Anda di halaman 1dari 97

PENGARUH TEKNIK

MENYUSUI YANG BENAR


TERHADAP PUTTING SUSU LECET PADA IBU POST
PARTUM PRIMIPARA DI WALAYAH KERJA PUSKESMAS
JATINEGARA KABUPATEN TEGAL

RISET KEPERAWATAN

Disusun Oleh :
Khafidzoh
1.18.109

PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN TELOGOREJO
SEMARANG
2021
PENGARUH TEKNIK MENYUSUI YANG BENAR TERHADAP
PUTTING SUSU LECET PADA IBU POST PARTUM
PRIMIPARA DI WALAYAH KERJA PUSKESMAS
JATINEGARA KABUPATEN TEGAL

RISET KEPERAWATAN
Riset Keperawatan Ini Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Keperawatan

Disusun Oleh :
Khafidzoh
1.18.109

PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN TELOGOREJO
SEMARANG
2021

i
HALAMAN PERSETUJUAN

Proposal riset keperawatan dengan judul “ Pengaruh Teknik Menyusui Yang Benar

Terhadap Putting Susu Lecet Pada Ibu Post Partum Primipara Di Walayah

Kerja Puskesmas Jatinegara Kabupaten Tegal ” telah disetujui, diperiksa

untuk dipertahankan di hadapan Tim Penguji Program Studi

S-1 Keperawatan STIKES Telogorejo Semarang

Semarang, 25 Februari 2022

Pembimbing utama,

Ns. Anis Ardiyanti, M. Kep

Pembimbing pendamping,

Ns. Maya Cobalt Angio S,M. Kep

ii
HALAMAN PENGESAHAN

Riset keperawatan ini diajukan oleh :

Nama : Khafidzoh

NIM : 1.18.109

Program studi : S-1 Keperawatan

Judul riset keperawatan : Pengaruh Teknik Menyusui Yang Benar Terhadap

Putting Susu Lecet Pada Ibu Post Partum Primipara

Di Walayah Kerja Puskesmas Jatinegara Kabupaten

Tegal

Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai

bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Sarjana

Keperawatan pada Program Studi S-1 Keperawatan STIKES Telogorejo

Semarang.

DEWAN PENGUJI

Ketua Penguji : Ns. Rinda Intan Sari, M.Kep …………………

Anggota Penguji I : Ns. Maya Cobalt Angio S,M. Kep …………………

Anggota Penguji II : Ns. Anis Ardiyanti, M.Kep …………………

Ditetapkan di : Semarang

Tanggal : Februari 2022

iii
PERNYATAAN ORISINALITAS

Riset Keperawatan dengan judul “Pengaruh Teknik Menyusui Yang Benar Terhadap

Putting Susu Lecet Pada Ibu Post Partum Primipara Di Walayah Kerja

Puskesmas Jatinegara Kabupaten Tegal ” adalah hasil karya saya sendiri dan semua

sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar.

Nama : Khafidzoh

NIM : 1.18.109

Tanda Tangan :

Tanggal : Juni 2022

iv
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI

RISET KEPERAWATAN UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai civitas akademik STIKES Telogorejo Semarang, saya yang bertandatangan


di bawah ini:
Nama : Khafidzoh
NIM : 1.18.109
Program Studi : S-1 Keperawatan
Jenis Karya : Riset Keperawatan

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada


STIKES Telogorejo Semarang Hak Bebas Royalti Non eksklusif (Non-exclusive
Royalty-Free Right) atas Riset Keperawatan saya yang berjudul: Pengaruh Teknik
Menyusui Yang Benar Terhadap Putting Susu Lecet Pada Ibu Post Partum
Primipara Di Walayah Kerja Puskesmas Jatinegara Kabupaten Tegal, beserta
perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Non eksklusif ini
STIKES Telogorejo Semarang berhak menyimpan, mengalih media/formatkan,
mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan mempublikasikan
tugas akhir saya tanpa meminta izin dari saya selama tetap mencantumkan nama saya
sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Semarang, Juni 2022


Yang menyatakan

Khafidzoh

v
PRAKATA

Syukur Alhamdulillah peneliti panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan

hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan riset keperawatan yang berjudul

“Pengaruh Teknik Menyusui Yang Benar Terhadap Putting Susu Lecet Pada Ibu

Post Partum Primipara Di Walayah Kerja Puskesmas Jatinegara Kabupaten Tegal”

dengan baik dan lancar. riset keperawatan ini disusun untuk memperoleh gelar

sarjana keperawatan pada Program S-1 Keperawatan STIKES Telogorejo Semarang.

Penulis menyadari bahwa penyusunan karya tulis ini dapat terselesaikan berkat

dukungan, bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan

ini dengan segala kerendahan hati dan tulus ikhlas perkenankan peneliti

mengucapkan ucapan terimakasih kepada :

1. Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya

sehingga proses penulisan Karya Tulis Ilmiah ini dapat berjalan dengan baik.

2. dr. Swanny Trikajanti W. M. Kes., Ph.D selaku ketua Sekolah Tinggi Ilmu

Kesehatan Telogorejo Semarang.

3. Ns. Ismonah, M. Kep., Sp.M.B. selaku Wakil Ketua I Bidang Akademik

STIKES Telogorejo Semarang

4. Ns. Sri Puguh Kristyawati, M.Kep. Sp. MB Selaku Ketua Program Studi S-1

Keperawatan STIKES Telogorejo Semarang.

5. Ns. Anis Ardiyanti, M.Kep selaku dosen pembimbing I yang telah memberikan

bimbingan pada penyusunan riset keperawatan ini

6. Ns. Maya Cobalt Angio S,M. Kep selaku pembimbing II yang membantu

memberikan masukan tentang penulisan riset keperawatan

vi
7. Seluruh dosen keperawatan dan staf Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Telogorejo

Semarang yang telah memberikan ilmunya dan dukungannya.

8. Orang tua tercinta ( H. Fatekhi dan Hj. Wakiah ), adik tercinta ( M. Ali Muzni)

dan kakak (M. Ali Imron) serta keluarga yang selalu memberikan doa,

dukungan moral dan material yang tiada hentinya sebagai sumber kekuatan

terbesar bagi peneliti dalam proses penyusunan riset keperawatan ini.

9. Saudara serta keluarga peneliti F. Ardhi Putranto dan Y.F Nindya Dhesintha

yang selalu memberikan semangat tiada henti kepada peneliti.

10. Sahabat peneliti yaitu Fajrina Yunistya P dan Zakiah Halwani yang selalu siap

mendengarkan keluh kesah peneliti, membangkitkan semangat, dan membantu

dalam setiap proses penyusunan riset keperawatan ini.

11. Teman-teman seperjuangan S1 Keperawatan Stikes Telogorejo Semarang

angkatan 2021.

Penulis menyadari bahwa riset keperawatan ini masih jauh dari sempurna dan perlu

dikembangkan lebih lanjut dimasa mendatang. Oleh karena itu kritik dan saran

pembaca guna memperbaiki riset keperawatan ini akan sangat bermanfaat untuk

perbaikan penulisan selanjutnya. Akhir kata peneliti berharap riset keperawatan ini

bermanfaat bagi semua pihak yang membacanya.

Semarang, 2022

Peneliti

vii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .................................................................................i

HALAMAN PERSETUJUAN .................................................................ii

HALAMAN PENGESAHAN .................................................................iii

PERNYATAAN ORISINALITAS ..........................................................iv

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI .....................................v

PRAKATA ...............................................................................................vi

DAFTAR ISI .........................................................................................viii

DAFTAR TABEL .....................................................................................x

DAFTAR SKEMA ...................................................................................xi

DAFTAR LAMPIRAN ...........................................................................xii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ..............................................................................1

B. Rumusan Masalah .........................................................................6

C. Tujuan Penelitian...........................................................................6

D. Manfaat Penelitian ........................................................................7

E. Keaslian Penelitian.........................................................................8

F. Persamaan dan Perbedaan dengan Penelitian Peneliti.................10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep post partum ....................................................................12

B. Konsep Dasar ASI .......................................................................29

C. Konsep Dasar Menyusui .............................................................43

D. Konsep Putting Susu Lecet .........................................................51

E. Kerangka Teori ...........................................................................54

BAB III METODE PENELITIAN

viii
A. Kerangka Konsep dan Variabel penelitian ..................................55

B. Hipotesis ......................................................................................56

C. Desain Penelitian .........................................................................57

D. Definisi Operasional ...................................................................58

E. Populasi dan Sampel ...................................................................58

F. Tempat Dan Waktu Penelitian ....................................................60

G. Etika Penelitian ...........................................................................61

H. Alat Pengumpulan Data ..............................................................62

I. Prosedur Pengumpulan Data ...................................................... 64

J. Analisa Data.................................................................................65

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

ix
DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Keaslian Penelitian ....................................................................8

Tabel 1.2 Persamaan dan Perbedaan dengan Penelitian Peneliti ............10

Tabel 2.1 Perubahan Pada Uterus ...........................................................13

Tabel 3.1 Definisi Operasional ...............................................................58

x
DAFTAR SKEMA

Skema 2.1 Kerangka Teori ......................................................................54

Skema 3.1 Kerangka Konsep ..................................................................55

Skema 3.2 Rancangan Penelitian ............................................................58

xi
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Permohonan Menjadi Responden

Lampiran 2 : Persetujuan Responden (Informed Consent )

Lampiran 3 : Lembar Observasi Teknik Menyusuiyang Benar

Lampiran 4 : Lembar Observasi Putting Susu Lecet

Lampiran 5 : SOP Teknik Menyusui

Lampiran 6 : Surat Izin Studi Pendahuluan

Lampiran 7 : Plan Of Action (POA)

Lampiran 8 : Daftar Hadir Konsultasi

xii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Kemajuan suatu bangsa sangat ditentukan oleh sumber daya manusia (SDM)

yang berkualitas, secara fisik dan spiritual. Kunci utama mencetak generasi

tersebut terletak pada tokoh ibu. Dalam hal ini ibu sangat berperan sejak bayi

dalam kandungan hingga masa penyapihan, untuk itu ibu harus memberikan

asuhan yang terbaik bagi anaknya terutama dalam hal pemberian nutrisi karena

nutrisi yang baik pada bayi dapat mempercepat pertumbuhan dan perkembangan

secara optimal (WHO, 2011). Air susu ibu (ASI) merupakan sumber nutrisi

primer bagi bayi baru lahir. ASI terdiri dari air, alfa-laktoalbumin, laktosa,

kasein, asam amino, antibodi terhadap kuman, virus dan jamur. Antibodi yang

terkandung dalam ASI yaitu Imunoglobin A (Ig A), bersama dengan sistem

komplemen yang terdiri dari limfosit, lactobacillus, lactoferin, lisozim dan

sebagainya. Komponen-komponen tersebut berperan penting dalam perlawanan

penyakit pada bayi. Sedangkan nutrisi dalam ASI mencakup hampir 200 unsur

zat makanan termasuk hidrat arang, lemak, protein, vitamin, dan mineral dalam

jumlah yang proporsional serta mengandung growth factor yang berguna untuk

perkembangan mukosa usus (Jannah,2018).

1
Ibu primipara atau ibu dengan kehamilan pertama dihadapkan pada keharusan

untuk mempelajari kemampuan baru yang berhubungan dengan perawatan bayi

dan mengembalikan kondisi fisik serta emosionalnya selama melahirkan. Ibu

primipara juga dihadapkan pada perubahan peran barunya sebagai ibu yang kini

tidak hanya bertanggung jawab pada kehidupannya sendiri tapi juga kehidupan

anaknya (Yosie. 2019). Transisi menjadi orang tua akan sulit bagi ibu primipara

dan pada minggu pertama masih belum siap menerima tugas barunya sebagai

seorang ibu selain itu ibu primipara sering mengalami perasaan tidak mahir dan

tidak mampu dalam melakukan keterampilan perawatan bayi, misalnya

memberikan ASI atau menyusui bayi. (Hamidiyanti, 2018). Menyusui merupakan

suatu proses yang alami yaitu tahapan memberikan makanan pada bayi berupa air

susu ibu (ASI) langsung dari payudara ibu (Depkes RI, 2011).

Proses menyusui sering kali terjadi masalah diantaranya yaitu putting susu lecet

atau nyeri, payudara bengkak, mastitis, puting tenggelam, ASI belum keluar

serta teknik menyusui yang tidak benar berpengaruh terhadap kegagalan

menyusui (Roesli,2013). Menurut Jannah (2018) putting susu lecet atau nyeri

merupakan masalah menyusui yang sering terjadi pada ibu primipara karena

teknik menyusui yang tidak benar, kesalahan dari teknik menyusui tersebut yaitu

posisi bayi menyusui atau perlekatan hanya pada putting susu saja tidak sampai

areola dan menghentikan proses menyusui yang kurang hati-hati.

Berdasarkan penelitian Fenstra tahun 2018 sebanyak 97% ibu di Denmark

memulai menyusui setelah kelahiran. Tingkat menyusui masih rendah dengan


hanya 68% ibu secara eksklusif menyusui bayinya dua bulan pascapersalinan.

Studi menunjukkan bahwa hingga 92% dari semua ibu primipara yang

mengalami variasi masalah menyusui. Beberapa penelitian telah

mendokumentasikan hubungan antara masalah menyusui dan penghentian dini

menyusui. Masalah yang paling menonjol yaitu ketidakmampuan bayi untuk

menempel (40%) dan ibu dengan nyeri putting susu, luka dan pecah-pecah

(38%). Faktor yang berhubungan dengan masalah menyusui yaitu primiparitas,

efikasi diri yang lebih rendah, dan pengetahuan menyusui yang rendah. UNICEF

menyebutkan data bahwa ibu yang mengalami masalah menyusui sekitar

17.230.142 juta jiwa di dunia yang terdiri dari puting susu lecet 56,4%, payudara

bengkak 21,12%, bendungan payudara 15% dan mastitis sebanyak 7,5% .

Berdasarkan penelitian Rizka et.al (2018) sebagain besar tehnik menyusui ibu

nifas adalah salah adalah 27 (54%), mengalami kejadian lecet 25 (50%) pada

analisis data diperoleh nilai x2 hitung (13.607) > x2 tabel (3.481), dengan nilai

signifikansi sebesar 0.000 < 0.05, sehingga dapat disimpulkan bahwa ada

hubungan antara teknik menyusui dengan terjadinya lecet puting susu pada ibu

nifas di Pustu Desa Tamansari Kecamatan Mumbulsari Kabupaten Jember tahun

2014. Kejadian lecet pada puting susu tidak hanya disebabkan karena tehnik

menyusui yang salah yaitu apabila bayi menghisap pada puting saja, karena

perawatan payudara dan daya isap bayi turut serta menyebabkan kejadian lecet

pada puting susu.

Menurut Survei Demografi Kesehatan Indonesia ( SDKI ) pada ibu nifas

primipara diperoleh jumlah ibu nifas yang menyusui bayinya adalah 17,3% dan

ibu nifas yang tidak menyusui bayinya sama sekali adalah 20,7 % serta ibu yang

3
berhenti menyusui bayinya adalah 62%. Dari data tersebut, persentase tertinggi

adalah ibu nifas yang berhenti menyusui bayinya sebelum masa nifas selesai

dengan alasan 79,3% mengalami puting susu lecet, 5,8% mengalami bendungan

ASI dan 12,5% ASI tidak lancar serta 2,4% radang payudara atau mastitis

(Mardjun. 2019). Data di Indonesia terdapat 36% wanita mengalami masalah

menyusui, dan yang paling sering adalah teknik menyusui yang tidak

benar. Berdasarkan penelitian Anggraeni (2021) dari 40 responden terdapat 22

responden (55%) dengan teknik menyusui yang salah dan 18 responden (45%)

yang melakukan teknik menyusui dengan benar. Berdasarkan penelitian Pratiwi

(2020)  pada 30 ibu nifas primipara di Kelurahan Kangenan Kecamatan

Pamekasan Kabupaten Pamekasan didapatkan sebagian besar teknik menyusui

yang dilakukan responden adalah salah (67%) dan sebagian besar mengalami

puting susu lecet (57%). Berdasarkan data Riskesdas 2018 di Jawa Tengah

gangguan atau masalah kesehatan yang dialami ibu setelah bersalin salah satunya

yaitu payudara bengkak, merah dan disertai rasa sakit. Presentase kejadian

payudara bengkak berdasarkan usia 15-49 tahun yaitu 5,32%, daerah perkotaan

1,06 % daerah pedesaan 1,49% (Riskesdas Jawa Tengah 2018).

Hasil studi pendahuluan yang dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Jatinegara

Kabupaten Tegal dengan 10 ibu menyusui didapatkan data 8 ibu menyusui

mengalami nyeri atau putting susu lecet dimana 5 diantaranya adalah ibu

primipara sedangkan 2 ibu menyusui lainnya tidak mengalami putting susu lecet.

Teknik menyusui merupakan cara memberikan air susu ibu kepada bayi dengan

perlekatan, posisi ibu dan bayi serta cara melepaskan puting dengan benar. Bila

teknik menyusui tidak benar dapat menyebabkan puting lecet dan menjadikan ibu

4
enggan meyusui ( Dhita. 2021). Menurut Triyani (2021) Ibu menyusui perlu

mengetahui teknik yang baik dan benar sehingga dapat mengambil sikap yang

benar agar terhindar dari berbagai masalah selama masa menyusui, karena

apabila ibu dan bayi memiliki masalah maka kemungkinan terbesar adalah ibu

berhenti menyusukan bayinya.

Informasi tentang ASI perlu diberikan kepada siapa saja dan sedini mungkin agar

terjadi lingkungan yang mendukung pemberian ASI, salah satunya yaitu cara

menyusui yang baik dan benar dengan posisi yang benar (Cahyaningrum. 2019).

Teknik menyusui yang benar merupakan suatu upaya guna terhindar dari

berbagai penyulit dalam menyusui seperti putting susu lecet, payudara bengkak,

saluran ASI tersumbat, dan mastitis ( Dhita. 2021). Puting susu yang lecet dapat

menyebabkan mastitis dan abses dipayudara. Selain menyebabkan putting susu

lecet teknik menyusui yang salah juga dapat mengakibatkan ASI tidak keluar

optimal sehingga memengaruhi produksi ASI selanjutnya atau bayi enggan

menyusu (Anitasari,2020).

Praktek cara menyusui yang baik dan benar perlu dipelajari oleh setiap ibu

karena menyusui itu sendiri bukan suatu hal yang reflektif, tetapi merupakan

suatu proses. Proses belajar yang baik bukan hanya untuk ibu yang pertama kali

melahirkan karena biasanya ibu melahirkan anak pertama tidak memiliki

ketrampilan menyusui yang benar. Dengan demikian ibu menyusui memerlukan

pengetahuan agar mengetahui cara menyusui yang benar, setelah itu diperlukan

sikap untuk menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari agar dapat sukses

dalam memberikan yang terbaik bagi bayinya (Elvina, 2017).

5
Berdasarkan hasil penelitian Eksioglu tahun 2017 bahwa pelatihan menyusui

efektif dalam pencegahan retak putting pada ibu primipara yaitu tingkat puting

pecah-pecah pada usia 2 minggu 63,3% pada kelompok yang menerima

perawatan rutin, 56,7% pada kelompok brosur, dan 20% pada kelompok

pelatihan berbasis demonstrasi. Pada akhir minggu keempat, angkanya adalah

30% pada kelompok yang menerima perawatan rutin dan kurang dari 10% pada

dua kelompok lainnya (p < 0,005). Skor LATCH lebih tinggi pada kelompok

pelatihan berbasis demonstrasi daripada di dua kelompok lainnya (p < 0,05).

Berdasarkan penelitian Ramaita Tahun 2019 Hasil uji statistik terhadap

hubungan pengetahuan ibu dengan kejadian puting susu lecet didapatkan p =

0,013, hasil ini menunjukkan adanya hubungan yang bermakna (p value < 0,05)

antara pengetahuan ibu yang mempunyai bayi tentang teknik menyusui yang

benar dengan kejadian puting susu lecet di BPM Susiana, A.Md.Keb Kampung

Dalam Kabupaten Padang Pariaman Tahun 2019.

B. Rumusan masalah

Salah satu masalah menyusui yang muncul pada ibu primipara yaitu putting susu

lecet, hal ini terjadi karena beberapa faktor diantaranya yaitu teknik menyusui

yang salah. Masalah putting susu lecet yang terjadi dapat menyebabkan

penghentian dini menyusui dan ketidakefektifan dalam pemberian ASI pada bayi.

Berdasarkan masalah tersebut maka perumusan masalah dalam kasus ini yaitu

Bagaimanakah pengaruh teknik menyusui yang benar terhadap putting susu lecet

pada ibu post partum primipara ?

6
C. Tujuan penulisan

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui pengaruh teknik menyusui yang benar terhadap putting

susu lecet pada ibu post partum primipara di wilayah kerja puskesmas

Jatinegara Kabupaten Tegal

2. Tujuan Khusus

a. Mengidentifkasi karakterisik ibu post partum primipara meliputi usia,

pendidikan dan pekerjaan

b. Mengidentifikasi terjadinya putting susu lecet pada ibu post partum

primipara di wilayah kerja Puskesmas Jatinegara Kabupaten Tegal

sebelum diberikan edukasi teknik menyusui yang benar.

c. Mengidentifikasi terjadinya putting susu lecet pada ibu post partum

primipara di wilayah kerja Puskesmas Jatinegara Kabupaten Tegal

sesudah diberikan edukasi teknik menyusui yang benar.

d. Membandingkan terjadinya putting susu lecet pada ibu post partum

primipara di wilayah kerja Puskesmas Jatinegara Kabupaten Tegal

sebelum dan sesudah diberikan edukasi teknik menyusui yang benar.

e. Menganalisis perilaku menyusui ibu post partum primipara di wilayah

kerja Puskesmas Jatinegara Kabupaten Tegal.

D. Manfaat

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dalam berbagai hal, yaitu

sebagai berikut :

7
a. Bagi Peneliti

Penelitian ini bagi peneliti dapat dijadikan sarana belajar dalam

rangka menambah pengetahuan, untuk menerapkan teori yang telah

penulis dapatkan selama masa perkuliahan dan juga untuk

mengadakan penelitian lebih lanjut tentang pengaruh teknik

menyusui yang benar terhadap putting susu lecet pada ibu post

partum primipara.

b. Bagi Institusi pendidikan

Diharapkan dapat memberikan manfaat bagi perkembangan ilmu

pengetahuan khususnya tentang praktik maternitas dalam pemberian

ilmu mengenai tehnik menyusui yang benar.

c. Bagi Puskesmas

Manfaat penelitian ini bagi puskesmas yaitu untuk mengetahui teknik

menyusui pada ibu post partum primipara serta kejadian putting susu

lecet dan untuk meningkatkan kualitas pelayanan di puskesmas.

d. Bagi Responden

Sebagai informasi dan wawasan pengetahuan tentang tehnik

menyusui bagi ibu post partum primipara sehingga dapat menyusui

dengan baik dan benar tanpa masalah.

E. Keaslian Penelitian

Penelitian yang berkenaan dengan pengaruh teknik menyusui yang benar

terhadap putting susu lecet pada ibu post partum primipara antara lain :

8
Tabel 1.1
Keaslian penelitian

Peneliti, Judul penelitian Metode penelitian Hasil penelitian


tahun
penelitian
Novita Ning Hubungan Antara Desain penelitian Hasil penelitian didapatkan sebagian
Pratiwi, Teknik Menyusui yang digunakan besar teknik menyusui yang dilakukan
Sari Pratiwi Dengan Kejadian adalah Case responden adalah salah (67%) dan
Apidianti. Puting Susu Lecet Control sebagian besar mengalami puting susu
2020 Pada Ibu Nifas dengan studi lecet (57%). Setelah dianalisis
Primipara Di analisis menggunakan uji Chi-Square
Kelurahan korelasi. didapatkan hasil perhitungan x2 hitung
Kangenan (8,213) > x2 tabel (3,841) dengan α =
Kecamatan 0,05 maka ada hubungan antara
Pamekasan teknik menyusui dengan kejadian
Kabupaten puting susu lecet pada ibu nifas
Pamekasan primipara di Kelurahan Kangenan
Kecamatan Pamekasan Kabupaten
Pamekasan.
Vela Dhita Hubungan Desain penelitian Hasil penelitian didapatkan (66,7%)
Andriani , Pengetahuan Ibu yang digunakan responden berpengetahuan kurang yang
Erlyn Nifas Primipara pendekatan mengalami kejadian puting susu lecet
Hapsari , Tentang Teknik crossectional (60%). Setelah dianalisis menggunakan
Ernawati . Menyusui Dengan dengan studi uji Chi-Square didapatkan hasil nilai
2021 Kejadian Puting analisis korelasi. asymp.sign (0,00) < 0,05. ada hubungan
Susu Lecet Di pengetahuan ibu nifas primipara tentang
Puskesmas teknik menyusui dengan kejadian puting
Tampojung Pregi susu lecet di Puskesmas Tampojung
Kecamatan Waru Pregi Kecamatan Waru Kabupaten
Kabupaten Pamekasan
Pamekasan
Eti Rohayati. Pengaruh Jenis penelitian Hasil penelitian didapatkan rata-rata
2021 Pendidikan adalah quasi pengetahuan ibu primipara tentang
Kesehatan Teknik experimental teknik menyusui
Menyusui dengan pre post test sebelum pendidikan kesehatan adalah
terhadap design 73.8% dan sesudah pendidikan kesehatan
Pengetahuan dan adalah 85.0%,
Perilaku Ibu sedangkan rata-rata perilaku ibu
Primipara di primipara dalam menyusui sebelum
UPTD Puskesmas pendidikan kesehatan
Cigasong adalah 64.7% dan sesudah pendidikan
Kabupaten kesehatan adalah 77.5%. Terdapat
Majalengka tahun pengaruh
2020 pendidikan kesehatan tentang teknik
menyusui terhadap pengetahuan dan
perilaku ibu
primipara di UPTD Puskemas Cigasong
tahun 2020
Enda Fitria Pengaruh metode Pre Berdasarkan hasil penelitian diperoleh
Arsan. 2017 demonstrasi Experiment dengan rerata skor perilaku ibu menyusui
teknik rancangan One sebelum dan sesudah demonstrasi
MenyusuI Group Pretest and sebesar 12,90 dan 20,60. Terdapat
Yang benar Posttest Design perbedaan yang signifikan perilaku ibu
terhadap menyusui sebelum dan sesudah diberikan
Perilaku ibu demonstrasi dengan p value sebesar
Menyusui di 0,001 ( p<0,005). sehingga dapat
nagari sungai disimpulkan bahwa terdapat pengaruh
dareh demonstrasi teknik menyusui yang benar

9
Kabupaten terhadap perilaku ibu menyusui
dharmasraya
Tahun 2017

Rika Astria Hubungan Penelitian analitik Hasil analisa univariat menunjukkan


Rishel , pengetahuan ibu dengan desain bahwa, 57,6% ibu mengalami kejadia
Ramaita. 2021 primipara tentang cross sectional puting susu lecet, 63,6% ibu
teknik menyusui study berpengetahuan rendah tentang teknik
yang benar menyusui yang benar. Analisis bivariat
dengan kejadian ditemukan nilai p value (p<0,05) artinya
puting susu lecet terdapat hubungan yang bermakna antara
kabupaten padang pengetahuan (p=0,013) dengan kejadian
pariaman puting susu lecet di BPM Susiana,
A.Md.Keb Kp. Dalam Kab. Padang
Pariaman tahun 2019. Hasil penelitian ini
dapat disimpulkan bahwa ternyata ada
hubungan pengetahuan dengan kejadian
puting susu lecet.

F. Persamaan dan Perbedaan dengan Penelitian Peneliti

Tabel 1.2
Persamaan dan Perbedaan dengan Penelitian Peneliti

Analisa Penelitian terkait Penelitian peneliti

Persamaan : Novita, Sari (2020)


Alat ukur Observasi checklist Lembar observasi
Responden ibu nifas primipara Ibu post partum primipara

Perbedaan :
Metode penelitian Desain penelitian yang digunakan Desain penelitian pre-eksperiment
Case Control dengan pendekatan one group pre-
dengan studi analisis post test design
korelasi. Mengetahui pengaruh teknik
Fokus intervensi untuk menganalisis menyusui terhadap lecet putting susu
hubungan antara teknik menyusui pada ibu nifas primipara.
dengan kejadian puting susu lecet
pada ibu nifas primipara
Persamaan Vela Dhita (2021)
Responden ibu nifas primipara Ibu post partum primipara

Perbedaan :
Alat ukur Kuesioner dan checklist Lembar observasi
Metode penelitian pendekatan crossectional dengan Desan penelitian pre-eksperiment
studi analisis korelasi dengan pendekatan one group pre-
post test design

Fokus intervensi menganalisis hubungan antara Mengetahui pengaruh teknik


pengetahuan ibu nifas primipara menyusui terhadap lecet putting susu
tentang teknik menyusui dengan pada ibu nifas primipara
kejadian puting susu lecet

Persamaan : Eti Rohayati (2021)


Responden ibu primipara Ibu post partum primipara

10
Perbedaan :
Alat ukur kuesioner Lembar observasi
Metode penelitian Jenis penelitian adalah quasi Desan penelitian pre-eksperiment
experimental dengan pre post test dengan pendekatan one group pre-
design post test design.
Mengetahui pengaruh teknik
Fokus intervensi mengetahui pengaruh pendidikan menyusui terhadap lecet putting susu
kesehatan teknik menyusui terhadap pada ibu nifas primipara
pengetahuan dan perilaku ibu
primipara
Persamaan : Enda Fitria Arsan (2017)
Metode penelitian Pre Experiment dengan rancangan Desan penelitian pre-eksperiment
One dengan pendekatan one group pre-
Group Pretest and Posttest Design post test design.
check list Lembar observasi
Alat ukur
Perbedaan : ibu menyusui bayi usia 0-6 bulan Ibu post partum primipara
Responden untuk megetahui pengaruh
penyuluhan tentang teknik menyusui Mengetahui pengaruh teknik
Fokus intervensi yang benar terhadap perilaku ibu menyusui terhadap lecet putting susu
menyusui pada ibu nifas primipara

Persamaan : Rika, Ramaita (2021)


Responden ibu primipara Ibu post partum primipara

Perbedaan :
Metode penelitian Penelitian analitik dengan desain Desan penelitian pre-eksperiment
cross sectional study dengan pendekatan one group pre-
post test design.
Mengetahui pengaruh teknik
Fokus intervensi untuk mengetahui hubungan menyusui terhadap lecet putting susu
pengetahuan ibu primipara tentang pada ibu nifas primipara
teknik menyusui yang benar dengan
kejadian puting susu lecet.

11
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep post partum

1. Definisi post partum

Periode postpartum atau biasa disebut masa nifas merupakan periode 6 – 8

minggu pertama yang dimulai setelah plasenta lahir dan berakhir ketika

organ-organ reproduksi kembali ke keadaan semula sebelum hamil

(Jannah,2018). Pada masa nifas berbagai perubahan anatomi dan fisiologis

terjadi salah satunya adalah perubahan progresif payudara untuk laktasi dan

involusi atau kembalinya organ reproduksi internal ke bentuk normal. Masa

ini merupakan masa dimana seorang ibu belajar untuk merawat dirinya

sendiri dan bayinya yang baru lahir serta melakukan aktifitas yang salah

satunya adalah menyusui (Astuti,2015).

2. Perubahan fisiologi post partum

a. Sistem reproduksi

1) Involusi uterus

Involusi atau biasa disebut pengerutan adalah proses dimana uterus

kembali ke konidisi sebelum hamil dengan berat sekitar 60 gram.

Perubahan ini dapat diketahui dengan melakukan pemeriksaan palpasi

untuk meraba dimana TFU-nya (Tinggi Fundus Uteri).

12
13

Proses ini dimulai setelah plasenta lahir akibat kontraksi otot- otot

polos uterus. Involusi uterus melibatkan reorganisasi dan penanggalan

desidua (endometrium) dan pengelupasan lapisan pada tempat

implantasi plasenta sebagai tanda dari penurunan ukuran dan berat

serta perubahan dari tempat uterus itu sendiri , warna dan jumlah dari

lochia. Ukuran uterus pada masa ini akan mengecil seperti sebelum

hamil (Fitriahadi,2018)

Perubahan-perubahan normal pada uterus selama post partum :

Tabel 2.1
Perubahan pada uterus

Involusi uteri Tinggi fundus Berat uteri Diameter

Plasenta lahir Setinggi pusat 1000 gram 12,5 cm


7 hari ( 1 minggu ) Pertengahan 500 gram 7,5 cm
14 hari ( minggu 2) Pusat dan tidak teraba 350 gram 5 cm
6 minggu Normal 60 gram 2,5 cm
Sumber : Astuti, 2015

Penurunan ukuran yang cepat ini direfleksikan dengan perubahan

lokasi uterus yaitu uterus turun dari abdomen dan kembali menjadi

organ panggul. Segera setelah kelahiran , TFU (tinggi fundus uteri)

terletak sekitar 2/3 -3/4 bagian atas anatar simfisis pubis dan

umbilicus. Letak TFU kemudian akan naik , sejajar dengan umbilicus

dalam beberapa jam. TFU akan tetap terletak kira-kira sejajar ( satu

ruas jari dibawah umbilicus selama satu atau dua hari dan secara

bertahap akan turun ke dalam panggul sehingga tidak dapat dipalpasi

lagi diatas simfisis pubis setelah hari kesepuluh pascapartum

(Astuti,2015).

2) Involusi tempat implantasi plasenta


14

Setelah persalinan, tempat implantasi plasenta merupakan tempat

dengan permukaan kasar, tidak rata, dan kira-kira sebesar telapak

tangan. Dengan cepat luka ini mengecil, pada akhir minggu ke-2

hanya sebesar 2-4 cm dan pada akhir nifas 1-2 cm. penyembuhan luka

bekas implantasi plasenta khas sekali. Pada permulaan nifas bekas

plasenta mengandung banyak pembuluh darah besar yang tersumbat

oleh trombus. Biasanya luka yang sembuh akan menjadi jaringan

parut, tetapi luka bekas implantasi plasenta tidak meninggalkan parut.

Hal ini disebabkan karena luka ini sembuh dengan cara dilepaskan

dari dasarnya tetapi diikuti pertumbuhan endometrium baru dibawah

permukaan luka. Endometrium ini tumbuh dari pinggir luka dan juga

dari sisa-sisa kelenjar pada dasar luka. Regenerasi endometrium

terjadi di tempat implantasi plasenta selama sekitar 6 minggu.

Epitelium berproliferasi meluas ke dalam dari sisi tempat ini dan dari

lapisan sekitar uterus serta di bawah tempat implantasi plasenta dari

sisa-sisa kelenjar basilar endometrial di dalam desidua basalis.

Pertumbuhan kelenjar ini pada hakikatnya mengikis pembuluh darah

yang membeku pada tempat implantasi plasenta yang

menyebabkannya menjadi terkelupas dan tidak dipakai lagi pada

pembuangan lokia (Fitriahadi, 2018).

3) Perubahan serviks

Serviks mengalami involusi bersama-sama uterus. Perubahan yang

terjadi pada serviks pada masa postpartum adalah dari bentuk serviks

yang akan membuka seperti corong. Bentuk ini disebabkan karena

korpus uteri yang sedang kontraksi, sedangkan serviks uteri tidak


15

berkontraksi sehingga seolah-olah pada perbatasan antara korpus dan

serviks uteri terbentuk semacam cincin. Warna serviks sendiri merah

kehitam-hitaman karena penuh pembuluh darah. Konsistensinya

lunak, kadang-kadang terdapat laserasi atau perlukaan kecil. Karena

robekan kecil yang terjadi selama berdilatasi selama persalinan, maka

serviks tidak akan pernah kembali lagi seperti keadaan sebelum hamil.

Muara serviks yang berdilatasi sampai 10 cm sewaktu persalinan

maka akan menutup seacara bertahap. Setelah 2 jam pasca persalinan,

ostium uteri eksternum dapat dilalui oleh 2 jari, pinggir-pinggirnya

tidak rata, tetapi retak-retak karena robekan dalam persalinan. Pada

akhir minggu pertama hanya dapat dilalui oleh 1 jari saja, dan

lingkaran retraksi berhubungan dengan bagian atas dari kanalis

servikalis. Pada minggu ke 6 post partum serviks sudah menutup

kembali (Fitriahadi, 2018).

4) Lochea

Lochea adalah ekskresi cairan rahim selama masa nifas. Lochea

berbau amis atau anyir dengan volume yang berbeda-beda pada setiap

wanita. Lochea yang berbau tidak sedap menandakan adanya infeksi.

Lochea mempunyai perubahan warna dan volume karena adanya

proses involusi. Lochea menurut Rosyidah (2019) dibedakan menjadi

4 jenis berdasarkan warna dan waktu keluarnya :

a) Lochea rubra /merah (kruenta)

Lochea ini muncul pada hari pertama sampai hari ketiga masa

postpartum. Sesuai dengan namanya, warnanya biasanya merah

dan mengandung darah dari perobekan/luka pada plasenta dan


16

serabut dari desidua dan chorion. Lochea terdiri atas sel desidua,

verniks caseosa, rambut lanugo, sisa mekoneum, dan sisa darah.

b) Lochea sanguinolenta

Lochea ini berwarna merah kecoklatan dan berlendir karena

pengaruh plasma darah, pengeluarannya pada hari ke 4 hingga

hari ke 7 hari postpartum.

c) Lochea serosa

Lokia ini muncul pada hari ke 7 hingga hari ke 14 pospartum.

Warnanya biasanya kekuningan atau kecoklatan. Lochea ini terdiri

atas lebih sedikit darah dan lebih banyak serum, juga terdiri atas

leukosit dan robekan laserasi plasenta.

d) Lochea alba

Lochea ini muncul pada minggu ke 2 hingga minggu ke 6

postpartum. Warnanya lebih pucat, putih kekuningan, serta lebih

banyak mengandung leukosit, sel desidua, sel epitel, selaput

lender serviks, dan serabut jaringan yang mati.

5) Perineum

Segera setelah melahirkan, perineum menjadi kendur karena

sebelumnya teregang oleh tekanan bayi yang bergerak maju. Pada post

natal hari ke-5, perineum sudah mendapatkan kembali sebagian

tonusnya, sekalipun tetap lebih kendur daripada keadaan sebelum

hamil (Mastiningsih,2019).

6) Vagina
17

Vulva dan vagina mengalami penekanan, serta peregangan yang

sangat besar selama proses melahirkan bayi. Dalam beberapa hari

pertama sesudah proses tersebut, kedua organ ini tetap dalam keadaan

kendur. Setelah 3 minggu, vulva dan vagina kembali kepada keadaan

tidak hamil dan rugae dalam vagina secara berangsur-angsur akan

muncul kembali, sementara labia menjadi lebih menonjol

(Mastiningsih,2019).

7) Payudara

Kelenjar hipofise didasar otak akan menghasilkan hormone prolaktin

yang akan membuat sel kelenjar 14 payudara menghasilkan ASI.

Prolaktin adalah hormone pertama yang mempunyai tanggung jawab

dalam proses laktasi. Setelah persalinan estrogen dan progesterone

menurun dratis sehingga dikeluarkan prolaktin untuk merangsang

produksi ASI (Rosyidah, 2019).

b. Sistem endokrin

Perubahan sistem endokrin yang terjadi pada masa nifas adalah perubahan

kadar hormon dalam tubuh. Adapaun kadar hormon yang mengalami

perubahan pada ibu nifas adalah hormon estrogen dan progesterone,

hormone oksitosin dan prolactin. Hormon estrogen dan progesterone

menurun secara drastis, sehingga terjadi peningkatan kadar hormone

prolactin dan oksitosin. Hormon oksitosin berperan dalam proses involusi

uteri dan juga memancarkan ASI, sedangkan hormone prolactin berfungsi

untuk memproduksi ASI. Keadaan ini membuat proses laktasi dapat

berjalan dengan baik. Jadi semua ibu nifas seharusnya dapat menjalani
18

proses laktasi dengan baik dan sanggup memberikan ASI eksklusif pada

bayinya (Rosyidah, 2019).

c. Sistem pencernaan

Biasanya ibu mengalami konstipasi setelah persalinan. Hal ini disebabkan

karena pada waktu melahirkan alat pencernaan mendapat tekanan yang

menyebabkan kolon menjadi kosong, pengeluaran cairan yang berlebihan

pada waktu persalinan, kurangnya asupan makan, hemoroid dan

kurangnya aktivitas tubuh (Rosyidah, 2019).

d. Sistem kardiovaskular

Perubahan masa nifas pada sistem kardiovaskuler menurut Mastiningsih

(2019) yaitu :

1) Volume darah

Perubahan volume darah bergantung pada beberapa factor, misalnya

kehilangan darah selama melahirkan dan mobilisasi, serta pengeluaran

cairan ekstravaskuler (edema fisiologis). Kehilangan darah merupakan

akibat penurunan volume darah total yang cepat, tetapi terbatas.

Setelah itu terjadi perpindahan normal cairan tubuh yang

menyebabkan volume darah menurun dengan lambat. Pada minggu

ke-3 dan ke-4 setelah bayi lahir, volume darah biasanya menurun

sapai mencapai volume darah sebelum hamil. Pada persalinan per

vaginam, ibu kehilangan darah sekitar 300-400 cc. bila kelahiran


19

melalui SC, maka kehilangan darah dapat 2 kali lipat. Perubahan

terdiri atas volume darah dan hematokrit (haemoconcentration). Pada

persalinan per vaginam, hematocrit akan naik, sedangkan pada SC,

hematocrit cenderung stabil dan kembali normal setelah 4-6 minggu.

2) Curah jantung

Denyut jantung, volume sekuncup dan curah jantung mingkat selama

masa kehamilan.Segera setelah melahirkan, keadaan ini kana

meningkat bahkan lebih tinggi selama 30-60 menit karena darah yang

biasanya melintas sirkuit plasenta tiba-tiba kembali ke sirkulasi

umum.

e. Tanda-tanda vital

1) Suhu badan

Satu hari (24 jam) post partum suhu badan akan naik sedikit (37,5-38

̊C) sebagai akibat kerja keras waktu melahirkan, kehilangan cairan,

dan kelelahan. Apabila keadaan normal, suhu badan menjadi biasa.

Biasanya pada hari ke-3 suhu badan naik lagi kaena ada pembentukan

ASI dan payudara menjadi bengkak, berwarna merah karena

banyaknya ASI. Bila suhu tidak turun kemungkinan adanya infeksi

pada endometrium, mastisis, traktu genitalis, atau sistem lain.

2) Nadi

Denyut nadi normal pada orang dewasa 60-80 kali per menit. Sehabis

melahirkan biasanya denyut nadi itu akan lebih cepat.

3) Tekanan Darah
20

Biasanya tidak berubah, kemungkinan tekanan darah akan rendah

setelah melahirkan karena ada pendarahan. Tekanan darah tinggi pada

postpartum dapat menandakan terjadinya preeklamsia post partum.

4) Pernapasan

Keadaan pernapasan selalu berhubugan dengan keadaan suhu dan

denyut nadi. Bila suhu nadi tidak normal, pernapasan juga akan

mengikutinya, kecuali apabila ada gangguan khusus pada saluran

napas.

f. Sistem perkemihan

Setelah proses persalinan berlangsung, biasanya ibu akan sulit untuk

buang air kecil dalam 24 jam pertama. Penyebab dari keadaan ini adalah

terdapat spasme sfinkter dan edema leher kandung kemih setelah

mengalami kompresi (tekanan) antara kepala janin dan tulang pubis

selama persalinan berlangsung. Kadar hormon estrogen yang besifat

menahan air akan mengalami penurunan yang mencolok. Keadaan

tersebut disebut diuresis (Astuti, 2015).

g. Sistem musculoskeletal

Otot-otot uterus berkontraksi segera setelah partus, pembuluh darah yang

berada di antara anyaman otot-otot uterus akan terjepit, sehingga akan

menghentikan perdarahan. Ligamen-ligamen, diafragma pelvis, serta fasia

yang meregang pada waktu persalinan, secara berangsur-angsur menjadi

ciut dan pulih kembali. Stabilisasi secara sempurna terjadi pada 6-8

minggu setelah persalinan (Fitriahadi, 2018).


21

3. Tahapan pada masa nifas (post partum)

Beberapa tahapan masa nifas menurut Rosyidah (2019) adalah sebagai

berikut:

a. Puerperium dini

Puerperium dini merupakan kepulihan, dimana ibu diperbolehkan berdiri

dan berjalan, serta menjalankan aktivitas layaknya wanita normal lainnya.

b. Puerperium intermediate

Puerperium intermediet merupakan masa kepulihan menyeluruh alat-alat

genitalia yang lamanya sekitar 6-8 minggu.

c. Puerperium remote

Remote puerperium yakni masa yang diperlukan untuk pulih dan sehat

sempurna terutama apabila selama hamil atau persalinan mempunyai

komplikasi. Waktu untuk sehat sempurna dapat berlangsung berminggu-

minggu, bulanan, bahkan tahunan.

4. Proses Adaptasi Psikologis

Proses adaptasi psikolgis sudah terjadi selama kehamilan, menjelang proses

kelahiran maupun setelah persalinan. Pada periode tersebut, kecemasan

seorang ibu semakin bertambah. Perubahan peran seorang ibu memerlukan

adaptasi yang khusus. Karena pada saat itu tanggung jawab ibu mulai

bertambah. Adapun fase-fase adaptasi ibu nifas menurut Rini (2017) sebagai

berikut :

a. Fase taking on
22

Fase ini adalah fase ketergantungan yang berlangsung dari hari pertama

sampai hari kedua paska persalinan.Pada fase ini ibu berfokus perhatian

terutama pada bayinya sendiri, sehingga ibu cenderung pasif terhadap

lingkungan sekitar.Oleh karena itu kondisi ibu perlu di pahami dengan

menjaga komunikasi yang baik. Hak yang sangat diperlukan pada fase ini

adalah istirahat yang cukup, komunikasi yang baik dan asupan nutrisi.

b. Fase taking hold

Fase ini berlangsung antara 3-10 hari paska persalinan. Pada fase ini ibu

merasa khawatir akan ketidak mampuan dan rasa tanggung jawabnya

dalam merawat bayinya. Selain itu perasaan yang sensitive sehingga ibu

akan mudah tersinggung, dengan pembicaraan. Oleh karena itu ibu

memerlukan 20 dukungan karena saat ini merupakan penyuluhan dalam

merawat dirinya dan baying sehingga tumbuh rasa percaya diri.

c. Fase letting go

Fase ini merupakan fase dimana ibu menerima tanggung jawab barunya

yang berlangsug kira-kira 10 hari setelah melahirkan.Ibu sudah mulai

menyesuaikan diri dengan ketergantungan bayinya. Di fase ini muncul

keinginan untuk merawat diri dan bayinya semakin meningkat. Ibu akan

merasa lebih percaya diri akan peran barunya, lebih mandiri.

5. Post partum blues


23

Postpartum blues (PPB) adalah kesedihan atau kemurungan setelah

melahirkan yang dialami oleh ibu yang berkaitan dengan bayinya atau disebut

juga dengan baby blues, yang disebabkan oleh perubahan perasaan yang

alami oleh ibu saat hamil sehingga sulit menerima keadaan bayinya

perubahan perasaan ini merupakan respon alami terhadap rasa lelah yang

dirasakan. Selain itu, juga karena perubahan fisik dan emosional selama

beberapa bulan kehamilan. Perubahan ini akan kembali secara perlahan

setelah ibu menyesuiakan diri dengan peran barunya dan tumbuh kembali

dalam keadaan normal (Fitriahadi. 2018). Postpartum Blues atau yang sering

juga disebut maternity blues atau sindrom ibu baru, dimengerti sebagai suatu

sindrom gangguan efek ringan pada minggu pertama setelah persalinan

dengan ditandai gejala-gejala berikut ini:

a. Reaksi depresi/sedih/disforia

b. Sering menangis

c. Mudah tersinggung

d. Cemas

e. Labilitas perasaan

f. Cenderung menyalahkan diri sendiri

g. Gangguan tidar dan nafsu makan

h. Kelelahan

i. Mudah sedih

j. Cepat marah

k. Mood mudah berubah, cepat menjadi sedih, dan cepat pula menjadi

gembira
24

l. Perasaan terjebak dan juga marah terhadap pasangannya dan bayinya

Perasaan bersalah

m. Pelupa

Puncak dari postpartum blues ini 3-5 hari setelah melahirkan dan berlangsung

dari beberapa hari sampai 2 minggu. Postpartum blues dapat terjadi pada

siapapun, maka diharapkan tidak dianggap sebagai penyakit. Postpartum

blues tidak mengganggu kemampuan seorang wanita merawat bayinya

sehingga ibu dengan postpartum blues masih bisa merawat bayinya.

Postpartum blues tidak berhubungan dengan penyakit mental sebelumnya

dan tidak disebabkan oleh stres. Namun stres dan riwayat depresi dapat

mempengaruhi kejadian postpartum blues terus menjadi depresi besar, oleh

karena itu kejadian postpartum blues harus segera ditindaklajuti (Rosyidah.

2019)

6. Komplikasi

Komplikasi pada ibu post partum menurut Sunarsih (2011) sebagai berikut :

a. Hemoragi

1) Perdarahan pasca persalinan primer

Perdarahan per vaginaan yang melebihi 500 ml setelah bersalin

didefinisikan sebagai perdarahan pasca-persalinan, beberapa etiologi

dari komplikasi ini adalah atonia uteri dan sisa plasenta (80%) laserasi

jalan lahir (20%) serta gangguan faal pembekuan darah pasca-solusio

plasenta. Faktor resiko dari komplikasi ini adalah :

a) Partus lama

b) Overdistensi uterus (hidramnion,kehamilan kembar,makrosomia)


25

c) Perdarahan antepartum

d) Pasca-induksi oksitosin atau MgSO4

e) Karioamnionitis

f) Miomi uteri

g) Anestesia

2) Perdarahan pasca persalinan sekunder

Etiologi utama pada perdarahan pasca persalinan sebagai berikut :

a) Proses reepitelialisasi plasental site yang buruk (80%)

b) Sisa konsepsi atau gumpalan darah

Bila dengan pemeriksaan ultrasonografi dapat diidentifikasi adanya

massa intrauterin (sisa konsepsi atau gumpalan darah), maka harus

dilakukan evakuasi uterus.

b. Infeksi masa nifas

beberapa bakteri dapat menyebabkan infeksi setelah persalinan. Infeksi

masa nifas masih merupakan penyebab tertinggi angka kematian ibu

(AKI). Infeksi luka jalan lahir pasca persalinan, biasanya dari

endometrium bekas insersi plasenta. Demam dalam nifas sebagian besar

disebabkan oleh infeksi nifas, maka demam daalm nifas merupakan gejala

penting dari penyakit ini. Demam dalam masa nifas juga sering disebut

morbiditas nifas dan merupakan indeks kejadian infeksi nifas. Demam

dalam nifas selain oleh infeksi nifas dapat juga disebabkan oleh pielitis,

infeksi jalan pernafasan, malaria dan tifus. Morbiditas nifas ditandai

dengan suhu 38℃ atau lebih yang terjadi selama 2 hari berturut-turut.
26

Kenaikan suhu ini terjadi sesudah 24 jam pascapersalinan dalam 10 hari

pertama massa nifas. Faktor penyebab infeksi masa nifas yaitu :

a) Persalinan lama, khususnya dengan pecah ketuban

b) Pecah ketuban yang lama sebelum persalinan

c) Bermacam-macam pemeriksaan vagina selama persalinan, khususnya

pecah ketuban

d) Manipulasi intrauteri (misalnya eksplorasi uteri, pengeluarn plasenta

manual)

e) Trauma jaringan yang luas atau luka terbuka, seperti laserasi yang

tidak diperbaiki

f) Hematoma

g) Hemoragi, khususnya jika kehilangan darah lebih dari 1000 ml

h) Perlahiran operatif, terutama melalui SC

i) Retensi sisa plasenta atau membran janin.

Jenis-jenis infeksi :

a) Endometritis

Kuman-kuman yang memasuki endometrium biasanya melalui luka

bekas insersio plasenta dan dalam waktu singkat mengikutsertakan

seluruh endometrium. Pada infeksi dengan kuman yang tidak terlalu

patogen, radang terbatas pada endometrium. Gambaran klinik

tergantung jenis dan virulensi kuman, daya tahan penderita, serta

derajat trauma pada jalan lahir. Biasanya demam mulai 48 jam

postpartum dan bersifat naik turun (remittens ). HIS lebih nyeri dari

biasa dan lebih lama dirasakan. Lokia bertambah banyak, berwarna

merah atau coklat, serta berbau. Lokia yang berbau tidak selalu
27

menyertai endometritis sebagai gejala. Sering terjadi subinvolusi,

leukosit naik antara 15.000-30.000/mm3. Sakit kepala, kurang tidur,

dan kurang nafsu makan dapat mengganggu penderita.

b) Parametritis

Parametritis adalah infeksi jaringan pelvis yang dapat terjadi melalui

beberapa cara yaitu penyebaran melalui limfe dari bekas luka serviks

yang terinfeksi atau dari endometritis, penyebaran langsung dari luka

pada serviks yang meluas sampai ke dasar ligamentum, serta

penyebaran sekunder ftrmboflebitis. Proses ini dapat tinggal terbatas

pada dasar ligamentum latum atau menyebar ekstraperitonial ke

semua jurusan. Jika menjalar ke atas daapt diraba pada dinding perut

sebelah lateral diatas ligamentum inguinalis atau pada fossa iliaka.

Parametritis ringan dapat menyebabkan suhu yang meninggi dalam

nifas. Bila suhu tinggi menetap lebih dari seminggu disertai rasa nyeri

di kiri atau kanan dan nyeri pada pemeriksaan dalam, hal ini patut

dicurigai terhadap kemungkinan parametritis. Pada perkembangan

proses peradangan lebih lanjut, gejala-gejala parametritis akan

menjadi lebih jelas.

c) Peritonitis

Peritonitis dapat berasal dari penyebaran melalui pembuluh limfe

uterus, parametritis yang meluas ke peritonium, salpingo-ooforitis

meluas ke peritonium atau langsungsewaktu tindakan per abdominal.

Peritonitis yang terlokalisasi hanya dalam rongga pelvis disebut

pelvioperitonitis, bila meluas ke seluruh rongga peritonium disebut


28

peritonitis umum, dan keadaan ini sangat berbahaya karena dapat

menyebabkan kematian 33% dari seluruh kematian akibat infeksi.

d) Infeksi trauma vulva, perineum,vagina dan serviks

Tanda dan gejala infeksi episiotomi, laserasi, atau trauma lain

meliputi sebagai berikut :

(1) Nyeri lokal

(2) Disuria

(3) Suhu derajat rendah-jarang di atas 38,3℃

(4) Edema

(5) Sisi jahitan merah dan inflamasi

(6) Mengeluarkan pus atau eksudat berwarna abu-abu kehijauan

(7) Pemisahan atau terlepasnya lapisan luka operasi.

e) Mastitis

Mastitis adalah infeksi payudara, meskipun dapat terjadi pada setiap

wanita mastitis semata-mata merupakan komplikasi pada wanita

menyusui.mastitis harus dibedakan dari peningkatan suhu transien dan

nyeri payudara akibat pembesaran awal karena air susu masuk ke

payudara. Mastitis terjadi akibat invasi jaringan payudara ( misalnya

glandular, jaringan ikat, areola, lemak) oleh mikroorganisme infeksius

atau adanya cedera payudara

c. Troboflebitis dan emboli paru

Tromboflebitis pascapartum lebih umum terjadi pada wanita penderita

varikositis atau yang secara genetik rentan terhadap relaksasi dinding

vena akibat efek progesteron dan tekanan pada vena oleh uterus.
29

Kehamilan juga merupakan status hiperkoagulasi. Kompresi vena selama

proses persalinan juga dapat berperan terhadap masalah ini.

Tromboflebitis digambarkan sebagai superfisial atau bergantung pada

vena yang terkena.

d. Hematoma

Hematoma adalah pembengkakan jaringan yang berisi darah. Bahaya

hematoma adalah kehlangan sejumlah darah karena hemoragi, anemia dan

infeksi. Hematoma terjadi karena ruptur pembuluh darah spontan atu

akibat trauma. Pada siklus reproduktif, hematoma sering kali terjadi

selama proses melahirkan atau segera setelahnya, seperti hematoma

vulva, vagina atau hematoma ligamentum latum uteri.

B. Konsep Dasar ASI

1. Definisi ASI

ASI Air Susu Ibu (ASI) adalah nutrisi alami bagi bayi yang merupakan suatu

emulsi lemak yang mudah dicerna dan disekresi oleh kedua kelenjar mamae

dari ibu melalui proses laktasi. ASI adalah cairan tubuh yang bersifat dinamis

dan mengadung nutrisi yang dibutuhkan oleh bayi untuk pertumbuhan dan

perkembangan serta menjadi daya tahan tubuh dari berbagai penyakit .

Menurut WHO (2011) ASI mengandung jumlah nutrisi yang tepat bagi bayi

dan mengandung antibody penting yang diberikan dari ibu yang membantu

untuk melindungi bayi terhadap sejumlah infeksi (Nagtalon & Ramos, 2014).

2. Komposisi gizi dalam ASI


30

Komposisi ASI dibedakan menjadi 3 macam berdasarkan waktu

perkembangannnya menurut Fitriahadi & Utami (2018) yaitu :

a. Kolostrum

Kolostrum adalah cairan yang dikeluarkan oleh payudara di hari hari

pertama kelahiran bayi, kolostrum lebih kental bewarna kekuning-

kuningan, karena banyak mengandung komposisi lemak dan sel-sel

hidup. Kolostrum juga mengandung mengandung zat zat gizi yang pas

untuk bayi antara lain protein 8,5%, lemak 2,5% , sedikit karbohidrat

3,5%, garam dan mineral 0,4%, air 85,1 % , antibodi serta kandungan

imunoglobulin lebih tinggi jika dibandingkan dengan ASI matur yang

mengakibatkan bayi tidak mudah terserang diare. Sekresi kolostrum

hanya berlangsung sekitar 5 hari, diakibatkan oleh hilangnya estrogen dan

progesteron oleh plasenta yang tiba-tiba menyebabkan laktogenik

prolaktin memegang peranan tiba tiba dalam memproduksi air susu.

Kemudian, kelenjar payudara mulai progresif menyekresikan air susu

dalam jumlah yang besar. Manfaat besar dari kolostrum masih banyak

tidak diketahui oleh ibu-ibu setelah melahirkan, sehingga mereka masih

ragu untuk melakukan inisiasi dini. Kebanyakan mereka takut

memberikan kolostrum karena kepercayaan yang menganggap kolostrum

sebagai ASI basi atau ASI kotor sehingga harus dibuang. Padahal manfaat

kolostrum tersebut sudah seringkali diberitakan melalui media, ataupun

melalui penyuluhan.

b. Asi masa transisi


31

ASI masa transisi terjadi pada hari ke-4 sampai hari ke-10, dimana

pengeluaran ASI oleh payudara sudah mulai stabil. Pada masa ini, terjadi

peningkatan hidrat arang dan volume ASI, serta adanya penurunan

komposisi protein. Akibat adanya penurunan komposisi protein ini

diharapkan ibu menambahkan protein dalam asupan makanannnya.

c. Asi matur

ASI matur disekresi dari hari ke-10 sampai seterusnya. Kadar karbohidrat

dalam kolostrum tidak terlalu tinggi,tetapi jumlahnya meningkat terutama

laktosa pada ASI transisi. Setelah melewati masa transisi kemudian

menjadi ASI matur maka kadar karbohidrat ASI relatif stabil. Komponen

laktosa (karbohidrat) adalah kandungan utama dalam ASI sebagai sumber

energi untuk otak. Konsentrasi laktosa pada air susu manusia kira-kira

50% lebih banyak jika dibandingkan dengan kadar laktosa dalam susu

sapi. Walaupun demikian, angka kejadian diare karena intoleransi laktosa

jarang ditemukan pada bayi yang mendapatkan ASI. Hal ini disebabkan

karena penyerapan laktosa ASI lebih baik jika dibandingkan dengan

laktosa yang terdapat pada susu sapi. Namun sebaliknya, kandungan

protein yang terdapat pada susu sapi biasanya dua kali lebih besar jika

dibandingkan dengan protein pada ASI. Protein dalam susu terbagi

menjadi protein whey dan casein. Protein whey banyak terdapat pada

ASI, sifatnya lebih mudah diserap oleh usus bayi. Sedangkan susu sapi

lebih banyak mengandung protein casein dengan presentase kira-kira 80%

yang sulit dicerna olehh usus bayi.


32

Kadar lemak omega 3 dan omega 6 berperan dalam perkembangan otak

bayi. Disamping itu terdapat asam lemak rantai panjang diantaranya asam

dokosaheksonik (DHA) dan asam arakidonat (ARA) yang penting bagi

perkembangan jaringan syaraf serta retina mata. Jika kekurangan asam

lemak omega-3 berpotensi menimbulkan gangguan syaraf dan

penglihatan. Kadar lemak baik tersebut lebih banyak ditemukan pada ASI

dibanding susu sapi. Bayi yang mendapatkan ASI tidak akan kekurangan

asam linolenat karena 6-9% kandungan energi total ASI adalah asam

linolenat.

3. Manfaat ASI

ASI merupakan bahan makanan alamiah bagi bayi yang lahir cukup bulan.

Selain itu ASI mudah di dapat dan selalu segar dan bebas dari berbagai

macam bakteri, sehingga kemungkinan terjadinya gangguan saluran

pencernaan makanan menjadi lebih kecil. Bayi yang menyusu sangat jarang

di temukan alergi, di bandingkan bayi yang mendapatkan susu sapi. Selain

itu, gejala muntah dan kolik lebih jarang ditemukan pada bayi yang

mendapatkan ASI (Roesli, 2015). Manfaat memberikan ASI bagi ibu

diantaranya adalah mengurangi perdarahan setelah persalinan, mempercepat

pemulihan kesehatan ibu, menunda kehamilan berikutnya dan mengurangi

resiko terkena kanker payudara (Depkes RI, 2018). ASI banyak sekali

manfaatnya, keunggulan dan manfaat menyusui dapat dilihat dari beberapa

aspek yaitu: aspek gizi, aspek imunologik, aspek psikologi, aspek kecerdasan,

neurologis, ekonomis dan aspek penundaan kehamilan (Ramainah, 2016) :

a. Aspek Gizi
33

1) Kolostrum mengandung zat kekebalan terutama IgA untuk

melindungi bayi dari berbagai penyakit infeksi terutama diare.

2) Jumlah kolostrum yang diproduksi bervariasi tergantung dari hisapan

bayi pada hari-hari pertama kelahiran. Walaupun sedikit namun cukup

untuk memenuhi kebutuhan gizi bayi. Oleh karena itu kolostrum

harus diberikan pada bayi.

3) Kolostrum mengandung protein, vitamin A yang tinggi dan

mengandung karbohidrat dan lemak rendah, sehingga sesuai dengan

kebutuhan gizi bayi pada hari-hari pertama kelahiran.

4) Membantu mengeluarkan mekonium yaitu Feses bayi yang pertama

berwarna hitam kehijauan Komposisi Taurin, DHA dan AA pada ASI

5) Taurin adalah sejenis asam amino kedua yang terbanyak dalam ASI

yang berfungsi sebagai neuro-transmitter dan berperan penting untuk

proses maturasi sel otak. Percobaan pada binatang menunjukkan

bahwa defisiensi taurin akan berakibat terjadinya gangguan pada

retina mata.

6) Decosahexanoic Acid (DHA) dan Arachidonic Acid (AA) adalah

asam lemak tak jenuh rantai panjang (polyunsaturated fatty acids)

yang diperlukan untuk pembentukan sel-sel otak yang optimal.

Jumlah DHA dan AA dalam ASI sangat mencukupi untuk menjamin

pertumbuhan dan kecerdasan anak. Disamping itu DHA dan AA

dalam tubuh dapat dibentuk/disintesa dari substansi pembentuknya

(precursor) yaitu masing-masing dari Omega 3 (asam linolenat) dan

Omega 6 (asam linoleat).


34

b. Aspek Imunologik

1) ASI mengandung zat anti infeksi, bersih dan bebas kontaminasi.

2) Immunoglobulin A (Ig.A) dalam kolostrum atau ASI kadarnya cukup

tinggi. Sekretori Ig.A tidak diserap tetapi dapat melumpuhkan bakteri

patogen E. coli dan berbagai virus pada saluran pencernaan.

3) Laktoferin yaitu sejenis protein yang merupakan komponen zat

kekebalan yang mengikat zat besi di saluran pencernaan.

4) Lysosim, enzym yang melindungi bayi terhadap bakteri (E. coli dan

salmonella) dan virus. Jumlah lysosim dalam ASI 300 kali lebih

banyak dari pada susu sapi.

5) Sel darah putih pada ASI pada 2 minggu pertama lebih dari 4000 sel

per mil. Terdiri dari 3 macam yaitu Brochus-Asociated Lympocyte

Tissue (BALT) antibodi pernafasan, Gut Asociated Lympocyte Tissue

(GALT) antibodi saluran pernafasan dan Mammary Asociated

Lympocyte Tissue (MALT) antibodi jaringan payudara ibu.

6) Faktor bifidus, sejenis karbohidrat yang mengandung nitrogen,

menunjang pertumbuhan bakteri lactobacillus bifidus. Bakteri ini

menjaga keasaman flora usus bayi dan berguna untuk menghambat

pertumbuhan bakteri yang merugikan.

c. Aspek Psikologik

1) Rasa percaya diri ibu untuk menyusui : bahwa ibu mampu menyusui

dengan produksi ASI yang mencukupi untuk bayi. Menyusui

dipengaruhi oleh emosi ibu dan kasih saying terhadap bayi akan
35

meningkatkan produksi hormon terutama oksitosin yang pada

akhirnya akan meningkatkan produksi ASI.

2) Interaksi Ibu dan Bayi: Pertumbuhan dan perkembangan psikologik

bayi tergantung pada kesatuan ibu-bayi tersebut. Pengaruh kontak

langsung ibu-bayi : ikatan kasih sayang ibu- bayi terjadi karena

berbagai rangsangan seperti sentuhan kulit (skin to skin contact). Bayi

akan merasa aman dan puas karena bayi merasakan kehangatan tubuh

ibu dan mendengar denyut jantung ibu yang sudah dikenal sejak bayi

masih dalam rahim.

d. Aspek Kecerdasan

1) Interaksi ibu-bayi dan kandungan nilai gizi ASI sangat dibutuhkan

untuk perkembangan system syaraf otak yang dapat meningkatkan

kecerdasan bayi.

2) Berdasarkan Hasil penelitian Susanti & Wahyuningtyas (2019) anak

yang diberikan ASI Eksklusif dan memiliki tingkat kecerdasan

average sebesar 87,8% (36 orang), sedangkan anak yang tidak

diberikan ASI Eksklusif dan memiliki tingkat kecerdasan average

sebesar 69,6% (16 orang). Berdasarkan nilai OR 3.150 CI 95%

(0.867-11.442) maka bisa dilihat bahwa anak yang diberikan ASI

Eksklusif memiliki kemungkinan 3 kali lebih besar untuk memiliki

tingkat kecerdasan average (ratarata).

e. Aspek Neurologis
36

Dengan menghisap payudara, koordinasi syaraf menelan, menghisap dan

bernafas yang terjadi pada bayi baru lahir dapat lebih sempurna.

f. Aspek Ekonomis

Dengan menyusui secara eksklusif, ibu tidak perlu mengeluarkan biaya

untuk makanan bayi sampai bayi berumur 6 bulan. Dengan demikian akan

menghemat pengeluaran rumah tangga untuk membeli susu formula dan

peralatannya.

g. Aspek Penundaan Kehamilan

Dengan menyusui secara eksklusif dapat menunda haid dan kehamilan,

sehingga dapat digunakan sebagai alat kontrasepsi alamiah yang secara

umum dikenal sebagai Metode Amenorea Laktasi (MAL).

4. Faktor yang mempengaruhi produksi ASI

Faktor yang mempengaruhi produksi ASI menurut Alfiansyah (2014)

diantaranya yaitu :

a. Gizi

Status nutrisi berhubungan linier dengan status kesehatan seseorang, maka

status nutrisi bayi juga berhubungan dengan status nutrisi maternal.

Nutrisi ibu menyusui lebih tinggi dari pada ibu hamil. Ibu yang sedang

dalam masa menyusui membutuhkan 300-500 kalori tambahan setiap hari

agar bisa menyusui bayinya dengan sukses. Sebanyak 300 kalori yang

dibutuhkan berasal dari lemak yang ditimbun selama kehamilan. Ibu

menyusui memerlukan diet yang bervariasi, cukup untuk


37

mempertahankan beratnya dan tinggi cairan, vitamin serta mineral. Ibu

menyusui juga harus mengihindari diet penurunan berat badan.

Kebutuhan energi pada masa menyusui sebanding dengan jumlah ASI

yang diproduksi. Jumlah energi rata-rata pada ASI sekitar 70 kkal/100 ml.

Sebanyak 80% energi ibu diubah menjadi energi susu, sehingga

diperkirakan 85 kkal untuk setiap 100 ml ASI. Perhitungan produksi ASI

per hari sebesar 750 ml pada enam bulan pertama dan sebesar 600 ml/hari

pada enam bulan kedua, maka kebutuhan energi rata-rata untuk

membentuk ASI pada enam bulan pertama dan kedua masing-masing 640

kkal/hari dan 510 kkal/hari.

b. Ketenangan Jiwa dan Pikiran

Kondisi kejiwaan dan pikiran yang tenang sangat mempengaruhi produksi

ASI, jika ibu mengalami stres, pikiran tertekan, tidak tenang, sedih dan

tegang, produksi ASI akan terpengaruh secara signifikan. Sekitar 50-80%

ibu mengalami perubahan emosi yang terjadi 2-3 hari setelah melahirkan.

Stress psikologis yang bekerja melalui hipotalamus, dapat menghambat

penyemprotan ASI (milk let down), oleh karena itu sikap positif terhadap

menyusui serta lingkungan yang santai penting agar proses menyusui

berhasil. Ibu yang mengalami gangguan emosi, maka kondisi itu bisa

mengganggu proses refleks let-down yang berakibat ASI tidak keluar,

sehingga bayi terus menerus menangis, tangisan bayi membuat ibu

semakin gelisah dan mengganggu proses refleks let-down. Semakin

tertekan perasaan ibu lantaran tangisan bayi, semakin sedikit ASI yang

dikeluarkan. Faktor- faktor yang meningkatkan refleks let-down adalah


38

dengan cara melihat bayi, mendengarkan suara bayi, mencium bayi,

memikirkan untuk menyusui bayi. Dukungan menyusui yang diberikan

oleh tenaga kesehatan dan orang di sekitar ibu, baik saat hamil maupun

setelah melahirkan sangat membantu ibu untuk menyusui anaknya

sesegera dan selama mungkin. Dukungan dari ayah diperlihatkan dengan

ikut berpartisipasi aktif dalam mengambil keputusan, mempunyai sikap

yang positif dan mempunyai pengetahuan yang luas tentang keuntungan

menyusui, peran keluarga lainnya, bisa berasal dari dukungan nenek si

bayi dan keluarga lainnya yang telah mempunyai pengalaman menyusui.

Peran dari tenaga kesehatan sangat diperlukan bagi ibu sejak antenatal,

akan menuju keberhasilan menyusui.

c. Penggunaan Alat Kontrasepsi

Memutuskan untuk menggunakan alat kontrasepsi untuk menunda

kehamilan berikutnya harus mempertimbangkan jenis kontrasepsi yang

bisa digunakan selama masa menyusui tanpa mempengaruhi produksi

ASI. Ibu yang menyusui tidak dianjurkan menggunakan alat kontrasepsi

berupa pil yang mengandung hormon estrogen, sebab akan mengurangi

jumlah produksi ASI bahkan bisa menghentikan produksi ASI. Metode

kontrasepsi dengan AKDR lebih efektif dibandingkan metode lain dalam

hal pengaruh terhadap laktasi atau efektivitas dalam mencegah kehamilan.

AKDR secara umum dianjurkan sebagai pilihan pertama pada ibu

menyusui yang ingin alat kontrasepsi yang sifatnya temporer.

Pemasangan AKDR harus sudah dilakukan dalam waktu satu bulan tujuh
39

hari setelah persalinan sepanjang tidak ada kontraindikasi saat

pemasangan.

d. Perawatan Payudara

Masalah yang timbul selama masa menyusui dapat dimulai sejak periode

antenatal, masa setelah persalinan dini dan masa setelah persalinan lanjut.

Masalah menyusui pada masa setelah persalinan dini salah satunya adalah

puting susu nyeri, puting susu lecet, payudara bengkak dan mastitis.

Perawatan payudara ini sebaiknya dilakukan sejak masa kehamilan.

Perawatan payudara ini merupakan suatu tindakan perawatan payudara

yang dilaksanakan baik oleh ibu pada masa setelah melahirkan, maupun

dibantu oleh orang lain yang dilaksanakan mulai hari pertama atau kedua

setelah melahirkan. Perawatan tersebut dilakukan sebanyak dua kali

sehari. Adapun perawatan payudara yang dilakukan setelah melahirkan,

bertujuan sebagai berikut:

1) Menjaga kebersihan payudara terutama kebersihan puting susu.

2) Melenturkan dan menguatkan puting susu sehingga memudahkan bayi

untuk menyusui.

3) Meningkatkan produksi ASI dengan merangsang kelenjar-kelenjar air

susu melalui pemijatan. Mengetahui secara dini kelainan puting susu

dan melakukan upaya untuk mengatasinya.

4) Mempersiapkan mental ibu untuk menyusui.

e. Anatomi payudara

Payudara yang mampu menghasilkan susu terdiri dari jaringan duktus

yang secara progresif mengecil yang bercabang dari puting payudara dan
40

berakhir di lobulus-lobulus. Setiap lobulus terdiri dari sekelompok

alveolus berlapis epitel dan mirip kantung yang membentuk kelenjar

penghasil susu. Susu disintesis oleh epitel, lalu disekresikan ke dalam

lumen alveolus, kemudian mengalir melalui duktus pengumpul ASI ke

permukaan puting payudara.

f. Faktor Fisiologis

Prolaktin bekerja pada epitel alveolus untuk meningkatkan sekresi susu

dan oksitosin yang menyebabkan penyemprotan susu. Pengeluaran kedua

hormon tersebut dirangsang oleh refleks neuroendokrin. Turunnya

estrogen dalam darah setelah plasenta dikeluarkan mencetuskan laktasi.

Penghisapan oleh bayi tidak saja mencetuskan pelepasan oksitosin dan

pengeluaran susu, tindakan ini juga mempertahankan dan meningkatkan

sekresi susu karena adanya stimulasi prolaktin yang terjadi akibat

penghisapan puting susu oleh bayi.

g. Pola Istirahat

Kondisi ibu yang terlalu letih dan kurang istirahat akan menyebabkan ASI

berkurang, hal yang bisa diantisipasi dengan mengikuti pola tidur bayi,

setidaknya ibu bisa terbantu dengan mendapatkan waktu istirahat yang

lebih cukup. Kebutuhan tidur ibu dalam sehari kurang lebih delapan jam

pada malam hari dan satu jam pada siang hari. Pola istirahat dan aktivitas
41

ibu selama nifas yang kurang dapat menyebabkan kelelahan dan

berdampak pada produksi ASI.

h. Faktor Hisapan Anak atau Frekuensi Penyusuan

Ibu yang menyusui anak secara jarang dan berlangsung sebentar maka

hisapan anak berkurang dengan demikian pengeluaran ASI berkurang.

Bayi yang cukup bulan, frekuensi menyusui sekitar sepuluh kali per hari

selama dua minggu pertama setelah melahirkan karena didukung dengan

produksi ASI yang cukup. Ibu disarankan untuk menyusui setidaknya

delapan kali sehari pada bulan-bulan pertama setelah melahirkan untuk

menjamin produksi dan pengeluaran ASI.

i. Berat Lahir Bayi

Berat badan bayi sewaktu lahir berpengaruh terhadap produksi dan

pengeluaran ASI. Bayi yang lahir dengan berat badan rendah (<2500

gram) cenderung mempunyai kemampuan menghisap ASI langsung dari

payudara ibu yang lebih rendah daripada bayi yang terlahir dengan berat

badan normal (<2500 gram). Bayi yang dilahirkan dengan berat badan

2000 gram dengan prematur lebih biasanya tumbuh subur dengan ASI,

namun bayi yang lahir dengan berat badan lahir kurang dari 2000 gram,

dapat mempunyai angka pertumbuhan demikian cepat sehingga ASI saja

tidak dapat memasok nutrien esensial yang cukup untuk pertumbuhan

normal.

j. Umur Kehamilan Saat Melahirkan


42

Kemampuan bayi menyusui bergantung pada kematangan fungsi refleks

hisap dan menelan. Umur kehamilan ibu juga turut mempengaruhi

produksi ASI, hal ini disebabkan bayi yang lahir prematur sangat lemah

dan tidak mampu menghisap langsung. Bayi dikatakan prematur apabila

bayi lahir hidup yang dilahirkan sebelum 37 minggu dari hari pertama

menstruasi terakhir. Bayi yang usia kehamilan ibu diatas 34 minggu (berat

diatas 1800 gram) dapat disusukan langsung kepada ibu karena refleks

hisap dan menelannya biasanya sudah cukup baik. Bayi yang usia

kehamilan ibu 32 -34 minggu (berat badan 1500-1800 gram) seringkali

refleks menelan cukup baik, tetapi refleks menghisap masih kurang baik,

oleh karena itu, ibu dapat memerah ASI dan ASI dapat diberikan dengan

menggukan sendok, cangkir atau pipet. Bayi yang lahir dengan usia

kehamilan ibu dibawah 32 minggu (berat badan 1250-1500 gram), bayi

belum memiliki refleks hisap dan menelan yang baik, maka ASI perah

diberikan dengan menggunakan pipa lambung/orogastrik (sonde).

k. Merokok

Merokok dapat mengganggu produksi ASI dengan menggangu hormon

oksitosin dan prolaktin. Merokok akan menstimulasi pelepasan hormon

adrenalin yang menghambat pelepasan hormon oksitosin. Ibu tidak

diperbolehkan merokok. Karena nikotin dapat memasuki air susu ibu

sehingga kualitas ASI tidak begitu baik.

l. Teknik menyusui
43

Teknik menyusui yang benar adalah cara memberikan ASI kepada bayi

dengan perlekatan dan posisi ibu dan bayi dengan benar. Untuk mencapai

keberhasilan menyusui diperlukan pengetahuan mengenai teknik-teknik

menyusui yang benar. Indikator dalam proses menyusui yang efektif

meliputi posisi ibu dan bayi yang benar (body position), perlekatan bayi

yang tepat (latch), keefektifan hisapan bayi pada payudara (effective

sucking) (Rinata et.al, 2016). Berdasarkan Anggraeni (2020) Ibu

menyusui biasanya tidak berhasil menyusui atau menghentikan menyusui

lebih dini karena tidak mengetahui teknik menyusui yang benar yang

mengakibatkan adanya putting nyeri/lecet. Teknik menyusui dalam hal ini

adalah bagaimana posisi bayi saat menyusu, cara menaruh bayi pada

payudara ketika menyusui, bagaimana posisi ibu yang nyaman saat

menyusui, dan masih banyak lagi masalah yang lain. Puting susu yang

lecet dapat menyebabkan mastitis dan abses dipayudara. Selain

menyebabkan putting susu lecet teknik menyusui yang salah juga dapat

mengakibatkan ASI tidak keluar optimal sehingga memengaruhi produksi

ASI selanjutnya atau bayi enggan menyusu. Ketidakmampuan ibu dalam

melekatkan bayi ke payudara dapat menyebabkan frekuensi menyusui

yang jarang dan menyebabkan pembengkakan payudara, dan akan

mengakibatkan produksi susu cenderung turun. Hal ini akan

menimbulkan gangguan dalam proses menyusui, sehingga pemberian ASI

menjadi tidak adekuat. Pemberian ASI yang tidak adekuat dapat

menyebabkan kekurangan nutrisi pada bayi dan bayi rentan terhadap

penyakit yang pada akhirnya menyebabkan kematian bayi khususnya bayi

baru lahir (BBL).


44

C. Konsep Dasar Menyusui

1. Pengertian menyusui

Menyusui adalah keseluruhan proses menyusui mulai dari ASI diproduksi

sampai proses bayi mengisap dan menelan ASI. Menyusui merupakan sebuah

proses alamiah yang dilakukan oleh seorang ibu setelah melahirkan yang

keberhasilannya tidak diperlukan alat-alat khusus dan biaya mahal namun

membutuhkan kesabaran yang lebih ekstra, butuh waktu lama, pengetahuan

yang lebih tentang menyusui serta dukungan moral dari lingkungan keluarga

terdekat khususnya suami. Menyusui yang terbaik untuk bayi karena ASI

mudah dicerna dan memberikan gizi dalam jumlah yang cukup untuk

kebutuhan bayi. Air Susu Ibu membantu melindungi bayi dari berbagai

penyakit dan infeksi, membantu mencegah alergi makanan (Arsan, 2017).

2. Mekanisme Menyusui

Keberhasilan menyusui melalui mekanisme menyusui menurut Mulyani

(2013) terdapat 3 refleks intrinsik yaitu Refleks mencari puting (Rooting

reflex), Refleks Menghisap (Sucking reflex) dan Refleks menelan

(Swallowing reflex).

a. Refleks mencari puting (Rooting reflex)

Jika menyentuhkan jari atau puting, bayi akan memutar mulutnya ke arah

jari atau puting itu dan membuka mulutnya.

b. Refleks Menghisap (Sucking reflex)

Teknik menyusui yang baik adalah seluruh areola payudara sedapat

mungkin semuanya masuk kedalam mulut bayi, tetapi hal ini tidak
45

mungkin dilakukan pada ibu yang mempunyai areola yang besar. Untuk

itu maka sudah cukup bila rahang bayi supaya menekan sinus laktiferus.

Tidak dibenarkan bila rahang bayi hanya menekan puting susu saja

karena dapat menimbulkan puting susu lecet.

c. Refleks menelan (Swallowing reflex)

Pada saat air susu keluar dari puting susu, akan disusul dengan gerakan

menghisap yang ditimbulkan oleh otot-otot pipi, sehingga pengeluaran air

susu akan bertambah dan diteruskan dengan mekanisme masuk ke

lambung. Segera mulut bayi penuh dengan ASI, ia akan menelan masuk

ke lambung (Mulyani, 2013).

3. Teknik menyusui yang benar

Selain harus mengetahui apakah bayi menyusui secara efektif atau tidak, ibu

juga harus mengetahui bagaimana teknik menyusui yang benar. Menyusui

yang benar adalah cara memberikan ASI kepada bayi dengan perlekatan dan

posisi ibu dan bayi dengan benar. Tujuan menyusui yang benar adalah untuk

merangsang produksi ASI dan memperkuat reflek menghisap bayi.

Sedangkan manfaat dari teknik menyusui yang benar yaitu putting susu tidak

lecet, perlekatan menyusu pada bayi kuat, bayi menjadi tenang dan tidak

terjadi gumoh (Wahyuningsih, 2019). Terdapat berbagai posisi untuk

menyusi namun posisi yang baik adalah dimana posisi kepala dan badan bayi

berada pada garis yang lurus sehingga bayi dapat menyusui dengan nyaman.

Selain itu posisi ibu pun harus nyaman. Langkah-langkah teknik menyusui

menurut Elvina (2017) sebagai berikut :

a. Cuci tangan yang bersih dengan sabun


46

Sebelum menyusui bersihkan puting susu dan areola dengan kapas DTT

(Disinfeksi Tingkat Tinggi). Kemudian ASI dikeluarkan sedikit kemudian

dioleskan pada puting susu dan areola sekitarnya. Cara ini mempunyai

manfaat sebagai desinfektan dan menjaga kelembapan puting susu.

b. Bayi diletakkan menghadap payudara.

1) Ibu duduk atau berbaring santai. Bila duduk lebih baik menggunakan

kursi yang rendah agar kaki ibu tidak tergantung dan punggung ibu

bersandar pada sandaran kursi.

2) Bayi dipegang dengan satu lengan, kepala bayi terletak pada lengkung

siku ibu, kepala bayi tidak boleh tertengadah, bokong bayi ditahan

dengan telapak tangan ibu.

3) Satu tangan bayi diletakkan dibelakang badan ibu dan satu lagi

didepan.

4) Perut bayi menempel badan ibu, kepala bayi menghadap payudara

sehingga telinga dan lengan bayi berada pada satu garis lurus.

5) Ibu untuk menatap bayinya dengan kasih sayang .

c. Payudara dipegang dengan ibu jari di atas dan jari yang lain menopang di

bawah. Jangan menekan puting susu atau areolanya saja.

d. Bayi diberi rangsangan untuk membuka mulut (rooting reflex) dengan

cara:

1) Menyentuh pipi dengan puting susu, atau

2) Menyentuh sisi mulut bayi

e. Setelah bayi membuka mulut, dengan cepat mendekatkan kepala bayi ke

payudara ibu dengan puting serta areola dimasukkan ke mulut bayi:


47

1) Usahakan sebagian besar areola dapat masuk ke dalam mulut bayi,

sehingga puting susu berada dibawah langit-langit dan lidah bayi akan

menekan ASI keluar dari tempat penampungan ASI yang terletak di

bawah areola.

2) Perhatikan tanda-tanda perlekatan bayi yang baik:

a) dagu bayi menempel di payudara (C = chin).

b) sebagian besar areola masuk ke dalam mulut bayi, terutama areola

bagian bawah (A= areola).

c) bibir bayi terlipat keluar (bibir atas terlipat ke atas dan bibir bawah

terlipat ke bawah) sehingga tidak mencucu (L= lips).

d) mulut terbuka lebar (M = Mouth)

f. Setelah menyusui pada satu payudara sampai terasa kosong, sebaiknya

ganti menyusui pada payudara yang lain.

g. Cara melepas isapan bayi sebagai berikut :

1) Jari kelingking dimasukkan ke mulut bayi melalui sudut mulut bayi

2) Dagu bayi ditekan ke bawah.

h. Setelah selesai menyusui, keluarkan ASI sedikit kemudian oleskan pada

puting susu dan areola sekitarnya. Biarkan kering dengan sendirinya

i. Menyendawakan bayi

Tujuan menyendawakan bayi adalah mengeluarkan udara dari lambung

supaya bayi tidak muntah setelah menyusui. Ketika menyusui bayi ikut

menelan udara yang dapat membuat perutnya penuh dan tidak enak

sebelum ia menyelesaikan minumnya. Menyendawakan bayi sangat

penting dan merupakan bagian dari proses menyusui. Lakukan setidaknya


48

setidaknya setelah lima menit bayi menyusui atau paling sedikit saat bayi

berpindah payudara. Ada tiga cara umum menyendawakan bayi :

1) Gendong bayi dengan kuat di pundak, wajah bayi menghadap ke

belakang, beri dukungan dengan satu tangan pada bokongnya, tepuk

atau usap punggungnya dengan tangan lain

2) Telungkupkan bayi di pangkuan, lambungnya berada di salah satu

kaki, kepalanya menyandar di salah satu kaki lainnya. Satu tangan

memegangi tubuhnya dengan kuat, satu tangan lain menepuk atau

mengusap punggungnya sampai bersendawa

3) Dudukkan bayi di pangkuan, kepalanya menyandar ke depan, dadanya

ditahan dengan satu tangan. Pastikan kepalanya tidak mendongak ke

belakang. Tepuk atau gosok punggungnya.

4. Tanda bayi cukup ASI

Menurut Utami & Fitriahadi (2018) pada bayi usia 0-6 bulan, dapat dinilai

mendapat kecukupan ASI bila mencapai keadaan sebagai berikut :

a. Bayi minum ASI tiap 2-3 jam atau dalam 24 jam minimal mendapatkan

ASI 8 kali pada 2-3 minggu pertama.

b. Kotoran berwarna kuning dengan frekuensi sering dan warna menjadi

muda pada hari kelima lahir.

c. Bayi akan buang air kecil (BAK) paling tidak 6-8 kali.

d. Ibu dapat mendengarkan saat bayi menelan.

e. Payudara terasa lebih lembek yang menandakan ASI telah habis.

f. Warna bayi merah (tidak kuning) dan kulit terasa kenyal.


49

g. Pertumbuhan berat badan (BB) dan tinggi Badan (TB) bayi sesuai dengan

grafik pertumbuhan.

h. Perkembangan motorik baik (bayi aktif dan motoriknya sesuai dengan

rentang usianya).

i. Bayi terlihat puas, sewaktu-waktu lapar akan bangun dan tidur dengan

cukup.

j. Bayi menyusu dengan kuat (rakus), kemudian mengantuk dan tertidur

pulas.

5. Lama dan frekuensi menyusui

Sebaiknya tindakan menyusui bayi dilakukan di setiap bayi membutuhkan

karena bayi akan menentukan sendiri kebutuhannya. Ibu harus menyusui

bayinya jika menangis bukan karena penyebab lain (BAK,

kepanasan/kedinginan, atau sekedar ingin didekap) atau ibu sudah merasa

perlu menyusui bayina. Bayi yang sehat dapat mengosongkan payudara

sekitar 5-7 menit dan ASI dalam lambung akan kosong dalam waktu 2 jam.

Menyusui yang di jadwal akan berakibat kurang baik karena hisapan bayi

sangat berpengaruh pada rangsangan produksi ASI selanjutnya. Dengan

menyusui tanpa jadwal dan sesuai kebutuhan bayi, akan mencegah timbulnya

masalah menyusui seperti payudara terasa penuh. Ibu yang bekerja

dianjurkan agar lebih sering menyusi di malam hari. Bila sering disusukan

pada malam hari akan memicu produksi ASI. Untuk menjaga keseimbangan

ukuran kedua payudara, maka sebaiknya setiap kali menyusui, harus dengan

kedua payudara. Pesankan kepada ibu agar berusaha menyusui sampai

payudara terasa kosong, agar produksi ASI menjadi lebih baik. Setiap kali
50

menyusui, di mulai dengan payudara yang terakhir di susukan. Selama masa

menyusui sebaiknya ibu menggunakan bra yang dapat menyangga payudara,

tetapi tidak terlalu ketat (Rosyidah, 2019).

6. Faktor-faktor yang mempengaruhi teknik menyusui

Teknik menyusui dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor menurut Alam &

Syahrir (2016) faktor-faktor tersebut antara lain :

a. Faktor payudara, beberapa ibu memiliki masalah pada payudara misalnya

puting susu datar yang dapat membuat bayi kesulitan dalam melakukan

perlekatan saat proses menyusu.

b. Faktor pengalaman. Pengetahuan yang diperoleh dari pengalaman sendiri

atau orang lain dapat menentukan seseorang berperilaku tertentu.

Sehingga ibu yang sudah pernah menyusui akan memiliki gambaran

tentang teknik menyusui.

c. Faktor pengetahuan, kurangnya pengetahuan ibu tentang teknik menyusui

yang benar dapat memberikan anggapan bahwa menyusui itu suatu proses

yang alami sehingga setiap ibu yang melahirkan menganggap dapat

menyusui bayi dengan benar tanpa harus dipelajari. Selain itu hanya

sebagian petugas kesehatan yang mendampingi dan memberikan

informasi tentang teknik menyusui yang benar. Pengetahuan ibu

meningkat tentang teknik menyusui yang disebabkan oleh beberapa hal

yang menambah tingkat pengetahuan responden seperti telah mendapat

informasi yang tepat dari petugas kesehatan, informasi dari media masa.

Hasil penelitian ini menunjukan bahwa pengetahuan ibu primipara

dengan teknik menyusui dalam pemberian ASI yang baik akan


51

berkembang seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan. Dari hasil

penelitian menunjukan bahwa semakin tinggi tingkat pengetahuan

responden maka teknik menyusui akan semakin baik.

7. Masalah dalam pemberian ASI

Masalah yang paling sering ditemui pada ibu menyusui menurut Rosyidah

(2019) antara lain :

a. Kurang informasi

Akibat kurangnya informasi, banyak ibu yang menganggap susu formula

sama baiknya, bahkan lebih baik dari ASI. Selain itu juga kurang

mengetahui bagaimana cara pemberian ASI secara efektif.

b. Puting susu yang pendek/terbenam

Bila dijumpai puting susu terbenam, ada beberapa penanganannya yaitu

lakukan gerakan Hoffman, yaitu dengan meletakkan kedua jari telunjuk

atau ibu jari didaerah areola, kemudian dikukan pengurutan menuju arah

yang berlawanan dan dapat menggunakan pompa putting susu

c. Payudara bengkak

Kondisi ini akibat adanya bendungan pada pembuluh darah dipayudara,

payudara oedem, sakit, puting susu kencang, kulit mengkilap walau tidak

merah, dan bila diperiksa ASI tidak keluar.

d. Payudara penuh

Rasa berat pada payudara, panas dan keras, bila diperiksa ASI keluar dan

tidak demam.
52

e. Puting susu lecet

Merupakan masalah yang paling banyak dialami ibu menyusui. Puting

susu lecet dapat disebabkan oleh trush (candidates) atau dermatitis dan

yang dominan adalah kesalahan posisi menyusui saat bayi hanya

menghisap pada putting, padahal seharusnya sebagian areola masuk

kedalam mulut bayi. Puting lecet dapat juga terjadi pada akhir menyusui,

bayi tidak benar melepaskan isapan atau jika ibu sering membersihkan

putting dengan alcohol atau sabun sehingga menyebabkan iritasi pada

putting susu.

f. Mastitis atau Abses Payudara

Merupakan peradangan pada payudara, payudara menjadi bengkak,

merah, kadang diukuti rasa nyeri dan panas, suhu tubuh meningkat.

g. Saluran ASI tersumbat

Karena tekanan jari ibu saat menyusui, posisi bayi, dan ASI yang tidak

segera dikeluarkan karena pembengkakan.

D. Konsep Putting Susu Lecet

Masalah yang sering terjadi pada ibu nifas adalah puting susu lecet sehingga bayi

tidak menyusu sampai ke areola. Bayi yang menyusu hanya pada puting, maka

bayi akan mendapatkan ASI sedikit karena gusi bayi tidak menekan pada daerah

sinus laktiferus. Hal ini dapat menyebabkan nyeri atau lecet pada puting ibu.

Puting susu yang lecet dapat disebabkan oleh moniliasis (infeksi yang disebabkan

oleh monilia yang disebut candida) pada mulut bayi yang menular pada puting

susu, iritasi akibat membersihkan puting dengan sabun, lotion, krim, alkohol,

bayi dengan tali lidah pendek (frenulum lingue) sehingga sulit menghisap sampai
53

areola dan hanya sampai puting juga cara menghentikan menyusu kurang hati-

hati. Kebanyakan puting susu nyeri atau lecet disebabkan oleh kesalahan dalam

teknik menyusui (Kristiyansari, 2011). Puting susu lecet dapat disebabkan trauma

pada puting susu saat menyusui, terjadi retak dan pembentukan celah-celah.

Retakan pada puting susu bisa sembuh sendiri dalam waktu 48 jam. Umumnya

ibu akan merasa nyeri pada waktu awal menyusui. Perasaan sakit ini akan

berkurang setelah ASI keluar. Bila posisi mulut bayi dan puting susu ibu benar,

perasaan nyeri akan segera hilang. Puting susu terasa nyeri bila tidak ditangani

dengan benar dan akan menjadi lecet. Umumnya menyusui akan menyakitkan

dan kadang-kadang mengeluarkan darah. Payudara sering terasa penuh dan nyeri

akibat dari bertambahnya aliran darah ke payudara bersamaan dengan ASI mulai

di produksi dalam jumlah banyak yang mengakibatkan payudara bengkak,

payudara bengkak yang tidak sendiri biasanya terjadi hati-hari pertama sekitar 2-

4 jam (Nurjannah, 2013).

Putting susu lecet akibat dari teknik menyusui yang salah menurut elvina (2017)

dapat menyebabkan ibu enggan menyusui sehingga bayi menjadi jarang

menyusu. Enggan menyusu akan berakibat kurang baik, karena isapan bayi

sangat berpengaruh pada rangsangan produksi ASI lama kelamaan akan

menyebabkan produksi ASI menurun, selain itu payudara tidak segera kosong

akan menyebabkan terjadinya bendungan ASI sehingga meyebabkan payudara

bengkak dan terasa nyeri, bila hal ini tidak segera teratasi dapat menyebabkan

mastitis bahkan abses payudara.

1. Penyebab putting susu lecet menurut Kristiyansari (2011) antara lain :


54

a. Teknik menyusui yang tidak benar

b. Puting susu terpapar oleh sabun, krim, alkohol, ataupun zat iritan lain saat

ibu membersihkan puting susu

c. Moniliasis pada mulut bayi yang menular pada puting susu ibu

d. Bayi dengan tali lidah pendek (frenulum lingue)

e. Cara menghentikan menyusui yang kurang tepat

2. Tindakan yang dapat dilakukan untuk mengatasi puting susu lecet menurut

Kristiyansari (2011) antara lain :

a. Cari penyebab putting lecet

b. Selama puting susu diistirahatkan, sebaiknya ASI tetap dikeluarkan

dengan tangan

c. Olesi puting dengan ASI akhir

d. Menyusui lebih sering

e. Puting susu yang sakit dapat diistirahatkan untuk sementara waktu1x24

jam

f. Cuci payudara sekali sehari tidak dibenarkan untuk mengunakan sabun

g. Posisi menyusui harus benar

h. Keluarkan sedikit ASI dan oleskan ke puting yang lecet dan biarkan

kering

i. Pergunakan bra yang menyangga

j. Bila terasa sangat sakit boleh minum obat pengurang rasa sakit

k. Jika penyebab monilia, diberi pengobatan dengan tablet Nystatin.


55

E. Kerangka teori

Ibu post partum primipara Teknik Menyusui yang baik


dan benar

Cara menyusui yang benar :


Penyebab putting susu lecet : 1.Waktu pemberian ASI.
a. Teknik menyusui yang tidak
benar 2.Posisi menyusui
b. Puting susu terpapar oleh
sabun, krim, alkohol, ataupun
zat iritan lain saat ibu
membersihkan puting susu
Putting susu lecet
c. Moniliasis pada mulut bayi
yang menular pada puting
susu ibu
d. Bayi dengan tali lidah pendek
(frenulum lingue)
e. Cara menghentikan menyusui
yang kurang tepat

Sumber : (Elvina 2018), (Rosyidah 2019),


(Kristiyansari, 2011), (Hamidiyanti,2018)

Skema 2.1
kerangka teori

Keterangan :

: Diteliti

: Tidak diteliti
56

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Kerangka konsep

1. Kerangka Konsep penelitian adalah kerangka hubungan antara konsep yang

ingin diamati atau diukur melalui penelitian yang akan dilakukan (Nursalam,

2015). Kerangka konsep akan membantu peneliti dalam menghubungkan

hasil penemuan dengan teori. Kerangka konsep pada penelitian ini dapat

dilihat pada gambar berikut :

Variabel Independent Variabel Dependent


Teknik menyusui yang benar Putting susu lecet

Skema 3.1
kerangka konsep

2. Variabel penelitian

Variabel penelitian adalah gejala yang berbentuk apa saja yang ditetapkan

oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal

tersebut kemudian dapat ditarik ksimpulannya (Sugiyono, 2012). Variabel

dibedakan menjadi 3 jenis yaitu sebagai berikut :

a. Variabel bebas (independent)

Variabel independent adalah variabel yang mempengaruhi variabel lain

atau yang menjadi sebab. Variabel independent dalam penelitian ini

adalah teknik menyusui yang benar.


57

b. Variabel terikat (dependent)

Variabel dependent adalah variabel yang dipengaruhi oleh variabel bebas

atau yang menjadi akibat. Variabel dependent dalam penelitian ini adalah

putting susu lecet pada ibu post partum primipara.

B. Hipotesis

Hipotesis adalah pernyataan yang diperlukan sebagai jawaban sementara atas

pertanyaan penelitian, yang harus di uji kasahihannya secara empiris (Nursalam,

2015). Hipotesis dapat dipandang sebagai kesimpulan yang sifatnya sangat

sementara. Sehubungan dengan pendapat itu penulis berkesimpulan bahwa

hipotesis adalah merupakan suatu jawaban atau dugaan sementara yang bisa

dianggap benar dan bisa dianggap salah, sehingga memerlukan pembuktian dari

kebenaran hipotesis tersebut melalui penelitian yang akan dilakukan. Adapun

hipotesis dari penelitian ini adalah :

1. Ha : Ada pengaruh teknik menyusui yang benar terhadap putting susu lecet

pada ibu post partum primipara di wilayah kerja puskesmas Jatinegara

Kabupaten Tegal.

2. Ho : Tidak ada pengaruh teknik menyusui yang benar terhadap putting susu

lecet pada ibu post partum primipara di wilayah kerja puskesmas Jatinegara

Kabupaten Tegal.
58

C. Desain penelitian

Jenis dan Desain Penelitian

1. jenis Desain Penelitian

Jenis desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini Pre-

eksperimental design dengan model rancangan One Group Pretest and

Posttest. Rancangan ini tidak ada kelompok pembanding (kontrol).

Rancangan penelitian ini dibentuk dalam bentuk skema sebagai acuan

penelitian adalah sebagai berikut:

Pre-test eksperiment post-test

01 X 02

Skema 3.2
Rancangan penelitian

Keterangan :

01 : pre-test adalah pengisian lembar observasi untuk mengetahui teknik

menyusui yang benar pada ibu post partum primipara sebelum diajarkan

teknik menyusui yang benar

X : Experiment dalam bentuk perlakuan adalah tindakan yang diberikan

kepada ibu post partum primipara yaitu dengan mengajarkan teknik menyusui

yang benar

02 : Post-test adalah pengukuran kembali teknik menyusui yang benar pada

ibu post partum primipara sesudah diajarkan teknik menyusui yang benar

D. Definisi operasional

Tabel 3.1
Definisi opeasional
59

Variabel Definisi Alat ukur Hasil ukur Skala


operasional
Teknik Teknik menyusui Lembar sangat baik (skor 9 - Ordinal
menyusui yang benar observasi 10)
yang merupakan cara yang baik (skor 6 - 8)
benar memberikan ASI berisi 14 cukup (skor 3 - 5)
kepada bayi item kurang (skor 0 - 2).
dengan perlekatan tindakan
dan posisi ibu dan
bayi dengan benar
Putting Putting susu lecet Lembar (1) Ya : apabila ibu Nominal
susu lecet adalah keadaan observasi merasakan nyeri saat
putting susu yang yang atau setelah
disebabkan oleh berisi 3 menyusui bayinya.
trauma menyusui item (2) Tidak : apabila
yang tidak benar pertanyaan tidak merasakan
dan terasa nyeri di nyeri saat atau
awal menyusui. setelah menyusui
bayinya

E. Populasi dan sampel

1. Populasi

Populasi adalah keseluruhan objek penelitian atau objek yang diteliti

(Nursalam, 2011). Populasi penelitian ini yaitu 32 ibu post partum primipara

di wilayah kerja Puskesmas Jatinegara Kabupaten Tegal.

2. Sampel

Sampel merupakan bagian dari populasi atau sebagian jumlah dari

karakteristik yang dimiliki oleh populasi. Tujuan sampel adalah untuk

mempelajari karakteristik dari suatu populasi (Hidayat, 2017). Sampel yang

digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Kriteria responden

1) Kriteria inklusi

Kriteria inklusi adalah karakteristik umum dari suatu subjek penelitian

dalam populasi target yang terjangkau yang kemudian akan diteliti


60

dan perlu dipertimbangkan ilmiah sebagai pedoman (Nursalam,2020).

Adapun kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah :

a) Ibu primipara tinggal di Wilayah Kerja Puskesmas Jatinegara

Kabupatem Tegal.

b) Ibu primipara 2 jam post partum

c) Ibu menyusui tanpa makanan pendamping ASI

d) Ibu menyusui direct breastfeeding

e) Ibu bersedia menjadi responden.

2) Kriteria eksklusi

Kriteria eksklusi adalah menghilangkan/mengeluarkan subjek yang

memenuhi kriteria inklusi dari studi karena beberapa sebab. Kriteria

eksklusi dalam penelitian ini adalah :

a) Sudah pindah dari Wilayah Kerja Puskesmas Jatinegara

Kabupatem Tegal

b) Bayi meninggal.

c) Mengalami gangguan mental.

d) Dalam keadaan gawat darurat.

b. Besar sampel

Dalam penelitian ini karena menggunakan teknik total sampling maka

besar sampel yang digunakan yaitu 32 responden.

3. Teknik pengambilan sampel

Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah non probability

sampling dengan metode total sampling. Metode total sampling yaitu teknik
61

penentuan sampel bila semua anggota populasi digunakan sebagai sampel.

Alasan mengambil total sampling karena jumlah populasi yang kurang dari

100, maka seluruh populasi dijadikan sampel penelitian (Sugiyono,2011).

F. Tempat dan waktu penelitian

1. Tempat penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Wilayah Kerja Puskesmas Jatinegara

Kabupatem Tegal

2. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret-April 2022

G. Etika penelitian

Etika penelitian adalah pedoman yang harus diperhatikan dalam melakukan

kegiatan penelitian yang melibatkan antara pihak peneliti, pihak yang diteliti

dalam kasus ini adalah responden penelitian yang juga akan memperoleh dampak

dari hasil penelitian (Notoadmojo,2012). Beberapa etika penelitian yang harus

diperhatikan oleh peneliti adalah sebagai berikut :

1. Menghormati harkat dan martabat manusia (respect for human dignity)

Peneliti menghormati harkat dan martabat responden penelitian, yaitu dengan

mempersiapkan informed consent yang merupakan bentuk persetujuan antara

peneliti dengan re sponden, yang diberikan sebelum penelitian dilakukan.

Dalam hal ini responden berhak bersedia atau tidak bersedia, bila bersedia

maka harus menandatangani lembar persetujuan dan bila tidak bersedia maka

peneliti harus menghormati keputusannya. Informasi yang harus ada didalam

informed consent yaitu sebagai berikut :


62

a. Partisipasi dan komitmen ibu post partum

b. Tujuan dilakukannya tindakan

c. Jenis data yang dibutuhkan

d. Prosedur pelaksanaan tindakan

e. Potensial masalah yang akan terjadi

f. Manfaat tindakan

g. Kerahasiaan (Hidayat,2011).

2. Menghormati privasi dan kerahasiaan (respect for privacy and

confidentiality)

Peneliti tidak mencantumkan nama responden, sehingga untuk identitias

cukup dengan menggunakan inisial, kode atau nomor responden. Hal ini

dilakukan oleh peneliti untuk menjaga kerahasiaan subjek, setiap responden

memiliki hak atas privasi dan kebebasan dalam menyampaikan informasi.

Informasi yang sudah peneliti kumpulkan tidak disebarluaskan atau diberikan

pada orang lain tanpa ijin dari pihak yang bersangkutan (Hidayat,2011).

3. Memeperhitngkan keuntungan dan kerugian yang ditimbulkan (ballancing

harms and benefits)

Peneliti hendaknya menghasilkan manfaat yang semaksimal mungkin.

Sehingga peneliti harus berusaha meminimalisir dampak-dampak yang

sekiraya dapat nerugikan responden penelitian (Notoadmojo,2012).

4. Menghormati keadilan dan inklusivitas (respect for justice inclussivenes)

Bentuk keterbukaan yang dilakukan peneliti adalah yaitu dengan menjelaskan

prosedur penelitian. Sedangkan keadilan dapat dilakukan peneliti dengan

memberikan perlakuan yang sama kepada responden atau tidak membedakan


63

antara satu responden dengan responden yang lain sesuai dengan standar

asuhan keperawatan ( Notoadmojo,2012).

H. Alat pengumpulan data

1. Data yang dikumpulkan

a. Data primer

Pada penelitian ini data primer yang didapatkan adalah karakteristik

responden dan teknik menyusui pada ibu post partum. Untuk mengetahui

teknik menyusui dan putting susu lecet pada ibu post partum peneliti

menggunakan lembar observasi.

b. Data sekunder

Data sekunder dalam penelitian ini adalah catatan rekam medis untuk

mendapatkan informasi terkait identitas ibu post partum terkait nama,

alamat dan nomor telepon.

2. Instrumen yang digunakan

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembar observasi yang

berisi 14 item tindakan menyusui untuk mengetahui praktek menyusui pada

ibu post partum. Sedangkan untuk mengetahui putting susu lecet

menggunakan lembar observasi yang berisi 3 pertanyaan.

3. Uji validitas

Validitas merupakan ketepatan atau kecermatan pengukuran. Valid artinya

alat tersebut mampu mengukur apa yang ingin diukur (Riyanto, 2018).

Lembar observasi dalam penelitian ini yaitu perilaku teknik menyusui yang

benar telah dilakukan uji validitas oleh peneliti sebelumnya yaitu Dari 20
64

butir soal didapatkan r hitung > r tabel (0,688 > 0,396) dengan kata lain 20

butir soal tersebut valid (Dhames,2009).

4. Uji reabilitas

Reabilitas merupakan kestabilan dalam pengukuran, dimana suatu alat

dikatakan reliabel bila digunakan berulang-ulang nilainya tetap sama

(Riyanto, 2018). Teknik mengukur uji reliabilitas dapat dilakukan dengan

Alpha Cronbach. Lembar observasi teknik menyusui yang benar sudah

dilakukan uji reabilitas oleh peneliti sebelumnya dan didapatkan alpha hitung

> alpha minimal (0,978 > 0,7) yang artinya 20 butir soal tersebut dinyatakan

reliabel.

I. Prosedur pengumpulan data

1. Persiapan penelitian

a. Melakukan kunjungan ke Puskemas Jatinegara Kabupaten Tegal untuk

menanyakan alur perizinan penelitian

b. Mengajukan permohonan izin Kepada Institusi Pendidikan Program Studi

S-1 Keprawatan Stikes Telogorejo Semarang

c. Mengajukan surat studi pendahuluan guna diserahkan kepada kepala

Puskemas Jatinegara Kabupaten Tegal

d. Melakukan pengambilan data setelah mendapatkan perizinan

2. Pelaksanaan

a. Peneliti melakukan perkenalan dan kontrak waktu


65

b. Peneliti memberikan penjelasan kepada ibu post partum untuk terkait

tujuan,manfaat dan informed concent

c. Setelah responden menyetujui peneliti meminta responden menyusui

bayinya, lalu mengisi lembar observasi teknik menyusui yang dilakukan

responden dan kejadian putting susu lecet

d. Peneliti memberikan edukasi teknik menyusui yang benar dan

mendampingi responden saat menyusui

e. Mengevaluasi tindakan menyusui ibu post partum terkait edukasi teknik

menyusui yang benar

f. Setelah diberikan intervensi tersebut, dalam rentan waktu 2 minggu

peneliti kembali mengukur teknik menyusui pada ibu post partum.

3. Pasca penelitian

Setelah peneliti selesai melakukan pengambilan data langsung dari responden

di wilayah kerja Puskesmas Jatinegara Kabupaten Tegal maka selanjutnya

peneliti melakukan analisis data.

J. Pengolahan data dan analisa data

1. Pengolahan data

Beberapa langkah yang dilakukan dalam proses pengolahan data adalah

sebagai berikut :

a. Editing

Proses memeriksa kembali kebenaran dari suatu data yang sudah

diperoleh atau dikumpulkan. Proses editing ini dapat dilakukan pada saat

pengumpulan data atau saat data sudah terkumpul. Pemeriksaan ini


66

meliputi kelengkapan isi dari kuesioner tersebut dan jawaban yang sudah

responden berikan, sehingga bila terjadi kekurangan baik segi isi

kuesioner maupun jawaban dari responden, maka saat itu juga bisa

menanyakan ulang untuk memenuhi kelengkapan data tersebut.

b. Coding

Saat data-data tersebut sudah terkumpul dan sudah di edit yang dilakukan

selanjutnya adalah memberikan kode. Proses ini disebut dengan “coding”

yaitu penggantian data dimana data sebelumnya berbentuk kuesioner atau

kalimat diubah menjadi angka. Tujuan dilakukannya coding adalah untuk

mempermudah dalam proses entry data. Pengkodean dalam penelitian ini

adalah sebagai berikut :

1) Perilaku menyusui

1 = Sangat baik (skor 9 -10)

2 = Baik (skor 6 - 8)

3 = Cukup (skor 3 - 5)

4 = Kurang (skor 0 - 2).

2) Putting susu lecet

1 = Ya

2 = Tidak

c. Entry data

Proses dimana peneliti memasukkan data yang sebelumnya sudah

dikumpulkan ke dalam master kabel atau base komputer, selanjutnya

membuat distribusi frekuensi sederhana atau membuat tabel kontigensi.


67

Salah satu program komputer yang digunakan dalam proses entry data

adalah SPSS (Statistical Product and Service Solution).

2. Analisa data

a. Analisis Univariat

Analisis Univariat bertujuan untuk mendeskripsikan terkait karakteristik

setiap variabel dalam penelitian dan bentuk analisis univariat tergantung

dari jenis datanya. Pada umumnya dalam Analisis Univariat

menghasilkan distribusi frekuensi dan presentase dari setiap variabel

(Notoadmojo,2018).

Analisis univariat dalam penelitian ini adalah mendeskripsikan

karakteristik responden meliputi usia, pendidikan dan pekerjaan.

b. Analisis bivariat

Analisis bivariat digunakan untuk melihat hubungan 2 variabel yang

mempunyai kemungkinan ada hubungan dan saling mempengaruhi atau

sebuah variabel mempengaruhi variabel lainnya (Sugiyono,2017). Pada

statistik inferensial dilakukan pembuktian hipotesis langkah dalam

pengujian hipotesis adalah :

Hasil ukur pada penelitian ini merupakan data kategorik, sehingga

sebelum melakukan uji analisa statistik harus dilakukan uji normalitas

data terlebih dahulu untuk menentukan jenis uji statistik yang tepat. Uji

normalitas data menggunakan teknik saphiro wilk jika responden kurang

dari 50 dan menggunakan teknik kolmogorov smirnov jika responden


68

lebih dari 50 . hasil uji normalitas data teknik menyusui dan putting susu

lecet sebelum dan sesudah dilakukan intervensi dikatakan berdistribusi

normal jika nilai p value >0,05 dan dikatakan tidak berdistribusi normal

jika p value >0,05. Jika data berdistribusi normal maka dilanjutkan

menggunakan uji Mc Nemar dan jika data tidak berdistribusi normal

menggunakan uji korelasi wilcoxon.


DAFTAR PUSTAKA

Agustin, I. M., & Septiyana, S. (2018). Kecemasan Pada Ibu Post Partum Primipara
Dengan Gangguan Proses Laktasi. Jurnal Ilmu Keperawatan Jiwa, 1(2), 99-
104
Alfiansyah, W., (2014). Pengetahuan Ibu Hamil Mengenai Faktor–Faktor yang
Mempengaruhi Produksi Air Susu Ibu di RSU Dr. Sudarso Pontianak Tahun
2014. Jurnal Mahasiswa PSPD FK Universitas Tanjungpura 3.1.
Anggraeni, W., Idayanti, T. I., & Purnama Sari, K. I. (2021). Hubungan Teknik
Menyusui Dengan Keberhasilan Laktasi . Journals of Ners
Community, 12(1), 43–49. http://journal.unigres.ac.id
Anitasari, B., Nfn, A., & Santi, S. (2020). Hubungan Pengetahuan Ibu Post Partum
Tentang Teknik Menyusui Dengan Keefektifan Proses Menyusui. Jurnal
Fenomena Kesehatan, 3(02), 400-411.
Arsan, Fitria (2017). Pengaruh Demonstrasi Teknik Menyusui Yang Benar Terhadap
Perilaku Ibu Menyusui Di Nagari Sungai Dareh Kabupaten Dharmasraya
Tahun 2017. Skripsi thesis, Poltekkes Kemenkes Kendari. Diakses pada 30
desember 2021.
Astuti, Sri., et al. (2015) Asuhan Kebidanan Nifas Dan Menyusui . Jakarta: Erlangga
Eksioglu A, Yesil Y, Demir Gungor D, Ceber Turfan E. The Effects of Different
Breastfeeding Training Techniques Given for Primiparous Mothers Before
Discharge on the Incidence of Cracked Nipples. Breastfeed Med. 2017
Jun;12:311-315. doi: 10.1089/bfm.2016.0150. Epub 2017 May 4. PMID:
28472588.
Eliyanti.,E et al. (2017). Asuhan Kebidanan Pada Ibu Nifas Dengan Putting Susu
Lecet Di Bpm Suhartini, Sst Kecamatan Diwek Kabupaten Jombang. Jurnal
Ilmiah Kebidanan, Vol 3 No 2 September 2017 ISSN : 2477-4383
Fitriahadi, E., & Utami, I. (2018). Buku Ajar Asuhan Kebidanan Nifas Beserta
Daftar Tilik (Vol. 53, Issue 9). Universitas ’Aisyiyah Yogyakarta. ISBN 978-
602-0739-01-4
Hamidiyanti, B. Y. F. (2019). Kemampuan Ibu Postpartum Primipara Remaja Dalam
Menyusui Bayi Baru Lahir di Wilayah Kerja UPT BLUD Puskesmas
Narmada Kabupaten Lombok Barat NTB 2017. Jurnal Midwifery Update
(MU), 1(1), 18-27.
Jannah, Miftahul (2018). Pengaruh Support Edukasi Teknik Menyusui Yang Benar
Terhadap Efektivitas Menyusui Ibu Postpartum Wilayah Kerja Puskesmas
Batua. http://digilib.unhas.ac.id. Di akses pada 20 desember 2021.
Kristiyanasari. Weni., (2011). Asuhan Keperawatan Neonatus dan Anak. Yogyakarta
: Penerbit Nuha Medika
Mardjun., Z., et.al., (2019). Hubungan Kecemasan Dengan Kelancaran Pengeluaran
Asi Pada Ibu Post Partum Selama Dirawat Di Rumah Sakit Ibu Dan Anak
Kasih Ibu Manado. e-journal Keperawatan (e-Kp) Volume 7 Nomor 1,
Februari 2019
Maria Monberg Feenstra, Mette Jørgine Kirkeby, Marianne Thygesen, Dorthe B.
Danbjørg, Hanne Kronborg (2018). Early breastfeeding problems: A mixed
method study of mothers’ experiences, Sexual & Reproductive Healthcare,
Volume 16, 2018, Pages 167-174 ISSN 1877-5756,
https://doi.org/10.1016/j.srhc.2018.04.003. https://www.sciencedirect.com
diakeses pada 22 Desember 2021.
Mastiningsih, P., & Agustina, C., (2019) Buku Ajar Asuhan Kebidanan Pada Ibu
Nifas Dan Menyusui. Bogor : In Media
Mita Novia Sari. Pengaruh Hypnobreastfeeding Terhadap Kecemasan Menyusui
Pada Ibu Postpartum Primipara Di Bpm Kota Palembang Tahun 2020.
Repository Poltekkes Kemenkes Palembang, Accessed November 19,
2021, Https://Repository.Poltekkespalembang.Ac.Id
Novita Ning Pratiwi, Sari Pratiwi Apidianti .I. (2020). Hubungan Antara Teknik
Menyusui Dengan Kejadian Puting Susu Lecet Pada Ibu Nifas Primipara Di
Kelurahan Kangenan Kecamatan Pamekasan Kabupaten Pamekasan. Jurnal :
Sakti Bidadari/2020/Vol.3 No.2 ISSN:2580-1821
Nagtalon, J, & Ramos (2014). Kesehatan Ibu Dan Bayi Baru Lahir: Pedoman Untuk
Perawat Dan Bidan.Jakarta Erlangga.
Notoatmodjo, S (2018). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta
Pratiwi, N., & Apidianti, S. (2020). Hubungan Antara Teknik Menyusui Dengan
Kejadian Puting Susu Lecet Pada Ibu Nifas Primipara Di Kelurahan
Kangenan Kecamatan Pamekasan Kabupaten Pamekasan. Sakti Bidadari
(Satuan Bakti Bidan Untuk Negeri), 3(2), 13-21. Retrieved from
http://www.journal.uim.ac.id
Ramaita & Rishel, Astria. (2021). Hubungan Pengetahuan Ibu Primipara Tentang
Teknik Menyusui Yang Benar Dengan Kejadian Puting Susu Lecet
Kabupaten Padang Pariaman. Jurnal Ilmu Keperawatan dan Kebidanan
Vol.12 No.1 (2021) 191-199
Roesli, U., (2012) Inisiasi Menyusu Dini Plus ASI Eksklusif. Jakarta : Pustaka
Bunda.
Rohayati, Eti. Pengaruh Pendidikan Kesehatan Teknik Menyusui terhadap
Pengetahuan dan Perilaku Ibu Primipara di UPTD Puskesmas Cigasong
Kabupaten Majalengka tahun 2020. Jurnal Kampus STIKES YPIB
Majalengka, [S.l.], v. 9, n. 1, p. 80-94, aug. 2021. ISSN 2685-3256. http://e-
journal.stikesypib.ac.id . Date accessed: 30 nov. 2021.
Rosyidah, R., & Azizah, N., (2019). Buku Ajar Mata Kuliah Asuhan Kebidanan
Nifas dan Menyusui. UMSIDA Press. ISBN 978-602-5914-78-2
Septiyana Dan Ike Mardiati Agustin (2018) Kecemasan Pada Ibu Post Partum
Primipara Dengan Gangguanproses Laktasi. Jurnalilmu Keperawatan
Jiwavolume1no2, Hal99–104,November2018. Issn 2621-2978 (Media
Online) Pusat Pengembangan Keperawatan jawa Tengah
Wahyuningsih, S. (2019). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Post Partum Dilengkapi
Dengan Panduan Persiapan Praktikum Mahasiswa Keperawatan.
Yogyakarta : Deepublish.
Wahyuningsih, A., & Wahyuningsih, E. (2020). Hubungan Pengetahuan Ibu Tentang
Teknik Menyusui Yang Benar Dengan Kejadian Puting Lecet Pada Ibu Nifas
Di Bpm Siti Sujalmi, Jatinom, Klaten. INVOLUSI: Jurnal Ilmu
Kebidanan, 10(2), 45-51.
Lampiran 1

PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN

Kepada Yth,
Ibu/sdr/i
Di Tempat

Dengan hormat,

Saya yang bertanda dibawah ini adalah mahasiswa Program Studi S-1
Keperawatan STIKES Telogorejo Semarang.
Nama : Khafidzoh
Nim : 118109
Alamat : Semarang
Menyatakan bahwa saya akan mengadakan penelitian dengan judul
“Pengaruh Teknik Menyusui Yang Benar Terhadap Putting Susu
Lecet Pada Ibu Post Partum Primipara Di Walayah Kerja Puskesmas
Jatinegara Kabupaten Tegal” sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar
sarjana keperawatan di institusi Pendidikan tersebut. Penelitian ini tidak akan
menimbulkan kerugian bagi Ibu/sdr/i sebagai subjek penelitian, kerahasian
seluruh informasi yang diberikan akan dijaga dan hanya digunakan untuk
kepertingan penelitian. Saya mengharapkan kesediaan ibu/sdr/i untuk ikut
dalam penelitian ini, yaitu dengan bersedia untuk mendatangani lembar
persetujuan.
Atas kesediaan bapak/ibu/sdr/i saya ucapkan terimakasih.

Semarang, Februari 2022


Peneliti

( Khafidzoh )
Lampiran 2

LEMBAR PERSETUJUAN RESPONDEN (INFORMED CONSENT)

Saya yang bertandatangan dibawah ini:


Nama :
Umur :
Alamat :

Dengan ini menyatakan bersedia dan tidak keberatan menjadi subjek penelitian
yang dilakukan oleh Mahasiswa Program Studi Sarjana Keperawatan STIKES
Telogorejo Semarang yang bernama Khafidzoh (NIM: 118109) dengan judul
“Pengaruh Teknik Menyusui Yang Benar Terhadap Putting Susu Lecet
Pada Ibu Post Partum Primipara Di Walayah Kerja Puskesmas Jatinegara
Kabupaten Tegal”. Surat persetujuan ini saya buat atas kesadaran sendiri tanpa
tekanan maupun paksaan dari pihak manapun.

Demikian pernyataan ini saya buat agar dapat dipergunakan sebagaimana


mestinya.

Semarang, Februari 2022


Responden

(………………………….)
Lampiran 3

LEMBAR OBSERVASI TEKNIK MENYUSUI

PENGARUH TEKNIK MENYUSUI YANG BENAR TERHADAP PUTTING


SUSU LECET PADA IBU POST PARTUM PRIMIPARA DI WALAYAH
KERJA PUSKESMAS JATINEGARA KABUPATEN TEGAL

Identitas Responden

a. Nama :
b. Usia :
c. Pendidikan :
d. Pekerjaan :
e. No kode responden :

No Tindakan menyusui Skor


2 1 0
1. Menyiapkan peralatan, seperti kapas, air hangat,
bantal dan penopang kaki ibu.
2. Memilih posisi yang paling nyaman untuk
menyusui. Jika posisi duduk, punggung bersandar
(tegap) dan kaki diberi penyangga (tidak boleh
menggantung).
3. Membaringkan bayi diatas bantal dengan baik dan
posisi bayi menghadap perut ibu
4. Telinga dan lengan bayi terletak pada satu garis
lurus serta kepala tidak menengadah
5. Melakukan masase payudara dan mengeluarkan
sedikit ASI untuk membasahi putting susu
6. Menopang payudara dengan tangan kiri atau
tangan kanan dan empat jari menahan bagian
bawah areola mamae sampai bayi membuka
mulut.
7. Setelah bayi siap menyusu memasukkan putting
susu sampai daerah areola mamae masuk ke mulut
bayi dan dagu bayi menempel pada payudara ibu.
8. Mempertahankan posisi bayi yang tepat dan
nyaman sehingga memungkinkan bayi dapat
menghisap dengan benar
9. Bayi tampak menghisap kuat dengan irama
perlahan
10. Menyusui bayi selama ia mau dan memberikan
ASI secara bergantian pada kedua payudara
11. Setelah bayi selesai menyusu, membasahi putting
susu dan sekitarnya oleh ASI dan membiarkan
kering sendiri
12 Setelah menyusui, menyendawakan bayi dengan
cara: - Menegakkan bayi dan menyandarkan di
pundak, kemudian menepuk punggung secara
perlahan. - Menelungkupkan bayi secara melintang
di atas pangkuan kemudian menggosok- gosok
punggung - Mendudukkan bayi diatas pangkuan
dengan punggung bersandar pada dada kemudian
menepuk punggung secara perlahan
13. Bayi tampak tenang
14. Putting susu ibu tidak terasa nyeri
Total

Keterangan :

Skor 2 : Dilakukan dengan sempurna


Skor 1 : Dilakukan tetapi tidak sempurna
Skor 0 : Tidak dilakukan
Lampiran 4

LEMBAR OBSERVASI TERJADINYA PUTING SUSU LECET

No Pertanyaaan Ya Tidak
1. Apakah ibu merasakan nyeri saat menyusui
2. Nyeri dirasakan saat bayi mengisap puting susu
3. Ada tindakan yang dilakukan untuk mengatasi nyeri,
antara lain : kompres air hangat, menggunakan pompa
ASI, mengolesi Asi disekitar puting susu, dll.

Keterangan :

Ya : apabila ibu merasakan nyeri saat atau setelah menyusui bayinya.

Tidak : apabila tidak merasakan nyeri saat atau setelah menyusui bayinya.
Lampiran 5

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) CARA MENYUSUI YANG


BENAR

Pengertian : Perlindungan promosi dan mendukung pemberian ASI.

Tujuan : Meningkatkan keberhasilan pemberian ASI.

Kebijakan :

1. Memberitahu semua ibu hamil tentang manfaat dan proses pemberian ASI.
2. Membantu ibu mulai menyusui bayinya dalam waktu setengah jam setelah
melahirkan.
3. Menunjukkan pada ibu cara menyusui bayi.
4. Tidak memberikan makanan dan minuman lain selain ASI kepada bayi baru
lahir, kecuali terdapat indikasi medis untuk itu.
5. Menempatkan ibu dan bayi dalam satu kamar, sehingga selalu bersama-sama
selama 24 jam sehari.
6. Menganjurkan pemberian ASI sesuai permintaan bayi.
7. Tidak memberikan dot atau kempeng kepada bayi yang menyusui.

Prosedur : Teknik Menyusui yang Benar

1. Menjelaskan maksud dan tujuan.


2. Cuci tangan sebelum menyusui dan mengajari ibu.
3. Ibu duduk atau berbaring dengan santai (bila duduk lebih baik menggunakan
kursi yang rendah agar kaki ibu menggantung dan punggung ibu bersandar
pada sandaran kursi).
4. Mempersilahkan dan membantu ibu membuka pakaian bagian atas.
5. Sebelum menyusui ASI dikeluarkan sedikit, kemudian dioleskan pada puting
dan sekitar areola payudara (cara ini mempunyai manfaat sebagai desinfektan
dan menjaga kelembaban puting susu).
6. Mengajari ibu untuk meletakkan bayi pada satu lengan, kepala bayi berada
pada lengkung siku ibu dan bokong bayi berada pada lengan bawah ibu.
7. Mengajari ibu untuk menempelkan perut bayi pada perut ibu dengan
meletakkan satu tangan bayi di belakang badan ibu dan yang satu di depan,
kepala bayi menghadap ibu.
8. Mengajari ibu untuk memposisikan bayi dengan telinga dan lengan pada garis
lurus.
9. Mengajari ibu untuk memegang payudara dengan ibu jari diatas dan jari yang
lain menopang dibawah serta jangan menekan puting susu dan areolanya
rangsang bayi membuka mulut untuk menyusui dengan benar.
10. Mengajari ibu untuk merangsang membuka mulut bayi (menyentuh pipi
dengan puting susu atau menyentuh sudut mulut bayi).
11. Setelah bayi membuka mulut (anjurkan ibu untuk mendekatkan dengan cepat
kepala bayi ke payudara ibu, kemudian memasukkan puting susu serta
sebagian besar areola ke mulut bayi).
12. Setelah bayi mulai menghisap, menganjurkan ibu untuk tidak memegang atau
menyangga payudara lagi.
13. Menganjurkan ibu untuk memperhatikan bayi selama menyusui.
14. Mengajari ibu cara melepas isapan bayi (jari kelingking dimasukkan ke mulut
bayi melalui sudut mulut atau dagu bayi ditekan ke bawah).
15. Setelah selesai menyusui, mengajarkan ibu untuk mengoleskan sedikit ASI
pada puting susu dan areola. Biarkan kering dengan sendirinya.
16. Mengajari ibu untuk menyendawakan bayi dengan cara digendong tegak
dengan bersandar pada bahu ibu kemudian punggung ditepuk perlahan-lahan
sampai bayi bersendawa (bila tidak bersendawa tunggu 10 – 15 menit) atau
bayi ditengkurapkan dipangkuan sampai bersendawa.
Lampiran 6
Lampiran 7

PLAN OF ACTION (POA)

Proposal Penelitian “ Pengaruh Teknik Menyusui Yang Benar Terhadap Putting Susu Lecet Pada Ibu Post Partum Primipara Di Walayah

Kerja Puskesmas Jatinegara Kabupaten Tegal “

No Kegiatan Tahun 2021 Tahun 2022


November Desember Januari Februari Maret April Juni

Minggu ke -

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1 Pengajuan judul proposal
2 Pengajuan BAB I
3 Pengajuan BAB II
4 Pengajuan BAB III
5 Ujian proposal
6 Perbaikan proposal
7 Pengurusan ijin penelitian
8 Pengambilan data
F.003/SOP/017/AKD
Lampiran 8

DAFTAR HADIR KONSULTASI

NAMA : Khafidzoh
NIM : 118109
TANDA TANGAN
NO TANGGAL TOPIK
MAHASISWA PEMBIMBING
1. 15 September Pengajuan Fenomena
2021

2 29 September Pengajuan Fenomena


2021

3 9 Oktober Pengajuan Fenomena


2021

4 21 Oktober Pengajuan Fenomena


2021

5 11 November Pengajuan Fenomena


2021

6 19 November Pengajuan Fenomena


2021

7 21 Desember Pengajuan Fenomena


2021

8 18 Januari Konsultasi Bab 1


2022
9 26 Januari Revisi Bab 1 Konsul
2022 Bab 2-3

10 5 Februari Revisi Bab 1-3


2022

11 22 Februari Konsultasi BAB 1-3


2022

12 25 Februari ACC BAB 1-3


2022

Pembimbing 1: Ns. Anis Ardiyanti, M.Kep


F.003/SOP/017/AKD

DAFTAR HADIR KONSULTASI

NAMA : Khafidzoh
NIM : 118109
Pembimbing 2: Ns. Maya Cobalt Angio S, M.Kep

N TANDA TANGAN
TANGGAL TOPIK
O MAHASISWA PEMBIMBING
1. 18 Desember Konsultasi
2021 fenomena, alat ukur

2 19 Januari 2022 Konsultasi BAB 1-3

3 7 Februari 2022 Revisi Bab 1-3

4 19 Februari Revisi Bab 1-3


2022

5 22 Februari ACC Bab 1-3


2022

Anda mungkin juga menyukai