Program Pendidikan Profesional Konselor
Program Pendidikan Profesional Konselor
1
Hartono
Abstrak: Artikel ini mengupas gagasan tentang program pendidikan profesional konselor masa
depan dan implementasinya di tanah air serta tantangan yang dihapai di era globalisasi.
Kupasan diawali dengan kajian tentang latar belakang perlunya pendidikan profesional
konselor dalam bingkai sistem pendidikan nasional, ekspektasi kinerja konselor di tengah
masyarakat madani, standar kompetensi konselor, dan model program serta implementasinya
yang digagas untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional, serta tantangan dan solusinya.
Tujuan kajian ini untuk memberikan model alternatif program pendidikan profesional konselor
masa depan yang bersifat integratif dalam upaya meningkatkan kualitas konselor sebagai
pendidik profesional yang menguasai kompetensi konselor berdasarkan Peraturan Menteri
Pendidikan Nasional Nomor 27 Tahun 2008 tentang Kualifikasi Akademik dan Standard
Kompetensi Konselor.
1
Staf Pengajar pada prodi BK FKIP Universitas PGRI Adi Buana Surabaya
111
112 Jurnal Psikologi Pendidikan dan Bimbingan, Vol.12 No.2, Desember 2011, hlm. 111-123
sejak 11 Juni 2008, maka terhitung tanggal 11 Profesi Dokter atau program Pendidikan
Juni 2013 mendatang, semua lembaga Profesi Dokter Gigi.
pendidikan SMP, SMA, SMK dan yang Program sertifikasi guru dalam jabatan
sederajat wajib memiliki konselor. yang telah diselenggarakan sejak tahun 2006
Konselor adalah pendidik profesional sampai tahun 2010 melalui penilaian
yang memiliki keahlian dalam bidang portofolio, bagi yang tidak lulus harus
pelayanan bimbingan dan konseling, yang mengikuti PLPG (termasuk guru Bimbingan
dihasilkan oleh pendidikan profesional dan Konseling), belum mampu menunjukkan
konselor. Menurut naskah Penataan hasil yang maksimal sebagaimana yang
Pendidikan Profesional Konselor dan Pela- diharapkan. Hasil kajian Hartoyo dan
yanan Bimbingan dan Konseling dalam Jalur Baedhowi (2009) menunjukkan bahwa moti-
Pendidikan Formal (Depdiknas, 2007) pen- vasi guru dalam program sertifikasi guru
didikan profesional konselor bertujuan untuk dalam jabatan, didorong oleh motivasi
menghasilkan konselor profesional, yang dise- finansial, bukan motivasi mengembangkan
lenggarakan dalam 2 tahap yaitu tahap kompetensi. Hal serupa juga ditunjukkan oleh
pertama, tahap pembentukan penguasaan hasil kajian Ditjen PMPTK (dalam Baedhowi,
kompetensi akademik, dan tahap kedua, yaitu 2009) yang melibatkan 2.600 guru sebagai
tahap pendidikan profesi konselor (PPK), responden, juga diperoleh hasil bahwa
secara keseluruhan menghasilkan lulusan yang motivasi utama responden dalam program
memiliki kompetensi sebagai konselor yang sertifikasi guru dalam jabatan adalah motivasi
mampu menyelenggarakan pelayanan ahli yang terkait finansial, seperti: (1) Untuk dapat
bimbingan dan konseling yang memandirikan tunjangan profesi; (2) Agar segera dapat uang
konseli pada jalur pendidikan formal dan untuk memenuhi kebutuhan hidup; (3) Agar
nonformal. segera dapat uang untuk bayar kuliah; (4)
Adanya naskah penataan pendidikan Agar segera dapat tunjangan yang akan
profesional konselor tersebut, ternyata belum digunakan untuk merenovasi rumah; (5) Agar
mampu memberikan energi kepada LPTK segera dapat uang untuk membayar utang; dan
untuk menyelenggarakan program pendidikan (6) alasan-alasan finansial lainnya.
S-1 Bimbingan dan Konseling, yang Pemerintah melalui Peraturan Menteri
dilanjutkan dengan pendidikan profesi Pendidikan Nasional Nomor 8 Tahun 2009
konselor (PPK), sehingga tujuan pendidikan tentang Program Pendidikan Profesi Guru Pra
profesional konselor sebagaimana yang telah Jabatan (PPG), memberikan kesempatan
dipaparkan di atas masih sebatas sebagai kepada lulusan S-1 Kependidikan dan S1/D
angan-angan indah yang tidak berujung. Salah IV Nonkependidikan yang memiliki bakat dan
satu kendala yang dihadapi oleh LPTK yang minat menjadi guru, bisa mengikuti PPG untuk
menyelenggarakan Jurusan/Program Studi menguasai kompetensi guru secara utuh
Bimbingan dan Konseling adalah kendala sebagaimana diatur di dalam Peraturan
sistem dalam arti LPTK penyelenggara Menteri Pendidikan Nasional Nomor 16 Tahun
Jurusan/Program Studi S-1 Bimbingan dan 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik
Konseling tidak secara langsung diberikan dan Kompetensi Guru, dan Peraturan Menteri
wewenang untuk menyelenggarakan PPK. Nomor 27 Tahun 2008 tentang Standar Ku-
Pada program studi non-LPTK, misalnya alifikasi Akademik dan Kompetensi Konselor,
program studi Pendidikan Dokter, setelah sehingga dapat memperoleh sertifikat pendidik
mahasiswa dinyatakan lulus Sarjana profesional pada pendidikan anak usia dini,
Kedokteran (S.Ked.) atau program studi pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.
Pendidikan Dokter Gigi, setelah mahasiswa Harapan tersebut, bisa terpenuhi bila peserta
dinyatakan lulus Sarjana Kedokteran Gigi sertifikasi didorong oleh kebutuhan pe-
(SKG), para lulusan program tersebut bisa ningkatan kompetensi dan penyelenggara-
langsung mengikuti program Pendidikan
Hartono, Program Pendidikan Profesional Konselor 113
(Universitas, Institut, Sekolah Tinggi, Aka- program pendidikan paruh waktu, sehingga
demi dan Politeknik) yang relevan serta tidak memungkinkan bisa memenuhi standar
mampu meraih kariernya, mempertahankan kualifikasi akademik dan kompetensi konselor
dan mengembangkannya dalam kehidupan di sebagaimana yang diatur di dalam Peraturan
masyarakat. Komponen pelayanan duku- Menteri Pendidikan Nasional Nomor 27 Tahun
ngan sistem dimaksudkan untuk memfasilitasi 2008 tersebut. 3) Konselor adalah pemangku
kebutuhan management untuk mendukung ahli pelayanan bimbingan dan konseling yang
kinerja konselor, seperti kebutuhan anggaran, memandirikan konseli (peserta didik) pada
fasilitas, dan kesempatan untuk mengem- jalur pendidikan formal, dan memandirikan
bangkan pribadi dan profesionalitas konselor konseli umum, karena seorang konselor betul-
secara berkelanjutan. Implementasi pelayanan betul ahli dalam merencanakan, melaksanakan,
bimbingan dan konseling yang baik, mengevaluasi dan melakukan refleksi untuk
membutuhkan perencanaan yang baik pula memperbaiki kinerjannya atas pelayanan-
yang didukung oleh budaya organisasi yang pelayanan bimbingan dan konseling yang
baik, fasilitas dan anggaran yang memadai. dibutuhkan masyarakat madani (masyarakat
Komponen dukungan sistem sangat berperan pengguna IPTEKS). Dengan demikian kebe-
dalam upaya mengembangkan kompetensi radaan konselor di tengah masyarakat sebagai
konselor dan pencitraan publik. Saat ini, citra konselor profesional bersosok safe practiti-
guru bimbingan dan konseling di sekolah oner, sehingga di satu pihak memiliki nilai jual
masih dianggap oleh para siswa sebagai polisi tinggi yang dicari-cari oleh pengguna layana-
sekolah (School Police), sehingga para siswa nannya, dan di pihak lain juga menarik untuk
sebagai konseli masih enggan untuk datang ke dibeli oleh pengguna layanan; dan 4) Konselor
unit bimbingan dan konseling untuk meminta adalah pemangku ahli pelayanan bimbingan
bimbingan atau konseling. dan konseling yang memiliki wilayah layanan
Saat ini dan ke depan, guru bimbingan yang bertujuan memandirikan individu normal
dan konseling harus mampu mengubah dirinya dan sehat, peduli terhadap kemaslahatan
sebagai konselor yang memenuhi kualitas dan umum (the common good). Pelayanan-
standar sebagaimana yang diatur di dalam pelayanan yang diampunya juga bertujuan
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor mengembangkan kapasitas pengguna, untuk
27 Tahun 2008 tentang standar kualifikasi menjadi sosok individu yang bermartabat dan
akademik dan kompetensi konselor. Dengan sejahtera. Oleh karena itu, pelayanan bim-
demikian citra guru bimbingan dan kon- bingan dan konseling juga harus bermartabat
seling/guru BK/konselor, akan semakin baik dan bisa mensejahterakan penggunanya.
dan mampu meningkatkan kepercayaan para
siswa sebagai konseli pada khususnya, dan Standar Kompetensi Konselor
masyarakat pada umumnya. Harapan tersebut Di tanah air, perumusan standar kompe-
dapat dipenuhi dengan cara memperjelas tensi konselor bisa dikatakan sebagai suatu
ekspektasi kinerja konselor sebagai berikut. proses yang cukup panjang. Perumusan ini
1) Konselor adalah sosok pemangku ahli melibatkan organisasi profesi bimbingan dan
profesi bimbingan dan konseling di tanah air konseling, yaitu Asosiasi Bimbingan dan
yang memenuhi standar kualifikasi akademik Konseling Indonesia atau disebut ABKIN.
yaitu lulusan program studi S-1 Bimbingan ABKIN beranggotakan para guru bimbingan
dan Konseling dan lulus PPK (program dan konseling (guru BK), para pendidik calon
Pendidikan Profesi Konselor) yang yang Sarjana Pendidikan bidang Bimbingan dan
dihasilkan oleh LPTK yang berkualitas; 2) Konseling, para pendidik calon Magister
Konselor bukan pemangku profesi bimbingan Pendidikan bidang Bimbingan dan Konseling,
dan konseling asal-asalan, yang selama ini dan para pendidik calon Doktor Bimbingan
ditengarahi dihasilkan oleh LPTK yang kurang dan Konseling.
bertanggung jawab, dengan menyelenggarakan
Hartono, Program Pendidikan Profesional Konselor 115
Tabel 1: Rumusan Kompetensi Akademik dan Profesional Menurut Peraturan Menteri Pendidikan Nasional
Nomor 27 tahun 2008 tentang Stantar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Konselor
administrasi)
9. Berperan dalam organisasi dan 9.1 Memahami dasar, tujuan, dan AD/ART organisasi
kegiatan profesi bimbingan dan profesi bimbingan dan konseling untuk pengembangan
konseling diri dan profesi
9.2 Menaati Kode Etik profesi bimbingan dan konseling
9.3 Aktif dalam organisasi profesi bimbingan dan konseling
untuk pengembangan diri dan profesi
10. Mengimplementasikan kolaborasi 10.1 Mengkomunikasikan aspek-aspek profesional
antarprofesi bimbingan dan konseling kepada organisasi profesi
lain
10.2 Memahami peran organisasi profesi lain dan
memanfaatkannya untuk suksesnya pelayanan
bimbingan dan konseling
10.3 Bekerja dalam tim bersama tenaga paraprofesional dan
profesional profesi lain.
10.4 Melaksanakan referal kepada ahli profesi lain sesuai
dengan keperluan
C. KOMPETENSI PROFESIONAL
11. Menguasai konsep dan praksis asesmen 11.1 Menguasai hakikat asesmen
untuk memahami kondisi, kebutuhan, 11.2 Memilih teknik asesmen, sesuai dengan kebutuhan
dan masalah konseli pelayanan bimbingan dan konseling
11.3 Menyusun dan mengembangkan instrumen asesmen
untuk keperluan bimbingan dan konseling
11.4 Mengadministrasikan asesmen untuk mengungkapkan
masalah-masalah konseli.
11.5 Memilih dan mengadministrasikan teknik asesmen
pengungkapan kemampuan dasar dan kecenderungan
pribadi konseli.
11.6 Memilih dan mengadministrasikan instrumen untuk
mengungkapkan kondisi aktual konseli berkaitan
dengan lingkungan
11.7 Mengakses data dokumentasi tentang konseli dalam
pelayanan bimbingan dan konseling
11.8 Menggunakan hasil asesmen dalam pelayanan
bimbingan dan konseling dengan tepat
11.9 Menampilkan tanggung jawab profesional dalam
praktik asesmen
12. Menguasai kerangka teoretik dan 12.1 Mengaplikasikan hakikat pelayanan bimbingan dan
praksis bimbingan dan konseling konseling.
12.2 Mengaplikasikan arah profesi bimbingan dan
konseling.
12.3 Mengaplikasikan dasar-dasar pelayanan bimbingan
dan konseling.
12.4 Mengaplikasikan pelayanan bimbingan dan konseling
sesuai kondisi dan tuntutan wilayah kerja.
12.5 Mengaplikasikan pendekatan /model/jenis pelayanan
dan kegiatan pendukung bimbingan dan konseling.
12.6 Mengaplikasikan dalam praktik format pelayanan
bimbingan dan konseling.
13. Merancang program Bimbingan dan 13.1 Menganalisis kebutuhan konseli
Konseling 13.2 Menyusun program bimbingan dan konseling yang
berkelanjutan berdasar kebutuhan peserta didik secara
118 Jurnal Psikologi Pendidikan dan Bimbingan, Vol.12 No.2, Desember 2011, hlm. 111-123
15. Menilai proses dan hasil kegiatan 15.1 Melakukan evaluasi hasil, proses, dan program
Bimbingan dan Konseling. bimbingan dan konseling
15.2 Melakukan penyesuaian proses pelayanan bimbingan
dan konseling.
15.3 Menginformasikan hasil pelaksanaan evaluasi
pelayanan bimbingan dan konseling kepada pihak
terkait
15.4 Menggunakan hasil pelaksanaan evaluasi untuk
merevisi dan mengembangkan program bimbingan
dan konseling
16. Memiliki kesadaran dan komitmen 16.1 Memahami dan mengelola kekuatan dan keterbatasan
terhadap etika profesional pribadi dan profesional.
16.2 Menyelenggarakan pelayanan sesuai dengan
kewenangan dan kode etik profesional konselor
16.3 Mempertahankan objektivitas dan menjaga agar tidak
larut dengan masalah konseli.
16.4 Melaksanakan referal sesuai dengan keperluan
16.5 Peduli terhadap identitas profesional dan
pengembangan profesi
16.6 Mendahulukan kepentingan konseli daripada
kepentingan pribadi konselor
16.7 Menjaga kerahasiaan konseli
17. Menguasai konsep dan praksis 17.1 Memahami berbagai jenis dan metode penelitian
penelitian dalam bimbingan dan 17.2 Mampu merancang penelitian bimbingan dan
konseling konseling
17.3 Melaksaanakan penelitian bimbingan dan
konseling
17.4 Memanfaatkan hasil penelitian dalam bimbingan dan
konseling dengan mengakses jurnal pendidikan dan
bimbingan dan konseling
Hartono, Program Pendidikan Profesional Konselor 119
Model Pendidikan Profesional Konselor bidang Bimbingan dan Konseling yang masih
yang Digagas dan Tantangan Globalisasi kurang berkualitas. Bukti-bukti ini dapat
diamati dari kinerja lulusan setelah mereka
1. Kondisi Saat Ini
diangkat sebagai guru pembimbing pada
Pendidikan S-1 Bimbingan dan Kon-
lembaga pendidikan formal (SMP dan SMA
seling di tanah air saat ini diselenggarakan
dan yang sederajat), mereka belum mampu
secara terpisah dengan Pendidikan Profesi
menyelenggarakan pelayanan bimbingan dan
Konselor (PPK) oleh beberapa LPTK atas izin
konseling yang memandirikan konseli
dari Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi
sebagaimana yang diharapkan di dalam buku
Kementerian Pendidikan Nasional, dan dila-
penataan pendidikan profesional konselor dan
kukan akreditasi oleh Badan Akreditasi
layanan bimbingan dan konseling dalam jalur
Nasional Perguruan Tinggi (BAN PT).
pendidikan formal (Depdikbud, 2007).
Kurikulum pendidikan S-1 Bimbingan dan
Sebagian besar guru pembimbing di sekolah-
Konseling yang dikembangkan berdasarkan
sekolah melakukan aktivitas melayani para
Kepmendiknas Nomor 232/U/2000 dan
siswa yang terlambat masuk sekolah dan
Nomor 045/U/2002 yang mengacu kepada
memberikan izin kepada siswa yang
konsep pendidikan tinggi abad XXI UNESCO,
meninggalkan jam pelajaran, dimana aktivitas
yang semula disusun dan ditetapkan oleh
tersebut bukan sebagai pelayanan bimbingan
pemerintah lewat sebuah Konsorsium
dan konseling, yang lazim dilakukan oleh guru
(Kurikulum Nasional), diubah menjadi
piket. Budaya sekolah masih memposisikan
kurikulum inti yang disusun oleh perguruan
guru pembimbing sebagai polisi sekolah
tinggi bersama dengan pemangku kepentingan
(School Police) akan semakin memperburuk
dan kalangan profesi, dan ditetapkan oleh
citra bimbingan dan konseling di sekolah. Para
perguruan tinggi yang bersangkutan. Berda-
guru pembimbing dan lulusan program studi
sarkan pasal 38 ayat (3) Undang-Undang
S-1 Bimbingan dan Konseling masih menga-
Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003
lami kesulitan untuk mengikuti PPK karena
Tentang Sistem Pendidikan Nasional, dinya-
LPTK yang menyelenggarakan pro-gram
takan bahwa kurikulum pendidikan tinggi
tersebut masih langka. Sampai tahun 2011,
dikembangkan oleh perguruan tinggi yang
hanya 3 LPTK yang menyelenggarakan PPK,
bersangkutan dengan mengacu pada standar
yaitu di UNP (Universitas Negeri Padang),
nasional pendidikan untuk setiap program
UPI (Universitas Pendidikan Indonesia
studi.
Bandung), dan UNNES (Universitas Negeri
Program studi S-1 Bimbingan dan
Semarang) yang sebagian besar mahasiswanya
Konseling bersama-sama dengan Asosiasi
bukan berasal dari kalangan guru pembimbing
Bimbingan dan Konseling Indonesia (ABKIN)
atau para lulusan S-1 program studi
beberapa kali telah menyelenggarakan
Bimbingan dan Konseling, melainkan para
pertemuan ilmiah untuk mengembangkan
dosen dari berbagai perguruan tinggi. Kondisi
kurikulum. Pertemuan terakhir yang dise-
yang demikian ini jelas tidak mungkin arahan
lenggarakan di Hotel Satelit Surabaya pada
pasal 2 Peraturan Menteri Pendidikan
tanggal 28-29 Maret 2009, diperoleh kese-
Nasional Nomor 27 Tahun 2008 tentang
pakatan bahwa kurikulum inti sebanyak 97
standar kualifikasi akademik dan kompetensi
SKS (67%) dari total 144 SKS, sisanya 47
konselor, bisa terpenuhi. Berdasarkan kondisi
SKS (33%) sebagai kurikulum institusional.
tersebut, diperlukan tindakan pengkajian,
LPTK penyelenggara program studi S-1
untuk memikirkan solusi ke depan sehingga
Bimbingan dan Konseling, menyelenggarakan
arahan pasal 2 peraturan menteri tersebut bisa
pendidikan yang pada umumnya masih
segera diwujudkan. Citra bimbingan dan
menggunakan kerangka pikir penerusan
konseling perlu diperbaiki, bukan sebagai
informasi (content transmission), yang meng-
polisi sekolah (School Police), melainkan
hasilkan lulusan Sarjana Pendidikan (S.Pd)
berperan memberikan pelayanan bimbingan
120 Jurnal Psikologi Pendidikan dan Bimbingan, Vol.12 No.2, Desember 2011, hlm. 111-123
dan konseling yang memandirikan peserta dilakukan evaluasi, bila layak dari aspek
didik (konseli). Untuk membentuk guru ketenagaan, infrastruktur, dan manajemen
pembimbing profesional, pemerintah melaku- pengelolaan secara langsung diberikan
kan program sertifikasi dalam jabatan dan pra wewenang untuk menyelenggarakan PPK.
jabatan. Dengan demikian, para guru pembimbing
(guru BK) di sekolah-sekolah yang memiliki
kualifikasi akademik S-1 Bimbingan dan
2. Pendidikan Profesional Konselor Konseling dapat mengikuti PPK di LPTK
Untuk bisa memenuhi standar terdekat, sehingga harapan sebagaimana yang
kompetensi konselor tersebut di atas, diatur di dalam pasal 2 Peraturan Menteri
diperlukan model pendidikan profesional Pendidikan Nasional Republik Indonesia
konselor yang terintegrasi, artinya penye- Nomor 27 Tahun 2008 tentang Standar
lenggaraan program pendidikan S-1 Bim- Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Kon-
bingan dan Konseling terintegrasi dengan selor, segera bisa diwujudkan. Diagram model
program pendidikan profesi konselor (PPK). Pendidikan Profesional Konselor dimaksud
LPTK yang diberikan izin menyelenggarakan diuraikan pada gambar 1.
pendidikan S-1 Bimbingan dan Konseling dan
memiliki peringkat Akreditasi minimal B
Program Pendidikan
Lulusan S-1 Bimbingan dan S.Pd. PPK Kons.
SMA Konseling
Pendidikan Profesional Konselor meneri- Project Based Learning, dan (10) Problem
ma mahasiswa dari lulusan SMA dan atau Based Learning and Inquiry. Dosen pengampu
sederajat. Pendidikan ini diselenggarakan mata kuliah adalah para dosen profesional yang
dengan beban minimal 144 SKS, dan maksimal memenuhi tuntutan pasal 1 ayat (2) dan pasal 8
160 SKS berdasarkan Kepmendiknas Nomor Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14
232/U/2000 dan Nomor 045/U/2002, dengan Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Para
masa studi antara 4-4,5 tahun. Kurikulum dosen adalah pendidik profesional dan ilmu-
ditetapkan oleh LPTK masing-masing yang wan yang bertugas melakukan transformasi,
pengembangannya dilakukan dengan melibat- mengembangkan, dan menyebarluaskan IP-
kan Asosiasi Bimbingan dan Konseling TEKS melalui pendidikan, penelitian dan
Indonesia (ABKIN) dan pemangku kepen- pengabdian kepada masyarakat, yang memiliki
tingan, dengan menggunakan paradigma KBK kompetensi pedagogik, kepribadian, profe-
(Kurikulum Berbasis Kompetensi). Pendekatan sional, dan sosial, serta mampu mewujudkan
pembelajaran menggunakan Students Centered tujuan pendidikan nasional.
Learning (SCL) yang ditunjang dengan metode: Lulusan Program S-1 Bimbingan dan
(1) Small Group Discussion, (2) Role-Play & Konseling dapat langsung mengikuti PPK
Simulation, (3) Case Study, (4) Discovery selama 2 (dua) semester. Kurikulum PPK
Learning, (5) Self-Directed Learning, (6) ditetapkan oleh LPTK, yang pengembangannya
Cooperative Learning, (7) Collaborative melibatkan ABKIN dan pemangku kepentingan.
Learning, (8) Contextual Instruction, (9) PPK memberikan pengalaman belajar bagi para
Hartono, Program Pendidikan Profesional Konselor 121
baik pada jalur pendidikan formal maupun di dan Pengembangan, Pusat Kurikulum
masyarakat, diperlukan pendidikan profesional Ditejen Dikti.
konselor yang bermutu pula dengan dukungan Departemen Pendidikan Nasional Republik
pemerintah, organisasi profesi Asosiasi Bim- Indonesia. 2007. Penataan Pendidikan
bingan dan Konseling Indonesia (ABKIN) dan Profesional Konselor dan Layanan
masyarakat sebagai pengguna.
Bimbingan dan Konseling dalam Jalur
Pendidikan Formal. Jakarta: Direktorat
Jenderal Pendidikan Tinggi.
Daftar Rujuan
Departemen Pendidikan Nasional Republik
Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia Indonesia. 2007. Peraturan Menteri
(ABKIN). 2008. Penegasan Profesi Pendidikan Nasional Nomor 16 Tahun
Bimbingan dan Konseling: Alur Pikir 2007 Tentang Standar Kualifikasi
Penataan Pendidikan Profesional Akademik dan Kompetensi Guru. Jakarta:
Konselor dan Layanan Bimbingan dan Bagian Penyusunan Rancangan Peraturan
Konseling dalam Jalur Pendidikan Perundang-undangan dan Bantuan Hu-
Formal. Bandung: PB ABKIN. kum.