Anda di halaman 1dari 22

TAX PLANNING PERUSAHAAN

YANG MEMILIKI HUBUNGAN


ISTIMEWA
KELOMPOK 4
Alfina Arum Prameswari
(205030400111009)
ANGGOTA Dinta Ardelia (205030401111010)

KELOMPOK Wildan Rifky Arifiansyah


(205030407111003)
Virginia Nabila Parindra Putri
(205030400111043)
Marshanda Cahya Kumala Shinta
(205030401111037)
Alit Aprilia Indriana
(205030407111010)
Definisi Hubungan Istimewa

(menurut psak dan perpajakan)

MATERI Perpajakan atas transaksi yang

dipengaruhi hubungan istimewa

Kewenangan DJP

Penentuan harga pasar wajar

(Arm's Length Priciple)


Menurut PSAK No 7 yang dimaksud
DEFINISI transaksi hubungan istimewa adalah
HUBUNGAN suatu pengalihan berupa sumber
ISTIMEWA daya, jasa ataupun kewajiban antara
(MENURUT PSAK) entitas yang menyiapkan laporan
keuangan (pelapor) dengan pihak
yang mempunyai hubungan
istimewa, di mana harga yang
ditetapkan dalam transaksi tersebut
bisa saja tidak diperhitungkan.
Sesuai dengan Pasal 33 ayat (1)
PP Nomor 55 Tahun 2022,
hubungan istimewa merupakan
DEFINISI keadaan ketergantungan atau
HUBUNGAN keterikatan satu pihak dengan
ISTIMEWA pihak lainnya yang disebabkan
(MENURUT PAJAK) oleh kepemilikan atau
penyertaan modal; penguasaan;
atau hubungan keluarga sedarah
atau semenda.
TAX PLANNING PERUSAHAAN 2. Dalam jual beli yang dipengaruhi
YANG MEMILIKI HUBUNGAN hubungan istimewa, maka bagi pihak
ISTIMEWA pembeli nilai perolehannya adalah jumlah
yang seharusnya dibayar dan bagi pihak
Pasal 10 UU PPh No, 10 Tahun 1994 menentukan harga
penjual nilai penjualannya adalah jumlah
perolehan atau harga penjualan dalam hal terjadi jual
yang seharusnya diterima. Adanya
beli harta yang tidak dipengaruhi hubungan istimewa
adalah jumlah yang sesungguhnya dikeluarknan atau hubungan istimewa antara pembeli dan
diterima, sedangkan apabila terdapat hubungan penjual dapat menyebabkan harga
stimewa adalah jumlah yang seharusnya dikeluarkan perolehan menjadi lebih besar atau lebih
atau diterima.
kecil dibandingkan dengan jika jual beli
1. Pada umumnya dalam jual beli harta, harga
perolehan harta bagi pihak pembeli adalah harga tersebut tidak dipengaruhi oleh hubungan
yang sesungguhnya dibayar dan harga penjualan istimewa. Oleh karena itu dalam ketentuan
bagi pihak penjual adalah harga yang ini diatur bahwa nilai perolehan atau nilai
sesungguhnya diterima. Termasuk dalam harga penjualan harta bagi pihak-pihak yang
perolehan adalah harga beli dan biaya yang
bersangkutan adalah jumlah yang
dikeluarkan dalam rangka memperoleh harta
tersebut seperti bea masuk, biaya pengangkutan, seharusnya dikeluarkan atau yang
dan biaya pemasangan. seharusnya diterima.
Pasal 8 ayat (4) UU PPH tahun 1983 mengisyaratkan bahwa hitungan kembali
penghasilan (karena adanya transfer pricing) hanya dapat dilakukan apabila
para pelaku Terdapat hubungan istimewa. Secara pejortif atau negatif transfer
pricing sering dikaitkan dengan rekayasa harga dan peningkatan laba.
Disparitas beban pajak antar negara biasanya merupakan pemicu
penyimpangan transfer pricing dari harga pasar yang wajar sehingga
kemungkinan terjadinya pergeseran basis pajak ke salah satu atau berapa
negara dengan beban pajak rendah.
Pasal 2 UU PPN nomor 8 tahun 1983 yang
telah diubah terakhir kalinya dengan UU
Nomor 42 tahun 2009 menegaskan:
HUBUNGAN 1. Dalam hal harga jual atau
ISTIMEWA DALAM penggantian dipengaruhi oleh
UU PPN hubungan istimewa, maka harga jual
atau penggantian dihitung atas dasar
harga pasar wajar pada saat
penyerahan barang kena pajak atau
jasa kena pajak itu dilakukan.
2. Hubungan istimewa dianggap ada
apabila:
Contoh:
kalau PT A mempunyai 50% saham PT B
pemilikan saham oleh PT A merupakan
pernyataan langsung. Selanjutnya apabila
PTB tersebut mempunyai 50% saham PT C
maka:
a. Pengusaha mempunyai penyertaan
-PT A sebagai pemegang saham PT B
langsung atau tidak langsung sebesar
secara tidak langsung mempunyai
25% atau lebih pada pengusaha lain
penyertaan pada PT C sebesar 25%. Dalam
atau hubungan antara pengusaha
dengan penyertaan 25% atau lebih hal demikian antara PT A, PT B, dan PTC
pada dua pengusaha atau lebih dianggap Terdapat hubungan istimewa.
demikian pula hubungan antara dua -Apabila PT A juga memiliki 25% saham PT
pengusaha atau lebih yang disebut D, maka antara PT B, PT C, dan PT di anggap
terakhir. terdapat hubungan istimewa hubungan
kepemilikan seperti tersebut di atas juga
dapat terjadi antara orang pribadi dan
badan.
-Hubungan antara pengusaha, seperti
digambarkan pada huruf a di atas dapat
juga terjadi karena penguasaan melalui
manajemen atau penggunaan teknologi,
b. Pengusaha menguasai kendatipun tidak terdapat hubungan
pengusaha lainnya atau dua kepemilikan.
atau lebih pengusaha berada -Hubungan istimewa dianggap ada
di bawah penguasaan titik apabila satu atau lebih perusahaan berada
penguasaan yang sama baik di bawah penguasaan pengusaha yang
secara langsung maupun sama. Demikian juga hubungan antara
tidak langsung. beberapa perusahaan yang berada dalam
penguasaan pengusaha yang sama
tersebut.
Contoh:
1. Transaksi penjualan di mana tidak ada hubungan istimewa.
PT X menjual barang kepada PT B (keduanya tidak ada
hubungan istimewa) harga Rp 50 juta. Karena tidak ada
hubungan istimewa antara kedua PT tersebut maka baik
menurut PSAK maupun untuk kepentingan perpajakan harga
c. Terdapat hubungan penjualan yang diakui adalah sebesar Rp 50 juta.
keluarga baik saudara
2. Transaksi penjualan di mana Terdapat hubungan istimewa.
maupun semenda dalam
PT ABC menjual barang kepada PT XYZ (keduanya memiliki
garis keturunan lurus satu
hubungan istimewa), seharga Rp 50 juta.
derajat dan atau ke
Karena Terdapat hubungan istimewa antara kedua PT
samping satu derajat.
tersebut, maka harga jual yang diakui untuk kepentingan
perpajakan, adalah harga yang seharusnya, yaitu sebesar
harga pasar yang wajar. Jadi bilamana harga pasar dari
barang sejenis di pasar ternyata adalah sebesar Rp60 juta,
maka harga jual yang diakui untuk kepentingan perpajakan
adalah sebesar 60 juta, bukan Rp50 juta.
KEWENANGAN DJP
Kekurangwajaran dalam Transfer Pricing:
1) Harga Penjualan;
2) Harga Pembelian;
3) Alokasi Biaya Administrasi dan Umum (Overhead Cost);
4) Pembebanan bunga atas pemberian pinjaman oleh pemegang saham
(Shareholder Loan), pembayaran komisi, lisensi, franchise, sewa, royalti, imbalan
atas jasa manajemen, imbalan atas jasa teknik dan imbalan atas jasa lainnya;
5) Pembelian harta perusahaan oleh pemegang saham atau pihak yang
mempunyai hubungan istimewa yang lebih rendah dari harga pasar; atau
6) Penjualan kepada pihak luar negeri melalui pihak ketiga yang kurang/tidak
mempunyai substansi usaha.
Wewenang DJP menurut UU PPh:
1) Pasal 18 ayat (3) UU PPh No. 7 Tahun 1983 s.t.t.d. UU No. 36 Tahun 2008
"Direktur Jenderal Pajak berwenang melakukan perjanjian dengan wajib pajak dan
bekerja sama dengan pihak otoritas pajak negara lain untuk menentukan harga
transaksi antar pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 18 ayat (4), yang berlaku selama satu periode tertentu dan
mengawasi pelaksanaannya serta melakukan renegosiasi setelah periode tertentu
tersebut berakhir."
2) Pasal 18 ayat (3a) UU PPh No. 7 Tahun 1983 s.t.t.d. UU No. 36 Tahun 2008
"Direktur Jenderal Pajak berwenang untuk menentukan kembali besarnya penghasilan
dan pengurangan serta menentukan utang sebagai modal untuk menghitung besarnya
PKP bagi wajib pajak yang mempunyai hubungan istimewa dengan wajib pajak lainnya
sesuai dengan kewajaran dan kelaziman usaha yang tidak dipengaruhi oleh hubungan
istimewa."
3) Pasal 20 Peraturan Dirjen Pajak No. PER 32/PJ./2011
a. Direktur Jenderal Pajak berwenang menentukan kembali besarnya penghasilan dan pengurangan
untuk menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak pada transaksi yang dilakukan antara pihak-
pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa.
b. Kewenangan Direktur Jenderal Pajak tidak dilakukan apabila wailb pajak telah memenuhi Prinsip
Kewajaran dan Kelaziman Usaha dalam transaksi yang dilakukan dengan pihak-pihak yang memiliki
Hubungan Istimewa.
c. Penghitungan kembali besarnya penghasilan dan pengurangan dilakukan dengan
mempertimbangkan metode dan dokumen penentuan Harga Wajar atau Laba Wajar yang diterapkan
oleh waiib pajak.
d. Dalam hal wajib pajak tidak dapat memberikan penjelasan yang memadai dan atau menunjukkan
dokumen pendukung penerapan Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha, sebagaimana dimaksud
dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, Direktur Jenderal Pajak berwenang menetapkan Harga
Wajar atau Laba Wajar, berdasarkan data atau dokumen lain dan metode penentuan Harga Wajar
atau Laba Wajar yang dinilai tepat oleh Direktorat Jenderal Pajak, sesuai dengan kewenangan
berdasarkan Pasal 13 ayat (1) Undang-Undang KUP.
Penentuan Harga Pasar Wajar

ARM'S LENGTH
PRINCIPLE 1. Metode Perbandingan Harga antara Pihak
yang tidak mempunyai Hubungan Istimewa
(Comparable Uncontrolled Price/CUP).
Sebelum diterbitkannnya PER-22/PJ/2013, 2. Metode Harga Penjualan Kembali (Resale
dalam penentuan metode Harga Wajar atau
Price Mechod/RPM).
Laba Wajar, wajib dilakukan kajian metode
Penentuan Harga Transfer yang paling 3. Metode Biaya-Plus (Cost Plus Method).
sesuai (The Most Appropiate Method) 4. Metode Pembagian Laba (Profit Split
dengan menggunakan PER-32/PJ/2011 Method/PSM).
sebagai berikut :
5. Metode Laba Bersih Transaksional
(Transactional Net Margin Mechod TNMM).
COMPARABLE UNCONTROLLED
PRICE/CUP
Adalah metode Penentuan Harga Transfer yang dilakukan dengan
membandingkan harga transaksi antara pihak yang memiliki
hubungan istimewa, dan harga transaksi antara pihak yang tidak
memiliki hubungan istimewa dalam keadaan sebanding

Contoh:
PT X menjual barang kepada PT Y (tidak terdapat hubungan istimewa)
seharga Rp 500.000. PT X juga menjual barang yang sama ke PT Z
(mempunyai hubungan istimewa) seharga Rp 400.000.

Perlakuan Perpajakannya:
Harga jual barang yang dianggap wajar adalah harga yang diberlakukan
kepada pihak yang tidak mempunyai hubungan istimewa (PT Y), yakni
sebesar Rp 500.000
Metode harga sebanding (eksternal) sangat sulit diterapkan dalam praktik,
karena rumitnya faktor kesebandingan yang harus diperhatikan, sehinga
fiskus cenderung menggunakan metode biaya plus atau harga jual minus.
RESALE PRICE METHOD/RPM
adalah metode Penentuan Harga Transfer
yang dilakukan dengan membandingkan
harga transaksi suatu produk yang
dilakukan antara pihak yang mempunyai
Hubungan Istimewa dengan harga jual
Contoh: kembali produk tersebut setelah dikurangi
PT A (reseller) membeli barang X dari PT B laba kotor wajar, atas penjualan kembali
manufaktur (terdapat hubungan istimewa produk tersebut kepada pihak lain yang
dengan PT A) dengan harga Rp 100 juta. tidak mempunyai Hubungan Istimewa atau
Kemudian PT A menjual barang tersebut kepada penjualan kembali produk yang dilakukan
pembeli independen PT C dengan harga Rp 120 dalam kondisi wajar.
juta, yakni dengan menambahkan mark-up 20%

dari harga pokok pembeliannya. Kalau laba dari


perusahaan sejenis atas barang X adalah 25% Perlakuan Perpajakannya:
dari harga jual, maka laba kotor tersebut Perhitungan pajak penghasilan, transfer pricing
seharusnya Rp 30 juta. (TP) atas barang tersebut dari PT B ke PT A yang
wajar adalah Rp 90 juta, yakni (100% - 25%) x Rp120
juta. Ini berarti harga Rp 100 juta bukan harga yang
wajar.
COST PLUS METHOD
Contoh: adalah metode Penentuan Harga Transfer
PT X menjual bahan baku dan bahan yang dilakukan dengan menambahkan

pembantunya kepada PT Y dengan tingkat laba kotor wajar yang diperoleh


perusahaan yang sama dari transaksi
harga Rp 100.000. PT X membeli barang
dengan pihak yang tidak mempunyai
tersebut dari pihak independen dengan
Hubungan Istimewa atau tingkat laba
harga Rp 80.000. Kalau laba kotor kotor wajar yang diperoleh perusahaan
pembanding dari barang XX tersebut lain dari transaksi sebanding dengan
adalah 40% dari harga pokok, berarti pihak yang tidak mempunyai Hubungan
harga jual yang wajar atas barang PT X Istimewa pada harga pokok penjualan
adalah Rp 100.000 + (40% x Rp 150.000) = yang telah sesuai dengan Prinsip

Rp 112.000. Kewajaran dan Kelaziman Usaha.


PROFIT SPLIT adalah metode Penentuan Harga Transfer berbasis Laba
METHOD Transaksional (Transactional Profit Method Based) yang
dilakukan dengan mengidentikasi laba gabungan atas
transaksi afiliasi yang akan dibagi oleh pihak-pihak
yang mempunyai Hubungan Istimewa tersebut dengan
menggunakan dasar yang dapat diterima secara
ekonomi, yang memberikan perkiraan pembagian laba
yang selayaknya akan terjadi dan akan tercemin dari
kesepakatan antar pihak-pihak yang tidak mempunyai
Hubungan Istimewa, dengan menggunakan Metode
Kontribusi (Contribution Profit Split Method) atau Metode
Sisa Pembagian Laba (Residual Profit Split Method).
TRANSACTIONAL NET
MARGIN METHOD/TNMM
adalah metode Penentuan Harga Transfer yang dilakukan dengan
membandingkan persentase laba bersih operasi terhadap biaya,
terhadap dasar lainnya atas transaksi antara pihak phak yang
mempunyai Hubungan Istimewa dengan persentase laba bersih operasi
yang diperoleh atas transaksi sebanding dengan pihak lain yang tidak
mempunyai Hubungan Istimewa atau persentase laba bersih operasi
yang diperoleh atas transaksi sebanding yang dilakukan oleh pihak yang
tidak mempunyai Hubungan Istimewa lainnya.

Dalam menerapkan metode Penentuan Harga Transfer yang paling sesuai,


sebagaimana dimaksud pada ayat (I) dan (2), wajib diperhatikan hal-hal
sebagai berikut:

a. Kelebihan dan kekurangan setiap metode.


b. Kesesuaian metode Penentuan Harga Transfer dengan sifat dasar
transaksi antar pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa, yang ditentukan
berdasarkan analisis fungsional.
c. Ketersediaan informasi yang andal (Sehubungan dengan transaksi antar
pihak tidak mempunyai Hubungan Istimewa) untuk menerapkan metode yang
dipilih dan atau metode lain.
d. Tingkat perbandingan antara transaksi antar pihak yang mempunyai
Hubungan Istimewa dengan transaksi antar pihak yang tidak mempunyai
Hubungan Istimewa, termasuk keandalan penyesuaian yang dilakukan untuk
menghilangkan pengaruh yang material dari perbedaan yang ada.

THANK YOU
I hope you can get helpful
knowledge from this presentation.
Good luck!

Anda mungkin juga menyukai