Anda di halaman 1dari 13

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESIONAL KONSELOR

MASA DEPAN DAN TANTANGAN DI ERA GLOBALISASI

1
Hartono

Abstrak: Artikel ini mengupas gagasan tentang program pendidikan profesional konselor masa
depan dan implementasinya di tanah air serta tantangan yang dihapai di era globalisasi.
Kupasan diawali dengan kajian tentang latar belakang perlunya pendidikan profesional
konselor dalam bingkai sistem pendidikan nasional, ekspektasi kinerja konselor di tengah
masyarakat madani, standar kompetensi konselor, dan model program serta implementasinya
yang digagas untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional, serta tantangan dan solusinya.
Tujuan kajian ini untuk memberikan model alternatif program pendidikan profesional konselor
masa depan yang bersifat integratif dalam upaya meningkatkan kualitas konselor sebagai
pendidik profesional yang menguasai kompetensi konselor berdasarkan Peraturan Menteri
Pendidikan Nasional Nomor 27 Tahun 2008 tentang Kualifikasi Akademik dan Standard
Kompetensi Konselor.

Kata kunci: Pendidikan profesional, konselor, dan tantangan global

Pendahuluan dikan profesi konselor (PPK) oleh LPTK


Kedudukan Konselor sebagai pendidik (Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan)
profesional sebagaimana diatur di dalam pasal versi Asosiasi Bimbingan dan Konseling
1 ayat (6) Undang-Undang Republik Indonesia Indonesia (ABKIN), dan PPG (Pendidikan
Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Profesi Guru) versi Peraturan Menteri
Pendidikan Nasional, berimplikasi pada Pendidikan Nasional Nomor 8 Tahun 2009
program dan implementasi pendidikan profe- tentang Program Pendidikan Profesi Guru Pra
sional konselor di tanah air yang mampu Jabatan, mengakibatkan laju perkembangan
menghasilkan konselor profesional, yaitu so- profesi bimbingan dan konseling di tanah air,
sok konselor yang menguasai standar kom- khususnya mengenai penyiapan Sumber Daya
petensi konselor, di samping memenuhi Manusia (SDM) konselor profesional, menga-
kualifikasi akademik yang dipersyaratkan lami kendala yang serius. Berdasarkan pasal
sebagaimana diatur di dalam Peraturan pasal 2 Peraturan Menteri Pendidikan Nasional
Menteri Pendidikan Nasional Republik Indo- Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2008,
nesia Nomor 27 Tahun 2008 tentang Standar bahwa Penyelenggara Pendidikan yang satuan
kualifikasi Akademik dan Kompetensi Pendidikannya mempekerjakan konselor wajib
Konselor. menerapkan standar kualifikasi dan kompe-
Program pendidikan profesional kon- tensi konselor sebagaimana diatur dalam
selor saat ini yang penyelenggaraanya diawali peraturan Menteri paling lambat 5 tahun
dengan program Sarjana (S-1) yang belum setelah Peraturan Menteri ini diberlakukan.
terintegrasi dengan penyelenggaraan pendi- Karena peraturan Menteri ini diberlakukan

1
Staf Pengajar pada prodi BK FKIP Universitas PGRI Adi Buana Surabaya

111
112 Jurnal Psikologi Pendidikan dan Bimbingan, Vol.12 No.2, Desember 2011, hlm. 111-123

sejak 11 Juni 2008, maka terhitung tanggal 11 Profesi Dokter atau program Pendidikan
Juni 2013 mendatang, semua lembaga Profesi Dokter Gigi.
pendidikan SMP, SMA, SMK dan yang Program sertifikasi guru dalam jabatan
sederajat wajib memiliki konselor. yang telah diselenggarakan sejak tahun 2006
Konselor adalah pendidik profesional sampai tahun 2010 melalui penilaian
yang memiliki keahlian dalam bidang portofolio, bagi yang tidak lulus harus
pelayanan bimbingan dan konseling, yang mengikuti PLPG (termasuk guru Bimbingan
dihasilkan oleh pendidikan profesional dan Konseling), belum mampu menunjukkan
konselor. Menurut naskah Penataan hasil yang maksimal sebagaimana yang
Pendidikan Profesional Konselor dan Pela- diharapkan. Hasil kajian Hartoyo dan
yanan Bimbingan dan Konseling dalam Jalur Baedhowi (2009) menunjukkan bahwa moti-
Pendidikan Formal (Depdiknas, 2007) pen- vasi guru dalam program sertifikasi guru
didikan profesional konselor bertujuan untuk dalam jabatan, didorong oleh motivasi
menghasilkan konselor profesional, yang dise- finansial, bukan motivasi mengembangkan
lenggarakan dalam 2 tahap yaitu tahap kompetensi. Hal serupa juga ditunjukkan oleh
pertama, tahap pembentukan penguasaan hasil kajian Ditjen PMPTK (dalam Baedhowi,
kompetensi akademik, dan tahap kedua, yaitu 2009) yang melibatkan 2.600 guru sebagai
tahap pendidikan profesi konselor (PPK), responden, juga diperoleh hasil bahwa
secara keseluruhan menghasilkan lulusan yang motivasi utama responden dalam program
memiliki kompetensi sebagai konselor yang sertifikasi guru dalam jabatan adalah motivasi
mampu menyelenggarakan pelayanan ahli yang terkait finansial, seperti: (1) Untuk dapat
bimbingan dan konseling yang memandirikan tunjangan profesi; (2) Agar segera dapat uang
konseli pada jalur pendidikan formal dan untuk memenuhi kebutuhan hidup; (3) Agar
nonformal. segera dapat uang untuk bayar kuliah; (4)
Adanya naskah penataan pendidikan Agar segera dapat tunjangan yang akan
profesional konselor tersebut, ternyata belum digunakan untuk merenovasi rumah; (5) Agar
mampu memberikan energi kepada LPTK segera dapat uang untuk membayar utang; dan
untuk menyelenggarakan program pendidikan (6) alasan-alasan finansial lainnya.
S-1 Bimbingan dan Konseling, yang Pemerintah melalui Peraturan Menteri
dilanjutkan dengan pendidikan profesi Pendidikan Nasional Nomor 8 Tahun 2009
konselor (PPK), sehingga tujuan pendidikan tentang Program Pendidikan Profesi Guru Pra
profesional konselor sebagaimana yang telah Jabatan (PPG), memberikan kesempatan
dipaparkan di atas masih sebatas sebagai kepada lulusan S-1 Kependidikan dan S1/D
angan-angan indah yang tidak berujung. Salah IV Nonkependidikan yang memiliki bakat dan
satu kendala yang dihadapi oleh LPTK yang minat menjadi guru, bisa mengikuti PPG untuk
menyelenggarakan Jurusan/Program Studi menguasai kompetensi guru secara utuh
Bimbingan dan Konseling adalah kendala sebagaimana diatur di dalam Peraturan
sistem dalam arti LPTK penyelenggara Menteri Pendidikan Nasional Nomor 16 Tahun
Jurusan/Program Studi S-1 Bimbingan dan 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik
Konseling tidak secara langsung diberikan dan Kompetensi Guru, dan Peraturan Menteri
wewenang untuk menyelenggarakan PPK. Nomor 27 Tahun 2008 tentang Standar Ku-
Pada program studi non-LPTK, misalnya alifikasi Akademik dan Kompetensi Konselor,
program studi Pendidikan Dokter, setelah sehingga dapat memperoleh sertifikat pendidik
mahasiswa dinyatakan lulus Sarjana profesional pada pendidikan anak usia dini,
Kedokteran (S.Ked.) atau program studi pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.
Pendidikan Dokter Gigi, setelah mahasiswa Harapan tersebut, bisa terpenuhi bila peserta
dinyatakan lulus Sarjana Kedokteran Gigi sertifikasi didorong oleh kebutuhan pe-
(SKG), para lulusan program tersebut bisa ningkatan kompetensi dan penyelenggara-
langsung mengikuti program Pendidikan
Hartono, Program Pendidikan Profesional Konselor 113

annya dilakukan secara profesional sesuai 2007) pelayanan-pelayanan bimbingan dan


dengan peraturan dan ketentuan yang berlaku. konseling sebagaimana di atas, dikelompokkan
ke dalam empat komponen pelayanan, yaitu:
(1) komponen pelayanan dasar, (2) komponen
Ekspektasi Kinerja Konselor dan Pelayanan pelayanan responsif, (3) komponen pelayanan
Bimbingan dan Konseling perencanaan individual, dan (3) komponen
Berbeda dengan ekspektasi kinerja guru pelayanan dukungan sistem.
(guru mapel, guru kelas, dan guru praktik) Komponen pelayanan dasar diberikan
berdasarkan pasal 1 ayat (1), ayat (2), dan ayat kepada konseli untuk memfasilitasi konseli
(3) Keputusan Bersama Menteri Pendidikan agar ia dapat melaksanakan tugas-tugas
dan Kebudayaan dan Kepala Badan perkembangannya secara maksimal melalui
Administrasi Kepegawaian Negara Nomor pelayanan-pelayanan bimbingan dan konseling
0433/P/1993 dan Nomor 25 Tahun 1993 yang bersifat klasikal, seperti: pelayanan
tentang Petunjuk Pelaksanaan Jabatan Fung- informasi, pelayanan orientasi, pelayanan
sional Guru dan Angka Kreditnya), guru bimbingan kelompok, dan pelayanan pengum-
pembimbing menurut pasal 1 ayat (4) pulan data (penggunaan instrumentasi bim-
keputusan bersama tersebut, yang menurut bingan dan konseling), sedangkan komponen
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor pelayanan responsif diberikan kepada konseli
27 Tahun 2008 tentang standar kualifikasi untuk membantuk mereka agar mampu
akademik dan kompetensi konselor, disebut menghadapi dan memecahkan masalah-
konselor, memiliki ekspektasi kinerja yang masalah emosinya (depresi sedang dan ringan,
berbeda. Peran Guru sebagai agen pembe- stres sedang dan ringan, konflik, kecewa,
lajaran (learning agent) menurut pasal 4 frustrasi, kecemasan, dan ketergantungan/tidak
Undang-Undang RI Nomor 14 Tahun 2005 percaya diri), dimana masalah-masalah emosi
tentang Guru dan Dosen, adalah peran guru tersebut bila tidak segera ditangani, sangat
sebagai fasilitator, motivator, pemacu, pereka- menganggu pelaksanaan tugas-tugas perkem-
yasa pembelajaran, dan pemberi inspirasi bangan konseli, sehingga ia mengalami
belajar bagi peserta didik. Sedangkan kemunduran (regresi) dalam perkembangan-
konselor berperan sebagai pengampu ahli nya. Konseli yang mengalami masalah-
pelayanan bimbingan dan konseling yang masalah emosi, biasanya menunjukkan gejala-
memandirikan peserta didik sebagai gejala sikap dan perilaku yang menghambat
konseli. Pelayanan itu meliputi: (1) pelayanan aktivitas belajar konseli, seperti kehilangan
informasi, (2) pelayanan orientasi, (3) pelaya- motivasi dan minat dalam belajar, mengalami
nan penempatan dan penyaluran, (4) pelayanan penurunan daya retensi (kemampuan mengi-
konseling individual, (5) pelayanan konseling ngat), dan daya tahan stresnya juga mengalami
kelompok, (6) pelayanan bimbingan kelom- penurunan, sehingga mereka kehilangan
pok, (7) pelayanan konsultasi, (8) pelayanan produktivitas.
mediasi, (9) pelayanan instrumentasi bimbi- Komponen pelayanan perencanaan
ngan dan konseling, (10) pelayanan himpunan individual, dimaksudkan untuk memfasilitasi
data, (11) pelayanan konferensi kasus, (12) konseli dalam membuat rencana masa depan
pelayanan kunjungan rumah, dan (13) yang sesuai dengan potensi konseli serta
pelayanan referal (alih tangan). Ketiga belas peluang yang tersedia di masyarakat. Rencana
pelayanan tersebut meliputi dalam bidang masa depan di sini juga termasuk bagaimana
bimbingan pribadi, bimbingan sosial, konseli bisa melakukan pilihan karier yang
bimbingan belajar, bimbingan karier, dan tepat, sesuai dengan bakat, minat serta peluang
bimbingan pengembangan budi pekerti. Menu- yang ada. Konseli yang normal, akan mampu
rut buku penataan pendidikan profesional membuat pilihan kariernya, yang diwujudkan
konselor dan layanan bimbingan dan konseling dengan kemampuannya dalam memilih
dalam jalur pendidikan formal (Depdiknas, Jurusan/Program Studi pada perguruan tinggi
114 Jurnal Psikologi Pendidikan dan Bimbingan, Vol.12 No.2, Desember 2011, hlm. 111-123

(Universitas, Institut, Sekolah Tinggi, Aka- program pendidikan paruh waktu, sehingga
demi dan Politeknik) yang relevan serta tidak memungkinkan bisa memenuhi standar
mampu meraih kariernya, mempertahankan kualifikasi akademik dan kompetensi konselor
dan mengembangkannya dalam kehidupan di sebagaimana yang diatur di dalam Peraturan
masyarakat. Komponen pelayanan duku- Menteri Pendidikan Nasional Nomor 27 Tahun
ngan sistem dimaksudkan untuk memfasilitasi 2008 tersebut. 3) Konselor adalah pemangku
kebutuhan management untuk mendukung ahli pelayanan bimbingan dan konseling yang
kinerja konselor, seperti kebutuhan anggaran, memandirikan konseli (peserta didik) pada
fasilitas, dan kesempatan untuk mengem- jalur pendidikan formal, dan memandirikan
bangkan pribadi dan profesionalitas konselor konseli umum, karena seorang konselor betul-
secara berkelanjutan. Implementasi pelayanan betul ahli dalam merencanakan, melaksanakan,
bimbingan dan konseling yang baik, mengevaluasi dan melakukan refleksi untuk
membutuhkan perencanaan yang baik pula memperbaiki kinerjannya atas pelayanan-
yang didukung oleh budaya organisasi yang pelayanan bimbingan dan konseling yang
baik, fasilitas dan anggaran yang memadai. dibutuhkan masyarakat madani (masyarakat
Komponen dukungan sistem sangat berperan pengguna IPTEKS). Dengan demikian kebe-
dalam upaya mengembangkan kompetensi radaan konselor di tengah masyarakat sebagai
konselor dan pencitraan publik. Saat ini, citra konselor profesional bersosok safe practiti-
guru bimbingan dan konseling di sekolah oner, sehingga di satu pihak memiliki nilai jual
masih dianggap oleh para siswa sebagai polisi tinggi yang dicari-cari oleh pengguna layana-
sekolah (School Police), sehingga para siswa nannya, dan di pihak lain juga menarik untuk
sebagai konseli masih enggan untuk datang ke dibeli oleh pengguna layanan; dan 4) Konselor
unit bimbingan dan konseling untuk meminta adalah pemangku ahli pelayanan bimbingan
bimbingan atau konseling. dan konseling yang memiliki wilayah layanan
Saat ini dan ke depan, guru bimbingan yang bertujuan memandirikan individu normal
dan konseling harus mampu mengubah dirinya dan sehat, peduli terhadap kemaslahatan
sebagai konselor yang memenuhi kualitas dan umum (the common good). Pelayanan-
standar sebagaimana yang diatur di dalam pelayanan yang diampunya juga bertujuan
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor mengembangkan kapasitas pengguna, untuk
27 Tahun 2008 tentang standar kualifikasi menjadi sosok individu yang bermartabat dan
akademik dan kompetensi konselor. Dengan sejahtera. Oleh karena itu, pelayanan bim-
demikian citra guru bimbingan dan kon- bingan dan konseling juga harus bermartabat
seling/guru BK/konselor, akan semakin baik dan bisa mensejahterakan penggunanya.
dan mampu meningkatkan kepercayaan para
siswa sebagai konseli pada khususnya, dan Standar Kompetensi Konselor
masyarakat pada umumnya. Harapan tersebut Di tanah air, perumusan standar kompe-
dapat dipenuhi dengan cara memperjelas tensi konselor bisa dikatakan sebagai suatu
ekspektasi kinerja konselor sebagai berikut. proses yang cukup panjang. Perumusan ini
1) Konselor adalah sosok pemangku ahli melibatkan organisasi profesi bimbingan dan
profesi bimbingan dan konseling di tanah air konseling, yaitu Asosiasi Bimbingan dan
yang memenuhi standar kualifikasi akademik Konseling Indonesia atau disebut ABKIN.
yaitu lulusan program studi S-1 Bimbingan ABKIN beranggotakan para guru bimbingan
dan Konseling dan lulus PPK (program dan konseling (guru BK), para pendidik calon
Pendidikan Profesi Konselor) yang yang Sarjana Pendidikan bidang Bimbingan dan
dihasilkan oleh LPTK yang berkualitas; 2) Konseling, para pendidik calon Magister
Konselor bukan pemangku profesi bimbingan Pendidikan bidang Bimbingan dan Konseling,
dan konseling asal-asalan, yang selama ini dan para pendidik calon Doktor Bimbingan
ditengarahi dihasilkan oleh LPTK yang kurang dan Konseling.
bertanggung jawab, dengan menyelenggarakan
Hartono, Program Pendidikan Profesional Konselor 115

Usaha untuk merumuskan Standar Bimbingan dan Konseling. Sedangkan kom-


Kompetensi Konselor Indonesia (SKKI) petensi profesional merupakan penguasaan
dimulai sebelum tahun 2004. Pada tahun kiat penyelenggaraan bimbingan dan konseling
2004/2005, ABKIN melakukan kajian intensif yang memandirikan, yang ditumbuhkan serta
tentang hal itu, melalui kongres ABKIN di diasah melalui latihan menerapkan kompetensi
Semarang pada bulan April 2005, ABKIN akademik yang telah diperoleh dalam konteks
memutuskan dan menetapkan SKKI sebagai Pendidikan Profesi Konselor yang berorientasi
standar kompetensi konselor Indonesia. pada pengalaman dan kemampuan praktik
Perjalanan selanjutnya, ABKIN menata ulang lapangan.
SKKI tersebut sebagai naskah yang diusulkan Kompetensi akademik merupakan lan-
kepada pemerintah, sehingga lahirlah dasan bagi pengembangan kompetensi profe-
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor sional, yang meliputi: (1) memahami secara
27 Tahun 2008 tentang standar kualifikasi mendalam tentang konseli yang dilayani, (2)
akademik dan kompetensi konselor, yang menguasai landasan dan kerangka teoritik
ditetapkan dan diberlakukan sejak tanggal 11 bimbingan dan konseling, (3) menyelengga-
Juni 2008. Menurut peraturan ini, konselor rakan pelayanan bimbingan dan konseling
adalah lulusan S-1 Bimbingan dan Konseling yang memandirikan konseli, dan (4) me-
dan lulus PPK (Pendidikan Profesi Konselor) ngembangkan pribadi dan profesionalitas
dari LPTK yang diberikan izin untuk konselor secara berkelanjutan. Atas dasar
menyelenggarakan program ini oleh peme- kompetensi akademik tersebut, maka rumusan
rintah (Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi kompetensi akademik dan profesional konselor
Kementerian Pendidikan Nasional). Konselor dipetakan atas dasar ketentuan yang tertuang
wajib memiliki kompetensi akademik dan dalam Peraturan Pemerintah Republik
profesional sebagai sosok utuh. Pembentukan Indonesia Nomor 19 tahun 2005 tentang
kompetensi akademik konselor, melalui proses standar nasional pendidikan, ke dalam kom-
pendidikan formal jenjang S-1 (Strata Satu) petensi pedagogik, kepribadian, sosial, dan
bidang Bimbingan dan Konseling, yang profesional sebagai berikut.
dibuktikan dengan penganugerahan ijazah
akademik Sarjana Pendidikan (S.Pd) bidang

Tabel 1: Rumusan Kompetensi Akademik dan Profesional Menurut Peraturan Menteri Pendidikan Nasional
Nomor 27 tahun 2008 tentang Stantar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Konselor

KOMPETENSI INTI KOMPETENSI


A. KOMPETENSI PEDAGOGIK
1. Menguasai teori dan praksis pendidikan 1.1 Menguasai ilmu pendidikan dan landasan keilmuannya
1.2 Mengimplementasikan prinsip-prinsip pendidikan dan
proses pembelajaran
1.3 Menguasai landasan budaya dalam praksis pendidikan
2. Mengaplikasikan perkembangan 2.1 Mengaplikasikan kaidah-kaidah perilaku manusia,
fisiologis dan psikologis serta perilaku perkembangan fisik dan psikologis konseli terhadap
konseli sasaran pelayanan bimbingan dan konseling dalam
upaya pendidikan
2.2 Mengaplikasikan kaidah-kaidah kepribadian,
individualitas dan perbedaan konseli terhadap sasaran
pelayanan bimbingan dan konseling dalam upaya
pendidikan
2.3 Mengaplikasikan kaidah-kaidah belajar terhadap
sasaran pelayanan bimbingan dan konseling dalam
upaya pendidikan
116 Jurnal Psikologi Pendidikan dan Bimbingan, Vol.12 No.2, Desember 2011, hlm. 111-123

2.4 Mengaplikasikan kaidah-kaidah keberbakatan terhadap


sasaran pelayanan bimbingan dan konseling dalam
upaya pendidikan
2.5. Mengaplikasikan kaidah-kaidah kesehatan mental
terhadap sasaran pelayanan bimbingan dan konseling
dalam upaya pendidikan
3. Menguasai esensi pelayanan bimbingan 3.1 Menguasai esensi bimbingan dan konseling pada satuan
dan konseling dalam jalur, jenis, dan jalur pendidikan formal, nonformal dan informal
jenjang satuan pendidikan 3.2 Menguasai esensi bimbingan dan konseling pada satuan
jenis pendidikan umum, kejuruan, keagamaan, dan
khusus
3.3 Menguasai esensi bimbingan dan konseling pada satuan
jenjang pendidikan usia dini, dasar dan menengah, serta
tinggi
B. KOMPETENSI KEPRIBADIAN
4. Beriman dan bertakwa kepada Tuhan 4.1 Menampilkan kepribadian yang beriman dan bertakwa
Yang Maha Esa kepada Tuhan Yang Maha Esa
4.2 Konsisten dalam menjalankan kehidupan beragama dan
toleran terhadap pemeluk agama lain
4.3 Berakhlak mulia dan berbudi pekerti luhur
5. Menghargai dan menjunjung tinggi 5.1 Mengaplikasikan pandangan positif dan dinamis tentang
nilai-nilai kemanusiaan, individualitas manusia sebagai makhluk spiritual, bermoral, sosial,
dan kebebasan memilih individual, dan berpotensi
5.2 Menghargai dan mengembangkan potensi positif
individu pada umumnya dan konseli pada khususnya
5.3 Peduli terhadap kemaslahatan manusia pada umumnya
dan konseli pada khususnya
5.4 Menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia sesuai
dengan hak asasinya
5.5 Toleran terhadap permasalahan konseli
5.6 Bersikap demokratis
6. Menunjukkan integritas dan stabilitas 6.1 Menampilkan kepribadian dan perilaku yang terpuji
kepribadian yang kuat (seperti berwibawa, jujur, sabar, ramah, dan konsisten)
6.2 Menampilkan emosi yang stabil.
6.3 Peka, bersikap empati, serta menghormati keragaman
dan perubahan
6.4 Menampilkan toleransi tinggi terhadap konseli yang
menghadapi stres dan frustasi
7. Menampilkan kinerja berkualitas tinggi 7.1 Menampilkan tindakan yang cerdas, kreatif, inovatif,
dan produktif
7.2 Bersemangat, berdisiplin, dan mandiri
7.3 Berpenampilan menarik dan menyenangkan
7.4 Berkomunikasi secara efektif
KOMPETENSI SOSIAL
8. Mengimplementasikan kolaborasi 8.1 Memahami dasar, tujuan, organisasi, dan peran pihak-
intern di tempat bekerja pihak lain (guru, wali kelas, pimpinan
sekolah/madrasah, komite sekolah/madrasah) di tempat
bekerja
8.2 Mengkomunikasikan dasar, tujuan, dan kegiatan
pelayanan bimbingan dan konseling kepada pihak-
pihak lain di tempat bekerja
8.3 Bekerja sama dengan pihak-pihak terkait di dalam
tempat bekerja (seperti guru, orang tua, tenaga
Hartono, Program Pendidikan Profesional Konselor 117

administrasi)
9. Berperan dalam organisasi dan 9.1 Memahami dasar, tujuan, dan AD/ART organisasi
kegiatan profesi bimbingan dan profesi bimbingan dan konseling untuk pengembangan
konseling diri dan profesi
9.2 Menaati Kode Etik profesi bimbingan dan konseling
9.3 Aktif dalam organisasi profesi bimbingan dan konseling
untuk pengembangan diri dan profesi
10. Mengimplementasikan kolaborasi 10.1 Mengkomunikasikan aspek-aspek profesional
antarprofesi bimbingan dan konseling kepada organisasi profesi
lain
10.2 Memahami peran organisasi profesi lain dan
memanfaatkannya untuk suksesnya pelayanan
bimbingan dan konseling
10.3 Bekerja dalam tim bersama tenaga paraprofesional dan
profesional profesi lain.
10.4 Melaksanakan referal kepada ahli profesi lain sesuai
dengan keperluan

C. KOMPETENSI PROFESIONAL
11. Menguasai konsep dan praksis asesmen 11.1 Menguasai hakikat asesmen
untuk memahami kondisi, kebutuhan, 11.2 Memilih teknik asesmen, sesuai dengan kebutuhan
dan masalah konseli pelayanan bimbingan dan konseling
11.3 Menyusun dan mengembangkan instrumen asesmen
untuk keperluan bimbingan dan konseling
11.4 Mengadministrasikan asesmen untuk mengungkapkan
masalah-masalah konseli.
11.5 Memilih dan mengadministrasikan teknik asesmen
pengungkapan kemampuan dasar dan kecenderungan
pribadi konseli.
11.6 Memilih dan mengadministrasikan instrumen untuk
mengungkapkan kondisi aktual konseli berkaitan
dengan lingkungan
11.7 Mengakses data dokumentasi tentang konseli dalam
pelayanan bimbingan dan konseling
11.8 Menggunakan hasil asesmen dalam pelayanan
bimbingan dan konseling dengan tepat
11.9 Menampilkan tanggung jawab profesional dalam
praktik asesmen
12. Menguasai kerangka teoretik dan 12.1 Mengaplikasikan hakikat pelayanan bimbingan dan
praksis bimbingan dan konseling konseling.
12.2 Mengaplikasikan arah profesi bimbingan dan
konseling.
12.3 Mengaplikasikan dasar-dasar pelayanan bimbingan
dan konseling.
12.4 Mengaplikasikan pelayanan bimbingan dan konseling
sesuai kondisi dan tuntutan wilayah kerja.
12.5 Mengaplikasikan pendekatan /model/jenis pelayanan
dan kegiatan pendukung bimbingan dan konseling.
12.6 Mengaplikasikan dalam praktik format pelayanan
bimbingan dan konseling.
13. Merancang program Bimbingan dan 13.1 Menganalisis kebutuhan konseli
Konseling 13.2 Menyusun program bimbingan dan konseling yang
berkelanjutan berdasar kebutuhan peserta didik secara
118 Jurnal Psikologi Pendidikan dan Bimbingan, Vol.12 No.2, Desember 2011, hlm. 111-123

komprehensif dengan pendekatan perkembangan


13.3 Menyusun rencana pelaksanaan program bimbingan
dan konseling
13.4 Merencanakan sarana dan biaya penyelenggaraan
program bimbingan dan konseling
14. Mengimplementasikan program 14.1 Melaksanakan program bimbingan dan
Bimbingan dan Konseling yang konseling.
komprehensif 14.2 Melaksanakan pendekatan kolaboratif dalam
pelayanan bimbingan dan konseling.
14.3 Memfasilitasi perkembangan akademik, karier,
personal, dan sosial konseli
14.4 Mengelola sarana dan biaya program bimbingan
dan konseling

15. Menilai proses dan hasil kegiatan 15.1 Melakukan evaluasi hasil, proses, dan program
Bimbingan dan Konseling. bimbingan dan konseling
15.2 Melakukan penyesuaian proses pelayanan bimbingan
dan konseling.
15.3 Menginformasikan hasil pelaksanaan evaluasi
pelayanan bimbingan dan konseling kepada pihak
terkait
15.4 Menggunakan hasil pelaksanaan evaluasi untuk
merevisi dan mengembangkan program bimbingan
dan konseling
16. Memiliki kesadaran dan komitmen 16.1 Memahami dan mengelola kekuatan dan keterbatasan
terhadap etika profesional pribadi dan profesional.
16.2 Menyelenggarakan pelayanan sesuai dengan
kewenangan dan kode etik profesional konselor
16.3 Mempertahankan objektivitas dan menjaga agar tidak
larut dengan masalah konseli.
16.4 Melaksanakan referal sesuai dengan keperluan
16.5 Peduli terhadap identitas profesional dan
pengembangan profesi
16.6 Mendahulukan kepentingan konseli daripada
kepentingan pribadi konselor
16.7 Menjaga kerahasiaan konseli
17. Menguasai konsep dan praksis 17.1 Memahami berbagai jenis dan metode penelitian
penelitian dalam bimbingan dan 17.2 Mampu merancang penelitian bimbingan dan
konseling konseling
17.3 Melaksaanakan penelitian bimbingan dan
konseling
17.4 Memanfaatkan hasil penelitian dalam bimbingan dan
konseling dengan mengakses jurnal pendidikan dan
bimbingan dan konseling
Hartono, Program Pendidikan Profesional Konselor 119

Model Pendidikan Profesional Konselor bidang Bimbingan dan Konseling yang masih
yang Digagas dan Tantangan Globalisasi kurang berkualitas. Bukti-bukti ini dapat
diamati dari kinerja lulusan setelah mereka
1. Kondisi Saat Ini
diangkat sebagai guru pembimbing pada
Pendidikan S-1 Bimbingan dan Kon-
lembaga pendidikan formal (SMP dan SMA
seling di tanah air saat ini diselenggarakan
dan yang sederajat), mereka belum mampu
secara terpisah dengan Pendidikan Profesi
menyelenggarakan pelayanan bimbingan dan
Konselor (PPK) oleh beberapa LPTK atas izin
konseling yang memandirikan konseli
dari Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi
sebagaimana yang diharapkan di dalam buku
Kementerian Pendidikan Nasional, dan dila-
penataan pendidikan profesional konselor dan
kukan akreditasi oleh Badan Akreditasi
layanan bimbingan dan konseling dalam jalur
Nasional Perguruan Tinggi (BAN PT).
pendidikan formal (Depdikbud, 2007).
Kurikulum pendidikan S-1 Bimbingan dan
Sebagian besar guru pembimbing di sekolah-
Konseling yang dikembangkan berdasarkan
sekolah melakukan aktivitas melayani para
Kepmendiknas Nomor 232/U/2000 dan
siswa yang terlambat masuk sekolah dan
Nomor 045/U/2002 yang mengacu kepada
memberikan izin kepada siswa yang
konsep pendidikan tinggi abad XXI UNESCO,
meninggalkan jam pelajaran, dimana aktivitas
yang semula disusun dan ditetapkan oleh
tersebut bukan sebagai pelayanan bimbingan
pemerintah lewat sebuah Konsorsium
dan konseling, yang lazim dilakukan oleh guru
(Kurikulum Nasional), diubah menjadi
piket. Budaya sekolah masih memposisikan
kurikulum inti yang disusun oleh perguruan
guru pembimbing sebagai polisi sekolah
tinggi bersama dengan pemangku kepentingan
(School Police) akan semakin memperburuk
dan kalangan profesi, dan ditetapkan oleh
citra bimbingan dan konseling di sekolah. Para
perguruan tinggi yang bersangkutan. Berda-
guru pembimbing dan lulusan program studi
sarkan pasal 38 ayat (3) Undang-Undang
S-1 Bimbingan dan Konseling masih menga-
Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003
lami kesulitan untuk mengikuti PPK karena
Tentang Sistem Pendidikan Nasional, dinya-
LPTK yang menyelenggarakan pro-gram
takan bahwa kurikulum pendidikan tinggi
tersebut masih langka. Sampai tahun 2011,
dikembangkan oleh perguruan tinggi yang
hanya 3 LPTK yang menyelenggarakan PPK,
bersangkutan dengan mengacu pada standar
yaitu di UNP (Universitas Negeri Padang),
nasional pendidikan untuk setiap program
UPI (Universitas Pendidikan Indonesia
studi.
Bandung), dan UNNES (Universitas Negeri
Program studi S-1 Bimbingan dan
Semarang) yang sebagian besar mahasiswanya
Konseling bersama-sama dengan Asosiasi
bukan berasal dari kalangan guru pembimbing
Bimbingan dan Konseling Indonesia (ABKIN)
atau para lulusan S-1 program studi
beberapa kali telah menyelenggarakan
Bimbingan dan Konseling, melainkan para
pertemuan ilmiah untuk mengembangkan
dosen dari berbagai perguruan tinggi. Kondisi
kurikulum. Pertemuan terakhir yang dise-
yang demikian ini jelas tidak mungkin arahan
lenggarakan di Hotel Satelit Surabaya pada
pasal 2 Peraturan Menteri Pendidikan
tanggal 28-29 Maret 2009, diperoleh kese-
Nasional Nomor 27 Tahun 2008 tentang
pakatan bahwa kurikulum inti sebanyak 97
standar kualifikasi akademik dan kompetensi
SKS (67%) dari total 144 SKS, sisanya 47
konselor, bisa terpenuhi. Berdasarkan kondisi
SKS (33%) sebagai kurikulum institusional.
tersebut, diperlukan tindakan pengkajian,
LPTK penyelenggara program studi S-1
untuk memikirkan solusi ke depan sehingga
Bimbingan dan Konseling, menyelenggarakan
arahan pasal 2 peraturan menteri tersebut bisa
pendidikan yang pada umumnya masih
segera diwujudkan. Citra bimbingan dan
menggunakan kerangka pikir penerusan
konseling perlu diperbaiki, bukan sebagai
informasi (content transmission), yang meng-
polisi sekolah (School Police), melainkan
hasilkan lulusan Sarjana Pendidikan (S.Pd)
berperan memberikan pelayanan bimbingan
120 Jurnal Psikologi Pendidikan dan Bimbingan, Vol.12 No.2, Desember 2011, hlm. 111-123

dan konseling yang memandirikan peserta dilakukan evaluasi, bila layak dari aspek
didik (konseli). Untuk membentuk guru ketenagaan, infrastruktur, dan manajemen
pembimbing profesional, pemerintah melaku- pengelolaan secara langsung diberikan
kan program sertifikasi dalam jabatan dan pra wewenang untuk menyelenggarakan PPK.
jabatan. Dengan demikian, para guru pembimbing
(guru BK) di sekolah-sekolah yang memiliki
kualifikasi akademik S-1 Bimbingan dan
2. Pendidikan Profesional Konselor Konseling dapat mengikuti PPK di LPTK
Untuk bisa memenuhi standar terdekat, sehingga harapan sebagaimana yang
kompetensi konselor tersebut di atas, diatur di dalam pasal 2 Peraturan Menteri
diperlukan model pendidikan profesional Pendidikan Nasional Republik Indonesia
konselor yang terintegrasi, artinya penye- Nomor 27 Tahun 2008 tentang Standar
lenggaraan program pendidikan S-1 Bim- Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Kon-
bingan dan Konseling terintegrasi dengan selor, segera bisa diwujudkan. Diagram model
program pendidikan profesi konselor (PPK). Pendidikan Profesional Konselor dimaksud
LPTK yang diberikan izin menyelenggarakan diuraikan pada gambar 1.
pendidikan S-1 Bimbingan dan Konseling dan
memiliki peringkat Akreditasi minimal B

Program Pendidikan
Lulusan S-1 Bimbingan dan S.Pd. PPK Kons.
SMA Konseling

Gambar 1: Model Pendidikan Profesional Konselor

Pendidikan Profesional Konselor meneri- Project Based Learning, dan (10) Problem
ma mahasiswa dari lulusan SMA dan atau Based Learning and Inquiry. Dosen pengampu
sederajat. Pendidikan ini diselenggarakan mata kuliah adalah para dosen profesional yang
dengan beban minimal 144 SKS, dan maksimal memenuhi tuntutan pasal 1 ayat (2) dan pasal 8
160 SKS berdasarkan Kepmendiknas Nomor Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14
232/U/2000 dan Nomor 045/U/2002, dengan Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Para
masa studi antara 4-4,5 tahun. Kurikulum dosen adalah pendidik profesional dan ilmu-
ditetapkan oleh LPTK masing-masing yang wan yang bertugas melakukan transformasi,
pengembangannya dilakukan dengan melibat- mengembangkan, dan menyebarluaskan IP-
kan Asosiasi Bimbingan dan Konseling TEKS melalui pendidikan, penelitian dan
Indonesia (ABKIN) dan pemangku kepen- pengabdian kepada masyarakat, yang memiliki
tingan, dengan menggunakan paradigma KBK kompetensi pedagogik, kepribadian, profe-
(Kurikulum Berbasis Kompetensi). Pendekatan sional, dan sosial, serta mampu mewujudkan
pembelajaran menggunakan Students Centered tujuan pendidikan nasional.
Learning (SCL) yang ditunjang dengan metode: Lulusan Program S-1 Bimbingan dan
(1) Small Group Discussion, (2) Role-Play & Konseling dapat langsung mengikuti PPK
Simulation, (3) Case Study, (4) Discovery selama 2 (dua) semester. Kurikulum PPK
Learning, (5) Self-Directed Learning, (6) ditetapkan oleh LPTK, yang pengembangannya
Cooperative Learning, (7) Collaborative melibatkan ABKIN dan pemangku kepentingan.
Learning, (8) Contextual Instruction, (9) PPK memberikan pengalaman belajar bagi para
Hartono, Program Pendidikan Profesional Konselor 121

mahasiswa berupa kemampuan dalam mene- Konselor profesional di samping memiliki


rapkan kompetensi akademik yang dipero- kompetensi yang diwajibkan, harus mampu
lehnya pada program S-1 Bimbingan dan mengisi dan memanfaatkan teknologi informasi
Konseling. Lulusan PPK dianugrahi Sertifikat sebagai bagian dari profesinya. Mereka mampu
keahlian Bimbingan dan Konseling sebagai melakukan rekayasa untuk memajukan
Konselor profesional, dengan sebutan Konselor pelayanan bimbingan dan konseling dengan
(Kons). Konselor adalah sosok profesional memanfaatkan teknologi informasi. Pelayanan
dalam bidang bimbingan dan konseling yang bimbingan dan konseling saat ini dan ke depan
ahli memberikan pelayanan bimbingan dan sudah saatnya berbasis teknologi informasi (TI)
konseling baik pada lembaga pendidikan formal yang bisa dijangkau masyarakat luas. Wickwire
maupun di masyarakat. Konselor yang praktik dalam Johnson and Johnson (2002) menyatakan
di masyarakat harus mendapatkan izin praktik bahwa konselor masa depan adalah sosok yang
dari ABKIN sebagai organisasi profesi Bimbi- memiliki visi berbasis pelayanan, menguasai
ngan dan Konseling. sistem tentang; (1) program, (2) pelayanan, (3)
isi, (4) proses, (5) prosedur, (6) asesmen, (7)
3. Tantangan Globalisasi diagnostik, (8) evaluasi yang berdaur ulang,
Dalam era globalisasi dewasa ini, per- baik evaluasi pada tengah dan akhir pelayanan,
hatian khusus dalam pendidikan di arahkan dan (9) memiliki pemahaman tentang teknologi
untuk meningkatkan kualitas Sumber Daya tinggi untuk menunjang pelayanan bimbingan
Manusia (SDM), yaitu sosok SDM yang dan konseling.
menguasai IPTEKS dan berkarakter. Begitu
juga dalam profesi Bimbingan dan Konseling, Penutup
saat ini dan ke depan pendidikan profesional Peran pendidikan dalam rangka mencer-
konselor harus mampu menghasilkan sosok daskan bangsa sangat penting dan memiliki
konselor yang berkompeten, dan berkarakter posisi yang strategis. Tidak ada suatu bangsa di
sebagai insan yang beriman dan bertakwa dunia yang tidak membutuhkan pendidikan.
kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak Begitu juga bangsa Indonesia yang masih
mulia, berbakat, berminat, memiliki panggilan berstatus sebagai negara berkembang, saat ini
jiwa dan idealisme, bertanggung jawab atas dan ke depan membutuhkan sistem pendidikan
tugasnya, dan mampu mengembangkan yang berkualitas dan bermartabat. Salah satu
profesinya sepanjang hayat. aspek yang penting dalam penyelenggaraan
Bangsa Indonesia dan dunia menghadapi pendidikan yang bermutu adalah terpenuhinya
era knowledge-based society, di mana pengu- tenaga pendidik yang berkompeten dan
asaan ilmu pengetahuan dan teknologi menjadi berkarakter. Konselor sebagai pendidik pro-
landasan dalam kehidupan sehari-hari (Hartono, fesional, saat ini dan ke depan memiliki peran
2010), hal ini perlu direspons positif dengan yang sangat penting dalam kerangka sistem
cara melahirkan konselor-konselor profesional, pendidikan nasional. Konselor sebagai pengam-
sehingga mampu bersaing dalam era glo- pu pelayanan ahli bimbingan dan konseling
balisasi. Konselor profesional selalu mampu yang memandirikan konseli turut perperan
mengubah tantangan menjadi peluang yang dalam upaya mewujudkan tujuan pendidikan
harus diraih dan dikembangkan, sehingga nasional yaitu untuk mengembangkan potensi
produk-produk konselor ke depan semakin peserta didik agar menjadi manusia yang
dibutuhkan masyarakat madani. Untuk bisa beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang
memenuhi harapan tersebut, diperlukan proses Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu,
pendidikan profesional konselor (S-1 Bimbi- cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga
ngan dan Konseling dan Pendidikan Profesi Negara yang demokratis serta bertanggung
Konselor) sebagai bagian dari upaya jawab. Untuk menjadikan konselor profesional
membangun manusia Indonesia seutuhnya dan yang mampu memberikan pelayanan bimbingan
insan yang paripurna. dan konseling yang bermutu dan bermartabat
122 Jurnal Psikologi Pendidikan dan Bimbingan, Vol.12 No.2, Desember 2011, hlm. 111-123

baik pada jalur pendidikan formal maupun di dan Pengembangan, Pusat Kurikulum
masyarakat, diperlukan pendidikan profesional Ditejen Dikti.
konselor yang bermutu pula dengan dukungan Departemen Pendidikan Nasional Republik
pemerintah, organisasi profesi Asosiasi Bim- Indonesia. 2007. Penataan Pendidikan
bingan dan Konseling Indonesia (ABKIN) dan Profesional Konselor dan Layanan
masyarakat sebagai pengguna.
Bimbingan dan Konseling dalam Jalur
Pendidikan Formal. Jakarta: Direktorat
Jenderal Pendidikan Tinggi.
Daftar Rujuan
Departemen Pendidikan Nasional Republik
Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia Indonesia. 2007. Peraturan Menteri
(ABKIN). 2008. Penegasan Profesi Pendidikan Nasional Nomor 16 Tahun
Bimbingan dan Konseling: Alur Pikir 2007 Tentang Standar Kualifikasi
Penataan Pendidikan Profesional Akademik dan Kompetensi Guru. Jakarta:
Konselor dan Layanan Bimbingan dan Bagian Penyusunan Rancangan Peraturan
Konseling dalam Jalur Pendidikan Perundang-undangan dan Bantuan Hu-
Formal. Bandung: PB ABKIN. kum.

Baedhowi. 2009. Tantangan Profesionalisme Departemen Pendidikan Nasional Republik


Guru Pada Era Sertifikasi (Pidato Indonesia. 2008. Buku Panduan Pengem-
Pengukuhan Guru Besar Dalam Bidang bangan Kurikulum Berbasis Kompetensi
Ilmu Manajemen Sumber Daya Manusia Pendidikan Tinggi. Jakarta: Direktorat
Pada Fakultas Keguruan dan Ilmu Akademik, Direktorat Jenderal Pendi-
Pendidikan Universitas Sebelas Maret). dikan Tinggi.
Surakarta: Departemen Pendidikan Nasional Departemen Pendidikan Nasional Republik
UNS. Indonesia. 2008. Peraturan Menteri Pen-
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan didikan Nasional Republik Indonesia
Republik Indonesia. 1994. Keputusan Nomor 27 Tahun 2008 Tentang Standar
Bersama Menteri Pendidikan dan Kualifikasi Akademik dan Kompetensi
Kebudayaan dan Kepala Badan Konselor. Jakarta: Bagian Penyusunan
Administrasi Kepegawaian Negara Rancangan Peraturan Perundang-undang-
Nomor 0433/P/1993 dan Nomor 25 an dan Bantuan Hukum.
Tahun 1993 Tentang Petunjuk Pelaksana Departemen Pendidikan Nasional Republik
Jabatan Fungsional Guru dan Angka Indonesia. 2008. Rambu-Rambu Analisis
Kreditnya. Jakarta: Direktorat Jenderal Potensi Siswa, Layanan Akademik dan
Pendidikan Dasar dan Menengah, Pengembangan Diri Dalam KTSP Untuk
Direktorat Pendidikan Guru dan Tenaga SMA. Jakarta: Direktorat Pembinaan
Teknis. Sekolah Menengah Atas, Direktorat
Departemen Pendidikan Nasional Republik Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar
Indonesia. 2003. Undang-Undang dan Menengah.
Republik Indonesia Nomor 20 Tahun Departemen Pendidikan Nasional Republik
2003 Tentang Sistem Pendidikan Indonesia. 2009. Peraturan Menteri
Nasional. Jakarta: Biro Hukum dan Or- Pendidikan Nasional Nomor 8 Tahun
ganisasi, Sekteraiat Jenderal Depdiknas. 2009 Tentang Program Pendidikan
Departemen Pendidikan Nasional Republik Profesi Guru Pra Jabatan. Jakarta:
Indonesia. 2007. Gagasan Kurikulum Bagian Penyusunan Rancangan Peraturan
Masa Depan. Jakarta: Badan Penelitian Perundang-undangan dan Bantuan
Hukum.
Hartono, Program Pendidikan Profesional Konselor 123

Harris-Bowlsbey, J., Dikel, M.R., and Sampson,


J.P. 2008. The Internet: A Tool For
Career Planning. Oklahoma: National
Career Development Association.
Hartono. 2010. Bimbingan Karier Berbantuan
Komputer Untuk Siswa SMA. Surabaya:
University Press UNIPA Surabaya.
Johnson, C.D. and Johnson Sharaton, K. 2002.
Building Stronger School Counseling
Programs: Bringing Futuristic Appro-
aches into the Present. Greensboro:
CAPS Publications.
Kementerian Pendidikan Nasional Republik
Indonesia. 2010. Panduan Pendidikan
Profesi Guru. Jakarta: Direktorat Jenderal
Pendidikan Tinggi.
Kementerian Pendidikan Nasional Republik
Indonesia. 2010. Sertifikasi Guru Dalam
Jabatan Buku 3 Pedoman Penyusunan
Portofolio. Jakarta: Direktorat Jenderal
Pendidikan Tinggi.
Kementerian Pendidikan Nasional Republik
Indonesia. 2011. Sertifikasi Guru Dalam
Jabatan Buku Buku 4 Rambu-Rambu
Pelaksanaan Pendidikan dan Latihan
Profesi Guru. Jakarta: Direktorat Jenderal
Pendidikan Tinggi.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14
Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen.
Jakarta: C.V. Tamita Utama.

Anda mungkin juga menyukai