M. Djamil Padang, didapatkan

40% bayi mengalami ikterus neonatorum dan 60% bayi yang tidak mengalami

ikterus neonatorum.2,4

Ikterus merupakan perubahan warna kulit/sklera mata (normal

berwarna putih) menjadi kuning karena peningkatan kadar bilirubin dalam

darah. Ikterus pada bayi yang baru lahir dapat merupakan suatu hal yang

fisiologis, terdapat pada 25%-50% pada bayi yang lahir cukup bulan dan lebih

tinggi pada neonatus yang kurang bulan.5 Nilai normal bilirubin indirek 0,3-

1,1 mg/dl dan bilirubin direk adalah 0,1-0,4 mg/dl.6

Ikterus timbul akibat metabolisme bilirubin neonatus belum sempurna

yaitu masih dalam masa transisi dari masa janin ke masa dewasa. Ikterus

patologis timbul dalam 24 jam pertama pasca persalinan, dimana peningkatan

dan akumulasi bilirubin indirek > 5 ml/dl/24 jam dan ikterus akan tetap

menetap hingga 8 hari atau lebih pada bayi cukup bulan, sedangkan pada bayi

kurang bulan, ikterus akan tetap ada hingga hari ke-14 atau lebih.7

Beberapa faktor risiko yang sering terjadi di Asia yaitu jenis kelamin

bayi, usia kehamilan, berat badan lahir, jenis persalinan, kejadian asfiksia dan

frekuensi pemberian ASI. Kejadian ikterus sering dijumpai pada bayi dengan

berat badan kurang dari 2500 gram. Hal ini disebabkan belum matangnya
fungsi hati bayi untuk memproses eritrosit (sel darah merah). Banyak bayi

baru lahir, terutama bayi kecil (bayi dengan berat lahir < 2500 gram)

mengalami ikterus pada minggu pertama kelahirannya. Pada bayi dengan berat

kurang dair 2500 gram, pembentukan hepar belum sempurna (imaturitas

hepar) sehingga menyebabkan konjugasi bilirubin indirek menjadi bilirubin

direk di hepar tidak sempurna.8,9

Walaupun ikterus bukan merupakan patologis tetapi perlu juga

diwaspadai karena jika kadar bilirubin indirek yang terlalu tinggi dapat

merusak sel-sel otak (kernikterus). Kernikterus adalah suatu sindroma

neurologis yang timbul sebagai akibat penimbunan bilirubin dalam sel-sel

otak yang tidak dapat dihancurkan dan dibuang. Dampak yang terjadi dalam

jangka pendek bayi akan mengalami kejang-kejang, sementara dalam jangka

panjang bayi bisa mengalami cacat neurologis seperti: ketulian, gangguan

bicara dan retardasi mental. Jadi, penting sekali mewaspadai keadaan umum si

bayi dan harus terus dimonitor secara ketat.10

Ikterus dapat dicegah sejak masa kehamilan, dengan cara pengawasan

kehamilan dengan baik dan teratur, untuk mencegah sedini mungkin infeksi

pada janin, dan hipoksia (kekurangan oksigen) pada janin di dalam rahim.

Pada masa persalinan, jika terjadi hipoksia, misalnya karena kesulitan lahir,

lilitan tali pusat, dan lain-lain, segera diatasi dengan cepat dan tepat.

Sebaiknya, sejak lahir, biasakan anak dijemur dibawah sinar matahari pagi

sekitar jam 7 – jam 8 pagi setiap hari selama 15 menit dengan membuka

pakaiannya.11
Berdasarkan data RSI. Siti Rahmah Padang pada tahun 2016, dari 290

bayi yang dirawat terdapat 95 orang (32,76%) yang mengalami ikterus

neonatorum.12 Berdasarkan uraian di atas maka peneliti melakukan penelitian

tentang faktor risiko yang berhubungan dengan ikterus neonatorum di Ruang

Rawatan Kebidanan RSI. Siti Rahmah Padang tahun 2017.

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah penelitian adalah “apa saja faktor risiko yang

berhubungan dengan ikterus neonatorum di Ruang Rawatan Kebidanan RSI.

Siti Rahmah Padang tahun 2017 ?”

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Mengetahui faktor risiko yang berhubungan dengan ikterus

neonatorum di Ruang Rawatan Kebidanan RSI. Siti Rahmah Padang tahun

2017.

2. Tujuan Khusus

a. Diketahui distribusi frekuensi kejadian ikterus neonatorum di Ruang

Rawatan Kebidanan RSI. Siti Rahmah Padang tahun 2017.

b. Diketahui distribusi frekuensi usia kehamilan ibu di Ruang Rawatan

Kebidanan RSI. Siti Rahmah Padang tahun 2017.

c. Diketahui distribusi frekuensi berat badan lahir bayi di Ruang Rawatan

Kebidanan RSI. Siti Rahmah Padang tahun 2017.


d. Diketahui distribusi frekuensi frekuensi pemberian ASI di Ruang

Rawatan Kebidanan RSI. Siti Rahmah Padang tahun 2017.

e. Diketahui hubungan usia kehamilan ibu dengan ikterus neonatorum di

Ruang Rawatan Kebidanan RSI. Siti Rahmah Padang tahun 2017.

f. Diketahui hubungan berat badan lahir bayi dengan ikterus neonatorum

di Ruang Rawatan Kebidanan RSI. Siti Rahmah Padang tahun 2017.

g. Diketahui hubungan frekuensi pemberian ASI dengan ikterus

neonatorum di Ruang Rawatan Kebidanan RSI. Siti Rahmah Padang

tahun 2017.

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Peneliti

Untuk mengaplikasikan ilmu pengetahuan yang telah diperoleh selama di

bangku perkuliahan dan menambah wawasan peneliti tentang ikterus

neonatorum pada bayi baru lahir serta sebagai data awal bagi peneliti

selanjutnya.

2. Bagi Institusi Pendidikan

Dapat dijadikan sebagai bahan informasi dan menambah literatur untuk

Politeknik Kesehatan Kemenkes Padang.

3. Bagi RSI. Siti Rahmah Padang

Sebagai data dasar untuk memberikan pelayanan kepada ibu-ibu yang

melahirkan terutama pada ibu-ibu melahirkan bayi yang mengalami

ikterus neonatorum baik ikterus fisiologis maupun patologis.


E. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui faktor risiko yang

berhubungan dengan ikterus neonatorum. Variabel penelitian yaitu variabel

independen (usia kehamilan, berat badan bayi dan frekuensi pemberian ASI)

dan variabel dependen (ikterus neonatorum). Jenis penelitian yang digunakan

adalah analitik dengan desain cross sectional. Penelitian telah dilakukan di

Ruang Rawatan Kebidanan RSI. Siti Rahmah Padang pada bulan April-

November 2017. Populasi dalam penelitian ini adalah semua neonatus yang

ada di Ruang Rawatan Kebidanan RSI. Siti Rahmah Padang dengan rata-rata

per bulan sebanyak 63 orang, dengan menggunakan teknik sampel adalah total

sampling. Data dikumpulkan menggunakan format pengumpulan data,

kemudian di analisis menggunakan analisis univariat dan bivariat dengan uji

statistik Chi-Square.
BAB II

TINJAUAN KEPUSTAKAAN

A. Ikterus Neonatorum

1. Pengertian

Ikterus merupakan perubahan warna kulit/sklera mata (normal

berwarna putih) menjadi kuning karena peningkatan kadar bilirubin dalam

darah. Ikterus pada bayi yang baru lahir dapat merupakan suatu hal yang

fisiologis, terdapat pada 25%-50% pada bayi yang lahir cukup bulan dan

lebih tinggi pada neonatus yang kurang bulan. Tetapi dapat juga

merupakan hal yang patologis misalnya akibat berlawannya rhesus darah

bayi dan ibunya sepsis (infeksi berat) dan penyumbatan saluran empedu.5

Ikterus merupakan diskolorisasi kuning penumpukan pada

kulit/organ lain akibat penumpukan bilirubin dalam darah yang timbul

pada hari 3-5 post partum. Pada bayi baru lahir terbagi menjadi ikterus

fisiologis dan patologis. Ikterus fisiologis timbul pada hari ke-2 dan ke-3

serta tidak mempunyai dasar patologis atau tidak ada potensi konsentrasi

bilirubin. Ikterus patologis adalah ikterus dengan konsentrasi bilirubin

serumnya bisa menjurus ke arah terjadinya kern-ikterus bila kadar

bilirubinnya tidak terkendali atau mencapai hiperbilirubinemia. 13,14

Ikterus adalah meningkatnya kadar bilirubin dalam darah yang

kadar nilainya lebih dari normal. Biasanya terjadi pada bayi baru lahir

dengan nilai normal bilirubin indirek adalah 0,3-1,1 mg/dl dan bilirubin

direk adalah 0,1-0,4 mg/dl.6

7
2. Klasifikasi Ikterus

a. Ikterus fisiologis

Ikterus fisiologis adalah warna kekuningan pada kulit yang

timbul pada hari ke-2 sampai ke-3 setelah lahir yang tidak mempunyai

dasar patologis dan akan menghilang dengan sendirinya pada hari ke-

10. Penyebab ikterus fisiologis diantaranya kurang protein Y dan Z

atau enzim glukoronyl transferose yang belum cukup jumlahnya,

sehingga kemampuan hati untuk konjugasi dan ekskresi bilirubin

berkurang. Sebagian besar neonatus mengalami peningkatan kadar

bilirubin indirek (bilirubin yang sulit larut dalam air, mudah larut

dalam lemak, sulit diekskresi, mudah masuk membran biologik seperti

plasenta dan sawar darah otak).15

Ikterus fisiologis juga dapat disebabkan minum yang belum

adekuat. Bayi yang puasa panjang atau masukan kalori/cairan yang

belum adekuat akan menurunkan kemampuan hati untuk memproses

bilirubin. Sebagian bahan yang terkandung dalam ASI (beta

glucuronidose) akan memecah bilirubin menjadi bentuk yang larut

dalam lemak sehingga bilirubin indirek akan meningkat, kemudian

akan diabsorbsi oleh usus. Frekuensi feses yang jarang pada bayi yang

minum ASI Kemungkinan disebabkan oleh usus memerlukan waktu

lebih panjang untuk mengabsorbsi bilirubin.15

Ikterus fisiologis terjadi karena :

1) Peningkatan produksi bilirubin karena peningkatan penghancuran

eritrosit janin (hemolisis). Hal ini adalah hasil dari pendeknya umur
eritrosit janindan massa eritrosit yang lebih tinggi pada neonatus

(Kadar Hb neonatus cukup bulan sekitar 16,8 gr/dl).

2) Kapasitas ekskresi yang rendah dari hepar karena konsentrasi

rendah dari ligan protein pengikat di hepatosit (rendahnya uptake)

dan karena aktivitas yang rendah dari glukuronil transferase, enzim

yang bertanggung jawab untuk mengkonjugasikan bilirubin dengan

asam glukuronat sehingga bilirubin menjadi larut dalam air

(konjugasi).

3) Sirkulus enterohepatikus meningkat karena masih sedikitnya flora

normal di usus dan gerakan usus yang tertunda akibat belum ada

intake nutrien.

Ikterus fisiologis adalah ikterus normal yang dialami oleh bayi

baru lahir, tidak mempunyai dasar patologis sehingga tidak berpotensi

menjadi kern ikterus. Ikterus fisiologis ini memiliki tanda-tanda

berikut :16

1) Timbul pada hari kedua dan ketiga setelah bayi lahir

2) Kadar bilirubin indirect tidak lebih dari 10 mg% pada neonatus

cukup bulan dan 12,5 mg% pada neonatus kurang bulan.

3) Kecepatan peningkatan kadar bilirubin tidak lebih dari 5 mg% per

hari.

4) Kadar bilirubin direct tidak lebih dari 1 mg%.

5) Ikterus menghilang pada 10 hari pertama.

6) Tidak terbukti mempunyai hubungan dengan keadaan patologis.


b. Ikterus patologis

Ikterus patologis merupakan keadaan hiperbilirubin karena

faktor penyakit atau infeksi. Ikterus neonatorum patologis ini ditandai

dengan :

1) Ikterus timbul dalam 24 jam pertama kehidupan; serum bilirubin

total lebih dari 12 mg/dl.

2) Peningkatan kadar bilirubin 5 mg% atau lebih dalam 24 jam.

3) Konsentrasi bilirubin serum melebihi 10 mg% pada bayi kurang

bulan (BBLR) dan 12,5 mg% pada bayi cukup bulan.

4) Ikterus yang disertai proses hemolisis.

5) Bilirubin direk lebih dari 1 mg/dl, atau kenaikan bilirubin serum 1

mg/dl/jam atau lebih 5 mg/dl/hari.

6) Ikterus menetap sesudah bayi berumur 10 hari (cukup bulan) dan

lebih dari 14 hari pada BBLR.

Beberapa keadaan yang menimbulkan ikterus patologis, yaitu :

1) Penyakit hemolitik, isoantibodi karena ketidakcocokan golongan

darah ibu dan anak seperti Rhesus antagonis, ABO dan sebagainya.

2) Kelainan dalam sel darah merah seperti pada defisiensi G-6-PD,

thalasemia dan lain-lain.

3) Hemolisis : hematoma, polisitemia, perdarahan karena trauma

lahir.

4) Infeksi : septikemia, meningitis, infeksi saluran kemih, penyakit

karena toxoplasmosis, sifilis, rubella, hepatitis dan lain-lain.

5) Kelainan metabolik : hipoglikemia, galaktosemia.


6) Obat-obatan yang menggantikan ikatan bilirubin dengan albumin

seperti : solfonamida, salisilat, sodium benzoat, gentamisin dsb.

7) Pirau enterohepatik yang meninggi: obstruksi usus letak tinggi,

penyakit hirschprung, mekoneum ileus dan lain-lain.

Cara menentukan kadar bilirubin pada neonatus yang mengalami

ikterus :16

Gambar 2.1
Cara Menentukan Bilirubin dengan Rumus Kramer

Tabel 2.1
Kadar Bilirubin Berdasarkan Rumus Kramer

Kadar Bilirubin
Daerah Luas Ikterus
(mg%)
1 Kepala dan leher 5
2 Daerah 1 + badan bagian atas 9
3 Daerah 1, 2 + badan bagian 11
bawah dan tungkai
4 Daerah 1, 2, 3 + lengan dan 12
kaki dibawah tungkai
5 Daerah 1, 2, 3, 4 + tangan dan 16
kaki

Berdasarkan klasifikasi ikterus dan rumus Kramer dapat

disimpulkan bahwa bayi yang dikatakan ikterik jika terjadi pada hari

kedua dan ketiga setelah bayi lahir, kadar bilirubin tidak lebih dari 10
mg% pada neonatus cukup bulan dan dibandingkan dengan rumus

Kramer dimana bayi tersebut sudah mengalami warna kekuningan pada

kulit bayi pada daerah 3 dimana luas ikterusnya mulai dari kepala, leher,

badan bagian atas sampai badan bagian bawah dan tungkai dan

diperkirakan kadar bilirubin pada daerah 3 itu adalah 11 mg%.

3. Etiologi

Etiologi dari ikterus yaitu :13

a. Fisiologis

1) Pemecahan eritrosit

2) Uptake kurang

3) Konjugasi tidak adekuat

4) Aktifnya cirkulus enterohepatiki

b. Patologis

1) Hemolise

2) Hepatoseluler

3) Obstruksi intra/extra hepatal

4. Diagnosis

Diagnosis dari ikterus adalah :13

a. Timbul warna kuning

b. Nafsu minum mungkin menurun

c. Warna tinja akolik (sumbatan saluran empedu)

d. Urine kuning tua


e. Riwayat ibu hepatitis akut

f. Riwayat persalinan

g. Laboratorium

5. Tanda dan Gejala

Gejala ikterus neonatorum pada bayi baru lahir adalah :6

a. Ketika kadar bilirubin meningkat dalam darah maka warna kuning

akan di mulai dari kepala kemudian turun ke lengan, badan dan

akhirnya kaki.

b. Jika kadar bilirubin sudah cukup tinggi, bayi akan tampak kuning

hingga dibawah lutut serta telapak tangan.

c. Cara yang mudah untuk memeriksa warna kuning ini adalah dengan

menekan jari pada kulit yang diamati dan sebaiknya dilakukan di

bawah cahaya/sinar matahari.

d. Pada anak yang lebih tua dan orang dewasa warna kuning pada kulit

akan timbul jika jumlah bilirubin pada darah di atas 2 mg/dl.

e. Pada bayi baru lahir akan tampak kuning jika kadar bilirubin lebih dari

5 mg/dl.

f. Hal ini penting untuk mengenali dan menangani ikterus bayi pada baru

lahir karena kadar bilirubin yang tinggi akan menyebabkan kerusakan

yang permanen pada otak yang disebut dengan kern ikterus.

g. Kuning sendiri tidak akan menunjukkan gejala klinis tetapi penyakit

lain yang menyertai mungkin akan menunjukkan suatu gejala seperti

keadaan bayi yang tampak sakit, demam dan malas minum.


Gejala utamanya adalah kuning di kulit, konjungtiva dan mukosa.

Disamping itu dapat pula disertai dengan gejala-gejala :10

a. Dehidrasi

Asupan kalori tidak adekuat (misalnya: kurang minum, muntah-

muntah)

b. Pucat

Sering berkaitan dengan anemia hemolitik (misalnya: Ketidakcocokan

golongan darah ABO, rhesus, defisiensi G6PD) atau kehilangan darah

ekstravaskular.

c. Trauma lahir

Bruising, sefalhematom (peradarahan kepala), perdarahan tertutup

lainnya.

d. Pletorik (penumpukan darah)

Polisitemia, yang dapat disebabkan oleh keterlambatan memotong tali

pusat, bayi KMK.

e. Letargik dan gejala sepsis lainnya

f. Petekiae (bintik merah di kulit)

Sering dikaitkan dengan infeksi congenital, sepsis atau eritroblastosis.

g. Mikrosefali (ukuran kepala lebih kecil dari normal)

Sering berkaitan dengan anemia hemolitik, infeksi congenital,

penyakit hati.

h. Hepatosplenomegali (pembesaran hati dan limpa)

i. Omfalitis (peradangan umbilikus)

j. Hipotiroidisme (defisiensi aktivitas tiroid)


k. Massa abdominal kanan (sering berkaitan dengan duktus koledokus)

l. Feses dempul disertai urin warna coklat

Pikirkan ke arah ikterus obstruktif, selanjutnya konsultasikan ke

bagian hepatologi.

6. Patofisiologi

Bilirubin merupakan salah satu hasil pemecahan hemoglobin yang

disebabkan oleh kerusakan sel darah merah. Ketika sel darah merah

dihancurkan, hasil pemecahannya terlepas ke sirkulasi, tempat hemoglobin

terpecah menjadi dua fraksi : Heme dan Globin. Bagian heme di ubah

menjadi bilirubin tidak terkonjugasi dan bagian globin merupakan protein

yang digunakan lagi oleh tubuh yang tidak larut yang terkait pada albumin.

Keadaan lain yang memperlihatkan penambahan kadar bilirubin adalah

apabila ditemukan ganggan konjugasi hati (defisiensi enzim glukoronil

transferasi) atau bayi menderita gangguan ekskresi pada sumbatan saluran

empedu.17

Dalam proses berikutnya, zat heme dan globin akan berubah

menjadi bilirubin bebas atau bilirubin indirect. Terlebih, bayi baru lahir

memiliki sel darah merah yang lebih banyak dibandingkan orang dewasa,

dan dengan demikian lebih banyak yang dipecahkan dalam satu waktu.

Hal ini berarti lebih banyak bilirubin yang dihasilkan tubuh bayi baru

lahir. Jika bayi lahir premature maka jumlah bilirubin dalam darah dapat

meningkat lebih dari level yang seharusnya.18


Bilirubin dibentuk dari heme dengan bantuan enzim heme

oksigenase yang kemudian lebih lanjut dimetabolisme menjadi bilirubin

indirek tak terkonjugasi oleh enzim bilirubin reductase. Satu gram

haemoglobin dapat menghasilkan 35mg bilirubin indirek. Bilirubin indirek

bersifat tidak larut dalam air tetapi larut lemak. Bilirubin akan terikat

dengan albumin dan kemudian akan ditransportasikan ke sel hepar.

Bilirubin yang sudah berikatan dengan albumin akan ke sel hepatosit,

Enzim Uridil Diphosphate Glukoronil Transferase (UDPGT) dan

mengkatalisa reaksi konjugasi dengan dua molekul glukoronide. Bilirubin

terkonjugasi ini akan disekresikan ke dalam saluran empedu dan melewati

usus. Setelah bilirubin direk terkonjungasi ini sampai di usus besar/kolon,

dengan bantuan bakteri-bakteri usus bilirubin terkojungasi ini akan

dimetabolism menjadi stercobilins dan kemudian diekskresi melalui

feces.18

Akan tetapi proses ini terganggu pada bayi preterm karena pada

bayi preterm hatinya masih dalam perkembangan sehingga tidak bisa

mengeluarkan bilirubin dari dalam darah secara adekuat karena kurangnya

kemampuan dari kerja Uridil Diphosphate Glukoronil Transferase

(UDPGT). Ini mengakibatkan terjadinya akumulasi bilirubin dalam darah

yang menyebabkan kulit dan sclera bayi preterm kekuningan. Kondisi ini

dikatakan ikterus fisiologis.18


7. Penatalaksanaan

Proses pengelolaan hiperbilirubinemia saat ini adalah

mengendalikan konsentrasi bilirubin supaya tidak mencapai nilai tertentu

yang dapat menyebabkan terjadinya kern ikterus. Pengendalian ini dapat

dilakukan dengan beberapa cara, tergantung dari keadaan penderita dan

penyebabnya. Selain itu penangananya harus disesuaikan dengan

kemajuan ilmu dan ilmu penelitian di bidang kedokteraan. 14

Cara pengendalian hiperbilirubinemia yang dapat dilakukan adalah

menstimulasi konjugasi bilirubin, misalnya dengan glukossa atau

pembererian albumin; menambah zat-zat yang kurang dalam transportasi

dan metabolisme bilirubin, melakukan fotoisomerisasi dengan terapi sinar

dan mengeluarkan bilirubin secara mekanis dengan transfusi tukar. 14

Untuk lebih jelasnya, penatalaksanaan ikterus yaitu :

a. Mempercepat proses konjugasi

Ini dapat dilakukan dengan pemberian fenobarbital. Obat ini

bekerja sebagai „enzyme inducer’ sehingga konjugasi dipercepat. Cara

pengobatan ini tidak begitu efektif dan memerlukan waktu 48 jam baru

terjadi penurunan bilirubin yang berarti. Pemberian fenobarbital lebih

bermanfaat bila diberikan pada ibu kira-kira 2 hari sebelum melahirkan

bayi bawaan.18

b. Pemacu aktifitas enzim glukurunil trasferase konjugasi bilirubin

meningkat, yaitu :13

1) Phenobarbital/luminal 5 mg/kg BB 3 dosis


2) Efek samping yang ditimbulkan yaitu aktifitas bayi menurun,

mengantuk, pengaruh masa jendal.

c. Fototerapi

Yang dimaksud dengan fototerapi intensif adalah radiasi dalam

spektrum biru-hijau. Fototerapi adalah aplikasi lampu neon untuk

mengubah bilirubin tak terkonjugasi menjadi pigmen yang larut dalam

air untuk memfasilitasi ekskresi bilirubin. Efektivitasnya tergantung

pada tingkat luas permukaan bayi terkena lampu fototerapi. Telah

ditemukan bahwa sumber cahaya yang paling efektif disediakan adalah

tabung khusus fluorescent biru. Efektivitas fototerapi dapat

ditingkatkan dengan menempatkan pad serat optik di bawah bayi di

atau lampu fototerapi di atas kepala bagi mempermudahkan paparan

ganda (double exposure).18

Dalam perawatan bayi dengan terapi sinar, yang perlu

diperhatikan sebagai berikut :

1) Diusahakan bagian tubuh bayi yang terkena sinar dapat seluas

mungkin dengan membuka pakaian bayi.

2) Kedua mata dan kemaluan harus ditutup dengan penutup supaya

cahaya yang dipantulakan tidak membahayakan retina mata dan sel

reproduksi bayi.

3) Bayi diletakkan 8 inci di bawah sinar lampu. Jarak ini dianggap

jarak yang terbaik untuk mendapatkan energi yang optimal.

4) Posisi bayi sebaiknya diubah-ubah setiap 18 jam agar bagian tubuh

bayi yang terkena cahaya dapat menyeluruh.


5) Suhu bayi diukur secara berkala setiap 4-6 jam.

6) Kadar bilirubin bayi diukur sekurang-kurangnya tiap 24 jam.

7) Hemoglobin harus diperiksa secara berkala terutama pada bayi

dengan hemolisis

d. Transfusi tukar

Transfusi tukar dilakukan pada tingkat bilirubin yang lebih

tinggi dari 380 umol/l pada bayi baru lahir, 350 umol/1 pada bayi

dengan usia gestasi 35-38minggu, 280 umol/l pada bayi dengan usia

gestasi 31-34 minggu dan 240 umol/l pada bayi di bawah 30 minggu

kehamilan. Transfusi tukar memberikan hasil yang lebih cepat

daripada fototerapi tetapi dapat memiliki komplikasi signifikan. 18

Terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan sepanjang

proses transfuse tukar, yaitu :

1) Neonatus harus dilengkapi dengan alat monitor kardio-respirasi.

2) Tekanan darah harus sering dipantau.

3) Neonatus harus dalam keadaan puasa bila perlu dipasang selang

nasogastric.

4) Neonatus dipasang infus.

5) Suhu tubuh dipantau dan dijaga dalam batas normal.

6) Disediakan peralatan resusitasi bawaan


Tabel 2.2
Penatalaksanaan Hiperbillirubin pada Neoantus Cukup Bulan yang
Sehat (American Academy of Pediatrics)

Total Serum Bilirubin mg/dl (mmol/L)


Transfusi Transfusi
Umur Pertimbangan Terapi tukar tukar dan
(jam) terapi sinar sinar (terapi terapi sinar
sinar gagal)
< 24 * * * *
24 <48 > 12 (170) > 15 (260) > 20 (340) > 25 (430)
49 < 72 > 15 (260) > 18 (310) > 25 (430) > 30 (510)
> 72 > 17 (290) > 20 (340) > 25 (430) > 30 (510)
Sumber : Dewi, 2012
*
Neonatus cukup bulan dengan ikterus pada umu < 24 jam, bukan
neonatuse sehat dan perlu evaluasi ketat

8. Pencegahan

Beberapa langkah pencegahan ikterus neonatorum sebagai berikut :6

a. Pencegahan primer

1) Menganjurkan ibu untuk menyusui bayinya paling sedikit 8-12

kali/hari untuk beberapa hari pertama.

2) Tidak memberikan cairan tambahan rutin seperti dekstrose atau air

pada bayi yang mendapat ASI dan tidak mengalami dehidrasi.

b. Pencegahan sekunder

1) Semua wanita hamil harus di periksa golongan darah ABO dan

rhesusu serta penyaringan serum untuk antibody isoimun yang

tidak biasa.

2) Harus memastikan bahwa semua bayi secara rutin di monitor

terhadap timbulnya ikterus dan menetapkan protocol terhadap

penilaian ikterus yang harus di nilai saat memeriksa tanda-tanda

vital bayi, tetapi tidak kurang dari setiap 8-12 jam.


B. Faktor Risiko Kejadian Ikterus pada Bayi Baru Lahir

1. Jenis Kelamin Bayi

Dalam hal ini dikategorikan laki-laki dan perempuan merupakan

salah satu penyebab hiperbilirubinemia karena obstruksi aliran empedu.

Atresia empedu paling sering terjadi pada perempuan cukup bulan dengan

berat badan lahir normal. Pasien-pasien ini jarang mengalami

splenomegali. Sebaliknya bayi dengan hepatic neonatal (sel raksasa),

kebanyakan laki-laki dengan tanda-tanda infeksi seperti splenomegali

hemolisis dan retardasi pertumbuhan intrauterine, sehingga angka kejadian

hiperbilirubin relatif lebih besar terjadi pada laki-laki dibandingkan

dengan perempuan. Pada bayi laki-laki bilirubin lebih cepat diproduksi

dari pada bayi perempuan, hal ini karena bayi laki-laki memiliki protein Y

dalam hepar yang berperan dalam uptake bilirubin ke sel-sel hepar. Pada

jenis kelamin laki-laki kecendungan mengalami hiperbilirubinemia lebih

tinggi.19

Laki-laki memiliki risiko ikterik lebih tinggi dibandingkan dengan

neonatus perempuan. Hal ini karena prevalensi Sindrom Gilbert (kelainan

genetik konjugasi bilirubin) dilaporkan lebih dari dua kali lipat ditemukan

pada laki-laki dibandingkan pada perempuan. Defisiensi G6PD merupakan

suatu kelainan enzim tersering pada manusia, yang terkait kromosom sex

(x-linked) dimana pada umumnya hanya bermanifestasi pada laki-laki.

Enzim G6PD sendiri berfungsi dalam menjaga keutuhan sel darah merah

sekaligus mencegah hemolitik.8


2. Usia Kehamilan

Usia kehamilan adalah masa sejak terjadinya konsepsi sampai

dengan saat kelahiran, dihitung dari hari pertama sampai haid terakhir

(menstrual age of pregnancy). Usia kehamilan terbagi atas :

a. Kehamilan cukup bulan (aterm) yaitu usia kehamilan 37-42 minggu.

b. Kehamilan kurang bulan (preterm) yaitu usia kehamilan kurang dari 37

minggu.

c. Kehamilan lewat bulan (posterm) yaitu usia kehamilan lebih dari 42

minggu.20

Usia kehamilan sangat berpengaruh bagi kelangsungan hidup bayi,

makin rendah usia kehamilan dan makin kecil bayi yang dilahirkan, makin

tinggi morbiditas dan mortalitasnya. Makin pendek usia kehamilan makin

kurang pertumbuhan alat-alat dalam tubuhnya, dengan akibatnya makin

mudahnya terjadi komplikasi dan makin tinggi angka kematian.

Bersangkutan dengan kurang sempurnanya alat-alat dalam tubuh bayi baik

anatomik maupun fisiologis maka mudah timbul immatur hati yang

memudahkan terjadinya hiperbilirubinemia. Hal ini terjadi karena belum

maturnya fungsi hepar, kurangnya enzim glukorinil transferase sehingga

konjugasi bilirubin indirect menjadi bilirubin direct belum sempurna dan

kadar albumin darah yang berperan dalam transportasi bilirubin dari

jaringan hepar kurang. Kadar bilirubin normal pada bayi prematur 10

mg/dl. Hiperbilirubinemia pada bayi prematur bila tidak segera diatasi

dapat menjadi kern ikterus yang akan menimbulkan gejala sisa yang

permanen.20
Seringkali prematuritas berhubungan dengan hiperbilirubinemia

tak terkonjugasi pada neonatus. Aktifitas uridine difosfat glukoronil

transferase hepatik jelas menurun pada bayi prematur, sehingga konjugasi

bilirubin tak terkonjugasi menurun. Selain itu juga terjadi peningkatan

hemolisis karena umur sel darah merah yang pendek pada bayi prematur. 8

3. Berat Badan Lahir

Pada umumnya bayi dilahirkan setelah dikandung kurang lebih 40

minggu dalam rahim ibu. Pada waktu lahir bayi mempunyai berat badan

sekitar 3 kg dan panjang badan 50 cm. Secara umum berat bayi lahir yang

normal adalah antara 2500 gr sampai 4000 gr, dan bila di bawah atau

kurang dari 2500 gr dikatakan BBLR.21

Kejadian ikterus sering dijumpai pada bayi dengan berat badan

kurang dari 2500 gram. Hal ini disebabkan belum matangnya fungsi hati

bayi untuk memproses eritrosit (sel darah merah). Banyak bayi baru lahir,

terutama bayi kecil (bayi dengan berat lahir < 2500 gram) mengalami

ikterus pada minggu pertama kelahirannya. Pada bayi dengan berat kurang

dair 2500 gram, pembentukan hepar belum sempurna (imaturitas hepar)

sehingga menyebabkan konjugasi bilirubin indirek menjadi bilirubin direk

di hepar tidak sempurna.8,9

Faktor-faktor yang mempengaruhi berat badan lahir, yakni :22

a. Faktor intrinsik yaitu faktor yang berkaitan dengan bayi itu sendiri,

yaitu jenis kelamin, genetik, ras, dan pertumbuhan plasenta

b. Faktor ekstrinsik yaitu faktor-faktor yang berhubungan dengan ibu,

terbagi dalam dua kelompok, yaitu :


1) Faktor biologi : umur, paritas, tinggi badan sebelum hamil,

pertambahan berat badan selama hamil, dan pengukuran

antropometri lainnya.

2) Faktor lingkungan : status sosial ekonomi, intake gizi selama

hamil, penyakit infeksi, kegiatan fisik, pelayanan kesehatan,

prilaku merokok, alkohol, obat-obatan, dan ketinggian tempat

tinggal

Pada dasarnya penimbangan menggunakan salter hampir sama

dengan prinsip penggunaan dacin, yang membedakan adalah salter

menggunakan pegas bukan bandul geser. Kelebihannya jika menggunakan

salter, ketika anak telah tenang dalam timbangan, hasilnya dapat langsung

terbaca dalam skala timbangan, tidak perlu lagi menggeser-geser bandul

untuk menyeimbangkan dacin untuk mengetahui berat badan bayi.

Hal yang perlu diperhatikan dalam menimbang bayi adalah :23

a. Pakaian dibuat seminim mungkin, sepatu, baju/pakaian yang cukup

tebal harus di tanggalkan.

b. Kantong celana timbang tidak dapat digunakan

c. Bayi di tidurkan dalam kain sarung

d. Geser anak timbang sampai tercapai keadaan setimbang, kedua ujung

jarum terdapat pada satu titik

e. Lihat angka pada skala batang dacin yang menunjukkan berat badan

bayi. Catat berat badan dengan teliti sampai satu angka desimal,

misalnya 7,5 kg.


Kurva pertumbuhan berat badan memuaskan, yaitu menunjukkan

kenaikan berat badan sebagai berikut. Kurva pertumbuhan berat badan

memuaskan, yaitu menunjukkan kenaikan berat badan sebagai berikut :

selama triwulan ke-1 kenaikan berat badan 150-250 g/minggu, selama

triwulan ke-2 kenaikan berat badan 500-600 g/ bulan.24

4. Jenis Persalinan

Jenis persalinan adalah berbagai macam proses pengeluaran hasil

konsepsi (janin dan uri). Terjadinya persalinan dengan tindakan dapat

menyebabkan terjadinya asfiksia dan cedera pada bayi yang dapat

menimbulkan infeksi dan dapat berakibat kelainan pada bayi, salah

satunya ikterus neonatorum. Hal tersebut dapat menyebabkan kematian

bayi jangka pendek dan keterbelakangan mental untuk jangka panjang.20

Jenis persalinan spontan cenderung lebih besar sebagai penyebab

trauma dibandingkan dengan sectio sesarea. Pada kelahiran spontan angka

kejadian bayi dengan hiperbilirubin 48,3% disusul kelahiran sectio sesarea

32,6%, ekstraksi vakum 13,3% dan forcep 5,8%. Tetapi jika menderita

hiperbilirubin pada setiap jenis persalinan, maka sectio sesarea merupakan

presentase terbesar karena sectio sesarea merupakan jenis persalinan

dengan resiko paling kecil dibandingkan dengan jenis persalinan lainnya.

Umumnya bayi dilahirkan secara sectio sesarea setelah

mempertimbangkan beberapa faktor resiko yang terjadi selama

kehamilannya. Sedangkan vakum dan forcep mempunyai kecenderungan

pendarahan intracranial dan cephalohematom pada kepala bayi sehingga

tindakan ini jarang dilakukan.19


Bayi yang lahir dengan SC juga tidak memperoleh bakteri-bakteri

menguntungkan yang terdapat pada jalan lahir ibu yang berpengaruh pada

pematangan sistem daya tahan tubuh, sehingga bayi lebih mudah

terinfeksi. Ibu yang melahirkan SC biasanya jarang menyusui langsung

bayinya karena ketidaknyamanan pasca operasi, dimana diketahui ASI ikut

berperan untuk menghambat terjadinya sirkulasi enterohepatik bilirubin

pada neonatus.8

Bayi yang dilahirkan dengan tindakan, kemungkinan pada saat

lahir tidak langsung menangis dan keterlambatan menangis ini

mengakibatkan kelainan hemodinamika sehingga depresi pernapasan dapat

menyebabkan hipoksia di seluruh tubuh yang berakibat timbulnya asidosis

respiratorik/metabolik yang dapat mengganggu metabolisme billirubin.

Komplikasi yang terjadi akibat persalinan dengan tindakan dapat

menimbulkan berbagai gangguan dalam masa perinatal, dimana pada masa

ini merupakan masa penting dalam awal kehidupan neonatus dan

merupakan masa-masa rawan karena organ-organ tubuh belum matur

sehingga apabila terjadi gangguan pada masa perinatal dapat

mengakibatkan hambatan tumbuh kembang neonatus itu sendiri. 29

5. Kejadian Asfiksia

Kejadian asfiksia adalah kegagalan untuk memulai dan

melanjutkan pernafasan secara spontan dan teratur pada saat bayi baru

lahir atau beberapa saat sesudah lahir.14 Terdapat dua proses yang

melibatkan antara komplikasi (asfiksia, sepsis, sefalhematom) dengan

risiko terjadinya ikterus neonatorum, yaitu :


a. Produksi yang berlebihan, hal ini melebihi kemampuan bayi untuk

mengeluarkannya, misalnya pada perdarahan tertutup dan sepsis.

b. Gangguan dalam proses uptake dan konjugasi hepar, gangguan ini

dapat disebabkan oleh hipoksia dan infeksi. Asfiksia dapat

menyebabkan hipoperfusi hati, yang kemudian akan mengganggu

uptake dan metabolisme bilirubin hepatosit.

Asfiksia dapat menyebabkan ikterus, karena kurangnya asupan

oksigen pada organ-organ tubuh neonatus, sehingga fungsi kerja organ

tidak optimal. Asfiksia juga dapat mengakibatkan perubahan fungsi dan

perfusi ke hati karena kurangnya oksigen. Glikogen yang dihasilkan tubuh

didalam hati akan berkurang, sehingga dapat mengakibatkan terjadinya

ikterus dalam jangka panjang dan kematian dalam jangka pendek. 25

Asfiksia disebabkan adanya gangguan pertukaran gas atau

pengangkutan oksigen selama kehamilan atau persalinan, akan terjadi

asfiksia. Keadaan ini akan mempengaruhi fungsi sel tubuh dan bila tidak

teratasi akan menyebabkan kematian. Kerusakan dan gangguan ini dapat

reversible atau tidak tergantung dari berat dan lamanya asfiksia.

Disamping perubahan klinis juga terjadi gangguan metabolisme dan

kesimbangan asam basa pada neonatus. Pada tingkat awal menimbulkan

asidosis respiratorik, bila gangguan berlanjut terjadi metabolisme anaerob

yang berupa glikolisis glikogen tubuh, sehingga glikogen tubuh pada hati

berkurang dan akan mengakibatkan neonatus mengalami ikterus. Bila

kekurangan glikogen terjadi di otak, kerusakan sel otak dapat

menyebabkan kematian atau gejala sisa pada kehidupan bayi selanjutnya.


6. Frekuensi Pemberian ASI Eksklusif

ASI Eksklusif adalah pemberian ASI saja sejak bayi dilahirkan

sampai sekitar usia 6 bulan. Selama itu bayi tidak diharapkan mendapatkan

tambahan cairan lain seperti susu formula, air jeruk, air teh, madu, air

putih. Pada pemberian ASI eksklusif, bayi juga tidak diberikan makanan

tambahan seperti pisang, biskuit, bubur nasi tim, dan sebagainya.26

Ikterus yang terkait dengan pemberian ASI merupakan hasil dari

hambatan kerja glukoronil transferase oleh pregnanediol atau asam lemak

yang terdapat dalam ASI terjadi 4-7 hari setelah lahir dimana terdapat

kenaikan bilirubin tak terkonjugasi dengan kadar 25-30 mg/dl selama

minggu ke 2- ke 3. Biasanya bisa mencapai usia 4 minggu dan menurun

setelah 10 minggu. Jika pemberian ASI dilanjutkan, hyperbilirubinemia

akan menurun berangsur angsur dapat menetap selama 3-10 minggu pada

kadar yang lebih rendah. Jika pemberian ASI dihentikan, kadar bilirubin

serum akan turun dengan cepat biasanya 1-2 hari dan pengganti ASI

dengan susu formula mengakibatkan penurunan bilirubin serum dengn

cepat, sesudahnya pemberian ASI dapat dimulai lagi dan hiperbilirubin

tidak kembali ke kadar yang tinggi seperti sebelumanya.11

ASI mengandung inhibitor enzim glukoronil transferase yang

berfungsi mengkonjugasi bilirubin dengan asam glukoronat, sehingga

bilirubin tak terkonjugasi jumlahnya meningkat. Hal ini menyababkan

hiperbilirubinemia pada bayi. Selain itu, peningkatan absorbsi bilirubin

lebih besar daripada produksinya menyebabkan jaundice breast milk.


Keadaan hiperbilirubinemia neonatus ini terjadi pada neonatus dengan

penurunan berat yang signifikan.19

Banyaknya bayi minum ASI dapat membantu menurunkan kadar

bilirubin, karena bilirubin dapat dikeluarkan melalui air kencing dan

kotoran bayi, walaupun pada sebagian bayi yang mendapat ASI eksklusif

dapat terjadi ikterus yang berkepanjangan, hal ini dapat terjadi karena

adanya faktor tertentu (2Ș-20ș-pregnandiol) dalam ASI yang diduga

meningkatkan absorbsi bilirubin diusus halus. Jika pemberian ASI

dilanjutkan hiperbilirubin secara bertahap dapat diturunkan.9

Frekuensi menyusui yang sering( >10 kali/24jam ), rooming in

menyusui pada malam hari dapat mengurangi insiden ikterus awal karena

ASI.27 Bayi yang di beri minum lebih awal atau di beri minum lebih sering

dan bayi dengan pengeluaran mekonium lebih awal cenderung mempunyai

insiden yang rendah untuk terjadinya ikterus fisiologis. Bayi yang

mendapat ASI kadar bilirubin cenderung lebih rendah pada yang

defekasinya lebih sering, bayi yang terlambat mengeluarkan mekonium

lebih sering terjadi ikterus fisiologis.9


C. Kerangka Teori

Adapun kerangka teori penelitian ini adalah :

obstruksi aliran Meningkat terjadi memiliki protein


Jenis Kelamin Y dalam hepar
empedu pada laki-laki

Timbul immatur Belum maturnya


Pertumbuhan alat- hati yang fungsi hepar,
Usia Kehamilan alat dalam tubuh memudahkan kurangnya enzim
kurang sempurna terjadinya glukorinil
hiperbilirubin transferase

Belum matangnya
Berat badan lahir Pembentukan hepar fungsi hati bayi
Berat Badan kurang dari 2500 belum sempurna untuk memproses
Lahir gram (imaturitas hepar) eritrosit (sel darah
merah)
Ikterus
Neonatorum
Depresi Timbulnya
Kelainan
Jenis Hipoksia asidosis
persalinan hemodinamika pernapasan respiratorik/
metabolik

Fungsi kerja
Asfiksia Kurangnya Glikogen dalam
organ tidak
asupan oksigen hati berkurang
optimal

Berfungsi mengkonjugasi
Pemberian ASI Hambatan kerja glukoronil
bilirubin dengan asam
Eksklusif transferase oleh pregnanediol
glukoronat

Sumber : Tazami (2013), Hasvivin (2012), Rosyada (2013), Conita (2013), Latama (2014)

Gambar 2.2
Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Ikterus
D. Kerangka Konsep

Kerangka konsep merupakan model konseptual yang berkaitan dengan

bagaimana seorang peneliti menyusun teori atau menghubungkan secara logis

beberapa faktor yang dianggap penting untuk masalah.28 Pada penelitian ini

yang menjadi variabel independent yaitu usia kehamilan, berat badan lahir dan

frekuensi pemberian ASI sedangkan yang menjadi variabel dependent yaitu

pemberian ikterus neonatorum. Adapun kerangka konsep penelitian ini adalah:

Variabel Independen Variabel Dependen

Usia Kehamilan

Berat Badan Lahir Bayi Ikterus Neonatorum

Frekuensi Pemberian
ASI

Gambar 2.3
Kerangka Konsep Penelitian Faktor Risiko yang Berhubungan dengan
Ikterus Neonatorum di Ruang Rawatan Kebidanan
RSI. Siti Rahmah Padang
Tahun 2017
E. Definisi Operasional

Definisi Skala
No. Variabel Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur
Operasional Ukur
1. Kejadian Perubahan Daftar tilik Observasi Ikterus, jika Ordinal
ikterus warna kulit bayi terdapat warna
neonatorum baru lahir akibat kuning pada
peningkatan bagian tubuh
kadar bilirubin bayi usia 2-3 hari
10 mg% dimana sampai pada
dikonversikan badan bagian
dengan rumus bawah dan
Kramer sudah tungkai
terjadi warna
kuning pada Tidak Ikterus,
kulit bayi pada jika tidak ada
daerah 3 warna kuning
pada tubuh bayi
usia 2-3 hari
sampai pada
badan bagian
bawah dan
tungkai

2. Usia Masa sejak Daftar tilik Wawancara Preterm, jika Ordinal


kehamilan terjadinya dan rekam dan rekam usia kehamilan <
konsepsi sampai medik medik 37 minggu
dengan saat
kelahiran, Aterm, jika usia
dihitung dari kehamilan 37-42
hari pertama minggu
sampai haid
terakhir pada Posterm, jika
ibu di Ruang usia kehamilan >
Rawatan 42 minggu
Kebidanan

3. Berat badan Berat badan Daftar tilik Wawancara Tidak Normal, Ordinal
bayi bayi saat lahir dan rekam dan rekam jika berat bayi <
di Ruang medik medik 2500 gram dan >
Rawatan 4000 gram
Kebidanan RSI.
Siti Rahmah Normal, jika
Padang berat bayi >
2500-4000 gram
4. Frekuensi Banyak ASI Daftar tilik Wawancara Kurang baik, Ordinal
pemberian diberikan pada jika ASI
ASI bayi dalam 24 diberikan < 10
jam di Ruang kali/24 jam
Rawatan
Kebidanan RSI. Baik,
Siti Rahmah jika ASI
Padang diberikan > 10
kali/24 jam

F. Hipotesis

Ha : Ada hubungan usia kehamilan ibu dengan ikterus neonatorum di Ruang

Rawatan Kebidanan RSI. Siti Rahmah Padang tahun 2017.

Ha : Ada hubungan berat badan lahir bayi dengan ikterus neonatorum di

Ruang Rawatan Kebidanan RSI. Siti Rahmah Padang tahun 2017.

Ha : Ada hubungan frekuensi pemberian ASI dengan ikterus neonatorum di

Ruang Rawatan Kebidanan RSI. Siti Rahmah Padang tahun 2017.


BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Desain Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah analitik dengan desain

penelitian cross sectional bertujuan untuk melihat hubungan antara variabel

independen (usia kehamilan, berat badan lahir bayi dan frekuensi pemberian

ASI) dan variabel dependen (ikterus neonatorum), dimana variabel tersebut

datanya dikumpulkan secara bersamaan.29

B. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini telah dilaksanakan di Ruang Rawatan Kebidanan RSI.

Siti Rahmah Padang pada bulan April-November 2017.

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi adalah keseluruhan neonatus yang diteliti. 29 Populasi

dalam penelitian ini adalah semua neonatus yang ada di Ruang Rawatan

Kebidanan RSI. Siti Rahmah Padang dengan rata-rata per bulan sebanyak

63 orang.

2. Sampel

Sampel pada penelitian ini adalah ibu yang memiliki neonatus yang

diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi.29 dengan menggunakan

teknik total sampling yaitu seluruh populasi dijadikan sampel dalam

penelitian. Adapun kriteria sampel adalah:


a. Kriteria inklusi :

Kriteria inklusi merupakan kriteria dimana subjek penelitian dapat

mewakili sampel penelitian yang memenuhi syarat sebagai sampel.

1) Ibu nifas yang bersedia menjadi responden

2) Ibu nifas yang dapat berkomunikasi dengan baik

3) Bayi yang tidak mengalami ikterik pada hari pertama

b. Kriteria eksklusi

Kriteria eklusi merupakan kriteria dimana subjek penelitian tidak dapat

mewakili sampel karena tidak memenuhi syarat sebagai sampel

penelitian.

1) Bayi dengan kelainan bawaan Atresia Biller

2) Bayi dengan kelainan bawaan Labio Plato Skizis

3) Bayi dengan kelainan bawaan Atresia Osofagus

D. Jenis dan Teknik Pengumpulan Data

1. Jenis Data

a. Data Primer

Data primer pada penelitian ini yaitu data yang diambil dari responden

berupa wawancara tentang frekuensi pemberian ASI dalam 24 jam.

b. Data Sekunder

Data sekunder didapatkan dari catatan rekam medik RSI. Siti Rahmah

Padang tentang jumlah neonatus dan kasus ikterus neonatorum tahun

2016.
3 Teknik Pengumpulan Data

Instrumen yang digunakan untuk pengumpulan data pada masing-

masing variabel adalah format pengumpulan data yang terdiri dari variabel

yaitu usia kehamilan, berat badan lahir, frekuensi pemberian ASI dan

ikterus neonatorum. Adapun teknik pengambilan data yaitu:

a. Proses kegiatan penelitian dilakukan setelah mendapatkan persetujuan

secara akademis, kemudian peneliti mempersiapkan surat permohonan

izin untuk melakukan penelitian di RSI. Siti Rahmah Padang.

b. Setelah mendapatkan ijin, peneliti melakukan pengambilan sampel

dengan menggunakan teknik systematic random sampling yang sesuai

dengan kriteria inklusi.

c. Sebelum penelitian di lakukan, peneliti memberikan informasi, tujuan

dan manfaat penelitian. Bagi yang bersedia menandatangani informed

consent yang telah disiapkan peneliti.

d. Selanjutnya peneliti melihat catatan rekam medik untuk variabel usia

kehamilan dan berat badan lahir, sedangkan untuk variabel frekuensi

menyusui peneliti lakukan wawancara langsung kepada responden.

Untuk variabel ikterus neonatorum peneliti melakukan dengan

mengunakan daftar tilik.

E. Teknik Pengolahan Data


Data yang terkumpul pada penelitian ini diolah melalui proses

komputerisasi, dalam proses pengolahan data terdapat langkah-langkah yang

harus ditempuh, diantaranya :29

1. Memeriksa data (Editing)

Merupakan kegiatan untuk pengecekan format pengumpulan guna

melihat kelengkapan data yang diperlukan untuk memudahkan penelitian.

2. Mengkode Data (Coding)

Merupakan mengubah data berbentuk kalimat atau huruf menjadi

data angka atau bilangan.

3. Memasukkan Data (Entry)

Suatu kegiatan memasukan data yang telah dikumpulkan kedalam

master tabel kemudian membuat distribusi frekuensi sederhana atau

dengan membuat tabel konjugasi.

4. Membersihkan Data (Cleaning)

Yaitu proses memperbaiki dan membersihkan data apabila terjadi

kesalahan pada proses entry data.

F. Analisis Data

Analisis data diolah dengan sistem komputerisasi, kemudian dilakukan

analisis dengan menggunakan analisis univariat dan analisis bivariat.

1. Analisis Univariat

Analisis univariat dilakukan dengan cara statistik deskriptif berupa

distribusi frekuensi dan presentase dari seluruh variabel yang diteliti.

Tujuan dari analisis ini adalah untuk menjelaskan karakteristik masing-

masing variabel yang diteliti.29


2. Analisis Bivariat
Analisis bivariat dilakukan dengan komputerisasi yaitu untuk

mengetahui ada tidaknya hubungan variabel independen dan variabel

dependen, dengan menggunakan uji statistik chi-square, dengan derajat

kemaknaan 95% (α = 0,05). Jika p value < 0,05 berarti Ho ditolak dan Ha

diterima ini berarti ada hubungan yang bermakna antara variabel

independen dengan variabel dependen, tapi jika p value > 0,05 berarti

tidak ada hubungan yang bermakna antara variabel independen dan

variabel dependen.
BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Tempat Penelitian

Rumah Sakit Islam Siti Rahmah Padang merupakan salah satu rumah

sakit swasta yang melaksanakan pelayanan secara paripurna. RSI Siti Rahmah

terletak di Jl. Raya By Pass KM 15 Aie Pacah Padang, yang diresmikan pada

tahun 2004. RSI Siti Rahmah memiliki fasilitas dan sarana prasarana

penunjang yang lengkap.

B. Hasil Penelitian

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan tentang faktor risiko yang

berhubungan dengan ikterus neonatorum di Ruang Rawatan Kebidanan RSI.

Siti Rahmah Padang dengan jumlah sampel sebanyak 63 orang yang sesuai

dengan kriteria sampel, maka didapatkan hasil penelitian:

1. Analisis Univariat
a. Ikterus Neonantorum

Tabel 4.1
Distribusi Frekuensi Kejadian Ikterus Neonatorum di Ruang
Rawatan Kebidanan RSI. Siti Rahmah Padang
Tahun 2017
No. Ikterus Neonatorum f %
1. Ikterus 25 39,7
2. Tidak Ikterus 38 60,3
Jumlah 63 100
Berdasarkan tabel 4.1 menunjukkan bahwa 39,7% ibu memiliki

neonatus mengalami ikterus neonatorum di Ruang Rawatan Kebidanan

RSI. Siti Rahmah Padang tahun 2017.

b. Usia Kehamilan

Tabel 4.2
Distribusi Frekuensi Usia Kehamilan Ibu di Ruang Rawatan
Kebidanan RSI. Siti Rahmah Padang
Tahun 2017

No. Usia Kehamilan f %


1. Preterm 23 36,5
2. Aterm 33 52,4
3. Posterm 7 11,1
Jumlah 63 100

Berdasarkan tabel 4.2 menunjukkan bahwa 36,5% ibu dengan

usia kehamilan preterm di Ruang Rawatan Kebidanan RSI. Siti

Rahmah Padang tahun 2017.

c. Berat Badan Lahir Bayi

Tabel 4.3
Distribusi Frekuensi Berat Badan Lahir Bayi di Ruang Rawatan
Kebidanan RSI. Siti Rahmah Padang
Tahun 2017

No. Berat Badan Lahir Bayi f %


1. Tidak Normal 24 38,1
2. Normal 39 61,9
Jumlah 63 100

Berdasarkan tabel 4.3 menunjukkan bahwa 38,1% berat dengan

badan lahir bayi yang tidak normal di Ruang Rawatan Kebidanan RSI.

Siti Rahmah Padang tahun 2017.

d. Frekuensi Pemberian ASI


Tabel 4.4
Distribusi Frekuensi Frekuensi Pemberian ASI di Ruang Rawatan
Kebidanan RSI. Siti Rahmah Padang
Tahun 2017
No. Frekuensi Pemberian ASI f %
1. Kurang Baik 23 36,5
2. Baik 40 63,5
Jumlah 63 100

Berdasarkan tabel 4.4 menunjukkan bahwa 36,5% ibu kurang

baik dalam memberikan ASI pada neonatus di Ruang Rawatan

Kebidanan RSI. Siti Rahmah Padang tahun 2017.

2. Analisa Bivariat

a. Hubungan Usia Kehamilan Ibu dengan Ikterus Neonatorum

Tabel 4.5
Hubungan Usia Kehamilan Ibu dengan Ikterus Neonatorum
di Ruang Rawatan Kebidanan RSI. Siti Rahmah Padang
Tahun 2017

Ikterus Neonatorum
Usia Jumlah
Kehamilan Ikterus Tidak Ikterus
f % f % f %
Preterm 17 73,9 6 26,1 23 100
Aterm 3 9,1 30 90,9 33 100
Posterm 5 71,4 2 28,6 7 100
Jumlah 25 39,7 38 60,3 63 100
ρ value = 0,000
Berdasarkan tabel 4.5 menunjukkan bahwa dari 23 orang

dengan usia kehamilan preterm ada 17 (73,9%) mengalami kejadian

ikterus neonatorum. Sedangkan dari 33 orang dengan usia kehamilan

aterm ada 3 (9,1%) yang mengalami kejadian ikterus neonatorum.


Setelah dilakukan uji statistik chi-square didapat nilai ρ value =

0,000 (ρ < 0,05) artinya ada hubungan usia kehamilan ibu dengan

ikterus neonatorum di Ruang Rawatan Kebidanan RSI. Siti Rahmah

Padang tahun 2017.

b. Hubungan Berat Badan Lahir Bayi dengan Ikterus Neonatorum

Tabel 4.6
Hubungan Berat Badan Lahir Bayi dengan Ikterus Neonatorum
di Ruang Rawatan Kebidanan RSI. Siti Rahmah Padang
Tahun 2017

Ikterus Neonatorum
Berat Badan Jumlah
Lahir Bayi Ikterus Tidak Ikterus
f % f % f %
Tidak Normal 21 87,5 3 12,5 24 100
Normal 4 10,3 35 89,7 39 100
Jumlah 25 39,7 38 60,3 63 100
ρ value = 0,000

Berdasarkan tabel 4.6 menunjukkan bahwa dari 24 orang bayi

yang berat badan tidak normal ada 21 (87,5%) yang mengalami

kejadian ikterus neonatorum. Sedangkan dari 39 orang bayi yang berat

badan normal ada 4 (10,3%) yang mengalami kejadian ikterus

neonatorum.

Setelah dilakukan uji statistik chi-square didapat nilai ρ value =

0,000 (ρ < 0,05) artinya ada hubungan berat badan lahir bayi dengan

ikterus neonatorum di Ruang Rawatan Kebidanan RSI. Siti Rahmah

Padang tahun 2017.

c. Hubungan Frekuensi Pemberian ASI dengan Ikterus Neonatorum

Tabel 4.7
Hubungan Frekuensi Pemberian ASI dengan Ikterus Neonatorum
di Ruang Rawatan Kebidanan RSI. Siti Rahmah Padang
Tahun 2017

Ikterus Neonatorum
Frekuensi Jumlah
Pemberian ASI Ikterus Tidak Ikterus
f % f % f %
Kurang Baik 19 82,6 4 17,4 23 100
Baik 6 15,0 34 85,0 40 100
Jumlah 25 39,7 38 60,3 63 100
ρ value = 0,000
Berdasarkan tabel 4.7 menunjukkan bahwa dari 23 orang bayi

frekuensi pemberian ASInya kurang baik ada 19 (82,6%) yang

mengalami kejadian ikterus neonatorum. Sedangkan dari 40 orang bayi

frekuensi pemberian ASI baik ada 6 (15,0%) yang mengalami kejadian

ikterus neonatorum.

Setelah dilakukan uji statistik chi-square didapat nilai ρ value =

0,000 (ρ < 0,05) artinya ada hubungan frekuensi pemberian ASI

dengan ikterus neonatorum di Ruang Rawatan Kebidanan RSI. Siti

Rahmah Padang tahun 2017.

C. Pembahasan

1. Analisa Univariat

a. Ikterus Neonatorum

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, didapatkan

bahwa 39,7% ibu memiliki neonatus yang mengalami ikterus

neonatorum di Ruang Rawatan Kebidanan RSI. Siti Rahmah Padang

tahun 2017.
Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan

oleh Santhosam (2014) tentang kejadian ikterus pada bayi baru lahir di

RSUP H.Adam Malik Medan dari tahun 2011-2013, ditemukan 47,4%

bayi mengalami ikterus.18

Ikterus merupakan perubahan warna kulit/sklera mata (normal

berwarna putih) menjadi kuning karena peningkatan kadar bilirubin

dalam darah. Ikterus pada bayi yang baru lahir dapat merupakan suatu

hal yang fisiologis, terdapat pada 25%-50% pada bayi yang lahir cukup

bulan dan lebih tinggi pada neonatus yang kurang bulan. Tetapi dapat

juga merupakan hal yang patologis misalnya akibat berlawannya

rhesus darah bayi dan ibunya sepsis (infeksi berat) dan penyumbatan

saluran empedu.5

Ikterus adalah meningkatnya kadar bilirubin dalam darah yang

kadar nilainya lebih dari normal. Biasanya terjadi pada bayi baru lahir

dengan nilai normal bilirubin indirek adalah 0,3-1,1 mg/dl dan

bilirubin direk adalah 0,1-0,4 mg/dl.6

Beberapa faktor yang menyebabkan ikterus neonatorum yaitu

jenis kelamin bayi, usia kehamilan, berat badan lahir, jenis persalinan,

kejadian asfiksia dan frekuensi pemberian ASI. 8 Dampak yang terjadi

adalah bayi akan mengalami kejang-kejang, sementara dalam jangka

panjang bayi bisa mengalami cacat neurologis seperti: ketulian,

gangguan bicara dan retardasi mental. Jadi, penting sekali mewaspadai

keadaan umum si bayi dan harus terus dimonitor secara ketat. 10

Ikterus dapat dicegah sejak masa kehamilan, dengan cara

pengawasan kehamilan dengan baik dan teratur, untuk mencegah

sedini mungkin infeksi pada janin, dan hipoksia (kekurangan oksigen)


pada janin di dalam rahim. Pada masa persalinan, jika terjadi hipoksia,

misalnya karena kesulitan lahir, lilitan tali pusat, dan lain-lain, segera

diatasi dengan cepat dan tepat. Sebaiknya, sejak lahir, biasakan anak

dijemur dibawah sinar matahari pagi sekitar jam 7 – jam 8 pagi setiap

hari selama 15 menit dengan membuka pakaiannya.11

Menurut peneliti, ikterus yang terjadi pada neonatus

disebabkan oleh usia kehamilan, berat badan lahir bayi dan frekuensi

pemberian ASI oleh responden. Ikterus yang dialami oleh neonatus

dapat menyebabkan kerusakan pada otak akibat perlengketan bilirubin

pada otak. Kejadian ini dapat ditandai dengan perubahan warna

kulit/sklera mata menjadi kuning, nafsu minum yang menurun,

dehidrasi, pucat dan urin kuning tua. Ikterus dapat diatasi dengan

pemberian ASI yang adekuat.

b. Usia Kehamilan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, didapatkan

bahwa 36,5% ibu dengan usia kehamilan preterm di Ruang Rawatan

Kebidanan RSI. Siti Rahmah Padang tahun 2017.

Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan

oleh Tazami (2013) tentang gambaran faktor risiko ikterus neonatorum

pada neonatus di Ruang Perinatologi RSUD Raden Mattaher Jambi,

ditemukan 51,2% usia kehamilan preterm.8

Usia kehamilan adalah masa sejak terjadinya konsepsi sampai

dengan saat kelahiran, dihitung dari hari pertama sampai haid terakhir

(menstrual age of pregnancy). Usia kehamilan sangat berpengaruh

bagi kelangsungan hidup bayi, makin rendah usia kehamilan dan


makin kecil bayi yang dilahirkan, makin tinggi morbiditas dan

mortalitasnya.20

Makin pendek usia kehamilan makin kurang pertumbuhan alat-

alat dalam tubuhnya, dengan akibatnya makin mudahnya terjadi

komplikasi dan makin tinggi angka kematian. Berhubungan dengan

kurang sempurnanya alat-alat dalam tubuh bayi baik anatomik maupun

fisiologis maka mudah timbul immatur hati yang memudahkan

terjadinya hiperbilirubinemia. Hal ini terjadi karena belum maturnya

fungsi hepar, kurangnya enzim glukorinil transferase sehingga

konjugasi bilirubin indirect menjadi bilirubin direct belum sempurna

dan kadar albumin darah yang berperan dalam transportasi bilirubin

dari jaringan hepar kurang. Kadar bilirubin normal pada bayi prematur

10 mg/dl. Hiperbilirubinemia pada bayi prematur bila tidak segera

diatasi dapat menjadi kern ikterus yang akan menimbulkan gejala sisa

yang permanen.20

Menurut peneliti, ikterus yang sering terjadi pada kehamilan

preterm disebabkan karena keadaan organ tubuh janin yang belum

terbentuk dengan sempurna akibatnya saluran empedu tidak dapat

memproduksi billirubin secara normal melebihi 2mg% dan ikterus

biasanya muncul jika kadar billirubin tak terkontrol produksinya. Saat

bayi dilahirkan maka peralihan dari kehidupan intrauterin ke

ekstrauterin memerlukan berbagai perubahan biokimia dan faal.

c. Berat Badan Lahir Bayi


Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, didapatkan

bahwa 38,1% berat badan lahir bayi yang tidak normal di Ruang

Rawatan Kebidanan RSI. Siti Rahmah Padang tahun 2017.

Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian ini Hasvivin

(2012) tentang hubungan frekuensi pemberian ASI, riwayat asfiksia

dan berat badan lahir dengan angka kejadian ikterus neonatorum di

Ruang NICU RSKD Ibu dan Anak Siti Fatimah Makassar, ditemukan

56,8% bayi mengalami BBLR.9

Pada umumnya bayi dilahirkan setelah dikandung kurang lebih

40 minggu dalam rahim ibu. Pada waktu lahir bayi mempunyai berat

badan sekitar 3 kg dan panjang badan 50 cm. Secara umum berat bayi

lahir yang normal adalah antara 2500 gr sampai 4000 gr, dan bila di

bawah atau kurang dari 2500 gr dikatakan BBLR.21

Pertumbuhan organ tubuh bayi yang lahir dengan berat badan

lahir rendah belum berfungsi seperti bayi yang normal, oleh karena itu

bayi BBLR banyak yang mengalami kesulitan untuk hidup diluar

rahim ibu dan semakin mudah terjadi komplikasi serta tingginya angka

kematian. Hal ini menunjukkan bahwa bayi BBLR dapat

mempengaruhi angka kejadian hiperbilirubin.31

Menurut peneliti, bayi dengan berat badan tidak normal karena

pada bayi BBLR belum sempurna hati untuk memproses sel darah

merah karna sel darah merah membawa hemoglobin yang berfungsi

mengikat oksigen dari ibu ke janin. Begitupun dengan perubahan pada

warna kulit bayi tersebut, dimana perubahan warna kulit yang terjadi

diakibatkan oleh konjugasi bilirubin indirek menjadi bilirubin direk di

hepar tidak sempurna.


d. Frekuensi Pemberian ASI

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, didapatkan

bahwa 36,5% ibu kurang baik dalam memberikan ASI pada neonatus

di Ruang Rawatan Kebidanan RSI. Siti Rahmah Padang tahun 2017.

Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian ini Hasvivin

(2012) tentang hubungan frekuensi pemberian ASI, riwayat asfiksia

dan berat badan lahir dengan angka kejadian ikterus neonatorum di

Ruang NICU RSKD Ibu dan Anak Siti Fatimah Makassar, ditemukan

frekuensi pemberian ASI sebesar 62,2%.9

ASI Eksklusif adalah pemberian ASI saja sejak bayi dilahirkan

sampai sekitar usia 6 bulan. Selama itu bayi tidak diharapkan

mendapatkan tambahan cairan lain seperti susu formula, air jeruk, air

teh, madu, air putih. Pada pemberian ASI eksklusif, bayi juga tidak

diberikan makanan tambahan seperti pisang, biskuit, bubur nasi tim,

dan sebagainya.26

Manfaat yang didapatkan bayi dari ASI Eksklusif adalah lebih

sehat dan lebih kuat dibanding bayi yang tidak mendapat ASI. ASI

juga mampu mencegah terjadinya kanker limfomaligna (kanker

kelenjer). ASI juga menghindarkan anak dari busung lapar/malnutrisi.

Sebab komponen gizi ASI paling lengkap, termasuk protein, lemak,

karbohidrat, mineral, vitamin dan zat-zat penting lainnya. ASI adalah

cairan hidup yang mampu diserap dan digunakan tubuh dengan cepat.

Manfaat ini tetap diperoleh meskipun status gizi ibu kurang. 26

ASI mengandung inhibitor enzim glukoronil transferase yang

berfungsi mengkonjugasi bilirubin dengan asam glukoronat, sehingga

bilirubin tak terkonjugasi jumlahnya meningkat. Hal ini menyebabkan


hiperbilirubinemia pada bayi. Selain itu, peningkatan absorbsi bilirubin

lebih besar daripada produksinya menyebabkan jaundice breast milk.

Keadaan hiperbilirubinemia neonatus ini terjadi pada neonatus dengan

penurunan berat yang signifikan.19

Menurut peneliti, kurang baiknya frekuensi pemberian ASI

yang diberikan oleh responden kepada neonatus karena pada neonatus

yang mengalami ikterus 82,6% terjadi karena frekuensi pemberian ASI

yang kurang baik. Hal ini bisa disebabkan oleh bayi yang harus

dirawat terpisah dengan responden, dimana bayi yang memiliki berat

badan tidak normal harus dirawat di ruangan terpisah dengan ibunya

dan harus mendapatkan perawatan yang intensif. Maka dari itu, kepada

bidan untuk terus memberikan promosi kesehatan maupun penyuluhan

dan menyebarkan luaskan informasi tentang frekuensi pemberian ASI

dan memberdayakan petugas kesehatan lain untuk melakukan

konseling ASI pada ibu.

2. Analisa Bivariat

a. Hubungan Usia Kehamilan Ibu dengan Ikterus Neonatorum

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, didapatkan

bahwa dari 23 orang dengan usia kehamilan preterm ada 17 (73,9%)

mengalami kejadian ikterus neonatorum. Sedangkan dari 33 orang

dengan usia kehamilan aterm ada 3 (9,1%) yang mengalami kejadian

ikterus neonatorum.

Setelah dilakukan uji statistik chi-square didapat nilai ρ value =

0,000 (ρ < 0,05) artinya ada hubungan usia kehamilan ibu dengan
ikterus neonatorum di Ruang Rawatan Kebidanan RSI. Siti Rahmah

Padang tahun 2017.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan

oleh Tazami (2013) tentang gambaran faktor risiko ikterus neonatorum

pada neonatus di Ruang Perinatologi RSUD Raden Mattaher Jambi,

ditemukan adanya hubungan usia kehamilan dengan ikterus

neonatorum pada neonatus (p = 0,001).8

Seringkali prematuritas berhubungan dengan

hiperbilirubinemia tak terkonjugasi pada neonatus. Aktifitas uridine

difosfat glukoronil transferase hepatik jelas menurun pada bayi

prematur, sehingga konjugasi bilirubin tak terkonjugasi menurun.

Selain itu juga terjadi peningkatan hemolisis karena umur sel darah

merah yang pendek pada bayi prematur.8

Menurut peneliti, terdapatnya hubungan usia kehamilan dengan

ikterus neonatorum karena makin rendah masa gestasi dan makin kecil

bayi yang dilahirkan, makin tinggi morbiditas dan mortalitasnya.

Immatur hati memudahkan terjadinya hiperbillirubin, hal ini dapat

terjadi karena belum maturnya fungsi hepar. Kurangnya enzim

glukorinil transferase sehingga konjugasi bilirubin indirect menjadi

billirubin direct belum sempurna dan kadar albumin darah dari

jaringan ke hepar kurang.

b. Hubungan Berat Badan Lahir Bayi dengan Ikterus Neonatorum

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, didapatkan

bahwa dari 24 orang bayi yang berat badan tidak normal ada 21
(87,5%) yang mengalami kejadian ikterus neonatorum. Sedangkan dari

39 orang bayi yang berat badan normal ada 4 (10,3%) yang mengalami

kejadian ikterus neonatorum.

Setelah dilakukan uji statistik chi-square didapat nilai ρ value =

0,000 (ρ < 0,05) artinya ada hubungan berat badan lahir bayi dengan

ikterus neonatorum di Ruang Rawatan Kebidanan RSI. Siti Rahmah

Padang tahun 2017.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan

oleh Hasvivin (2012) tentang hubungan frekuensi pemberian ASI,

riwayat asfiksia dan berat badan lahir dengan angka kejadian ikterus

neonatorum di Ruang NICU RSKD Ibu dan Anak Siti Fatimah

Makassar, ditemukan adanya hubungan BBLR dengan kejadian ikterus

(p = 0,013).9

Kejadian ikterus sering dijumpai pada bayi dengan berat badan

kurang dari 2500 gram. Hal ini disebabkan belum matangnya fungsi

hati bayi untuk memproses eritrosit (sel darah merah). Banyak bayi

baru lahir, terutama bayi kecil (bayi dengan berat lahir < 2500 gram)

mengalami ikterus pada minggu pertama kelahirannya. Pada bayi

dengan berat kurang dair 2500 gram, pembentukan hepar belum

sempurna (imaturitas hepar) sehingga menyebabkan konjugasi

bilirubin indirek menjadi bilirubin direk di hepar tidak sempurna. 8,9

Menurut peneliti, terdapatnya hubungan berat badan lahir bayi

dengan ikterus neonatorum karena pada bayi yang lahir dengan berat

badan lahir rendah memiliki produksi kadar bilirubin darah yang tidak
stabil seperti pada bayi yang lahir aterm atau cukup bulan. Kejadian ini

dapat dicegah dengan peningkatan gizi ibu serta dengan melakukan

konseling atau penyuluhan agar ibu mau melakukan pemeriksaan

kehamilan rutin selama kehamilannya.

c. Hubungan Frekuensi Pemberian ASI dengan Ikterus Neonatorum

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, didapatkan

bahwa dari 23 orang bayi frekuensi pemberian ASInya kurang baik ada

19 (82,6%) yang mengalami kejadian ikterus neonatorum. Sedangkan

dari 40 orang bayi frekuensi pemberian ASI baik ada 6 (15,0%) yang

mengalami kejadian ikterus neonatorum.

Setelah dilakukan uji statistik chi-square didapat nilai ρ value =

0,000 (ρ < 0,05) artinya ada hubungan frekuensi pemberian ASI

dengan ikterus neonatorum di Ruang Rawatan Kebidanan RSI. Siti

Rahmah Padang tahun 2017.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan

oleh Hasvivin (2012) tentang hubungan frekuensi pemberian ASI,

riwayat asfiksia dan berat badan lahir dengan angka kejadian ikterus

neonatorum di Ruang NICU RSKD Ibu dan Anak Siti Fatimah

Makassar, ditemukan adanya hubungan frekuensi pemberian ASI

dengan kejadian ikterus (p = 0,006).9

Ikterus yang terkait dengan pemberian ASI merupakan hasil

dari hambatan kerja glukoronil transferase oleh pregnanediol atau

asam lemak yang terdapat dalam ASI terjadi 4-7 hari setelah lahir

dimana terdapat kenaikan bilirubin tak terkonjugasi dengan kadar 25-


30 mg/dl selama minggu ke 2- ke 3. Biasanya bisa mencapai usia 4

minggu dan menurun setelah 10 minggu. Jika pemberian ASI

dilanjutkan, hyperbilirubinemia akan menurun berangsur angsur dapat

menetap selama 3-10 minggu pada kadar yang lebih rendah. Jika

pemberian ASI dihentikan, kadar bilirubin serum akan turun dengan

cepat biasanya 1-2 hari dan pengganti ASI dengan susu formula

mengakibatkan penurunan bilirubin serum dengn cepat, sesudahnya

pemberian ASI dapat dimulai lagi dan hiperbilirubin tidak kembali ke

kadar yang tinggi seperti sebelumanya.11

Bayi yang minum ASI dapat membantu menurunkan kadar

bilirubin, karena bilirubin dapat dikeluarkan melalui air kencing dan

kotoran bayi, walaupun pada sebagian bayi yang mendapat ASI

eksklusif dapat terjadi ikterus yang berkepanjangan, hal ini dapat

terjadi karena adanya faktor tertentu (2α-20β-pregnandiol) dalam ASI

yang diduga meningkatkan absorbsi bilirubin diusus halus. Jika

pemberian ASI dilanjutkan hiperbilirubin secara bertahap dapat

diturunkan.9

Frekuensi menyusui yang sering ( >10 kali/24jam ), rooming in

menyusui pada malam hari dapat mengurangi insiden ikterus awal

karena ASI.27 Bayi yang di beri minum lebih awal atau di beri minum

lebih sering dan bayi dengan pengeluaran mekonium lebih awal

cenderung mempunyai insiden yang rendah untuk terjadinya ikterus

fisiologis. Bayi yang mendapat ASI kadar bilirubin cenderung lebih


rendah pada yang defekasinya lebih sering, bayi yang terlambat

mengeluarkan mekonium lebih sering terjadi ikterus fisiologis.9

Menurut peneliti, terdapatnya hubungan frekuensi pemberian

ASI dengan ikterus neonatorum karena pemberian ASI yang adekuat

dapat membantu menurunkan kadar bilirubin, dimana neonatus yang

banyak minum ASI dapat mengeluarkan kadar bilirubin melalui air

kencing dan kotoran bayi. Neonatus yang mengalami ikterus juga

disebabkan karena pemberian minum yang belum mencukupi bayi

yang berpuasa panjang atau asupan cairan yang belum mencukupi akan

menurunkan kemampuan hati untuk memproses bilirubin.


BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan tentang faktor risiko yang

berhubungan dengan ikterus neonatorum di Ruang Rawatan Kebidanan RSI.

Siti Rahmah Padang tahun 2017, maka dapat disimpulkan bahwa:

1. Kurang dari separoh (39,7%) neonatus mengalami ikterus neonatorum di

Ruang Rawatan Kebidanan RSI. Siti Rahmah Padang tahun 2017.

2. Kurang dari separoh (36,5%) ibu dengan usia kehamilan preterm di Ruang

Rawatan Kebidanan RSI. Siti Rahmah Padang tahun 2017.

3. Kurang dari separoh (38,1%) berat badan lahir bayi yang tidak normal di

Ruang Rawatan Kebidanan RSI. Siti Rahmah Padang tahun 2017.

4. Kurang dari separoh (36,5%) ibu kurang baik dalam memberikan ASI

pada neonatus di Ruang Rawatan Kebidanan RSI. Siti Rahmah Padang

tahun 2017.

5. Ada hubungan usia kehamilan ibu dengan kejadian ikterus neonatorum di

Ruang Rawatan Kebidanan RSI. Siti Rahmah Padang tahun 2017.

6. Ada hubungan berat badan lahir bayi dengan kejadian ikterus neonatorum

di Ruang Rawatan Kebidanan RSI. Siti Rahmah Padang tahun 2017.

7. Ada hubungan frekuensi pemberian ASI dengan kejadian ikterus

neonatorum di Ruang Rawatan Kebidanan RSI. Siti Rahmah Padang tahun

2017.
B. Saran

1. Bagi RSI. Siti Rahmah Padang

Diharapkan kepada petugas kesehatan khususnya bidan yang ada di

Ruang Rawatan Kebidanan lebih meningkatkan mutu pelayanan terutama

dalam memberikan asuhan kebidanan pada neonatus yang mengalami

ikterus dengan menggunakan manajemen kebidanan secara lengkap

(komprehensif).

2. Bagi Institusi Pendidikan

Diharapkan skripsi ini dapat menjadi tambahan kepustakaan di

Prodi DIV Kebidanan Poltekkes Kemenkes Padang atau sebagai bahan

perbandingan bagi mahasiswa dalam menyusun skripsi.

3. Bagi Peneliti Selanjutnya

Diharapkan kepada kepada peneliti selanjutnya untuk melanjutkan

penelitian ini dengan menggunakan variabel dan pembahasan yang

berbeda tentang faktor resiko yang berhubungan dengan ikterus

neonatorum.
DAFTAR PUSTAKA

1. Mutianingsih, Rosa. Hubungan Antara Bayi Berat Lahir Rendah dengan


Kejadian Ikterus, Hipoglikemi dan Infeksi Neonatorum di RSUP NTB
[Sinopsis]. Malang : Fakultas Kedokteran Universita Brawijaya; 2014.

2. Kemenkes RI. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2014. Jakarta: Kemenkes


RI; 2014.

3. WHO. Prevalensi Kejadian Ikterus pada Bayi Baru Lahir. Diakses dari
www.who.int/who/data/organisasi-kesehatan-dunia.html; 2015.

4. Deswita. Hubungan pendidikan kesehatan dengan kejadian ikterus di


RSUp Dr. M. Djamil Padang [Jurnal]. Fakultas Keperawatan Universitas
Andalas Padang; 2014.

5. Maryanti. Buku Ajar Neonatus, Bayi & Balita. Jakarta : Trans Info Media;
2011.

6. Maryunani, Anik dan Puspipta, Eka. Asuhan Kegawadaruratan Maternal &


Neonatal. Jakarta : Trans Info Media; 2013.

7. Rohmah, Syofiana. Perbedaan Status Gizi Ibu Hamil Berdasarkan Ikterus


Fisiologis dan Patologi pada Bayi Baru Lahir di Ruang Perinatal RSUD
Wates Kulon Progo Yogyakarta [Naskah Publikasi]. Yogyakarta : STIKes
Aisyiyah; 2014.

8. Tazami, Reisa, Maulidya. Gambaran Faktor Risiko Ikterus Neonatorum


pada Neonatus di Ruang Perinatologi RSUD Raden Mattaher Jambi
[Jurnal]. Jambi : Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Jambi;
2013.

9. Hasvivin, dkk. Hubungan Frekuensi Pemberian ASI, Riwayat Asfiksia


dan Berat Badan Lahir dengan Angka Kejadian Ikterus Neonatorum di
Ruang NICU RSKD Ibu dan Anak Siti Fatimah Makassar [Jurnal].
Makassar : Kesehatan STIKes Nani Hasanuddin; 2012.

10. Maqfirah, Syarifah. Gambaran Pengetahuan Bidan tentang Ikterus


Fisiologis pada Bayi Baru Lahir di Puskesmas Kopelma Darussalam
[Karya Tulis Ilmiah]. Banda Aceh : Prodi DIII Kebidanan STIKes U‟Budiyah;
2012.

11. Rosyada, Addina, Fitriana. Asuhan Kebidanan pada Neonatus dengan


Ikterus Patologis di Ruang Bayi RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta
[Asuhan Kebidanan]. Yogyakarta : DIII Kebidanan STIKes Aisyiyah; 2013.
12. Rekam Medik RSI Siti Rahmah Padang. Jumlah Kasus Ikterus
Neonatorum; 2016

13. Sudarti. Asuhan Neonatus Risiko Tinggi dan Kegawadaruratan.


Yogyakarta : Nuha Medika; 2013.

14. Muslihatun, Wafi, Nur. Asuhan Neonatus Bayi dan Balita. Yogyakarta :
Fitramaya; 2010.

15. Susilaningrum dkk. Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak “Untuk Perawat
dan Bidan”. Jakarta : Salemba Medika; 2013.

16. Dewi, Vivian, Nanny, Lia. Asuhan Neonatus Bayi dan Anak Balita. Jakarta:
Salemba Medika; 2012.

17. Veronika, Yulia. Asuhan Kebidanan pada By. A dengan Ikterus Derajat
IV di RSUD Dr. Moewardi Surakarta [Asuhan Kebidanan]. Surakarta :
Prodi DIII Kebidanan STIKes Kusuma Husada; 2014.

18. Santhosam, Moganappriyaa. Kejadian Ikterus pada Bayi Baru Lahir di


RSUP H.Adam Malik Medan Dari Tahun 2011-2013 [Karya Tulis Ilmiah].
Medan : Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara; 2014.

19. Conita, Ita. Faktor Risiko Kejadian Ikterus. diakses dari


http://www.eprints.undip.ac.id/43955/.../ita-conita-g2a009029-babII-kti; 2013

20. Rokhayati. Faktor Risiko Kejadian Ikterus pada Bayi Baru Lahir. diakses
dari library.upnvj.ac.id/pdf/rokhayati/s1keperawatan/0810712032/bab2.pdf;
2012.

21. Choirunnisa, Miftahani, Leo. Hubungan Kenaikan Berat Badan, Lingkar


Lengan Atas dan Kadar Haemoglobin Ibu Hamil Trimester III dengan
Kejadian Berat Badan Lahir Rendah di Kota Surakarta [Skripsi].
Surakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret; 2010.

22. Fajrina, Adiba. Hubungan Pertambahan Berat Badan Selama Hamil dan
Faktor Lain dengan Berat Badan Lahir Rendah di Rumah Sakit Bersalin
Lestari Ciampea Bogor [Skripsi]. Depok : Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Indonesia; 2012.

23. Supariasa dkk. Penilaian Status Gizi (Edisi Revisi). Jakarta: Rineka Cipta;
2012.

24. Yuliyani. Perbedaan Berat Badan Bayi yang di Lakukan Pijat dengan
Berat Badan Bayi yang tidak Dilakukan Pijat di BPS Yohana Kelurahan
Kebonharjo Kota Semarang [Skripsi]. Semarang : PSIK Universitas
Semarang; 2012.
25. Latama, Zahra, Nabila. Hubungan Apgar Score dengan Ikterus
Neonatorum Fisiologis di RSUD Al-Ihsan Kabupaten Bandung [Jurnal].
Bandung : Kesehatan Universitas Islam; 2014.

26. Maryunani, Anik. Inisiasi Menyusu Dini, ASI Eksklusif dan Manajemen
Laktasi. Jakarta : Trans Info Media; 2012.

27. Kemenkes RI. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan
Dasar dan Rujukan. Jakarta : Kemenkes RI; 2013

28. Hidayat, Aziz, Alimul. Metode Penelitian Kebidanan & Teknik Analisa
Data. Jakarta : Salemba Medika; 2011.

29. Notoatmodjo, Soekidjo. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka


Cipta; 2012.

30. Mauliku, Novie dan Nurjanah, Ade. Faktor-Faktor pada Ibu Bersalin yang
Berhubungan dengan Kejadian Hiperbillirubin pada Bayi Baru Lahir di
Rumah Sakit Dustira Cimahi [Jurnal] Kesehatan Kartika; 2009.

31. Hidayati, Elli dan Rahmaswari, Martsa. Hubungan Faktor Ibu dan Faktor
Bayi dengan Kejadian Hiperbilirubinemia pada Bayi Baru Lahir (BBL)
di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Koja Jakarta Utara [Jurnal]
Kebidanan FKK-UMJ; 2015.

32. Tim Penyusun Poltekkes Kemenkes Padang. Panduan Penulisan Skripsi


Program Studi DIV Kebidanan Poltekkes Kemenkes Padang. Padang :
Politeknik Kesehatan Kemenkes Padang; 2016.
Lampiran B

SURAT PERMOHONAN KEPADA RESPONDEN


Kepada Yth :
Responden
Dengan Hormat,
Saya yang bertanda tangan di bawah ini adalah mahasiswa Politeknik
Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Padang Program Studi
DIV Kebidanan yang bermaksud akan melaksanakan penelitian.
Nama : Fatmawati
NIM : 164330656
Akan mengadakan penelitian dengan judul “Faktor Risiko yang
Berhubungan dengan Ikterus Neonatorum di Ruang Rawatan Kebidanan
RSI. Siti Rahmah Padang Tahun 2017”.
Penelitian ini tidak akan menimbulkan kerugian bagi Ibu sebagai
responden. Kerahasiaan semua informasi yang diberikan akan dijaga dan
digunakan untuk kepentingan penelitian.
Apabila Ibu menyetujui maka dengan ini saya mohon kesediaan Ibu untuk
menandatangani lembar persetujuan dan menjawab pertanyaan-pertanyaan yang
diajukan.
Atas perhatian Ibu sebagai responden saya ucapkan terima kasih.

Padang, November 2017


Peneliti

Fatmawati
Lampiran C

LEMBAR PERSETUJUAN RESPONDEN


(Informed Concent)

Setelah dijelaskan maksud penelitian, saya bersedia menjadi responden


dalam penelitian yang dilakukan oleh saudara :
Nama : Fatmawati
NIM : 164330656
Mahasiswa Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia Padang Program Studi Keperawatan Padang dengan judul “Faktor
Risiko yang Berhubungan dengan Ikterus Neonatorum di Ruang Rawatan
Kebidanan RSI. Siti Rahmah Padang Tahun 2017”.
Persetujuan ini saya tanda tangani dengan sukarela tanpa paksaan dari
siapapun.

Padang, November 2017


Responden

( )
Lampiran D

KUESIONER PENELITIAN

FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN IKTERUS


NEONATORUM DI RUANG RAWATAN KEBIDANAN
RSI. SITI RAHMAH PADANG
TAHUN 2017

No. Responden

A. Identitas Responden
Inisial Responden : ....................................................................................
Umur : ....................................................................................
Pendidikan : SD SMP/sederajat SMA/sederajat D3 S1
Pekerjaan : ....................................................................................
Alamat : ....................................................................................

B. Kejadian Ikterus
Berilah tanda cheklist (√) rumus Kramer dibawah ini sesuai dengan kondisi
neonatus !

C. HPHT :............................... TP :...........................


Usia Kehamilan Ibu ......... minggu
D. Berat badan lahir bayi ...... gr
E. Frekuensi pemberian ASI
1. Berapa kali ibu memberikan ASI kepada bayi dalam 24 jam ?
a. < 10 kali per 24 jam
b. Lebih atau 10 kali per 24 jam
2. Apakah setelah menyusui, bayi puas dan tertidur pulas ?
a. Ya, jika ibu merasakan payudara kosong
b. Tidak, jika ibu merasakan payudara masih terdapat ASI
3. Apakah ibu rawat gabung dengan bayi ?
a. Ya
b. Tidak
Hari Shift Pagi Shift Sore Shift Malam
1 8.00 - 10.00 : 14.01-16.00: 21.01-23.00:
10.01-12.00: 16.01-18.00: 23.01-01.00:
12.01-14.00: 18.01-20.00: 01.01-03.00:
20.01-21.00: 03.01-05.00:
05.01-07.00:
07.01-08.00:
2 8.00 -10.00 : 14.01-16.00: 21.01-23.00:
10.01-12.00: 16.01-18.00: 23.01-01.00:
12.01-14.00: 18.01-20.00: 01.01-03.00:
20.01-21.00: 03.01-05.00:
05.01-07.00:
07.01-08.00:
3 8.00-10.00 : 14.01-16.00: 21.01-23.00:
10.01-12.00: 16.01-18.00: 23.01-01.00:
12.01-14.00: 18.01-20.00: 01.01-03.00:
20.01-21.00: 03.01-05.00:
05.01-07.00:
07.01-08.00:
Lampiran H

HASIL ANALISIS DATA

Frequency Table

Usia Kehamilan Ibu

Cumulat iv e
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 35-36 21 33.3 33.3 33.3
36-37 2 3.2 3.2 36.5
37-38 3 4.8 4.8 41.3
39-40 26 41.3 41.3 82.5
40-41 4 6.3 6.3 88.9
42-43 7 11.1 11.1 100.0
Total 63 100.0 100.0

Berat Bayi Lahir

Cumulat iv e
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 1700 1 1.6 1.6 1.6
1800 3 4.8 4.8 6.3
1900 1 1.6 1.6 7.9
2000 5 7.9 7.9 15.9
2100 2 3.2 3.2 19.0
2200 6 9.5 9.5 28.6
2300 4 6.3 6.3 34.9
2400 2 3.2 3.2 38.1
2500 1 1.6 1.6 39.7
2600 3 4.8 4.8 44.4
2700 4 6.3 6.3 50.8
2800 4 6.3 6.3 57.1
2900 4 6.3 6.3 63.5
3000 6 9.5 9.5 73.0
3100 1 1.6 1.6 74.6
3200 6 9.5 9.5 84.1
3400 3 4.8 4.8 88.9
3500 4 6.3 6.3 95.2
3600 1 1.6 1.6 96.8
3800 1 1.6 1.6 98.4
3900 1 1.6 1.6 100.0
Total 63 100.0 100.0
Pemberian ASI

Cumulat iv e
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 10 kali 16 25.4 25.4 25.4
11 kali 11 17.5 17.5 42.9
12 kali 16 25.4 25.4 68.3
4 kali 4 6.3 6.3 74.6
5 kali 5 7.9 7.9 82.5
6 kali 3 4.8 4.8 87.3
7 kali 4 6.3 6.3 93.7
8 kali 2 3.2 3.2 96.8
9 kali 2 3.2 3.2 100.0
Total 63 100.0 100.0

Ikterus Neonatorum

Cumulat iv e
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Ikterus 25 39.7 39.7 39.7
Tidak Ikterus 38 60.3 60.3 100.0
Total 63 100.0 100.0

Usia Kehamilan

Cumulat iv e
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Pret erm 23 36.5 36.5 36.5
At erm 33 52.4 52.4 88.9
Posterm 7 11.1 11.1 100.0
Total 63 100.0 100.0

Berat Badan Lahir Bayi

Cumulat iv e
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Tidak Normal 24 38.1 38.1 38.1
Normal 39 61.9 61.9 100.0
Total 63 100.0 100.0

Frekuensi Pemberian ASI

Cumulat iv e
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Kurang Baik 23 36.5 36.5 36.5
Baik 40 63.5 63.5 100.0
Total 63 100.0 100.0
Crosstabs

Case Processing Summary

Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Usia Kehamilan * Ikt erus
63 100.0% 0 .0% 63 100.0%
Neonatorum
Berat Badan Lahir Bay i *
63 100.0% 0 .0% 63 100.0%
Ikterus Neonatorum
Frekuensi Pemberian ASI
63 100.0% 0 .0% 63 100.0%
* Ikterus Neonatorum

Usia Kehamilan * Ikterus Neonatorum

Crosstab

Ikterus Neonatorum
Ikterus Tidak Ikterus Total
Usia Kehamilan Pret erm Count 17 6 23
Expected Count 9.1 13.9 23.0
% wit hin Usia Kehamilan 73.9% 26.1% 100.0%
Aterm Count 3 30 33
Expected Count 13.1 19.9 33.0
% wit hin Usia Kehamilan 9.1% 90.9% 100.0%
Posterm Count 5 2 7
Expected Count 2.8 4.2 7.0
% wit hin Usia Kehamilan 71.4% 28.6% 100.0%
Total Count 25 38 63
Expected Count 25.0 38.0 63.0
% wit hin Usia Kehamilan 39.7% 60.3% 100.0%

Chi-Square Tests

Asy mp. Sig.


Value df (2-sided)
Pearson Chi-Square 27.109a 2 .000
Likelihood Ratio 29.751 2 .000
Linear-by -Linear
5.062 1 .024
Association
N of Valid Cases 63
a. 2 cells (33.3%) hav e expect ed count less t han 5. The
minimum expected count is 2.78.
Berat Badan Lahir Bayi * Ikterus Neonatorum

Crosstab

Ikterus Neonatorum
Ikterus Tidak Ikterus Total
Berat Badan Tidak Normal Count 21 3 24
Lahir Bay i Expected Count 9.5 14.5 24.0
% wit hin Berat
87.5% 12.5% 100.0%
Badan Lahir Bay i
Normal Count 4 35 39
Expected Count 15.5 23.5 39.0
% wit hin Berat
10.3% 89.7% 100.0%
Badan Lahir Bay i
Total Count 25 38 63
Expected Count 25.0 38.0 63.0
% wit hin Berat
39.7% 60.3% 100.0%
Badan Lahir Bay i

Chi-Square Tests

Asy mp. Sig. Exact Sig. Exact Sig.


Value df (2-sided) (2-sided) (1-sided)
Pearson Chi-Square 37.035b 1 .000
Continuity Correctiona 33.879 1 .000
Likelihood Ratio 40.757 1 .000
Fisher's Exact Test .000 .000
Linear-by -Linear
36.448 1 .000
Association
N of Valid Cases 63
a. Computed only f or a 2x2 table
b. 0 cells (.0%) hav e expected count less than 5. The minimum expected count is 9.
52.

Risk Esti mate

95% Conf idence


Interv al
Value Lower Upper
Odds Rat io f or Berat
Badan Lahir Bay i (Tidak 61.250 12.469 300.868
Normal / Normal)
For cohort Ikterus
8.531 3.331 21.853
Neonat orum = Ikterus
For cohort Ikterus
Neonat orum = Tidak .139 .048 .404
Ikterus
N of Valid Cases 63
Frekuensi Pemberian ASI * Ikterus Neonatorum

Crosstab

Ikterus Neonatorum
Ikterus Tidak Ikterus Total
Frekuensi Pemberian Kurang Baik Count 19 4 23
ASI Expected Count 9.1 13.9 23.0
% wit hin Frekuensi
82.6% 17.4% 100.0%
Pemberian ASI
Baik Count 6 34 40
Expected Count 15.9 24.1 40.0
% wit hin Frekuensi
15.0% 85.0% 100.0%
Pemberian ASI
Total Count 25 38 63
Expected Count 25.0 38.0 63.0
% wit hin Frekuensi
39.7% 60.3% 100.0%
Pemberian ASI

Chi-Square Tests

Asy mp. Sig. Exact Sig. Exact Sig.


Value df (2-sided) (2-sided) (1-sided)
Pearson Chi-Square 27.888b 1 .000
Continuity Correctiona 25.134 1 .000
Likelihood Ratio 29.564 1 .000
Fisher's Exact Test .000 .000
Linear-by -Linear
27.445 1 .000
Association
N of Valid Cases 63
a. Computed only f or a 2x2 table
b. 0 cells (.0%) hav e expected count less than 5. The minimum expected count is 9.
13.

Risk Esti mate

95% Conf idence


Interv al
Value Lower Upper
Odds Rat io f or
Frekuensi Pemberian 26.917 6.744 107.432
ASI (Kurang Baik / Baik)
For cohort Ikterus
5.507 2.573 11.790
Neonat orum = Ikterus
For cohort Ikterus
Neonat orum = Tidak .205 .083 .503
Ikterus
N of Valid Cases 63
LEMBAR KONSULTASI SKRIPSI

NAMA MAHASISWA : Fatmawati


NIM : 164330656
NAMA PEMBIMBING I : Elda Yusefni, S.ST, M. Keb
JUDUL SKRIPSI : Faktor Risiko yang Berhubungan dengan Ikterus
Neonatorum di Ruang Rawatan Kebidanan RSI. Siti
Rahmah Padang Tahun 2017

No Hari / Tanggal Kegiatan / Saran Pembimbing Tanda Tangan


Pembimbing

1.

2.

3.

4.

5.

Catt :

1. Lembar ini di bawa setiap kali konsultasi


2. Lembar ini diserahkan saat mendaftar untuk sidang skripsi (salah satu
syarat untuk sidang skripsi)
LEMBAR KONSULTASI SKRIPSI

NAMA MAHASISWA : Fatmawati


NIM : 164330656
NAMA PEMBIMBING II : Elsyie Yuniarti, SKM, MM
JUDUL SKRIPSI : Faktor Risiko yang Berhubungan dengan Ikterus
Neonatorum di Ruang Rawatan Kebidanan RSI. Siti
Rahmah Padang Tahun 2017

No Hari / Tanggal Kegiatan / Saran Pembimbing Tanda Tangan


Pembimbing

1.

2.

3.

4.

5.

6.

Catt :

1. Lembar ini di bawa setiap kali konsultasi


2. Lembar ini diserahkan saat mendaftar untuk sidang skripsi (salah satu
syarat untuk sidang skripsi)

Anda mungkin juga menyukai