Anda di halaman 1dari 46

SEKOLAH TINGGI AKUNTANSI NEGARA | 2010

AKUNTAN
SI
MANAJEM
EN
PEMERINT
AH

TRANSFER PRICING

8C-D4
AKUNTANSI

I.

PENGERTIAN DAN URGENSI MEMPELAJARI TRANSFER PRICING


II. Transfer pricing merupakan penetapan harga atas transaksi penyerahan barang berwujud,
barang tidak berwujud, atau penyediaan jasa antar pihak yang memiliki hubungan istimewa.
III. Transaksi afiliasi tidak selalu adopsi kondisi dan syarat yang berlaku di pasar atau transaksi
antar pihak yang independen, namun hal tersebut tidak selalu ditujukan semata-mata untuk
menghindarkan pajak, karena terdapat kemungkinan telah dinilai dengan harga yang wajar atau
menghasilkan laba yang wajar. Untuk dapat dikatakan tidak melakukan tax avoidance, WP diminta
untuk menerapkan prinsip kewajaran (Arms Lenght Principle-ALP) dalam penentuan Tranfer Price
(TP) dalam transaksi afilliasinya dan mendokumentasikan proses penerapan ALP dalam
penentuan TP-nya. Dengan demikian Transfer Pricing sangat perlu dipelajari, karena DJP
berkepentingan untuk memastikan bahwa wajib pajak tidak menggunkan TP sebagai instrumen
penghindaran pajak (tax avoidance) dan wajib pajak menerapkan Prinsip Kewajaran (ALP) dalam
penentuan TP dalam transaksi affiliasinya serta mendokumentasikan proses penerapan ALP
dalam penentuan TP-nya.

IV.
V.

PRINSIP KEWAJARAN DAN KONSEP DASAR TRANSFER PRICING


VI. Direct vs Indirect
Transfer Pricing Methodology

VII.

VIII.

P&L Statement

IX.

XI.

Sales (=Price)

XII.

XIV.
XVII.

Cost of Sales
Gross Margin

XX.
XXIII.

Operating Expenses
Operating Income

TP Method

X.

Most Direct

XIII.

XV.
XVIII.

Direct Method

XVI.
XIX.

XXI.
XXIV.

Indirect Method

XXII.
XXV.

Description of TP
Methodology

Langsung menetapkan
harga, tanpa dipengaruhi unsur P&L
lain
Penetapan harga wajar
dilakukan berdasarkan gross margin
wajar, sehingga dalam penerapannya
perlu memperhatikan unsur COGS
Penetapan harga wajar
dilakukan berdasarkan operating
margin wajar, sehingga dalam
penerapannya perlu memperhatikan
unsur COGS dan operating expenses

XXVI.
XXVII. Direct vs Indirect
XXVIII. Transfer Pricing Methodology

XXIX.
XXXII.
XXXV.
XXXVIII.
XLI.
XLIV.

P&L Statement
Sales (=Price)
Cost of Sales
Gross Margin

XXX.
XXXIII.
XXXVI.
XXXIX.

Price
Operating Expenses XLII.
Operating Income
XLV.

TP Method

XXXI.

Group of TP
Methodology

CUP
XXXIV.

Cost Plus and Resale

TNMM and Profit Split


XLVII.

XLIII.

Transaction base
Methodology
Profit base Methodology

LIII.

LIV.

Profit Level Indicators

LVII.
LX.

Sales (=Price)
Gross Margin

LXIII.

Operating Income

XLVIII.
XLIX.
L.
LI.
LII. Direct vs Indirect
Transfer Pricing Methodology

LV.

LVIII.
LXI.
Price
LXIV.

OECD Guidelines

LVI.

Domestic Rules

LIX.
CUP
CUP
Cost Plus and Resale LXII.
Cost Plus and Resale
Price
Not strictly mention the
TNMM and Profit Split LXV.
nameof the method using net margin
as the PLI, but clearly stated that TP
method using net margin as the PLI
being tested, could be applied

LXVI.
LXVII.
LXVIII.

Faktor-faktor Kunci pada Aturan Domestik Transfer Pricing

LXIX.
Faktor
LXX.
Pembanding LXXI.
Pertanyaan
Penentu
LXXII.
Prinsip LXXIII.
Transaksi
LXXIV.
Apakah transaksi independen
Kewajaran
Independen
sebanding akan dinilai dengan harga
yang sama?
LXXV.
Kelaziman
LXXVI.
Pandangan LXXVII.
Apakah kondisi dan Profit Level
Usaha
ekonomis dari sektor
Indikator (PLI) transaksi terafiliasi, secara
usaha dimana Wajib Pajak ekonomis merupakan kondisi yang
melakukan transaksi
berlaku dan sesuai dengan PLI sektor
afiliasi
usaha Wajib Pajak
LXXVIII.
LXXIX. Prinsip kewajaran
LXXX. Suatu transaksi afiliasi dikatakan wajar apabila: dinilai dengan harga dan memiliki profit yang
sama dengan harga dan profit transaksi indenpenden, dalam hal kondisi dan keadaan
transaksinya sama dengan kondisi dan keadaan tranksaksi antar pihak indenpenden, atau apabila
kondisi dan syarat transaksi afiliasi berbeda dengan kondisi dan syarat transaksi antar pihak yang
indenpenden, maka keduanya seharusnya dinilai dengan harga dan menghasilkan transaksi yang
berbeda.
LXXXI.
LXXXII. Kelaziman Usaha
LXXXIII. Penilaian atas kelaziman suatu transaksi dilakukan berdasarkan tinjauan ekonomis mengenai
kondisi dan syarat dari suatu transaksi dan kondisi wajib pajak yang melakukan transaksi,
dibandingkan dengan kondisi dan syarat ekonomis dari sektor usaha wajib pajak yang di
dalamnya tidak terdapat transaksi pihak yang mempunyai hubungan istimewa, terkait cara Wajib
Pajak melakukan kegiatan usahanya.
LXXXIV. Suatu transaksi disebut sebagai transaksi yang dilakukan dengan kondisi dan syarat yang
lazim, serta dengan nilai yang lazim apabila the PLI and the conditions of the related party
transaction, economically realistic dibandingkan dengan PLI dan kondisi sektor usahanya. Dalam

praktek internasional, prinsip kelaziman usaha digunakan sebagai salah satu faktor untuk
menentukan kasus yang akan diteliti (review) dan/atau diperiksa kewajarannya.
LXXXV.
LXXXVI.
LXXXVII.
LXXXVIII.
LXXXIX.
XC.

PENGERTIAN HUBUNGAN ISTIMEWA

XCI.

UU PPh kita menyatakan batasan hubungan istimewa dalam pasal 18 ayat (4)
1. Hubungan antara Wajib Pajak yang mempunyai penyertaan 25% atau lebih pada pihak yang
lain, atau hubungan antara Wajib Pajak yang mempunyai penyertaan 25% atau lebih pada
dua pihak atau lebih, demikian pula hubungan antara dua pihak atau lebih yang disebut
terakhir.
2. Hubungan antara dua atau lebih Wajib Pajak yang berada dalam pemilikan atau penguasaan
yang sama baik langsung maupun tidak langsung.

XCII. Sedangkan dalam P3B OECD Model, dinyatakan dalam pasal 9 sebagai berikut:
Where:
(a) an enterprise of a Contracting State participates directly or indirectly in the management,
control or capital of an enterprise of the other Contracting State, or
(b) the same persons participate directly or indirectly in the management, control or capital of
an enterprise of a Contracting State and an enterprise of the other Contracting State, and in
either case conditions are made or imposed between the two enterprises in their commercial
or financial relations which differ from those which would be made between independent
enterprises, then any profits which would, but for those conditions, have accrued to one of the
enterprises, but, by reason of those conditions, have not so accrued, may be included in the
profits of that enterprise and taxed accordingly.
Where a Contracting State includes in the profits of an enterprise of that State and taxes accordingly
profits on which an enterprise of the other Contracting State has been charged to tax in that
State and the profits so included are profits which have accrued to the enterprise of the firstmentioned State if the conditions made between the two enterprise had been those which
would have been made between independent enterprise, then that other State may make an
appropriate adjustment to the amount of the tax other charged therein on those profits. In
determining such adjustment, due regard shall be had to the other provision of this Agreement
and the competent of the Contracting State shall if necessary consult each other.
XCIII. Dari definisi di atas, baik OECD Model, OECD Guidelines dan UU PPh tidak memberikan
definisi yang jelas mengenai pengendalian manajemen baik secara langsung maupun tidak
langsung. Dalam suatu seminar International Fiscal Association (IFA), David Grecian mengusulkan
bahwa yang dimaksud dengan pengendalian adalah:
a. mempunyai kewenangan untuk membuat keputusan yang terkait dengan kebijakan keuangan
dan operasi dari suatu perusahaan,
b. mempunyai pengaruh untuk menentukan besarnya harga yang ditetapkan.

XCIV. Sedangkan yang dimaksud dengan berpartisipasi dalam suatu manajemen (participation in
management) adalah ikut terlibat dalam pembuatan keputusan atas kegiatan operasi suatu
perusahaan. Adapun yang dimaksud engan manajemen disini adalah bisa level direktur maupun
level manajer.
XCV. Lebih lanjut, dalam ayat (2) pasal 9 OECD Model, mengatur tentang mekanisme penyesuaian
kembali (corresponding adjustment) jika terdapat primary adjustment yang dilakukan oleh otoritas
pajak negara lain yang akan berdampak pada wajib pajak di negara lainnya. Hal ini untuk
mencegah terjadinya pemajakan berganda, meskipun waktu yang dibutuhkan untuk dapat
melakukan corresponding adjustment sangat lama bahkan untuk negara maju.
XCVI.
XCVII.

Konsep Kesebandingan dan Analisis Kesebandingan

Untuk tujuan transfer pricing, kata sebanding dapat berarti sama (same), sejenis atau serupa
(similar), sehingga meskipun disadari bahwa kesebandingan yang identik tidak selalu ada, masih
terdapat kemungkinan bahwa terdapat pembanding untuk transaksi yang diteliti.

XCVIII. Perlu kehati-hatian dalam melakukan pembandingan, untuk memastikan (ensure) bahwa
pembanding yang dipilih adalah pembanding yang secara ekonomis memiliki tingkat kemiripan
yang paling dekat (as close as practicable similarity) dengan transaksi yang diteliti. Sebuah
pembadingan untuk situasi dimana tidak terdapat pembanding yang identik (sama), masih dapat
dilakukan sepanjang penyesuaiannya tepat (appropriate adjustment) secara rasional dapat
dilakukan terhadap transaksi independen yang menjadi pembanding, untuk mempertimbangkan
perbedaan antara kedua transaksi yang diperbandingkan.
XCIX. Suatu kemiripan (similarity) dapat digunakan sebagai petunjuk untuk membantu proses
pencarian pembanding, meskipun pada akhirnya perlu pertimbangan mengenai perbedaan kondisi
transaksi yang mempengaruhi harga untuk memastikan bahwa penyesuaian dapat dilakukan.
C. Pembandingan dapat disusun antara:
1. The same property or services sold or acquired in the same circumstances (contract terms,
volume, economic/market condition)
2. The similar property or services in the same circumstances
3. The same property or services in the similar circumstances
4. The similar property or services in the similar circumstances
CI.
CII.
Konsensus Internasional tentang Pembandingan
CIII.
Secara internasional, dilakukan penerapan prinsip kewajaran dilakukan berdasarkan
pembandingan (comparison) kondisi transaksi afiliasi dan kondisi transaksi antar pihak yang
independen.
CIV.
Dalam upaya melakukan pembandingan yang tepat dan berguna dalam penerapan prinsip
kewajaran, maka seluruh faktor dari kondisi transaksi yang secara ekonomis memiliki pengaruh
yang material dan terkait dengan pembentukan harga, harus dalam kondisi yang dapat
diperbandingkan.
CV.
Dalam menentukan tingkat kesebandingan (degree of comparability), termasuk menentukan
penyesuaian apa yang perlu dilakukan untuk meningkatkan tingkat kesebandingan, pemahaman

mengenai kondisi dan penentuan harga dan transaksi independen, merupakan kunci keandalan
suatu pembandingan.
CVI.
Untuk memperoleh keyakinan mengenai tingkat kesebandingan dari pembandingan yang akan
dilakukan, ahrus dilakukan analisis kesebandingan (comparability analysis) yang hasilnya akan
digunakan sebagai basis for choosing the appropriate PLI and TP method to apply Arms Lenght
Principle on determining the arms lenght prices).
CVII.
CVIII.
CIX.
CX.
CXI.
CXII.
Analisis Kesebandingan
CXIII.

Pedoman pada Analisis Kesebandingan


Membandingkan entitas-entitas dan kondisi mereka untuk transaksi-transaksi yang dikontrol
dan tidak dikontrol.
Idealnya entitas-entitas tersebut akan dapat diperbandingkan secara penuh atau identik
Lebih seringnya terdapat perbedaan kondisi kedua transaksi yang dibandingkan, tetapi
mungkin tidak material dan /atau capat disesuaikan (waspada pada perbedaan makna
materialitas dan penyesuaian).
Bahkan produk yang sama dengan jasa yang sama dapat diperbandingkan jika perbedaan
material dapat dihitung,
Perlu menganalisa dengan membandingkan bagaimana perusahaan yang independen
mengevaluasi perbedaan-perbedaan dan memilih pilihan-pilihan dengan mengacu pada
berbagai faktor

CXIV.

Faktor-faktor Penentu Pembandingan Konsensus Internasional

1. Karakteristik properti atau jasa


CXV.Perbedaan pada faktor ini mungkin menjelaskan perbedaan harga. Contoh yang umum
diantaranya:
Tangible property: keandalan fitur fisik, kualitas, kuantitas, isi materi, keandalan dan
ketersediaan
Penyediaan jasa: sifat yang tepat dan tingkat pelayanan dan manfaat,
Properti berwujud: bentuk, jenis, durasi, siklus hidup, tingkat perlindungan dan manfaat
yang diharapkan
CXVI.
2. Fungsional, aset, dan risiko
Penetapan harga dipengaruhi oleh performa fingsi, aset yang digunakan dan risiko yang
ditanggung,
Mengidentifikasi dan membandingkan fungsi yang signifikan secara ekonomis dan siapa
yang menjalankan,
nilai fungsi menurut urgensi ekonomis dan mengecek siapa yang menanggung biaya pada
fungsi yang dijalankan yang teridentifikasi;
juga dapat melihat aset dipekerjakan penyebab berbagai fungsi yang dijalankan;
membandingkan risiko dengan melihat asumsi risiko dan pengembalian yang diharapkan;

Risiko dipengaruhi oleh berbagai fungsi yang dijalankan, misalnya apakah tindakan
distributor sebagai pelaku utama atau sebagai agen
Cek bahwa risiko sesuai dengan substansi ekonomi dan dimana kemampuan untuk
mengendalikan dan mengelola risiko yang benar-benar ada.
CXVII.
3. Kontrak Bersyarat
Lihat bagaimana risiko, keuntungan dan tanggung jawab dibagi
Analisa syarat-syarat apakah tertulis atau lisan dan eksplisit atau implisit,
Pihak-pihak independen akan menjaga masing-masing syarat dan mengubah hanya pada
kondisi tertentu yang jarang terjadi
Lihat apa yang terjadi pada situ asi yang dikendalikan dimana insentif yang lebih sedikit
untuk menjaga syarat-syarat kontrak
CXVIII.
4. Kondisi ekonomi
Identifikasi kondisi geografis pasar terkait transaksi: harag bervariasi pada pasar yang
berbeda bahkan untuk produk yang sama;
Penting untuk membandingkan pasar yang sama, atau dapat disesuaikan untuk
menyesuaikan perbedaan material;
Tipe faktor apa saja yang dipertimbangkan: lokasi, ukuran, posisi kompetitif, tingkat
penawaran dan permintaan, biaya regulasi dan lokal, dll.
CXIX.
5. Strategi bisnis
Perlu untu mempertimbangkan pembandingan yang benar dan membentuk sudat
pandang entitas lelagl yang terpisah dan bukan bagian MNE
Skema penetrasi pasar mungkin pengorbanan saat ini untuk anticipated profit
Apa yang terjadi jika keuntungan yang diantisipasi nyatanya tidak terealisasi.
Mengevaluasi posisi secara kritis untuk melihat jika strategi dapat dipercaya: misalnya
mencari perilaku konsisten dan melihat siapa yang menanggung biaya dan yang
dimaksudkan untuk menuai reward.
Apakah sebuah perusahaan independen telah memasuki sebuah skema pada tempat
pertama dan apakah mereka berlanjut lama, setelah anticipated profit tidak material lagi?
CXX.
CXXI.Matrik Analisa Pembandingan
CXXII.CXXIII.

Faktor

CXXIV.

Related PartyCXXV.
Transaction

CXXVIII.

Tax
CXXIX.
Payer

CXXXII.
CXXXIII.

Characteristics of CXXXIV.
goods
and services
CXXXVI.
CXXXVII.
Function, assets and
CXXXVIII.
risks
CXL.CXLI.
CXLIV.CXLV.

Contractual Terms

Relat
CXXX.
ed Party

CXXXV.
CXXXIX.

CXLII.

CXLIII.

Economic Circumstances
CXLVI.

CXLVII.

Non Related Party


Transaction
TaxCXXXI.
Payer

Non
Related Party

CXLVIII.CXLIX.

Business Strategies

CL.

CLI.

CLII.
CLIII.
CLIV.
CLV. KONSEP KEPATUHAN PAJAK DALAM TRANSAKSI AFILIASI
CLVI.

Kepentingan DJP:

Wajib Pajak tidak menggunakan penetapan Transfer Harga (transfer pricing) sebagai sarana
untuk menghindari pengenaan pajak di Indonesia
Wajib Pajak menggunakan Prinsip Kewajaran (arms length principle), yang merupakan
konsensus internasional dalam penetapan Transfer Harga (transfer pricing) transaksi afiliasinya.
CLVII.

Patuh:

1. Wajib Pajak menggunakan Prinsip Kewajaran (arms length principle), yang merupakan
konsensus internasional, dalam penetapan Transfer Harga (transfer pricing) transaksi afiliasinya.
2. Wajib Pajak memiliki dan dapat menunjukkan proses dan dokumentasi dari proses penetapan
harga transfer yang mengaplikasikan prinsip kewajaran.
3. Secara ekonomis, performa laba yang dilaporkan realistis dibandingkan performa industrinya.
CLVIII.
CLIX.

Tidak Patuh:
Wajib Pajak menghindari pengenaan pajak di Indonesia dengan cara:

1. Selalu melaporkan performa laba negatif padahal tren performa laba industri menunjukkan hasil
positif (economically not realistic ang not pay tax).
2. Melaporkan performa laba yang lebih rendah dari performa laba industrinya, sehingga hanya
membayar pajak dalam jumlah yang lebih sedikit dari seharusnya (economically lower than
realistic and pay only small amount of tax).
CLX.
CLXI.

Indikator Tidak Patuh Definisi Penghindaran Pertama


Deteksi kemungkinan praktek not pay tax dilakukan dengan menggunakan pendekatan sistematis
(systematicapproach), dengan memperhatikan indikator:
1. Rugi berturut-turut selama 5 tahun dan tidak akan membayar pajak;
2. Memiliki transaksi afiliasi yang signifikan dibandingkan turn-over dan laba usaha;
3. Secara ekonomis, tren performa laba yang dilaporkan tidak realistis dibandingkan dengan tren
performa laba industri yang menunjukkan hasil positif (economically not realistic).

CLXII.
CLXIII.

Indikator Tidak Patuh Definisi Penghindaran Kedua


Deteksi kemungkinan praktek pay small amount of tax dilakukan dengan menggunakan
pendekatan analisis risiko kasus per kasus (individual case approach), dengan memperhatikan
indikator:
1. Kondisi transaksi afiliasi Wajib Pajak memiliki risiko tinggi untuk diaudit;
2. Tidak memiliki atau tidak dapat memberikan informasi mengenai proses dan dokumentasi proses
penetapan harga transfer yang berdasarkan prinsip ALP;
3. Secara ekonomis, tren performa laba yang dilaporkan dibawah tren performa laba industri yang
realistis (economically lower than realistic).

CLXIV.
CLXV.

CLXVI.

High level of Audit Risk Related Party Transaction Conditions


Transaksi afiliasi yang memiliki risiko tinggi untuk di audit adalah transaksi afiliasi yang memiliki
kualifikasi kondisi sebagai berikut:
1. Memiliki nilai yang signifikan dibanding turn-over dan laba usaha Wajib Pajak;
2. Bersifat tidak lazim (unusual), atau tiba-tiba muncul di suatu periode tertentu, tanpa argumentasi
ekonomis yang logis (on-off transaction);
3. Terdapat beda yang signifikan antara harga (laba) transaksi afiliasi dengan transaksi non-afiliasi
Output Analisis Kepatuhan
1. Daftar Wajib Pajak yang memiliki risiko untuk diperiksa dengan indikasi penyalahgunaan transfer
pricing (risk analysis);
2. Perlu dilakukan penelitian atas hasil analisis risiko (risk-review) untuk memastikan ketepatan
risiko yang didefinisikan pada tahap pertama (risk analysis);
3. Dalam konteks risk management dan strategic management, maka Wajib Pajak yang memiliki
high level-risk audit, diseleksi untuk diperiksa (audit selection), dengan tujuan untuk menghitung
pajak terhutang sesuai prinsip ALP dan memberikan diterrent effect.

CLXVII.

CLXVIII.
CLXIX.

METODE PENETAPAN HARGA TRANSAKSI AFILIASI BERDASARKAN PRINSIP


KEWAJARAN SESUAI KETENTUAN PAJAK DOMESTIK

Metode Penetapan Harga Transaksi antar Pihak Yang Mempunyai Hubungan Istimewa
(Transfer Pricing Methodology) Berdasarkan Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha.

CLXX. Konsep Dasar Metode Penetapan Harga Transfer


CLXXI. Merupakan sekumpulan langkah serta teknik dan formula untuk menguji harga transaksi
afiliasi. Fokusnya tetap harga transaksi namun langkah-langkah, cara dan pendekatan menuju kea
rah harga transaksi dilakukan secara berbeda-beda, menurut unsure-unsur dalam profit dan loss
statement yaitu harga, laba, laba bruto dan laba netto. Namun demikian, tujuan akhirnya tetap
perhitungan penghasilan kena pajak atau net income before tax dan semua unsure laba dalam
profit dan loss statement dipengaruhi harga transaksi.
- Direct Method
CLXXII.
Direct method ini biasa disebut Transaktion Base Method karena dalam method ini pengujian
langsung diarahkan ke harga dan laba bruto transaksi, bukan kea rah netto transaksi
- Indirect Method
CLXXIII.
Indirect Method biasa disebut Profit Base Method, karena dalam method ini meskipun yang diuji
tetap kewajaran harga dari suatu transaksi, namun dalam method ini, pengujian langsung ke harga
namun melalui laba dari transaksi tersebut dan hasil laba tersebut baru ditentukan harga dari
transaksi.
CLXXIV.
Untuk lebih jelasnya akan diuraikan dalam table di bawah ini :
CLXXV.

CLXXIX.

P&L Statement CLXXVI.

Sales (=Price)

CLXXX.

TP Method CLXXVII.

Most Direct

Discription of TP
Method
CLXXVIII.
CLXXXI.
Langsung Menetapkan
harga,
tanpa
dipengaruhi

unsure-unsur P&L lain


CLXXXII.
CLXXXV.

Cost of Sales CLXXXIII.


Gross Margin CLXXXVI.

CLXXXIV.
Direct MethodCLXXXVII.

CLXXXVIII.
CXCI.

Operating Expense
CLXXXIX.
Operating Income CXCII.

CXC.
Indirect Method CXCIII.

Penetapan harga wajar


dilakukan berdasar gross profit
margin
Penetapan harga wajar
dilakukan
berdasarkan
operating
margin
wajar
sehingga dalam penerapannya
perlu memperhatikan unsur
COGS dan Operating Expense

CXCIV.
CXCV.

CXCIX.
CCII.
CCV.
CCVIII.
CCXI.

P&L Statement

Sales (=Price)
Cost of Sales
Gross Margin

CXCVI.

CC.
CCIII.
CCVI.
Price
Operating ExpenseCCIX.
Operating Income CCXII.

TP Method

CXCVII.

Discription of TP
Method
CXCVIII.
CUP
CCI.
Transakstion
Base
Methodology
Cost Plus & Resale
CCX.
Profit
TNMM & Profit Split
Methodology

Base

CCXIV.
CCXV.
Selection of Transfer Pricing Methodology
CCXVI.
Dalam melakukan metode seleksi transfer pricing, dilakukan dengan memperhatikan hal-hal
berukut ini gan :
1. Tingkat kesebandingan antara transaksi yang sedang diperiksa/diteliti dan transaksi
pembanding.
2. Kelengkapan dan keakuratan data yang tersedia dari transaksi pembanding
3. Keandalan dari berbagai asumsi yang dibuat
4. Tingkat keakuratan dari penyesuaian yang dibuat apabila data yang terseadia tidak akurat
atau terdapat kesalahan dalam asumsi yang dibuat
CCXVII.
CCXVIII.

Petunjuk Pemilihan Transfer Pricing Methodology

Berdasar ketentuan SE-04/PJ.7/1993 diatur beberapa hal sebagai berikut :


1. Dalam hal terdapat kesulitan untuk mendapatkan harga pasar sebanding, untuk barang yang
sejenis atau serupa .maka pendekatan harga cost dapat digunakan.
2. Dalam menguji kewajaran harga penjualan dari perusahaan pabrikasi ke perusahaan distribusi,
dapat pula diterapkan pendekatan harga jual minus.
3. Apabila ternyata terdapat kesulitan dalam memperoleh harga pasar sebanding dan juga sulit
menerapkan metode harga jual minus maupun harga jual plus maka dapat digunakan metode
lainnya misalnnya dengan pendekatan tingkat laba perusahaan sebanding (comparable profit)
atau tingkat hasil investasi (return on investment) dari usaha yang sama, serupa, atau sejenis.
CCXIX. Sehubungan dengan hal tersebut, ada beberapa hal yang perlu diketahui mengenai perbedaan
kebutuhan data pembanding, yaitu :

1. Harga Pokok Plus


- COGS wajar perusahaan pabrikasi yang berasal dari transaksi dengan pihak independen
- Laba bruto wajar perusahaan pabrikasi
2. Harga jual minus
- Harga jual wajar perusahaan distributor dari transaksi dengan pihak independen
- Laba bruto wajar perusahaan distributor
CCXX.
1. Metode Harga Pasar Sebanding (Comparable Uncontrolled Price Method)
CCXXI.
CCXXII. Metode ini diterapkan dengan membandingkan transaksi yang diperoleh dari pihak yang ada
hubungan istimewa dengan harga transaksi barang sejenis dengan pihak yang tidak mempunyai
hubungan istimewa (pembanding independen)
CCXXIII.
CCXXIV.

Metode ini dapat digunakan dalam hal :


a. Terdapat penjualan / pembelian kepada pihak yang ada hubungan istimewa maupun kepada
pihak lain yang tidak ada hubungan istimewa (notes : internal comparable).
b. Jenis produk sebagai objek transaksi relative sama (=comparable product)

CCXXV.

Dalam hal membandingkan harga dimaksud harus diperhatikan kondisi yang menyebabkan
perbedaan harga antara lain sebagai berikut :
a.
b.
c.
d.
e.
f.

Pasar pasar yang berbeda


Mata rantai penjualan dari produsen ke konsumen
Potongan harga dan potongan kuantitas (diskon dan rabat)
Kualitas barang
Biaya transportasi
Asuransi

CCXXVI.

Perbedaan harga yang diakibatkan oleh factor-faktor diatas harus dieliminasi untuk mendapatkan
pembebanan harga yang wajar. Dengan demikian penyesuaian dapat dilakukan sepenuhnya
sesuai dengan keadaan.

CCXXVII.

Contoh 1. Harga transaksi sama, namun kondisi transaksi berbeda

CCXXVIII.

-Penerapan CUP Method_

CCXXIX.

Informasi Kasus
-

PT.Z menyerahakan penjualan barang X kepada afiliasinya PT Y dengan franko tujuan


Rp2.000.000,PT.Z menyerahkan penjualan barang X kepada pihak PT.A dengan penjualan franko pabrik
Rp2.000.000,Biaya pengangkutan dan asuransi Rp100.000,-

CCXXX.
Is Rp2000.000
An arm length
price?

CCXXXI.
CCXXXII.
CCXXXIII.

PT.
Z

CCXXXIV.
CCXXXV.

CCXXXVII.
CCXXXVIII.
Pembahasan :

CCXL. CCXLI.
N
o.
CCXLIII.CCXLIV.
1.
CCXLVI.CCXLVII.
2.
CCXLIX.
CCLI. CCLII.
3.
CCLIV. CCLV.
4.
CCLVII. CCLVIII.
5.
CCLX.
CCLXI.

Uraian

PT. Y

Affiliat
ed
Distrib
utor

PT. X

Indep
enden
t
Distrib
utor

CIF
Rp2.000.
000
Baran
g X

CCXXXVI.

CCXXXIX.

Baran
gX

FOB
Rp2.000.
000
CCXLII.

Harga Jual Transaksi Pembanding


CCXLV.
Penyesuaian untuk meningkatkan kesebandingan CCXLVIII.
karena
perbedaan kondisi transaksi :
a. Fungsi Pengangkutan dan Asuransi
CCL.
Harga jual sebanding dari perusahaan pembanding setelah
CCLIII.
penyesuaian (=arm lenghth price)
Harga Transfer Cfm WP
CCLVI.
Koreksi Harga Transfer karena penerapan prinsip kewajaranCCLIX.

Rupiah
2.000.000,-

100.000,2.100.000,2.000.000,100.000,-

Jadi, kondisi setelah penerapan prinsip kewajaran adalah PT. Z menjual barang X kepada PT. Y
seharga @p2.100.000,- CIF.

2. Metode Harga Jual Minus (Resale Price or Sales Minus Method)


CCLXII.
Perhitungan harga wajar dengan metode ini dilakukan dengan mengurangkan harga penjualan
kepada pihak independen , dengan tingkat laba kotor wajar (arms length relative gross margin)
transaksi pembanding, (yang mencerminkan jumlah untuk menutup biaya-biaya dan laba dari si
penjual kembali). Metode ini digunakan dalam hal wajib pajak yang diperksa bergerak dalam
bidang usaha perdagangan yaitu : produk yang telah dibeli dijual kembali (resale) kepada pihak
lainnya. Penetapan harga wajar dengan metode harga jual minus dilakukan dengan mengurangkan
suatu mark up wajar dari harga jual barang yang sama pada mata rantai berikutnya. Mark up wajar
diperoleh dengan membandingkan dengan transaksi yang tidak ada hubungan istimewanya.
CCLXIII.
Saat digunakan metode ini :
a. Tidak ada transaksi dengan pihak yang tidak ada hubungan istimewa yang dapat digunakan
sebagai pembanding, misalnya pada sistem pemasaran dengan keagenan tunggal.
b. Terdapat data harga penjualan kembali barang yang tidak dipengaruhi hubungan istimewa.
c. Tidak ada proses perubahan barang yang menambah nilai

d. Pihak pembeli dan penjual dalam hubungan istimewa tidak menambah harga yang besar
pengaruhnya terhadap nilai barang tersebut.
CCLXIV.
CCLXV.

Contoh Penerapan Resale Price Method


Informasi Khusus :
- PT. X menyerahkan barang kepada afiliasinya PT.A dengan harga barang Rp1.000.000,-. PT.A
menyerahkan barang yang sama kepada pihak ketiga, PT. (independen) denan harga
Rp.2000.000,- PT. C pihak yang independen juga menyerahkan produlk yang sama kepada PT.B (juga
independen) dengan kenaikan harga jual (mark up) 20%

CCLXVI.
CCLXVII.

PT. X

PT. A

(audited
party)

(tested
party)

Is Rp1000.000 an arms
length transaction?

PT. C

PT. D

Transaksi
afiliasi yg
diiteliti

Rp2.000.000.
(is 50% an arms length
gross margin?)

PT. B

Transaksi
Pembanding

Gross
margin 20%

CCLXVIII.
CCLXIX.
CCLXX.

CCLXXI.CCLXXII.
N
o
.
CCLXXIV.CCLXXV.
1.
CCLXXVII.
CCLXXVIII.
2.
CCLXXX.
CCLXXXII.
CCLXXXIII.
3.
CCLXXXV.
CCLXXXVI.
4.

Contoh Penerapan Resale Price Method (hasil analisis kesebandingan)


1. Fungsi yang dilakukan oleh PT. A dan PT. C adalah fungsi yang sebanding
2. Dalam transaksi dengan PT. A dan PT. X membebankan biaya jaminan sebesar Rp 100.000,kepada PT A
Uraian

CCLXXIII.

Rupiah

Harga Gross MarginTransaksi Pembanding


CCLXXVI.
20 %
Penyesuaian untuk meningkatkan kesebandingan karena perbedaan
CCLXXIX.
kondisi transaksi :
a. Biaya jaminan (Rp100.000,- setara dengan 5% harga jual kembali
CCLXXXI.
5%
PT.A
Gross margin sebanding dari perusahaan pembanding setelah CCLXXXIV.
25%
penyesuaian (=arm lenghth gross margin)
Gross Margin Cfm WP
CCLXXXVII.
50%

CCLXXXVIII.
CCLXXXIX.
5.
CCXCI.
CCXCII.
CCXCIII.
CCXCIV.

Koreksi gross margin karena penerapan prinsip kewajaran

CCXC.

25%

Perhitungan Harga Jual Wajar PT X kepada PT A


1. Hitung Laba wajar PT. A
= 25% Rp2000.000,- = Rp500.000,2. Hitung Harga Jual Wajar PT. X
=Rp2000.000 Rp500.000,- = Rp 1.500.000,-

CCXCV.
3. Metode Harga Pokok Plus (Cost Plus Method)
CCXCVI.
Perhitungan harga wajar dengan metode ini dilakukan dengan menambahkan tingkat laba
kotor wajar (arms length relative gross margin) kepada biaya produksi.
CCXCVII.
Metode ini umumnya digunakan pada usaha pabrikasi yang menjual produk kepada afiliasinya
untuk diroses lebih lanjut.
CCXCVIII.
CCXCIX.
CCC.
Sumber Data Persentase Laba Kotor Wajar
a. Penjualan kepada pihak ketiga yang independen dari penjual yang juga melakukan penjualan
terhadap afiliasinya.
b. Penjualan oleh pihak-pihak yang independen
c. Komisi yang diterima oleh suatu agen pembelian dalam hal fungsi penjualan yang dilakukan
oleh penjual adalah sama dengan fungsi penjualan yang dilakukan oleh agen pembelian
tersebut.
d. Persentase Laba kotor dari perusahaan sejenis.
CCCI.
CCCII.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam Penerapan Cost Plus
a. Alokasi biaya-biaya terhadap harga pokok, baik dalam hal penentuan biaya langsung maupun
biaya tak langsung.
b. Penggunaan metode biaya langsung (direct costing) dalam penentuan harga jual.
c. Penggunaan teknologi yang dapat menghemat bahan baku dan jam kerja
d. Permintaan harga dari pemesan.
CCCIII.
CCCIV.
Contoh Penerapan Cost Plus Method
1. PT. X memproduksi barang dengan biaya Rp 50.000,- dengan menyerahkan barang tersebut
kepada afiliasinya (hubungan istimewa) PT. A dengan harga Rp90.000,2. PT. Y memproduksi barang sejenis dengan biaya sebesar RP60.000,- dan menjualnya kepada
PT.B (tidak ada hubungan istimewa) dengan harga Rp100.000,-

CCCV.

PT.
X

Tested
Party

Is Rp90.000,arms lenghts
price?

Bar
ang
Mark
X

Up
80% ?

PT.
A
Audite
d
Party

Trans
aksi
Afilia
si yg
diteli
ti

Sales Price
Rp100.000,-

PT.
Y

Bar
ang
MarkYUp

PT.
B

Transaksi
Pembanding

66.6%
CCCVI.
CCCVII.
CCCVIII.
-

Barang X dan barang Y adalah barang yang sebanding


Tidak ada beda antara factor-faktor kesebandingan dalam transaksi X B

CCCIX. CCCX.
N
o
.
CCCXII.CCCXIII.
1.
CCCXV.CCCXVI.
2.
CCCXVIII.CCCXIX.
3.

Uraian

% to Cost

Mark Up Transaksi Pembanding


CCCXIV.
Penyesuaian untuk meningkatkan kesebandingan karena perbedaan
CCCXVII.
kondisi transaksi :
Mark Up sebanding dari perusahaan pembanding setelah penyesuaian
CCCXX.
(=arm lenghth gross margin)
Mark Up Cfm WP
CCCXXIII.
Koreksi mark up karena penerapan prinsip kewajaran
CCCXXVI.

CCCXXI.CCCXXII.
4.
CCCXXIV.CCCXXV.
5.
CCCXXVII.
CCCXXVIII.
CCCXXIX. PETUNJUK PENANGANAN KASUS KASUS TRANSFER PRICING

CCCXXX.

CCCXI.

(Berdasarkan Tipe Transaksi Yang Diteliti )

66.6%
0%
66.6%
80.0%
13.4%

CCCXXXI.

Disini dijelaskan penerapan prinsip kewajaran berdasarkan tipe transaksi yang diteliti :
a) Penjualan
b) Pembelian
c) Alokasi Biaya administrasi dan umum (overhead cost)
d) Pembebanan bunga atas pemberian pinjaman oleh pemegang saham
e) Pembayaran komisi, lisensi, francise, sewa, royalty, imbalan jasa manajemen, imbalan jasa
teknik, dan imbalan jasa lainnya.
f) Pembelian harta perusahaan oleh pemegang saham (pemilik) atau pihak yang mempunyai
hubungan istimewa yang lebih rendah dari harga pasar.
g) Penjualan kepada pihak luar negeri melalui pihak ketiga yang tidak mempunyai substansi
usaha (letter box company)

CCCXXXII.

Contoh-contoh penerapan prinsip kewajaran berdasarkan tipe transaksi menurut kategori diatas
dapat dijelaskan secara urut berdasarkan tipe transaksi sebagaimana diuraikan di bawah ini :

1. Penentuan Harga Transaksi Penjualan


CCCXXXIII. Contoh : pertama
Informasi Kasus, berdasar data dari SPT serta hasil penelitian dan pemerikasaan
- PT.A memiliki 25% saham PT.B terdapat hubungan istimewa sehingga prinsip kewajaran
dapat diterapkan
- PT. A menjual barang ke PT.B dengan harga jual Rp160/unit dan menjual barang yang sama ke
PT.X (independent) dengan harga jual Rp200/unit.
CCCXXXIV.
CCCXXXV.
Rp200/

PT. A

unit
Rp
160/un
Apakah
it
Rp160/unit
harga yang
wajar?
Rp

PT. B
(Afiliasi)

PT. X
(Independe
nt)

200/un
Hasil Analisis Kesebandingan
it diketahui bahwa tidak ada beda kondisi dari kedua
CCCXXXVI. Setelah dilakukan analisis kesebandingan,
transaksi yang diperbandingkan sehingga dapat disimpulkan bahwa kondisi kedua transaksi
tersebut SEBANDING.
CCCXXXVII. Karena terdapat internal comparable, maka dapat menentukan ALP, metode yang digunakan
adalah :
- METODE PASAR SEBANDING (Comparable Uncontrolled Price)
CCCXXXVIII.
Dengan menggunakan harga jual dari PT.A ke PT.X (transaksi independen) sebesar Rp200/unit,
sebagai pembanding (internal comparable)
CCCXXXIX.
CCCXL.
Maka Perlakuan perpajakan untuk kasus ini adalah harga jual Rp200/unit digunakan sebagai dasar
perhitungan penghasilan kena pajak di PPh Badan dan DPP PPN
CCCXLI.
CCCXLII. Contoh : kedua
Informasi Kasus, berdasar data dari SPT serta hasil penelitian dan pemerikasaan
- PT. A memiliki 25% saham PT.B

PT.A menjual barang ke PT.B dengan harga jual Rp160/unit


Tidak terdapat internal dan external comparable pada tingkat harga karena barang yang dijual
ke PT.B mempunyai spesifikasi khusus misalnnya semi finished product
PT.A memperoleh bahan baku dan bahan pembantu dari pihak independen
HPP Rp150/unit
Laba kotor pembanding (Comparable Mark Up) dari pihak eksternal atas penjualan barang
yang sama adalah 40% dari harga pokok.

CCCXLIII.
CCCXLIV. Transaksi yg Diteliti
CCCXLV.

Pihak independent

Rp160/unit
Wajar ?
PT. A

PT. B
(Afiliasi)

HPP Rp150/unit

CCCXLVI.
CCCXLVII.

Bahan baku & pembantu

Semi finished good

CCCXLVIII.
CCCXLIX.

Transaksi Pembanding

PT. E

CCCL.

PT. F
(Independent)
Comparable
Mark Up 40%

Hasil Analisis Kesebandingan


CCCLI. Setelah dilakukan analisis kesebandingan, diketahui bahwa kondisi transaksi A B
SEBANDING dengan transaksi EF.
CCCLII. Metode yang digunakan adalah :
CCCLIII. METODE HARGA POKOK PLUS (COST PLUS)
CCCLIV. Karena tidak tersedia data mengenai harga pasar sebanding untuk barang yang sejenis atau
serupa, karena barang tersebut mempunyai spesifikasi khusus , baik data pembanding internal
maupun eksternal. Data tersedia adalah eksternal comparable mark up 40% yang merupakan PLI
pada tingkat gross margin serta perusahaan yang diteliti adalah perusahaan manufaktur (PT.A)
CCCLV.
CCCLVI. KKP Contoh Penerapan Cost Plus Method
CCCLVII.
CCCLVIII.
N
o
.
CCCLX.CCCLXI.
1.
CCCLXIII.
CCCLXIV.
2.
CCCLXVI.
CCCLXVII.
3.

Uraian

CCCLIX.

% to Cost

Mark Up Transaksi Pembanding


CCCLXII.
40 %
Penyesuaian untuk meningkatkan kesebandingan karena perbedaan
CCCLXV.
0%
kondisi transaksi :
Mark Up sebanding dari perusahaan pembanding setelah penyesuaian CCCLXVIII.
40%
(=arm lenghth gross margin)
Mark Up Cfm WP
CCCLXXI.
6.67%
Koreksi Mark Up karena penerapan prinsip kewajaran
CCCLXXIV.
33.33%

CCCLXIX.CCCLXX.
4.
CCCLXXII.
CCCLXXIII.
5.
CCCLXXV.
CCCLXXVI. KKP Contoh Perhitungan Harga Jual Wajar
CCCLXXVII.
CCCLXXVIII.
N
o

Uraian

CCCLXXIX.

% to Cost

.
CCCLXXX.
CCCLXXXI.
1.
Harga Pokok Produksi (HPP)
CCCLXXXII.
150
CCCLXXXIII.
CCCLXXXIV.
2.
Comparable Marka Up = 40 % Rp 150/unit
CCCLXXXV.
60
CCCLXXXVI.
CCCLXXXVII.
3.
Harga Jual Wajar
CCCLXXXVIII.
210
CCCLXXXIX.CCCXC.
4.
Harga Jual Cfm. WP
CCCXCI.
160
CCCXCII.
CCCXCIII.
5.
Koreksi Harga Jual (33.33 % x Rp.150)
CCCXCIV.
50
CCCXCV.
CCCXCVI. Perlakuan Perpajakan :
CCCXCVII. Harga jual Rp210/unit digunakan sebagai dasar perhitungan penghasilan kena pajak di PPh
Badan dan DPP PPN.
CCCXCVIII.
CCCXCIX.
2. Penentuan Harga Transaksi Pembelian
CD.

Contoh : pertama
Informasi Kasus
- H Ltd. Memiliki 25 % saham PT.B
- PT.B mengimpor barang produksi dari H Ltd dengan harga Rp3000/unit
- PT.B menjual kembali produk dari H ke Y, pihak yang tidak mempunyai hubungan istimewa
dengan harga Rp3.500/unit
- Tidak diperoleh data mengenai nilai transaksi pembanding pada tingkat harga jual
- Laba wajar transaksi sebanding adalah Rp750/unit.
CDI.
CDII.
CDIII.

H
Ltd

Mo
dal (Afilias
25 i)
%

Barang
Produksi
Wajarka
h
Rp3000?

Hongk
ong
Ind
one
sia

PT.
PT.
B Resale Price J Laba Kotor
Rp3500/unit
(Audit
Party)

CDIV.

PT.
Y

PT.
K

(Indep

(Indep
endent
)

Perhitungan Harga
Pembelian Wajar
endent
CDV. CDVI.
N
o

Uraian

Sebanding
Rp750

CDVII.

% to Cost

.
CDVIII. CDIX.
1
.
CDXI. CDXII.
2
.
CDXIV. CDXV.
3
.
CDXVII.CDXVIII.
4
.
CDXX. CDXXI.
5
.
CDXXIII.
CDXXIV.
CDXXV.
CDXXVI.
CDXXVII.

Resale Price Transaksi yang diteliti

CDX.

Laba perusahaan sebanding tanpa penyesuaian untuk


meningkatkan kesebandingan, karena tidak terdapat perbedan
kondisi transaksi (=LABA WAJAR)
Harga pembelian wajar dari transaksi pembanding setelah
penyesuaian (Arms Length Gross Margin)
Harga pembelian PT.B dari H Ltd Cfm WP

CDXIII.

Koreksi Harga pembelian karena penerapan prinsip kewajaran


(=Deviden Terselubung)

3.000
750

CDXVI.

2.750

CDXIX.

3.000

CDXXII.

250

Perlakuan Perpajakan :
Harga Pembelian Impor Rp2.750/unit dan selisih pembayaran Rp250/unit dianggap sebagai
deviden terselubung
Pemilihan TP Methodology
Setelah dilakukan analisis kesebandingan dalam menentukan ALP, metode yang digunakan adalah
; RESALE PRICE METHOD. Karena :
-

Tidak diperoleh data harga pasar sebanding untuk barang yang sama, sejenis atau serupa baik
data dari sumber internal maupun data eksternal, sehingga metode harga pasar sebanding
tidak dapat diterapkan untuk meneliti kewajaran harga transaksi dari H Ltd ke PT.B
Data pembanding yang tersedia adalah data pada tingkat laba bruto untuk transaksi yang
sebanding dengan transaksi dari PT.B ke PT.Y sebesar Rp750/unit, sehingga PT.B yang hanya
melakukan fungsi distribusi digunakan sebagai pihak yang diteliti.

CDXXVIII.

3. Penentuan Kewajaran Pembebanan Alokasi Biaya Administrasi dan Umum (Overhead Cost)
CDXXIX.

CDXXX. Latar belakang: keberadaan intra group services


CDXXXI. 1.
kebutuhan wajib pajak akan adanya jasa pendukun g dari pihak lain,
CDXXXII. 2.
pihak penyedia jasa dukungan dapat berasal dari :
CDXXXIII.

internal kelompok usaha wajib pajak : peru sah aan afiliasi,


CDXXXIV.

eksternal: perusahaan penyedia jasa independen.


CDXXXV. 3. kekhususan BUT
CDXXXVI. sebagai entitas ekonomi yang tidak utuh, secara teoritis, untuk menjalankan kegiatan
usahanya, but membutuhkan pihak lain untuk membantu menyediakan jasa pendukung.
CDXXXVII.

Main Issues on Applying Arm's Length Principle


for INTRA GROUP SERVICES Expenses
1. Determining whether the intra-group services have been rendered,
CDXXXVIII. Economic benefit test (par 7.5),
CDXXXIX. Willing to pay test (par 7.8),
CDXL. No duplication of services (=expenses) (par 7.11), No incidental

benefits (par 7.12),


CDXLI. No shareholders activity I stewardship sctivities (par 7.9 dan 7.10).
2. Determining the arm's length charge.
Direct and Indirect Charging
CDXLII.

CDXLIII.

Main Issues on Applying Arm's Length Principle for The Charge of Using INTANGIBLE
PROPERY
Determining the existence of IP,
Ownership (legal vs economic) test (par 6.2 - 6.10),
Type of IP (Marketing or Trade IP) (par 6.3),
Valuation of IP
Determining the existence of transfer of IP or right to use IP
Willing to,pay test (par 6.14),
Eco6omic benefit test (par 6.15).
Product life cycle (PLC) consideration (par 1.50)
Identify contractual and arrangement for transfer of 4P (par 6.16 - 6.19),
Calculation of an arm's length consideration.
Future benefit consideration, method on determining charging for using IP, duration of
arrangement.

CDXLIV.

CDXLV.

C DX LVI .
C DX LVI I .

INFORMASI DALAM CONTOH KASUS


Perusahaan kantor pusat (Head Office)di luar negeri dari BUT di Indonesia mengalokasikan
biaya administrasi dan umum (overhead cost) kepada BUT tersebut . Biaya yang dialokasikan
antara lain adalah
1. Biaya training karyawan BUT di Indonesia yang diselenggarakan kantor pusat di luar
negeri,
2. Biaya perjalanan dinas direksi kantor pusat tersebut ke masing-masing BUT,
3. Biaya administrasi / manajemen lainnya dari kantor pusat yang merupakan biaya
penyelenggaraan perusahaan,
4. Biaya riset dan pengernbangan yang dikeluarkan kantor pusat.

CDXLVIII.

PERLAKUAN PERPAJAKAN
Dalam hal berlaku P3B (Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda) maka pengalokasian biaya
kantor pusat kepada BUT adalah seperti yang diatur dalam P3B,
Biaya kantor pusat yang boleh dialokasikan ke BUT tidak lormasilk bunga atas pengunaan
dana oleh kantor pusat (kecuali jenis usaha perbankan) (]an royaltilsewa atas harta kantor
pusat,
Alokasi biaya dari kantor pusat ke BUT diperbolehkan sepanjang sebanding dengan manfaat
yang diperoleh masingmasing BUT dan bukan merupakan duplikasi biaya.

CDXLIX.
Kewajaran alokasi biaya oleh head office:
1. Biaya Training
CDL. membandingkan dengan biaya yang sama dan sejenis, yang dilakukan oleh pihak-pihak yang tidak
mempunyai hubungan istimewa
2. Biaya Lainnya
CDLI. mernperhatikan faktor-faktor tertentu yang dapat mencerminkan dengan baik proporsi manfaat
yang diterimanya misalnya perbandingan
CDLII.

4. Penentuan Kewajaran Pembebanan Bunga atas Pemberian Pinjaman oleh Pemegang


Saham
Terdapat 2 (dua) pilihan bagi perUsahaan dalam menentukan metode y permodalan
perusahaannya, yaitu : Debt Capitaldan Equity Capital
Metode pembiayaan yang dipilih memiliki implikasi perpajakan yang berbeda karena
Returnyang dihasilkan (pemilik modal) dari Debt Capital adalah interest (deductible expenses
bagi pemberi pinjaman), sedangkan return dari Equity adalah Dividen (Non Deductible
Expenses),
Disparitas perlakuan perpajakan antara interest expenses dan Dividen membuat adanya
kecenderungan bagi perusahaan untuk lebih mengutamakan sumber pendanaan dari utang
dibanding modal
CDLIII.

CDLIV.
CDLV.

CDLVI.

CDLVII.

MAIN ISSUES
A. Kewajaran eksistensi pinjaman, economic benefit test, flow of money test.
CDLVIII.
Under the arm's length principle. the question whether an intra group service has been rendered
when an activity is performed for one or more group members by another group member should
depend on whether the activity provides a respective group member with economic or comercial
value to enchance its commercial position.
CDLIX.
This can be determined by considering whether an independent enterprise in comparable
circumstances would have been willing to pay for the activity if performed for it by an independent
enterprise or would have performed the activity in house for it self. If the activity is not one for which
the independent enterprise would have been willing to pay or perform for itself, the activity ordinarily
should not be considered as an intragroups service under the arm's length principles.
CDLX.
B. Hubungan fixed (static) DER dan arm's length (dynamic) DER,
CDLXI.
Dua alternative pendekatan untuk merampingkan pembagian hasil kapitalisasi menurut
CDLXII.
The 1986's OECD Report on Thin Capitalisation
1. Fixed Ratio Approach,
If the borrower's debt exceed a certain proportion of its equity capital, the interest
on loan or the interest on the excess of the loan over the approved proportion is
automatically disallowed or treated as devidend,
Can be used as Sole Determinant or Safe Heaven Rule. meaning that the
taxpayer is given the option of showing that the relevant company's own
debt/equity ratio is an arm's length ratio pr is otherwise acceptable.
2. The Arm's Length Ratio Approach,
Two version of an approach by many countries that in general involves looking at
the terms and nature of the contribution of capital and circumstances in which it is
made in order to determine wheather its real nature is debt of equity,
The 1st version : General Anti abuse Law : aplication of either specific tax rules or
general anti avoidance legislation (such as provisions against abuse of the law,
provisions allowing the substitution on substance over form, or provision enabling
abnormal acts of managements to be diregarded),
The 2nd version : look at the arm's length position and consider the size of loan
that would have been made under arm's length conditions.
CDLXIII.

Interest on the excess of the actual loan over what is regarded an arm's length
loan would normally be disallowed and might possibly be treated as a deviden.
CDLXIV. Pasal 18 ayat (3) UU PPh mengatakan bahwa "Direktur Jenderal Pajak
berwenang untuk menentukan kembali besarnya penghasilan dan pengurangan
serta menentukan utang sebagai modal untuk menghitung besarnya Penghasilan
Kena Pajak bagi Wajib Pajak yang mempunyai hubungan istirnewa dengan Wajib
Pajak lainnya sesuai dengan kewajaran dan kelaziman usaha yang tidak
dipengaruhi oleh hubungan istimewa dengan menggunakan metode perbandingan
haroa antara pihak yana independen, metode harga penjualan kembali, metode
biaya-plus, atau metode lainnya".

Pada paragraph penjelasannya : demikian pula kemungkinan terdapat


penyertaan modal secara terselubung, dengan menyatakan penyertaan modal
tersebut sebagai utang maka Direktur Jenderal Pajak berwenang untuk
menentukan utang tersebut sebagai modal perusahaan. Penentuan tersebut dapat
dilakukan, misalnya melalui indikasi mengenai perbandingan antara modal dan
utang yang lazim terjadi di antara para pihak yang tidak dipengaruhi oleh
hubungan istimewa atau berdasar data atau indikasi lainnya. Dengan demikian,
Article 9 (1) Tax Treaty :
CDLXV.
In the case of associated companies, where "conditions are made or imposed
between the two enterprises in their commercial or financial relation which differ
from those which would be made between independent enterprises allows any
profits which would but for those conditions have accrued to one of the enterprises,
but by reason of those conditions have not so accrued to be included in the profits
of that enterprise and taxed accordingly
Pasal 18 ayat (1) UU PPh :
CDLXVI.
Menteri Keuangan benvenang mengeluarkan keputusan mengenai besarnya
perbandingan antara utang dan modal perusahaan untuk keperluan penghitungan
pajak berdasarkan Undang-undang ini"
CDLXVII.
CDLXVIII.

CDLXIX.

Penjelasan Pasal 18 ayat 1 UU PPh


CDLXX.
"Undang undang ini memberi wewenang kepada Menteri Keuangan untuk
mengeluarkan Kepulusan tentang besanya perbandingan antara hutang dan
modal perusahaan yang dapat dibenarkan unluk keperluan penghitungan pajak.
Dalam dunia usaha terdapat tingkat perbandingan tertentu yang wajar
mengenai besarnya perbandingan antara hutang dan modal (debtequity
ratio). Apabila perbandingan antara hutang dan modal sangat besar (di atas
batas-batas kewajaran) maka sebenarnya perusahaan tersebut dalam
keadaan tidak sehat. Dalam hal demikian undang-undang menentukan
adanya modal terselubung"
Para 25 OECD Report on Thin Capitalisation : "A high debt/equity ratio would
clearly be one factor to be taken into account in using any of these approaches
(general anti abuse approach and arm's length principle approach) but would not
necessarily be the deciding factor".
CDLXXI.

CDLXXII.

CDLXXIII.
CDLXXIV.

CDLXXV.
CDLXXVI.

C. Kewajaran tingkat suku bunga pinjaman,


Arm's Length Interest Rate Suku bunga yang digunakan pada saat transaksi yang tidak
dipengaruhi oleh adanya hubungan istimewa
Comparability Analysis on the Loan Untuk dapat menerapkan prinsip kewajaran, maka harus
dilakukan analisis kesebandingan untuk mengetahui apakah terdapat beda kondisi pinjaman afiliasi
dan Pinjaman antar pihak independen
CDLXXVII.
CDLXXVIII.

CDLXXIX.

D. Kebijakan Deviden terselubung (disguise dividend policy).


- Disguise Dividend Berdasarkan Arm's Length Approach
1. Penjelasan Pasal 18 ayat (3) UU PPh
CDLXXX.
Dengan demikian, bunga yang dibayarkan sehubungan dengan utang yang
dianggap sebagai penyertaan modal itu tidak diperbolehkan untuk dikurangkan
sedangkan bagi pernegang saham yang menerima atau memperoleh bunga
tersebut dianggap sebagai dividen yang dikenai pajak

2. Article 10 (Dividend) Para 3 Tax Treaty Indonesia - Australia


CDLXXXI.
"The term dividends' in this Article means income from shares and other
income assimilated to income from shares by the law. relating to lax, of the
Contracting Stale af which the company making the distibution is a resident under
that law."
3. Article 11 (interest) Para 6 Tax Treaty Indonesia Australia
CDLXXXII.
Where, owing to a special relationship between the payer and the person
beneficially entitled to the interest, or between both of them and some other
person, the amount of the interest paid, having regard to the indebtedness for
which it is paid, exceeds the amount which might have been expected to have
been agreed upon by the payer and the person so entitled in the absence of that
relationship, the provisions of this Article shall apply only to the last-mentioned
amount In that case, the excess part of the amount of the interest paid shall remain
taxable according to the law, relating to tax, of each Contracting State, but subject
to the other provisions of this Agreement.
CDLXXXIII.
- Disguise Dividend Berdasarkan Fixed Ratio Approach (Thin Capitalization Rule)
1. Penjelasan Pasal 18 ayat (1) UU PPh
CDLXXXIV.
Dalam dunia usaha tordapat tingkat perbandingan tertentu yang wajar
mengenai besarnya perbandingan antara hutang dan modal (debt equity ratio)
Apabila perbandingan antara hutang dan modal sangat besar (di atas batas-batas
kewajaran) maka sebenarnya perusahaan tersebut dalam keadaan tidak sehat.
Dalam hal demikian undang-undang menentukan adanya modal terselubung.
2. Thin Capitalization Rule
CDLXXXV.
Di banyak negara pengakuan bunga atas excess debts diatur dalam ketentuan
thin capitalization domestik negara bersangkutan. Sebagian negara hanya
mengatur masalah pembebanan biayanya (disallowed) sebagian lagi sekaligus
menganggapnya sebagai dividen terselubung.
3. Article 10 (Dividend) dan Article 11 (Interest) Berbagai P3B Indonesia
CDLXXXVI.
Bunga yang dianggap sebagai dividen berdasarkan ketentuan Thin
Capitalization domestik tidak termasuk dalam definisi dividen dalam article 10
serta tidak dikecualikan sebagai bunga dalam article 11 tax treaty, sehingga
pemberi pinjaman memiliki risiko terkena pajak berganda.
CDLXXXVII.
Double Taxation (Article 23) Issues on Disguise Dividend base on Thin
Capitalization Rule, OECD Thin Capitalization Report 1986:
CDLXXXVIII.
"When interest is treated as a dividen under the thin capitalization rules of a
borower's country and the equivalent of article 23 (Method of elimination of double
taxation) refers to the definition of devidens in the equivalent of article 10 the
lender's country is clearly obliged to give relief from double taxation as if the
payment were in fact a dividend".
CDLXXXIX.
The Report indicates that the lender's country ought to give such relief, if :
a. The interest was treated as dividend in the source country by rules that are in
accordance with article 9,

b. The lender's country of residence operate similar thin capitalization rules and
would treat the payment as dividend in a reciprocal situation.
c. In any other case. the lender's country of residence agrees to the adjustments
made by the borrowers county of residence.
CDXC. Contoh Kasus :

H Ltd. Hongkong memiliki 80%saham PT.0 dengan modal yang belum disetor sebesar Rp.
200 jt,
H Ltd juga memberikan pinjaman sebesar Rp. 500 jt dengan bunga 25 % atau Rp. 125 jt
setahun,
Tingkat bungasetempat( Hongkong ) yang berlaku adalah 20 %.

CDXCI.

CDXCII.
CDXCIII.

Facts and Circumtances for supporting the case


CDXCIV.
Ringkasan Kegiatan Usaha H Ltd dan PT. C
CDXCV.
H.Ltd di Hongkong adalah manufaktur dan distributor produk A PT.0 di Indonesia
adalah anak perusahaan H Ltd yang juga berusaha sebagi manufaktur dan distributor produk
A Kegiatan pokok H.Ltd dan PT. C adalah hanya manufaktur dan distributorproduk A. dan
tidak menjalankan usaha peminjaman uang ataupun lembaga pembiayaan. Secara Finansial
PT. C dalam keadaan sehat dan tidak membutuhkan bantuan H. Ltd. Melihat kondisi laporan
keuangan dan neracanya PT. C memiliki rating yang bagus (creditworthy) dalam arti mampu
mencari pinjaman sendiri dan pihak ketiga.
CDXCVI.
CDXCVII.
Ringkasan Transaksi Hubungan Istimewa
CDXCVIII.
H Ltd mengucurkan dana pinjaman dalam $ HKG setara Rp500 juta kepada PT C
untuk dana pembelian mesin dalam rangka ekspansi kapasitas produksi. Pinjaman ini
berasal dan dana H Ltd sendiri yang dipinjamkan dengan tingkat bunga 25% per tahun untuk
masa 10 tahun dan dapat diperpanjang
CDXCIX.
D.
Kegialan Usaha H Ltd dan PT C - Setelah Pemberian Pinjaman
DI.
Baik H Ltd maupun PT. C tidak memiliki transaksi peminjaman dana/uang dengan
pihak yang tidak memiliki hubungan istimewa maupun dengan institusi keuangan. Dengan

demikian tidak diperoleh informasi mengenai bunga pinjaman yang wajar bagi H. Ltd
maupun PT C.
DII.
DIII.
Tingkat Suku Sunga Pinjaman di Hongkong
DIV.
Hongkong menggunakan suku bunga pinjaman antar bank (HIBOR=Hongkong Inter
Bank Offer Rate) sebagat suku bunga acuan
DV.
DVI.
Ketentuan Perbandingan Utang dan Modal
DVII.
Indonesia belum mengeluarkan batasan tentang perbandingan utang dan modal yang
wajar. Menteri Keuangan sempat mengeluarkan keputusan perbandingan utang dan modal
melalui Keputusan Nomor : 1002/KMK.04/1984 yang menetapkan perbandingan yang wajar
sebesar 3:1 ; namun karena pada saat itu kelentuan ini dianggap tidak kondusif dengan iklim
investasi dan perdagangan maka ketentuan ini ditunda sampai dengan waktu yang tidak
ditentukan sesuai Kepulusan Nomor : 254/KMK.04/1985.
DVIII.

DIX.

Perlakuan Perpajakan
DX.
Pencanan dan Petrulihan Data Pembanding
DXI.
Tidak tersedia data pembanding baik dari PT.C maupun H Ltd. Transaksi antar pihak
yang tidak memiliki hubungan islimewa yang dapat diperbandingkan juga tidak diperoleh.
Bab II 1.2.4 KEP-01/PJ /1993 tentang sumber-sumber informasi pembanding disebutkan
bahwa data pembanding dari pihak ketiga perlu didapatkan dari sumber sumber :
- Business News,
- Brosur
- ..
- PDBI (Pusat Data Business Indonesia)
- BPS (Biro Pusat Statistik)
- Departemen -departemen tehnis lainnya ...
- lain-lain ..... . :
DXII.
Oleh karena itu, penggunaan data dari Bank Indonesia tentang BI Rate dapat
dipergunakan sebagai acuan untuk menentukan suku bunga pinjaman pembanding.

DXIII.
Di Hongkong acuan yang digunakan untuk menentukan suku bunga pinjaman adalah
HIBOR plus spread sebagai fee atas fungsi lebih yang lakukan bank. Dalam kasus ini
pinjaman diterima dari perusahaan (bukan bank) schingga pembanding yang digunakan
cukup suku bunga HIBOR tanpa spread karena pemberi pinjaman tidak metakukan fungsi
perbankan.
DXIV.
DXV.
Kewajaran Pokok Pinjaman
DXVI.
H. Ltd memberikan pinjaman kepada anak perusahaan (PT H) tanpa memenuhi
kewajiban untuk menyetorkan modalnya secara penuh. Hal ini merupakan praktik bisnis
yang tidak lazim dalam dunia usaha dimana pemegang saham memiliki kewajiban untuk
menyetor modalnya secara penuh sebelum membetikan pinjaman kepada anak
perusahaannya. Praktik yang tidak lazim ini menyimpang dari prinsip "kewaiaran, dan
kelaziman usaha". Dengan kekuatan pasal 18(3)UU PPh DJP memiliki kewenangan untuk
menentukan utang sebagai modal (modal terselubung) sehingga penentuan pokok pinjaman
terkoreksi sebesar modal yang belum disetur tersebut.
DXVII.
DXVIII.
Pemilihan Metode
DXIX.
Bab III angka 3.2.1 dan KEP-01/PJ.7/1993 menyebutkan Metode Harga Pasar
Sebanding diterapkan dengan pembandingan harga transaksi dari pihak yang ada hubungan
istimewa tersebut dengan harga transaksi barang sejenis dengan pihak yang tidak
mempunyai hubungan istimewa (pernbanding independen). Dengan tersedianya suku bunga
pinjaman pembanding dan public data (Hibor) maka metode harga pasar sebanding dapal
diterapkan untuk transaksi ini.
DXX.

DXXI.

DXXII.

5. Penentuan Kewajaran Pembebanan Komisi, Lisensi, Francise, Sewa, Royalti, Imbalan Jasa
Manajemen, Imbalan Jasa Teknik dan Imbalan Jasa Lainnya

DXXIII.
DXXIV.

DXXV.

DXXVI.

CONTOH 1.1 : Penentuan Kewajaran Pembayaran Imbalan Royaltl Sehubungan Dengan

DXXVII.

Pemakaian Software Komputer

DXXVIII.

INFORMASI DALAM CONTOH KASUS


PT. A, perusahaan komputer, memberikan Iisensi kepada PT. X (tidak memiliki hubungan
istimewa) sebagai distributor tunggal di negara X untuk mernasarkan program komputernya
dengan membayar royalti 20 % dari penjualan bersih,
PT. A juga memasarkan program komputer yang sama melalui PT. B ( ada hubungan istimewa)
sebagai distributor tunggal dan membayar royalti 15 % dari penjualan bersih.

DXXIX.

DXXX.

Perlakuan Perpajakan
Berdasarkan analisis kesebandingan, karena program yang dipasarkan PT. B sama dengan
program yang dipasarkan oleh PT. X maka atas dasar Matching Transaction Method jika kondisi
transaksi sama maka royalti yang harus dibayar oleh PT. B, 20 % dan jika kondisi transaksi tidak
sama perlu dilakukan penyesuaian (Comparable Adjustable Method).

DXXXI.

DXXXII.

DXXXIII.

CONTOH 1.2 : Penentuan Kewajaran Pembayaran Imbalan Royalti Sehubungan Dengan

DXXXIV.

Pemakaian Hak Paten Yang Melekat Pada Barang Yang Dibeli

DXXXV.

INFORMASI DALAM CONTOH KASUS


G Gmbh Jerman, perusahaan farmasi memiliki 50 % saham PT. B (Indonesia) yang beroperasi
di bidang usaha yang sama,
G Gmbh monsuplai bahan baku dan pembantu kepada PT. B dengan harga DM 120 per unit,
Harga internasional untuk bahan tersebut DM 100/unit (sumber : SGS di Jerman).

DXXXVI.

DXXXVII.

DXXXVIII.
DXXXIX.

HASIL ANALISIS KESEBANDINGAN


Dari hasil analisis kesebandingan, harga sebanding untuk bahan tersebut adalah DM 100/unit.
Untuk bahan farmasi umumnya terdapat paten atas penemuan ramuannya, karenanya
terdapat kemungkinan bahwa tidak terdapat kontrak lisensi yang ditutup antara G GmbH
dengan PT. B.
PERLAKUAN PERPAJAKAN
Jika dalam praktek perdagangan ternyata pada umumnya terdapat imbalan royalti (tanpa
diketahui berapa jumlahnya)

DXL.

DXLI.
DXLII.

DXLIII.

DXLIV.

jika diperoleh data bahwa royalti umumnya 10% dari harga barang, maka implikasi perpajakan
menjadi sebagai-berikut :

DXLV.

DXLVI.
DXLVII.

DXLVIII.

DXLIX.
DL.

CONTOH 2 : Penentuan Kewajaran Pembayaran Imbalan Jasa Sehubungan Dengan

Pemanfaatan Jasa Teknik


INFORMASI DALAM CONTOH KASUS
PT. A memiliki 25 % saham PT. B,
PT. A memberikan bantuan teknik kepada PT. B dengan imbalan Rp. 500,
Nilai imbalan jasa yang sama atau serupa dengan imbalan jasa yang dibayarkan oleh PT. B
adalah Rp. 250.

DLI.

DLII.

DLIII.

DLIV.

PERLAKUAN PERPAJAKAN
Dari hasil analisis kesebandingan, maka nilai imbalan jasa yang wajar dibebankan adalah :

DLV.

DLVI.

DLVII.
DLVIII.
DLIX.

DLX.

CONTOH 3 : Penentuan Kewajaran Pembayaran Imbalan Komisi Sehubungan Dengan

Pemanfaatan Jasa Pemasaran


DLXI.

DLXII.

INFORMASI DALAM CONTOH KASUS


PT. A memiliki 25 % saham PT. B,
PT. B juga merupakan distributor produk PT. A dengan komisi 5 % dari harga jual,
PT. B juga sebagai distributor produk perusahaan lain yang tidak mempunyai hubungan
istimewa dengan komisi 9 %,
Untuk mernasarkan produk PT.A, diperlukan biaya promosi dan sebagainya yang menjadi
beban PT. B.

DLXIII.

DLXIV.

PERLAKUAN PERPAJAKAN
Berdasarkan analisis fungsional, komisi 5 % dari PT.A adalah kurang wajar karena sebagai
distributor, PT. B masih menanggung biaya promosi dsb, yang dapat melebihi jumlah
komisinya,
Di pihak lain diketahui bahwa komisi dari pihak ketiga (independen) dan tidak dibebani biaya
pemasaran adalah 9 % maka,
Komisi wajar PT. B dari PT. A = minimal 9 % + Biaya Pemasaran Produk PT.A.

DLXV.

DLXVI.
DLXVII.

6. Penentuan Kewajaran Harga Pembelian Harta Perusahaan oleh Pemegang Saham (Pemilik)
atau Pihak yang Mempunyai Hubungan Istimewa yang Lebih Rendah dari Harga Pasar
DLXVIII.

CAKUPAN KETENTUAN INI

1. Tipe harta yang menjadi obyek transaksi : MonetaryAssets and Non-Monetary Assets,
2. Suatu peristiwa pengalihan harta dapat dicatat dengan nama (formal) transaksi pengalihan
atau bukan pengalihan harta, karena peristiwa pengalihan harta dapat merupakan bagian
dan/atau turunan dari suatu peristiwa hukum dan ekonomi lainnya, karenanya penerapan
ketentuan ini dilakukan dengan memperhatikan economic substance dari transaksi Wajib
Pajak,
3. Ketentuan umum mengenai penerapan prinsip kewajaran dan kelaziman usaha
sebagaimana diatur dalam ketentuan untuk transaksi barang berwujud (tipe transaksi 1 dan
2 - routine transaction for normal business operation) serta ketentuan untuk barang tidak
berwujud (tipe transaksi 5), berlaku untuk tipe transaksi ini.
DLXIX.

MAIN ISSUES

1. Manfaat ekonomis dari pengalihan harta (economic benefit test),


2. Penerapan prinsip kewajaran dalam penentuan nilai transaksi pengalihan harta.
Analisis kesebandingan dan pemilihan pembanding,
Penentuan PLI dan pemilihan metode.
3. Substansi usaha dari pihak yang menjadi mitra transaksi dengan Wajib Pajak.
DLXX.

INFORMASI DALAM CONTOH KASUS

A adalahpemegang 50% saham PT. B,


Harta perusahaan PT. B berupa kendaraan, dibeli A dengan harga Rp. 10jt,
Nilai buku kendaraan tersobut adalah Rp. 10jt,
Harga pasaran kendaraan sejenis dalam keadaan yang sama adalah Rp. 30jt.

DLXXI.
DLXXII.

DLXXIII.

PERLAKUAN PERPAJAKAN

Dari hasil analisa kesebandingan, diketahui tidak terdapat beda antara kondisi transaksi
pembanding dan kondisi transaksi yang diteliti,
Perhitungan harga jual wajar adalah sebagai berikut:

DLXXIV.

DLXXV.
DLXXVI.

7. Penerapan Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha dalam Penentuan Kewajaran Harga
Penjualan kepada Pihak Luar Negeri Melalui Pihak Ketiga yang Tidak Mempunyai Substansi
Usaha (Letter Box Company)
DLXXVII.
CAKUPAN KETENTUAN INI
1. Tipe harta yang menjadi obyek transaksi : MonetaryAssets and Non-Monetary Assets,
2. Suatu peristiwa pengalihan harta dapat dicatat dengan nama (formal) transaksi pengalihan
atau bukan pengalihan harta, karena peristiwa pengalihan harta dapat merupakan bagian
dan/atau turunan dari suatu peristiwa hukum dan ekonomi lainnya, karenanya penerapan
ketentuan ini dilakukan dengan memperhatikan economic substance dari transaksi Wajib
Pajak,
3. Ketentuan umum mengenai penerapan prinsip kewajaran dan kelaziman usaha sebagaimana
diatur dalam ketentuan untuk transaksi barang berwujud (tipe transaksi 1 dan 2 - routine

transaction for normal business operation) serta ketentuan untuk barang tidak berwujud (tipe
transaksi 5), berlaku untuk tipe transaksi ini.

DLXXVIII.
MAIN ISSUES
Status hubungan antara Wajib Pajak dengan mitra transaksi yang diduga sebagai pihak yang
tidak mempunyai substansi usaha,
Harga transaksi dengan end user (customer) atau original supplier,
Substansi usaha pihak yang menjadi mitra transaksi dengan Wajib Pajak,
Bagaimana menghitung imbalan wajar dari mitra transaksi.
DLXXIX.
INFORMASI DALAM CONTOH KASUS
PT. I di Indonesia yang mempunyai hubungan istimewa dengan H Ltd, Hongkong, dua-duanya
adalah anak perusahaan K di Korea,
Dalam usahanya, PT. I mengekspor barang yang langsung dikirim ke X di Amerika Serikat atas
permintaan H Ltd Hongkong,
Harga pokok barang tersebut adalah Rp. 100,
PT. I di Indonesia selalu rnenagih H Ltd dengan jumlah Rp. 110,
H Ltd Hongkong menagih X Amerika Serikat dengan Harga Rp. 175,
H Ltd Hongkong hanya berupa letter box company (reinvoicing center) tanpa bisnis.

DLXXX.

DLXXXI.
DLXXXII.

DLXXXIII.

KKP PERHITUNGAN
Apabila berdasarkan hasll analisa fungsi, H tidak mempunyai fungsi, sehingga H hanya
bertindak reinvolcing center (an application of substance over form principle) :

DLXXXIV.

DLXXXV.
DLXXXVI.

DLXXXVII.

KKP PERHITUNGAN
Apabila berdasarkan hasil analisa fungsi, H bertindak sebagai agen, yang pada
umumnya menerima komisi (laba kotor 10%) :

DLXXXVIII.

DLXXXIX.

DXC.
DXCI.

PENUTUP

Kalau dibutuhkan data pembanding dari luar negeri, maka permintaan hendaknya ditujukan ke
Direktorat Peraturan Perpajakan II,
Isi surat permintaan disesuaikan dengan ketentuan dalam SE51/PJ/2009 tentang Pelaksanaan
Permintaan Informasi ke Luar Negeri Dalam Rangka Pencegahan Penghindaran dan
Pengelakan Pajak,
Format surat permintaan keterangan dapat sesuai dengan Surat Direktur Peraturan
Perpajakan Nomor: S -436/PJ.732/2003 tanggal 3 Juli 2003,
Selanjutnya Direktorat tersebut akan melaksanakan permintaan data dimaksud ke negara yang
bersangkutan,

Prosedur permintaan data akan dilakukan sesuai dengan ketentuan pada P3B.
DXCII.

DXCIII.
DXCIV.

KASUS TRANSFER PRICING DI INDONESIA

PT. Adaro Energy Tbk dengan Coaltrade Services International Pte, Ltd

DXCV.
Transfer pricing diduga dilakukan dengan menjual batu bara kepada Coaltrade salah satu
perusahaan terafiliasi dengan harga miring, yakni US$26 per ton pada 2005 dan US$29 pada tahun
berikutnya.
DXCVI.

Penjualan Adaro pada 2005, menurut sebuah dokumen hanya US$697,1 juta dan US$1,003
miliar pada 2006. Padahal, kalau dihitung berdasarkan harga pasar, total pendapatan pada 2005
mestinya berjumlah US$1,287 miliar dan pada 2006 sebesar US$1,371 miliar. Itu berarti ada selisih
yang cukup besar antara hasil penjualan Adaro berdasarkan perhitungan sendiri dengan nilai
penjualan berdasarkan harga pasar. Nilainya, kalau dirupiahkan mencapai Rp 9,121 triliun. Belum
dihitung royalti 13,5% yang harus dibayarkan kepada negara.

DXCVII.

Laporan keuangan Coaltrade. Dari tahun 2001 hingga 2003, perusahaan itu hanya
dioperasikan tiga orang. Mulai 2004 dioperasikan lima orang, terdiri dari dua direktur, seorang
manajer, dan dua sekretaris. Dengan awak yang ramping itu, keuntungan bersih yang dapat diraihnya
toh tergolong luar biasa.

DXCVIII.

Dari 2001 hingga 2005, menurut sumber itu, laba bersih Coaltrade berturut-turut US$ 3,52 juta,
US$ 17,08 juta, US$ 15,22 juta, US$ 28,49 juta, dan US$ 42,4 juta. "Luar biasa sekali. Bagaimana
bisa meng-handle masalah administrasi, akuntansi, dan pemasaran dengan karyawan sekecil itu.
Bisa jadi, kalaupun mereka bekerja 24 jam sehari, rasanya tak akan mampu," kata sang investment
bank tadi.

DXCIX.

Lebih jauh, ia membuka dokumen yang bertuliskan Adaro Offering Bond Prospectus 22
November 2005. Di dalamnya termuat, antara lain, laporan keuangan Adaro tahun 2005 (hingga
kuartal ketiga) serta hubungan antara Adaro dan Coaltrade.

DC.
Laporan itu menyebutkan, laba bersih Adaro dari 2001 hingga kuartal ketiga 2005 berturut-turut
adalah US$ 9,5 juta, 14,0 juta, US$ 10,3 juta, US$ 17,1 juta, dan US$ 39,4 juta. "Nilainya pada
beberapa tahun terakhir lebih kecil dari Coaltrade yang hanya menjualkan batu baranya," kata
sumber Gatra itu pula.
DCI.
Dari prospektus itu diketahui bahwa harga jual batu bara Adaro yang berkualitas 5.200 kkal per
kg disebut US$ 26,3 per ton. Padahal, katanya pula, harga emas hitam di pasar internasional pada
periode itu, kalau dirata-rata, US$ 42,6 per ton. "Dengan selisih harga yang US$ 16 per ton itu, tentu
saja keuntungan yang diraih Coaltrade menjadi besar sekali," katanya.
DCII.
Kasus transfer pricing batu bara yang ditemukan pada tahun 2005 sampai 2006 diduga
dilakukan Adaro mencuat ke permukaan setelah Staf Ahli Departemen ESDM Sudhono Iswahyudi
bersama Ditjen Pajak melaporkan ke Kejagung akhir tahun lalu. Jaksa Agung Muda Intelijen Wisnu
Subroto mengaku Kejagung telah menerima audit BPKP. "Detail teknis yang menangani, jelas-jelas
ada audit BPKP," katanya dalam pesan singkat yang diterima Bisnis, kemarin. Laporan sebelumnya
menyebutkan penghentian proses penyelidikan kasus dugaan manipulasi dengan modus penjualan di

bawah harga pasar (transfer pricing) batu bara yang melibatkan PT Adaro Indonesia masih
dimungkinkan dibuka kembali.
DCIII.
Dirut Adaro Energy Boy Garibaldi Thohir menyatakan kasus manipulasi pajak {transfer pricing)
seperti yang diberitakan media massa timbul Oktober - November 2007. "Tetapi masalah kasus pajak
adalah domain Dirjen Pajak, bukan domain perusahaan," ujar Boy dalam acara paparan publik di
Jakarta,kemarin. Ia menyatakan untuk mencapai tahapan due dilliegence, Adaro Energy telah melalui
tahapan yakni penelitian secara teliti, detail aksi korporasi perseroan lembaga-lembaga penunjang.
Contohnya adalah audit dari lembaga akuntan publik anggota Price Water House. Perseroan juga
telah melakukan mini expose di hadapan direksi Bursa Efek Indonesia.
DCIV.
Bukti baru Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) meminta Direktorat Jenderal
Pajak dan Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) menyelidiki kasus tersebut guna mencari bukti baru
untuk diserahkan kembali kepada Kejaksaan Agung. "Penghentian penyelidikan oleh Jaksa Agung
Muda Intelijen bukan berarti menutup kasus ini," kata Staf Ahli Departemen ESDM Sudhono
Iswahyudi beberapa waktu lalu.
DCV.
Seharusnya, lanjutnya, instansi lain seperti Dirjen Pajak dan BPK mencari fakta baru. "Fakta ini
nantinya akan kita serahkan ke Kejagung agar kasus ini dibuka kembali." Sementara itu, Direktur
Jenderal Minerba Simon Sembiring mengakui kemungkinan adanya perbedaan data yang dimiliki
pihaknya dengan perhitungan BPW. Perbedaan itu terjadi karena ESDM menghitungnya berdasarkan
pengawasan tahun berjalan. BPKP mengeluarkan data per akhir tahun komulatif.
DCVI.

Seperti diketahui, Kejagung membentuk tim khusus untuk mengusut laporan praktik manipulasi
harga (transfer pricing) batu bara yang diduga dilakukan FP Adaro Indonesia. Tim khusus kasus
Adaro diketuai Bagindo Fachmi, yang sebelumnya menangani kasus pembalakan liar di Sumut
dengan tersangka Adelin Lis. Tim itu terdiri dari jaksa yang bertugas di bidang ekonomi dan keuangan
dengan tugas mengumpulkan data dari berbagai pihak.

DCVII.

Selama ini berbagai pihak menyatakan kasus transfer pricing batu bara seperti kasus Adaro
sulit dibuktikan karena tidak ada standar harga. Sebelumnya Managing Director ICI Maydin Sipayung
mengatakan, ICI bisa digunakan untuk mengukur kewajaran harga batu bara yang dijual Adaro.

DCVIII.

Misalkan, harga tahun 2005 US$ 40, tapi kemudian ada yang jual US$ 20. Berarti kan ada
perbedaan. Jadi bisa dipakai sebagai refensi, katanya.

DCIX.
ICI merupakan index harga batu bara yang dibuat di Indonesia melalui berbagai sumber.
Sejauh ini ada tiga jenis index batu bara, yaitu ICI untuk batu bara berkalori 6.000 kilo kalori per kg
(kkal/kg), 5.800 kkal/kg, dan 5.000 kkal/kg. Maydin menambahkan, rencananya pada bulan Juni 2008
akan diluncurkan ICI untuk batu bara 4.200 kkal/kg.
DCX.
Meski demikian, Direktur Pembinaan Usaha Mineral dan Batu Bara Departemen ESDM MS
Marpaung menyatakan, Departemen ESDM menyerahkan pada Kejaksaan Agung apakah ICI akan
digunakan dalam penyidikan kasus Adaro. Pokoknya kita sudah serahkan data-data yang diminta
Kejagung. Tidak ada yang ditutup-tutupi, katanya.

DCXI.

Menurutnya, salah satu indikasi terjadinya transfer pricing adalah menjual dengan harga di
bawah harga yang seharusnya, atau ada fee yang terlalu tinggi untuk trader. Departemen ESDM siap
memberikan data tambahan ke Kejaksaan Agung terkait kasus praktik manipulasi harga (transfer
pricing) batu bara yang diduga dilakukan PT Adaro Indonesia.

DCXII.

Menurut Direktur Pembinaan Usaha Mineral dan Batubara Departemen ESDM MS Marpaung
di Jakarta, Minggu (10/2), pihaknya memang sudah memberikan data dan keterangan ke Kejaksaan
Agung terkait kasus tersebut.

DCXIII.

Tapi, kami siap memberikan data tambahan kalau memang diperlukan pihak kejaksaan,
ujarnya. Data yang telah diberikan ESDM itu, ungkap Marpaung, adalah data penjualan antara tahun
2001-2005 yang menjadi obyek pemeriksaan Kejaksaan Agung.

DCXIV.
Meski Marpaung tidak menyebutkan data-data tambahan apa saja yang bisa diberikan
pihaknya, namun ada sejumlah data yang bisa dipakai untuk penyelidikan ini. Antara lain laporan
keuangan Coaltrade 5-6 tahun terakhir, perjanjian ekslusif Coaltrade-Adaro, harga jual rata-rata Adaro
ke Coaltrade dibandingkan harga jual rata-rata Adaro dengan non Coaltrade, dan harga jual Adaro ke
Coaltrade serta harga jual Adaro ke non Coaltrade dibandingkan harga internasional dalam masa
yang sama.
DCXV.
Marpaung menambahkan pihaknya mendukung langkah Kejakaan Agung mengusut kasus
tersebut, karena kalau memang terbukti akan menambah penerimaan negara.
DCXVI.

Sebelumnya, Kejaksaan Agung meminta Departemen ESDM dan Ditjen Pajak Depkeu
mengeluarkan data baru terkait kasus tersebut. Jaksa Agung Muda (JAM) Intelijen Wisnu Subroto
mengatakan data baru diperlukan karena Tim Khusus Kejaksaan Agung yang menangani kasus itu
belum menemukan titik terang.

DCXVII.

Direktur Pelaksana ndonesian Coal-price Index(ICI) Maydin Sipayung pernah mengatakan,


Kejaksaan Agung bisa menjadikan ICI sebagai patokan harga batubara terkait ada tidaknya transfer
pricing. Sebab, ICI menjadi rujukan harga batu bara baik di pasar domestik maupun internasional.

DCXVIII.

Menurut dia, saat ini, sudah sekitar 60 perusahaan batu bara yang memakai patokan ICI.
Hanya Adaro, perusahaan batu bara yang besar yang belum menggunakan ICI. Komisi VII DPR RI
sebelumnya juga sudah minta agar Kejaksaan Agung melakukan audit investigasi Kejaksaan Agung
untuk memeriksa dugaan manipulasi harga (transfer pricing) batubara yang dilakukan PT Adaro
Indonesia.

DCXIX.

Pembahasan

DCXX.
Dari pemaparan yang telah dijelaskan diatas, diindikasikan bahwa pada tahun 2005 dan 2006
PT Adaro Energy telah melakukan transfer pricing dengan perusahaan afiliasinya Coaltrade di
Singapura. Transfer pricing yang dilakukan adalah penetapan harga jual batu bara yang diluar
kewajaran.

DCXXI.

Karena tidak didapatkan data mengenai penjualan batubara oleh PT Adaro Energy kepada
pihak yang independen, maka harga yang wajar adalah harga pasar atas barang yang sama (dengan
barang yang diserahkan PT. A) yang terjadi antar pihak-pihak yang tidak ada hubungan istimewa.

DCXXII.

Penetapan harga pasar yang akan kita gunakan berasal dari Indeks Harga Batu Bara
Indonesia (Indonesian Coal Price Index / ICI) yang berubah setiap minggu dan disusun oleh PT
Coalindo Energy dan Argus Media, lembaga pricing dari Inggris. ICI sendiri baru diresmikan pada
tahun 2007 dengan patokan batubara Indonesia kalori tinggi (6.500 Kcal) sebesar US$51,49/ton,
kalori sedang (5.800 Kcal) US$42,87/ton dan kalori rendah (5.000 Kcal) US$32,09/ton.

DCXXIII.

Sedangkan PT Adaro Energy menjual batubara yang berkualitas 5.200 kkal per kg tersebut
pada harga US$ 26 per ton pada tahun 2005 dan US$ 29 per ton pada tahun 2006. Dengan asumsi
tidak ada kenaikan nilai pasar batubara antara tahun 2006 dan 2007, maka dapat kita simpulkan
bahwa harga wajar batubara berkalori sedang adalah US$ 42,87 per ton (untuk memudahkan
pembahasan, selanjutnya akan ditulis US$ 42).

DCXXIV.

Pembahasan:

DCXXV.DCXXVI.
DCXXVIII.DCXXIX.

Uraian
Harga Jual Transaksi Pembanding

DCXXVII.

US $

DCXXX.

42

Penyesuaian untuk meningkatkan kesebandingan


DCXXXIII.
karena perbedaan kondisi transaksi :
DCXXXIV.
DCXXXV.
Harga jual sebanding dari perusahaan pembanding
DCXXXVI.
setelah penyesuaian (=arm lenghth price)
DCXXXVII.
DCXXXVIII.
Harga Transfer Cfm WP
DCXXXIX.

DCXXXI.
DCXXXII.

DCXL. DCXLI.

Koreksi Harga Transfer karena penerapan prinsip


DCXLII.
kewajaran

42
29
13

DCXLIII.
DCXLIV.

Dengan demikian perlu diadakan koreksi sebesar US$13 untuk setiap ton penjualan batubara
yang dilakukan PT Adaro Energy kepada perusahaan afiliasinya Coaltrade Services International Pte,
Ltd di Singapura.

DCXLV.
Selisih nilai penjualan tersebut merupakan indikasi perlakuan transfer pricing oleh PT Adaro yg
dianggap pemerintah menghilangkan potensi pendapatan pajak di Indonesia dan di alihkan ke
Singapura. Hal tersebut dinilai karena Singapura memiliki tingkat pajak yang lebih rendah
dibandingkan dengan Indonesia.
DCXLVI.

Anda mungkin juga menyukai